Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipospadia merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan

abnormalitas letak bukaan urethra pada bagian ventral penis, sebagai akibat

fusi inkomplit lipatan urethra pada perkembangan dini fetus. Frekuensi

hipospadia 1:300 dari kelahiran bayi laki-laki hidup, dan berbeda-beda pada

setiap negara, hipospadias merupakan salah satu kelainan kongenital yang

paling sering ditemukan.1 Prinsip operasi hipospadia adalah rekonstruksi

penis menjadi lurus dengan meatus berada pada tempat yang sedekat mungkin

dengan posisi normal untuk mendapatkan pancaran urine lurus dan normal

coitus.2 Komplikasi akut yang sering terjadi seperti perdarahan dan hematom,

edema, infeksi luka operasi, dehisensi luka operasi, nekrosis kulit, nekrosis

flap, fistula, torsi penile, gangguan ereksi pada penis, dan spasme bladder.

Fistula paskaoperasi merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan.

Komplikasi jangka panjang pascaoperasi hipospadia yang ditemukan seperti

infeksi berulang saluran kemih, striktur urethra, keluhan disfungsi seksual,

kesulitan ejakulasi, rendah diri dan persepsi negatif terhadap genitalia juga

dilaporkan pada pasien dengan riwayat hipospadia.3-5

Perkembangan terakhir teknik operasi hipospadia telah membuahkan hasil

kosmetik yang memuaskan, fungsi seksual yang tidak terganggu, dan fungsi

berkemih yang normal walaupun pasien mengalami hipospadia proksimal.

Akan tetapi, tidak ada hasil yang sempurna dan pasien harus beradaptasi

dengan masalah kosmetik minor seperti bekas luka operasi.6 Anak laki-laki

1
yang menjalani operasi koreksi hipospadia yang tidak memuaskan mengalami

persepsi genitalia yang lebih buruk dan sering sekali menjadi hambatan

perkembangan seksual. Masalah lain yang diketahui melibatkan hasil

kosmetik yang buruk seperti terganggunya persepsi pribadi terhadap genitalia

dan rasa malu yang tinggi atau kinerja yang buruk di sekolah. 7,8 Pada

penelitian sebelumnya oleh Mureau dan Schönbucher mengatakan bahwa

fungsi psikoseksual dan kualitas hidup dapat terganggu pada pasien dengan

distal hipospadia.8,9 Tetapi, tidak jelas faktor mana yang mempengaruhi

luaran tersebut dan hasil operasi apa yang berakibat terhadap hal tersebut.6

Usaha untuk menilai persepsi penis pascaoperasi rekonstruksi hipospadia

oleh pasien dan ahli bedah pertama sekali dibuat oleh Schwobel dkk.10 Pada

studi ini ahli bedah bertanya kepada pasien untuk evaluasi terhadap hasil

operasi, dan semua pasien mengatakan puas terhadap hasil operasinya.

Standar penilaian kepada pasien ini merupakan suatu langkah besar dalam

evaluasi terhadap hasil operasi hipospadia.6

Weber dkk mengembangkan sistem skoring yang dapat melakukan

evaluasi secara cross-sectional.6 Sistem skoring tersebut dikenal dengan

Pediatric Penile Perception Score (PPPS), sistem skoring ini menggabungkan

konsep-konsep alat ukur lain dan membandingkan persepsi penis oleh pasien,

orang tua, maupun ahli bedah. PPPS menilai kriteria yang dapat dibandingkan

seperti panjang penis; posisi dan bentuk muara urethra; bentuk glans penis,

bentuk kulit penis, axis penis dan bentuk penis secara umum. 11 Penilaian

terhadap pancaran urine juga dapat dimasukkan sebagai penilaian tambahan,

namun bukan sebagai penilaian wajib pada evaluasi ini. Persepsi genitalia

2
oleh pasien sendiri lebih penting untuk perkembangan psikoseksual dan

kualitas hidup daripada persepsi oleh dokter bedah anak. Sikap orang tua

terhadap penampilan genitalia anak secara umum juga berpengaruh terhadap

perkembangan anak.6

Weber dkk melaporkan pada penelitian tahun 2008 dengan PPPS, bahwa

pasien pascaoperasi hipospadia memiliki kepuasan yang tinggi akan bentuk

genitalia mereka yang tidak berbeda dengan pasien kontrol, namun orang tua

dan dokter bedah kurang puas terhadap hasil tersebut dibandingkan dengan

pasien.6 Sampai saat ini masih jarang publikasi yang berasal dari Indonesia

untuk menilai perbandingan persepsi genitalia paska operasi hipospadia.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti merasa perlu untuk

menilai persepsi genitalia pada pasien pascaoperasi hipospadia. Namun

evaluasi hasil luaran hipospadia masih menjadi kendala di beberapa daerah di

Indonesia. Penyebabnya sistem jaminan kesehatan yang belum memadai,

kondisi geografis dimana tempat tinggal pasien banyak yang jauh dari tempat

penelitian, sosio-ekonomi pasien dan keluarga pasien yang masih rendah.

Terutama sejak merebaknya pandemic COVID-19, kunjungan pasien ke

rumah sakit juga menurun. Hal-hal tersebut menyebabkan sulitnya dilakukan

evaluasi terhadap hasil pascaoperasi pasien, termasuk pasien pasca operasi

hipospadia.

Oleh karena itu peneliti ingin menerapkan penilaian persepsi

menggunakan PPPS melalui jaringan online survey dan wawancara melalui

video call. Penilaian persepsi terhadap genitalia akan dilakukan oleh pasien,

orang tua, dan dokter bedah anak dari multicenter. Hasil penelitian berguna

3
sebagai sumber ilmiah dalam evaluasi kepuasan pascaoperasi penderita pasien

hipospadia sebagai sumber informasi kepada dokter bedah dalam mengetahui

keinginan pasien/ orang tua dan meningkatkan hasil kosmetik pasca operasi.

Hasil penelitian juga berguna untuk riset selanjutnya dalam mempelajari dan

mendalami hasil luaran jangka panjang penderita hipospadia.

Hipospadia merupakan kelainan kongenital dimana muara urethra tidak


berada di ujung penis akibat fusi inkomplit lipatan urethra pada
perkembangan fetus dini. Pasien dengan hipospadia ditangani dengan
operasi rekonstruksi agar penis menjadi lurus dengan meatus berada pada
tempat yang sedekat mungkin dengan posisi normal untuk mendapatkan
pancaran urine lurus dan normal coitus. Salah satu luaran operasi
hipospadia yang penting untuk dievaluasi adalah persepsi terhadap penis
pascaoperasi, karena pasien yang menjalani operasi koreksi hipospadia
dengan hasil tidak memuaskan akan mengalami persepsi genitalia yang lebih
buruk dan sering sekali menjadi hambatan perkembangan seksual. PPPS
adalah suatu alat ukur yang menilai persepsi pasien, orang tua dan dokter
bedah terhadap penis pasca operasi hipospadia. Evaluasi ini sangat penting
karena dapat mengetahui faktor apa yang akan mempengaruhi persepsi
tersebut. Karena kesulitan untuk mengakomodir pasien dan orang tua untuk
dievaluasi di era pandemi COVID-19 maka peneliti ingin menerapkan
penilaian persepsi menggunakan PPPS melalui jaringan online survey dan
wawancara melalui video call.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah perbandingan persepsi pasien, orang tua dan dokter bedah

anak terhadap penis pascaoperasi hipospadia menggunakan modifikasi

pediatric penile perception score?

1.3 Tujuan Penelitian

Mengetahui perbandingan persepsi pasien, orang tua dan dokter bedah

anak terhadap penis pascaoperasi hipospadia menggunakan modifikasi

pediatric penile perception score.

4
1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Manfaat Akademis

Menambah pengetahuan mengenai persepsi pasien, orang tua dan dokter

bedah anak terhadap penis pascaoperasi hipospadia menggunakan

modifikasi pediatric penile perception score.

1.4.2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat menjadi metode alternatif untuk evaluasi di era

pandemi, sebagai pertimbangan dokter bedah anak dalam merencanakan

manajemen operasi hipospadia, dan sebagai bahan edukasi kepada orang

tua sebelum operasi hipospadia.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Hipospadia

Hipospadia didefinisikan sebagai tertahannya perkembangan normal urethra,

preputium dan aspek ventral pada penis. Sebagai akibatnya terjadi berbagai

kelainan, seperti meatus urethra dapat terletak dimana saja sepanjang bagian

ventral pada shaft penis, skrotum bahkan pada perineum. 12 Insidensi hipospadia

adalah 1:300 kelahiran bayi laki-laki hidup, menjadikannya sebagai salah satu

kelainan bawaan pada bayi laki-laki yang paling sering. Hipospadia paling banyak

ditemukan pada ras Kaukasian, cukup banyak pada ras Afro-Amerika, dan paling

sedikit pada ras Hispanik. Pada negara maju seperti Inggris insidensi hipospadia

adalah 18 per 10,000 kelahiran, Eropa dan Amerika utara berkisar antara 40-80

per 10,000 kelahiran, dan pada penelitian yang dilakukan di Singapura didapatkan

insidensi hipospadia adalah 41 per 10,000 kelahiran bayi laki-laki.12

2.1.1.1 Embriologi

Pembentukan genitalia externa laki-laki merupakan proses kompleks yang

melibatkan program genetic, diferensiasi sel, signaling hormon, aktivitas enzym,

dan remodeling jaringan. Pada masa kehamilan minggu ke 6 tuberkulum genital

berkembang ke arah anterior membentuk sinus urogenital. Kemudian pada

minggu ke 7 dan 8, gonad laki-laki berdiferensiasi dibawah pengaruh gen SRY,

yang menghasilkan hormone testosterone. Tanda pertama dari maskulinisasi

6
adalah bertambahnya jarak antara anus dan struktur genitalia, yang diikuti dengan

elongasi phallus, pembentukan urethra dari lekukan urethral, dan perkembangan

preputium. Urethra terbentuk dari penyatuan pada sisi medial dari lipatan

endoderm uretra.1

2.1.1.2 Etiologi

Etiologi hipospadia terdiri dari banyak faktor. Kebanyakan kasus hipospadia

terjadi secara sporadis tanpa ada penyebab yang jelas. Defek pada produksi

testosteron oleh testis dan kelenjar adrenal, defisiensi reseptor androgen pada

penis, berkurangnya ikatan dihidrotestosteron ke reseptor androgen, dapat

menyebabkan timbulnya hipospadia.13

Penggunaan obat kontrasepsi oral tidak dapat menyebabkan hipospadia, namun

paparan bahan estrogenik atau progestin pada ibu hamil saat awal kehamilan dapat

meningkatkan risiko terjadinya hipospadia. Faktor lingkungan yang memiliki

aktivitasi estrogenik juga dianggap dapat berpengaruh pada terjadinya hipospadia,

seperti paparan pestisida pada buah dan sayuran.14,15

Beberapa penulis mengatakan diit vegetarian pada ibu hamil, yang mana

mengandung fitoestrogen tinggi, juga meningkatkan kejadian hipospadia. Namun

telah terdapat penelitian-penelitian lain yang mengatakan hubungan ini sangat

lemah, bahkan ada penulis yang mengatakan bahwa tidak ada hubungan sama

sekali antara diit vegetarian ibu hamil dengan terjadinya hipospadia. Paparan obat

anti-epilepsi seperti Asam Valproat pada ibu hamil kemungkinan dapat

meningkatkan kejadian hipospadia. Paparan xenoandrogen seperti DDT,

vinclozolin, dan dietilheksil penthalate dapat menyebabkan hipospadia pada

hewan coba.13

7
Usia ibu saat hamil, angka paritas, kehamilan kembar, riwayat subfertil paternal,

secara signifikan terbukti meningkatkan risiko terjadinya hipospadia. Sememtara

ibu hamil yang merokok tidak terbukti meningkatkan risiko terjadinya hipospadia.

Retardasi pertumbuhan janin intrauterin dan berat badan lahir rendah merupakan

faktor risiko terjadinya hipospadia. Kejadian hipospadia meningkat 10 kali lipat

pada bayi dengan riwayat berat badan kecil pada usia gestasi dibandingkan

dengan bayi normal.13,14

Terdapat peningkatan kejadian hipospadia pada kembar, baik monozigot maupun

dizigot, namun kejadian hipospadia pada kembar monozigot 8.5 kali lebih tinggi

dibandingkan kembar dizigot. Kejadian hipospadia pada bayi kembar

kemungkinan disebabkan karena adanya insufisiensi plasenta dan kurang

tercukupinya hormon Human Chorionic Gonadotropin (HCG) pada kehamilan

kembar.13

Hipospadia juga ditemukan pada kelaianan kromosom 4p dan 18q, inversi

parasentrik dari kromosom 14, dan pada Sindrom Klinefelter. Hipospadia juga

terkait dengan beberapa sindrom genetik seperti Smith-Lemli-Optiz,

hipertelorisme, Reifenstein, Wolf-Hirschhorn, Denys-Drash, Silver-Russell, dan

seringkali kasus hipospadia ini ditemukan pada kasus genitalia ambigu yang

disebabkan karena hermaproditisime dan disgenesis gonad campuran (mixed

gonadal dysgenesis).13

2.1.1.3 Klasifikasi

Klasifikasi anatomis hypospdia sesuai dengan tingkat meatus berada tanpa

memperhitungkan adanya curvature. Ada beberapa klasifikasi yang pernah

dipaparkan, seperti Smith (1938) yang membaginya menjadi derajat pertama

8
dimana meatus berada mulai dari corona sampai ke distal shaft, derajat kedua dari

distal shaft sampai ke penoscrotal junction, dan derajat ketiga mulai dari

penoscrotal junction sampai ke perineum. Sistem klasifikasi oleh Browne (1936)

lebih spesifik, dengan varietas subcoronal, penile, midshaft, penoscrotal, scrotal,

dan perineal.16

Duckett (1996) membuat klasifikasi hipospadia menjadi: glanular, subkoronal,

distal penis, midshaft, dan proksimal yang terdiri dari: penoskrotal, skrotal, dan

perineal. Hadidi (2004) mengklasifikasikan hipospadia menjadi tipe glanular,

distal, dan proksimal. Sementara Orkiszewski (2010) mengklasifikasikan menjadi

terdiri dari glanular, sepertiga distal, sepertiga tengah, dan sepertiga proksimal,

dan proksimal - yang terdiri dari skrotal dan perineal. 16 Pada penelitian ini peneliti

menggunakan klasifikasi hipospadia tipe distal dan tipe proksimal (Gambar 2).

Gambar 1. Klasifikasi hipospadia16

9
Gambar 2. Klasifikasi hipospadia yang digunakan17

2.1.1.4 Presentasi Klinis Hipospadia

Faktor seperti ukuran penis, ukuran glans dan urethral plate, curvature, anomaly

dan posisi skrotum mempunyai pengaruh signifikan terhadap luaran operasi

hipospadia.17 Morfogenesis abnormal pada hipospadia mempengaruhi 3 hal

utama pada anatomi, yaitu: ectopik orificium urethra, abnormal kulup penis

(irregular penile raphe dan dorsal hood), dan chordee.2,18

2.1.1.4.1 Muara Urethra Eksternus

Karakteristik primer hipospadia adalah lokasi abnormal dari muara urethra.

Muara urethra dapat terletak sedikit ke bagian ventral, dibawah lekukan normal

muara urethra pada glans, atau dapat terletak lebih jauh lagi sampai ke perineum. 2

Meatus yang ditemukan bervariasi pada bentuknya, diameter, elastisitas dan

rigiditas. Juga dapat terletak ke arah transverse maupun longitudinal, atau juga

dapat tertutup oleh kulit halus. Pada kasus megameatus maka distal urethra

terlihat membesar.2

10
2.1.1.4.2 Curvature Penis

Lengkungan (curvature) pada penis disebabkan oleh defisiensi struktur normal

pada sisi ventral penis. Penyebabnya ada beberapa, seperti defisiensi kulit,

defisiensi fascia dartos, adanya fibrous cord dengan penempelan pada bagian

ventral, atau defisiensi corpus cavernosa pada sisi ventral penis. Kelainan

lengkungan pada penis ini dapat disertai dengan hipospadia maupun tanpa disertai

dengan hipospadia.2

2.1.1.4.3 Abnormalitas kulit dan skrotum

Kelainan kulit pada penis juga berubah secara radikal akibat gangguan

pembentukan urethra.2 Bagian distal pada meatus biasanya kekurangan akan kulit

ventral, dimana akan berkontribusi terhadap tejadinya curvature pada penis.

Frenulum selalu tidak terbentuk pada hipospadia, sisa-sisa frenulum biasanya

ditemukan pada fossa navicularis. Kulit pada proximal meatus urethra juga

biasanya sangat tipis, ini terlihat saat memasukkan kateter ke urethra proximal.2

2.1.1.4.4 Urethral Plate

Urethral plate memanjang dari meatus ke lekukkan glanular dapat terbentuk

secara sempurna. Walaupun dengan meatus terletak lebih ke proximal pada penis,

normal urethral plate ini tetap bersifat elastic dan biasanya tidak menempel.

Ereksi buatan dapat digunakan untuk melihat ada atau tidaknya curvature pada

situasi seperti ini. Normal urethral plate akan membantu operasi rekonstruksi

hipospadia. Bagaimana pun juga, apabila urethral plate kurang berkembang, maka

akan menjadi fibrous band yang membengkokkan penis ke bagian ventral saat

dilakukan ereksi buatan. Setelah fibrous band ini dipisahkan, penis akan terlihat

lurus.2

11
2.1.1.4.5 Glans Penis

Diketahui bahwa Bush dan Snodgrass dkk merupakan yang pertama

mempublikasikan ukuran glans penis pada pasien hipospadia. Pada penelitian

mereka, ditemukan bahwa pasien dengan proximal hipospadia mempunyai ukuran

lebar glans yang lebih kecil (<14mm) dibandingkan dengan pasien dengan distal

hipospadia. Peningkatan usia pasien juga tidak berkorelasi dengan peningkatan

ukuran lebar glans pada pasien hipospadia proximal maupun distal.19

2.1.1.4.6 Mikropenis pada pasien hipospadia

Definisi mikropenis bergantung pada strectch penile length (SPL) yang pertama

sekali dikenalkan oleh Schonfeld dan Beebe dalam penelitiannya mengenai

standarisasi panjang penis menurut usia.20 Mikropenis didefinisikan sebagai SPL

kurang dari 2,5 standar deviasi rerata kelompok umur. 21 Definisi tersebut menjadi

ekslusi pasien hipospadia dari genitalia ambigus, namun apabila setelah koreksi

curvature dan urethroplasti ukuran penis masih pendek maka pasien tetap

dikatakan sebagai mikropenis.22 Pada suatu penelitian terhadap 36 pasien

hipospadia oleh Agrawal dkk, 65% diantaranya menderita mikropenis, dimana

panjang penis berpengaruh terhadap keparahan hipospadia.22

Mikropenis merupakan hasil dari abnormalitas hormonal yang terjadi setelah

minggu ke 12 gestasi. Penyebab kondisi ini adalah hipogonadisme

hipogonadotropik (kegagalan hipofisis/ hipotalamus), hipogonadisme

hipergondotropik (kegagalan testis primer), dan idiopatik.23-25

12
Tabel 2.1. Stretched Penile Length normal21

Usia Rerata ±SD Rerata -2,5 SD


Neonatus, gestasi 30 2.5 ± 0.4 1.5
mgg
Neonatus, gestasi 34 3.0 ± 0.4 2.0
mgg
0 – 5 bulan 3.9 ± 0.8 1.9
6 – 12 bulan 4.3 ± 0.8 2.3
1 – 2 tahun 4.7 ± 0.8 2.6
2 – 3 tahun 5.1 ± 0.9 2.9
3 – 4 tahun 5.5 ± 0.9 3.3
4 – 5 tahun 5.7 ± 0.9 3.5
5 – 6 tahun 6.0 ± 0.9 3.8
6 – 7 tahun 6.1 ± 0.9 3.9
7 – 8 tahun 6.2 ± 1.0 3.7
8 – 9 tahun 6.3 ± 1.0 3.8
9 – 10 tahun 6.3 ± 1.0 3.8
10 – 11 tahun 6.4 ± 1.1 3.7
Dewasa 13.3 ± 1.6 9.3

Dalam tujuan untuk mendapatkan hasil fungsional dan kosmetik yang baik,

penggunaan stimulasi hormonal sebelum operasi hipospadia telah dilakukan

selama beberapa dekade.26,27 Penggunaan testosterone sebelum operasi hipospadia

diketahui meningkatkan kulup penis, panjang penis, lebar glans dan

neovascularisasi jaringan. Sehingga, akan meningkatkan hasil luara operasi pasien

dengan hipospadia.28

2.1.1.5 Manajemen

Pembedahan merupakan satu-satunya pilihan manajemen hipospadia. Tujuan dari

terapi hipospadia adalah untuk melakukan rekonstruksi meluruskan penis

(straightening) dengan meatus berada sedekat mungkin dengan tempat semestinya

(aspek ventral terminal pada glans) agar memperoleh pancaran urine yang lurus

13
dan fungsi normal coitus. Ada 5 fase perbaikan untuk mencapai keberhasilan

perbaikan hipospadia, yaitu: orthoplasty (straightening), urethroplasty,

meatoplasty dan glanuloplasty, scrotoplasty dan skin coverage.2

Tindakan pembedahan hipospadia dapat dilakukan diusia berapa saja, tetapi

kebanyakan penulis menganjurkan tindakan operasi pada usia 6 – 18 bulan. The

American Academy of Pediatrics menganjurkan interval waktu ini untuk

membatasi stress psikologis dan masalah perilaku balita yang menjalani tindakan

operasi genital. Juga adanya beberapa laporan penelitian yang menyebutkan

bahwa meningkatnya usia saat menjalani operasi berhubungan dengan

meningkatnya angka komplikasi.2,29

Ukuran penis merupakan salah satu faktor yang diperhatikan sebelum dilakukan

operasi hipospadia. Jika ditemukan kondisi mikropenis maka dibutuhkan

penanganan preoperatif dengan pemberian testosteron ataupun

dihidrotestosterone, dengan cara pemberian suntikan testosteron enanthate 20-25

mg secara intramuskuler, setiap 3 minggu selama 3 bulan, atau dengan pemberian

krim dihidrotestosteron 5% dua kali sehari selama 1 bulan sebelum dilakukan

pembedahan. Tindakan operasi harus di tunggu 3-6 paska terapi hormon untuk

menghindari komplikasi yang disebabkan oleh pemberian terapi hormonal.30-32

Pembedahan hipospadia dapat dilakukan 1 tahap dan 2 tahap. Pembedahan 2

tahap dibutuhkan pada kasus hipospadia berat seperti tipe penkoskrotal atau

perineal. Eksisi komplit dari jaringan yang membentuk kurvatura penis (korde)

sangat penting pada kasus hipospadia berat. Tindakan ini dapat dilakukan pada

tahap pertama, dengan cara memotong plat uretra asal dan jaringan korde yang

ada dieksisi. Setelah operasi tahap pertama dibutuhkan waktu paling sedikit 6

14
bulan sebelum dilanjutkan operasi tahap kedua, yaitu pembuatan tubularisasi plat

uretra.2

Diversi urine paska operasi hipospadia masih merupakan perdebatan. Menurut

beberapa penulis terdapat perbedaan hasil luaran operasi hipospadia antara yang

menggunakan stent uretra paskaoperasi dengan yang tidak, namun terdapat pula

penulis yang menyebutkan tidak ada perbedaan di antara dua kelompok ini.

Diversi urin suprapubik tidak diperlukan, namun penggunaan stent uretra dengan

ukuran yang sesuai selama 1 minggu dapat memperbaiki hasil luaran operasi

hipospadia2,29

Rekonstruksi urethra dapat dilakukan dengan prosedur satu tahap dan dua tahap.

Kebanyakan dokter bedah memilih untuk melakukan single-stage repair apabila

memungkinkan. Kebijakan umum, single-stage repair layak untuk dilakukan

pada hipospadia distal dan hipospadia proximal tanpa disertai dengan curvature

yang signifikan. Operasi hipospadia dua tahap secara umum dilakukan pada

pasien dengan hipospadia perineal dengan curvature dan pada pasien dengan

cripples hipospadia.1,2

Dikenal beberapa teknik operasi yang sering digunakan dalam operasi

rekonstruksi hipospadia seperti Tubularized Plate Urethroplasti (Snodgrass

Modification/ Tubulariezed Incised Plate); Meatal advancement with glansplasty

incorporated (MAGPI); Glans Approximation Procedure (GAP); Mathieu/

Perimeatal-Based Flap Procedure; Onlay Island Flap; dan operasi hipospadia

bertahap.12

2.1.1.5 Luaran

15
Kejadian komplikasi pada operasi hipospadia lebih tinggi dari prosedur

rekonstrutif lainnya. Diketahui ada lebih dari 250 teknik untuk melakukan operasi

terhadap hipospadia, dengan berbagai hasil perbaikan dan tingginya angka

komplikasi. Komplikasi akut terjadi pada 7-10 hari pertama paska operasi.

Komplikasi akut yang sering ditemukan seperti : perdarahan dan hematom,

edema, infeksi luka operasi, dehisensi luka operasi, nekrosis kulit, nekrosis flap,

fistula, torsi penile, gangguan ereksi pada penis, dan spasme bladder. Fistula

paskaoperasi merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan, diikuti oleh

edema dan torsi penile. Insidensi komplikasi-komplikasi tersebut dapat

diminimalisasi dengan keahlian bedah khusus, rencana pre-operatif, penggunaan

teknik operasi yang tepat, usia saat operasi, menggunakan bahan jahitan yang

tepat dan perlakuan paska operatif yang baik.33

Suatu penelitian terbaru yang melaporkan 93 pasien dewasa dengan riwayat

hipospadia datang ke ahli rekonstruksi urologi mengutarakan keluhan jangka

panjang paska operasi hipospadia, seperti keluhan infeksi berulang saluran kemih

dan striktur urethra. Keluhan seksual jangka panjang seperti disfungsi ereksi,

kesulitan ejakulasi, rendah diri dan persepsi negatif terhadap genitalia juga

dilaporkan pada pasien dengan riwayat hipospadia.34-36

2.1.1.6 Persepsi penis pascaoperasi hipospadia

Anak laki-laki yang menjalani operasi koreksi hipospadia dengan hasil yang tidak

memuaskan akan mengalami persepsi genitalia yang lebih buruk dan sering sekali

menjadi hambatan perkembangan seksual. Perkembangan terakhir teknik operasi

hipospadia telah membuahkan hasil kosmetik yang memuaskan, fungsi seksual

yang tidak terganggu, dan fungsi berkemih yang normal bahkan pada pasien yang

16
mengalami proksimal hipospadias. Akan tetapi, tidak ada hasil yang sempurna

dan pasien harus beradaptasi dengan masalah kosmetik minor seperti bekas luka

operasi.6 Masalah lain yang diketahui melibatkan hasil kosmetik yang buruk

seperti terganggunya persepsi pribadi terhadap genitalia dan rasa malu yang tinggi

atau kinerja yang buruk di sekolah.8,9 Pada penelitian sebelumnya oleh Mureau

dan Schönbucher mengatakan bahwa fungsi psikoseksual dan kualitas hidup dapat

terganggu pada pasien dengan distal hipospadia.8,9 Tetapi, tidak jelas faktor mana

yang mempengaruhi luaran tersebut dan hasil operasi apa yang berakibat terhadap

hal tersebut.6

Penilaian Persepsi Penis Pascaoperasi Hipospadia.

Usaha untuk menilai persepsi penis pascaoperasi rekonstruksi hipospadia oleh

pasien dan ahli bedah pertama sekali dibuat oleh Schwobel dkk.10 Pada studi ini

ahli bedah bertanya kepada pasien untuk evaluasi terhadap hasil operasi, dan

semua pasien mengatakan puas terhadap hasil operasinya. Mureau dkk melakukan

perbaikan dengan konsep mengembangkan standar kuesioner yang terdiri dari 8

jenis aspek berbeda mengenai genitalia.8 Aspek tersebut dinilai oleh pasien dan

dibandingkan dengan penilaian oleh pediatrik urologis yang tidak berkaitan

dengan tim pengobatan mereka. Ditemukan bahwa pasien lebih tidak puas dengan

hasil operasi dibandingkan dengan kepuasan oleh dokter bedah.6

Standar penilaian oleh pasien ini merupakan suatu langkah besar dalam evaluasi

terhadap hasil operasi hipospadia. Bagaimanapun juga, pertanyaan timbul

mengenai apakah penilaian hasil operasi oleh satu urologis cukup objektif. Baskin

memperkenalkan foto-foto untuk menilai hasil kosmetik paska operasi

hipospadia.12 Dengan penilaian dua arah, dia menilai kriteria penampilan secara

17
keseluruhan, mucosal collar, lokasi meatus, dan bentuknya apakah seperti penis

normal. Namun, foto hanya dinilai oleh 1 orang penilai dan hasilnya tidak dinilai

oleh orang yang tidak terlibat dengan pasien. Ini merupakan dokumentasi

sistematik pertama yang dilakukan pada hasil luaran operasi hipospadia terhadap

bentuk tampilan penis.12

Ververidis dkk menilai hasil kosmetik paska operasi hipospadia dengan sistem

skoring berdasarkan dokumentasi fotografi dalam bentuk panel oleh 5 profesional

tenaga kesehatan.37 Walaupun alat ukur ini dengan sukses mendemonstrasikan

perbedaan luaran antara 2 teknik operasi, kualitas dari alat ukur itu sendiri tidak

dinilai.6

Tabel 2.1 Sistem skoring pascaoperasi hipospadia.38

Skoring Variabel Kelebihan Kekurangan


HOSE Lokasi meatus. Teruji inter-observer Variable terbatas.
Bentuk meatus. reliability. Tidak ada penampilan
Pancaran urine. secara umum.
Ereksi/ kurvatur. Tidak ada ukuran penis.
Fistula. Tidak adekuat untuk
penilaian pre operatif.

Mureau Ukuran penis saat Penilaian ukuran Tidak teruji untuk


tidak ereksi. penis. realibilitas dan validitas.
Ketebalan penis. Tidak tervalidasi. Tidak ada ereksi/
Ukuran glanular. kurvatur.
Bentuk glanular. Variable tidak dapat
Posisi meatus. diperbaiki dengan
Bekas operasi. tindakan bedah.
Skrotum/ testis. Penilaian pre operatif
Penampilan secara tidak adekuat.
umum.

PPPS Panjang penis. Realibilitas inter-rater Penilaian subjektif.


Posisi dan bentuk tinggi. Penilaian pre operatif
meatus. Tervalidasi oleh tidak adekuat.
Bentuk glanular. dokter bedah dan
Ereksi/ kurvatur. pasien.
Penampilan secara

18
umum.

HOPE Posisi meatus. Gambar referensi. Menghabiskan waktu.


Bentuk meatus. Terimplementasi Penilaian pre operatif
Bentuk glans. dengan pusat data tidak adekuat.
Bentuk kulit. nasional.
Torsi penis.
Ereksi/ kurvatur.

Skor Kosmetik dan Gampang untuk Tidak tervalidasi dan


Hadidi fungsi. diaplikasikan. cenderung subjektif.

Pediatric Penile Perception Score (PPPS)

Weber dkk menilai tidak ada sistem skoring yang dapat diandalkan secara

menyeluruh untuk persepsi terhadap penis pernah dipublikasikan, oleh karena itu

dikembangkan sistem skoring yang dapat melakukan evaluasi secara cross-

sectional.6 Sistem skoring tersebut dikenal dengan Pediatric Penile Perception

Score (PPPS), sistem skoring ini menggabungkan konsep-konsep alat ukur

sebelumnya dan membandingkan persepsi penis oleh pasien, orang tua, maupun

ahli bedah.6 PPPS menilai kriteria yang dapat dibandingkan seperti panjang penis;

posisi dan bentuk muara urethra; bentuk glans penis, bentuk kulit penis, axis penis

dan bentuk penis secara umum.11 Persepsi genitalia oleh pasien sendiri lebih

penting untuk perkembangan psikoseksual dan kualitas hidup daripada persepsi

oleh dokter bedah. Sikap orang tua terhadap penampilan genitalia anak secara

umum juga berpengaruh terhadap perkembangan anak.6

Weber dkk melaporkan pada penelitian tahun 2008 dengan PPPS, bahwa pasien

pascaoperasi hipospadia memiliki kepuasan yang tinggi akan bentuk genitalia

mereka yang tidak berbeda dengan pasien kontrol, namun orang tua dan dokter

bedah kurang puas terhadap hasil tersebut dibandingkan dengan pasien. Mureau

19
dkk melaporkan pasien pascaoperasi hipospadia memiliki hambatan dalam

mencari kontak seksual dan pandangan yang negatif mengenai bentuk genitalia,

namun hal tersebut tidak mempengaruhi fungsi seksual.8 Hal serupa juga

disampaikan oleh Moriya dkk, dimana pasien hipospadia cenderung tidak puas

terhadap bentuk genitalia pascaoperasi.46

Persepsi yang baik mengenai hasil pascaoperasi hipospadia merefleksikan

peningkatan hasil operasi dengan menggunakan teknik terbaru. Dalam

penelitiannya Weber dkk, mereka menemukan kepuasan yang tinggi pada pasien

pascaoperasi hipospadia, terutama pada pasien dengan usia muda. Hal ini

menunjukkan bahwa semakin meningkatnya usia maka semakin meningkat pula

ekspektasi pasien terhadap penampilan penis di usia remaja, hal ini juga

dikonfirmasi oleh penelitian-penelitian sebelumnya.39,40 Sehingga Weber dkk,

berasumsi bahwa kepuasan terhadap persepsi genitalia akan berkurang seiring

dengan bertambahnya usia. Tetapi mereka percaya bahwa anak yang lebih kecil

usianya belum tentu mengerti pertanyaan dan variabel yang akan dievaluasi.6

Namun, kepuasan terhadap penampilan penis selama usia kanak-kanak dinilai

relefan, karena itu merupakan salah satu faktor potensial yang mempengaruhi

perkembangan psikoseksual pada anak laki-laki dan secara potensial dapat

mengganggu kesehatan mental selama masa kanak-kanak.41,42

Weber dkk juga mengemukakan bahwa orang tua dari anak dengan hipospadia

kurang puas terhadap penampilan genitalia daripada pasien maupun orang tua dari

kelompok kontrol. Penemuan ini tidak hanya menunjukkan penilaian orang tua

terhadap penampilan penis, tetapi juga menunjukkan ketakutan atau perasaan

bersalah akan malformasi penis. Lebih lanjut lagi, orang tua mempunyai penis

20
lain untuk dibandingkan, dan tau bagaimana anak mereka akan mulai mempunyai

ekspektasi akan hasil akhir operasi. Tanggapan negatif dari orang tua berpengaruh

terhadap pasien karena sikap orang tua terhadap kelainan anak merupakan faktor

lain yang dapat berpengaruh terhadap perkembangan psikoseksual anak.43

Oleh karena sistem skoring ini terbukti dapat diandalkan, dengan interrater

reliability yang memuaskan, stabilitas dan interkorelasi terhadap penampilan

umum, sehingga pendapat dari dokter bedah dianggap sebagai evaluasi objektif.

Pada penelitian oleh Weber dkk ditemukan kepuasan yang rendah oleh dokter

bedah dibandingkan dengan pasien sendiri. Hal ini terbalik dengan penelitian

sebelumnya yang mengatakan dokter bedah lebih puas dibandingkan dengan

pasien.12,44

Bracka mengatakan bahwa dokter bedah sendiri biasanya selalu bias dalam

menilai hasil kerja sendiri, dan teknik operasi terbaru dapat mempengaruhi

penilaian tersebut.39 Dokter bedah yang tidak berhubungan dengan pasien tidak

dapat menilai hubungan keparahan hipospadia dengan ekspektasinya, tetapi dapat

menilai luaran pascaoperasi dibandingkan dengan penis normal.6 Weber dkk juga

menyarankan agar dokter bedah yang tidak berhubungan dengan pasien diajak

untuk melakukan evaluasi terhadap hasil pascaoperasi, karena penilaiannya akan

lebih objektif daripada dokter bedah yang langsung terlibat dalam menangani

pasien. Dokumentasi fotografi yang terstandarisasi merupakan kunci untuk

penilaian objektif tersebut.6

Karena penilaian sistem skoring ini berupa penilaian persepsi, maka luaran

fungsional tidak dimasukkan. Namun penilaian terhadap pancaran urine juga

dapat dimasukkan sebagai penilaian tambahan, tetapi bukan sebagai penilaian

21
wajib pada evaluasi ini.37 Faktor lain yang penting untuk dinilai adalah kelurusan

pada penis, hal ini dapat dinilai pada intraoperatif dengan melakukan ereksi

buatan, sehingga penilaian oleh dokter bedah lain akan menjadi sulit.6 Namun

peneliti tetap memasukkan variable ini sebagai penilaian dalam sistem skoring.

Axis penis tidak dapat dinilai pada penis yang tidak ereksi selama pemeriksaan

maupun selama dokumentasi. Tetapi hanya beberapa pasien yang mau dan dapat

mendemonstrasikannya selama pemeriksaan. Dalam penelitiannya, persepsi axis

penis dilaporkan sendiri memberikan hasil yang bertentangan dan hasil

interkorelasi yang buruk dengan penampilan umum penis.6 Sehingga variable

tersebut dikeluarkan oleh peneliti dari sistem skoring. Hal berikutnya adalah

panjang penis, Weber dkk mengeluarkan variable ini dari penilaian ke dokter

bedah lain karena panjang penis bukan merupakan suatu hal yang dipengaruhi

oleh hasil pascaperasi. Namun, pada penilaiannya selama wawancara, ditemukan

korelasi positif antara panjang penis dengan kepuasan pasien dan kontrol.6

Di Indonesia sendiri pernah dilakukan evaluasi hasil kosmetik dan kepuasan

setelah operasi hipospadia oleh Hapsari dkk, yang melaporkan bahwa secara

keseluruhan pasien puas dengan hasil operasi hipospadia dan adanya hubungan

signifikan antara skor PPPS dengan jumlah penghasilan orang tua dan tipe

hipospadia.45 Sampai saat ini masih jarang publikasi yang berasal dari Indonesia

untuk menilai perbandingan persepsi genitalia paska operasi hipospadia.

2.2 Kerangka Pemikiran

Persepsi pasien, orang tua, dan dokter bedah anak akan hasil pasca operasi

hipospadia dipengaruhi oleh berbagai hal. Persepsi pasien akan dipengaruhi oleh

22
usia pasien, dimana menurut Weber dkk, semakin tinggi usia maka semakin

rendah persepsi pasien terhadap penampilan penisnya. Selain usia, persepsi pasien

juga dipengaruhi oleh pancaran urine pasien, pasien akan dengan pancaran urine

yang menyebar tentu akan memiliki persepsi yang rendah dibanding pasien

dengan pancaran urine yang lurus. Frekuensi operasi yang dilalui pasien

menyebabkan rasa traumatik pada pasien yang akan berpengaruh terhadap

rendahnya persepsi pascaoperasi. Rasa malu disekolah saat berganti pakaian

maupun di kamar mandi disebabkan anak merasa berbeda dengan teman-teman

seusianya.

Berbeda pula dengan persepsi orang tua, yang dipengaruhi oleh ekspektasi yang

tinggi, dimana orang tua memiliki gambaran penis lain untuk dibandingkan

dengan penis anak. Persepsi orang tua juga akan dipengaruhi oleh rasa malu

memiliki anak yang memiliki kelainan bawaan lahir.

Persepsi dokter bedah anak dipengaruhi oleh tipe hipospadia, semakin berat tipe

hipospadia maka semakin sulit pula operasi yang akan dilakukan. Hal lain seperti

teknik operasi dan komplikasi pascaoperasi juga akan berpengaruh terhadap

persepsi dokter bedah anak.

Pasien, orang tua dan dokter bedah anak akan menjalani penilaian dengan sistem

skoring PPPS, variable yang dinilai berupa panjang penis; posisi dan bentuk

meatus; bentuk glans; bentuk kulit; kurvatur; pancaran urine dan penampilan

penis secara umum. Apabila variable yang dinilai sesuai dengan ekspektasi

pasien, orang tua ataupun dokter bedah anak maka nilai PPPS akan semakin

tinggi. Semakin tingginya nilai PPPS mencerminkan semakin tinggi persepsi

terhadap genitalia pascaoperasi hipospadia.

23
Persepsi genitalia oleh pasien sendiri penting untuk perkembangan psikoseksual

dan kualitas hidup pasien. Persepsi orang tua terhadap penis anak pasca operasi

juga penting karena tanggapan negatif dari orang tua akan berpengaruh terhadap

perkembangan psikoseksual anak. Persepsi yang baik mengenai hasil pascaoperasi

hipospadia mencerminkan peningkatan hasil operasi dengan menggunakan teknik

terbaru oleh dokter bedah.

24
2.3 Premis dan Hipotesis

2.3.1 Premis

Berdasarkan uraian tersebut, disusun premis-premis seperti yang

tercantum di bawah ini.

Premis 1: Hipospadia adalah kelainan bawaan genitalia laki-laki yang

terjadi karena hypoplasia jaringan yang membentuk aspek ventral pada

bagian corpus spongiosum, yang kemudian menyebabkan muara meatus

uretra eksternus tidak berada di ujung dari glans penis melainkan berada

pada aspek ventral dari penis, mulai dari perbatasan penis dan skrotum

(penoskrotal) hingga perineum.

Premis 2: Manajemen hipospadia adalah dengan pembedahan.

Premis 3: Tujuan pembedahan adalah melakukan rekonstruksi meluruskan

penis (straightening) dengan meatus berada sedekat mungkin dengan tempat

semestinya (aspek ventral terminal pada glans) agar memperoleh pancaran

urine yang lurus dan fungsi normal coitus.

Premis 4: Anak laki-laki yang menjalani operasi koreksi hipospadia dengan

hasil kosmetik yang tidak memuaskan akan mengalami persepsi genitalia

yang lebih buruk dan sering sekali menjadi hambatan perkembangan

seksual, terganggunya persepsi pribadi terhadap genitalia dan rasa malu

yang tinggi atau kinerja yang buruk di sekolah.

25
Premis 5: Persepsi terhadap genitalia paska operasi hipospadia dapat dinilai

dengan alat ukur seperti pediatric penile perception score (PPPS).

Premis 6: Persepsi yang baik terhadap genitalia paska operasi hipospadia

akan mempengaruhi perkembangan psikoseksual anak.

Premis 7: Persepsi orang tua terhadap penis anak pasca operasi juga penting

karena tanggapan negatif dari orang tua akan berpengaruh terhadap

perkembangan psikoseksual anak.

Premis 8: Persepsi yang baik mengenai hasil pascaoperasi hipospadia

mencerminkan peningkatan hasil operasi dengan menggunakan teknik yang

tepat oleh dokter bedah anak.

2.3.2 Hipotesis

H0: Tidak terdapat korelasi antara persepsi orang tua, pasien dan dokter

bedah terhadap hasil pascaoperasi hipospadia (Premis 1-8).

H1: Terdapat korelasi antara persepsi orang tua, pasien dan dokter bedah

terhadap hasil pascaoperasi hipospadia (Premis 1-8).

26
BAB III

SUBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Bahan/Subjek Penelitian

3.1.1 Pemilihan Subjek

Populasi target untuk penelitian ini adalah penderita anak yang menderita

penyakit hipospadia. Sedangkan populasi terjangkaunya adalah penderita

anak dengan hipospadia yang telah 6 bulan selesai menjalani operasi

hipospadia, dan tidak akan menjalani operasi lain lagi, serta dirawat di ruang

perawatan bedah anak Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin periode tahun 2015 –

2020.

3.1.2 Cara Pemilihan dan Ukuran Sampel

3.1.2.1 Pemilihan Sampel

Sampel dalam penelitian ini dipilih dari data rekam medis yang

memenuhi kriteria penelitian. Sampel adalah anak laki-laki dengan

diagnosis hipospadia yang telah selesai menjalani operasi hipospadia di RS

Hasan Sadikin Bandung, memiliki data yang cukup dalam rekam medik,

masih dapat dihubungi, bersedia diikutsertakan dalam penelitian dan sudah

berusia lebih dari 2 tahun saat berlangsungnya penelitian.

3.1.2.2 Ukuran Sampel

Sampel yang dikumpulkan dari data rekam medis dan memenuhi

kriteria inklusi ada sebanyak 40 pasien.

27
3.1.3 Kriteria Inklusi

Kriteria sampel yang diikutsertakan dalam penelitian ini adalah yang

memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Anak laki-laki.

b. Dirawat di RS Hasan Sadikin Bandung.

c. Dengan diagnosis hipospadia.

d. Berusia minimal 2 tahun dan maksimal 18 tahun saat penelitian

berlangsung.

e. Sudah selesai menjalani operasi hipospadia baik 1 tahap maupun

beberapa tahap, minimal sudah 6 bulan sebelum dilakukan penilaian.

f. Orangtua atau wali memberikan ijin bagi anaknya untuk diikutsertakan

dalam penelitian setelah diberikan penjelasan sebelumnya oleh peneliti

(informed consent) dan menandatangani surat persetujuan tindakan.

3.1.4 Kriteria Eksklusi

Kriteria sampel yang tidak diikutsertakan dalam penelitian ini adalah

yang memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Orang tua maupun anak menolak untuk menjalani penilaian.

b. Menjalani operasi hipospadia dibawah 6 bulan sebelum dilakukan

penilaian.

c. Masih dalam perawatan dan akan menjalani operasi lanjutan.

d. Anak dengan kelainan neurologis dan gangguan mental sehingga tidak

bisa diajak untuk berkomunikasi dengan baik.

3.2 Metode Penelitian

3.2.1 Rancangan Penelitian

28
Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan desain

penelitian cross-sectional prospektif dengan melakukan pemeriksaan dan

evaluasi pasien > 6 (enam) bulan paska operasi hipospadia. Seluruh pasien

yang telah memenuhi kriteria inklusi akan dimasukkan sebagai subjek

penelitian.

3.2.2 Identifikasi Variabel

3.2.2.1 Variabel Bebas dan Variabel Tergantung

Variabel bebas : panjang penis; posisi dan bentuk meatus; bentuk glans;

bentuk kulit; kurvatur; pancaran urine dan penampilan penis.

Variabel terikat : Persepsi pasien, Persepsi orang tua, Persepsi dokter

bedah.

3.2.2.2 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Hasil Skala


Ukur Ukur
Hipospadia Kelainan bawaan genitalia laki-laki yang Pem. Type -
terjadi karena hypoplasia jaringan yang Fisik
membentuk aspek ventral pada bagian corpus
spongiosum, yang kemudian menyebabkan
muara meatus uretra eksternus tidak berada di
ujung dari glans penis melainkan berada pada
aspek ventral dari penis, mulai dari perbatasan
penis dan skrotum (penoskrotal) hingga
perineum, dapat disertai atau tanpa kurvatura
penis (chordee), dan distribusi abnormal dari
preputium. Diagnosis hipospadia ditegakkan
berdasarkan pemeriksaan fisik. Hipospadia
diklasifikasikan berdasarkan letak meatus
urethranya. Pada penelitian ini peneliti
menentukan klasifikasi hipospadia menjadi
distal dan proksimal, yaitu distal dan
proksimal.2
PPPS The Pediatric Penile Perception Score (PPPS) Sistem Kategori Sangat
adalah alat ukur yang pertama sekali skoring puas,
dikenalkan oleh Weber dkk pada tahun 2008 puas,
dan digunakan secara objektif untuk menilai tidak

29
kosmetik genitalia pasien paska operasi puas,
hipospadia. Semakin tinggi skor pada sangat
penilaiannya, menunjukkan semakin tinggi tidak
kepuasan pasien terhadap hasil operasinya.6 puas.
Panjang Panjang penis didefinisikan sebagai jarak garis Penggaris Kategori Mikro
penis lurus antara mons veneris sampai ke ujung penis
glans penis pada bagian dorsal yang diukur
saat penis sedang ereksi maupun tidak ereksi.20
Posisi dan Standar normal untuk meatus adalah berbentuk Pem. Kategori -
bentuk seperti celah (slit-like shape), tanpa scar, tanpa Fisik
meatus tonjolan, simetris dan terletak pada sisi ventral
glans penis.47
Bentuk Standar normal bentuk glans adalah seperti Pem. Kategori -
glans bentuk buah ek (acorn shape like) dengan Fisik
jaringan penghubung antar glans di proximal
meatus, tanpa scar, maupun benjolan.48
Bentuk Bentuk kulit normal penis harusnya menutup Pem. Kategori -
kulit seluruh penis tanpa adanya scar, simetris, dan Fisik
tanpa benjolan.49
Kurvatur Axis penis normal tanpa adanya kurvatur Pem. Kategori -
(lengkungan) dan torsio pada penis.49 Fisik
Pancaran Pancaran urine dinilai saat anak sedang Pem. Kategori -
urine berkemih, apakah pancarannya lurus atau Fisik
menyebar (spraying).50

30
3.2.3 Cara Kerja dan Teknik Pengumpulan Data

Sampel penelitian diambil dari data rekam medis pasien anak laki-laki

dengan diagnosis hipospadia yang pernah dioperasi dan dirawat oleh Divisi

Bedah Anak di RS Hasan Sadikin Bandung pada periode 2015 - 2020.

Sampel penelitian ditetapkan berdasarkan pasien yang memenuhi kriteria

inklusi. Data pasien yang didokumentasikan berupa usia, usia saat pasien

dilakukan operasi pertama, usia saat pasien dilakukan operasi terakhir,

teknik operasi (MAGPI, TIP, Snodgrass modification, staged urethroplasty),

tipe hipospadia (distal dan proksimal), riwayat chordee berat (chordee

>30°), dan riwayat mikropenis (SPL<2.5SD). Pasien yang telah dipilih

sebagai sampel penelitian kemudian dikelompokkan sesuai dengan

karakteristiknya.

1. Pasien yang sesuai dengan kriteria inklusi akan dihubungi dan diminta

persetujuannya untuk mengikuti penilaian.

2. Pasien dan orang tua yang setuju untuk dinilai akan mengisi formulir

persetujuan melalui form online.

3. Setelah mengisi formulir persetujuan secara online, pasien dan orang tua

akan diwawancara dengan menggunakan video call dan penilai akan

mengisi lembar pertanyaan.

4. Pasien akan diwawancara dan mengisi Lampiran 1.

5. Orang tua akan diwawancara dengan Lampiran 2 dan diminta untuk

mengambil foto penis anak dengan 4 posisi (oblique, lateral,

anteroposterior dengan penis menempel pada dinding abdomen dan

anteroposterior dengan penis ditegakkan) untuk dijadikan Lampiran 3.

31
6. Dokter bedah anak akan diminta menilai penis pasien dengan mengisi

Lampiran 3, yang akan dikirimkan dengan e-mail.

3.2.4 Rancangan Analisis

Data demografi pasien penderita hipospadia diolah untuk mengetahui

rerata maupun persentase masing-masing variable. Mann-Whitney U test

digunakan untuk menguji perbandingan persepsi penis antara pasien, orang

tua dan dokter bedah, dan hubungan karakteristik pasien dengan PPPS.

Analisa statistic menggunakan SPSS versi 25.

3.2.5 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.5.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Divisi Bedah Anak Anak Rumah Sakit

Hasan Sadikin / FK UNPAD.

3.2.5.2 Waktu Penelitian

Pengumpulan sampel penelitian mulai September 2020

Pengolahan data dilakukan September – Desember 2020

Penyusunan laporan hasil penelitian dilakukan September – Desember

2020

3.3 Aspek Etis

Penelitian ini menimbulkan kemungkinan permasalahan, yaitu

ketidaknyamanan bagi orangtua dan subyek penelitian, antara lain:

1. Orangtua/wali perlu meluangkan waktu untuk menerima penjelasan

mengenai penelitian dan harus memberikan persetujuan tertulis sebelum

penderita dijadikan sebagai subyek penelitian.

32
2. Orang tua dan pasien memerlukan waktu dan biaya perjalanan untuk

datang ke RS Hasan Sadikin.

Keikutsertaan penderita dalam penelitian ini bersifat suka rela dan bebas

untuk menolak ataupun memutuskan untuk mengundurkan diri setiap saat

dengan alasan apapun. Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan etik dari

Komite Etik Penelitian Kesehatan Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan

Sadikin Bandung dengan nomor surat XXXX

3.4 Alur Penelitian

33
3.5 Dummy Table

Tabel 3.2 Demografi Subjek Penelitian

Karakteristik Persentase Mean±SD


Usia
Usia saat operasi
Tehnik operasi
MAGPI
GAP
TIP
Mathieu/ Perimeatal-based flap
Onlay island flap
Two-staged urethroplasti
Tipe hipospadia
Distal
Proksimal
Riwayat kurvatur berat
(>30 °)
Panjang penis
Normal
<2.5 SD

Tabel 3.3 Pediatric Penile Perception Score (PPPS) Pasien

PPPS Meatal Glans Kulit Penis Penampilan


umum
Sangat tidak
puas
Tidak puas
Puas
Sangat puas

Tabel 3.4 Hubungan antara usia pasien dan PPPS

Karakteristik PPPS >6thn 6-12thn >12thn *p


Mean±SD
Meatal
Glans
Kulit penis
Penampilan
umum
Total PPPS

34
Tabel 3.5 Hubungan antara tipe hipospadia dan PPPS

Karakteristik PPPS Distal Proximal *p


Mean±SD
Meatal
Glans
Kulit penis
Penampilan
umum
Total PPPS

Tabel 3.6 Hubungan antara riwayat kurvatur dan PPPS

Karakteristik PPPS Kurvatur Kurvatur *p


Mean±SD (<30 °) (>30 °)
Meatal
Glans
Kulit penis
Penampilan
umum
Total PPPS

Tabel 3.7 Hubungan antara teknik operasi dan PPPS

PPPS MAGPI GAP TIP Mathieu Onlay Two- *p


Mean±SD flap staged
Meatal
Glans
Kulit penis
Penampilan
umum
Total PPPS

Tabel 3.8 Perbandingan persepsi antara dokter bedah anak dengan menggunakan
Pediatric Penile Perception Score (PPPS)

35
Karakteristik PPPS PPPS PPPS *p
SpBA (1) SpBA (2) SpBA (3)
Panjang Penis
Posisi dan bentuk
muara urethra eksterna
Bentuk glans
Bentuk kulit penis
Axis penis
Pancaran urine
Penampilan umum
penis

Tabel 3.9 Perbandingan persepsi pasien, orang tua dan dokter bedah anak dengan
menggunakan Pediatric Penile Perception Score (PPPS)

Karakteristik PPPS PPPS PPPS *p


Pasien Orang tua Dokter
Bedah Anak
Panjang Penis
Posisi dan bentuk
muara urethra eksterna
Bentuk glans
Bentuk kulit penis
Axis penis
Pancaran urine
Penampilan umum
penis

Tabel 3.10 Perbandingan persepsi pasien dengan dokter bedah anak dengan
menggunakan Pediatric Penile Perception Score (PPPS)

Karakteristik Pasien Dokter *p


Bedah Anak
Panjang Penis
Posisi dan bentuk muara
urethra eksterna
Bentuk glans
Bentuk kulit penis
Axis penis
Pancaran urine
Penampilan umum penis

Tabel 3.11 Perbandingan persepsi pasien dengan orang tua dengan menggunakan
Pediatric Penile Perception Score (PPPS)

Karakteristik Pasien Orang tua *p


Panjang Penis
Posisi dan bentuk muara
urethra eksterna

36
Bentuk glans
Bentuk kulit penis
Axis penis
Pancaran urine
Penampilan umum penis

Lampiran 1
Wawancara Pasien.
Saya akan bertanya beberapa aspek mengenai penis anda. Tolong beritahu saya,
seberapa puas anda terhadap hal-hal berikut. Ada 4 kemungkinan jawaban:
sangat puas, puas, tidak puas, sangat tidak puas. Tolong beritahu saya, mana
yang paling sesuai untuk anda.

Sangat Puas Tidak Puas Sangat

37
Puas Tidak Puas
A Panjang penis. □ (3) □ (2) □ (1) □ (0)
B Posisi dan bentuk
muara urethra □ (3) □ (2) □ (1) □ (0)
eksterna.
C Bentuk glans penis. □ (3) □ (2) □ (1) □ (0)
D Bentuk kulit penis. □ (3) □ (2) □ (1) □ (0)
E Axis penis. □ (3) □ (2) □ (1) □ (0)
F Pancaran urine. □ (3) □ (2) □ (1) □ (0)
G Penampilan umum
□ (3) □ (2) □ (1) □ (0)
penis.

Lampiran 2
Wawancara Orang Tua.
Tabel ini menunjukkan variasi aspek mengenai penis anak anda. Ada 4
kemungkinan jawaban: sangat puas, puas, tidak puas, sangat tidak puas. Tolong
diberi tanda (X) pada kotak jawaban yang paling sesuai dengan anda.

Sangat Sangat
Puas Tidak Puas
Puas Tidak Puas
A Panjang penis. □ (3) □ (2) □ (1) □ (0)
B Posisi dan bentuk
muara urethra □ (3) □ (2) □ (1) □ (0)
eksterna.
C Bentuk glans penis. □ (3) □ (2) □ (1) □ (0)
D Bentuk kulit penis. □ (3) □ (2) □ (1) □ (0)
E Axis penis. □ (3) □ (2) □ (1) □ (0)
F Pancaran urine. □ (3) □ (2) □ (1) □ (0)
G Penampilan umum
□ (3) □ (2) □ (1) □ (0)
penis.

Lampiran 3
Foto 2

Foto 1

38
Foto 4
Foto 3

Sangat Sangat
Puas Tidak Puas
Puas Tidak Puas
A Posisi dan bentuk
muara urethra □ (3) □ (2) □ (1) □ (0)
eksterna.
B Bentuk glans penis. □ (3) □ (2) □ (1) □ (0)
C Bentuk kulit penis. □ (3) □ (2) □ (1) □ (0)
D Penampilan umum
□ (3) □ (2) □ (1) □ (0)
penis.

39

Anda mungkin juga menyukai