Anda di halaman 1dari 5

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN RUANG LAUT

MEMORANDUM
Nomor : 3768 /DJPRL.1/VII/2021

Yth. : 1. Direktur Perencanaan Ruang Laut


2. Direktur Jasa Kelautan
Dari : Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut
Hal : Laporan Pengaduan Perihal Legalitas Pertambangan Mineral di
Area Sempadan Pantai (Pengelolaan Wilayah Pesisir)
Lampiran : 1 (satu) berkas
Tanggal : 27 Juli 2021

Menindaklanjuti pengaduan/laporan dari LSM Angkatan Muda Pemberdayaan


dan Pembangunan Wilayah Strategis yang disampaikan melalui aplikasi Layanan
Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR) pada tanggal 22 Juli 2021, bersama
ini kami sampaikan adanya pengaduan/laporan terkait legalitas pertambangan mineral
di area sempadan pantai (wilayah pesisir) di Kabupaten Sukabumi, sebagaimana
terlampir.
Sehubungan dengan hal tersebut, mohon kiranya Saudara dapat memberikan
data dan informasi terkait substansi laporan tersebut sebagai bahan tindak lanjut atas
laporan/pengaduan sebagaimana dimaksud diatas paling lambat tanggal 2 Agustus
2021 melalui email pengaduanprl@kkp.go.id
Demikian disampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima
kasih.

Hendra Yusran Siry

Tembusan:
Plt. Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (sebagai laporan)
Lampiran
Nomor : 3768 /DJPRL.1/VII/2021
Tanggal : 27 Juli 2021

Pengaduan/Laporan melalui aplikasi


Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR)
KETERANGAN DAN INFORMASI TAMBAHAN

Bahwa UU Nomor 27 Tahun 2007 Jo. UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang


Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Ketentuan ini salah satunya
dijabarkan detil dalam Perda Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2019 tentang Rencana
Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Jawa Barat 2019 s/d 2039.

Hal-hal zonasi untuk Kabupaten Sukabumi mengandung konflik kewenangan


perizinan jika merujuk ketentuan perda ini. Beberapa masalah diuraikan sebagai
berikut :

1. Kecamatan Cibitung dan Kecamatan Tegalbuleud masuk dalam Rencana


Alokasi Ruang Zona Pertambangan Pasir Besi dan Pergaraman. Kecamatan
Cibitung juga menjadi zonasi konservasi mangrove. Berdasarkan zonasi ini
maka IUP Pasir Besi milik PT. Sumber Suryadaya Prima (SSP) di Kecamatan
Simpenan seluas 44,14 Ha wajib dicabut karena berada diluar zonasi
tambang;

2. Pemanfaatan ruang zona pertambangan harus melakukan peningkatan nilai


tambah untuk diekspor). Khusus pasir besi harus menggunakan teknologi
pengolahan mineral untuk peningkatan nilai tambah. Ketentuan ini dapat
diartikan bahwa pasir besi tidak boleh dijual langsung dalam bentuk ore
(raw material) di dalam negeri sebagaimana terjadi selama ini, namun
wajib diolah dan dimurnikan terlebih dahulu dengan teknologi yang mampu
menghasilkan konsentrat besi (minimal kadar fe 58% atau pig iron (mininal
kadar fe 87%). Jika tidak mampu melakukan peningkatan nilai tambah
maka sudah layak dicabut izinnya;

3. Pada zonasi pertambangan pasir besi di Kecamatan Cibitung dan


Kecamatan Tegalbuleud dilarang melakukan kegiatan tambang dengan
jarak kurang dari atau sama dengan 2 (dua) mil laut; melakukan kegiatan
tambang di perairan laut dengan kedalaman kurang dari atau sama
dengan 10 (sepuluh) meter; dilarang menggelar pipa bawah laut
(penyedotan pasir). Ketentuan ini dapat diartikan bahwa seperti 2 (dua)
surat IUP-OP offshore milik PT. Bumi Pertiwi Makmur Sejahtera (BPMS) yang
berlokasi dilautan lepas masing-masing seluas 2632,5 Ha dan 2167.6 Ha
(total 4800 Ha) wajib dicabut karena tidak sesuai dengan zonasi. Khusus
penguasaan BPMS terhadap lahan 80 Ha diperbukitan mesti diklarifikasi
jenis izinnya;
4. Untuk Sukabumi dialokasikan ruang zona pergaraman 1675 Ha; lokasi
pergaraman ini tentu meliputi pantai Cibitung dan Tegalbuleud. Zonasi
pergaraman ini akan tumpang tindih dengan zonasi pertambangan karena
wilayahnya sama IUP offshore milik PT. Bumi Pertiwi Makmur Sejahtera;

5. Alokasi ruang pemanfaatan konservasi magrove diatur di wilayah Cibitung.


Alokasi ini diatur dilarang melakukan semua jenis pertambangan. Zonasi
konservasi mangrove secara umum logis berada disepanjang pantai
Cibitung. Jika demikian tentu zonasi pertambangan pasir besi akan tumpang
tindih dengan zonasi konservasi mangrove;

6. Dalam rangka pengendalian pemanfaatan wilayah pesisir dilakukan


dengan mekanisme perizinan yang terdiri dari Izin Lokasi dan Izin
Pengelolaan. Izin Pengelolaan diberikan setelah memiliki Izin Lokasi.

Menurut itu, terdapat tumpang tindih kewenangan administratif pemerintahan


pusat dan daerah mengenai pengelolaan wilayah pesisir antara sektor minerba
dan sektor kelautan termasuk dalam konteks pemberian izin usaha pertambangan.
Secara prinsip pengelolaan wilayah pesisir adalah memang kewenangan kelautan
bukan bukan kewenangan minerba. Pada sisi ini, IUP tambang (terbitan sekor
minerba) harus dikenakan juga izin lokasi dan izin pengelolaan (terbitan sektor
kelautan). Jika izin minerba tidak disertai izin kelautan maka izin minerba harus
dievaluasi ulang atau disesuikan. Jika tidak ada evaluasi maka bisa saja kelak
terjadi sengketa atau konflik pemanfaatan ruang antara warga dengan
pengusaha atau pengusaha dengan pemerintah, antar pengusaha, antar instansi
pemerintahan, atau antara Dinas ESDM Jabar dengan Dinas Kelautan Jabar,
antara Kementerian ESDM dan Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Anda mungkin juga menyukai