Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immunodeficiency


Syndrome (AIDS) merupakan salah satu penyakit mematikan di dunia yang
menjadi wabah internasional sejak pertama kehadirannya (Arriza, Dewi, Dkk,
2011). Penyakit ini merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi
virus Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang menyerang sistem kekebalan
tubuh (Kemenkes, 2015).

Penyakit HIV dan AIDS menyebabkan penderita mengalami penurunan


ketahanan tubuh sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam
penyakit lain (Kemenkes, 2015). Meskipun telah ada kemajuan dalam
pengobatannya, namun infeksi HIV dan AIDS masih merupan masalah
kesehatan yang penting di dunia ini (Smeltzer dan Bare, 2015).

Penyakit AIDS diartikan sebagai sekumpulan gejala yang menunjukkan


kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh faktor luar
dan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan
dalam respon imun dan tanpa gejala yang nyata, hingga keadaan imunosupresi
yang berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat membawa kematian
(Padila,2012).

Proporsi orang yang terinfeksi HIV, tetapi tidak mendapat pengobatan anti HIV
dan akhirnya akan berkembang menjadi AIDS diperkirakan mencapai lebih dari
90%. Karena tidak adanya pengobatan anti HIV yang efektif, Case Fatality Rate
dari AIDS menjadi sangat tinggi, kebanyakan penderita di negara berkembang
(80-90%) mati dalam 3 sampai 5 tahun sesudah di diagnosa terkena AIDS
(Kunoloji,2012).
Perawat memiliki tugas memenuhi kebutuhan dan membuat status kesehatan
ODHA meningkat melalui asuhan keperawatan. Asuhan keperawatan
merupakan suatu tindakan atau proses dalam praktik keperawatan yang
diberikan secara langsung kepada pasien untuk memenuhi kebutuhan objektif
pasien, sehingga dapat mengatasi masalah yang sedang dihadapinya.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti telah melakukan penelitian tentang
asuhan keperawatan pada pasien dengan HIV AIDS di IRNA Non Bedah
Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah penelitian adalah bagaimana
asuhan keperawatan pada pasien dengan HIV AIDS di IRNA Non Bedah
Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017 ?

Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian adalah mendeskripsikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan HIV AIDS di IRNA Non Bedah Penyakit Dalam RSUP Dr.
M. Djamil Padang tahun 2017
Tujuan Khusus
Mendeskripsikan hasil pengkajian keperawatan pada pasien dengan HIV
AIDS di IRNA Non Bedah Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang
tahun 2017
Mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada pasien dengan HIV
AIDS di IRNA Non Bedah Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang
tahun 2017
Mendeskripsikan rencana keperawatan atau intervensi pada pasien dengan
HIV AIDS di IRNA Non Bedah Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil
Padang tahun 2017
Mendeskripsikan tindakan keperawatan atau implementasi pada pasien
dengan HIV AIDS di IRNA Non Bedah Penyakit Dalam RSUP Dr. M.
Djamil Padang tahun 2017
Mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada pasien dengan HIV AIDS di
IRNA Non Bedah Penyakit Dalam,RSUP Dr.M. Djamil Padang tahun
2017
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

KONSEP HIV AIDS


Pengertian
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit
kekurangan sistem imun yang disebabkan oleh retrovirus HIV tipe 1 atau HIV
tipe 2 (Copstead dan Banasik, 2012). Infeksi HIV adalah infeksi virus yang
secara progresif menghancurkan sel-sel darah putih infeksi oleh HIV biasanya
berakibat pada kerusakan sistem kekebalan tubuh secara progresif,
menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik dan kanker tertentu (terutama
pada orang dewasa) (Bararah dan Jauhar. 2013). Acquired Immune Deficiency
Syndrome (AIDS) adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang
merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV (Sylvia & Lorraine, 2012).

Definisi Kasus Surveilans untuk infeksi HIV dari CDC menurut Sylvia dan
Lorraine (2012) yaitu: Kriteria yang direvisi pada tahun 2000 untuk pelaporan
tingkat nasional, mengombinasikan infeksi HIV dan AIDS dalam satu definisi
kasus. Pada orang dewasa , remaja, atau anak berusia 18 bulan atau lebih,
definisi kasus surveilans infeksi HIV dipenuhi apabila salah satu kriteria
laboratorium positif atau dijumpai bukti klinis yang secara spesifik
menunjukkan infeksi HIV dan penyakit HIV berat (AIDS).

Bukti laboratorium untuk infeksi HIV mencangkup reaksi positif berulang


terhadap uji-uji penapisan antibodi yang dikonfirmasi dengan uji suplementer
(misal,ELISA, dikonfirmasi dengan uji Western blot) atau hasil positif atau
laporan terdeteksinya salah satu uji nonantibodi atau virologi HIV: uji antigen
p24 HIV dengan pemeriksaan netralisis, biakan virus HIV, deteksi asam
nukleat (RNA atau DNA) HIV (misalnya, reaksi berantai polimerase atau RNA
HIV-1 plasma, yang berinteraksi akibat terpajan pada masa perinatal).
Kriteria klinis mencangkup suatu diagnosa infeksi HIV yang didasarkan pada
daftar kriteria laboratorium yang tercatat dalam rekam medis oleh dokter atau
penyakit-penyakit yang memenuhi kriteria yang tercakup dalam definisi kasus
untuk AIDS. Kriteria untuk definisi kasus AIDS adalah :
Semua pasien yang terinfeksi oleh HIV dengan :
Hitungan sel T CD4+ <200/μI atau
Hitungan sel T CD4+ <14% sel T total, tanpa memandang kategori klinis,
simtomatik atau asimtomatik
Adanya infeksi-infeksi oportunistik terkait HIV, seperti :
Kondidiasis bronkus, trakea, atau paru
Kondidiasis esofagus
Kanker serviks, invasif
Koksidioidomikosis, diseminata atau ekstraparu
Kriptokokus, ekstraparu
Kriptosporidiosis, usus kronik (lama sakit lebih dari 1 bulan)
Penyakit sitomegalovirus (selain di hati,limpa, atau kelenjer getah bening)
Retnitis sitomegalovirus (disertai hilangnya penglihatan)\
Ensafalopati, terkait HIV
Harpes simpleks; ulkus (-ulkus kronik lebijh dari 1 bulan; atau bronkitis,
pneumonitis, esofagitis
Histoplasmosis, diseminata atau ekstraparu
Isosporiasis, usus kronik (lama sakit lebih dari 1 bulan)
Sarkoma Kaposi (SK)
Limfoma, Burkitt (atau ekivalen)
Limfoma, imunoblastik (atau yang ekivalen)
Limfoma, primer, otak
Mycobacterium avium complex atau Mycobacterium kansasi, diseminata
atau ektra paru
Mycobacterium tuberkulosis, semua tempat, paru-paru atau ekstraparu
Mycobacterium, spesies lain atau spesies yang belum teridentifikasi,
diseminata atau ekstraparu
Pneumonia Pneumicytis carinii (PPC)
Pneumonia, rekuren
Leukoensefalopati multifokus progresif
Septikemia salmonela, rekuren
Toksoplasmosis otak
Sindrom pengurusan yang disebabkan oleh HIV

Penyebab
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) disebabkan oleh Human
Immunodeficiency Virus (HIV), suatu retrovirus pada manusia yang termasuk
dalam keluarga lentivirus (termasuk pula virus imunodefisinsi pada kucing,
virus imunodefisiensi pada kera, visna virus pada domba, dan virus anemia
infeksiosa pada kuda). Dua bentuk HIV yang berbeda secara genetik, tetapi
berhubungan secara antigen, yaitu HIV-1 dan HIV-2 yang telah berhasil
diisolasi dari penderita AIDS. Sebagian besar retrovirus, viron HIV-1
berbentuk sferis dan mengandung inti berbentuk kerucut yang padat elektron
dan dikelilingi oleh selubung lipid yang berasal dari membran se penjamu. Inti
virus tersebut mengandung kapsid utama protein p24, nukleokapsid protein p7
atau p9, dua sirina RNA genom, dan ketiga enzim virus (protease, reserve
trancriptase, dan integrase). Selain ketiga gen retrovirus yang baku ini, HIV
mengandung beberapa gen lain (diberi nama dengan tiga huruf, misalnya tat,
rev, vif, nef, vpr dan vpu) yang mengatur sintetis serta perakitan partikel virus
yang infeksius. (Robbins dkk, 2011)

Menurut Nursalam dan Kurniawati (2011) virus HIV menular melalui enam
cara penularan, yaitu :
Hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS
Hubungan sesual secara vaginal, anal dan oral dengan penderita HIV tanpa
perlindungan bisa menularkan HIV. Selama hubungan seksual
berlangsusng, air mani, cairan vagina, dan darah yang dapat mengenai
selaput lendir, penis, dubur, atau muluh sehingga HIV yang tedapa dalam
cairan tersebut masuk ke aliran darah (PELEKSI,1995 dalam
Nursalam,2007 ). Selama berhubungan juga bisa terjadi lesi mikro pada
dinding vagina, dubur dan mulut yang bisa menjadi jalan HIV untuk masuk
ke aliran darah pasangan seksual

Ibu pada bayinya


Penularan HIV dari ibu bisa terjadi pada saat kehamilan (in utero).
Berdasarkan laporan CDC Amerika, prevalensi penularan HIV dari ibu ke
bayi adalah 0.01% sampai 7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada
gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20% sampai 35%,
sedangkan gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinan mencapai 50%
(PELKESI,1995 dalam Nursalam, 2007). Penularan juga terjadi selama
proses persalinan melalui tranfusi fetomaternal atau kontak antara kulit atau
membran mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan.
(Lili V, 2004 dalam Nursalam, 2007). Semakin lam proses melahirkan,
semakin besar resiko penularan. Oleh karena itu, lama persalinan bisa
dipersingkat dengan operasi sectio caesaria (HIS dan STB,2000 dalam
Nursalam, 2007). Transmisi lain terjadi selam periode post partum melaui
ASI. Resiko bayi tertular melalui ASI dai Ibu yang positif sekitar 10%

Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS


Sangat cepat menular HIV karena virus langsung masuk ke pembuluh
darah dan menyebar ke seluruh tubuh.

Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril


Alat pemeriksaan kandungan seperti spekulum, tenakulum, dan alat-alat
lain yang menyentuh darah, cairan vagina atau air mani yang terinveksi
HIV, dan langsung digunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi HIV,
dan langsung digunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi HIV bisa
menular HIV

Alat-alat untuk menoreh kulit


Alat tajam dan runcing seperti jarum, pisau, silet, menyunat seseorang,
membuat tato, memotong rambut, dan sebagainya bisa menularkan HIV
sebab alat tersebut mungkin dipakai tanpa disterilkan terlebih dahulu.

Menggunakan jarum suntik secara bergantian


Jarum suntik yang digunakan di fasilitas kesehatan, maupun yang digunakan
oleh para pengguna narkoba (Injecting Drug User-IDU) sangat berpotensi
menularkan HIV. Selain jarun suntik, pada para pemakai IDU secara bersama-
sama juga menggunakan tempat penyampur, pengaduk, dan gelas pengoplos
obat, sehingga berpotensi tinggi untuk menularkan HIV.

HIV tidak menular melalui peralatan makan, pakaian, handuk, sapu tangan,
hidup serumah dengan penderita HIV/AIDS, gigitan nyamuk, dan hubungan
sosial yang lain.

3. Patofisiologi

Gambar 2.1 Perjalanan infeksi HIV AIDS


Menurut Robbins, Dkk (2011) Perjalanan infeksi HIV paling baik dipahami
dengan menggunakan kaidah saling memengaruhi antara HIV dan sistem imun.
Ada tiga tahap yang dikenali yang mencerminkan dinamika interaksi antara
virus dan penjamu. (1) fase akut pada tahap awal; (2) fase kronis pada tahap
menengah; dan (3) fase krisis, pada tahap akhir.

Fase akut menggambarkan respon awal seseorang dewasa yang


imunokompeten terhadap infeksi HIV. Secara klinis, hal yang secara khas
merupakan penyakit yang sembuh sendiri yang terjadi pada 50% hingga 70%
dari orang deawasa selama 3-6 minggu setelah infeksi; fase ini ditandai dengan
gejala nonspesifik yaitu nyeri tenggorokan, mialgia, demam, ruam, dan
kadang-kadang meningitis aseptik. Fase ini juga ditandai dengan produksi
virus dalam jumlah yang besar, viremia dan persemaian yang luas pada
jaringan limfoid perifer, yang secara khas disertai dengan berkurangnya sel T
CD4+. Namum segera setelah hal itu terjadi, akan muncul respon imun yang
spesifik terhadap virus, yang dibuktikan melalui serokonversi (biasanya dalam
rentang waktu 3 hingga 17 minggu etelah pejanan) dan muali munculnya sel T
sitoksik CD8+ yang spesifik terhadap virus. Setelah viremia mereda, sel T
CD4+ kembali mendekati jumlah normal. Namun, berkurangnya virus dalam
plasma bukan merupakan penanda berakhirnya replikasi virus, yang akan terus
berlanjut di dalam makrofag dan sel T CD 4+ jaringan.

Fase kronis, pada tahap menengah, menunjukkan tahap penahanan relatif virus.
Pada fase ini, sebagian besar sistem imun masih utuh, tetapi replikasi virus
berlanjut hingga beberapa tahun. Pada pasien tidak menunjukkan gejala
ataupun menderita limfadenopati persisten, dan banyak penderita yang mengalami
infeksi oportunistik “ringan” seperti ariawan (Candida) atau harpes
zoster selama fase ini replikasi virus dalam jaringan limfoid terus berlanjut.
Pergantian virus yang meluas akan disertai dengan kehilangan sel CD4+ yang
berlanjut. Namun, karena kemampuan regenerasi sistem imun besar, sel CD4+
akan tergantikan dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu penurunan sel
CD4+ dalam darah perifer hanyalah hal yang sederhana. Setelah melewati
periode yang panjang dan beragam, pertahanan penjamu mulai berkurang,
jumlah sel CD4+ mulai menurun, dan jumlah sel CD4+ hidup yang terinfeksi
oleh HIV semakin meningkat. Limfadenopati persisten yang disertai dengan
kemunculan gejala konstitusional yang bermakna (demam, ruam, mudah lelah)
mencerminkan onset adanya dekompensasi sistem imun, peningkatan replikasi
virus, dan onset fase “krisis”.

Tahap terakhir, fase krisis, ditandai dengan kehancuran ppertahanan penjamu


yang sangat merugikan peningkatan viremia yang nyata, serta penyakit klinis.
Para pasien khasnya akan mengalami demam lebih dari 1 bulan, mudah lelah,
penurunan berat badan, dan diare. Jumlah sel CD4+ menurun dibawah 500
sel/μL. Setelah adanya interval yang berubah-ubah, para pasien mengalami
infeksi oportunistik yang serius, neoplasma sekunder, dan atau manifestasi
neurologis (disebut dengan kondisi yang menentukan AIDS), dan pasien yang
bersangkutan dikatakan telah menderita AIDS yang sesungguhnya. Bahkan
jika kondisi lazim yang menentukan AIDS tidak muncul, pedoman CDC yang
digunakan saat ini menentukan bahwa seseorang yang terinfeksi HIV dengan
jumlah sel CD4+ kurang atau sama dengan 200/μL sebagai pengidap AIDS.
Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis
Menurut Burnner dan Suddarth (2013) Manifestasi klinis penyakit AIDS
menyebar luas dan pada dasarnya dapat mengenai setiap sistem organ.
Penyakit yang berkaitan dengan infeksi HIV dan penyakit AIDS terjadi akibat
infeksi, malignasi dan atau efek langsung HIV pada jaringan tubuh,
pembahasan berikutini dibatasi pada manifestasi klinis dan akibat infeksi HIV
berat yang paling sering ditemukan.
Respiratori
Pneumonia Pneumocytis carini. Gejala nafas yang pendek, sesak nafas
(dispnea), batuk-batuk, nyeri dada dan demam akan menyertai berbagai
infeksi oportunistik seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium avium
intracellulare (MAI), sitomegalovirus (CMV) dan Legionella. Walaupun
begitu, infeksi yang paling sering ditemukan pada penderita AIDS adalah
Pneumonia Pneumocytis Carinii (PCP) yang merupakan penyakit
oportunistik pertama yang dideskripsikan berkaitan dengan AIDS.

Gambaran klinik PCP pada pasien AIDS umumnya tidak begitu akut bila
dibandingkan dengan pasien gangguan kekebalan karena keadaan lain.
Periode waktu antara awitan gejala dan penegakan diagnosis yang benar
bisa beberapa minggu hingga beberapa bulan. Penderita AIDS pada
mulanya hanya memperlihatkan tanda-tanda dan gejala yang tidak khas
seperti demam, menggigil, batuk non produktif, nafas pendek, dispnea dan
kadang-kadang nyeri dada. Konsentrasi oksigen dalam darah arterial pada
pasien yang bernafas dengan udara ruangan dapat mengalami penurunan
yang ringan; keadaan ini menunjukkan keadaan hipoksemia minimal. Bila
tidak diatasi, PCP akan berlanjut dengan menimbulkan kelainan paru yang
signifikan dan pada akhirnya, kegagalan pernafasan.

Penyakit kompleks Kompleks Mycobacterium avium (MAC;


Mycobacterium avium Complex) yaitu suatu kelompok baksil tahan asam,
biasanya menyebabkan infeksi pernafasan kendati juga sering dijumpai
dalam traktus gastrointerstinal, nodus limfatik dan sumsum tulang.
Sebagian pasien AIDS sudah menderita penyakit yang menyebar luas
ketika diagnosis ditegakkan dan biasanya dengan keadaan umum yang
buruk.

Berbeda dengan infeksi oportunistik lainnya, penyakit tuberkulosis (TB)


cenderung terjadi secara dini dalam perjalanan infeksi HIV dan biasanya
mendahului diagnosa AIDS. Dalam stadium infeksi HIV yang lanjut,
penyakit TB disertai dengan penyebaran ke tempat-tempat ekstrapulmoner
seperti sistem saraf pusat, tulang, perikardium, lambung, peritoneum dan
skrotum.

Gastrointerstinal
Manifestasi gastrointerstinal penyakit AIDS mencangkup hilagnya selera
makan, mual, vomitus, kondisiasis oral, serta esofagus, dan diare kronis.
Bagi pasien AIDS, diare dapat membawa akibat yang serius sehubungan
dengan terjadinya penurunan berat badan yang nyata (lebih dari 10% berat
badan), gangguan keseimbnagan cairan dan elektrolit, ekskoriasis kulit
perianal, kelemahan dan ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan
yang biasa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Kanker
Sarkoma Kaposi yaitu kelainan malignasi yang berkaitan dengan HIV yang
paling sering ditemukan merupakan penyakit yang melibatkan lapisan
endotel pembuluh darah dan limfe.Kaposi yang berhubungan dengan AIDS
memperlihatkan penyakit yang lebih agresif dan beragam yang berkisar
mulai dari lesi kutaneus setempat hingga kelainan yang menyebar dan
mengenai lebih dari satu sistem organ. Lesi Kutaneus yang dapat timbul
pada setiap bagian tubuh biasanya bewarna merah mudah kecoklatan
hingga ungu gelap. Lesi dapat datar atau menonjol dan dikelilingi oleh
ekimosis (bercak-bercak perdarahan) serta edema.
Lokasi dan ukuran beberapa lesi dapat menimbulkan statis aliran vena,
limfadema serta rasa nyeri. Lesi ulserasi akan merusak integritas kulit dan
meninggalkan ketidaknyamanan pasien serta kerentanannya terhadap
infeksi.

Limfoma Sel-B merupakan malignansi paling sering kedua yang terjadi


diantara pasien-pasien AIDS. Limfoma yang berhubungan dengan AIDS
cenderung berkembang diluar kelenjer limfe; limfoma ini paling sering
dijumpai pada otak, sumsum tulang dan traktus gastrointerstinal.

Neurologik
Ensefalopati HIV disebut juga sebagai kompleks demensia AIDS. Hiv
ditemukan dengan jumlah yang besar dalam otak maupun cairan
serebrospinal pasien-pasien ADC (AIDS dementia complex). Sel-sel otak
yang terinfeksi HIV didominasi olehsel-sel CD4 + yang berasal dari
monosit/magrofag. Infeksi HIV diyakini akan memicu toksin atau limfokin
yang mengakibatkan disfungsi seluler atau yang mengganggu atau yang
mengganggu fungsi neurotransmiter ketimbang menyebabkan kerusakan
seluler. Keadaan ini berupa sindrom klinis yang ditandai oleh penurunan
progresif pada fungsi kognitif, prilaku dan motorik. Tanda tanda dan
gejalanya yang samar-samar serta sulit dibedakan dan kelelahan, depresi
atau efek terapi yang merugikan terhadap infeksi dan malignansi.

Manifestasi dini mencangkup gangguan daya ingat, sakit kepala, kesulitan


berkonsentrasi, konfusi progresif, pelambatan psikomotorik, apatis dan
ataksia. Stadium lanjutmencangkup ganggua kognitif global kelambatan
dalam respon verbal, gagguan afektif seperti pandangan yang
kosong,hiperrefleksi paraparesis spastik, psikologis, halusiansi, tremor,
inkontenensia, serangan kejang, mutisme dan kematian.
Infeksi jamur Criptococcus neoformans merupakan infeksi opotunistik
paling sering keempat yang terdapat di antara pasien-pasien AIDS dan
penyebab infeksi paling sering ketiga yang menyebabkan kelainan
neurologik. Meningitis kriptokokus ditandai dengan gejala seperti
demam/panas, sakit kepala, keadaan tidak enak badan (melaise), kaku
kuduk, mual, vormitus, perubahan status mental, dan kejang-kenjang.

Leukoensefalopati Multifokal Progresif (PML) merupakan kelainan sistem


saraf pusat dengan demielinisasi yang disebabkan oleh virus J.C.
Manifestasi klinis dapat dimulai dengan konfusi mental dan mengalami
perkembangan cepat yang akhirnya mencakup gejala kebutaan, afasia,
paresis, (paraliasis ringan) serta kematian.

Kelemahan neurologik lainnya berupa neuropati perifer yang berhubungan


dengan HIV diperkirakan merupakan kelainan demielinisasi dengan
disertai rasa nyeri serta patirasa pada ekstremitas, kelemahan, penurunan
rekfleks tendon yang dalam, hipotensi ortostatik dan impontensi.

Struktur integrumen
Manifestasi kulit menyertai infeksi HIV dan infeksi oportunistik serta
malignansi yang mendampinginya, Infeksi oportunistik seperti harpes
zoster dan harpes simpleks akan disertai dengan pembentukan vesikel yang
nyeri yang merusak integritas kulit. Moloskum kontagiosum merupakan
infeksi virus yang ditandai oleh pembentukan plak yang disertai
deformitas. Dermatitis seboreika akan disertai ruam yang difus, bersisik
dengan indurasi yang mengenai kulit kepala serta wajah. Penderita AIDS
juga dapat memperlihatkan folokulasi menyeluruh yang disertai dengan
kulit yang kering dan mengelupas atau dengan dermatitis atropik seperti
ekzema atau psoriasis. Hingga 60% enderita yang diobati dengan
trimetroprimsulfametoksazol (TMP/SMZ) untuk mengatasi pneumonia
pneumocytis carinii akan mengalami ruam yang berkaitan dengan obat dan
berua preuritus yang disertai pembentukan papula serta makula bewarna
merah muda. Terlepas dari penyebab ruam ini pasien akan mengalami
ganggua rasa nyaman dan menghadapi peningkatan resiko untuk menderita
infeksi tambahan, akibat rusaknya keutuhan kulit.

Penatalaksanaan
Menurut Burnnner dan Suddarth (2013) Upaya penanganan medis meliputi
beberapa cara pendekatan yang mencangkup penanganan infeksi yang
berhubungan dengan HIV serta malignansi, penghentian replikasi virus HIV
lewar preparat antivirus, dan penguatan serta pemulihan sistem imun melalui
pengguanaan preparat immunomodulator. Perawatan suportif merupakan
tindakan yang penting karena efek infeksi HIV dan penyakit AIDS yang
sangat menurunkan keadaan umum pasien; efek tersebut mencangkup
malnutrisi, kerusakan kulit, kelemahan dan imobilisasi dan perubahan status
mental. Penatalaksanaan HIV AIDS sebegai berikut :
Obat-obat untuk infeksi yang berhubungan dengan HIV infeksi
Infeksi umum trimetroprime-sulfametokazol, yang disebut pula TMP-SMZ
(Bactrim,septra), merupakan preparat antibakteri untuk mengatasi berbagai
mikroorganisme yang menyebabkan infeksi. Pemberian secara IV kepada
pasien-pasien dengan fungsi gastrointerstinal yang normal tidak
memberikan keuntungan apapun. Penderita AIDS yang diobati dengan
TMP-SMZ dapat mengalami efekyang merugikan dengan insiden tinggi
yang tidak lazim terjadi, seperti demam, ruam, leukopenia,
trombositopenia dengan ganggua fungsi renal.
Pentamidin, suatu obat anti protozoa, digunakan sebagai preparat alternatif
untuk melawan PCP. Jika terjadi efek yang merugikan atau jika pasien
tidak memperlihatkan perbaikan klinis ketika diobati dengan TMP-SMZ,
petugas kesehatan dapat merekomendasikan pentamidin.
Kompleks Mycobacterium avium, terapi kompleks Mycobacterium avium
complex (MAC) masih belum ditentukan dengan jelas dan meliputi
penggunaan lebih dari satu macam obat selam periode waktu yang lama.

Meningitis, Terpi primer yang muthakhir untuk meningitis kriptokokus


adalah amfoterisin B IV dengan atau tanpa flusitosin atau flukonazol
(Diflucan). Keadaan pasien harus dipantau untuk endeteksi efek yang
potensial merugikan dan serius dari amfoterisin B yang mencangkup
reaksi anafilaksik, gangguan renal serta hepar, gangguan keseimbangan
elektrolit, anemia, panas dan menggigil.

Retinitis Sitomegalovirus, Retinitis yang disebabkan oleh sitomegalovirus


(CMV;cytomegalovirus) merupan penyebab utama kebutaan pada
penderita penyakit AIDS.

Foskarnet (Foscavir), yaitu peparat lain yang digunakan mengobati


retinitis CMV, disuntikkan intravena setiap 8 jam sekali selama 2 hingga 3
minggu. Reaksi merugikan yang lazim terjadi pada pemberian foskarnet
adalah nefrotoksisitas yang mencangkup gagal ginjal akut dan gangguan
keseimbangan elektrolit yang mencangkup hipokalasemia, hiperfosfatemia
serta hipomagnesemia. Semua keadaan ini dapat membawa kematian. Efek
merugikan lainnya yang lazim dijumpai adaah serangan kejang-kejang,
gangguan gastrointerstinal, anemia, flebitis, pada tempat infus dan nyeri
punggung bawah.
Keadaan lain, Asiklovir dan foskarnat kini digunakan untuk mengobati
infeksi ensefalitis yang disebabkan oleh harpes simpleks atau harpes
zoster. Pirimetamin (Daraprim) dan Sulfadiazin atau klindamisin (Cleosin
HCL) digunakan untuk pengobatan maupun terapi supresif seumur hidup
bagiinfeksi Toxoplasmosis gondi. Infeksi kronis yang membandel oleh
kondendidasi (trush) atau lesi esofagus diobati dengan Ketokonazol atau
flukonazol.
Penatalaksanaan Diare Kronik
Terapi dengan oktreotid asetat (sandostain), yaitu suatu analog sintetik
somatostatin, ternyata efektif untuk mengatasi diare yang berat dan kronik.
Konsentrasi reseptor somatosin yang tinggi ditemukan dalam traktus
gastrointerstinal maupun jaringan lainnya. Somatostain akan menghambat
banyak fungsi fisologis yang mencangkup motalisis gastrointerstinal dan
sekresi-interstinal air serta elektrolit.

Penatalaksanaan Sindrom Pelisutan


Penatalaksanaan sindrom pelisutan mencangkup penanganan penyebab yang
mendasari infeksi oportunitis sistematik maupun gastrointerstinal. Malnutrsi
sendiri akan memperbesar resiko infeksi dan dapat pula meningkatkan
insiden infeksi oportunistis. Terapi nutrisi bisa dilakukan mulai dari diet
oral dan pemberian makan lewat sonde (terapi nutriasi enternal) hingga
dukungan nutrisi parenteral jika diperlukan.

Penanganan keganasan
Penatalaksanaan sarkoma Kaposi biasanya sulit karena sangat beragamnya
gejala dan sistem organ yang terkena.Tujuan terapinya adalah untuk
mengurangi gejala dengan memperkecil ukuranlesi pada kulit, mengurangi
gangguan rasa nyaman yang berkaitan dengan edema serta ulserasi, dan
mengendalikan gejala yang berhubungan dengan lesi mukosa serta organ
viseral. Hinngga saat ini, kemoterapi yang paling efektif tampaknya berupa
ABV (Adriamisin, Bleomisin, dan Vinkristin).

Terapi Antiretrovirus
Saat ini terdapat empat preparat antiretrovirus yang sudah disetujui oleh FDA
untuk pengobatan HIV, keempat preparat tersebut adalah; Zidovudin,
Dideoksinosin , dideoksisitidin dan Stavudin. Semua obat ini menghambat kerja
enzim reserve transcriptase virus dan mencegah virus reproduksi virus HIV
dengan cara meniru salah satu substansi molekuler yang digunakan
virus tersebut untuk membangun DNA bagi partikel-partikel virus baru.
Dengan mengubah komponen struktural rantai DNA, produksi virus yang
baru akan dihambat.

Inhibitor Protase
Inhibitor protase merupakan obat yang menghambat kerja enzim protase,
yaitu enzim yang dibutuhkan untuk replikasi virus HIV dan produksi virion
yang menular. Inhibisi protase HIV-1 akan menghasilkan partikel virus
noninfeksius dengan penurunan aktivitas enzim reserve transcriptase.

Perawatan pendukung
Paien yang menjadi lemah dan memiliki keadaan umum yang menurun
sebagai akibat dari sakit kronik yang berkaitan dengan HIV memerlukan
banyak macam perawatan suportif. Dukungan nutrisi mungkin merupakan
tindakan sederhana seperti membantu pasien dalam mendapatkan atau
mempersiapkan makanannya. Untuk pasien dengan gangguan nutrisi yang
lanjut karena penurunan asupan makanan, sindrome perlisutan atau
malabsobsi saluran cerna yang berkaitan dengan diare, mungkin diperlukan
dalam pemberian makan lewat pembuluh darah seperti nutrisi parenteral
total. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang terjadiakibat mual,
Vomitus dan diare hebat kerapkali memerlukan terapi pengganti yang
berupa infus cairan serta elektrolit. Lesi pada kulit yang berkaitan dengan
sarkoma kaposi, ekskoriasi kulit perianal dan imobilisasi ditangani dengan
perawatan kulit yang seksama dan rajin; perawatan ini mencangkup
tindakan membalikkan tubuh pasien secara teratur, membersihkan dan
mengoleskan salep obat serta menutup lesi dengan kasa steril.

Gejala paru seperti dispnea dan napas pendek mungkin berhubungan dengan
infeksi, sarkoma kaporsi serta keadaan mudah letih. Pasien-pasien ini
mungkin memerlukan terapi oksigen, pelatihan relaksasi dan teknik
menghemat tenaga. Pasien dengan ganggguan fungsi pernafasan yang berat
pernafasan yang berat dapat membutuhkan tindakan ventilasi mekanis. Rasa
nyeri yang menyertai lesi kulit, kram perut, neuropati perifer atau sarkoma
kaposi dapat diatasi dengan preparat analgetik yang diberikan secara teratur
selama 24 jam. Teknik relaksasi dan guded imagery (terapi psikologi
dengan cara imajinasi yang terarah) dapat membantu mengurangi rasa nyeri
dan kecemasan pada sebagian pasien.

Terapi nutrisi
Menurut Nursalam (2011) nutrisi yang sehat dan seimbang diperlukan
pasien HIV AIDS untuk mempertahankan kekuatan, meningkatkan fungsi
sistem imun, meningkatkan kemampuan tubuh, utuk memerangi infeksi, dan
menjaga orang yang hidup dengan infeksi HIV AIDS tetap aktif dan
produktif. Defisiensi vitamin dan mineral bisa dijumpai pada orang dengan
HIV, dan defisiensi sudah terjadi sejak stadium dini walaupun pada ODHA
mengonsumsi makanan dengan gizi berimbang. Defisiensi terjadi karena
HIV menyebabkan hilangnya nafsu makan dan gangguan absorbsi szat gizi.

Untuk mengatasi masalah nutrisi pada pasien HIV AIDS, mereka harus
diberikan makanan tinggi kalori, tinggi protein, kaya vitamin dan mineral
serta cukup air.

Manfaat konseling dan VCT pada pasien HIV


Menurut Nursalam (2011) konseling HIV/AIDS merupakan dialog antara
seseorang (klien) dengan pelayanan kesehatan (konselor) yang bersifat
rahasia, sehingga memungkinkan orang tersebut mampu menyesuaikan atau
mengadaptasi diri dengan stres dan sanggup membuat keputusan bertindak
berkaitan dengan HIV/AIDS.

Konseling HIV berbeda dengan konseling lainnya, walaupun keterampilan


dasar yang dibutuhkan adalah sama. Konseling HIV menjadi hal yang unik
karena :
Membutuhkan pengetahuan yang luas tentang infeksi menular seksual
(IMS) dan HIV/AIDS
Membutuhkan mengenai praktik seks yang bersifat pribadi
Membutuhkan pembahasan tentang keamatian atau proses kematian
Membutuhkan kepekaan konselor dalam menghadapi perbedaan pendapat
dan nilai yang mungkin sangat bertentangan dengan nilai yang dianut
oleh konselor itu sendiri.
Membutuhkan keterampilan pada saat memberikan hasil HIV positif
Membutuhkan keterampilan dalam menghadapi kebutuhan pasangan
maupun anggota keluarga klien

Menurut Nursalam (2011) tujuan konseling HIV yaitu :


Mencegah penularan HIVdengan cara mengubah prilaku. Untuk mengubah
prilaku ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) tidak hanya membutuhkan
informasi belaka, tetapi jauh lebih penting adalah pemberian dukungan
yang dapat menumbuhkan motivasi mereka, misalnya dalam prilaku
seks aman, tidak berganti-ganti jarum suntik, dan lain-lain.
Meningkatkan kualitas hidup ODHA dalam segala aspek baik medis,
psikologis, sosial, dan ekonomi. Dalam hal ini konseling bertujuan
untuk memberikan dukungan kepada ODHA agar mampu hidup secara
positif.

Voluntary Conseling Testing atau VCT adalah suatu pembinaan dua arah
atau dialog yang berlangsung tak terputus antara konselor dan kliennya
dengantujuan untuk mencegah penurlaran HIV, memberikan dukungan
moral, informasi, serta dukungan lainnya kepada ODHA, keluarga, dan
lingkungannya (Nursalam, 2011).

Tujuan VCT yaitu sebagai upaya pencegahan HIV/AIDS, upaya untuk


mengurangi kegelisahan, meningkatkan presepsi/ pengetahuan mereka
tentang faktor-faktor resiko penyebab seseorang terinfeksi HIV, dan upaya
pengembangan perubahan prilaku, sehingga secara dini mengarahkan
menuju ke program pelayanan dan dukungan termasuk akses terapi
antiretroviral, serta membantu mengurangi stigma dalam masyarakat
(Nursalam, 2011)

Konsep Asuhan Keperawatan Pada Kasus HIV AIDS


Asuhan keperawatan bagi penderita penyakit AIDS merupakan tantangan yang
besar bagi perawat karena setiap sistem organ berpotensi untuk menjadi sasaran
infeksi ataupun kanker. Disamping itu, penyakit ini akan dipersulit oleh
komplikasi masalah emosional, sosial dan etika. Rencana keperawatan bagi
penderita AIDS harus disusun secara individual untuk memenuhi kebutuhan
masing-masing pasien (Burnner & Suddarth, 2013).

Pengkajian pada pasien HIV AIDS meliputi :


Pengkajian
Identitas Klien
Meliputi : nama, tempat/ tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, No. MR

Keluhan utama
Dapat ditemukan pada pasien AIDS dengan manifestasi respiratori ditemui
keluhan utama sesak nafas. Keluhan utama lainnya ditemui pada pasien
HIV AIDS yaitu, demam yang berkepanjangan (lebih dari 3 bulan), diare
kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus menerus, penurunan
berat badan lebih dari 10%, batuk kronis lebih dari 1 bulan, infeksi pada
mulut dan tenggorokan disebabkan oleh jamur Candida Albicans,
pembengkakan kelenjer getah bening diseluruh tubuh, munculnya Harpes
zoster berulang dan bercak-bercak gatal diseluruh tubuh.
Riwayat kesehatan sekarang
Dapat ditemukan keluhan yang biasanya disampaikan pasien HIV AIDS
adalah : pasien akan mengeluhkan napas sesak (dispnea) bagi pasien yang
memiliki manifestasi respiratori, batuk-batuk, nyeri dada dan demam,
pasien akan mengeluhkan mual, dan diare serta penurunan berat badan
drastis.

Riwayat kesehatan dahulu


Biasanya pasien pernah dirawat karena penyakit yang sama. Adanya
riwayat penggunaan narkotika suntik, hubungan seks bebas atau
berhubungan seks dengan penderita HIV/AIDS, terkena cairan tubuh
penderita HIV/AIDS.

Riwayat kesehatan keluarga


Biasanya pada pasien HIV AIDS adanya anggota keluarga yang menderita
penyakit HIV/AIDS. Kemungkinan dengan adanya orang tua yang
terinfeksi HIV. Pengkajian lebih lanjut juga dilakukan pada riwayat
pekerjaan keluarga, adanya keluarga bekerja di tempat hiburan malam,
bekerja sebagai PSK (Pekerja Seks Komersial).

Pola aktivitas sehari-hari (ADL)


Pola presepsi dan tata laksanaan hidup sehat
Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan menglami perubahan atau
gangguan pada personal hygiene, misalnya kebiasaan mandi, ganti
pakaian, BAB dan BAK dikarenakan kondisi tubuh yang lemah, pasien
kesulitan melakukan kegiatan tersebut dan pasien biasanya cenderung
dibantu oleh keluarga atau perawat.
Pola Nutrisi
Biasanya pasien dengan HIV/AIDS mengalami penurunan nafsu makan,
mual, muntah, nyeri menelan, dan juga pasien akan mengalami penurunan
BB yang cukup drastis dalam waktu singkat (terkadang lebih dari 10%
BB).

Pola Eliminasi
Biasanya pasien mengalami diare, fases encer, disertai mucus berdarah.

Pola Istirahat dan tidur


Biasanya pasien dengan HIV/AIDS pola istirahat dan tidur mengalami
gangguan karena adanya gejala seperi demam dan keringat pada malam
hari yang berulang. Selain itu juga didukung oleh perasaan cemas dan
depresi pasien terhadap penyakitnya.

Pola aktivitas dan latihan


Biasanya pada pasien HIV/AIDS aktivitas dan latihan mengalami
perubahan. Ada beberapa orang tidak dapat melakukan aktifitasnya
seperti bekerja. Hal ini disebabkan mereka yang menarik diri dari
lingkungan masyarakat maupun lingkungan kerja, karena depresi terkait
penyakitnya ataupun karena kondisi tubuh yang lemah.

Pola presepsi dan konsep diri


Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami perasaan marah, cemas,
depresi, dan stres.

Pola sensori kognitif


Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami penurunan pengecapan, dan
gangguan penglihatan. Pasien juga biasanya mengalami penurunan daya
ingat, kesulitan berkonsentrasi, kesulitan dalam respon verbal. Gangguan
kognitif lain yang terganggu yaitu bisa mengalami halusinasi.
Pola hubungan peran
Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan terjadi perubahan peran yang dapat
mengganggu hubungan interpersonal yaitu pasien merasa malu atau harga
diri rendah.

Pola penanggulangan stres


Pada pasien HIV AIDS biasanya pasien akan mengalami cemas, gelisah
dan depresi karena penyakit yang dideritanya. Lamanya waktu perawatan,
perjalanan penyakit, yang kronik, perasaan tidak berdaya karena
ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa
marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain, dapat menyebabkan
penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang kontruksif
dan adaptif.

Pola reproduksi seksual


Pada pasaaien HIV AIDS pola reproduksi seksualitas nya terganggu
karena penyebab utama penularan penyakit adalah melalui hubungan
seksual.

Pola tata nilai dan kepercayaan


Pada pasien HIV AIDS tata nilai keyakinan pasien awal nya akan
berubah, karena mereka menggap hal menimpa mereka sebagai balasan
akan perbuatan mereka. Adanya perubahan status kesehatan dan
penurunan fungsi tubuh mempengaruhi nilai dan kepercayaan pasien
dalam kehidupan pasien, dan agama merupakan hal penting dalam hidup
pasien.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Gambaran Umum : ditemukan pasien tampak lemah.
b. Kesadaran pasien : Compos mentis cooperatif, sampai terjadi penurunan
tingkat kesadaran, apatis, samnolen, stupor bahkan coma.
c. Vital sign :
TD : Biasanya ditemukan dalam batas normal
Nadi : Terkadang ditemukan frekuensi nadi meningkat
Pernafasan :Biasanya ditemukan frekuensi pernafasan
meningkat
Suhu :Biasanya ditemukan Suhu tubuh menigkat karena
demam.
BB : Biasanya mengalami penurunan (bahkan hingga 10% BB)
TB : Biasanya tidak mengalami peningkatan (tinggi badan tetap)
Kepala : Biasanya ditemukan kulit kepala kering karena dermatitis seboreika
Mata : Biasanya ditemukan konjungtiva anemis, sclera tidak ikhterik, pupil
isokor, reflek pupil terganggu,
Hidung : Biasanya ditemukan adanya pernafasan cuping hidung.
Gigi dan Mulut: Biasanya ditemukan ulserasi dan adanya bercak-bercak
putih seperti krim yang menunjukkan kandidiasi.
Leher : kaku kuduk ( penyebab kelainan neurologic karena infeksi jamur
Cryptococcus neoformans), biasanya ada pembesaran kelenjer getah
bening,
Jantung : Biasanya tidak ditemukan kelainan
Paru-paru : Biasanya terdapat yeri dada, terdapat retraksi dinding dada pada
pasien AIDS yang disertai dengan TB, Napas pendek (cusmaul), sesak
nafas (dipsnea).
Abdomen : Biasanya terdengar bising usus yang Hiperaktif
Kulit : Biasanya ditemukan turgor kulit jelek, terdapatnya tanda-tanda lesi
(lesi sarkoma kaposi).
Ekstremitas : Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus otot menurun, akral
dingin.

Diagnosis Keperawatan Yang Mungkin Muncul


Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penyakit paru
obstruksi kronis
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kerusakan neorologis,
ansietas, nyeri, keletihan
Diare berhubungan dengan infeksi
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume
cairan aktif, kehilangan berlebihan melalui diare, berat badan ekstrem,
faktor yang mempengaruhi kebutuhan status cairan: hipermetabolik,
Ketidak seimbangan cairan elektrolit berhubungan dengan diare
Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan diare, muntah
Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis, ketidak mampuan menelan.
Nyeri kronis berhubungan dengan agen cedera;bilogis
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera; biologis
Hipertermi berhubungan dengan penyakit, peningkatan laju metabolisme
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status cairan,
perubahan pigmentasi, perubahan turgor, kondisi ketidak seimbangan
nutrisi, penurunan imunologis
Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan pigmentasi,
perubahan turgor kulit, kondisi ketidak seimbangan nutrisi, faktor
imunologi
Resiko infeksi berhubungan dengan, imunosupresi, malnutrisi, kerusakan
integritas kulit.
Keletihan berhubungan dengan status penyakit, peningkatan kelelahan fisik,
malnutrisi, ansitas, depresi, stres
Kelelahan berhubungan dengan proses penyakit
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkaiit penyakit
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan biofisik
Harga diri rendah situasional berhubungan dengan gangguan citra tubuh
Isolasi sosial berhubungan dengan stigma, gangguan harga diri.
(Nanda Internasional, 2014)

Perencanaan Keperawatan
Perencanaa keperawatan atau intervensi yang di temukan pada pasien dengan
HIV AIDS sebagai berikut.

Tabel 2.1
Diagnosa dan Intervensi Pada Pasien dengan HIV AIDS
No Diagnosa Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan

1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan Menajemen jalan nafas


bersihan jalan tindakan keperawatan 1) Posisikan pasien untuk
diharapkan status
nafas pernafasan tidak memaksimalkan ventilasi
2) Buang secret dengan
terganggu dengan
memotivasi pasien untuk
Definisi : ketidak kriteria hasil : melakukan batuk atau
mampuan untuk 1) Deviasi ringan dari menyedot lendir
3) Motifasi pasien untuk bernafas
membersihkan kisaran normal pelan, dalam, berputar dan
sekresi atau frekuensi pernafasan batuk
2) Deviasi ringan dari 4) Instruksikan bagaimana agar
obstruksi dari kisaran normal bisa melakukan batuk efektif
saluran nafas Irama pernafasan 5) Auskultasi suara nafas, catat
3) Deviasi ringan dari area yang ventilasinya menurun
untuk kisaran normal suara atautidak dan adanya suara
mempertahankan auskultasi nafas nafas tambahan
4) Deviasi ringan dari 6) Monitor status pernafasan dan
bersihan jalan kisaran normal oksigenisasi sebagaimana
nafas kepatenan jalan mestinya
nafas
5) Deviasi ringan dari
Batasan kisaran normal Fisioterapi dada
saturasi oksigen
Karakteristik : 6) Tidak ada retraksi 1) Jelaskan tujuan dan prosedur
dinding dada fisioterapi dada kepada pasien
1) Suara nafas 2) Monitor status respirasi dan
tambahan kardioloogi (misalnya, denyut
2) Perubahan dan suara irama nadi, suara dan
frekuensi kedalaman nafas
nafasan 3) Monitor jumlah dan
3) Perubahan karakteristik sputum
iraman nafas 4) Instruksikan pasien untuk
4) Penurunan mengeluarkan nafas dengan
bunyi nafas teknik nafas dalam
Sputum dalam
jumlah
berlebihan Terapi Oksigen
6) Batuk tidak 1) Bersihkan mulut, hidung dan
efektif
sekresi trakea dengan tepat
2) Siapkan peralatan oksigen dan
berikan melalui sistem
hemodifier
3) Monitor aliran oksigen
4) Monitor efektifitas terapi
oksigen
5) Pastikan penggantian masker
oksigen/ kanul nasal setiap
kali pernagkat diganti

Monitor Pernafasan

1) Monitor pola nafas (misalnya,


bradipneu)
2) Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
3) Auskultasi suara nafas
4) Kaji perlunya penyedotan
pada jalan nafas dengan
auskultasi suara nafas ronci di
paru
5) Auskultasi suara nafas setelah
tindakan, untuk dicatat
6) Monitor kemampuan batuk
efektif pasien

2. Ketidakefektifan Setelah dilakukan Menajemen Jalan Nafas :


Pola Nafas asuhan keperawatan 1) Posisikan pasien untuk
diharapkan status
pernafasan tidak memaksimalkan ventilasi
2) Lakukan fisioterapi dada,

dan atau
yang tidak
Definisi : Inspirasi
ekspirasi memberi ventilasi
adekuat
terganggu dengan sebagimana semestinya
kriteria hasil : Buang secret dengan
memotivasi klien untuk
Faktor Resiko :
Frekuensi pernafasan melakukan batuk atau
Perubahan Tidak ada deviasi menyedot lendir
kedalamam dari kisaran normal Motivasi pasien untuk bernafas
pernafasan Irama pernafasan Tidak pelan, dalam, berputar dan
Bradipneu ada deviasi dari batuk.
Dipsnea kisaran normal Auskutasi suara nafas, catat area
Pernafasan Suara Auskultasi nafas yang ventilasinya menurun atau
cuping hidung Tidak ada deviasi tidak ada dan adanya suara
Takipnea dari kisaran nafas tambahan
normal Kelola nebulizer ultrasonik,
Saturasi oksigen Tidak sebgaimana mestinya
Faktor yang ada deviasi dari Posisikan untuk meringankan
berhubungan : kisaran normal sesak nafas
Tidak ada retraksi Monito status pernafasan dan
Kerusakan dinding dada oksigen, sebagaimana mestinya
Neurologis Tidak ada suara
Imunitas nafas tambahan
Neurologis Tidak ada pernafasan Pemberian Obat :
cuping hidung
Pertahankan aturan dan
prosedur yang sesuai dengan
keakuratan dan keamanan
pemberian obat-obatan
Ikuti prosedur limabenar dalam
pemberian obat
Beritahu klien mengenai jenis
obat, alasan pemberian obat,
hasil yang diharapkan, dan efek
lanjutan yang akan terjadi
sebelum pemberian obat.
Bantu klien dalam pemberian
obat
Terapi Oksigen :

Bersihkan mulut, hidung, dan


sekresi trakea dengan tepat
Berikan oksigen tambahan
seperti yang diperintahkan
Monitor aliran oksigen
Periksa perangkat (alat) pemberian
oksigen secara berkala untuk
mmastikan bahwa konsentrasi
(yang telah) ditentukan sedang
diberikan

Monitor Pernafasan :
1) Monitor kecepatan, irama,
kedalaman dan kesulitan
bernafas
2) Catat pergerakan dada, catat
ketidaksimetrisan, penggunaan
otot-otot bantu nafas
3) Palpasi kesimetrisan ekstensi
paru
4) Auskultasi suara nafas, catat
area dimana terjadinya
penurunan atau tidak adanya
ventilasi dan keberadaan suara
nafas tambahan
5) Auskultasi suara nafas setelah
tindakan untuk dicatat
6) Monitor sekresi pernafasan
pasien
7) Berikan bantuan terapi nafas
jika diperlukan (misalnya
nebulizer)
Monitor tanda-tanda vital :

1) Monitor tekanan darah, Nadi,

Suhu, dan status pernafasan


2) dengan tepat
Monitor suara paru-paru
3) Monitor warna kulit, suhu dan
kelembaban

3. Diare Setelah dilakukan Menajemen Saluran Cerna


tindakan keperawatan 1) Monitor buang air besar
diharapkan eliminasi
Definisi : Pasase usus tidak terganggu termasuk frekuensi, konsistensi,
bentuk, volume dan warna,
fases yang lunak dengan kriteria hasil :
dengan cara yang tepat
dan tidak 1) Pola eliminasi tidak 2) Monitor bising usus
berbentuk terganggu
2) Suara bising usus Menajemen Diare
Batasan tidak terganggu
3) Diare tidak ada 1) Tentukan riwayat diare
Karakteristik : 2) Ambil tinja untuk pemeriksaan
1) Nyeri kultur dan sensitifitas bila diare
berlanjut
abdomen 3) Instruksikan pasien atau
2) Sedikitnya Setelah dilakukan anggota keluarga utuk mencatat
tiga kali warna, volume, frekuensi, dan
defekasi per tindakan keperawatan konsistensi tinja

Bising usus
hari hiperaktif Situasional :
Penyalahguna an
alkohol diharapkan tidak Identivikasi faktor yang bisa
terjadi keparahan menyebabkan diare (misalnya
infeksi dengan kriteria medikasi, bakteri, dan
Fisiologis pemberian makan lewat selang)
hasil :
Amati turgor kulit secara
1) Proses Infeksi berkala
Malaise tidak ada
Monitor kulit perineum
Nyeri tidak ada
terhadap adanya iritasi dan
Depresi jumlah sel
ulserasi
darh putih
Konsultasikan dengan dokter
jika tanda dan gejala diare
menetap

Pemasangan Infus

Verivikasi instruksi untuk


terapi IV
Beritau pasien mengenai
prosedur
Pertahankan teknik aseptik
secara seksama
Pilih vena yang sesuai dengan
penusukan vena,
pertimbangkan prevelansi
pasien, pengalaman masa lalu
dengan infus, dan tangan non
dominan
Berikan label pada pembalut IV
dengan tanggal, ukuran, dan
inisiasi sesuai protokol lembaga

Terapi Intravena (IV)

Verivikasi perintah untuk terapi


intravena
Instruksikan pasien tentang
prosedur
Periksa tipe cairan, jumlah,
kadaluarsa, karakterisktik dari
cairan dan tingkat merusak
pada kontainer
Laukuan (prinsip) lima benar
sebelum memulai infus atau
pemberian pengobatan
(misalnya, benar obat, dosis,
pasien, cara, dan frekuensi)
Monitor kecepatan IV, seblum
memberikan pengobatan IV
Monitor tanda vital
7) Dokumentasikan terapi yang
diberikan, sesuai protokol dan
institusi
4. Kekurangan Setelah dilakukan Menajemen Cairan :
Volume Cairan tindakan keperawatan 1) Timbang berat badan setiap
diharapkan

keseimbangan cairan hari dan monitor status pasien


2) Jaga Intake/ asupan yang akurat
Definisi : tidak terganggu
dan catat output pasien
peurunan cairan dengan kriteria hasil : 3) Monitor status hidrasi
intravaskuler, 1) Tekanan darah tidak (misalmya, membran mukosa
lembab, denyut nadi adekuat,
interstisial, terganggu dan tekanan darah ortostatik)
dan/atau intra 2) Keseimbangan 4) Monitor hasil laboratorium
intake dan output yang relevan dengan retensi
seluler. Ini dalam 24 jam tidak cairan (misalnya, peningkatan
mengacu pada terganggu berat jenis, peningkatan BUN,
3) Berat badan stabil penurunan hematokrit, dan
dehidrasi, tidak terganggu peningkatan kadar osmolitas
kehilangan cairan 4) Turgor kulit tidak urin)
terganggu 5) Monitor status hemodinamika
saja tampa CVP, MAP, PAP, dan PCWP,
perubahan pada Setelah dilakukan jika ada)
6) Monitor tanda-tanda vital
natrium tindakan keperawatan 7) Beri terapi IV, seperti yang
diharapkan hidrasi ditentukan
tidak terganggu 8) Berikan cairan dengan tepat
Batasan dengan kriteria hasil : 9) Berikan diuretik yang
Karakteristik : diresepkan
1) Turgor kulit tidak 10) Distribusi asupan cairan selama
1) Penurunan terganggu 24 jam
tekanan darah 2) Membran mukosa
2) Penurunan lembab tidak Monitor Cairan :
tekanan nadi terganggu
3) Penurunan 3) Intake cairan tidak 1) Tentukan jumlah dan jenis
turgor kulit terganggu
4) Kulit kering 4) Output cairan tidak Intake/asupan cairan serta
5) Penurunan terganggu 2) kebiasaan eliminasi
frekuensi nadi 5) Perfusi Jaringan Tentukan faktor-faktor yang
6) Penurnan berat tidak terganggu menyebabkan
badan tiba-tiba 6) Tidak ada nadi cepat 3) ketidakseimbangan cairan
7) Kelemahan dan lemah Periksa isi kulang kapiler
7) Tidak ada 4) Periksa turgor kulit
kehilangan berat 5) Monitor berat badan
Faktor yang badan 6) Monitor nilai kadar serum dan
berhubungan : 7) elektrolit urin
Monitor kadar serum albumin

1) Kehilangan 8) dan protein total


cairan aktif Monitor tekanan darah, denyut
jantung, dan status pernafasan
9) Monitor membran mukosa,
turgor kulit, dan respon haus

5. Ketidak Setelah dilakukan Menajemen Nutrisi


seimbangan tindakan keperawatan 1) Identifikasi adanya alergi atau
diharapkan status
nutrisi kurang nutrisi dapat intolerasi akanan yang dimiliki
pasien
dari kebutuhan ditingkatkan dengan
tubuh kriteria hasil: Terapi nutrisi
Definisi : asuhan 1) Asupan Nutrisi tidak
kebutuhan tubuh menyimpang dari 1) Kaji kebutahan nutrisi
tidak cukup untuk rentang normal parenteral
2) Asupan makanan 2) Berikan nutrisi enteral, sesuai
memenuhi tidak menyimpang kebutuhan
kebutuhan dari rentang normal 3) Berikan nutrisi enteral
4) Hentikan pemberian makanan
metabolik melalui selang makan begitu
metabolik pasien mampu mentoleransi
asupan (makanan) melalui oral
Batasa Setelah dilakukan 5) Berikan nutrisi yang
karekteristik : dibutuhkan sesuai batas diet
tindakan keperawatan yang dianjurkan
1) Nyeri diharapkan Status
abdomen nutrisi : Asupan nutrisi Pemberian Nutrisi Total
2) Menghindari dapat ditingkatkan
makan dengan kriteria hasil : Parenteral (TPN)
3) Berat badan 1) Pastikan isersi intravena cukup
20% atau lebih 1) Asupan kalori
dibawah berat sebagian besar paten untuk pemberian nutrisi
baadan ideal adekuat intravena
4) Diare 2) Asupan protein 2) Pertahankan kecepatan aliran
5) Bising usus sebagian besar yang konstan
hiperaktif adekuat 3) Monitor kebocoran, infeksi dan
6) Penurunan 3) Asupan lemak komplikasi metabolik
berat badan sebagian besar 4) Monitor masukan dan output
dengan asupan adekuat cairan
yang adekuat 4) Asupan karbohidrat 5) Monitor kadar albumin, protein
7) Membran sebagian besar total, elektrolit, profil lipid,
mukosa pucat adekuat glukosa darah dan kimia darah
8) Ketidak 5) Asupan vitamin 6) Monitor tanda-tanda vital
mampuan sebagian besar
memakan adekuat
makanan 6) Asupan mineral
9) Tonus otot sebagian besar
menurun adekuat
Sariawan rongga
mulut
KelemahanSetelah dialkukan
otot untuk tindakan keperawatan
menelan diharapkan terjadi
Faktor peningkatan nafsu
Berhubungan : makan dengan kriteria
1) Faktor biologis hasil :
2) Ketidak 1. Intake makanan
mampuan
tidak terganggu
untuk
2. Intake nutrisi tidak
mengabsorbsi
terganggu
nutrien
3. Intake cairan tidak
3) Ketidak
terganggu
mampuan
untuk
mencerna Setelah dilakukan
makanan
tindakan keperawatan
4) Ketidak
mampuan diharapkan terjadi
menelan peningkatan
makan
status nutrisi : asupan
makanan dan cairan
dengan kriteri hasil :

Asuhan makanan secara


oral sebagian besar
adekuat
Asupan cairan
intravena
sepenuhnyaa kuat
Asupan nutrisi
parenteral
sepenuhnya kuat

6. Nyeri akut Setelah dilakukan Pemberian analgesik :


Definisi : tindakan keperawatan 1) Tentukan lokasi, karakteristik,
pengalaman diharapkan kualitas dan keparahan nyeri
kontrol
sebelum mengobati pasien
sensori dan nyeri dapat 2) Cek perintah pengobatan
emosional yang dipertahankan dengan meliputi obat, dosis, dan
frekuensi obat analgesik yang
tidak kriteria hasil: diresepkan
menyenangkan 1) Secara konsisten 3) Cek adanya riwayat alergi obat
4) Pilih analgesik atau kombinasi
menunjukkan
analgesik yang sesuai ketika

akibat
jaringan yang
yang muncul
kerusakan aktual atau
potensial atau di
menggunakan lebih dari satu diberikan
gambarkan dalam tindakan
pengurangan (nyeri) Menajemen nyeri :
hal kerusakan
tanpa analgesik
sedemikian rupa Secara konsisten Lakukan pengkajian nyeri
menunjukkan komprehensif yang meliputi
(International lokasi, karakteristik,
Menggunakan
Association for the analgesik yang onset/durasi, frekuensi,
direkomendasikan kualitas, intensitas atau
Study of Paint); beratnya nyeri dan faktor
Melaporkan nyeri
awitan yang tiba – terkontrol pencetus
Observasi adanya petunjuk
tiba atau lambat Setelah dilakukan nonverbal mengenai
dari intensitas tindakan ketidaknyamanan
Gunakan strategi komunikasi
ringan hingga keperawatan tingkat
terapeutik untuk mengetahui
nyeri dapat diatasi: pengalaman nyeri dan
berat dengan akhir
sampaikan penerimaan pasien
yang dapat di Nyeri yang dilaporkan terhadap nyeri
tidak ada
antisipasi atau Kaji bersama pasien faktor-faktor
Mengerang dan
yang dapat menurunkan atau
diprediksi dan meringis tidak ada
memberatkan nyeri
Menyeringit tidak Ajarkan penggunaan teknik non
berlangsung <6 ada farmakologilan nyeri
bulan Ketegangan otot Evaluasi keefektifan dari
tidak ada tindakan pengontrolan
Tanda –tanda vital
Mendukung istirahat tidur
Batasan tidak mengalami
Memberikan informasi terkait
devisiasi
Karakteristik : dengan diagnosa dan
keperawatan
Perubahan selera Mendorong keluarga menemani
makan pasien
Perubahan tekanan Kaji tanda verbal dan non verbal
darah dari ketidak nyamanan
Perubahan
frekuensi Monitor tanda tanda vital :
jantung
Perubahan Monitor tekanan darah, nadi,
frekuensi suhu, dan status pernafasan
pernafasan dengan tepat
Laporan
isyarat
Diaforesis
Perilaku
ditraksi (mis;
berjalan
mondar
mandir,
mencari orang
lain dan/ atau
aktifitas lain,
aktivitas yang
berulang)
Mengekpresik an
prilaku (misal
gelisah
merengek,
menangis,
waspada,
iritabilitas,
mendesah)
Masker wajah
(mis; mata
kurang
bercahaya,
tampak kacau,
gerakan mata
berpancar atau
tetap pada
satu fokus,
meringis)
Sikap
melindungi
area nyeri
Gangguan presepsi
nyeri,
hambatan
proses berfikir,
penurunan
interaksi
dengan orang
dan
lingkungan)

Indikasi nyeri
yang dapat
diamati
Perubahan posisi
untuk
menghindari
nyeri
Sikap tubuh
melindungi
Dilatasi pupil
Melaporkan
nyeri secara
verbal
Fokus pada diri
sendiri
Gangguan tidur

Faktor yang
berhubungan :

Agen cedera (mis,


biologis, zat
kimia, fisik,
psikologis)

7. Resiko Setelah dilakukan Pemberian obat kulit:


kerusakan tindakan keperawatan 1) Ikuti prinsip 5 benar pemberian
diharapkan integritas
integritas kulit jaringan kulit dan 2) Catat riwayat medis pasien dan
riwayat alergi
membranmukosa
3) Tentukan pengetahuan pasien
Definisi : beresiko dapat ditingkatkan : mengenai medikasi dan
mengalami 1. Suhu kulit tidak pemahaman pasien mengenai
metode pemberian obat
perubahan kulit terganggu
yang uruk 2. Tekstur kulit tidak Pengecekan kulit :
terganggu
3. Integritas kulit tidak 1) Amati warna, kehangatan,
Faktor Resiko terganggu bengkak, pulsasi, tekstur,
4. Pigmentasi edema, dan ulserasi pada
Eksternal abnormal ringan ekstremitas
1) Zat kimia 5. Lesi mukosa ringan 2) Monitor warna dan suhu kulit
6. Kanker kulit tidak 3) Monitor kulit dan selaput
2) Ekskresi ada lendir terhadap area
3) Usia yang perubahan warna, memar, dan
ekstream pecah
4) Hipertermia 4) Monitor kulit untuk adanya
5) Hipotermia ruam dan lecet
Humiditas
Faktor mekanik
(mis, gaya
gunting,
tekanan,
pengekangan)
Lembab
Imobilisasi
fisik
Radiasi
Sekresi
Internal

Perubahan
pigmentasi
Perubahan
turgor kulit
Faaktor
perkembangan
Kondisi ketidak
seimbangan
nutrisi
( obesitas,
emasiasi/
kurus
kerempeng)
Gangguan
sirkulasi
Gangguan
kondisi
metabolik
Faktro
imunologi
Medikasi
Faktor
psikogenik
Tonjolan
tulang
8. Harga diri rendah Setelah dilakukan Peningkatan citra tubuh
situasional tindakan keperawatan 1) Tentukan harapan citra diri
diharapkan terjadi pasien didasarkan pada tahap
peningkatan harga diri perkembangan
Definisi : dengan kriteria hasil : 2) Tentukan perubahan fisik saat
perkembangan ini apakah berkontribusi pada
1) Verbalisasi cita diri pasien
presepsi negatif penerimaan diri 3) Bantu pasien untuk
tentang harga diri 2) Penerimaan mendiskusikan perubahan -
terhadap perubahan (bagian tubuh)
sebagai respon keterbatasan diri disebabkan adanya penyakit
terhadap situasi 3) Mempertahankan dengan cara yang tepat
posisi tegak 4) Monitor frekuensi dari
saat ini (sebutkan) 4) Mempertahankan pernyataan mengkritisi diri
kontak mata 5) Monitor pernyataan yang
5) Komunikasi mengidentifikasi citra tubuh
Batasan terbuka mengenai ukuran dan berat
Karakteristik : badan
1) Evaluasi diri

peristiwa
bahwa individu Evaluasi diri
tidak mampu bahwa
menghadapi individu
tidak mampu
menghadapi Peningkatan koping :
situasi
Perilaku Gunakan pendekatan yang
bimbang tenang dan memberikan
Perilaku tidak jaminan
asertif Berikan suasana penerimaan
Secara verbal Sediakan informasi aktual
melaporkan mengenai diagnosis,
tentang penanganan dan prognosis
situasional saat
ini terhadap Peningkatan harga diri :
harga diri
Ekspresi Monitor penerimaan pasien
ketidakberdaya mengenai harga diri
an Jangan mengkritisi pasien
Ekspresi secara negatif
ketidak
bergunaan
Verbalisasi
meniadakan
diri

Faktor
Berhubungan :

Perilaku tidak
selaras
dengan nilai
Perubahan
perkembangan
Gangguan citra
tubuh
Kegagalan
Gangguan
fungsional
Kurang
penghargaan
Kehilangan
penghargaan
Kehilangan
Penilakan
Perubahan
peran sosial
9. Ansietas Setelah dilakukan Bimbingan antisipatif :
tindakan keperawatan 1) Bantu klien mengidentifikasi

Definisi : perasaan diharapkan tingkat kemungkinan perkembangan


tidak nyaman atau kecemasan tidak situasi krisis yang akan terjadi
dan efek dari krisis yang bisa
kekhawatiran yang terganggu dengan berdampak pada klien dan
samar disertai kriteria hasil : keluarga
2) Gunakan contoh kasus untuk
respon autonom 1) Tidak ada wajah meningkatkan kemampuan
(sumber sering tegang pemecahan masalah klien
2) Tidak ada rasa takut dengan cara yang tepat
kali tidak spesifik yang disampaikan 3) Libatkan keluarga maupun
atau tidak secara lisan orang orang terdekat klien
3) Tidak ada rasa jika memungkinkan
diketahui oleh cemas yang di Pengurangan kecemasan :
individu); sampaikan secara
lisan
1) Gunakan pendekan yang
perasaan takut 4) Tidak ada
yang disebabkan peningkatan tekan tenang dan menyakinkan
darah 2) Nyaktakan dengan jelas
oleh antisipasi 5) Tidak ada harapan terhadap prilaku klien
terhadap bahaya. peningkatan 3) Berikan informasi faktual
tekanan nadi terkait diagnosis, perawatan
Hal ini merupakan 6) Tidak ada dan progosis
siyarat peningkatan 4) Dorong keluarga untuk
frekuensi mendampingi pasien dengan
kewaspadaan yang pernafasan cara yang tepat
memperingatkan 7) Tidak ada menarik 5) Puji kekuatan prilaku yang
diri baik secara tepat
individu akan 8) Tidak ada gangguan 6) Dengarkan klien
adanya bahaya dan pola tidur 7) Identifikasi pada saat terjadi
perubahan kecemasan
memampukan 8) Instruksikan pasien untuk
individu untuk menggunakan teknik relaksasi
9) Kaji untuk tanda verbal dan
bertindak nonverbal keceemasan
menghadapi
ancaman
Batasan

karakteristik :
Prilaku

Penurunan
produktivita
Gerakan
irelevan
Gelisah
Melihat
sepintas
Insomnia
Kontak mata
yang buruk
Mengekspresi kan
kekhawatiran
karena
peruahan
dalam
peristiwa
hidup
Agitasi
Mengintai
Tampak
waspada

Afektif

Gelisah
Kesedihan
yang
mendalam
Distres
Ketakutan
Perasaan tidak
adekuat
Berfokus pada diri
sendiri
Peningkatan
kewaspadaan
Iritabilitas
Gugup
Senang
berlebihan
Rasa nyeri
yang
meningkat
ketidak
berdayaan
Peningkatan rasa
ketidak
berdayaan
yang persisten
Bingung
Menyesal
Ragu/ tidak
percaya diri
Khawatir

Fisiologis

Wajah tegang
Tremor tangan
Peningkatan
keringat
Gemetar
Tremor
Suar

Anda mungkin juga menyukai