BAB III
METODOLOGI PELAKSANAAN
PEKERJAAN
Pendekatan, metodologi dan program kerja adalah upaya dan cara dalam menyelesaikan
suatu permasalahan atau untuk mencapai sesuatu tujuan. Metodologi yang digunakan
haruslah berdasarkan pendekatan teknis terhadap masalah atau tujuan dari suatu kegiatan
yang akan dilaksanakan. Rencana pendekatan teknis dan metode pelaksanaan ini disusun
berdasarkan :
Kerangka Acuan Kerja yang telah ditetapkan oleh Pemberi Tugas.
Pedoman dan standar perencanaan teknis yang berlaku
Penguasaan dan pemahaman tujuan, materi dan lingkup pekerjaan
Kajian terhadap pekerjaan yang sama dan sejenis yang pernah dilakukan
Penguasaan piranti lunak (software) yang menunjang rencana kerja
Berdasarkan hal tersebut diatas di susun agar dapat memperlihatkan keterkaitan dan
ketergantungan masing - masing kegiatan dalam mencapai tujuan akhir dari pekerjaan yang
akan dilaksanakan.
b. Pedoman
Setiap tahapan pekerjaan yang akan dilakukan oleh Konsultan akan mengikuti petunjuk
pelaksanaan, Kerangka Acuan Kerja dan Penjelasan yang telah diberikan oleh Direksi
Pekerjaan. Dengan demikian untuk mendapatkan hasil pekerjaan yang sesuai dengan
Kerangka Acuan Kerja, pihak Konsultan akan selalu berpedoman pada Standar
Perencanaan yang ditetapkan oleh Standard Nasional Indonesia sesuai dengan Instruksi
Menteri Pekerjaan Umum, Kriteria Perencanaan Sungai dan pedoman lain yang disetujui
oleh Pengguna Jasa.
c. Kualitas
Survey dan inventarisasi data akan dilakukan secara teliti dan cermat sehingga didapat
suatu data yang akurat dan lengkap untuk mendapatkan hasil studi yang memenuhi
sasaran. Dengan kualitas data yang baik dan memenuhi syarat sesuai dengan kriteria
yang ditetapkan, maka diharapkan akan menghasilkan suatu pedoman yang dapat
digunakan sebagai acuan bagi para pengelola sumber daya air.
III - 1
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
III - 2
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
Data yang disediakan oleh Penyedia Jasa menjadi data tambahan untuk pelaksanaan Detail
Desain Jaringan Irigasi. Setiap keputusan penting dalam pelaksanaan pekerjaan akan
didiskusikan dengan Pengawas Pekerjaan, dengan demikian Pengawas Pekerjaan adalah
rekan kerja.
Berdasarkan ruang lingkup pekerjaan yang disebutkan dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK),
Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan SID Sungai Cimadur ini diperkirakan 120 (seratus dua
puluh) hari kalender atau 4 (empat) bulan dengan tahapan pekerjaan sebagai berikut :
A. Persiapan Pendahuluan
B. Survey dan Investigasi Lapangan
C. Analisa Data dan Perhitungan Struktur
D. Perencanaan Desain dan Penggambaran
E. Perhitungan RAB dan Spesifikasi Teknis
F. Pelaporan
Urutan dan keterkaitan antar masing-masing kegiatan dalam bentuk diagram alir yang dapat
di lihat pada Gambar 3.18.
III - 3
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
- Mobilisasi peralatan dan personil, termasuk pengarahan dari Ketua Tim mengenai
lingkup tugas dan waktu penugasan untuk masing-masing personil yang terlibat
dalam pelaksanaan Pekerjaan ini.
- Mengkaji laporan terdahulu
- Mengumpulkan dan mempelajari peta-peta yang diperlukan :
- Peta rupa bumi skala 1 : 25.000
- Peta Situasi Daerah Irigasi
- Peta Ikhtisar (Lokasi Pekerjaan)
- Skema Jaringan dan Bangunan Existing
- Gambar Bangunan Lama (Gambar Bangunan Utama, Bangunan bagi/sadap,
bangunan pelengkap dan potongan memanjang dan melintang saluran pembawa
dan pembuang).
III - 4
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
dilakukan Diskusi yang melibatkan Dinas Sumber Daya Air dan Pemukiman Provinsi Banten.
Pada tahap ini dilakukan persiapan pelaksanaan pekerjaan ini, baik secara administrasi
maupun teknis. Pengumpulan data sekunder berupa data topografi, data hidrologi, data
geologi data bangunan air di sungai dan laporan-laporan studi terdahulu yang berhubungan
dengan kegiatan ini mulai dilakukan.
a. Data Topografi
Kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan data peta topografi yang sudah ada, dimana
keadaan topografi suatu daerah akan mempengaruhi bentuk dan ukuran suatu DAS. Peta
topografi yang dikumpulkan harus menampilkan kondisi tata guna lahan pada daerah studi,
dimana kondisi tata guna lahan akan berpengaruh terhadap laju erosi, kecepatan aliran
permukaan dan daya infiltras. Perolehan peta topografi dapat diperoleh dari Instansi yang
berwenang, misalkan pihak Pengguna Jasa seperti PSDA berdasarkan peta yang ada serta
skala dengan tingkat ketelitian yang ada. Jika di Instansi terkait tidak didapat maka pihak
Penyedia Jasa dapat memperoleh di BAKOSURTANAL dengan skala minimum 1 : 250.000.
b. Data Hidrologi
Kegiatan pengumpulan data hidrologi berupa pengumpulan peta stasiun curah hujan,
besarnya curah hujan,data meteorologi, debit historis baik debit minimum, rata-rata dan
debit maksimum pada suatu daerah aliran sungai (DAS). Berbagai data dan informasi
diantaranya berupa :
- Peta stasiun curah hujan dapat diperoleh dari Instansi BMG dan mungkin juga
Pengelola Sumber Daya Air (PSDA).
- Data curah hujan harian (terbaru)dapat diperoleh dari Instansi BMG dan mungkin juga
Pengelola Sumber Daya Air (PSDA).
- Data meteorologi berupa kondisi temperatur udara, kelembaban relatif, lama penyinaran
dan kecepatan angin. Perolehan data dapat diperoleh pada Instansi BMG.
- Data debit terbaru dengan periode harian maupun bulanan, minimum selama 5 tahun,
yang didapat dari pengelola bangunan-bangunan sungai eksiting misalkan bendung.
c. Data Geologi
Kegiatan pengumpulan data geologi adalah pengumpulan peta geologi regional yang
memuat jenis batuan,penyebaran jenis batuan, sifat fisik batuan serta tekstur dan struktur
tanah dengan skala minimum 1:250.000. Peta geologi regional dapat diperoleh di Direktorat
Geologi Tata Lingkungan,jika tidak didapat maka pengumpulan data dapat diperoleh pada
Instansi terkait.
d. Data Bangunan Air di Sungai
Data yang dimaksudkan adalah tempat dan jenis semua bangunan air serta bangunan
umum lainnya yang dibangun di sungai yang mempunyai dampak timbal balik terhadap
kondisi morfologi sungai baik di hulu maupun di hilir rencana bangunan. Pada akhir tahap ini
dibuat laporan pendahuluan yang berisikan rencanarencana kerja yang kemudian
didiskusikan dengan semua pihak yang terkait untuk mendapatkan masukan, sehingga
pekerjaan ini dapat menghasilkan output yang maksimal.
III - 5
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
III - 6
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
III - 7
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
III - 8
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
kedudukan teropong dibaca ke target muka dan target belakang dalam posisi
teropong Biasa (B) dan Luar Biasa (LB), jadi pembacaan selengkapnya
sebagai berikut yaitu B-B-LB-LB, dan seterusnya.
- Setelah sudut mendatar dan sudut vertikal dibaca, dilakukan pengukuran
jarak mendatar antara titik poligon menggunakan meetband dan pembacaan
jarak optis.
- Setelah satu sudut dan jarak diukur, alat ukur dipindahkan ke titik berikutnya,
kemudian dilakukan pengukuran yang sama untuk titik-titik poligon
berikutnya, sehingga membentuk suatu rangkaian kring tertutup atau terikat
sempurna.
- Bila yang diukur jarak miring dengan meetband, maka jarak datarnya
dihitung dengan rumus D = Dm x Sin Z dan apabila diukur dengan jarak
optis jarak datarnya dihitung dengan rumus D = D.op x Cos² Z atau D = D.op
x Sin² m. (Z = sudut zenith, m = sudut miring).
- Azimuth awal pengukuran diperoleh dari hitungan 2 (dua) titik tetap atau
pengamatan matahari.
- Dalam waktu pelaksanaan pengukuran poligon, pada malam harinya data-
data lapangan yang telah diselesaikan dalam sehari kerja langsung dihitung
sudut mendatarnya berikut jarak datar sebagai hitungan pendahuluan,
sehingga bila terjadi kesalahan atau kekeliruan pengukuran bisa diulangi
kembali.
Pengukuran Sipat Datar
Pelaksanaan pengukuran sipat datar dilakukan sebagai berikut :
Alat ukur yang digunakan dalam pengukuran ini yaitu Automatic Level
(waterpas) dan sepasang rambu ukur yang dilengkapi dengan nivo kotak.
Sebelum dilaksanakan pengukuran, dilakukan pengecekan garis bidik alat ukur
waterpas seperti diperlihatkan dibawah ini, yaitu :
b2 II m2
b2’ m2’
b1 I m1
b1’ m1’
A db1 dm1 B
db2 dm2
- Alat berdiri ditengah antara patok A dan B (posisi I) dengan jarak db1 =
dm1.
- Alat berdiri di posisi II, dengan jarak db2 dan dm2.
- Data-data pengecekan dicatat sebagai data ukur.
- Pengecekan garis bidik.
- Beda tinggi yang benar : ∆h' = b1'- m1'
- Beda tinggi ukuran : ∆h = b1 - m1
- Rumus koreksi garis bidik sebagai berikut :
( b1 - m1) - ( b2 - m2 )
C=
( db1 - dm1 ) - ( db2 - dm2)
- Waktu perpindahan alat ukur dan rambu ukur, posisi rambu belakang
III - 10
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
menjadi rambu muka dan rambu muka menjadi rambu belakang demikian
seterusnya, ini dimaksudkan untuk menghilangkan kesalahan titik nol rambu.
- Untuk menghindari cuaca panas dari matahari dan cepat berubahnya
gelembung nivo, maka selama pengukuran alat waterpas selalu dipayungi.
- Pembacaan benang diafragma dibaca lengkap, benang atas, tengah dan
bawah.
Beda tinggi yang didapat adalah selisih hasil pembacaan benang tengah muka
dikurangi bacaan benang tengah belakang
Pengukuran Titik Detail
Pengukuran titik detail dilaksanakan sebagai berikut :
- Titik detail diukur berdasarkan jaringan kerangka horizontal dan vertikal
dengan melakukan pengukuran semua detail didalam daerah survey.
- Pengukuran titik-titik detail diikatkan ke titik poligon rangka situasi dengan
cara pengukuran sistim raai yang saling mengikat antara dua titik poligon.
- Jarak poligon raii ke poligon raii berikutnya lebih kurang 100 meter dan
detail antara raii ke raii dilakukan rincikan sebagai data tambahan.
- Jarak antara titik detail/spot height bervariasi tergantung kepada
kecuraman dan ketidak teraturan terrain untuk skala 1 : 2.000, atau
maksimum 40 m.
- Setiap kenampakan perubahan tanah diukur dan kenampakan yang ada
seperti sungai, jalan desa, jalan setapak, batas kampung, saluran dan
lain sebagainya diukur dan pada data ukur dilengkapi dengan sketsa
pengukuran.
- Semua data ukur dicatat dalam formulir pengukuran situasi titik detail
dengan ballpoint warna hitam dan dilengkapi dengan sket pengukuran.
- Pengukuran situasi titik detail menggunakan metode Tachimetri, untuk
menentukan arah pengukuran dibaca sudut mendatar dan untuk
memperoleh elevasi titik detail yaitu dengan pembacaan sudut
miring/zenith dan jarak optis, selain itu diukur tinggi alat dan tinggi patok
dari atas tanah.
- Untuk memperoleh sudut yang benar dan mempermudah dalam
perhitungan, maka bacaan Benang Tengah pada rambu setinggi alat,
kecuali keadaan tidak memungkin-kan untuk membidik rambu setinggi
alat maka hal tersebut dilakukan.
- Alat ukur yang digunakan dalam pengukuran ini yaitu Theodolit Wild T.0
yang dileng-kapi dengan rambu ukur 3 meter dan unting-unting untuk
centring alat ukur.
III - 11
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
III - 12
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
Berbeda dengan sistem proyeksi lainnya yang mengenal koordinat negatif, dalam
sistem Proyeksi UTM ini semua koordinat titik mempunyai angka positif. Untuk
mencapai keadaan ini, dibuat suatu salib sumbu semu sedemikian rupa, sehingga titik
nol dari sistem salib sumbu (X,Y) di atas (disebut salib sumbu asli) mempunyai
koordinat (500.0000 , 10.000.000) untuk titik-titik yang terletak di sebelah selatan
equator. Sedangkan untuk titik-titik yang terletak di utara equator, titik nol tersebut
III - 13
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
akan mempunyai koordinat (500.000 , 0). Dengan adanya dua salib sumbu (salib
sumbu asli dan salib sumbu semu), maka dalam sistem Proyeksi UTM ini dikenal dua
macam sistem koordinat, yaitu koordinat asli dan koordinat semu. Kedua sistem
koordinat tersebut mempunyai hubungan sebagai berikut :
X semu 500.000 X asli (untuk titik yang terletak di sebelah timur meridian tengah)
X semu 500.000 X asli (untuk titik yang terletak di sebelah barat meridian tengah)
Untuk mempermudah perhitungan koordinat tersebut dibuat table UTM yang berisi
parameter-parameter koordinat UTM, seperti parameter (I), (II), . . ., (X), (A6), (B6).
Rumus lengkap koordinat asli UTM dapat ditulis sebagai berikut :
Yasli ( I ) ( II ) p 2 ( III ) p 4 ( A6) p 6
dB ( IX ) q ( X ) q 3 ( E 5) q 5
B B0 dB
. . . . . . . . . . . . (2)
Parameter (I), (II), . . ,(VI), dan A6 dalam tabel UTM dihitung dengan menggunakan
argument Lintang titik yang dicari, sedangkan parameter (VII), (VIII), (IX), (X) dan E5
dapat dilihat dalam Tabel UTM dengan argument Lintang pendekatan dari titik yang
dicari. Parameter p adalah 1/10.000 kali selisih bujur titik yang dicari dengan bujur
meridian tengah dalam satuan detik, sedangkan q adalah 1/1.000.000 kali nilai X asli .
Harga p dan q selalu diambil positif. L’ adalah nilai Lintang pendekatan, sedangkan B0
adalah nilai Bujur dari meridian tengah. Penggunaan tanda () pada rumus (2) adalah:
tanda (+) digunakan bila titik yang dicari berada di sebelah timur meridian tengah,
sedangkan tanda (–) digunakan bila titik yang dicari berada di sebelah barat meridian
tengah. Proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM) adalah Proyeksi Tranverse
Mercator (TM) yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. Perbesaran di meridian sentral m0 = 0.9996.
2. Ellipsoida Referensi dibagi dalam 60 zone, lebar zone = 6.
3. Penomoran Zone: Zone 1, antara 180 BB sampai 174 BB terus ke Timur sampai
III - 14
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
4. Titik nol koordinat proyeksi pada L= 0 (di Equator) pada meridian sentral tiap
zone.
5. Batas wilayah utara selatan : 84 Lintang Utara dan 80 Lintang Selatan.
6. Koordinat proyeksi UTM biasanya dinyatakan terhadap titik nol semu :
Dalam penerapan sistem proyeksi UTM bagi peta-peta dasar nasional seluruh wilayah
Indonesia terbagi dalam 9 wilayah (zone) yang masing-masing mempunyai lebar 6o
bujur, mulai dari meridian 90o bujur timur sampai dengan meridian 144o bujur timur
dengan batas garis parallel 10o lintang utara dan 15o lintang selatan dengan satuan
daerah yaitu: L, M, N dan P. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut
ini :
III - 15
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
III - 16
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
Gambar 3.8. Pembagian Zone Sistem Koordinat UTM Untuk Wilayah Indonesia
III - 17
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
Gambar 3.9. Sistem Tinggi Ellipsoid (H) dan Tinggi Orthometrik (h)
Dimana :
h disebut tinggi orthometrik, menyatakan ketinggian diatas geoid dihitung
sepanjang garis unting-unting.
H disebut tinggi ellipsoid (geosentrik), menyatakan ketinggian diatas
ellipsoid referensi dihitung sepanjang garis normal.
N adalah undulasi geoid. ( N = h – H )
Seperti telah disinggung diatas bahwa dalam sistem geodesi fisik, ketinggian
III - 18
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
suatu titik dimuka bumi dihitung dari geoid. Geoid adalah merupakan bidang
ekipotensial gaya berat yang berada pada ketinggian muka laut rata-rata yang
tidak terganggu oleh pasang surut muka laut. Secara teoritis antara geoid
dengan muka laut rata-rata tersebut tidak berimpit benar, tetapi disana sini
terdapat penyimpangan. Mengingat untuk penentuaan penyimpangan ini
memerlukan waktu lama, maka untuk keperluan praktis dimana tinggi othometrik
banyak diperlukan, maka geoid didekati oleh muka laut rata-rata / MSL (Mean
Sea Level) sebagai bidang datum ketinggian orthometrik. Sedangkan untuk
dapat mentransformasi tinggi ellipsoid hasil ukuran GPS ke sistem tinggi
orthometrik maka diperlukan undulasi geoid di titik yang bersangkutan.
Metode Hitungan
Perhitungan pendahuluan poligon dan sipat datar dilakukan dilapangan secara
konven-sional dan perhitungan difinitif dilakukan di kantor. Perhitungan
pendahuluan tersebut dilakukan dilapangan dengan maksud apabila terjadi
kesalahan pengukuran bisa lang-sung diatasi dan diukur kembali.
Hitungan Poligon
Pelaksanaan perhitungan poligon pendahuluan dilaksanakan di lapangan,
supaya bila terjadi kesalahan pengukuran bisa langsung diperbaiki dan
perhitungan difinitif (komputerisasi) dilakukan di kantor. Syarat-syarat
supaya poligon dapat dihitung, maka data yang harus diketahui adalah :
- Sudut jurusan awal/azimuth awal dapat dihitung dari koordinat 2 (dua) buah
titik tetap atau dari pengamatan matahari.
- Sudut mendatar antara 2 sisi pada tiap titik poligon (β).
- Perhitungan sudut horizontal didapat dari bacaan sudut Biasa (B)
kebelakang dikurangi sudut (B) kemuka dan bacaan sudut Luar Biasa (LB)
kebelakang dikurangi sudut (LB) ke muka. Sudut yang didapat adalah harga
sudut rata-rata dari pembacaan (B) dan (LB).
- Jarak mendatar antara titik-titik poligon (d).
- Menentukan titik awal :
- Yang akan dijadikan titik awal adalah titik referensi yang telah diketahui
koordinatnya dan kondisi dinilai cukup stabil. Bila tidak terdapat, akan dibuat
referensi lokal UTM berdasarkan peta rupabumi berpedoman kepada dasar
bukaan/kocoran pada bangunan paling udik atau dekzerk bendung, dengan
persetujuan Direksi/Pengawas lapangan.
III - 19
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
III - 20
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
- X = X + (d / d) . fx
- Y = Y + (d / d) . fy
- Menghitung koordinat yang benar :
-
X = X + X’ Y = Y + Y’
III - 21
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
SL ( fx) 2
( fy ) 2
Untuk mengetahui Ketelitian Linier Jarak poligon didapat
dengan rumus :
fx 2 fy 2
Ketelitian Linier Jarak ( KLJ )
d
dimana :
fx = salah penutup absis
fy = salah penutup ordinat
d = jumlah jarak sisi polygon
Toleransi yang harus dipenuhi (KLJ) adalah 1: 5000
III - 22
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
Hitungan Koordinat
Hitungan koordinat titik-titik poligon dilakukan setelah diketahui salah
penutup hasil ukuran memenuhi batas toleransi yang di syaratkan.
Koordinat titik-titik poligon dihitung secara berantai dengan menggunakan
rumus :
X j X i d ij sin ij
Y j Yi d ij cos ij
dimana :
ij : nomor urut titik polligon dari 1 ke n (n = 1, 2, 3, 4, 5, . . . . . .)
Hitungan Sipat Datar
Perhitungan pendahuluan untuk memperoleh unsur beda tinggi pada jalur-
jalur yang menghubungkan titik-titik simpul dilaksanakan di lapangan,
sehingga bila terjadi kesalah-an pengukuran bisa diulang kembali, dan
perhitungan difinitif dilakukan di kantor. Syarat-syarat supaya sipat datar
kring tertutup dapat dihitung adalah :
- Ada beda tinggi (∆h),
- Ada jarak,
- Ada referensi awal (elevasi titik tetap terdahulu).
- Tahapan hitungan sipat datar sebagai berikut :
- Beda tinggi antara dua titik didapat dari bacaan benang tengah
belakang (BTb) dikurangi bacaan benang tengah muka (BTm) atau
beda tinggi ∆h = BTb – BTm
- Untuk mengontrol pembacaan benang tengah (BT) dan untuk
memperoleh jarak op-tis, dibaca juga benang atas (BA) dan benang
bawah (BB), dengan kontrol ukuran :
BT = ½ (BA - BB), sedangkan jarak optis dihitung dengan rumus :
d = c. (BA - BB) atau d = 100(BA - BB)
sehingga jarak tiap slag didapat yaitu jarak muka ditambah jarak ke
belakang atau D = Dm + Db.
Dari hasil perhitungan beda tinggi tersebut pada masing-masing kring
tertutup dilakukan perhitungan jumlah beda tinggi, ∑ hi = 0, dengan
i = 1 sampai n, sehingga diperoleh kesalahan penutup beda tinggi di
III - 23
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
tiap-tiap kring.
h (T akhir Tawal )
h 0
Besar Salah Penutup Beda Tinggi adalah :
fh h
maka untuk kesalahan tiap ukuran adalah :
d
fhn fh n = 1, 2, 3, 4, 5, . . . . . .
d
dimana :
III - 24
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
T ( K Dkm ) mm
dimana :
III - 25
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
- Bila bacaan benang tengah (BT) pada rambu tidak setinggi alat
maka, beda tinggi (∆H) = 0,5 x DM x Sin 2 Z + TA – BT
Metode Penggambaran
Penggambaran terdiri dari :
Penggambaran Peta Situasi Daerah Irigasi (Skala 1 : 5.000)
Berdasarkan data-data dari hasil pengukuran, perhitungan dan
identifikasi topografi di-gambar/diplot sehingga diperoleh peta situasi
dengan skala 1 : 5.000, dengan ketentuan :
- Peta tersebut memberi gambaran tata guna lahan beserta luasnya
antara lain kampung, petak tersier, sawah irigasi, sawah tadah
hujan, ladang, hutan/belukar, jalan, saluran bangunan dan
sebagainya.
- Penggambaran peta situasi pada skala 1 : 2.000 dilakukan di
lapangan. Setiap hari selesai pengukuran lapangan pada malam
harinya dilakukan penggambaran draft situasi pada kertas
III - 26
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
III - 27
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
III - 28
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
Metode Pengukuran
III - 29
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
- Jarak patok tersebut diukur dengan pita ukur dan di cek dengan
pembacaan jarak optis pada waktu pengukuran poligon.
- Berdasarkan peta situasi yang telah ditarik Layout-nya
direncanakan letak lokasi pilar CP, yaitu pada rencana bangunan
bagi/sadap dan bangunan pelengkap (talang, gorong-gorong dan
bangunan lainnya).
- Pilar BM untuk situasi trase saluran dipasang dengan jarak satu
dengan yang lain tidak lebih dari 2.000 m, dan dipasang pada titik-
titik simpul pengukuran.
- Bentuk dan ukuran pilar BM dan CP mengikuti standar pengairan,
dengan konstruksi kerangka besi dan ukuran.
- Pilar BM dan CP tersebut dipasang sebelum pekerjaan pengukuran
berlangsung dan dipasang pada tempat-tempat yang cukup aman
dan mudah dicari kembali.
Pengukuran Poligon
- Pengukuran poligon mengikuti patok kayu, pilar CP dan BM yang
sudah dipasang.
- Diukur dengan jarak patok setiap 50 m dan khusus pada bangunan
akan diambil 3 titik ukur masing-masing disebelah udik, hilir dan
ditengah bukaan.
- Pengukuran rencana jalur trase diikatkan pada titik-titik poligon
utama (poligon terikat sempurna).
- Alat ukur sudut yang digunakan yaitu theodolit T0 dan jarak
meetband yang di cek dengan pembacaan jarak optis.
Pengukuran Sipat Datar
- Pengukuran sipat datar mengikuti jalur poligon/patok kayu dan pilar
CP dan BM yang sudah dipasang.
- Pengukuran diikatkan pada titik-titik poligon utama (waterpas terikat
sempurna).
- Alat ukur waterpas yang digunakan yaitu waterpas Ni-2 dan rambu
ukur yang dileng-kapi dengan nivo kotak.
- Sebelum pengukuran sipat datar dimulai dilakukan pengecekan
garis bidik alat waterpas dan datanya dicatat dalam buku ukur
seperti yang diuraikan diatas.
III - 30
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
III - 31
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
b. Survey Hidrometri
Pelaksanaan pengukuran debit perlu diperhatikan ketentuan dan persyaratan yang
meliputi :
- lokasi pengukuran debit perlu diperhatikan faktor : kesesuaian dengan
perencanaan; mudah pencapaian dalam segala situasi dan kondisi; mampu
melewatkan banjir; geomteri dan badan sungai harus stabil; adanya kontrol
penampang dan bagian alur sungai.
- pertimbangan hidraulik meliputi : pola aliran yang seragam dan mendekati sub
kritis; tidak terkena pengaruh arus balik
- lama dan periode pelaksanaan : lama pengukuran debit tergantung dari
keadaan aliran pada saat pengukuran jika aliran rendah pengkuran debit
dilaksanakan dua kali dalam sekali periode waktu pengukuran dan jika kondisi
banjir pengukuran debit dilaksanakan sekali dalam periode waktu pengukuran
sedangkan periode pelaksanaan pengukuran tergantung dari musim, jika
III - 32
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
musim kemarau pengukuran debit dilaksanakan cukup sekali dalam satu bulan
dan jika musim penghujan pelaksanaan pengukuran dilaksanakan berulang kali
paling sedikit 3 kali setiap bulannya.
- keandalan peralatan dan sarana penunjang; peralatan dan sarana penunjang
harus dipelihara agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya antara lain
dengan kalibrasi secara berkala, dibersihkan dan dirawat dengan baik.
- kemampuan tim pengukurnya Pelaksanaan pengukuran tinggi muka air,
kecepatan dan debit dapat digunakan alat ukur arus tipe baling-baling. Cara
pelaksanaan pengukuran dilakukan dengan merawas, menggunakan perahu,
Menggunakan jembatan dan menggunakan kerata gantung. Kedalaman
pengukuran minimal 3,5 kali diameter baling-baling. Jika metode pelaksanaan
pengukuran di atas tidak dapat dipergunakan karena berbagai hal, misal
keadaan aliran membahayakan keselamatan petugas atau peralatannya;
kecepatan aliran melampaui kemampuan spesifikasi alat menurut jenis
alatukur arus yang digunakan dan untuk mendapatkan debit sesaat maka
dapat dilakukan pengukuran dengan pelampung permukaan.
III - 33
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
properties.
III - 34
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
III - 35
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
Berdasarkan bagan alir tersebut diatas maka tahapan analisa curah hujan
adalah sebagai berikut :
Pengumpulan Data
Tahapan pengumpulan data sebagaimana telah diuraikan di atas.
Uji Konsistensi Data
Tahapan ini bertujuan untuk mengetahui penyimpangan atau kesalahan
data yang diketahui dari ketidak konsistenan datanya. Metode yang
digunakan adalah "Double Mass Curve". Dimana ploting komulatif data
curah hujan dari stasiun penakar hujan dengan komulatif data stasiun
curah hujan lainnnya, sehingga didapatkan hubungan berupa garis lurus.
Hujan Titik
Hujan titik merupakan data-data yang yang sudah diperbaiki termasuk
data yang hilang untuk analisa selanjutnya. Pengisian data hilang
dilakukan karena adanya data yang tidak lengkap yang disebabkan
karena tidak tercatatnya data hujan oleh petugas, alat penakar rusak dan
sebab lain. Hal tersebut biasa ditandai dengan kosongnya data dalam
daftar.
Salah satu metode pengisian data hilang adalah metode normal,
persamaannya adalah sebagai berikut :
1 n R
x
r
x
n
ri R
1
i
dimana :
rx = Curah hujan yang diisi.
Rx = Curah hujan rata-rata setahun ditempat pengamatan yang
datanya harus dilengkapi.
Ri = Curah hujan rata-rata setahun di pos hujan pembandingnya.
ri = Curah hujan dipos hujan pembandingnya.
n = Banyaknya pos hujan pembanding.
Pemeriksanaan hujan abnormal untuk mengetahui data-data yang abnormal
sehingga dalam analisa selanjutnya tidak diikutkan. Metode yang digunakan
adalah "Iwai Kadoya"
Hujan Rerata
III - 36
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
Hujan rerata merupakan wilayah yang dihitung dari hujan titik dari
beberapa stasiun penakar hujan yang berpengaruh terhadap daerah aliran
sungai. Salah satu metode yang digunakan untuk menghitung hujan
wilayah/daerah adalah metode Thiesen. Cara diperoleh dengan cara
membuat poligon yang memotong tegak lurus pada tengah-tengah garis
hubung dua pos penakar hujan, persamaannya adalah sebagai berikut :
n A
R
AVG
Ai
1
Ri
dimana :
RAVG = Curah hujan rata-rata (mm)
Ai = Luas pengaruh stasiun ke i dari 1 sampai n (km 2)
A = Luas daerah aliran sungai (km2)
Ri = Curah hujan pada stasiun ke-I dari 1 sampai n (mm)
Analisa Sebaran Cs dan Ck
Sebelum menentukan metode yang sesuai untuk analisa hujan rancangan
terlebih dahulu ditentukan besarnya nilai sebaran Cs dan Ck. Dapat dilihat
pada bagan alir beikut :
III - 37
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
III - 38
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
i n
( Xi X )
3
n 2
Cs i 1
( n 1)(n 2) nS 3
i n
( Xi X )
3
n 3
Ck i 1
( n 1)( n 2)( n 3) nS 4
dimana :
S = Standar Deviasi
n = Banyaknya data
Xi = Data
i = Urutan data mulai dari yang terbesar
X = Hujan rata-rata
Cs = Koefisien Skew
Ck = Koefisien kurtosis
Hujan Rancangan
Meskipun telah diuji Cs dan Ck, namun metode yang digunakan
tergantung dari hasil diskusi dengan Direksi menghendaki analisa dengan
berbagai macam metode. Metode yang biasa digunakan adalah :
- Metode Gumbel Tipe I
Persamaannya adalah sebagai berikut :
dimana :
XT = Besarnya curah hujan rencana untuk periode ulang T tahun
III - 39
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
X X k . X
dimana :
X = Besarnya suatu kejadian
X = Nilai rata-rata hitung dari variabel X (µ)
= Faktor yang nilainya tergantung dari parameter skala, bentuk
dan letak
k = Faktor sifat distribusi Pearson tipe III
- Metode Normal
Persamaannya adalah sebagai berikut :
X X tp.
dimana :
X = Besarnya suatu kejadian
X = Nilai rata-rata hitung dari variabel X (µ)
tp = Karakteristik dari distribusi probabilitas normal
Disamping metode diatas untuk perencanaan Bendung sangat penting
untuk memperhitungkan kemungkinan Curah Hujan Maksimum yang
terjadi (PMP), metode yang biasa digunakan adalah Hersfield dengan
persamaan sebagai berikut :
X T X Km.Sn
dimana :
XT = Curah hujan maksimum yang mungkin terjadi
X = Curah hujan maksimum rata-rata
Sn = Standard deviasi
Km = Faktor frekwensi.
III - 40
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
P = 100m / (n + 1) %
dimana :
P = Probabilitas ( % )
m = Nomor urut data seri yang telah disusun
n = Banyaknya data
- Plot data hujan Xi
- Plot persamaan analisa frekwensi yang sesuai
dimana :
Rt = Intensitas hujan rata-rata, dalam T jam
R24 = Curah hujan efektif dalam 1 hari
t = Waktu konsentrasi hujan
T = Waktu mulai hujan
Curah hujan ke-t dihitung dengan persamaan :
Rt = t.Rt - ( t - 1 ) R(t - 1)
Disamping metode tersebut distribusi curah hujan juga dapat ditentukan
dari pola distribusi yang ada pada stasiun terdekat dengan lokasi analisa
yang mempunyai data curah hujan jam-jaman.
Hujan Efektif
Curah Hujan Efektif untuk kepentingan perhitungan kebutuhan tanaman
diambil dari data curah hujan bulanan yang berasal dari data hujan titik
atau hujan wilayah, tergantung dari pengaruh lokasi stasiun curah hujan.
Curah hujan efektif berguna untuk menentukan kebutuhan air untuk
tanaman irigasi. Curah hujan efektif bulanan untuk beberapa tanaman
adalah sebagai berikut :
- Tanaman Padi :
Diambil 70 % dari curah hujan minimum tengah bulanan dengan
periode ulang 5 tahun atau biasa disebut dengan R80. Persamaan
III - 41
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
b. Analisa Evapotranspirasi
Evaporasi dan evapotranspirasi sangat mempengaruhi debit sungai, besarnya
kapasitas waduk, dan besarnya kebutuhan air untuk tanaman. Besarnya
evaporasi dan evapotranspirasi tergantung kondisi iklim seperti radiasi
matahari, angin, kelembaban, dan suhu. Persamaan untuk menghitung
besarnya evaporasi yang sebenarnya dari evapotranspirasi dapat dihitung
dengan berbagai macam metode. Metode yang kami usulkan adalah yang
biasa digunakan yaitu Penman Modifikasi. Data klimatologi yang diperlukan
pada metode ini adalah suhu, radiasi matahari, kecepatan angin dan
kelembaban. Persamaan-persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :
AETo = ETo - e E = ETo * ( m/20 ) * ( 18 -n )
dimana :
AETo = Evapotranspirasi aktual (mm/hari)
Eto = Evapotranspirasi potensial (mm/hari)
M = Proporsi permukaan tanah yang tidak ditutupi oleh tanaman
dalam tiap setengah bulanan (dihitung dari peta tata guna lahan)
N = Jumlah hari hujan dalam setengah bulan
III - 42
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
Metode Empiris
Metode empiris yang biasa digunakan adalah metode Unit Hidrograph
Nakayasu, yaitu sebagai berikut :
III - 43
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
Metode Regresi
Metode yang diusulkan adalah metode GAMA I, parameter yang
digunakan adalah :
- Faktor sumber (SF) adalah perbandingan antara jumlah panjang
sungai sungai tingkat 1 dengan jumlah panjang sungai semua tingkat.
- Frekwensi sumber (SN) adalah perbandingan antara jumlah sungai
sungai tingkat satu dengan jumlah sungai semua tingkat.
- Faktor lebar (WF) adalah perbandingan antara lebar DAS yang diukur
dititik sungai yang bertjarak 0,75 L dengan lebar DAS yang diukur
dititik sungai yang berjarak 0,25 L dari tempat pengukuran.
- Luas DAS sebelah hulu (RUA) adalah perbandingan antara luas DAS
yang diukur dihulu garis yang ditarik tegak lurus garis hubung antara
lokasi pengukuran dengan titik yang dekat dengan titik berat DAS,
melewati titik tersebut.
- Faktor simetri (SIM) adalah (WF) x (RUA)
- Jumlah pertemuan sungai (JN) adalah jumlah semua pertemuan
didalam DAS.
III - 44
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
III - 45
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
III - 46
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
Pada analisa penentuan debit andalan berdasarkan curah hujan yang tersedia
dapat dihitung dengan beberapa metode, yaitu sebagai berikut :
Metode Empiris
Salah satu cara untuk menghitung debit andalan menurut metode empiris
adalah dengan cara yang dikembangkan oleh Dr. Mock, dimana
perhitungannya mengikuti bagan alir pada gambar berikut ini.
III - 47
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
III - 48
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
III - 49
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
Metode Matematis
Metode yang digunakan adalah metode SSARR. Untuk menentukan
parameter dan karakteristik aliran dilakukan dengan cara coba-coba,
sehingga didapatkan perbedaan antara debit yang dihitung dengan yang
diamati tidak jauh berbeda. Metode perhitungan debit andalan sama
dengan metode perhitungan debit banjir rencana.
III - 50
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
- Evaporasi harian 5 mm
- Kecepatan angin antara 0 - 5 m/dt
- Kelembaban relatif minimum 70 %
- Frekwensi irigasi/curah hujan per 7 hari
Perkolasi atau Rembesan (P)
Laju perkolasi tergantung sifat tanah. Untuk tanah lempung berat
dengan karakteristik pengolahan ( puddling ) yang baik, laju perkolasi
diperkirakan 1 s.d. 3 mm/hari, sedang untuk tanah yang ringan laju
perkolasi dapat lebih tinggi. Besaran perkolasi yang digunakan untuk
analisa ini sebaiknya hasil dari penelitian, jika ada.
Pergantian lapisan air (WLR)
Penggantian air dilakukan dua kali, masing 50 mm (3,3 mm/hari
selama 1/2 bulan) selama sebulan dan dua bulan setelah
transplantasi.
Hujan efektif (Re)
Kehilangan Pada Jaringan Irigasi
Untuk menentukan besarnya debit penyadapan yang berguna untuk
merencanakan bangunan pengambilan, maka kebutuhan air irigasi harus
ditambah dengan kehilangan pada jaringan tersier, sekunder dan primer.
Kehilangan tersebut dinyatakan dalam efiseinsi, dimana besarnya adalah:
- Jaringan tersier = 80 %
- Jaringan sekunder = 90 %
- Jaringan primer = 90 %
Total efisiensi (e) untuk tanaman padi adalah 65 %.
Perhitungan kebutuhan air irigasi, termasuk dengan adanya debit penya-
dapan per-ha dihitung dengan persamaan
NFR = PWR + P + WLR – Re
DR = NFR / (e)
dimana :
NFR = kebutuhan bersih air di sawah
DR = besarnya kebutuhan pengambilan irigasi
Seluruh hasil analasi tersebut dituangkan dalam Laporan Hidrologi yang berisikan
:
Kerangka pikir logis (logikal frame).
Analisa hidrologi terkait perencanaan pengembangan jaringan irigasi.
III - 51
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
Analisis hidrologi pada kegiatan ini adalah melakukan analisis frekuensi banjir
rancangan berdasarkan data debit, curah hujan dan luas DAS. Metode
perhitungan adalah sebagai berikut :
- jika data aliran sungai yang tersedia cukup panjang (> 20 tahun),
sehingga analisisnya dapat langsung dilakukan dengan metode analisis
probabilitas frekuensi debit banjir dengan Metode Gumbel, Log Pearson atau
Log Normal.
- jika data debit < 20 tahun dan > dari 10 tahun, maka digunakan metode analisis
regional,
- jika data debit yang tersedia antara 3 – 10 tahun, maka digunakan Metode
puncak banjir di atas ambang,
- Metode empiris apabila perkiraan besarnya banjir berdasarkan parameter
hujan dan karakteristik DPS antara lain :
Metode Rasional, digunakan pada perencanaan sarana drainase
dengan daerah tangkapan yang kecil (< 40 Ha).
Der Weduwen, digunakan untuk analisis debit banjir dari sebuah
DAS dengan luas < 100 km².
Melchior, digunakan untuk analisis debit banjir dari sebuah DAS
dengan luas > 100 km².
Haspers dan Mononobe digunakan untuk analisis debit banjir dari
sebuah DAS tanpa memperhatikan luas DAS.
Metode Hidrograf Satuan.
Metode US – Soil Conservation Service.
- Model matematik digunakan
apabila selang waktu pengamatan data hujan lebih panjang daripada
pengamatan data debit selanjutnya yang selanjutnya digunakan untuk
memperpanjang data aliran.
b. Muatan Sedimen
Analisis laju muatan sedimen baik sedimen dasar (bed load) maupun sedimen
layang (suspended load) dengan parameter jenis material, diameter butir dan
volume atau berat per satuan waktu, persamaan yang umum digunakan untuk
analisa adalah Meyer-Peter dan Muller, Engelund Hansen, Einstein dan Einstein-
Brown.
c. Analisa Hidrolika
III - 52
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
III - 53
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
III - 54
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
III - 55
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
Start
Start
1
Penyusunan Konsep
Penyusunan Konsep
Rencana Mutu Kontrak (RMK)
Rencana Mutu Kontrak (RMK)
2
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
Desain Hidraulik
Desain Hidraulik
Konsep Laporan
KonsepAkhir
Laporan
Akhir
Tidak
Diskusi/Present
Diskusi/Present
asi
asi
Ya
Penyerahan:
Penyerahan:
Laporan Akhir
Laporan
LaporanAkhir
Ringkasan
Laporan
LaporanRingkasan
Perhitungan Vol.Pekerjaan dan RAB
Laporan Perhitungan Vol.Pekerjaan dan RAB
Laporan Dokumen Tender
Laporan Dokumen Tender
Gambar-Gambar Perencanaan
Gambar-Gambar
Album Foto Perencanaan
Album Foto
Soft Copy/CD III - 57
Soft Copy/CD
Selesai
Selesai
LAPORAN PENDAHULUAN
SID Sungai Cimadur
Keterangan:
Pek.Kantor
Diskusi/presentasi
III - 58