PENDAHULUAN
Latar Belakang
Proporsi orang yang terinfeksi HIV, tetapi tidak mendapat pengobatan anti HIV
dan akhirnya akan berkembang menjadi AIDS diperkirakan mencapai lebih dari
90%. Karena tidak adanya pengobatan anti HIV yang efektif, Case Fatality Rate
dari AIDS menjadi sangat tinggi, kebanyakan penderita di negara berkembang
(80-90%) mati dalam 3 sampai 5 tahun sesudah di diagnosa terkena AIDS
(Kunoloji,2012).
Perawat memiliki tugas memenuhi kebutuhan dan membuat status kesehatan
ODHA meningkat melalui asuhan keperawatan. Asuhan keperawatan
merupakan suatu tindakan atau proses dalam praktik keperawatan yang
diberikan secara langsung kepada pasien untuk memenuhi kebutuhan objektif
pasien, sehingga dapat mengatasi masalah yang sedang dihadapinya.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti telah melakukan penelitian tentang
asuhan keperawatan pada pasien dengan HIV AIDS di IRNA Non Bedah
Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah penelitian adalah bagaimana
asuhan keperawatan pada pasien dengan HIV AIDS di IRNA Non Bedah
Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017 ?
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian adalah mendeskripsikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan HIV AIDS di IRNA Non Bedah Penyakit Dalam RSUP Dr.
M. Djamil Padang tahun 2017
Tujuan Khusus
Mendeskripsikan hasil pengkajian keperawatan pada pasien dengan HIV
AIDS di IRNA Non Bedah Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang
tahun 2017
Mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada pasien dengan HIV
AIDS di IRNA Non Bedah Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang
tahun 2017
Mendeskripsikan rencana keperawatan atau intervensi pada pasien dengan
HIV AIDS di IRNA Non Bedah Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil
Padang tahun 2017
Mendeskripsikan tindakan keperawatan atau implementasi pada pasien
dengan HIV AIDS di IRNA Non Bedah Penyakit Dalam RSUP Dr. M.
Djamil Padang tahun 2017
Mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada pasien dengan HIV AIDS di
IRNA Non Bedah Penyakit Dalam,RSUP Dr.M. Djamil Padang tahun
2017
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Kasus Surveilans untuk infeksi HIV dari CDC menurut Sylvia dan
Lorraine (2012) yaitu: Kriteria yang direvisi pada tahun 2000 untuk pelaporan
tingkat nasional, mengombinasikan infeksi HIV dan AIDS dalam satu definisi
kasus. Pada orang dewasa , remaja, atau anak berusia 18 bulan atau lebih,
definisi kasus surveilans infeksi HIV dipenuhi apabila salah satu kriteria
laboratorium positif atau dijumpai bukti klinis yang secara spesifik
menunjukkan infeksi HIV dan penyakit HIV berat (AIDS).
Penyebab
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) disebabkan oleh Human
Immunodeficiency Virus (HIV), suatu retrovirus pada manusia yang termasuk
dalam keluarga lentivirus (termasuk pula virus imunodefisinsi pada kucing,
virus imunodefisiensi pada kera, visna virus pada domba, dan virus anemia
infeksiosa pada kuda). Dua bentuk HIV yang berbeda secara genetik, tetapi
berhubungan secara antigen, yaitu HIV-1 dan HIV-2 yang telah berhasil
diisolasi dari penderita AIDS. Sebagian besar retrovirus, viron HIV-1
berbentuk sferis dan mengandung inti berbentuk kerucut yang padat elektron
dan dikelilingi oleh selubung lipid yang berasal dari membran se penjamu. Inti
virus tersebut mengandung kapsid utama protein p24, nukleokapsid protein p7
atau p9, dua sirina RNA genom, dan ketiga enzim virus (protease, reserve
trancriptase, dan integrase). Selain ketiga gen retrovirus yang baku ini, HIV
mengandung beberapa gen lain (diberi nama dengan tiga huruf, misalnya tat,
rev, vif, nef, vpr dan vpu) yang mengatur sintetis serta perakitan partikel virus
yang infeksius. (Robbins dkk, 2011)
Menurut Nursalam dan Kurniawati (2011) virus HIV menular melalui enam
cara penularan, yaitu :
Hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS
Hubungan sesual secara vaginal, anal dan oral dengan penderita HIV tanpa
perlindungan bisa menularkan HIV. Selama hubungan seksual
berlangsusng, air mani, cairan vagina, dan darah yang dapat mengenai
selaput lendir, penis, dubur, atau muluh sehingga HIV yang tedapa dalam
cairan tersebut masuk ke aliran darah (PELEKSI,1995 dalam
Nursalam,2007 ). Selama berhubungan juga bisa terjadi lesi mikro pada
dinding vagina, dubur dan mulut yang bisa menjadi jalan HIV untuk masuk
ke aliran darah pasangan seksual
HIV tidak menular melalui peralatan makan, pakaian, handuk, sapu tangan,
hidup serumah dengan penderita HIV/AIDS, gigitan nyamuk, dan hubungan
sosial yang lain.
3. Patofisiologi
Fase kronis, pada tahap menengah, menunjukkan tahap penahanan relatif virus.
Pada fase ini, sebagian besar sistem imun masih utuh, tetapi replikasi virus
berlanjut hingga beberapa tahun. Pada pasien tidak menunjukkan gejala
ataupun menderita limfadenopati persisten, dan banyak penderita yang mengalami
infeksi oportunistik “ringan” seperti ariawan (Candida) atau harpes
zoster selama fase ini replikasi virus dalam jaringan limfoid terus berlanjut.
Pergantian virus yang meluas akan disertai dengan kehilangan sel CD4+ yang
berlanjut. Namun, karena kemampuan regenerasi sistem imun besar, sel CD4+
akan tergantikan dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu penurunan sel
CD4+ dalam darah perifer hanyalah hal yang sederhana. Setelah melewati
periode yang panjang dan beragam, pertahanan penjamu mulai berkurang,
jumlah sel CD4+ mulai menurun, dan jumlah sel CD4+ hidup yang terinfeksi
oleh HIV semakin meningkat. Limfadenopati persisten yang disertai dengan
kemunculan gejala konstitusional yang bermakna (demam, ruam, mudah lelah)
mencerminkan onset adanya dekompensasi sistem imun, peningkatan replikasi
virus, dan onset fase “krisis”.
Gambaran klinik PCP pada pasien AIDS umumnya tidak begitu akut bila
dibandingkan dengan pasien gangguan kekebalan karena keadaan lain.
Periode waktu antara awitan gejala dan penegakan diagnosis yang benar
bisa beberapa minggu hingga beberapa bulan. Penderita AIDS pada
mulanya hanya memperlihatkan tanda-tanda dan gejala yang tidak khas
seperti demam, menggigil, batuk non produktif, nafas pendek, dispnea dan
kadang-kadang nyeri dada. Konsentrasi oksigen dalam darah arterial pada
pasien yang bernafas dengan udara ruangan dapat mengalami penurunan
yang ringan; keadaan ini menunjukkan keadaan hipoksemia minimal. Bila
tidak diatasi, PCP akan berlanjut dengan menimbulkan kelainan paru yang
signifikan dan pada akhirnya, kegagalan pernafasan.
Gastrointerstinal
Manifestasi gastrointerstinal penyakit AIDS mencangkup hilagnya selera
makan, mual, vomitus, kondisiasis oral, serta esofagus, dan diare kronis.
Bagi pasien AIDS, diare dapat membawa akibat yang serius sehubungan
dengan terjadinya penurunan berat badan yang nyata (lebih dari 10% berat
badan), gangguan keseimbnagan cairan dan elektrolit, ekskoriasis kulit
perianal, kelemahan dan ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan
yang biasa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Kanker
Sarkoma Kaposi yaitu kelainan malignasi yang berkaitan dengan HIV yang
paling sering ditemukan merupakan penyakit yang melibatkan lapisan
endotel pembuluh darah dan limfe.Kaposi yang berhubungan dengan AIDS
memperlihatkan penyakit yang lebih agresif dan beragam yang berkisar
mulai dari lesi kutaneus setempat hingga kelainan yang menyebar dan
mengenai lebih dari satu sistem organ. Lesi Kutaneus yang dapat timbul
pada setiap bagian tubuh biasanya bewarna merah mudah kecoklatan
hingga ungu gelap. Lesi dapat datar atau menonjol dan dikelilingi oleh
ekimosis (bercak-bercak perdarahan) serta edema.
Lokasi dan ukuran beberapa lesi dapat menimbulkan statis aliran vena,
limfadema serta rasa nyeri. Lesi ulserasi akan merusak integritas kulit dan
meninggalkan ketidaknyamanan pasien serta kerentanannya terhadap
infeksi.
Neurologik
Ensefalopati HIV disebut juga sebagai kompleks demensia AIDS. Hiv
ditemukan dengan jumlah yang besar dalam otak maupun cairan
serebrospinal pasien-pasien ADC (AIDS dementia complex). Sel-sel otak
yang terinfeksi HIV didominasi olehsel-sel CD4 + yang berasal dari
monosit/magrofag. Infeksi HIV diyakini akan memicu toksin atau limfokin
yang mengakibatkan disfungsi seluler atau yang mengganggu atau yang
mengganggu fungsi neurotransmiter ketimbang menyebabkan kerusakan
seluler. Keadaan ini berupa sindrom klinis yang ditandai oleh penurunan
progresif pada fungsi kognitif, prilaku dan motorik. Tanda tanda dan
gejalanya yang samar-samar serta sulit dibedakan dan kelelahan, depresi
atau efek terapi yang merugikan terhadap infeksi dan malignansi.
Struktur integrumen
Manifestasi kulit menyertai infeksi HIV dan infeksi oportunistik serta
malignansi yang mendampinginya, Infeksi oportunistik seperti harpes
zoster dan harpes simpleks akan disertai dengan pembentukan vesikel yang
nyeri yang merusak integritas kulit. Moloskum kontagiosum merupakan
infeksi virus yang ditandai oleh pembentukan plak yang disertai
deformitas. Dermatitis seboreika akan disertai ruam yang difus, bersisik
dengan indurasi yang mengenai kulit kepala serta wajah. Penderita AIDS
juga dapat memperlihatkan folokulasi menyeluruh yang disertai dengan
kulit yang kering dan mengelupas atau dengan dermatitis atropik seperti
ekzema atau psoriasis. Hingga 60% enderita yang diobati dengan
trimetroprimsulfametoksazol (TMP/SMZ) untuk mengatasi pneumonia
pneumocytis carinii akan mengalami ruam yang berkaitan dengan obat dan
berua preuritus yang disertai pembentukan papula serta makula bewarna
merah muda. Terlepas dari penyebab ruam ini pasien akan mengalami
ganggua rasa nyaman dan menghadapi peningkatan resiko untuk menderita
infeksi tambahan, akibat rusaknya keutuhan kulit.
Penatalaksanaan
Menurut Burnnner dan Suddarth (2013) Upaya penanganan medis meliputi
beberapa cara pendekatan yang mencangkup penanganan infeksi yang
berhubungan dengan HIV serta malignansi, penghentian replikasi virus HIV
lewar preparat antivirus, dan penguatan serta pemulihan sistem imun melalui
pengguanaan preparat immunomodulator. Perawatan suportif merupakan
tindakan yang penting karena efek infeksi HIV dan penyakit AIDS yang
sangat menurunkan keadaan umum pasien; efek tersebut mencangkup
malnutrisi, kerusakan kulit, kelemahan dan imobilisasi dan perubahan status
mental. Penatalaksanaan HIV AIDS sebegai berikut :
Obat-obat untuk infeksi yang berhubungan dengan HIV infeksi
Infeksi umum trimetroprime-sulfametokazol, yang disebut pula TMP-SMZ
(Bactrim,septra), merupakan preparat antibakteri untuk mengatasi berbagai
mikroorganisme yang menyebabkan infeksi. Pemberian secara IV kepada
pasien-pasien dengan fungsi gastrointerstinal yang normal tidak
memberikan keuntungan apapun. Penderita AIDS yang diobati dengan
TMP-SMZ dapat mengalami efekyang merugikan dengan insiden tinggi
yang tidak lazim terjadi, seperti demam, ruam, leukopenia,
trombositopenia dengan ganggua fungsi renal.
Pentamidin, suatu obat anti protozoa, digunakan sebagai preparat alternatif
untuk melawan PCP. Jika terjadi efek yang merugikan atau jika pasien
tidak memperlihatkan perbaikan klinis ketika diobati dengan TMP-SMZ,
petugas kesehatan dapat merekomendasikan pentamidin.
Kompleks Mycobacterium avium, terapi kompleks Mycobacterium avium
complex (MAC) masih belum ditentukan dengan jelas dan meliputi
penggunaan lebih dari satu macam obat selam periode waktu yang lama.
Penanganan keganasan
Penatalaksanaan sarkoma Kaposi biasanya sulit karena sangat beragamnya
gejala dan sistem organ yang terkena.Tujuan terapinya adalah untuk
mengurangi gejala dengan memperkecil ukuranlesi pada kulit, mengurangi
gangguan rasa nyaman yang berkaitan dengan edema serta ulserasi, dan
mengendalikan gejala yang berhubungan dengan lesi mukosa serta organ
viseral. Hinngga saat ini, kemoterapi yang paling efektif tampaknya berupa
ABV (Adriamisin, Bleomisin, dan Vinkristin).
Terapi Antiretrovirus
Saat ini terdapat empat preparat antiretrovirus yang sudah disetujui oleh FDA
untuk pengobatan HIV, keempat preparat tersebut adalah; Zidovudin,
Dideoksinosin , dideoksisitidin dan Stavudin. Semua obat ini menghambat kerja
enzim reserve transcriptase virus dan mencegah virus reproduksi virus HIV
dengan cara meniru salah satu substansi molekuler yang digunakan
virus tersebut untuk membangun DNA bagi partikel-partikel virus baru.
Dengan mengubah komponen struktural rantai DNA, produksi virus yang
baru akan dihambat.
Inhibitor Protase
Inhibitor protase merupakan obat yang menghambat kerja enzim protase,
yaitu enzim yang dibutuhkan untuk replikasi virus HIV dan produksi virion
yang menular. Inhibisi protase HIV-1 akan menghasilkan partikel virus
noninfeksius dengan penurunan aktivitas enzim reserve transcriptase.
Perawatan pendukung
Paien yang menjadi lemah dan memiliki keadaan umum yang menurun
sebagai akibat dari sakit kronik yang berkaitan dengan HIV memerlukan
banyak macam perawatan suportif. Dukungan nutrisi mungkin merupakan
tindakan sederhana seperti membantu pasien dalam mendapatkan atau
mempersiapkan makanannya. Untuk pasien dengan gangguan nutrisi yang
lanjut karena penurunan asupan makanan, sindrome perlisutan atau
malabsobsi saluran cerna yang berkaitan dengan diare, mungkin diperlukan
dalam pemberian makan lewat pembuluh darah seperti nutrisi parenteral
total. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang terjadiakibat mual,
Vomitus dan diare hebat kerapkali memerlukan terapi pengganti yang
berupa infus cairan serta elektrolit. Lesi pada kulit yang berkaitan dengan
sarkoma kaposi, ekskoriasi kulit perianal dan imobilisasi ditangani dengan
perawatan kulit yang seksama dan rajin; perawatan ini mencangkup
tindakan membalikkan tubuh pasien secara teratur, membersihkan dan
mengoleskan salep obat serta menutup lesi dengan kasa steril.
Gejala paru seperti dispnea dan napas pendek mungkin berhubungan dengan
infeksi, sarkoma kaporsi serta keadaan mudah letih. Pasien-pasien ini
mungkin memerlukan terapi oksigen, pelatihan relaksasi dan teknik
menghemat tenaga. Pasien dengan ganggguan fungsi pernafasan yang berat
pernafasan yang berat dapat membutuhkan tindakan ventilasi mekanis. Rasa
nyeri yang menyertai lesi kulit, kram perut, neuropati perifer atau sarkoma
kaposi dapat diatasi dengan preparat analgetik yang diberikan secara teratur
selama 24 jam. Teknik relaksasi dan guded imagery (terapi psikologi
dengan cara imajinasi yang terarah) dapat membantu mengurangi rasa nyeri
dan kecemasan pada sebagian pasien.
Terapi nutrisi
Menurut Nursalam (2011) nutrisi yang sehat dan seimbang diperlukan
pasien HIV AIDS untuk mempertahankan kekuatan, meningkatkan fungsi
sistem imun, meningkatkan kemampuan tubuh, utuk memerangi infeksi, dan
menjaga orang yang hidup dengan infeksi HIV AIDS tetap aktif dan
produktif. Defisiensi vitamin dan mineral bisa dijumpai pada orang dengan
HIV, dan defisiensi sudah terjadi sejak stadium dini walaupun pada ODHA
mengonsumsi makanan dengan gizi berimbang. Defisiensi terjadi karena
HIV menyebabkan hilangnya nafsu makan dan gangguan absorbsi szat gizi.
Untuk mengatasi masalah nutrisi pada pasien HIV AIDS, mereka harus
diberikan makanan tinggi kalori, tinggi protein, kaya vitamin dan mineral
serta cukup air.
Voluntary Conseling Testing atau VCT adalah suatu pembinaan dua arah
atau dialog yang berlangsung tak terputus antara konselor dan kliennya
dengantujuan untuk mencegah penurlaran HIV, memberikan dukungan
moral, informasi, serta dukungan lainnya kepada ODHA, keluarga, dan
lingkungannya (Nursalam, 2011).
Keluhan utama
Dapat ditemukan pada pasien AIDS dengan manifestasi respiratori ditemui
keluhan utama sesak nafas. Keluhan utama lainnya ditemui pada pasien
HIV AIDS yaitu, demam yang berkepanjangan (lebih dari 3 bulan), diare
kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus menerus, penurunan
berat badan lebih dari 10%, batuk kronis lebih dari 1 bulan, infeksi pada
mulut dan tenggorokan disebabkan oleh jamur Candida Albicans,
pembengkakan kelenjer getah bening diseluruh tubuh, munculnya Harpes
zoster berulang dan bercak-bercak gatal diseluruh tubuh.
Riwayat kesehatan sekarang
Dapat ditemukan keluhan yang biasanya disampaikan pasien HIV AIDS
adalah : pasien akan mengeluhkan napas sesak (dispnea) bagi pasien yang
memiliki manifestasi respiratori, batuk-batuk, nyeri dada dan demam,
pasien akan mengeluhkan mual, dan diare serta penurunan berat badan
drastis.
Pola Eliminasi
Biasanya pasien mengalami diare, fases encer, disertai mucus berdarah.
Perencanaan Keperawatan
Perencanaa keperawatan atau intervensi yang di temukan pada pasien dengan
HIV AIDS sebagai berikut.
Tabel 2.1
Diagnosa dan Intervensi Pada Pasien dengan HIV AIDS
No Diagnosa Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan
Monitor Pernafasan
dan atau
yang tidak
Definisi : Inspirasi
ekspirasi memberi ventilasi
adekuat
terganggu dengan sebagimana semestinya
kriteria hasil : Buang secret dengan
memotivasi klien untuk
Faktor Resiko :
Frekuensi pernafasan melakukan batuk atau
Perubahan Tidak ada deviasi menyedot lendir
kedalamam dari kisaran normal Motivasi pasien untuk bernafas
pernafasan Irama pernafasan Tidak pelan, dalam, berputar dan
Bradipneu ada deviasi dari batuk.
Dipsnea kisaran normal Auskutasi suara nafas, catat area
Pernafasan Suara Auskultasi nafas yang ventilasinya menurun atau
cuping hidung Tidak ada deviasi tidak ada dan adanya suara
Takipnea dari kisaran nafas tambahan
normal Kelola nebulizer ultrasonik,
Saturasi oksigen Tidak sebgaimana mestinya
Faktor yang ada deviasi dari Posisikan untuk meringankan
berhubungan : kisaran normal sesak nafas
Tidak ada retraksi Monito status pernafasan dan
Kerusakan dinding dada oksigen, sebagaimana mestinya
Neurologis Tidak ada suara
Imunitas nafas tambahan
Neurologis Tidak ada pernafasan Pemberian Obat :
cuping hidung
Pertahankan aturan dan
prosedur yang sesuai dengan
keakuratan dan keamanan
pemberian obat-obatan
Ikuti prosedur limabenar dalam
pemberian obat
Beritahu klien mengenai jenis
obat, alasan pemberian obat,
hasil yang diharapkan, dan efek
lanjutan yang akan terjadi
sebelum pemberian obat.
Bantu klien dalam pemberian
obat
Terapi Oksigen :
Monitor Pernafasan :
1) Monitor kecepatan, irama,
kedalaman dan kesulitan
bernafas
2) Catat pergerakan dada, catat
ketidaksimetrisan, penggunaan
otot-otot bantu nafas
3) Palpasi kesimetrisan ekstensi
paru
4) Auskultasi suara nafas, catat
area dimana terjadinya
penurunan atau tidak adanya
ventilasi dan keberadaan suara
nafas tambahan
5) Auskultasi suara nafas setelah
tindakan untuk dicatat
6) Monitor sekresi pernafasan
pasien
7) Berikan bantuan terapi nafas
jika diperlukan (misalnya
nebulizer)
Monitor tanda-tanda vital :
Bising usus
hari hiperaktif Situasional :
Penyalahguna an
alkohol diharapkan tidak Identivikasi faktor yang bisa
terjadi keparahan menyebabkan diare (misalnya
infeksi dengan kriteria medikasi, bakteri, dan
Fisiologis pemberian makan lewat selang)
hasil :
Amati turgor kulit secara
1) Proses Infeksi berkala
Malaise tidak ada
Monitor kulit perineum
Nyeri tidak ada
terhadap adanya iritasi dan
Depresi jumlah sel
ulserasi
darh putih
Konsultasikan dengan dokter
jika tanda dan gejala diare
menetap
Pemasangan Infus
akibat
jaringan yang
yang muncul
kerusakan aktual atau
potensial atau di
menggunakan lebih dari satu diberikan
gambarkan dalam tindakan
pengurangan (nyeri) Menajemen nyeri :
hal kerusakan
tanpa analgesik
sedemikian rupa Secara konsisten Lakukan pengkajian nyeri
menunjukkan komprehensif yang meliputi
(International lokasi, karakteristik,
Menggunakan
Association for the analgesik yang onset/durasi, frekuensi,
direkomendasikan kualitas, intensitas atau
Study of Paint); beratnya nyeri dan faktor
Melaporkan nyeri
awitan yang tiba – terkontrol pencetus
Observasi adanya petunjuk
tiba atau lambat Setelah dilakukan nonverbal mengenai
dari intensitas tindakan ketidaknyamanan
Gunakan strategi komunikasi
ringan hingga keperawatan tingkat
terapeutik untuk mengetahui
nyeri dapat diatasi: pengalaman nyeri dan
berat dengan akhir
sampaikan penerimaan pasien
yang dapat di Nyeri yang dilaporkan terhadap nyeri
tidak ada
antisipasi atau Kaji bersama pasien faktor-faktor
Mengerang dan
yang dapat menurunkan atau
diprediksi dan meringis tidak ada
memberatkan nyeri
Menyeringit tidak Ajarkan penggunaan teknik non
berlangsung <6 ada farmakologilan nyeri
bulan Ketegangan otot Evaluasi keefektifan dari
tidak ada tindakan pengontrolan
Tanda –tanda vital
Mendukung istirahat tidur
Batasan tidak mengalami
Memberikan informasi terkait
devisiasi
Karakteristik : dengan diagnosa dan
keperawatan
Perubahan selera Mendorong keluarga menemani
makan pasien
Perubahan tekanan Kaji tanda verbal dan non verbal
darah dari ketidak nyamanan
Perubahan
frekuensi Monitor tanda tanda vital :
jantung
Perubahan Monitor tekanan darah, nadi,
frekuensi suhu, dan status pernafasan
pernafasan dengan tepat
Laporan
isyarat
Diaforesis
Perilaku
ditraksi (mis;
berjalan
mondar
mandir,
mencari orang
lain dan/ atau
aktifitas lain,
aktivitas yang
berulang)
Mengekpresik an
prilaku (misal
gelisah
merengek,
menangis,
waspada,
iritabilitas,
mendesah)
Masker wajah
(mis; mata
kurang
bercahaya,
tampak kacau,
gerakan mata
berpancar atau
tetap pada
satu fokus,
meringis)
Sikap
melindungi
area nyeri
Gangguan presepsi
nyeri,
hambatan
proses berfikir,
penurunan
interaksi
dengan orang
dan
lingkungan)
Indikasi nyeri
yang dapat
diamati
Perubahan posisi
untuk
menghindari
nyeri
Sikap tubuh
melindungi
Dilatasi pupil
Melaporkan
nyeri secara
verbal
Fokus pada diri
sendiri
Gangguan tidur
Faktor yang
berhubungan :
Perubahan
pigmentasi
Perubahan
turgor kulit
Faaktor
perkembangan
Kondisi ketidak
seimbangan
nutrisi
( obesitas,
emasiasi/
kurus
kerempeng)
Gangguan
sirkulasi
Gangguan
kondisi
metabolik
Faktro
imunologi
Medikasi
Faktor
psikogenik
Tonjolan
tulang
8. Harga diri rendah Setelah dilakukan Peningkatan citra tubuh
situasional tindakan keperawatan 1) Tentukan harapan citra diri
diharapkan terjadi pasien didasarkan pada tahap
peningkatan harga diri perkembangan
Definisi : dengan kriteria hasil : 2) Tentukan perubahan fisik saat
perkembangan ini apakah berkontribusi pada
1) Verbalisasi cita diri pasien
presepsi negatif penerimaan diri 3) Bantu pasien untuk
tentang harga diri 2) Penerimaan mendiskusikan perubahan -
terhadap perubahan (bagian tubuh)
sebagai respon keterbatasan diri disebabkan adanya penyakit
terhadap situasi 3) Mempertahankan dengan cara yang tepat
posisi tegak 4) Monitor frekuensi dari
saat ini (sebutkan) 4) Mempertahankan pernyataan mengkritisi diri
kontak mata 5) Monitor pernyataan yang
5) Komunikasi mengidentifikasi citra tubuh
Batasan terbuka mengenai ukuran dan berat
Karakteristik : badan
1) Evaluasi diri
peristiwa
bahwa individu Evaluasi diri
tidak mampu bahwa
menghadapi individu
tidak mampu
menghadapi Peningkatan koping :
situasi
Perilaku Gunakan pendekatan yang
bimbang tenang dan memberikan
Perilaku tidak jaminan
asertif Berikan suasana penerimaan
Secara verbal Sediakan informasi aktual
melaporkan mengenai diagnosis,
tentang penanganan dan prognosis
situasional saat
ini terhadap Peningkatan harga diri :
harga diri
Ekspresi Monitor penerimaan pasien
ketidakberdaya mengenai harga diri
an Jangan mengkritisi pasien
Ekspresi secara negatif
ketidak
bergunaan
Verbalisasi
meniadakan
diri
Faktor
Berhubungan :
Perilaku tidak
selaras
dengan nilai
Perubahan
perkembangan
Gangguan citra
tubuh
Kegagalan
Gangguan
fungsional
Kurang
penghargaan
Kehilangan
penghargaan
Kehilangan
Penilakan
Perubahan
peran sosial
9. Ansietas Setelah dilakukan Bimbingan antisipatif :
tindakan keperawatan 1) Bantu klien mengidentifikasi
karakteristik :
Prilaku
Penurunan
produktivita
Gerakan
irelevan
Gelisah
Melihat
sepintas
Insomnia
Kontak mata
yang buruk
Mengekspresi kan
kekhawatiran
karena
peruahan
dalam
peristiwa
hidup
Agitasi
Mengintai
Tampak
waspada
Afektif
Gelisah
Kesedihan
yang
mendalam
Distres
Ketakutan
Perasaan tidak
adekuat
Berfokus pada diri
sendiri
Peningkatan
kewaspadaan
Iritabilitas
Gugup
Senang
berlebihan
Rasa nyeri
yang
meningkat
ketidak
berdayaan
Peningkatan rasa
ketidak
berdayaan
yang persisten
Bingung
Menyesal
Ragu/ tidak
percaya diri
Khawatir
Fisiologis
Wajah tegang
Tremor tangan
Peningkatan
keringat
Gemetar
Tremor
Suar