Anda di halaman 1dari 56

ASUHAN KEPERAWATAN PUERPERIUM

(TROMBOFEBRITIS,ENDOMETRITIS,MASTITIS)

DISUSUN OLEH :

1. AHMAD ILHAM NUR ( 201801093)

2. ELOK CANDRA ALIFVANI (201801099)

3. NOVIA DWI RACHMAWATI (201801103)

4. MAULANA ADI ZUHLIAN (2018101125)

5. VIVIN AFFRILLIANA H (201801132)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO TA 2020-2021

1
Daftar isi :

BAB 1 Latar belakang..............................................................................................................3


Rumusan masalah.....................................................................................................................3
Tujuan........................................................................................................................................3
BAB 2 (TROMBOFLEBITIS).................................................................................................5
Asuhan Keperawatan Tromboflebitis....................................................................................27
BAB 3 (ENDOMETRITIS).....................................................................................................17
Asuhan Keperawatan Endometritis.......................................................................................36
BAB 4 (MASTITIS).................................................................................................................38
Asuhan Keperawatan Matitis.................................................................................................49

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta keluar sampai alat-alat

kandungan kembali normal seperti sebelum hamil.Selama masa pemulihan berlangsung, ibu

akanmengalami banyak perubahan fisik maupun psikologis.Perubahan tersebut sebenarnya

bersifat fisiologi, namun jika tidak ada pendampingan melalui asuhan kebidanan,

akanberubah menjadi patologis. Sehingga sudah menjadi tujuan para tenaga kesehatan untuk

melakukan pendampingan secara berkesinambungan agar tidak terjadi berbagai masalah,

yang mungkin saja akan menjadi komplikasi masa nifas ( Purwati, 2012).

Angka Kematian Ibu (AKI) mencerminkan risiko yang dihadapi ibuselama

kehamilan dan melahirkan yang dipengaruhi oleh status gizi ibu, keadaansosial ekonomi,

keadaan kesehatan yang kurang baik menjelang kehamilan,kejadian berbagai komplikasi

pada kehamilan dan kelahiran (Trombofebritis,Endometritis,Mastitis), tersedianya

danpenggunaan fasilitas pelayanan kesehatan ternasuk pelayanan prenatal danobstetri.

Tingginya angka kematian ibu menunjukkan keadaan sosial ekonomi yang rendah dan

fasilitas pelayanan kesehatan termasuk pelayanan prenatal dan obstetri yang rendah

pula(Dinas Kesehatan Provinsi jawa tengan,2012).

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa itu infeksi Puerperium dan macam-macam infeksi Puerperium ?

2. Apa itu Trombofebritis dan bagaimana Asuhan Keperawatan yang diberikan ?

3. Apa itu Endometritis dan bagaimana Asuhan Keperawatan yang diberikan ?

4. Apa itu Mastitis dan bagaimana Asuhan Keperawatan yang diberikan ?

1.3 TUJUAN

3
1. Mengetahui Apa itu infeksi Puerperium dan macam-macam infeksi Puerperium ?

2. Mengetahui Apa itu Trombofebritis dan bagaimana Asuhan Keperawatan yang

diberikan ?

3. Apa itu Endometritis dan bagaimana Asuhan Keperawatan yang diberikan ?

4. Apa itu Mastitis dan bagaimana Asuhan Keperawatan yang diberikan ?

4
BAB 2

LAPORAN PENDAHUALAN TROMOBFLEBITIS

1. Pengertian Tromboflebitis

Trombophlebitis adalah Kelainan pada masa nifas yaitu masa setelah

melahirkan dimana terjadi sumbatan pada pembuluh darah yang disebabkan oleh

adanya darah yang membeku (Prawirrohardjo, 2009).

Tromboflebitis merupakan inflamasi permukaan pembuluh darah disertai

pembentukan pembekuan darah. Tomboflebitis cenderung terjadi pada periode

pasca partum pada saat kemampuan penggumpalan darah meningkat akibat

peningkatan fibrinogen, dilatasi vena ekstremitas bagian bawah yang disebabkan

oleh tekanan kepala janin kerena kehamilan dan persalinan dan aktifitas pada

periode tersebut yang menyebabkan penimbunan, statis dan membekukan darah

pada ekstremitas bagian bawah (Adele Pillitteri, 2007).

Menurut DepKes RI (1990), tromboflebitis adalah suatu peradangan pada

vena. Istilah trombosis vena lebih sering diartikan sebagai suatu keadaan

penggumpalan darah yang terbentuk di dalam pembuluh darah, sedangkan

tromboflebitis diartikan sebagai inflamasi yang menyertai terhadap adanya suatu

penjendalan. Plebotrombosis adalah trombus yang merupakan faktor yang

mempermudah terjadinya inflamasi.

Jadi dapat disimpulkan bahwa tromboflebitis adalah peradangan pada

pembuluh darah vena yang disertai dengan pembentukan bekuan darah

(thrombus) yang dapat terjadi pada wanita hamil namun lebih sering terjadi pada

masa nifas.

5
2. Etiologi

Menurut Adele Pillitteri (2007), etiologi tromboflebitis adalah:

1. Perluasan infeksi endometrium

Invasi/perluasan mikroorganisme patogen yang mengikuti aliran darah

disepanjang vena dan cabang-cabangnya, sehingga dapat menyebabkan

perluasan mikroorganisme ke endometrium dan menyebabkan infeksi pada

endometrium.

2. Mempunyai varises pada vena

Pada vena yang sebelumnya terdapat venaektasia atau varises, maka

terdapatnya turbulensi darah pada kantong-kantong vena di sekitar klep

(katup) vena merangsang terjadinya thrombosis primer tanpa disertai

reaksi radang primer, yang kemudian karena faktor lokal, daerah yang ada

trombusnya tersebut mendapat radang. Menipisnya dinding vena karena

adanya varises sebelumnya, mempercepat proses keradangan. Dalam

keadaan ini, maka dua factor utama : kelainan dinding vena dan

melambatnya aliran darah, menjadi sebab penting dari terjadinya

tromboplebitis.

3. Obesitas

Pada penderita obesitas ini berkaitan dengan aliran darah yang lambat

serta kemungkinan terjadi varises pada penderita obesitas yang menjadi salah satu

penyebab dari tromboflebitis,sehinga pada obesitas pulakemungkinan terjadi

tromboflebitis.

4. Pernah mengalami tromboflebitis

6
Seseorang dengan riwayat tromboflebitis merupakan faktor yangmengakibatkan

terulangnya kembali kejadian tromboflebitis,karenaperlukaan yang ditimbulkan dari

tromboflebitis itu sendiri.

5. Berusia 30 tahun lebih dan pada saat persalinan berada pada posisi

litotomi untuk waktu yang lama.

Pada proses persalinan tekanan pada arahbawah lebih tinggi sehingga mengakibatkan

terjadinya tromboflebitis

6. Trauma

Beberapa sebab khusus karena rangsangan langsung pada vena dapat

menimbulkan keadaan ini. Umumnya pemberian infus (di lengan atau di

tungkai) dalam jangka waktu lebih dari 2 hari pada tempat yang sama atau

pemberian obat yang iritan secara intra vena.

7. Adanya malignitas (karsinoma) yang terjadi pada salah satu segmen vena.

Tumor-tumor intra abdominal, umumnya yang memberikan hambatan

aliran vena dari ekstremitas bawah, hingga terjadi rangsangan pada

segmen vena tungkai.

8. Memiliki insidens tinggi untuk mengalami tromboflebitis dalam keluarga.

Kelainan jantung yang secara hemodinamik menyebabkan kelainan pula

pada system aliran vena

3. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala secara umum menurut Afrian (2011) yaitu:

Penderita-penderita umumnya mengeluh spontan terjadinya nyeri di daerah vena (nyeri yang

terlokalisasi), yang nyeri tekan, kulit di sekitarnya kemerahan (timbul dengan cepat diatas

7
vena) dan terasa hangat sampai panas.Juga dinyatakan adanya oedema atau pembengkakan

agak luas, nyeri terjadi bila menggerakkan lengan, juga pada gerakan-gerakan otot

tertentu.Pada perabaan, selain nyeri tekan, diraba pula pengerasan dari jalur vena tersebut,

pada tempat-tempat dimana terdapat katup vena, kadang-kadang diraba fluktuasi, sebagai

tanda adanya hambatan aliran vena dan menggembungnya vena di daerah katup.

Fluktuasi ini dapat pula terjadi karena pembentukan abses. Febris dapat terjadi

pada penderita-penderita ini, tetapi biasanya pada orang dewasa hanya dirasakan

sebagai malaise.

Secara Khusus:

a. Pelvio Tromboflebitis

1. Nyeri yang terdapat pada perut bagian bawah dan atau perut bagian samping, timbul

pada hari ke-2-3 masa nifas.

2. Penderita tampak sakit berat dengan gambaran karakteristik sebagai berikut:

a) Mengigil berulang kali, menggigil inisial terjadi sangat berat (30-40 menit) dengan

interval hanya beberapa jam saja dan kadang-kadang 3 hari pada waktu menggigil

penderita hampir tidak panas.

b) Suhu badan naik turun secara tajam (36 C menjadi 40 C) yang diikuti penurunan

suhu dalam 1 jam (biasanya subfebris seperti pada endometritis.

c) Penyakit dapat langsung selama 1-3 bulan

d) Cenderung terbentuk pus, yang menjalar kemana-mana, terutama ke paru-paru

3. Gambaran darah

a) Terdapat leukositosis (meskipun setelah endotoksin menyebar ke sirkulasi, dapat

segera terjadi leukopenia)

8
b) Untuk membuat kultur darah, darah diambil pada saat tepat sebelum mulainya

menggigil, kultur darah sangat sukar dibuat karena bakterinya adalah anaerob.

b. Tromboflebitis femoralis

1. Keadaan umum tetap baik, suhu badan subfebris selama 7-10 hari, kemudian suhu

mendadak naik kira-kira pada hari ke-10-20 yang disertai dengan menggigil dan

nyeri sekali.

2. Pada salah satu kaki yang terkena, memberikan tanda-tanda sebagai berikut:

a) Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi keluar serta sukar bergerak, lebih

panas dibandingkan dengan kaki lainnya.

b) Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang dan keras pada paha

bagian atas

c) Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah paha

d) Reflektorik akan terjadi spasmus arteria sehingga kaki menjadi bengkak, tegang,

putih, nyeri, dan dingin dan pulsasi menurun.

e) Edema kadang-kadang terjadi sebelum atau sesudah nyeri dan pada umumnya

terdapat pada paha bagian atas, teatapi lebih sering dimulai dari jari-jari kaki dan

pergelangan kaki kemudian meluas dari bawah ke atas.

f) Nyeri pada betis, yang terjadi spontan atau dengan memijat betis.

4. Patofisiologi

Pada tromboflebitis terjadi pembentukan trombus yang merupakan akibat dari stasis

vena sehingga mmenyebabkan gangguan koagulabilitas darah atau kerusakan pembuluh

maupun endotelial.Stasis vena sering dialami oleh orang-orang imobil maupun yang istirahat

di tempat tidur dengan gerakan otot yang tidak memadai untuk mendorong aliran

9
darah.Statis vena juga mudah terjadi pada orang yang berdiri terlalu lama, duduk dengan

lutut dan paha ditekuk, berpakaian ketat, obesitas, tumor maupun wanita hamil. Stasis aliran

darah vena terjadi ketika aliran darah melambat misalnya pada istirahat lama (imobilisasi)

seperti yang telah disebutkan sebelumnya sehingga dapat berpengaruh pada pompa vena

perifer, meningkatkan stagnasi dan penggumpalan darah pada ekstremitas sehingga

ektremitas mengalami edema.Hiperkoagulabilitas darah yang menyertai trauma, kelahiran

dan myocardial infret juga mempermudah terjadinya pembentukan trombus.

Pembentukan trombus dimulai dengan melekatnya trombosit-trombosit

pada permukaan endotel pembuluh darah. Darah yang mengalir menyebabkan

makin banyak trombosit tertimbun. Oleh karena sifat trombosit ini, trombosis

dapat saling melekat sehingga terbentuk massa yang menonjol ke dalam lumen.

Faktor yang sangat berperan terhadap timbulnya suatu trombosis vena

adalah statis aliran darah dan hiperkoagulasi.

1. Statis Vena

Aliran darah pada vena cendrung lambat, bahkan dapat terjadi statis terutama

pada daerah-daerah yang mengalami immobilisasi dalam waktu yang cukup lama.

Statis vena merupakan predis posisi untuk terjadinya trombosis lokal karena dapat

menimbulkan gangguan mekanisme pembersih terhadap aktifitas faktor pembekuan

darah sehingga memudahkan terbentuknya trombin.

2. Kerusakan pembuluh darah

Kerusakan pembuluh darah dapat berperan pada pembentukan trombosis

vena, melalui :

a. Trauma langsung yang mengakibatkan faktor pembekuan.

10
b. Aktifitasi sel endotel oleh cytokines yang dilepaskan sebagai akibat kerusakan

jaringan dan proses peradangan.

Permukaan vena yang menghadap ke lumen dilapisi oleh sel endotel.Endotel yang

utuh bersifat non-trombo genetik karena sel endotel menghasilkan beberapa

substansi seperti prostaglandin, proteoglikan, aktifator plasminogen dan trombo-

modulin, yang dapat mencegah terbentuknya trombin. Apabila endotel mengalami

kerusakan, maka jaringan sub endotel akan terpapar. Keadaan ini akan

menyebabkan sistem pembekuan darah di aktifkan dan trombosir akan melekat pada

jaringan sub endotel terutama serat kolagen, membran basalis dan mikro-fibril.

Trombosit yang melekat ini akan melepaskan adenosin difosfat dan tromboksan

yang akan merangsang trombosit lain yang masih beredar untuk berubah bentuk dan

saling melekat. Kerusakan sel endotel sendiri juga akan mengaktifkan sistem

pembekuan darah.

3. Perubahan daya beku darah

Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan dalam sistem pembekuan

darah dan sistem fibrinolisis. Kecendrungan terjadinya trombosis, apabila aktifitas

pembekuan darah meningkat atau aktifitas fibrinolisis menurun.

Trombosis vena banyak terjadi pada kasus-kasus dengan aktifitas pembekuan

darah meningkat, seperti pada hiper koagulasi, defisiensi Anti trombin III,

defisiensi protein C, defisiensi protein S dan kelainan plasminogen.

5. Pathway

11
TROMBOFEBRITIS

Varises Vena Perluasan Trauma pada Gangguan

infeksi tungkai kardiovaskuler


Stasis darah
Itrauterus
dalam vena Mengenai vena Peningkatan
Mikroorganisme
ditungkai osmolaritas
meningkat
Merangsang darah
didalam darah
trombosis
Peradangan Peningkatan
primer Banyak pus
pada vena resiko
dan trombus
Trombus trombosis
dalam darah
meradang
Banyak Vena yang Peradangan

terhambat trombus pada vena


Peradangan

pada vena
Peradangan

pada vena

TROMBOFLEBITIS

12
6. Penatalaksanaan

a) Pelvio tromboflebitis

1. Lakukan pencegahan terhadap endometritis dan tromboflebitis dengan menggunakan

teknik aseptik yang baik

2. Rawat inap : penderita tirah baring untuk pemantauan gejala penyakit dan mencegah

terjadinya emboli pulmonum

3. Terapi medik: pemberian antibiotika, heparin terdapat tanda-tanda atau dugaan

adanya emboli pulmonum

4. Terapi operatif : pengikatan vena kava inferior dan vena ovarika jika emboli septik

terus berlangsung sampai mencapai paru-paru meskipun sedang dilakukan

hipernisasi, siapkan untuk menjalan pembedahan (syaifudin,2002).

b) Tromboflebitis femoralis

1. Terapi medik dengan pemberian analgesik dan antibiotik.

2. Anjurkan ambulasi dini untuk meningkatkan sirkulasi pada ekstremitas bawah dan

menurunkan kemungkinan pembentukan pembekuan darah.

3. Pastikan klien untuk tidak berada pada posisi litotomi dan menggantung kaki lebih

dari 1 jam, dan pastikan untuk memberikan alas pada penyokong kaki guna mencegah

adanya tekanan yang kuat pada betis.

4. Sediakan stocking pendukung kepada klien pasca patrum yang memiliki varises vena

untuk meningkatkan sirkulasi vena dan membantu mencegah kondisi stasis.

5. Instruksikan kepada klien untuk memakai stocking pendukung sebelum bangun pagi

dan melepaskannya 2x sehari untuk mengkaji keadaan kulit dibawahnya.

6. Anjurkan tirah baring dan mengangkat bagian kaki yang terkena.

13
7. Dapatkan nilai pembekuan darah perhari sebelum obat anti koagulan diberikan.

8. Berikan anti koagulan, analgesik, dan anti biotik sesuai dengan resep.

9. Berikan alat pamanas seperti lampu. Atau kompres hangat basah sesuai instruksi,

pastikan bahwa berat dari kompres panas tersebut tidak menekan kaki klien sehingga

aliran darah tidak terhambat.

10. Sediakan bed cradle untuk mencegah selimut menekan kaki yang terkena

11. Ukur diameter kaki pada bagian paha dan betis dan kemudian bandingkan

pengukuran tersebut dalam beberapa hari kemudian untuk melihat adanya

peningkatan atau penurunan ukuran.

12. Kaji adanya kemungkinan tanda pendarahan lain, misalnya pendarahan pada gusi,

bercak ekimosis, pada kulit atau darah yang keluar dari jahitan episiotomi.

13. Yakinkan klien bahwa heparin yang diterimanya dapat dilanjutkan pada masa

menyusui karena obat ini tidak akan berada didalam air susu.

14. Siapkan pemberian protamin sulfat sebagai antagonis heparin.

15. Jelaskan pada klien mengenai pemberian heparin yang harus dilakukan melalui terapi

subkutan. Jelaskan kepada klien bahwa untuk kehamilan selanjutnya ia harus

memberitahukan tenaga kesehatan yang dia hadapi untuk memastikan bahwa

pencegahan tromboflebitis yang tepat telah dilakukan (Adele Pillitteri, 2007)

7. Pencegahan

Pencegahan yang dapat dilakukan yaitu sebagai berikut:

1. Jika dalam kehamilan mengalami anemia perlu segera diobati karenaanemia

memudahkan terjadinya infeksi. Biasanya pengobatan anemiakehamilan ialah dengan

pemberian zat besi (Fe). Keadaan gizi penderitajuga sangat menentukan seperti diet

14
harus memenuhi kebutuhankehamilan dan nifas, harus seimbang dan mengandung cukup

vitamin.

2. Selama persalinan, pada saat seorang bidan menolong persalinan, ada 4usaha penting

harus dilaksanakan yaitu:

a. Membatasi masuknya kuman-kuman kedalam jalan lahir

b. Membatasi perlukaan

c. Membatasi perdarahan

d. Membatasi lamanya persalinan

3. Untuk menghindari masuknya kuman, tehnik aseptic harus dipegangteguh lakukan

Proses dekontaminasi alat, proses desinfektan harus sesuaistandar dan wajib

dilaksanakan. Pemeriksaan dalam dilakukan jika adaindikasi.

4. Membatasi perlukaan dan membatasi pendarahan. Pembatasanperdarahan sangat

penting, jika terjadi perdarahan yang banyak, darahhilang ini hendaknya segera diganti

(segera melakukan transfusi).

5. Dalam nifas jalan lahir setelah persalinan mudah dimasuki kuman-kumankarena adanya

perlukaan, tetapi jalan lahir terlindungi terhadap kuman-kuman karena vulva tertutup.

Untuk mencegah infeksi janganlah membuka vulva atau memasukan jari ke dalam vulva

misalnya waktumembersihkan perineum.

8. Pemeriksaan penunjang

1. Ultrasonograf Doppler

Tehnik dopler memungkinkan penilaian kualitatif terhadap kemampuankatub pada vena

profunda,vena penghubung dan vena yang mengalami pervorasi. Ultrasonografi

Doopler dilakukan dengan cara meletakkanprobe Doppler di atas vena yang tersumbat.

15
Bacaan aliran doopler tampaklebih kecil di banding tungkai sebelahnya atau tidak sama

sekali. Metodeini relative murah, mudah dilakukan, praktis, cepat dan non infasif.

Pemeriksaan ultrasonograf doppler dilakukan untuk menunjukkan peningkatan lingkar

ekstremitas.

2. Pemeriksaan hematokrit

Untuk mengidentifikasi Hemokonsentrasi, terjadinya peningkatan hematokrit. Jika

terjadi peningkatan hematokrit maka akan berpotensialterjadinya pembentukan trombus

3. Pemeriksaan Koagulasi

Untuk menunjukkan hiperkoagulabilitas. Pemeriksaan koagulasi ini menilai aktifitas

faktor pembekuan seperti uji masa protrombin, ujiactivated partial thromboplastin time

(APTT), thrombin time dan kadarfibrinogen.

4. Biakan darah

Pemeriksaan baik aerob maupun anaerob dapat membantu.Organisme yang penting

untuk di antisipasi meliputi Streptokokus aerob dan anaerob.Staphilokokus aureus

,Eschercia coli dan Bakteriodes. Pemeriksaan inidilakukan untuk mengetahui atau

mendeteksi kuman didalam darah

5. Pemindai ultrasuond dupleks

Dengan tehnik ini obstruksi vena dan refleks katub dapat dideteksi dan dilokalisasi dan

dapat dilihat diagram vena-vena penghubung yang tidakkompeten

6. Venografi

Bahan kontras disuntikkan kedalam sistem vena untuk memberikan gambaran pada

vena-vena di ekstrimitas bawah dan pelvis.Pemeriksaanvenografi berguna untuk

mendiagnosis trombosis vena renalis.

16
ASUHANKEPERAWATAN TROMOBOFLEBITIS

1. Pengkajian

1. Identitas klien

Identitas klien diperlukan guna melengkapi data terkait, sehingga dapat

mempermudah penanganan dan siapa yang bertanggung jawab atas perawatan klien

atau pasien. Identitas klien meliputi:

a. Nama: Nama dikaji hanya untuk mengetahui identitas klien saja, tidak ada

permasalahan yang mungkin ditimbulkan

b. Umur: Tromoflebitis sering terjadi pada klien yang berusia diatas 30 tahun

c. Jenis kelamin : Sering terjadi pada wanita post partum atau masa nifas,namun

tidak menutup kemungkinan dapat terjadi padawanita hamil

d. Agama: Agama atau keyakinan seseorang tidak mempengaruhi, dalam terjadinya

tromboflebitis.

e. Pendidikan: Tingkat pendidikan biasanya berhubungan dengan

tingkatpengetahuanklien,tingkatpengetahuanakanmempengaruhi terjadinya

tromboflebitis dimana klienyang sudah mengetahui tromboflebitis akan lebih

merawatdiri sehingga dapat meminilkan atau mencegah untukterjadinya

tromboflebitis

f. Pekerjaan: Tromboflebitis terjadi pada klien dengan pekerjaan yanglebih banyak

duduk lama

g. Status perkawinan : Status perkawinan seseorang tidak akan

mempengaruhiterjadinya tromboflebitis

2. Keluhan utama

17
Keluhan utama yang paling umum dirasakan klien yaitu nyeri yang pada daerah

pembuluh darah vena, nyeri terjadi pada kaki dan kaki mengalami edema

3. Riwayat kesehatan

a. Riwayat kesehatan terdahulu

Riwayat penyakit terdahulu yang dikaji mengenai penyakit klien terdahulu apakah

sebelumnya pernah melahirkan atau tidak, jika pernah melahirkan apakah pasca

melahirkan mengalami tromboflebitis atau tidak, dikaji pula apakah klien pernah

mengalami penyakit jantung atau tidak yang beresiko tinggi terjadinya

tromboflebitis, pernah mengalami trauma atau tidak,mepunyai varises vena atau

tidak, dan menderita tumor atau tidak.

b. Riwayat kesehatan sekarang

Riwayat kesehatan sekarang ialah status kesehatan pasien pada saat ini misalnya

ditanyakan kepada klien kapan pertama kali pasien mengeluh nyeri yang dialami

c. Riwayat kesehatan keluarga

Dikaji apakah keluarga ada yang mengalami penyakit yang memiliki resiko tinggi

terjadinya tromboflebitis misalnya seperti kelainan jantung

d. Riwayat psikososial

Perawat perlu mengkaji adanya kecemasan, persepsi klien,dan hubungan interaksi

klien, terutama untuk pemberian tindakan pengobatan.

4. Pola-pola fungsi kesehatan menurut Gordon

a. Pola persepsi dan manajemen kesehatan

Dikaji adanya perubahan pemeliharaan kesehatan akibat penyakit yang

dialaminya saat ini.

18
b. Pola nutrisi dan metabolic

Pada pasien dengan tromboflebitis umumnya tidak ada gangguan pada pola nutrisi

dan metabolik namun dikarenakan adanya nyeri maka pasien tidak mau makan

ketika nyeri timbul dan jika nyeri sudah menghilang pola makan klien kembali

kepada semula

c. Pola eliminasi

Pola eleminasi tidak mengalami gangguan

d. Pola aktivitas dan latihan

Pasien akan berkurang dalam beraktivitas, karena pasien akan lebih berfokus pada

rasa nyeri yang dialami, pasien juga akan merasa lemah karena selain nyeri tanda

dan gejala yang timbul pada tromboflebitis juga malaise

e. Pola tidur dan istirahat

Tidur dan istirahat pasien akan terganggu ketika pasien mengalami nyeri

f. Pola kognitif perseptual

Umumnya tidak ada gangguan pada sistem pancaindra.

g. Pola persepsi dan konsep diri

Klien yang diberikan pengobatan penyakit ini akan merasa cemas akibat

kurang informasi mengenai proses pengobatan yang berlanjut. Selain itu,

gangguan intergritas ego dapat mengakibatkan perubahan perilaku dan

status mental klien akibat ketidaksiapan menjalani pengobatan.

h. Pola hubungan dan peran

Akibat adanya hospitalisasi dapat muncul perubahan dalam hubungan dan

peran klien, baik dalam keluarga, lingkungan kerja, dan hubungan

19
bermasyarakat klien.

i. Pola reproduksi seksual

Pola ini akan terganggu pada pasien, hal ini bisa disebabkan karena nyeri

yang dialami pasien atau kelemahan yang dialami pasien.

j. Pola pertahanan diri dan toleransi stres

Stres akan meningkat pada pasien ketika pasien memiliki koping yang

kurang bagus dan lingkungan yang tidak mendukung kondisi yang dialami

pasien. Kurang pengetahuan mengenai perawatan dapat meningkatkan stres

klien. Adanya keterbatasan aktivitas, pola seksual dan perubahan peran juga

akan mempengaruhi konsep diri klien.

k. Pola keyakinan nilai

Pasien yang nilai agamanya kurang tertanam kuat maka biasanya akan

cenderung menyalahkan Tuhannya karena telah mengalami penyakit yang

dialami dan akan mempengaruhi kegiatan ibadahnya. Selain itu, beberapa

keyakinan yang menjadi pantangan pengobatan perlu dikaji.

5. Pemeriksaan

1. Pemeriksaan Umum

Keadaan Umum : biasanya ibu tampak letih

Kesadaran : Composmentis

Tanda-tanda vital :

TD : 110/70 nnHg

Nadi : biasanya nadi meningkat dikarenakan adanya nyeri yang dialami

klien

20
Suhu : biasanya klien mengalami demam, suhu antara 36-40 derajat C

Pernafasan : biasanya RR meningkat dikarenakan adanya nyeri

2. Pemeriksaan Fisik

a. Kepala : umumnya tidak ada gangguan pada kepala (normal), mulai dari

rambut, wajah mata, telinga, hidung, mulut dan daerah sekitar kepala tidak

terganggu

b. Leher : umumnya tidak ada gangguan pada leher seperti tidak ada benjolan,

warna kulit sama dengan sekitarnya, tidak ada nyeri tekan (normal)

c. Dada : umumnya tidak ada gangguan pada pemeriksaan fisik dada, pada hasil

pemeriksaan fisik pergerakan dada simetris kanan-kiri pada saat inspirasi dan

ekspirasi juga seirama, tidak terdengar ronchi, tidak terdengar bunyi

wheezing, suara nafas baik, jantung tidak ada mur-mur.

d. Payudara : umumnya tidak ada gangguan pada payudara, pada pemeriksaan

fisik payudara terlihat bersih, konsistensi lunak, simetris kanan-kiri, putting

susu menonjol, terdapat hiperpigmentasi pada areola mamae, tidak ada nyeri,

abses, dan pembengkakan, kolostrum sudah keluar lancar.

e. Abdomen : TFU (tinggi fundus arteri) 2 jari dibawah pusat, terdapat striae

albikans, terdapat linea nigra, konsistensi keras, kontraksi uterus baik.

f. Genitalia : Tidak terdapat luka pada perineum, tidak ada varises pada vagina,

pengeluaran darah pervaginam normal, tidak ada oedema, kotor oleh lendir

dan bekas darah serta air ketuban.

g. Ekstrimitas atas : umumnya tidak ada gangguan pada ekstremitas atas(normal)

21
h. Ekstrimitas bawah : pada ektremitas bawah (kaki) klien tromboflebitis pada

inspeksi terdapat warna kemerahan, edema. Pada palpasi terdapat nyeri tekan,

ektremitas teraba hangat

6. Pemeriksaan penunjang

a. Ultrasonograf Doppler

Tehnik dopler memungkinkan penilaian kualitatif terhadap kemampuan katub

pada vena profunda,vena penghubung dan vena yang mengalami pervorasi.

Ultrasonografi Doopler dilakukan dengan cara meletakkan probe Doppler di atas

vena yang tersumbat. Bacaan aliran doopler tampak lebih kecil di banding tungkai

sebelahnya atau tidak sama sekali.

Metode ini relative murah, mudah dilakukan, praktis, cepat dan non infasif.

Pemeriksaan ultrasonograf doppler dilakukan untuk menunjukkan peningkatan

lingkar ekstremitas.

b. Pemeriksaan hematocrit

Untuk mengidentifikasi Hemokonsentrasi, terjadinya peningkatan hematokrit.

Jika terjadi peningkatan hematokrit maka akan berpotensial terjadinya

pembentukan trombus

c. Pemeriksaan Koagulasi

Untuk menunjukkan hiperkoagulabilitas. Pemeriksaan koagulasi inimenilai

aktifitas faktor pembekuan seperti uji masa protrombin, uji activated partial

thromboplastin time (APTT), thrombin time dan kadar fibrinogen.

d. Biakan darah

22
Pemeriksaan baik aerob maupun anaerob dapat membantu.Organisme yang

penting untuk di antisipasi meliputi Streptokokus aerob dan

anaerob.Staphilokokus aureus, Eschercia coli dan Bakteriodes. Pemeriksaan ini

dilakukan untuk mengetahui atau mendeteksi kuman

didalam darah

e. Pemindai ultrasuond dupleks

Dengan tehnik ini obstruksi vena dan refleks katub dapat dideteksi dan

dilokalisasi dan dapat dilihat diagram vena-vena penghubung yang tidak

kompeten

f. Venografi

Bahan kontras disuntikkan kedalam sistem vena untuk memberikan

gambaran pada vena-vena di ekstrimitas bawah dan pelvis. Pemeriksaan

venografi berguna untuk mendiagnosis trombosis vena renalis.

2. Diagnose keperawatan

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan aliran darah

vena (stasis vena)

2. Nyeri berhubungan dnegan proses inflamasi

3. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi

4. Ansietas berhubungan dengan perubahan persepsi terhadap penyakit

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

3. Intervensi

Dx Intervensi Rasional

23
1. Ketidakefektifanperfusi -Lihat ekstremitas untuk 1. Mengetahui adanya gangguan atau
jaringan periver b.d gangguan warna kulit, adanya kelianan pada ektremitas
alira darah vena (statis vena) edema. Catat kesimetrisan 2. Distensi vena dapat terjadi karena
betis, ukur dan catat aliran balik melalui vena
lingkar betis percabangan
-Kaji ekstremitas untuk 3. Pembatasan aktivitas menurunkan
penonjolan vena yang jeas. kebutuhan oksigen dan nutrisi pada
Palpasi perlahan untuk ekstremitas yang sakit dan
tegangan jaringan lokal, meminimalkan kemungkinan
regangan kulit, ikatan atau penyebaran trombus atau
penoonjolan vena. pembentukan emboli
-Tingkatkan tirah baring 4. Menurunkan pembengkakan
selama fase akut jaringan dan pengosongan cepat vena
-Anjurkan klien untuk superfisial dan tibial, mencegah
meninggikan kaki bila distensi berlebihan yang
ditempat tidur atau duduk dapatmeningkatkan aliran balik vena
sesuai indikasi. Secara 5. Tindakan ini dilakukan untuk
periodik tinggikan kaki meningkatkan aliran balik vena dari
dan letak kaki lebih tinggi ekstremitas yang lebih rendah dan
daripada jantung menurunkan stasis vena, juga
-Anjurkan klien untuk memperbaiki tonus otot umum atau
melakukan latihan aktif regangan
atau pasif sementara 6. Pembatasan fisik terhadap
ditempat tidur misal sirkulasi mengganggu aliran darah
seperti fleksi ekstensi dan meningkatkan stasis vena dan
-Peringatkan klien untuk pelvis,
menghindari menyilang popliteal, dan pembuluh kaki,
kaki atau hiperfleksi lutut jadi meningkatkan pembengkakan
(posisi duduuk dengan dan
kaki menggantung atau ketidaknyamanan
berbaring dengan posisi 7. Aktivitas ini berpotensial
menyilang) memecahkan atau menyebarkan
-Anjurkan klien untuk trombus, meningkatkan embolisasi
menghindari pjatan atau dan
mengurut ekstremitas yang meningkatkan resiko komplikasi
sakit. 8. Dapat diberikan untuk
-Anjurkan untuk meningkatkan vasodilatasi dan aliran
melakukan kompres balik vena dan
hangat pada ekstremitas perbaikan edema lokal
yang sakit bila diianjurkan 9. Membantu mengatasi masalah
-Kolaborasi dengan tim dengan medikasi
medis untuk pemberian
terapi.

24
2.Nyeri b.d proses inflamasi 1. kaji tingkat nyeri yang 1. derajat nyeri secara langsung dapat
dialami klien berhubungan dengan luasnya
2. Atur posisi yang kekurangan sirkulasi,proses
nyaman bagi klien inflamasi, derajat hipoksia ,dan
3. Pertahankan tirah baring edema luas sehubungan dengan
selama fase akut terbentuknya trombus
4. Anjurkan kompres 2. Posisi yang nyaman akan
hangat pada daerah yang membantu memberikan kesempatan
nyeri pada otot untuk relaksasi seoptimal
5. Berikan health mungkin
education tentang 3. Menurunkan ketidaknyamanan
penyebab nyeri yang sehubungan dengan kontraksi otot
dialami dan gerakan
pasien 4. Mengurangi nyeri yang dilami
6. kolaborasi denga dokter klien
untuk terapi medis 5. Pemahaman pasien tentang
penyebab nyeri yang terjadi akan
mengurangi ketegangan pasien dan
memudahkan pasien untuk diajak
bekerjasama dalam melakukan
tindakan
6. obat analgesik dapat membantu
mengurangi nyeri pasien

BAB 3 LAPORAN PENDAHULUAN ENDOMETRITIS

1. Pengertian

Endometritis adalah suatu peradangan endometrium yang biasanya disebabkan oleh

infeksi bakteri pada jaringan.(Taber, B., 1994).

25
Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari rahim).(Manuaba, I.

B. G., 1998).

Endometritis adalah suatu infeksi yag terjadi di endometrium, merupakan komplikasi

pascapartum, biasanya terjadi 48 sampai 72 jam setelah melahirkan.

Endometritis adalah peradangan pada dinding uterus yang umumnya disebabkan oleh

partus. Dengan kata lain endometritis didefinisikan sebagai inflamasi dariendometrium

Derajat efeknya terhadap fertilitas bervariasi dalam hal keparahanradang , waktu yang

diperlukan untuk penyembuhan lesi endometrium, dan tingkatperubahan permanen yang

merusak fungsi dari glandula endometrium dan ataumerubah lingkungan uterus dan

oviduk. Organisme nonspesifik primer yangdikaitkan dengan patologi endometrial adalah

Corynebacterium pyogenes dan gramnegatif anaerob.

2. Etiologi

Endometritis sering ditemukan pada wanita setelah seksio sesarea terutama bila

sebelumnya ada riwayat koriomnionitis, partus lama, pecah ketuban yang lama.Penyebab

lainnya dari endometritis adalah adanya tanda jaringan plasenta yang tertahan setelah

abortus dan melahirkan.(Taber, B. 1994).

Menurut Varney, H. (2001), hal-hal yang dapat menyebabkan infeksi pada wanita

adalah:

a. Waktu persalinan lama, terutama disertai pecahnya ketuban.

b. Pecahnya ketuban berlangsung lama.

c. Adanya pemeriksaan vagina selama persalinan dan disertai pecahnya ketuban.

d. Teknik aseptic tidak dipatuhi

e. Manipulasi intrauterus (pengangkatan plasenta secara manual).

26
f. Trauma jaringan yang luas/luka terbuka.

g. Kelahiran secara bedah.

h. Retensi fragmen plasenta/membran amnion.

3. Klasifikasi

Menurut Wiknjosastro (2002),

1. Endometritis akut

Terutama terjadi pada masa post partum / post abortum.

Pada endometritis post partum regenerasi endometrium selesai pada hari ke-9,

sehingga endometritis post partum pada umumnya terjadi sebelum hari ke-9.

Endometritis post abortum terutama terjadi pada abortus provokatus.

Pada endometritis akuta, endometrium mengalami edema dan hiperemi, dan pada

pemeriksaan mikroskopik terdapat hiperemi, edema dan infiltrasi leukosit berinti

polimorf yang banyak, serta perdarahan-perdarahan interstisial. Sebab yang paling

penting ialah infeksi gonorea dan infeksi pada abortus dan partus.

Infeksi gonorea mulai sebagai servisitis akut, dan radang menjalar ke atas dan

menyebabkan endometritis akut. Infeksi gonorea akan dibahas secara khusus.

Pada abortus septik dan sepsis puerperalis infeksi cepat meluas ke miometrium dan

melalui pembuluh-pembuluh darah limfe dapat menjalar ke parametrium, ketuban

dan ovarium, dan ke peritoneum sekitarnya. Gejala-gejala endometritis akut dalam

hal ini diselubungi oleh gejala-gejala penyakit dalam keseluruhannya. Penderitapanas

tinggi, kelihatan sakit keras, keluar leukorea yang bernanah, dan uterus sertadaerah

sekitarnya nyeri pada perabaan.

27
Sebab lain endometritis akut ialah tindakan yang dilakukan dalam uterus di luarpartus

atau abortus, seperti kerokan, memasukan radium ke dalam uterus,memasukan IUD

(intra uterine device) ke dalam uterus, dan sebagainya.Tergantung dari virulensi

kuman yang dimasukkan dalam uterus, apakahendometritis akut tetap berbatas pada

endometrium, atau menjalar ke jaringan disekitarnya.Endometritis akut yang

disebabkan oleh kuman-kuman yang tidak seberapapatogen pada umumnya dapat

diatasi atas kekuatan jaringan sendiri, dibantudengan pelepasan lapisan fungsional

dari endometrium pada waktu haid.Dalampengobatan endometritis akuta yang paling

penting adalah berusaha mencegah,agar infeksi tidak menjalar.

a. Gejalanya :

 Demam

 Loche berbau : pada endometritis post abortum kadang-kadang keluar

flouryang purulent.

 Lochea lama berdarah malahan terjadi metrorrhagi.

 Kalau radang tidak menjalar ke parametrium atau parametrium tidak nyeri.

b. Terapi :

 Uterotonika.

 Istirahat, letak fowler

 Antibiotika.

 Endometritis senilis perlu dikuret untuk menyampingkan corpus

carsinoma.Dapat diberi estrogen.

2. Endometritis konik

28
Endometritis kronika tidak seberapa sering terdapat, oleh karena itu infeksi yang tidak

dalam masuknya pada miometrium, tidak dapat mempertahankan diri, karena

pelepasan lapisan fungsional darn endometrium pada waktu haid. Pada pemeriksaan

mikroskopik ditemukan banyak sel-sel plasma dan limfosit.Penemuan limfosit saja

tidak besar artinya karena sel itu juga ditemukan dalam keadaan normal dalam

endometrium.

Gejala-gejala klinis endometritis kronik adalah leukorea dan menorargia.

Pengobatan tergantung dari penyebabnya.Endometritis kronis ditemukan:

1. Pada tuberculosis

2. Jika tertinggal sisa-sisa abortus atau partus

3. Jika terdapat korpus di kavum uteri

4. Pada polip uterus dengan infeksi

5. Pada tumor ganas uterus

6. Pada salpingo – oofaritis dan selulitis pelvik.

Endometritis tuberkulosa terdapat pada hampir setengah kasus-kasus TB genital.Pada

pemeriksaan mikroskopik ditemukan tuberkel pada tengah-tengahendometriumyang

meradang menahun.

Pada abortus inkomplitus dengan sisa-sisa tertinggal dalam uterus terdapat

desiduadan vili korealis di tengah-tengah radang menahun endometrium.Pada partus

dengan sisa plasenta masih tertinggal dalam uterus, terdapatperadangan dan

organisasi dari jaringan tersebut disertai gumpalan darah, danterbentuklah apa yang

dinamakan polip plasenta.Endometritis kronika yang lain umumnya akibat ineksi

29
terus-menerus karenaadanya benda asing atau polip/tumor dengan infeksi di dalam

kavum uteri.

a. Gejalanya :

 Flour albus yang keluar dari ostium.

 Kelainan haid seperti metrorrhagi dan menorrhagi.

b. Terapi :

 Perlu dilakukan kuretase.

4. Patofisiologi

Kuman-kuman masuk endometrium, biasanya pada luka bekas insersio plasenta, dan

waktu singkat mengikut sertakan seluruh endometrium.Pada infeksi dengan kuman yang

tidak seberapa patogen, radang terbatas pada endometrium.Jaringan desidua bersama-

sama dengan bekuan darah menjadi nekrosis serta cairan.Pada batas antara daerah yang

meradang dan daerah sehat terdapat lapisan terdiri atas lekosit-lekosit.Pada infeksi yang

lebih berat batas endometrium dapat dilampauidan terjadilah penjalaran.

Infeksi endometrium, atau decidua, biasanya hasil dari penyebaran infeksi dari saluran

kelamin yang lebih rendah.Dari perspektif patologis, endometritis dapat diklasifikasikan

sebagai akut dan kronis.Endometritis akut dicirikan oleh kehadiranneutrofil dalam

kelenjar endometrium.Endometritis kronis dicirikan oleh kehadiranplasma sel dan

limfosit dalam stroma endometrium.Dalam populasi nonobstetric, penyakit inflammatory

panggul dan prosedur invasive adalah predisposisi yang paling umum untuk endometritis

akut.Dalam populasi obstetri, infeksi setelahbersalin adalah penyebab paling umum.

30
5. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis dari endometritis tergantung pada jenis dan virulensi kuman, daya tahan

penderita dan derajat trauma pada jalan lahir.Kadang-kadang lokhea tertahan oleh darah

sisa-sisa plasenta dan selaput ketuban.Keadaan ini dinamakan lokiometra dan dapat

menyebabkan kenaikan suhu yang segera hilang setelah rintangan dibatasi.Uterus pada

endometrium agak membesar, serta nyeri padaperabaan, dan lembek. Pada endometritis

31
yang tidak meluas penderita pada hari-hari pertama merasa kurang sehat dan perut nyeri,

mulai hari ke 3 suhu meningkat,nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu

dan nadi menurun, dandalam kurang lebih satu minggu keadaan sudah normal kembali,

lokhea padaendometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang berbau. Hal yang

terakhir initidak boleh menimbulkan anggapan bahwa infeksinya berat.Malahan infeksi

beratkadang-kadang disertai oleh lokhea yang sedikit dan tidak berbau.

Gambaran klinik dari endometritis:

1. Nyeri abdomen bagian bawah.

2. Mengeluarkan keputihan (leukorea).

3. Kadang terjadi pendarahan.

4. Dapat terjadi penyebaran.

Menurut (Manuaba, I. B. G., 1998) tanda dan gejala endometritis meliputi :

a. Miometritis (pada otot rahim).

b. Parametritis (sekitar rahim)

c. Salpingitis (saluran otot)

d. Ooforitis (indung telur)

e. Pembentukan penahanan sehingga terjadi abses.

Menurut Varney, H (2001), tanda dan gejala endometritis meliputi:

a. Takikardi 100-140 bpm

b. Suhu 30-4- derajat celcius

c. Menggigil

d. Nyeri tekan uterus yang meluas secara lateral

e. Peningkatan nyeri setelah melahirkan

32
f. Sub involusi.

g. Distensi abdomen.

h. Lokea sedikit dan tidak berbau/banyak, berbau busuk, mengandung darahseropurulen.

i. Awitan 3-5 hari pasca partm, kecuali jika disertai infeksi streptococucus

j. Jumlah sel darah putih meningkat.

6. Penatalaksanaan

a. Antibiotika ditambah drainase yang memadai merupakan pojok sasaran

terapi.Evaluasi klinis daan organisme yang terlihat pada pewarnaan gram, seperti

jugapengetahuan bakteri yang diisolasi dari infeksi serupa sebelumnya, memberikan

petunjuk untuk terapi antibiotik.

b. Cairan intravena dan elektrolit merupakan terapi pengganti untuk dehidrasiditambah

terapi pemeliharaan untuk pasien-pasien yang tidak mampu mentoleransi makanan

lewat mulut. Secepat mungkin pasien diberikan diit per oral untukmemberikan nutrisi

yang memadai.

c. Pengganti darah dapat diindikasikan untuk anemia berat dengan post abortusatau post

partum.

d. Tirah baring dan analgesia merupakan terapi pendukung yang banyakmanfaatnya.

e. Tindakan bedah: endometritis post partum sering disertai dengan jaringanplasenta

yang tertahan atau obstruksi serviks. Drainase lokia yang memadai

sangatpenting.Jaringan plasenta yang tertinggal dikeluarkan dengan kuretase

perlahan-lahan dan hati-hati. Histerektomi dan salpingo – oofaringektomi bilateral

mungkinditemukan bila klostridia teah meluas melampaui endometrium dan

ditemukanbukti adanya sepsis sistemik klostridia (syok, hemolisis, gagal ginjal).

33
7. Pemeriksaan Diagnostik

a. Jumlah sel darah putih: normal/tinggi.

b. Laju sedimentasi darah dan jumlah sel darah merah: sangat meningkat pada adanya

infeksi.

c. Hemoglobin/hematokrit (Hb/Ht): penurunan pada adanya anemia.

d. Kultur (aerobik/anaerobik) dari bahan intrauterus/intraservikal

drainaseluka/pewarnaan gram dari lokhia servik dan uterus: mengidentifikasi

organismepenyebab.

e. Urinalisis dan kultur: mengesampingkan infeksi saluran kemih.

f. Ultrasonografi: menentukan adanya fragmen-fragmen plasenta yang

tertahan,melokalisasi abses peritoneum.

g. Pemeriksaan bimanual: menentukan sifat dan lokasi nyeri pelvis,massa,pembentukan

abses atau adanya vena-vena dengan trombosis.

h. Bakteriologi: spesimen darah, urin dikirim ke laboratorium bakteriologi

untukpewarnaan gram, biakan dan pemeriksaan sensitifitas antibiotik. Organisme

yangsering diisolasi dari darah pasien dengan endometritis setelah seksio

sesareaadalah peptokokus, enterokokus, clostridium, bakterioles fragilis, Escherechia

coli,Streptococcus beta hemilitikus, stafilokokus koagulase-positif, mikrokokus,

proteus,klebsiela dan streptokokus viridans (Di Zerega).

i. Kecepatan sedimentasi eritrosit

j. Nilai dari tes ini sangat terbatas karena derajat sedimentasi cenderungmeningkat

selama kehamilan maupun selama infeksi.

k. Foto abdomen

34
ASUHAN KEPERAWATAN ENDOMETRITIS

1. Pengkajian

1. Aktifitas/istirahat

 Malaise, letargi.

 Kelelahan/keletihan yang terus menerus.

2. Sirkulasi

 Takikardi.

3. Eliminasi

 Diare mungkin ada.

 Bising usus mungkin tidak ada jika terjadi paralitik ileus.

4. Integritas ego

 Ansietas jelas (poritunitis).

5. Makanan atau cairan

 Anoreksia, mual/muntah.

 Haus, membran mukosa kering.

 Distensi abdomen, kekakuan, nyeri lepas (peritonitis).

6. Neurosensori

 Sakit kepala.

7. Nyeri/ketidaknyamanan.

 Nyeri lokal, disuria, ketidaknyamanan abdomen.

 Nyeri abdomen bawah/uterus serta nyeri tekan.

 Nyeri/kekakuan abdomen.

8. Pernapasan

35
 Pernapasan cepat/dangkal (berat/pernapasan sistemik).

9. Keamanan

 Suhu 38 derajat celcius atau lebih terjadi jika terus-menerus, di luar 24 jam

Pascapartum.

 Demam ringan.

 Menggigil.

 Infeksi sebelumnya.

 Pemajanan lingkungan.

10. Seksualitas

 Pecah ketuban dini/lama, persalinan lama.

 Hemorargi pascapartum.

 Tepi insisi: kemerahan, edema, keras, nyeri tekan, drainase purulen.

 Subinvolusi uterus mungkin ada.

 Lokhia mungkin bau busuk/tidak bau, banyak/berlebihan.

11. Interaksi sosial

 Status sosio ekonomi rendah.

2. Diagnosa

1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan denganmasukan yang

tidak adekuat.

3. Nyeri akut berhubungan dengan respon tubuh dan sifat infeksi.

4. Resiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua berhubungan denganinterupsi

pada proses pertalian, penyakit fisik, ancaman yang dirasakan pada kehidupan sendiri

36
3. Intervensi

Diagnosa Intervensi Rasional


Resiko tinggi 1. Tinjau ulang catatan 6. Mengetahui catatan
terhadap infeksi prenatal ,intrapartum, tentang
b.d prosedur dan pascapartum prenatal,intrapartu,dan
invasive 2. Pertahankan kebijakan pascapartum
mencuci tangan dengan 7. Untuk menjaa kebersihan
ketat untuk staf klien dan hand hyigene
pengunjung 8. Agar tidak tercampur
3. Berikaan dan dengan linen yang tidak
instruksikan klien dalam terkontaminasi
hal pembuangan linen 9. Agar klien dapat
terkontaminasi melakukan massase
4. Demonstrasikan massase fundus dengan tepat dan
fundus yang tepat benar
5. Pantau 10. Untuk mengetahui apabila
suhu,nadi,pernapasan ada perubahan pada tanda
6. Observasi tanda infeksi tanda vital klien yaitu
lain nadi,suhu,dan pernapasan
7. Pantau masukan oral atau 11. Mengetahui apabila
parenteral adanya infeksi lain
8. Kaji keluhan keluhan 12. Mengathui pemasukan
nyeri kaki dan dada oral pada klien
9. Anjurkan posisi semi 13. Mengetahui dini
fowler tentangkeluhan yang ada
10. Anjurkan ibu bahwa pada klien
menyusui periodik
memeriksa mulut bayi
terhadap adanya bercak
putih
11. Kolaborasi dengan medis

1. Kaji lokasi nyeri


2. Berikan instruksi 1. Mengetahui lokasi nyeri
mengenai membantu yang dirasakan klien
mempertahankan 2. Kebersihan dan
Nyeri akut b.d kebersihan dan kehangatan klien tetap
respon tubuh dan kehangatan terjaga
sifat infeksi 3. Instruksikan klien dalam 3. Agar klie dapat
melakukan teknik mengurangi nyeri dengan
relaksasi teknik relaksasi tersebut
4. Anjurkan menyusui saat 4. Klien dapat menyusui

37
kondisi klien tidak dengan memaksakan
memungkinkan keadaan atau kondisi
5. Kolaborasi dengan medis 5. Pemberian obat sesuai
dengan advis dokter

BAB 4 LAPORAN PENDAHULUAN MASTITIS

1. Pengertian

Infeksi Payudara (Mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan payudara.Biasanya

terjadi karena adanya bakteri jenis staphylococcus aureus. Bakteri biasanya masuk

melalui puting susu yang pecah-pecah atau terluka. Pada infeksi yang berat atau tidak

diobati, dapat terbentuk abses payudara (penimbunan nanah di dalam payudara). Mastitis

adalah reaksi sistematik seperti demam, terjadi 1-3 minggu setelah melahirkan sebagai

komplikasi sumbatan saluran air susu (Masjoer, 2001).

Mastitis adalah peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai

infeksi.Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis laktasional

atau mastitis puerperalis.Kadang-kadang keadaan ini dapat menjadi fatal bila tidak

diberikan tindakan yang adekuat.Abses payudara, pengumpulan nanah lokal di dalam

payudara, merupakan komplikasi berat dari mastitis.Keadaan inilah yang menyebabkan

beban penyakit bertambah berat (Sally I, Severin V.X, 2003 dalam Anonim, 2013).

2. Etiologi

Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan pada kulit

yang normal yaitu Staphylococcus aureus. Bakteri ini seringkali berasal dari mulut bayi

38
yang masuk ke dalam saluran air susu melalui sobekan atau retakan di kulit pada puting

susu.Mastitis biasanya terjadi pada wanita yang menyusui dan paling sering terjadi dalam

waktu 1-3 bulan setelah melahirkan.Sekitar 1-3% wanita menyusui mengalami mastitis

pada beberapa minggu pertama setelah melahirkan.

Soetjiningsih (1997) menyebutkan bahwa peradangan pada payudara (Mastitis) di

sebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:

a. Payudara bengkak yang tidak disusu secara adekuat, akhirnya tejadi mastitis.

b. Puting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadi payudara bengkak.

c. Penyangga payudara yang terlalu ketat, mengakibatkan segmental engorgement

sehingga jika tidak disusu secara adekuat bisa erjadi mastitis.

d. Ibu yang memiliki diet jelek, kurang istirahat, anemia akan mempermudah terkena

infeksi.

Pada wanita pasca menopause, infeksi payudara berhubungan dengan peradangan

menahun dari saluran air susu yang terletak di bawah puting susu. Perubahan hormonal di

dalam tubuh wanita menyebabkan penyumbatan saluran air susu oleh sel-sel kulit yang

mati. Saluran yang tersumbat ini menyebabkan payudara lebih mudah mengalami

infeksi.Dua penyebab utama mastitis adalah stasis ASI dan infeksi.Stasis ASI biasanya

merupakan penyebab primer yang dapat disertai atau berkembang menuju infeksi.Guther

pada tahun 1958 menyimpulkan dari pengamatan klinis bahwa mastitis diakibatkan oleh

stagnasi ASI di dalam payudara, dan bahwa pengeluaran ASI yang efisien dapat

mencegah keadaan tersebut.Ia menyatakan bahwa bila terjadi infeksi, bukan primer,

tetapi diakibatkan oleh stagnasi sebagai media pertumbuhan bakteri.

39
Thomsen,dkk pada tahun 1984 menghasilkan bukti tambahan tentang pentingnya stasis

ASI. Mereka menghitung leukosit dan bakteri dalam ASI dari payudara dengan tanda

klinis mastitis dan mengajukan klasifikasi berikut, yaitu:

a. Stasis ASI

Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara. Hal ini

terjadi jika payudara terbendung segera setelah melahirkan, atau setiap saat jika bayi

tidak mengisap ASI, kenyutan bayi yang buruk pada payudara, pengisapan yang tidak

efektif, pembatasan frekuensi/durasi menyusui, sumbatan pada saluran ASI, suplai

ASI yang sangat berlebihan dan menyusui untuk kembar dua/lebih. Statis ASI dapat

membaik hanya dengan terus menyusui, tentunya dengan teknik yang benar.

b. Inflamasi non infeksiosa (atau mastitis noninfeksiosa)

Mastitis jenis ini biasanya ditandai dengan gejala sebagai berikut:Adanya bercak

panas/nyeri tekan yang akut, bercak kecil keras yang nyeri tekan, dan tidak terjadi

demam dan ibu masih merasa baik-baik saja.Mastitis non infeksiosa membutuhkan

tindakan pemerasan ASI setelah menyusui.

c. Mastitis infeksiosa

Mastitis jenis ini biasanya ditandai dengan gejala sebagai berikut: lemah, nyeri kepala

seperti gejala flu, demam suhu > 38,5 derajat celcius, ada luka pada puting payudara,

kulit payudara tampak menjadi kemerahan atau mengkilat, terasa keras dan tegang,

payudara membengkak, mengeras, dan teraba hangat, dan terjadi peningkatan kadar

natrium sehingga bayi tidak mau menyusu karena ASI yang terasa asin. Mastitis

infeksiosa hanya dapat diobati dengan pemerasan ASI dan antibiotik sistemik. Tanpa

40
pengeluaran ASI yang efektif, mastitis non infeksiosa sering berkembang menjadi

mastitis infeksiosa, dan mastitis infeksiosa menjadi pembentukan abses

3. Tanda dan Gejala

Tanda dan Gejala dari mastitis ini biasanya berupa:

a. Payudara yang terbendung membesar, membengkak, keras dan kadang terasa nyeri.

b. Payudara dapat terlihat merah, mengkilat dan puting teregang menjadi rata.

c. ASI tidak mengalir dengan mudah, dan bayi sulit mengenyut untuk menghisap ASI

sampai pembengkakan berkurang.

d. Ibu akan tampak seperti sedang mengalami flu, dengan gejala demam, rasa dingin dan

tubuh terasa pegal dan sakit.

e. Terjadi pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan payudara

yang terkena.

Gejala yang muncul juga hampir sama dengan payudara yang membengkak karena

sumbatan saluran ASI antara lain :

a. Payudara terasa nyeri

b. Teraba keras

c. Tampak kemerahan

d. Permukaan kulit dari payudara yang terkena infeksi juga tampak seperti pecah– pecah,

dan badan terasa demam seperti hendak flu, bila terkena sumbatan tanpa infeksi, biasanya

di badan tidak terasa nyeri dan tidak demam. Pada payudara juga tidak teraba bagian

keras dan nyeri serta merah.

Namun terkadang dua hal tersebut sulit untuk dibedakan, gampangnya bila didapat

sumbatan pada saluran ASI, namun tidak terasa nyeri pada payudara, dan permukaan

41
kulit tidak pecah – pecah maka hal itu bukan mastitis.Bila terasa sakit pada payudara

namun tidak disertai adanya bagian payudara yang mengeras, maka hal tersebut bukan

mastitis (Pitaloka, 2001 dalam Anonim, 2013).

4. Patofisiologi

Secara garis besar, mastitis atau peradangan pada payudara dapat terjadi karena proses

infeksi ataupun noninfeksi. Namun semuanya bermuara pada proses infeksi. Mastitis

akibat proses noninfeksi berawal dari proses laktasi yang normal. Namun karena sebab-

sebab tertentu maka dapat menyebabkan terjadinya gangguan pengeluaran ASI atau yang

biasa disebut sebagai stasis ASI.Hal ini membuat ASI terperangkap di dalam ductus dan

tidak dapat keluar dengan lancar.Akibatnya mammae menjadi tegang.Sehingga sel epitel

yang memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan.permeabilitas jaringan ikat

meningkat, beberapa komponen(terutama protein dan kekebalan tubuh dan natrium) dari

plasma masuk ke dalam ASI dan jaringan sekitar sel memicu respon imun. Terjadi

inflmasi hingga sehingga mempermudah terjadinya infeksi.Kondisi ini membuat lubang

duktus laktiferus menjadi port de entry bakteri, terutama bakteri Staphylococcus aureus

dan Strepcococcus sp.

Hampir sama dengan kejadian pada mastitis noninfeksi, mastitis yang terjadi akibat

proses infeksi terjadi secara langsung, yaitu saat timbul fisura/robekan/perlukaan pada

puting yang terbentuk saat awal laktasi akan menjadikanport de entry/tempat masuknya

bakteri. Proses selanjutnya adalah infeksi pada jaringan mammae.

42
5. Pathway

43
6. Pencegahan

Untuk mencegah terjadinya mastitis dapat dilakukan beberapa tindakan sebagai berikut

(Soetjiningsih, 1997):

a. Menyusui secara bergantian antara payudara kiri dan kanan

b. Untuk mencegah pembengkakan dan penyumbatan saluran, kosongkan payudara

dengan cara memompanya

c. Gunakan teknik menyusui yang baik dan benar untuk mencegah robekan/luka pada

puting susu

d. Minum banyak cairan

e. Menjaga kebersihan puting susu

f. Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui.

Tindakan-tindakan berikut ini juga dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya mastitis,

yaitu:

a. Perbaikan pemahaman penatalaksanaan menyusui

• Menyusui sedini mungkin setelah melahirkan;

• Menyusui dengan posisi yang benar;

• Memberikan ASI On Demand dan memberikan ASI eklusif;

• Makan dengan gizi yang seimbang;

b. Pemberian infotentang hal-hal yang mengganggu proses menyusui, membatasi,

mengurangi isapan proses menyusui dan meningkatkan statis ASI antara lain:

• Penggunaan dot;

• Pemberian minuman lain pada bayi pada bulan-bulan pertama;

44
• Tindakan melepaskan mulut bayi dari payudara pertama sebelum bayi siapuntuk

menghisap payudara yang lain;

• Beban kerja yang berat atau penuh tekanan;

• Kealpaan menyusui bila bayi mulai tidur sepanjang malam

• Trauma payudara karena tindakan kekerasan atau penyebab lain.

c. Pemberian infotentang penatalaksaan yang efektif pada payudara yangpenuh dan

kencang. Adapun hal-hal yang harus dilakukan yaitu:

• Ibu harus dibantu untuk memperbaiki kenyutan pada payudara oleh bayinya untuk

memperbaiki pengeluaran ASI serta mencegah luka pada punting susu.

• Ibu harus didorong untuk menyusui sesering mungkin dan selama bayi menghendaki

tanpa batas.

• Perawatan payudara dengan dikompres dengan air hangat dan pemerasan

ASI

d. Pemberian informasi tentang perhatian dini terhadap semua tanda statis ASIIbu harus

memeriksa payudaranya untuk melihat adanya benjolan, nyeri/panas/kemerahan:

• Bila ibu mempunyai salah satu faktor resiko, seperti kealpaan menyusui.

• Bila ibu mengalami demam/merasa sakit, seperti sakit kepala.

• Bila ibu mempunyai satu dari tanda-tanda tersebut, maka ibu perlu untuk:beristirahatdi

tempat tidur bila mungkin, sering menyusui pada payudara yang terkena, mengompres

panas pada payudara yang terkena, berendam dengan air hangat/pancuran, memijat

dengan lembut setiap daerah benjolan saat bayi menyusui untuk membantu ASI mengalir

dari daerah tersebut, mencari pertolongan dari nakes bila ibu merasa lebih baik

selanjutnya.

45
e. Perhatian dini pada kesulitan menyusui lain

Ibu membutuhkan bantuan terlatih dalam menyusui setiap saat dan ibu mengalami

kesulitan yang dapat menyebabkan statis ASI, seperti:

• Nyeri/puting pecah-pecah

• Ketidaknyaman payudara setelah menyusui

• Kompresi puting susu (garis putih melintasi ujung puting ketika bayi melepaskan

payudara)

• Bayi yang tidak puas, menyusu sangat sering, jarang atau lama

• Kehilangan percaya diri pada suplay ASInya, menganggap ASInya tidak cukup

• Pengenalan makanan lain secara dini

• Menggunakan dot

f. Pengendalian infeksi

Petugas kesehatan dan ibu perlu mencuci tangan secara menyeluruh dan sering sebelum

dan setelah kontak dengan bayi.Kontak kulit dini, diikuti dengan rawat gabung bayi

dengan ibu merupakan jalan penting untuk mengurangi infeksi rumah sakit.

46
ASUHAN KEPERAWATAN MESTITIS

1. Pengkajian

a. Identitas klien :

1. Nama : jelas dan lengkap, jika perlu tanyakan nama panggilan sehariharinya agar

tidak salah pasien ketika memberikan perawatan.

2. Umur : wanita yang berumur 21-35 tahun lebih sering mengalami mastitis daripada

wanita yang berumur dibawah 21 tahun dan di atas 35 tahun. Umur <21 tahun

diperkirakan bahwa alat-alat reproduksinya masih belum matang, mental dan

psikisnya juga belum siap. Sedangkan umur >35 tahun akan rentan sekali untuk

terjadi perdarahan dalam masa nifas. Hal tersebut akan memicu terjadinya mastitis

ini.

3. Suku : berpengaruh pada adat istiadat/kebiasaan sehari-hari, khususnya dalam hal

teknik menyusui dan perawatan payudara.

4. Agama : untuk mengetahui keyakinan pasien sehingga dalam membimbing dan

mengarahkannya lebih mudah.

5. Pendidikan : biasanya wanita yang status pendidikannya rendah akan banyak yang

mengalami penyakit ini dikarenakan mereka tidak mengetahui tentang penyakit serta

pengobatan dan teknik perawatan payudara yang benar untuk kesehatan. Selain itu

aspek pendidikan juga akan mempengaruhi dalam tindakan keperawatan yang akan

diberikan, sehingga perawat dapat memberi asuhan keperawatan dan konseling yang

sesuai dengan kondisi pasien.

47
6. Pekerjaan : wanita yang bekerja di luar rumah (sebagai wanita karier) saat

mempunyai kewajiban untuk menyusui anaknya adalah termasuk kelompok yang

berisiko tinggi mengalami mastitis. Hal itu disebabkan oleh kesibukan kerjanya ini

akan menjadi penghambat pengeluaran ASI sehingga menimbulkan

terjadinya stasis ASI yang dapat menjadi salah satu pencetus penyakit mastitis ini.

Selain itu juga aspek pekerjaan ini untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial

ekonomi pasien, karena hal itu dimungkinkan dapat mempengaruhi dalam pemenuhan

gizi pasien yang memungkinkan timbulnya penyakit mastitis ini.

7. Alamat : perlu ditanyakan apabila pasien dirasa memerlukan kunjungan rumah

post perawatan

b. Riwayat kesehatan

1. Riwayat kesehatan dahulu

Kemungkinan wanita yang mengalami mastitis ini karena adanya faktorfaktor

predisposisi seperti faktor kekebalan ASI yang rendah, sehingga dapat dengan

mudah mengalami infeksi utamanya pada payudara (mastitis). Asupan nutrisi

yang tidak adekuat dan lebih banyak mengandung garam dan lemak juga

dapat memicu terjadinya mastitis, adanya riwayat trauma pada payudara juga

dapat menjadi penyebab terjadinya mastitis karena adanya kerusakan pada

kelenjar dan saluran susu. Selain itu juga dengan adanya faktor penyebab yang

pasti seperti stasis ASI karena bayi yang susah menyusu, adanya luka lecet di

area puting susu dan penggunaan bra yang tidak tepat/teralalu ketat juga dapat

menjadi penyebab terjadinya mastitis, dimana hal-hal tersebut kemungkinan

besar adalah merupakan hal yang sering sekali diabaikan oleh wanita. Infeksi

48
mammae pada kehamilan sebelumnya juga dapat menjadi penyebab terjadinya

mastitis.

2. Riwayat kesehatan sekarang .

Pasien biasanya kelihatan lemah, suhu tubuh meningkat (>38 derajat celcius),

tidak ada nafsu makan, nyeri pada daerah mammae, bengkak dan merah pada

mammae.Jika tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat, maka dapat

timbul berbagai komplikasi seperti abses payudara, infeksi berulang dan

infeksi jamur.Oleh sebab itu, perlu dilakukan tindakan pencegahan yang tepat,

misalnya memberikan info tentang perawatan payudara, teknik menyusui

yang benar, dsb.

3. Riwayat kesehatan keluarga

Faktor herediter tidak mempengaruhi kejadian mastitis.

c. Pengkajian Keperawatan

1. Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan.

Persepsi: masih banyak masyarakat yang menganggap bahwa nyeri yang sering

muncul saat masa menyusui adalah hal yang normal, dimana tidak perlu

mendapatkan perhatian khusus untuk penanganannya. Pasien dengan mastitis

biasanya kebersihan badannya kurang terjaga terutama pada area payudara dan

lingkungan yang kurang bersih.

2. Pola Nutrisi / Metabolik.

Asupan garam yang terlalu tinggi juga dapat memicu terjadinya mastitis.

Dengan adanya asupan garam yang terlalu tinggi maka akan menyebabkan

terjadinya peningkatan kadar natrium dalam ASI, sehingga bayi tidak mau

49
menyusu pada ibunya karena ASI yang terasa asin. Hal ini akan mengakibatkan

terjadinya penumpukan ASI dalam payudara (Stasis ASI) yang dapat memicu

terjadinya mastitis. Wanita yang mengalami anemia juga akan beresiko

mengalami mastitis karena kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga hal itu

akan memudahkan tubuh mengalami infeksi (mastitis). Pemenuhan nutrisi juga

seringkali menurun akibat dari penurunan nafsu makan karena nyeri dan

peningkatan suhu tubuh.

3. Pola Eliminasi

Secara umum pada pola eliminasi tidak mengalami gangguan yang spesifik

akibat terjadinya mastitis.

a. Tidak ada nyeri saat berkemih

b. Konsistensi dan warna normal

c. Jumlah dan frekuensi berkemih normal.

4. Pola Aktivitas dan Latihan

Pola aktivitas terganggu akibat peningkatan suhu tubuh (hipertermi : >38

derajat celcius) dan nyeri. Sehingga biasanya pasien akan mengalami

penurunan aktivitas karena lebih fokus pada gejala yang muncul.

5. Pola Tidur dan Istirahat

Pola tidur terganggu karena kurang nyaman saat tidur, mengeluh nyeri. Pasien

akan lebih fokus pada gejala yang muncul pula.

6. Pola Kognitif dan Perseptual

50
Kurang mengetahui kondisi yang dialami, anggapan yang ada hanya nyeri

biasa.Pasien merasa biasa dan jika ada orang lain yang mengetahui dapat

terjadi penurunan harga diri.

7. Pola Persepsi Diri

Tidak ada gangguan.

8. Pola Seksual dan Reproduksi

Biasanya seksualitas terganggu akibat adanya penurunan libido dan pasien

pasti akan lebih fokus pada gejala yang muncul sehingga untuk pemenuhan

kebutuhan seksualitas ini sudah tidak lagi menjadi prioritas.

9. Pola Peran dan Hubungan

Ada gangguan, lebih banyak untuk istirahat karena nyeri.

10. Pola Manajemen Koping-Stress

Pasien terlihat tidak banyak bicara, banyak istirahat.

11. Sistem Nilai dan Keyakinan

Biasanya akan mengalami gangguan, namun hal itu juga tergantung pada

masing-masing individu, kadangkala ada individu yang lebih rajin ibadah dan

mendekatkan diri kepada Tuhan.namun di lain sisi juga ada individu yang

karena sakit itu, ia malah menyalahkan dan menjauh dari Tuhan.

d. Pengkajian Fisik

1. Keadaan Umum

a) Keadaan Umum: pada ibu dengan mastitis keadaan umumnya baik.

51
b) Derajat kesadaran : pada ibu dengan mastitis derajat kesadarannya adalah compos

mentis.

c) Derajat gizi : pada ibu dengan mastitis derajat gizinya cukup.

2. Pemeriksaan Fisik Head to too

a) Tanda-tanda Vital

 Tekanan darah: pada ibu dengan mastitis TD dalam keadaan normal 120/80

mmHg

 Nadi: pada ibu dengan mastitis nadi mengalami penaikan 90110/menit.

Dimna normalnya 60-80/menit.

 Frekuensi Pernafasan: pada ibu dengan mastitis frekuensi pernafasan

mengalami peningkatan 30x/menit. Dimana normalnya 1620x/menit.

 Suhu: suhu tubuh waniti setelah partus dapat terjadi peningkatan suhu badan

yaitu tidak lebih dari 37,2ᵒ C dan pada ibu dengan mastitis, suhu mengalami

peningkatan sampai 39,5ᵒ C.

b) Kulit

Tidak ada gangguan, kecuali pada area panyudara sehingga perlu pemeriksaan

fisik yang terfokus pada panyudara.

c) Kepala

Pada area ini tidak terdapat gangguan.Namun biasanya ibu dengan mastitis

mengeluh nyeri kepala seperti gejala flu.

d) Wajah

Wajah terlihat meringis kesakitan.

e) Mata

52
Pada ibu dengan mastitis konjungtiva terlihat anemis. Dimana anemia merupakan

salah satu faktor predisposisi terjadinya mastitis, karena seseorang dengan anemis

akan mudah mengalami infeksi.

f) Hidung

Napas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-), deviasi (-/-).

Tidak ada gangguan pada area ini.

g) Mulut

Mukosa basah (+), sianosis (-), pucat (-), kering (-). Tidak ada gangguan pad area

ini.

h) Telinga

Daun telinga dalam batas normal, sekret (-).Tidak ada gangguan ada area ini.

i) Tenggorokan

Uvula di tengah, mukosa pharing hiperemis (-), tonsil T1 - T1.

Tidak ada gangguan pada area ini.

j) Leher

Pada area leher tidak di temukan adanya gangguan atau perubahan fisik.

k) Kelenjar getah bening

Pada kelenjar bening yang terdapat pada area ketiak terjadi

pembesaran.pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan

payudara yang terkena mastitis.

l) Panyudara

Pada daerah panyudara terlihat kemerahan atau mengkilat, gambaran pembuluh

darah terlihat jelas di permukaan kulit, terdapat lesi atau luka pada puting

53
panyudara, panyudara teraba keras dan tegang, panyudara teraba hangat, terlihat

bengkak, dan saat di lakukan palpasi terdapat pus.

m) Toraks

Bentuk: normochest, retraksi (-), gerakan dinding dada simetris.

Tidak ada gangguan pada derah toraks.

 Cordis:

1) Inspeksi: iktus kordis tidak tampak

2) Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat

3) Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar

4) Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

 Pulmo:

1) Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri

2) Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri

3) Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru

4) Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+) Suara tambahan: (-/-)

n) Abdomen

1) Inspeksi: dinding perut lebih tinggi dari dinding dada karena post partum

sehingga pembesaran fundus masih terlihat.

2) Auskultasi: bising usus (+) normal

3) Perkusi: tympani

4) Palpasi: supel, hepar dan lien tidak teraba

e. Pemeriksaan penunjang

54
Pada ibu nifas dengan mastitis tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium/rontgen

(Wiknjosastro, 2005).Namun jika dilakukan pemeriksaan laboratorium biasanya

ditemukan jumlah sel darah putih (SDP) meningkat karena adanya reaksi inflamasi.

Selain itu pada pemeriksaan kultur ASI ditemukan beberapa bakteri penyebab

mastitis. Dimana pemeriksaan kultur ASI tersebut juga digunakan untuk

menentukan antibiotik yang tepat bagi klien.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi

b. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan denganterhentinya menyusui sekunder

akibat ibu yang sakit, bayi tidak mau menyusu

c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengankerusakan jaringan

d. Ansietas berhubungan dengan proses penyakit, kurang pengetahuan

e. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan fisik akibat

penyakit

3. Intervensi

Diagnosa Intervensi Rasional


Nyeri akut b.d 1. Kaji tingkat nyeri 1. Membantu dalam
proses inflamasi ( keluhan nyeri, lokasi, menentukan identifikasi
lamanya dan intensitas derajat , ketidanyamanan
nyeri dan dapat diberi terapi
2. Berikan kompres hangat yang tepat
3. Anjurkan dan ajarkan 2. Kompres hangat dapat
klien untuk melakukan menyebabkan
perawatan payudara vasodilatasi sehingga
4. Anjurkan klien untuk aliran darah lancar
tidak menggunakan 3. Dengan perawatan yang
penyangga yang terlalu benar dan konsisten
ketat dapat mengurangi nyeri
5. Kolaborasi dalam 4. Penyangga yang ketat
pemberian analgesik dan dapat meimbulkan nyeri

55
antibiotik 5. Antibiotik untuk
6. Kolaborasi dalam mencegah penyebaran
melakukan insiden infeksi secara berlebih
biopsy jika ada abses dan analgetik untuk
mengurangi nyeri
6. Mencegah komplikasi
seejak awal

1. Mencegah terjadinya
iritasi lanjut pada puting
2. Meminimalkan luka
1. Anjurkan ibu untuk pada puting susu ibu
Ketidakefektifan mengoleskan baby oil 3. Dengan perawatan yang
pemberian ASI b.d pada puting sebelum dan tepat , dapat mengatasi
terhentinya sesudah menyusui masalah menyusui
menyusui sekunder 2. Ajarkan cara menyusui 4. Untuk mencegah
akibat ibu yang yang tepat agar tidak terjadinya iritasi lanjut
sakit , bayi tidak terjadi luka pada puting pada puting
mau menyusu 3. Lakukan perawatan
payudara dan anjurkan
ibu untuk melakukan
perawatan payudara
secara tepat
4. Anjurkan ibu menyusui
dengan menggunakan
puting susu secara
perlahan-lahan

56

Anda mungkin juga menyukai