Anda di halaman 1dari 44

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

KETERAMPILAN PEMERIKSAAN FISIK PAYUDARA

1. Memberi salam dan mengucapkan basmalah


Bismillahirrahmanirrahim, Assalamualaikum wr wb

2. Membersihkan tangan dengan cairan antiseptic

3. Informed consent, meminta ijin pasien dan menjelaskan prosedur yang akan dilakukan,
pasien diminta membuka baju
Saya Ain dari RS Yarsi, saya akan melakukan pemeriksaan fisik payudara yang bertujuan
untuk menilai ada atau tidak kelainan pada payudara dengan perabaan, sedikit tidak
nyaman tapi tidak berbahaya. Apakah ibu bersedia?

Ibu rileks aja, silahkan membuka baju dan pakaian dalam, silahkan duduk.

4. Inspeksi dikerjakan pada posisi tegak dengan ekstremitas atas


a. Menggantung di samping badan
b. Bertolak pinggang
c. Diangkat keatas

Saya akan melakukan inspeksi Inspeksi ini dapat dilakukan dengan 3 posisi yaitu
ekstremitas atas di samping badan, bertolak pinggang dan diangkat ke atas. Saya akan
melakukan inspeksi dengan posisi tangan di samping badan.

5. Inspeksi: kesimetrisan payudara, skin atau papil dimpling, kemerahan atau radang, ulkus,
peau d’orange

Laporan:

Berdiri agak jauh, perhatikan payudara simetris atau tidak. Kemudian maju.

MAMMA DEXTRA MAMMA SINISTRA


1. Merah/hiperemis pada 1. Peau d’orange pada
kuadran… kuadran..
2. Kelenjar Montgomery 2. Hiperemis pada kuadran…
menonjol 3. Skin dimpling pada kuadran…
3. Papilla ulkus 4. Papilla retraksi
NOTE
Discharge jangan disebutkan.
Discharge ditemukan pada palpasi
papilla.

6. Palpasi dikerjakan pada posisi tegak dengan ekstremitas atas:


a. Menggantung di samping badan
b. Bertolak pinggang
c. Diangkat keatas

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


1
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

Saya akan melakukan palpasi. Palpasi ini dapat dilakukan dengan posisi duduk dengan
ekstremitas di 3 posisi (menggantung, bertolak pinggang dan diangkat ke atas), atau
berbaring. Saya akan melakukan palpasi dengan posisi berbaring.

7. Pasien dipersilahkan berbaring, tangan pada sisi payudara yang akan diperiksa diletakkan di
belakang kepala
Ibu silahkan berbaring, tangan diletakkan di belakang kepala/ menopang kepala.
Jika palpasi pada payudara kanan, tangan kanan pasien yg menopang. Jika palpasi pada
payudara kiri, tangan kiri yg menopang.

8. Palpasi menggunakan volar ketiga jari tengah tangan (digiti II, III, dan IV)

9. Palpasi dengan tekanan ringan untuk menilai massa yang superficial, tekanan sedang untuk
menilai massa yang lebih dalam dan tekanan lebih kuat untuk menilai massa yang dalam
Palpasi lembut, sedang, dan keras.

10. Palpasi sistematis dari sentral ke perifer, dari atas ke bawah dan sebaliknya termasuk axillary
tail

MAMMA DEXTRA MAMMA SINISTRA


1. Massa kenyal permukaan licin 1. Massa keras permukaan
berukuran 2x2x1, tidak terfiksir kasar/berbenjol berukuran
pada kuadran… 1,5x1x1, terfiksir pada kuadran…
2. Massa keras permukaan
kasar/berbenjol berukuran
1,5x1x1, terfiksir pada kuadran…

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


2
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

11. Palpasi papilla mammae untuk mencari nipple discharge


Hanya palpasi pada papilla mamma dextra karena papilla mamma sinistra retraksi.
Secret/discharge kemerahan (darah) pada papilla mamma dextra.

12. Palpasi KGB pada posisi pasien duduk berhadapan pemeriksa


Ibu silahkan duduk kembali. Palpasi KGB pada supraklavikula.
Terdapat massa keras permukaan licin ukuran 0,5x1x1, terfiksir pada supraklavikula
sinistra linea midsternalis.

13. Axilla kanan diperiksa dengan tangan kiri pemeriksa, sementara tangan kanan pemeriksa
menyangga lengan bawah pasien dan sebaliknya
Terdapat 2 massa keras permukaan licin ukuran 0,5x1x1, terfiksir pada axilla dextra
Terdapat 2 massa keras permukaan licin ukuran 0,5x1x1, terfiksir pada axilla sinistra

14. Laporkan hasil pemeriksaan

Ibu silahkan memakai pakaiannya kembali. Berdasarkan pemeriksaan ditemukan massa


pada payudara ibu. Oleh karena itu saya akan merujuk ke dokter spesialis onkologi dan
bedah. Terimakasih atas kerjasamanya.

15. Membersihkan tangan dengan cairan antiseptic

16. Hamdalah dan salam

Alhamdulillah pemeriksaan telah selesai. Assalamualaikum wr wb.

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


3
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


4
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


5
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


6
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

PENILAIAN KETERAMPILAN KOMUNIKASI MENYAMPAIKAN BERITA BURUK

BUKAN PERTEMUAN PERTAMA> TDK USAH PERKENALKAN DIRI

A. Membina sambungrasa:
1. Basmalah
2. Memperlihatkan sikap menerima pasien
3. Salam. Memperkenalkan diri jika ada keluarga pasien.
Bismillahirahmanirrahim. Assalamualaikum wr wb.
Silahkan duduk pak/bu. Bagaimana kabarnya hari ini? Masih nyeri/batuk/diare?
B. Persiapan
1. Mencari tahu apa yang pasien ketahui tentang penyakitnya
Maaf bu, apakah sudah sempat mencari tahu, mungkin lewat internet tentang
penyakit ibu?
2. Mencari tahu seberapa besar keinginan pasien untuk mengetahui tentang
penyakitnya
Baik ibu. Apakah ibu bersedia mendengarkan sendiri atau ditemani suami?
C. Menyampaikan berita buruk
1. Menjelaskan hasil pemeriksaan
Setelah serangkaian pemeriksaan, saya sudah menerima hasil labnya.
(JELASKAN SESUAI SKENARIO)

2. Menyampaikan berita buruk dengan jelas dan penuh empati


Maaf, hasil pemeriksaan ternyata tidak sesuai dengan yang diharapkan.

D. Memberi respon terhadap reaksi emosional pasien


1. Memberi kesempatan pasien bereaksi
-Diam jika perlu-
2. Memberi respon dengan empati dan wajar
Istighfar. Saya mengerti dengan apa yang ibu rasakan, kami tim dokter akan
berusaha membantu ibu. Bisa saya lanjutkan?
Apakah ibu setuju untuk pengobatan?
E. Menjelaskan tindak lanjut
1. Menyampaikan rencana tindakan
SESUAI SKENARIO
Saya sudah merencanakan…
Ada perubahan fisik…
2. Mengkomunikasikan prognosis
Jika ditanya apakah bias sembuh: pasien2 yang pengobatan umumnya dapat
melakukan aktivitas dengan baik. Insya Allah apabila Allah menghendaki akan
sembuh.
Ada yang mau ditanyakan ibu?
F. Mengakhiri percakapan
1. Membangun harapan pasien dan menyarankan pasien tawakkal
Mari kita berdoa bersama-sama ibu, semoga diberi kesembuhan dari Allah SWT.
2. Menjelaskan bahwa dokter siap membantu pasien
Kami dari tim dokter akan berusaha untuk membantu ibu.

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


7
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

3. Membuat kesepaktan untuk pertemuan lebih lanjut


Bagaimana ibu? Kapan kita bisa bertemu lagi? Saya harap lebih cepat lebih baik.
Ini no. telp saya ibu. Ada yang mau ditanyakan?

4. Hamdalah, salam.
Alhamdulillah. Wassalamualaikum wr wb.

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


8
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

JENIS – JENIS LUKA

Menurut tipenya luka dibedakan menjadi 4 tipe luka yaitu :

 Clean wound/luka bersih

Clean wound atau luka bersih adalah luka yang dibuat oleh karena tindakan operasi dengan
tehnik steril , pada daerah body wall dan non contaminated deep tissue ( tiroid, kelenjar,
pembuluh darah, otak, tulang)

 Clean contaminated wound

Merupakan luka yang terjadi karena benda tajam, bersih dan rapi, lingkungan tidak steril atau
operasi yang mengenai daerah small bowel dan bronchial.

 Contaminated wound

Luka ini tidak rapi, terkontaminasi oleh lingkungan kotor, operasi pada saluran terinfeksi (large
bowel/rektum, infeksi broncial, infeksi perkemihan)

 Infected wound

Jenis luka ini diikuti oleh adanya infeksi, kerusakan jaringan, serta kurangnya vaskularisasi
pada jaringan luka.

JENIS LUKA MENURUT PENYEBAB

Tipe luka (vulnus) adalah :

 Vulnus laceratum (Laserasi)

Jenis luka ini disebabkan oleh karena benturan dengan benda tumpul, dengan ciri luka tepi
luka tidak rata dan perdarahan sedikit luka dan meningkatkan resiko infeksi.

 Vulnus excoriasi (Luka lecet)


Penyebab  luka karena kecelakaan atau jatuh yang menyebabkan lecet pada permukaan kulit
merupakan luka terbuka tetapi yang terkena hanya daerah kulit.

 Vulnus punctum (Luka tusuk)


Penyebab adalah benda runcing tajam atau sesuatu yang masuk ke dalam kulit, merupakan
luka terbuka dari luar tampak kecil tapi didalam mungkin rusak berat, jika yang mengenai
abdomen/thorax disebut vulnus penetrosum(luka tembus).

 Vulnus contussum (luka kontusio)

Penyebab : benturan benda yang keras. Luka ini merupakan luka tertutup, akibat dari
kerusakan pada soft tissue dan ruptur pada pembuluh darah menyebabkan nyeri dan
berdarah  (hematoma) bila kecil maka akan diserap oleh jaringan di sekitarya jika organ dalam
terbentur dapat menyebabkan akibat yang serius.

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


9
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

 Vulnus insivum (Luka sayat)

Penyebab dari luka jenis ini adalah sayatan benda tajam atau jarum merupakan luka terbuka
akibat dari terapi untuk dilakukan tindakan invasif, tepi luka tajam dan licin.

 Vulnus  schlopetorum
Penyebabnya adalah tembakan, granat. Pada pinggiran luka  tampak kehitam-hitaman, bisa
tidak teratur kadang ditemukan corpus alienum.

 Vulnus morsum (luka gigitan)

Penyebab adalah gigitan binatang atau manusia, kemungkinan infeksi besar bentuk luka
tergantung dari bentuk gigi.

 Vulnus perforatum
Luka jenis ini merupakan luka tembus atau luka  jebol. Penyebab oleh karena panah, tombak
atau proses infeksi yang meluas hingga melewati selaput serosa/epithel organ jaringan.

 Vulnus amputatum

Luka potong, pancung dengan penyebab benda tajam ukuran besar/berat, gergaji. Luka
membentuk lingkaran sesuai dengan organ yang dipotong. Perdarahan hebat, resiko infeksi
tinggi, terdapat gejala pathom limb.

 Vulnus combustion (luka bakar)

Penyebab oleh karena thermis, radiasi, elektrik ataupun  kimia  Jaringan kulit rusak dengan
berbagai derajat mulai dari lepuh (bula – carbonisasi/hangus). Sensasi nyeri dan atau
anesthesia.

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


10
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

1. Nald vooder/Needle Holder/Nald Heacting


Gunanya adalah untuk memegang jarum jahit (nald heacting) dan sebagai penyimpul benang.

2. Gunting
• Gunting Diseksi (disecting scissor)

Gunting ini ada dua jenis yaitu, lurus dan bengkok. Ujungnya biasanga runcing. Terdapat dua
tipe yabg sering digunakan yaitu tipe Moyo dan tipe Metzenbaum.

• Gunting Benang

Adadua macam gunting benang yaitu bengkok dan lurus, kegunaannya adalah memotong
benang operasi, merapikan luka.

• Gunting Pembalut/Perban

Kegunaannya adalah untuk menggunting plester dan pembalut.

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


11
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

3. Pisau Bedah
Pisau bedah terdiri dari dua bagian yaitu gagang dan mata pisau
(mess/bistouri/blade). Kegunaanya adalah untuk menyayat berbagai organ atau bagian tubuh
manusia. Mata pisau disesuaikan dengan bagian tubuh yang akan disayat.

4. Klem (Clamp)
• Klem Arteri Pean

Adadua jenis yang lurus dan bengkok. Kegunaanya adalah untuk hemostatis untuk jaringan
tipis dan lunak.
• Klem Kocher

Adadua jenis bengkok dan lurus. Sifatnya mempunyai gigi pada ujungnya seperti pinset
sirugis. Kegunaannya adalah untuk menjepit jaringan.
• Klem Allis

Penggunaan klem ini adalah untuk menjepit jaringan yang halus dan menjepit tumor.
• Klem Babcock

Penggunaanya adalah menjepit dock atau kain operasi.

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


12
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

5. Retraktor (Wound Hook)


Retraktor langenbeck, US Army Double Ended Retraktor dan Retraktor Volkman
penggunaannya adalah untuk menguakan luka.

6. Pinset
• Pinset Sirurgis

Penggunaannya adalah untuk menjepit jaringan pada waktu diseksi dan penjahitan luka,
memberi tanda pada kulit sebelum memulai insisi.
• Pinset Anatomis

Penggunaannya adalah untuk menjepit kassa sewaktu menekan luka, menjepit jaringan yang
tipis dan lunak.
• Pinset Splinter

Penggunaannya adalah untuk mengadaptasi tepi-tepi luka ( mencegah overlapping).

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


13
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

7. Deschamps Aneurysm Needle


Penggunaannya adalah untuk mengikat pembuluh darah besar.

8. Wound Curet
Penggunaannya dalah untuk mengeruk luka kotor, mengeruk ulkus kronis.

9. Sonde (Probe)
Penggunaannya adalah untuk penuntun pisau saat melakukan eksplorasi, dan mengetahui
kedalam luka.

10. Korentang

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


14
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

Penggunaannya adalah untuk mengambil instrumen steril, mengambil kassa, jas operasi, doek,
dan laken steril.

11. Jarum Jahit


Penggunaanya adalah untuk menjahit luka yang dan menjahit organ yang rusak lainnya. Untuk
menjahit kulit digunakan yang berpenampang segitiga agar lebih mudah mengiris kulit
(scharpe nald). Sedangkan untuk menjahit otot dipakai yang berpenampang bulat ( rounde
nald ).

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


15
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

A.  Instrumen Dengan Fungsi Memotong


1.    Pisau Scalpel + Pegangan
Scalpel merupakan mata pisau kecil yang digunakan bersama pegangannya. Alat ini
bermanfaat dalam menginsisi kulit dan memotong jaringan secara tajam. Selain itu, alat ini
juga berguna untuk mengangkat jaringan/benda asing dari bagian dalam kulit. Setiap pisau
scalpel memiliki dua ujung yang berbeda, yang satu berujung tajam sebagai bagian pemotong
dan yang lainnya berujung tumpul berlubang sebagai tempat menempelnya pegangan scalpel.
Cara pemasangannya: pegang area tumpul pisau dengan needle-holder dan hubungkan lubang
pada area tersebut pada lidah pegangan sampai terkunci (terdengar bunyi). Cara pelepasan:
pegang ujung pisau dengan needle-holder dan lepaskan dari lidah pegangan, kemudian buang
di tempat sampah. Pegangan scalpel yang sering digunakan adalah yang berukuran 3 yang
dapat digunakan bersama pisau scalpel dalam ukuran beragam. Sedangkan pisau scalpel yang
sering digunakan adalah yang berukuran no.15. Ukuran no.11 digunakan untuk insisi abses
dan hematoma perianal. Pegangan scalpel digunakan seperti pulpen dengan kontrol maksimal
pada waktu pemotongan dilakukan. Dalam praktek keseharian, pegangan scalpel biasanya
diabaikan sehingga hanya memakai pisau scalpel. Hal ini bisa diterima dengan pertimbangan
pisaunya masih dalam keadaan steril (paket baru) dan harus digunakan dengan pengontrolan
yang baik agar tidak menimbulkan kerusakan jaringan sewaktu memotong.
 
2.    Gunting
Pada dasarnya gunting mengkombinasikan antara aksi mengiris dan mencukur.
Mencukur membutuhkan aksi tekanan halus yang saling bertentangan antara ibu jari dan anak
jari lainnya. Gerakan mencukur ini biasanya dilakukan oleh tangan dominan yang bersifat
tidak disadari dan berdasarkan insting. Sebaiknya gunakan ibu jari dan jari manis pada kedua
lubang gunting. Hal ini akan menyebabkan jari telunjuk menyokong instrumen pada waktu
memotong sehingga kita dapat memotong dengan tepat. Selain itu, penggunaan ibu jari dan
jari telunjuk pada lubang gunting biasanya pengontrolannya berkurang. Jenis-jenis gunting
berdasarkan objek kerjanya, yakni gunting jaringan (bedah), gunting benang, gunting perban
dan gunting iris.
a.       Gunting Jaringan (bedah)
Gunting jaringan (bedah) terdiri atas dua bentuk. Pertama, berbentuk ujung tumpul dan
berbentuk ujung bengkok. Gunting dengan ujung tumpul digunakan untuk membentuk
bidang jaringan atau jaringan yang lembut, yang juga dapat dipotong secara tajam. Gunting
dengan ujung bengkok dibuat oleh ahli pada logam datar dengan cermat. Pemotongan dengan
gunting ini dilakukan pada kasus lipoma atau kista. Biasanya dilakukan dengan cara
mengusuri garis batas lesi dengan gunting. Harus dipastikan kalau pemotongan dilakukan
jangan melewati batas lesi karena dapat menyebabkan kerusakan.
b.      Gunting Benang (dressing scissors)
Gunting benang didesain untuk menggunting benang. Gunting ini berbentuk lurus dan
berujung tajam. Gunakan hanya untuk menggunting benang, tidak untuk jaringan. Gunting ini
juga digunakan saat mengangkat benang pada luka yang sudah kering dengan tehnik selipan
dan sebaiknya pemotongan benang menggunakan bagian ujung gunting. Hati-hati dalam
pemotongan jahitan. Jika ujung gunting menonjol keluar jahitan, terdapat resiko memotong
struktur lainnya.
c.       Gunting Perban
Gunting perban merupakan gunting berujung sudut dengan ujung yang tumpul. Gunting
ini memiliki kepala kecil pada ujungnya yang bermanfaat untuk memudahkan dalam
memotong perban. Jenis gunting ini terdiri atas knowles dan lister. Bagian dasar gunting ini

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


16
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

lebih panjang dan digunakan sangat mudah dalam pemotongan perban. Ujung tumpulnya
didesain untuk mencegah kecelakaan saat remove perban dilakukan. Selain untuk membentuk
dan memotong perban sesaat sebelum menutup luka, gunting ini juga aman digunakan untuk
memotong perban saat perban telah ditempatkan di atas luka. (wikipedia)
d.      Gunting Iris
Gunting iris merupakan gunting dengan ujung yang tajam dan berukuran kecil sekitar 3-4
inchi. Biasanya digunakan dalam pembedahan ophtalmicus khususnya iris. Dalam bedah
minor, gunting iris digunakan untuk memotong benang oleh karena ujungnya yang cukup
kecil untuk menyelip saat remove benang dilakukan. (dictionary online) 
 
B.  Instrumen Dengan Fungsi Menggenggam
3.    Pinset Anatomi
Pinset Anatomi memiliki ujung tumpul halus. Secara umum, pinset digunakan oleh ibu
jari dan dua atau tiga anak jari lainnya dalam satu tangan. Tekanan pegas muncul saat jari-jari
tersebut saling menekan ke arah yang berlawanan dan menghasilkan kemampuan
menggenggam. Alat ini dapat menggenggam objek atau jaringan kecil dengan cepat dan
mudah, serta memindahkan dan mengeluarkan jaringan dengan tekanan yang beragam. Pinset
Anatomi ini juga digunakan saat jahitan dilakukan, berupa eksplorasi jaringan dan
membentuk pola jahitan tanpa melibatkan jari. (wikipedia)
 
4.    Pinset Chirurgis
Pinset Chirurgis biasanya memiliki susunan gigi 1x2 (dua gigi pada satu bidang). Pinset
bergigi ini digunakan pada jaringan; harus dengan perhitungan tepat, oleh karena dapat
merusak jaringan jika dibandingkan dengan pinset anatomi (dapat digunakan dengan
genggaman halus). Alat ini memiliki fungsi yang sama dengan pinset anatomi yakni untuk
membentuk pola jahitan, meremove jahitan, dan fungsi-fungsi lainnya.(wikipedia)
 
5.    Klem Jaringan
Klem jaringan berbentuk seperti penjepit dengan dua pegas yang saling berhubungan
pada ujung kakinya. Ukuran dan bentuk alat ini bervariasi, ada yang panjang dan adapula
yang pendek serta ada yang bergigi dan ada yang tidak. Alat ini bermanfaat untuk memegang
jaringan dengan tepat. Biasanya dipegang oleh tangan dominan, sedangkan tangan yang lain
melakukan pemotongan, atau menjahit. Cara pemegangannya: klem dipegang dalam keadaan
relaks seperti memegang pulpen dengan posisi di tengah tangan. Banyak orang yang
memegang klem ini dengan salah, yang memaksa lengan dalam posisi pronasi penuh dan
menyebabkan tangan menjadi tegang. Dalam penggunaannya, hati-hati merusak jaringan.
Pegang klem selembut mungkin, usahakan genggam jaringan sedalam batas yang seharusnya.
Klem jaringan bergigi memiliki gigi kecil pada ujungnya yang digunakan untuk memegang
jaringan dengan kuat dan dengan pengontrolan yang akurat. Hati-hati, kekikukan pada saat
menggunakan alat ini dapat merusak jaringan. Kemudian, klem tidak bergigi juga memiliki
resiko merusak jaringan jika jepitan dibiarkan terlalu lama, karena klem ini memiliki tekanan
yang kuat dalam menggenggam jaringan. 
 
C.  Instrumen Dengan Fungsi Menghentikan Perdarahan
6.    Klem Arteri
Pada prinsipnya, klem arteri bermanfaat untuk menghentikan perdarahan pembuluh
darah kecil dan menggenggam jaringan lainnya dengan tepat tanpa menimbulkan kerusakan
yang tidak dibutuhkan. Secara umum, klem arteri dan needle-holder memiliki bentuk yang
sama. Perbedaannya pada struktur jepitan (gambar 2), dimana klem arteri, struktur jepitannya
berupa galur paralel pada permukaannya dan ukuran panjang pola jepitannya sampai handle

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


17
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

agak lebih panjang dibanding needle-holder. Alat ini juga tersedia dalam dua bentuk yakni
bentuk lurus dan bengkok (mosquito). Namun, bentuk bengkok (mosquito) lebih cocok
digunakan pada bedah minor.
Cara penggunaan: klem arteri memiliki ratchet pada handlenya. Ratchet inilah yang
menyebabkan posisi klem arteri dalam keadaan terututup (terkunci). Ratchet umumnya
memiliki tiga derajat, dimana pada saat penutupan jangan langsung menggunakan derajat
akhir karena akan mengikat secara otomatis dan sulit untuk dilepaskan. Pelepasan klem
dilakukan dengan cara pertama harus ditekan ke dalam handlenya, kemudian dipisahkan
handlenya sambil membuka keduanya. Sebaiknya gunakan ibu jari dan jari manis karena hal
ini akan menyebabkan jari telunjuk mendukung instrumen bekerja sehingga dapat
memposisikan jepitan dengan tepat.
Jepitan klem arteri berbentuk halus dengan galur lintang paralel yang membentuk chanel
lingkaran saat instrumen ditutup. Jepitan ini berukuran relatif panjang terhadap handled yang
memungkinkan genggaman jaringan lebih halus tanpa pengrusakan. Jepitan dengan ujung
bengkok (mosquito) berfungsi untuk membantu pengikatan pembuluh darah. Jangan
menggunakan klem ini untuk menjahit, oleh karena struktur jepitannya tidak mendukung
dalam memegang needle.
 
D.  Instrumen Dengan Fungsi Menjahit
7.    Needle Holder
Needle holder bermanfaat untuk memegang needle saat insersi jahitan dilakukan. Secara
keseluruhan antara needle holder dan klem arteri berbentuk sama. Handled dan ujung
jepitannya bisa berbentuk lurus ataupun bengkok. Namun, yang paling penting adalah
perbedaan pada struktur jepitannya (gambar 2). Struktur jepitan needle holder berbentuk
criss-cross di permukaannya dan memiliki ukuran handled yang lebih panjang dari
jepitannya, untuk tahanan yang kuat dalam menggenggam needle. Oleh karena itu, jangan
menggenggam jaringan dengan needle holder karena akan menyebabkan kerusakan jaringan
secara serius.
Cara penggunaan: cara menutup dan melepas sama dengan metode ratchet yang telah
dipaparkan pada penggunaan klem arteri di atas. Needle digenggam pada jarak 2/3 dari ujung
berlubang needle, dan berada pada ujung jepitan needle-holder. Hal ini akan memudahkan
tusukan jaringan pada saat jahitan dilakukan. Selain itu, pemegangan needle pada area dekat
dengan engsel needle holder akan menyebabkan needle menekuk. Kemudian, belokkan
needle sedikit ke arah depan pada jepitan instrumen karena akan disesuaikan dengan arah
alami tangan ketika insersi dilakukan dan tangan akan terasa lebih nyaman. Kegagalan dalam
membelokkan needle ini juga akan menyebabkan needle menekuk.
Tehnik menjahit: jaga jari manis dan ibu jari menetap pada lubang handle saat menjahit
dilakukan yang membatasi pergerakan tangan dan lengan. Pegang needle holder dengan
telapak tangan akan memberikan pengontrolan yang baik. Secara konstan, jangan
mengeluarkan jari dari lubang handled karena dapat merusak ritme menjahit. Pertimbangkan
pergunakan ibu jari pada lubang handled yang menetap, namun manipulasi lubang lainnya
dengan jari manis dan kelingking.
 

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


18
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

Gambar 2. Perbedaan Struktur Jepitan Antara Klem Jaringan, Klem arteri dan Needle
Holder
 
8.    Benang Bedah
Benang bedah dapat bersifat absorbable dan non-absorbable. Benang yang absorbable
biasanya digunakan untuk jaringan lapisan dalam, mengikat pembuluh darah dan kadang
digunakan pada bedah minor. Benang non-absorbable biasanya digunakan untuk jaringan
tertentu dan harus diremove. Selain itu, benang bedah ada juga yang bersifat alami dan
sintetis. Benang tersebut dapat berupa monofilamen (Ethilon atau prolene) atau jalinan (black
silk). Umumnya luka pada bedah minor ditutup dengan menggunakan benang non-
absorbable. Namun, jahitan subkutikuler harus menggunakan jenis benang yang absorbable.
Black silk adalah benang jalinan non-absorbable alami yang paling banyak digunakan.
Meskipun demikian, benang ini dapat menimbulkan reaksi jaringan, dan menghasilkan luka
yang agak besar. Jenis benang ini harus dihindari, karena saat ini telah banyak benang sintetis
alternatif yang memberikan hasil yang lebih baik. Luka pada kulit kepala yang berbatas
merupakan pengecualian, oleh karena penggunaan jenis benang ini lebih memuaskan.
Benang non-abosrbable sintetis terdiri atas prolene dan ethilon (nama dagang). Benang
ini berbentuk monofilamen yang merupakan benang terbaik. Jenis benang ini cukup halus
dan luwes dan menghasilkan sedikit reaksi jaringan. Namun, jenis benang ini lebih sulit
diikat dari silk sehingga sering menyebabkan jahitan terbuka. Masalah ini dapat diselesaikan
dengan menggunakan tehnik khusus seperti menggulung benang saat jahitan dilakukan atau
mengikat benang dengan menambah lilitan. Prolene (monofilamen polypropylene) dapat
meningkatkan keamanan jahitan dan lebih mudah diremove dibandingkan dengan Ethilon
(monofilamen polyamide).
Catgut merupakan contoh terbaik dalam kelompok benang absorbable alami. Jenis
benang ini merupakan monofilamen biologi yang dibuat dari usus domba dan sapi. Terdapat
dua macam catgut, plain catgut dan chromic catgut. Plain catgut memiliki kekuatan selama 7-

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


19
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

10 hari. Sedangkan chromic catgut memiliki kekuatan selama 28 hari. Namun, kedua jenis
benang ini dapat menghasilkan reaksi jaringan.
Benang absorbable sintetis terdiri atas vicryl (polygactin) dan Dexon (polyclycalic acid)
yang merupakan benang multifilamen. Benang ini berukuran lebih panjang dari catgut dan
memiliki sedikit reaksi jaringan. Penggunaan utamanya adalah untuk jahitan subkutikuler
yang tidak perlu diremove. Selain itu, juga dapat digunakan untuk jahitan dalam pada
penutupan luka dan mengikat pembuluh darah (hemostasis).
Terdapat dua sistem dalam mengatur penebalan benang, yakni dengan sistem metrik dan
sistem tradisional. Penomoran sistem metrik sesuai dengan diameter benang dalam per-
sepuluh milimeter. Misalnya, benang dengan ukuran 2 berarti memiliki diameter 0.2 mm.
Sistem tradisional kurang rasional namun banyak yang menggunakannya. Ketebalan benang
disebutkan menggunakan nilai nol misalnya 3/0, 4/0, 6/0 dan seterusnya. Paling besar
nilainya, ketebalannya semakin kecil. 6/0 merupakan nomor dengan diameter paling halus
yang tebalnya seperti rambut, digunakan pada wajah dan anak-anak. 3/0 adalah ukuran yang
paling tebal yang biasa digunakan pada sebagian besar bedah minor. Khususnya untuk kulit
yang keras (kulit bahu). 4/0 merupakan nilai pertengahan yang juga sering digunakan.
Dalam suatu paket jahitan, terdapat semua informasi mengenai benang dan needlenya
secara lengkap di cover paketnya. Setiap paket jahitan memiliki dua bagian luar, pertama
yang terbuat dari kertas kuat yang mengikat pada cover transaparan. Paket jahitan ini dijamin
dalam keadaan steril sampai covernya terbuka. Oleh karena itu, saat membuka paket, simpan
ke dalam wadah steril. Bagian kedua yakni amplop yang terbuat dari kertas perak yang
dibasahi pada satu sisinya. Basahan ini memudahkan paket jahitan dipisahkan dari kertas
tersebut. Kemudian dengan menggunakan needle-holder, angkat needle tersebut dari
lilitannya dan luruskan secara hati-hati. Kemudian, gunakan untuk tindakan penjahitan.
Rekomendasi bahan jahitan yang dapat digunakan adalah monofilamen prolene atau
Ethilon 1,5 metrik (4/0) untuk jahitan interuptus pada semua bagian. Monofilamen prolene
atau ethilon 2 metrik (3/0) untuk jahitan subkutikuler non-absorbable. Juga dapat digunakan
untuk jahitan interuptus pada kulit yang keras misalnya pada bahu. Vicryl 2 metrik
(3/0) digunakan pada jahitan subkutikuler yang absorbable dan jahitan dalam
hemostasis. Vicryl 1,5 metrik (4/0) digunakan untuk jahitan subkutikuler jaringan halus atau
jahitan dalam. Prolene atau Ethilon 0,7 (6/0) untuk jahitan halus pada muka dan pada anak-
anak.
 
9.    Needle bedah
Saat ini bentuk needle bedah yang digunakan oleh sebagian besar orang adalah jenis
atraumatik yang terdiri atas sebuah lubang pada ujungnya yang merupakan tempat insersi
benang. Benang akan mengikuti jalur needle tanpa menimbulkan kerusakan jaringan
(trauma). Pada needle model lama memiliki mata dan loop pada benangnya sehingga dapat
menimbulkan trauma. Needle memiliki bagian dasar yang sama, meskipun bentuknya
beragam. Setiap bagian memiliki ujung, yakni bagian body dan bagian lubang tempat insersi
benang. Sebagian besar needle berbentuk kurva dengan ukuran ¼, 5/8, ½ dan 3/8 lingkaran.
Hal ini menyebabkan needle memiliki range untuk bertemu dengan jahitan lainnya yang
dibutuhkan. Ada juga bentuk needle yang lurus namun jarang digunakan pada bedah minor.
Needle yang berbentuk setengah lingkaran datar digunakan untuk memudahkan
penggunaannya dengan needle holder.

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


20
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

INSTRUMENT BEDAH MINOR

Tambahan:
Tidak steril:
1. Alat cukur
2. NacL 0,9%
3. Povidone iodine
4. Alkohol
5. Lidocain
Dosis: 4mg/kgbb. Max 280mg

Steril:

1. Duk berlubang steril


2. Kasa steril
3. Spuit 3cc

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


21
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

PENILAIAN KETERAMPILAN MEDIK TEKNIK PENJAHITAN LUKA

1. Basmalah, salam.
2. Mempersiapkan alat dan bahan
3. Mengenal jarum dan jenis benang

a. Benang yang dapat diserap (Absorbable Suture )


1. Alami ( Natural)
1) Plain Cat Gut : dibuat dari bahan kolagen sapi atau domba. Benang ini
hanya memiliki daya serap pengikat selama 7-19 hari dan akan diabsorbsi
secara sempurna dalam waktu 70 hari.
2). Chromic Cat Gut dibuat dari bahan yang sama dengan plain cat gut ,
namum dilapisi dengan garam Chromium untuk memperpanjang waktu
absorbsinya sampai 90 hari.
2. Buatan ( Synthetic )
Adalah benang- benang yang dibuat dari bahan sintetis, seperti Polyglactin
(merk dagang Vicryl atau Safil), Polyglycapron ( merk dagang Monocryl atau
Monosyn), dan Polydioxanone ( merk dagang PDS II ). Benang jenis ini
memiliki daya pengikat lebih lama , yaitu 2-3 minggu, diserap secara lengkap
dalam waktu 90-120 hari.

b. Benang yang tak dapat diserap ( nonabsorbable suture )


1. Alamiah ( Natural)
Dalam kelompok ini adalah benang silk ( sutera ) yang dibuat dari protein
organik bernama fibroin, yang terkandung di dalam serabut sutera hasil
produksi ulat sutera.
2. Buatan ( Synthetic )
Dalam kelompok ini terdapat benang

dari bahan dasar nylon ( merk dagang Ethilon atau Dermalon ). Polyester
( merk dagang Mersilene) dan Poly propylene ( merk dagang Prolene ).

4. Mencukur rambut sekitar luka


5. Cuci tangan, sarung tangan
6. Desinfeksi dengan povidone iodine dan alcohol secara melingkar
7. Membatasi daerah luka dengan duk steril
8. Anastesi local

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


22
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

9. Cuci luka dengan NaCl 0,9%


10. Membuang jaringan mati jika perlu (debridement)
11. Mencuci luka dengan NaCl 0,9%
12. Penjahitan luka + salep antibiotic + analgesik

13. Hamdalah, salam

Catatan:
 Luka sembuh dalam 7-10 hari. Jika tidak sembuh, ada infeksi. Jika menggunakan
benang yg nonabsorbable, informasikan untuk datang kembali.
 Luka dalam, jahit di dalam dan diluar
 Luka kopong pakai peroksida. Dr kamal: jgn dijahit
 Golden period 2 jam

Contoh kasus:
Laki2 dengan luka kotor terbuka, compang-camping -> vulnus laseratum. Perlu
debridement.

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


23
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

MATA I
PEMERIKSAAN TAJAM PENGLIHATAN MATA (VISUS)

A. PEMBUKAAN
1. Basmalah, salam.
2. Cairan antiseptic

B. VISUS BAIK (>6/60)


1. Minta pasien duduk 6 m dari pemeriksa
2. Paisen diminta duduk tegak, menutup salah satu mata dengan telapak tangan tanpa
menekan bola mata (tangan seperti mangkok)
3. Pasien diminta melihat ke depan dengan santai tanpa melirik dan mengerutkan kelopak
mata (mata jangan dipicingkan)
4. Minta pasien menyebutkan angka atau symbol yg ditunjuk
5. Menunjukkan angka/symbol pada optotip Snellen
6. Menyebutkan hasil.
Max False 4. False >4 naik 1 baris.
Contoh laporan:
Visus Oculi Dextra: 6/60 False…
Visus Oculi Sinistra: 5/60 False.. -> Lanjut uji hitung jari

C. VISUS BURUK (<6/60) – UJI HITUNG JARI


1. Minta pasien duduk 6 m dari pemeriksa. Pemeriksa maju 1 meter (mulai dari 5 m)
2. Pasien duduk tepat di depan pemeriksa. Tutup 1 mata (spt diatas)
3. Minta pasien menyebutkan jumlah jari yang ditunjukkan pemeriksa.
Jangan berurutan. Posisi jari di depan dada sejajar pasien. Maju hingga pasien
menyebutkan angka dgn benar.
Contoh laporan:
Visus Oculi Dextra: 3/60
Visus Oculi Dextra: 1/60
Tidak bisa melihat-> lanjut uji proyeksi sinar

D. VISUS BURUK (1/300) – UJI LAMBAIAN TANGAN


1. Minta pasien duduk 1 m dari pemeriksa.
2. Pasien duduk tepat di depan pemeriksa. Tutup 1 mata (spt diatas)
3. Minta pasien melihat lurus ke depan.
4. Minta pasien menyebutkan ada atau tidak lambaian dan arahnya (vertical, horizontal).
Ada lambaian tangan tidak pak? Ke arah mana?

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


24
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

Contoh laporan:
Visus Oculi Dextra: 1/300
Tidak bisa melihat-> lanjut uji proyeksi sinar

A. VISUS BURUK (1/∞) – UJI PROYEKSI SINAR


1. Minta pasien duduk 1 m dari pemeriksa.
2. Pasien duduk tepat di depan pemeriksa. Tutup 1 mata (spt diatas)
3. Minta pasien melihat lurus ke depan.
4. Minta pasien menyebutkan ada atau tidak sinar dan arahnya (vertical, horizontal).
Penlight diam dulu ke arah kornea pasien. “Ada sinar tidak pak?”
Lalu gerakkan penlight ke kanan kiri atas bawah. “Ke arah mana pak?”

Contoh laporan:
Visus Oculi Dextra: 1/∞
Tidak bisa melihat-> visus 0

A. PENUTUPAN
1. Cairan antiseptic
2. Hamdalah, salam.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pemeriksaan visus atau tajam penglihatan diukur menggunakan optotip snellen. Seseorang yang
masih memiliki visus yang normal bisa melihat pada jarak 6 meter tanpa alat bantuan. Berarti
kondisi visus pasien tersebut adalah 6/6 (orang normal bisa melihat optotip snellen pada
jarak 6 meter, pasien juga bisa melihat optotip snellen pada jarak 6 meter) atau emetrop
(istilah medis). 

Seseorang yang mengalami penurunan tajam penglihatan bisa dicurigai karena kelainan refraksi


seperti miopi (rabun jauh), hipermetropi (rabun dekat) atau kelainan pada organ mata
(kelainan media refraksi) seperti katarak dsb. Untuk mengetahui apakah penderita mengalami
kelainan pada refraksinya atau media refraksinya bisa dilakukan tes pinhole.

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


25
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

 Visus normal orang adalah 20/20 (dalam feet) atau 6/6 (dalam meter).
 Jika penderita hanya bisa melihat 3 huruf dari 6 huruf (50%) maka dianggap pada baris
tersebut belum lolos  atau visus nya 6/12 meter (sebagai contoh tidak lulus dari baris 6
maka dianggap visusnya bisa melihat pada baris 5). Semisal lebih dari 3 huruf (lebih dari
50%) maka visusnya dianggap lolos atau visusnya 6/9 meter (sebagai contoh lulus dari baris
6 maka dianggap visusnya bisa melihat pada baris 6). 
 Bisa dikatakan juga, semisal penderita hanya bisa melihat 3 huruf dari 6 huruf  atau 50%
(baris 6) maka visus ditulis 6/12 meter plus 3 atau visus 6/9 meter false 3. 
Cara melakukan pinhole tes :

Pasang lempeng pinhole pada mata pasien, lakukan pada mata kanan dulu habis itu kiri.
Amati apakah visus membaik atau tidak. Kalau membaik dicurigai (suspect) kelainan refraksi,
sebaliknya kalau tidak membaik berarti dicurigai (suspect) kelainan media refraksi.  

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


26
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

KETERAMPILAN PEMERIKSAAN KEDUDUKAN BOLA MATA DAN GERAKAN OTOT EKSTRAOKULAR

A. PEMBUKAAN
1. Basmalah, salam.
2. Cairan antiseptic

B. KEDUDUKAN BOLA MATA


1. Tujuan dan cara pemeriksaan
2. Minta pasien duduk berhadapan, memandang lurus ke depan
3. Sinarkan senter dari jarak 30cm ke arah glabella pasien

4. Amati refleksi/bayangan sinar pada kornea (Refleks Hirschberg) -> normal ada di tengah
kedua pupil mata.

C. GERAKAN OTOT EKSTRAOKULAR


1. Jelaskan tujuan dan cara pemeriksaan
2. Instruksikan pasien untuk menggerakkan mata mengikuti senter semaksimal mungkin
tanpa menggerakkan kepala.
3. Gerakkan ke 8 arah mata angin

N. III (N. OCULOMOTORIUS), N. IV (N. TROCHLEARIS) DAN N. VI (N. ABDUSCENS)

 N. III
Medial (m. rectus medialis)
Atas luar (m. rectus superior)
Bawah luar (m. rectus inferior)
Atas dalam (m. obliquus inferior)
 N. IV
Oblik hingga nasal (m. obliquus superior)
 N. VI
Lateral (m. rectus lateral)

D. PENUTUPAN
1. Cairan antiseptic
2. Hamdalah, salam.

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


27
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

PENILAIAN KETERAMPILAN MEDIK PEMERIKSAAN TEKANAN INTRAOKULAR (TIO)

A. PEMBUKAAN
1. Basmalah, salam.
2. Cairan antiseptic
B. PEMERIKSAAN TIO SECARA DIGITAL/PALPASI
1. Pasien diminta melirik ke bawah
2. Pemeriksa memeriksa TIO dengan posisi tangan yang benar

Jari-jari yang lain bersandar pada dahi dan pipi pasien


Kedua jari telunjuk menekan bola mata pada bagian belakang kornea bergantian
Satu telunjuk mengimbangi saat telunjuk lain menekan bola mata

3. Menyebutkan hasil pemeriksaan


Nilai : didapat kesan berapa ringannya bola mata ditekan
Tinggi rendahnya tekanan dicatat sebagai berikut :
N : normal
N+1 : agak tinggi
N+2 : lebih tinggi lagi
N-1 : lebih rendah dari normal dst.

C. PEMERIKSAAN TIO DENGAN TONOMETRI SCHIOTZ

 Alat dan Bahan : Tonometer Schiotz dan anestesi local (pantokain 0.5%)

1. Jelaskan apa yang akan dilakukan, tujuan, cara dan sikap pasien
2. Pasien diminta berbaring terlentang, santai, mata lurus ke atas
3. Meneteskan anastesi local (pantocain eyedrop) pada mata yang akan diperiksa
4. Siapkan alat
5. Bersihkan tonometer pada bagian plunger dan footplate, dan balok tera dengan kapas
alcohol
6. Kalibrasi tonometer pada balok tera (jarum bergerak ke angka 0)
7. Tonometer diletakkan kembali pada posisi footplate tidak menyentuh kotak tonometry,
balok beban dipasang
8. Pasien diminta mengacungkan ibu jari dan memandang ibu jari tsb

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


28
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

9. Membuka kelopak mata pasien


 Kelopak mata pasien dibuka dengan telunjuk dan ibu jari, jangan sampai bola mata
tertekan

1. Meletakkan tonometer pada sentral kornea


2. Membaca simpangan dan diingat
3. Mengangkat tonometer kembali dan membersihkan plunger dan footplate dengan kapas
alcohol
4. Meneteskan antibiotic eyedrop
5. Membaca hasil pemeriksaan pada table kalibrasi
 Baca nilai tekanan skala busur schiotz yang berantara 0-15. Apabila dengan beban 5.5 gr
(beban standar) terbaca kurang dari 3 maka ditambahkan beban 7.5 atau 10 gr.
Nilai : pembacaan skala dikonversikan pada table tonometer schoitz untuk mengetahui
tekanan bola mata dalam mmHg
Pada tekanan lebih dari 20mmHg dicurigai glaucoma, jika lebih dari 25 mmHg pasien
menderita glaucoma.
Angka skala Tekanan bola mata (mmHg) berdasarkan masing masing
beban
5.5 gr 7.5 gr 10 gr
3.0 24.4 35.8 50.6
3.5 22.4 33.0 46.9
4.0 20.6 30.4 43.4
4.5 18.9 28.0 40.2
5.0 17.3 25.8 37.2
5.5 15.9 23.8 34.4
6.0 14.6 21.9 31.8
6.5 13.4 20.1 29.4
7.0 12.2 18.5 27.2
7.5 11.2 17.0 25.1
8.0 10.2 15.6 23.1
8.5 9.4 14.3 21.3
9.0 8.5 13.1 19.6
9.5 7.8 12.0 18.0
10.0 7.1 10.9 16.5
Kekurangan : tonometer schiotz tidak dapat dipercaya pada penderita myopia dan
penyakit tiroid dibanding dengan tonometer aplanasi karena terdapat pengaruh kekakuan
sclera pada penderita myopia dan tiroid.

Nilai normal: 11-21mmHg

A. PENUTUPAN
1. Cairan antiseptic
2. Hamdalah, salam.

MATA II
PEMERIKSAAN SEGMEN ANTERIOR DENGAN LOUPE

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


29
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

A. PEMBUKAAN
1. Basmalah, salam.
2. Cairan antiseptic
B. PEMERIKSAAN SEGMEN ANTERIOR DENGAN LOUPE
1. Pemeriksa duduk tepat berhadapan dengan pasien
2. Ruangan dibuat setengah gelap
3. Pemeriksa memakai loupe sebelum memulai pemeriksaan
4. Pemeriksaan:
a. Rima Orbita
 Pasien melihat ke bawah
 Nyeri tekan +/-
 Krepitasi +/-

b. Supercillia
 Tumbuh teratur
 Madarosis (rontok)
 Sikatrik

c. Palpebra Superior
 Edema +/-
 Hordeolum (infeksi kel di palpebral/bintit, inflamasi +
 Chalazion (radang granulomatosa kel meibom, inflamasi –
 Ptosis (kelopak mata turun)
 Enteropion (kelopak mata ke dalam), diikuti oleh trikiasis umumnya
 Ekteropion (kelopak mata ke luar)
 Lagoftalmus (kelopak tdk menutup bola mata)
 Blefarospasme (kedip2)

d. Palpebra Inferior
 Edema +/-
 Hordeolum (infeksi kel di palpebral/bintit, inflamasi +
 Chalazion (radang granulomatosa kel meibom, inflamasi –
 Ptosis (kelopak mata turun)
 Enteropion (kelopak mata ke dalam), diikuti oleh trikiasis umumnya
 Ekteropion (kelopak mata ke luar)
 Lagoftalmus (kelopak tdk menutup bola mata)
 Blefarospasme (kedip2)

e. Margo Palpebra
 Enteropion (kelopak mata ke dalam)
 Ekteropion (kelopak mata ke luar)
 Trikiasis (bulu mata tumbuh ke dalam)

f. Konjungtiva tarsalis superior


 Pasien lirik ke bawah. Eversi palpebral pakai ibujari dan telunjuk.

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


30
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

 Tenang
 Hiperemis
 Hordeolum
 Chalazion
 Papil (gambaran ranting akibat melebarnya pblh darah biasanya konjungtivitis
vernal)
 Giant Papil
 Folikel (nodul2 kecil kuning karena pembesaran kelenjar limfoid)

g. Konjungtiva tarsalis inferior


 Pasien lirik ke atas. Palpebra inferior ditarik ke bawah pakai ibu jari.
 Tenang
 Hiperemis
 Hordeolum
 Chalazion
 Papil (gambaran ranting akibat melebarnya pblh darah biasanya konjungtivitis
vernal)
 Folikel (nodul2 kecil kuning karena pembesaran kelenjar limfoid)

h. Konjungtiva bulbi
 Pasien diminta melirik ke lateral dan medial
 Injeksi konjungtiva (mata merah, A. conjungtiva posterior melebar, warna
merah cerah, dari perifer ke sentral)
 Injeksi siliar (mata merah, merah gelap, dari sentral ke perifer)
 Perdarahan subkonjungtiva (rupture pembuluh darah)
 Flikten (nodul di limbus, hiperemis)
 Pinguekula (nodul putih karena degenerasi, tidak hiperemis)
 Pterigium (selaput seperti segitiga, jaringan fibrovaskular)

AREA PAKAI SENTER

i. Kornea
 Senter dari sudut 45 derajat, lihat dari samping searah cahaya.
 Jernih/keruh
 Arkus senilis (lingkaran putih)
 Edema
 Sikatrik (bercak putih tapi mata tenang); nebula/tipis, macula/masih terlihat
pupil dan leukoma/tebal sekali.
 Infiltrat (bercak putih, mata merah)

j. Camera oculi anterior


 Senter dari sudut 45 derajat, lihat dari samping searah cahaya.
 Dalam/dangkal
 Jernih
 Hipopion (akumulasi nanah/pus)
 Hifema (darah di bilik depan)

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


31
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

k. Iris
 Senter dari sudut 45 derajat, lihat dari depan.
 Kripti +/- (garis2 pada iris)
 Warna coklat tua rata
 Sinekia anterior (iris lengket ke kornea)
 Sinekia posterior (iris lengket ke lensa)

l. Pupil
 Senter dari depan, lihat dari depan
 Isokor/anisokor (sama besar/tdk)
 Refleks cahaya langsung dan tdk langsung +/- (miosis)

m. Lensa
 Pakai midriasil eyedrop.
 Senter dari sudut 45 derajat, lihat dari depan.
 Jernih/keruh
 Shadow test +/- (normal -)
Merupakan derajat kekeruhan lensa. Makin tebal kekeruhan makin kecil
bayangan iris pada lensa. Senter pupil dari arah 45 derajat, lihat bayangan iris
pada kontralateral. Nilai:
1. Shadow test +
Bayangan besar jauh (belum keruh sepenuhnya) – katarak imatur
2. Shadow test –
Bayangan kecil dekat (keruh seluruhnya) – katarak matur
3. Shadow test + palsu
Keruh seluruhnya dan nucleus lensa tenggelam dalam korteks lensa
yang mencair sehingga tampak jernih sebagian – katarak morgagni

C. PENUTUPAN
1. Cairan antiseptic
2. Hamdalah, salam.

PEMERIKSAAN SEGMEN POSTERIOR MATA (DIRECT OPHTALMOSCOPE)

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


32
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

A. PEMBUKAAN
1. Basmalah, salam.
2. Cairan antiseptic
B. PEMERIKSAAN SEGMEN POSTERIOR DENGAN MENGGUNAKAN DIRECT OPHTALMOSCOPE –
PUPIL LEBAR
1. Pemeriksa duduk tepat berhadapan dengan pasien
2. Ruangan dibuat setengah gelap
3. Pasien diminta melepas kacamata bila memakai.
4. Pemeriksa meneteskan 1 atau 2 tetes midriacil eyedrop, tunggu ½ jam hingga pupil
melebar.
5. Lensa oftalmoskop disesuaikan dengan ukuran kacamata pasien (dr zaskia) / dokter (dr
atik)
6. Jika emetrop posisi 0
Pemeriksaan:
7. Pegang oftalmoskop dengan tangan kanan untuk mata kanan dan sebaliknya. Jari telunjuk
pada pengatur lensa.
8. Nyalakan oftalmoskop, pegang dengan menempel pada mata pemeriksa (30cm depan
pasien), perlahan maju mendekati pasien (agak menyamping) dengan oftalmoskop
diposisikan pada sisi temporal pasien hingga fundus terlihat.
9. Jari telunjuk pada pengatur lensa mengatur dioptric yang diperlukan untuk menyesuaikan
focus hingga detail fundus jelas.
10. Memeriksa detail fundus:
a. Papil n. optici (arahkan ke medial)
 Bulat,
 Batas tegas,
 Merah kekuningan (tidak merah kekuningan jika atrofi)
 Cup Disc Ratio/ CDR: 3/10 atau 0,3, 6/10 atau 10/10 (glaucoma)

b. Pembuluh darah retina (a/v retina centralis)


 Perbandingan besar caliber a/v = 2/3
 Pada retinopati hipertensi a/v = 1/3
 Arteri merah terang, vena merah gelap

c. Retina
 Merah kekuningan
 Pucat putih jika edema
 Sikatrik
 Perdarahan: dot (kecil) dan blot (besar)
 Eksudat: + pada DM

d. Macula
 Refleks fovea + (seperti mutara)
 Refleks fovea – (gelap/trauma tumpul)
 Sikatrik: hitam – toxo – choreoretinitis.
11. Laporkan hasil
D. PENUTUPAN
1. Cairan antiseptic
2. Hamdalah, salam.

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


33
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

PEMERIKSAAN TELINGA

1. Basmalah, salam.
2. Inform consent, pakai lampu
kepala
3. Cairan antiseptic
4. Periksa daun telinga dan
sekitarnya
Inspeksi: ukuran telinga normal
(kecil: mikrotia), ulkus, tumor,
hiperemis, sikatrik
5. Melakukan tekanan pada
tragus dan daerah belakang
telinga
Palpasi: dari atas telinga
sampai bawah, tragus dan
belakang telinga. 2 jempol
untuk 1 telinga.
- Massa
- Krepitasi
- Nyeri tekan pada
tragus; otitis eksterna
6. Mengatur posisi pemeriksaan
sehingga pandangan mata dan
cahaya lampu satu bidang
horizontal dan tegak lurus pada
lubang telinga
7. Mengatur posisi auricular
(ditarik ke posterior atas dan
tragus digeser ke depan)
8. Masukkan speculum ke liang
telinga
9. Menggerakkan speculum dengan
lembut untuk dapat melihat
lebih baik liang telinga dan membrane timpani. Pegang speculum pada lehernya.
Laporkan: secret (Serumen? Darah? Pus?), kondisi liang
10. Masukkan otoskop dengan tangkai otoskop horizontal. Lihat dengan mata hamper
menyentuh otoskop (lampu kepala dilepas)
Laporkan:
- Liang telinga: lapang, tidak hiperemis, tdk ada sekret
- Membrane tymphani: cone of light (kanan jam 5, kiri jam 7), intak (tidak
perforasi), buldging, warna putih mutiara
11. Laporkan
12. Bersihkan tangan dengan antiseptic
13. Hamdalah, salam

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


34
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

PEMERIKSAAN HIDUNG DAN SINUS PARANASAL

1. Basmalah, salam.
2. Inform consent, lampu
kepala
3. Cairan antiseptic
4. Pemeriksaan hidung
bagian luar (inspeksi,
boleh pakai tangan
untuk posisi dan
palpasi yang benar)
Inspeksi: deformitas,
udem, hiperemis
5. Palpasi sinus maxillaris
dengan menekan
daerah pipi dengan ibu
jari
Palpasi hidung: pakai 2
telunjuk dari radix
sampai bawah
Palpasi sinus: dari sinus
frontal, os nasal, ala
nasi, philtrum
Cari:
- Massa
- Nyeri tekan
- krepitasi
6. Memilih speculum
yang sesuai
7. Mengatur posisi kepala pasien
Lihat sejelas-jelasnya (focus) pada kedua nares anterior dalam posisi vertical,
dimana pandangan mata dan cahaya lampu kepala satu bidang horizontal dan
tegak lurus pada nares anterior
Untuk itu:
- Kepala pasien lebih tinggi satu dahi dari kepala pemeriksa (pasien
mendongak)
- Lampu kepala di atas alis pemeriksa
- Pemeriksa duduk sedekat mungkin dengan pasien (30cm), pemeriksa
duduk di samping kanan pasien dengan memiringkan badan ke kanan
- Pasien didongakkan kepalanya
8. Memasukkan speculum dengan lembut
Punggung tangan menempel di pipi.
9. Pemeriksaan rhinoskopi anterior.
- Vestibulum nasi
- Deviasi septum
- Konka
- Polip

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


35
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

10. Pemeriksaan rhinoskopi posterior (nasopharynx). Cari posisi duduk seperti


rhinoskopi anterior, lihat dulu focus sejelas-jelasnya di uvula.
Spatula lidah agak dalam, kaca masuk menghadap ke atas.
- Choana / nares posterior
- Septum nasi deviasi / tdk
- Concha hiperemis atau tidak
11. Melaporkan hasil pemeriksaan
12. Cairan antiseptic
13. Hamdalah, salam

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


36
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

PEMERIKSAAN OROPHARYNX

1. Basmalah, salam.
2. Informed consent, lampu kepala
3. Antiseptic
4. Meminta pasien membuka mulut tanpa menjulurkan lidah
INSPEKSI MULUT
- Trismus: kekakuan; gangguan buka mulut yg tdk permanen karena
kontraksi otot pengunyahan
- Ptialismus: pengeluaran air ludah berlebihan pada wanita hamil, terutama
trimester pertama
- Ulkus di mukosa. Contoh: ulkus akibat RAS/SAR/stomatitis aptosa
rekuren/sariawan
- Gingiva dan gigi
- Palatum durum
5. Menekan 2/3 lidah dengan spatula lidah pada linea mediana
6. Oropharynx dapat terlihat tanpa menimbulkan refleks muntah
7. Meminta pasien mengucapkan “aah”
8. Menyingkirkan spatula yang sudah dipakai dan disterilkan
9. Laporkan
- Pilar anterior / Arcus palatoglossus tidak hiperemis, tdk edema
- Pilar posterior / Arcus palatopharyngeum tidak hiperemis, tdk edema
- Dinding orofaring tidak hiperemis
- Tonsil: T0/T1/T2/T3/T4, tenang? Hiperemis?
 T0: sudah dioperasi

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


37
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

 T1: Normal
 T2: Membesar tidak sampai garis tengah
 T3 Membesar mencapai garis tengah
 T4: membesar melewati garis tengah

10. Antiseptic
11. Hamdalah, salam

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


38
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

PEMERIKSAAN LARING – HIPOFARING

1. Basmalah, salam.
2. Informed consent, lampu kepala
3. Antiseptik
4. Inspeksi leher bagian luar
- Tumor
- Luka
5. Palpasi leher bagian luar
- Submentalis
- Submandibular
- M. sternocleidomastoideus
- Supraklavikula
- Lig. nuchae
6. Laringoskopi indirek
- Buka mulut
- Julurkan lidah
- Pakai kasa steril, ikat lidah
- Kaca hadap bawah
7. Melihat hipofaring dan laring serta muara esophagus
8. Meminta pasien mengucapkan “aaa” atau “iii”
9. Laporkan hasil dan singkirkan alat untuk dicuci dan disterilkan
Lapor Plica Vocalis:
- Udem
- Hiperemis
- Nodul
- Granulasi
- Tumor
- Paresis
10. Antiseptic
11. Hamdalah, salam.

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


39
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

PEMERIKSAAN PENDENGARAN

1. Basmalah, salam.
2. Antiseptic
3. Informed consent
4. Tes Rinne

-Getarkan penala dan tangkainya. Letakkan di proc mastoideus pasien


-Setelah tdk terdengar penala dipegang di depan telinga pasien kira-kira 2,5
cm
- Jelaskan hasil pemeriksaan
5. Tes Weber

- Getarkan penala dan tangkainya. Letakkan di garis tengah kepala pasien


(vertex, dahi, pangkal hidung, tengah-tengah gigi seri atau dagu)
- Jelaskan hasil pemeriksaan
6. Tes Swabach

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


40
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

- Getarkan penala dan tangkainya lalu letakkan di proc mastoideus pasien


sampai tidak terdengar bunyi
- Segera pindahkan tangkai penala pada proc mastoideus pemeriksa yang
pendengarannya normal
- Jelaskan hasil pemeriksaan
7. Simpulkan hasil ketiga tes

8. Antiseptik
9. Hamdalah, salam.

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


41
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

Pemeriksaan Fisik Sistem THT

Pemeriksaan secara inspeksi :


 Bagaimana bentuk daun telinga ? Normal / tidak, simetris / asimetris ?
 Mempunyai liang telinga / tidak ?
 Apa ada peradangan pada daun telinga ?
 Apakah terdapat fistula di depan tragus ?
 Bagaimana kebersihannya ?
 Apa terdapat lesi ?

Dengan bantuan alat otoskop dapat diinspeksi :


 Apakah ada benda asing yang masuk ?
 Apakah ada sumbatan serumen ?
 Bagaimana keadaan membran timpani ?

Berikut ini adalah contoh beberapa keadaan membran timpani yang mengalami gangguan :
 Tampak adanya cairan berwarna kuning dengan atau tanpa gelembung udara di belakang
membran timpani à adanya infeksi virus dari saluran nafas atas atau perubahan mendadak
tekanan atmosfir (misalkan akibat menyelam atau naik pesawat terbang).
 Membran timpani tampak menggelembung dan berwarna merahà adanya peradangan
(OMA stadium hiperemis / pre supurasi).
 Terdapat bercak putih mengandung kapur pada membran timpani adanya jaringan parut
akibat otitis media lama).
 Membran timpani tampak berlubang à adanya perforasi atau ruptur timpani.

Adapun cara melihat membran timpani agar lebih jelas, maka posisi meatus acusticus externus
harus diluruskan dengan cara :
 Pada klien anak: telinga ditarik ke bawah.
 Klien dewasa: telinga ditarik ke atas terus ke belakang.

Untuk inspeksi hidung bagian dalam dapat dibantu dengan speculum hidung, senter dan dapat
juga dengan menggunakan kaca laring atau laringoskop posterior.

Untuk inspeksi tenggorokan dapat digunakan kaca laring dengan bantuan tongue spatel.
Abnormalitas yang dapat ditemukan saat inspeksi faring antara lain sebagai berikut :
 Adanya bengkak, kemerahan pada mukosa faring.
 Adanya pembesaran tonsil (amandel).
 Adanya paralisis nerves yang menyebabkan kelumpuhan otot faring, sehingga dalam
pemeriksaan tampak uvula yang lebih condong ke salah satu sisi .

Pada pemeriksaan inspeksi laring bagian dalam, terdapat pita suara yang jika dalam keadaan
normal posisinya adalah sebagai berikut :
 Pita suara membuka penuh saat inspirasi dalam.
 Pita suara membuka sedikit saat bernafas biasa.
 Pita suara menutup saat berbicara.

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


42
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

Untuk memeriksa ketajaman pendengaran dapat dilakukan uji berbisik, uji garpu tala, atau test
audiometri. Secara singkat test garpu tala adalah sebagai berikut :

Uji Rinne :
 Garpu tala divibrasikan
 Pangkal garpu tala diletakkan pada mastoid pasien
 Pindahkan garpu tala ke depan ke depan telinga, jika pasien sudah tak merasa getaran pada
mastoid
Catat hasil test :
1)     +, jika setelah dipindahkan klien masih mendengar bunyi garpu tala.
2)     –, jika setelah dipindahkan klien tidak mendengar bunyi.

Uji Weber :
 Garpu tala divibrasikan
 Pangkal garpu tala diletakkan pada garis simetris kepala (biasanya di dahi, gigi seri, atau
ubun-ubun).
 Tanyakan pasien merasakan getaran lebih keras yang sebelah mana
Catat hasil test :
1)     Lateralisasi ke kanan, jika kanan lebih merasakan getaran
2)     Lateralisasi ke kiri, jika kiri lebih merasakan getaran.

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


43
AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6

Uji Weber juga digunakan untuk menentukan apakah seseorang menderita tuli konduktif atau tuli
sensorineural / perspektif
1)     Tuli konduktif, jika getaran lebih dirasakan dibagian telinga yang tidak mendengar.
2)     Tuli perspektif, jika pada bagian telinga yang tidak mendengar tidak dirasakan adanya
getaran.

Uji Schwabach :
 Garpu tala divibrasikan
 Pangkal garpu tala diletakkan pada mastoid pasien sampai pasien tak mendengnar
 Pindahkan pangkal garpu tala pada mastoid pemeriksa
Catat hasil test :
1)     Memendek, jika pemeriksa masih mendengar
2)     Jika pemeriksa juga tak mendengar, lakukan test balik (uji pemeriksa dulu, kemudian
pasien).
-      Jika pemeriksa sudah tak dengar, tapi pasien masih dengar: test Schwabach
memanjang.
-      Jika pemeriksa sudah tak dengar dan pasien juga tak dengar: pasien dalam keadaan
normal.

AIN FITRAH AULIA NUR – OSCE SM 6


44

Anda mungkin juga menyukai