Anda di halaman 1dari 7

Universitas Esa Unggul

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Untuk mencapai produktivitas dan profitabilitas yang lebih tinggi dibutuhkan
kinerja karyawan yang efektif dan efisien (Primajaya & Deni, 2010). Dengan kinerja
yang baik dapat dikatakan bahwa tenaga kerja dan organisasi mempunyai keunggulan
bersaing, sehingga dapat mempertahankan dan mengembangkan organisasi menjadi
lebih baik serta dapat tercapai tujuan organisasi. (Prastyo et. al, 2016). Kinerja
karyawan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain; gaji, lingkungan kerja,
budaya organisasi, kepemim pinan dan motivasi kerja, disiplin kerja, kepuasan kerja,
stress kerja, komunikasi dan faktor-faktor lainnya (Siagian, 2008); kepemimpinan,
motivasi kerja, disiplin kerja, serta budaya organisasi (Kustrianingsih et. al, 2016);
motivasi, gaya kepemimpinan (Hanifah et. al, 2014); kepuasan kerja (Talasas et. al,
2014); rotasi kerja, kompensasi (Nurdiana, 2011); kesehatan dan keselamatan,
insentif, (Dahlan et. al, 2014); turnover karyawan, kepuasan kerja, motivasi (Lisan,
2016); kompensasi, desain pekerjaan ( Raharjo and Diah, 2015). Kinerja perawat juga
dipengaruhi oleh hubungan antara perawat, kolega mereka serta pemimpin, dan
aksesibilitas sumber daya (Cummings, 2010).
Menilik hasil dari penelitian terdahului aspek yang berpengaruh terhadap
kinerja karyawan meliputi: kepemimpinan (leadership). Bass et. al,(2003), Locander
et. al,(2002), serta Yammarino et. al,(1993). Kepemimpinan menggambarkan
hubungan antara pemimpin (leader) dengan yang dipimpin (follower) dan bagaimana
mengarahkan follower akan menentukan sejauhmana follower mencapai tujuan atau
harapan pimpinan (Locander et. al, 2002; Yammarino et. al, 1993). Konsep
kepemimpinan yang berkembang pesat adalah konsep kepemimpinan transaksional
dan tranformasional yang dipopulerkan oleh Bass pada tahun 1985 (Locander et. al,
2002 ). Kedua konsep kepemimpina n tersebut berbasiskan pada gaya, perilaku dan
situasi yang meliputi seorang pemimpin (Locander et. al, 2002 ). Kepemimpinan
tranformasional mendasarkan diri pada prinsip pengembangan bawahan (follower
development). Pemimpin mengembangkan dan mengarahkan potensi dan kemampuan
bawahan untuk mencapai bahkan melampaui tujuan organisasi (Dvir et. al, 2002 ).

1
Universitas Esa Unggul

Gaya kepemimpinan yang bersifat orientasi pengembangan dan orientasi


pragmatis memberikan dampak positif terhadap peningkatakan kinerja karyawan.
Shafie, Baghersalimi et. al, (2013), gaya kepemimpinan yang utama dan baik untuk
memotivasi karyawan menggunakan gaya kepemimpinan transformasional (Rawung
2013). Namun dari penelitian yang dilakukan oleh Tobing and Syaiful (2016)
berpendapat bahwa gaya kepemimpinan transformasional tidak berpengaruh terhadap
motivasi karyawan dalam hal memberikan kontribusi dan menyelesaikan pekerjannya.

Faktor lain yang mempengaruhi kinerja adalah motivasi. Ketika beberapa


kebutuhan baik fisiologis maupun psikologis terpenuhi, karyawan akan memberikan
kontribusi penuh, memiliki tanggung jawab dan semangat dalam menyelesaikan
pekerjaannya. (Zameer et. al, 2014). Motivasi kerja sangat berpengaruh terhadap
kinerja karyawan dalam meyelesaikan pekerjaannya dan dianggap sebagai kekuatan
yang dapat mendorong karyawan untuk mencapai sasaran dan tujuan organisasi (Irum
Shahzadi, 2014). Karyawan yang termotivasi dalam pekerjaannya merasa lebih puas
dengan kinerjanya, lebih cenderung untuk tidak meninggalkan organisasi, dan
memiliki tanggung jawab dan semangat yang lebih baik (Ackah 2014). Penelitian
terdahulu menunjukkan bahwa motivasi berpengaruh positif secara signifikan
terhadap kinerja karyawan, antara lain: Ackah, D. 2014, Katiandagho et. al, (2014).
Handoyo et. al, (2015), hanifah et.al, (2014), Connie bao, (2015), Nabil et.al, (2017),
Richard (2014). Namun menurut muhlis (2014) motivasi memiliki pengaruh positif
dan tidak signifikan terhadap kinerja
karyawan.
Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan yaitu kepuasan
kerja. Kepuasan kerja mencerminkan tingkatan dimana seseorang menyukai
pekerjaannya. Para peneliti di Cornell University mengembangkan job descriptive
index (JDI) untuk menilai kepuasan seseorang dengan dimensi pekerjaan sebagai
berikut: pekerjaan, gaji, promosi, rekan kerja, dan pengawasan. Sebab-sebab kepuasan
kerja berfokus pada lima model utama, antara lain: pemenuhan kebutuhan, pencapaian
nilai, keadilan, dan komponen -komponen disposisi/genetis. (Kreitner at. al,
2014:169). Penelitian terdahulu yang dilakukan Shaju&Subhashini, (2017);
Awan&Asghar, (2014); Jordan,(2015) menunjukkan bahwa kepuasan kerja
mempengaruhi kinerja karyawan. Kepuasan kerja juga berfungsi sebagai mediasi

2
Universitas Esa Unggul

terhadap pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan, Mauludin (2018),


Prabowo, (2016), R ante et. al, (2015), Pratama(2016), Suharto et.al, (2018), Paracha
et.al, (2012), Wulandari (2015),Yusuf et. al,(2012), Bababola (2016).
Rumah sakit (RS) adalah salah satu penyedia layanan publik di bidang
kesehatan. Rumah sakit mempunyai peran strategis dalam upaya meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat. Pattiasina (2011) mengungkapkan bahwa tantangan tersebut
harus dihadapi melalui perubahan paradigma, perbaikan manajemen rumah sakit dan
menempatkan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam hal ini petugas kesehatan sebagai
prioritas. Selanjutnya, Azwar (2010) menyebutkan bahwa fokus perubahan
manajemen Rumah Sakit (RS) terkait dengan penataan organisasi dan pembinaan
SDM yang berorientasi kepada kesiapan menjawab tantangan tugas masa depan.
Fungsi umum RS sebagai pemberi pelayanan kesehatan harus ditingkatkan,
harapan angka kematian pasien dan komplikasinya dapat diturunkan. Mengingat
kunjungan pasien terus meningkat setiap tahunnya, terutama di Instalasi Gawat
Darurat (IGD) dengan kunjungan tidak hanya pasien gawat. Kesimpulan observasi
Jevon & Beverley (2009) dari 100 pasien gawat dan semi gawat di IGD Inggris,
20,00% mendapatkan penanganan optimal, 54,00% suboptimal, dan sisanya berada
dalam silang pendapat. Sebanyak 48,00% memerlukan rujukan operasi dan perawatan
di ICU/ICCU, 17,00% pasien meninggal dunia. Secara keseluruhan pasien yang
mendapat penanganan suboptimal tersebut memiliki potensi 4,00% untuk dihindari
masuk ke ruang ICU. Realita kinerja pelayanan IGD RS Indonesia menurut Sudrajat
(2004) dalam Pattiasina (2011) juga belum prima.
Catatan Kemenkes RI (2012) menunjukkan tahun 2011 kunjungan pasien ke
IGD dari 1.033 rumah sakit umum dari 1.319 rumah sakit di seluruh Indonesia
mencapai 4.402.205 atau sebanyak 13,30% dari total seluruh kunjungan pasien ke RS,
12,00%. Kunjungan tersebut merupakan kasus rujukan. Antara 5‒8% pasien akut dan
gawat darurat berlanjut dengan tindakan operasi cito dan 25‒40% memerlukan
perawatan intensif. Hasil survei yang dilakukan oleh Pusat Informasi Kesehatan (PIK)
tahun 2012 mengenai kualitas pelayanan kesehatan, diperoleh informasi dari 87.000
masyarakat yang diwawancarai pada tiga daerah yang dipilih secara acak yaitu
Jakarta, Makassar dan Pulau Bali terdapat 67,00% pasien tidak puas terhadap
pelayanan kesehatan, sementara hanya 23,00% yang menyatakan puas. Pelayanan
kesehatan dirasakan paling rendah kualitasnya menurut survei tersebut adalah bidan

3
Universitas Esa Unggul

dan tenaga perawat. Menurut Azwar (2010) pemberi pelayanan utama di IGD terdiri
dari dokter ahli, dokter umum, dan perawat yang dibantu oleh tenaga lain dari
perwakilan setiap unit di IGD.
Pelayanan yang diberikan berupa pelayanan gawat darurat medis, gawat
darurat keperawatan, dan pembedahan darurat, namun tenaga Kesehatan terbanyak di
IGD adalah perawat. Kemudian, Black (2009) menjelaskan bahwa kinerja perawat
memegang peran penting terhadap pelayanan pasien di IGD karena 90,00% pasien
menerima pelayanan dari perawat ketika mereka mendatangi IGD. Mengacu kepada
pedoman pelayanan gawat darurat dalam Kemenkes RI (2012) perawat IGD
mempunyai tanggung jawab dalam lingkup pelayanan kegawatdaruratan melalui
penanganan yang tepat. Lebih lanjut, Kemenkes RI menyatakan bahwa permasalahan
kinerja merupakan permasalahan mendasar yang akan selalu dijumpai dalam
manajemen rumah sakit, maka dari itu manajemen rumah sakit harus mengetahui
faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kinerja perawat tidak dapat maksimal.
Kinerja perawat yang baik memberikan pengaruh bagi keberhasilan IGD sebagai pintu
gerbang RS bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan darurat terhadap masalah
kesehatannya. Agar kebijakan dalam pembinaan sumber daya manusia ditempatkan
sebagai prioritas dapat selaras dengan kebutuhan perawatnya maka organisasi perlu
mengetahui faktor organisasi apa saja yang berpengaruh terhadap kinerja perawat baik
secara parsial maupun simultan. Faktor organisasi tersebut dikelompokkan dalam
pengelolaan tenaga keperawatan, gaya kepemimpinan transformasional, imbalan,
stuktur organisasi, dan desain pekerjaan.
Dari Uraian tersebut di atas dapat simpulkan bahwa secara umum untuk
mencapai produktivitas dan profitabilitas yang lebih tinggi dibutuhkan kinerja
karyawan yang efektif dan efisien, tidak terkecuali dalam ruang lingkup Kesehatan
khususnya rumah sakit yang dalam hal ini menyediakan pelayanan jasa, dimana
kinerja karyawan sangat mempengaruhi produktivitas dari RS. Salah satu bentuk
pelayanan Rumah sakit adalah pelayan IGD yang bekerja 24 jam penuh selama satu
minggu dan merupakan core bisnis dari bisnis rumah sakit. Tentunya agar core bisnis
ini bisa mendapatkan nilai yang prima di perlukan kinerja dari SDM IGD yang efektif
dan efisien. Namun menurut survei dalam catatan kemenkes terdapat 67,00% pasien
tidak puas terhadap pelayanan kesehatan, sementara hanya 23,00% yang menyatakan
puas. Kemenkes RI menyatakan bahwa permasalahan kinerja merupakan

4
Universitas Esa Unggul

permasalahan mendasar yang akan selalu dijumpai dalam manajemen rumah sakit,
maka dari itu manajemen rumah sakit harus mengetahui faktor-faktor apa saja yang
menyebabkan kinerja perawat tidak dapat maksimal. Karena adanya data tersebut,
perlu di kaji apakah yang membuat kinerja perawat IGD tidak maksimal.
Telah disebutkan di atas juga bahwa faktor yang berpengaruh terhadap kinerja
perawat gaya kepemimpinan tranformasional , pelatihan, budaya kerja dan kepuasan
kerja. Karena itu perlu ada penelitian yang membahas mengenai hal tersebut secara
lebih jelas.

B. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan dan fokus dalam
penulisan ini, maka ada beberapa hal dalam mengidentifikasi masalah, yaitu:
1. Pelayanan Kesehatan di Indonesia belum cukup memuaskan
2. Pelayanan kesehatan dirasakan paling rendah kualitasnya menurut
survei tersebut adalah bidan dan tenaga perawat.
3. kinerja perawat yang merupakan peran penting IGD belum maksimal.
4. banyak faktor yang menyebabkan kinerja perawat belum maksimal
5. kurangnya data yang menunjukkan pengaruh gaya kepemimpinan di
ruang lingkup IGD
6. Belum pernah dilakukan analisis faktor gaya kepemimpinan, pelatihan,
kepuasan kerja dan budaya kerja di IGD RS Graha Juanda
C. BATASAN MASALAH
Berdasarkan identifikasi masalah, maka batasan masalah dari penelitian adalah
sebagai berikut:

5
Universitas Esa Unggul

1. Variabel yang diteliti adalah Gaya kepemimpinan transformasional dan


pelatihan sebagai variabel independen; kepuasan kerja sebagai variable
moderator budaya kerja sebagai variable intervening: dan kinerja
perawat sebagai variable dependen.
2. Obyek yang diteliti adalah karyawan RS Graha Juanda.
3. Unit analisis adalah individu karyawan bagian Tenaga medis
D. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka perumusan masalah dari penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kinerja, gaya kepemimpinan transformasional,pelatihan, budaya
kerja serta kepuasan kerja karyawan ?
2. Apakah gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh terhadap kinerja
karyawan?
3. Apakah pelatihan kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan?
4. Apakah budaya kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan?
5. Apakah kepuasan kerja memediasi pengaruh gaya kepemimpinan
transformasional terhadap
kinerja karyawan ?
6. Apakah budaya kerja mengitervensi pengaruh gaya kepemimpinan
transformasional terhadap kinerja karyawan?
E. TUJUAN PENELITIAN
Sesuai dengan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
Tujuan Umum
1. Untuk menganalisis pengaruh signifikan secara bersama-sama antara gaya
kepemimpinan transformasional, pelatihan, kepuasan kerja dan budaya
kerja terhadap kinerja perawat.
Tujuan Khusus
1. Untuk menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan transformasional
terhada kinerja perawat di lingkungan RS Graha Juanda.
2. Untuk menganalisis pengaruh pelatihan perawat terhadap kinerja
perawat di lingkungan RS Graha Juanda.
3. Untuk menganalisis pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja perawat
di Rumah Sakit Graha Juanda.

6
Universitas Esa Unggul

4. Untuk menganalisis pengaruh budaya kerja terhadap kinerja perawat


di Rumah Sakit Graha Juanda.
F. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini semoga diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis dan praktis :
1. Manfaat teoritis, yaitu
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan ilmiah
diperpustakaan dan juga sebagai bahan referensi bagi mahasiswa yang
meneliti masalah manajemen, analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi gaya kepemimpinan, pelatihan, kepuasan kerja, budaya
kerja dan kinerja perawat di rumah sakit. Selain itu penelitian ini dapat
menambah pengalaman dan meningkatkan wawasan peneliti tentang
bagaimana seharusnya seorang karyawan dapat lebih memahami gaya
kepemimpinan, pelatihan, kepuasan kerja, budaya kerja dan kinerja
perawat di rumah sakit.
2. Manfaat Praktis, yaitu :
Diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif maupun dasar
pertimbangan bagi rumah sakit untuk mengambil kebijakan kinerja
perawat oleh kepala bidang keperawatan RSGM Trisakti, Selain itu
juga dapat menjadi bahan referensi, acuan dan dasar untuk melakukan
penelitian berikutnya. Untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan
pada bidang manajemen keperawatan rumah sakit.

Anda mungkin juga menyukai