Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN

CURRENT ISSUE OF HEALTH


PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

KASUS I
“TAK SEMUDAH ITU”

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 1
ANGGOTA KELOMPOK
Mifta Nur Dwiyani NIM 25010112120001
Rismawati NIM 25010112120004
Dwi Lestari Tantinis NIM 25010112120005
Dahona Lenthe L NIM 25010112120006
Septi Wulandari NIM 25010112120007
Tessanika Juniar P NIM 25010112120008
Rossyana Fatimah NIM 25010112120009
Diah Ayu Pusparini NIM 25010112120010
Meliana Fatmawati NIM 25010112120011
Savitri Rachmawati NIM 25010112120038
Sarmaulina Sitompul NIM 25010112120040
Bambang Susatyo NIM 25010112140375

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS DIPONEGORO
2014
A. Pernyataan Kasus
Kasus I:
TAK SEMUDAH ITU

Disebuah kos seorang gadis berbadan kurus menangis sambil


mencoba bunuh diri dengan minum racun. Gadis itu bernama Lili yang
merupakan seorang mahasiswi dikabari oleh orang tuanya kalau tidak bisa
mengirim uang bulanan, padahal Lili harus membayar uang kos, uang
praktek dan kebutuhan sehari-harinya. Mona yang merupakan teman Lili
datang, Lili iri kepada Mona kalau Mona punya banyak uang dan bisa gonta-
ganti hp sesukanya. Mona pun mengatakan kalau ia dapat uang banyak
karena bekerja. Lili membujuk kepada Mona untuk mengajaknhya bekerja,
Mona menerima dan janji kepada Lili akan diberi pekerjaan jika Lili mau
berpakaian seksi.
Keesokan harinya dengan berpakaian seksi, Mona memperkenalkan
Lili kepada om Robby. Melihat gelagat om Robby yang kurang sopan Lili
berpikir kalau yang ia lakukan tidak benar. Lili kemudian pamit dan lari dari
om Robby dan Mona.
Keesokan harinya Mona menemui Lili di kampus. Lili menjelaskan
kalau dirinya tidak mau kerja yang tidak benar, namun Mona mengatakan
kalau ingin kerja ya harus berkorban sedikit. Mona menawari pekerjaan
tersebut kepada Lili lagi, namun Lili tetap menolak.
Setelah beberapa bulan Mona memeriksakan kesehatannya kepada
dokter karena sering merasakan sakit di perut bagian bawah. Setelah
melakukan pemeriksaan, dokter menjelaskan kalau memang terjadi terjadi
gangguan di leher rahim yang bisa mengakibatkan kematian. Kemudian
Mona menjelaskan kalau dia mememang sering melakukan seks dengan
bergonta-ganti pasangan.
Mona sedih dan ia mencoba untuk bunuh diri meminum racun,
kemudian Lili datang untuk menenangkan Mona. Mona meminta maaf
kepada Lili karena sudah mengajak Lili untuk bekerja yang tidak benar.
Sambil menangis kedua gadis remaja itu berpelukan.
Dia akhir cerita Lili yang sekarang sudah lulus kuliah termenung di
tempat biasa bermain dulu bersama Mona. Lili dalam hati meminta maaf
kepada Mona karena tidak bisa hadir dalam upacara pemakamannya.
B. Klarifikasi Istilah-istilah dalam Masalah
Tahap pertama dalam 7 jump yaitu clarify terms atau tahap
pengklarifikasian istilah-istilah atau konsep yang ada dalam masalah.
Berdasarkan hasil diskusi kelompok maka diperoleh beberapa istilah dalam
masalah yaitu
1. Kurus
2. Gadis
3. Bunuh diri
4. Racun
5. Mahasiswi
6. Uang bulanan
7. Iri
8. Bekerja
9. Berpakaian
10. Gelagat
11. Kurang sopan
12. Kerja tidak benar
13. Berkorban sedikit
14. Gangguan
15. Perut bagian bawah
16. Leher rahim
17. Kematian
18. Seks
19. Bergonta-ganti pasangan
20. Banyak uang
21. Pamit
22. Lari
23. Meminta maaf
24. Membujuk
25. Memperkenalkan
26. Menenangkan
27. Memeriksakan
28. Dokter
29. Janji
30. Termenung
31. Lulus kuliah
32. Kost
33. Upacara pemakaman

C. Daftar Masalah Berdasarkan Fakta dan Fenomena dalam Kasus


Masalah yang berupa istilah-istilah, fakta atau fenomena kemudian
dijelaskan lebih lanjut. Istilah-istilah tersebut ditarik menjadi suatu definisi
masalah. Berdasarkan hasil diskusi kelompok maka diperoleh beberapa
daftar masalah yaitu:
1. Ekonomi rendah
2. Hedonisme
3. Perilaku menyimpang remaja
4. Wanita Pekerja Seks (WPS)
5. Free sex
6. Kanker serviks

Daftar masalah yang telah ditemukan kemudian didiskusikan dalam


kelompok dengan cara melontarkan pertanyaan-pertanyaan sebanyak
mungkin kemudian dimasukan masalah mana yang sudah jelas dan belum
jelas. Untuk mempermudah dalam diskusi maka hasil diskusi dimasukkan
kedalam tabel.
Berikut merupakan tabel daftar masalah yaitu:

Sudah Jelas Belum Jelas


Ekonomi rendah Bagaimana disebut
ekonomi rendah?,
berapa besaran
seseorang disebut
memiliki ekonomi
rendah?
Hedonisme Kenapa disebut
hedonisme?. Apa saja
yang termasuk dalam
hedonisme?, penyebab
terjadinya hedonisme?
Perilaku menyimpang remaja Apa jenisnya?. Kenapa
terjadi perilaku
menyimpang?, kenapa
terjadi pada anak
remaja?, dampak apa
yang akan dihadapi
ketika itu dialkukan?
Wanita Pekerja Seks (WPS) Bagaimana seseorang
disebut WPS??, Kenapa
Wanita?. Faktor
pendorong apa yang
menyebabkan
seseorang menjadi
WPS?, Dampak apa
yang didapat dari
seorang WPS?.
Free sex Jenis- jenis?, faktor-
faktor?,
Kanker serviks Bagaimana proses bisa
terjadi??. Klasifikasi bisa
disebut kanker serviks?,
stadium/ tingkatan-
tingkatan kanker
serviks?,Pencegahan?,
pengobatannya?.

D. Analisis Masalah
Pada tahap ini kelompok melakukan brainstorming mengenai
masalah-masalah yang sudah didaftar berdasarkan pengetahuan yang sudah
dimiliki masing-masing (prior knowledge). Masalah-masalah tersebut
kemudian dianalisis dan dihasilkan hipotesis sebagai berikut:
1. Ada hubungan antara ekonomi rendah dengan perilaku
menyimpang remaja.
2. Ada hubungan antara Wanita Pekerja Seks (WPS) dengan resiko
kanker serviks.

E. Kerangka Konsep
1. Kerangka Teori

(Gambar Teori Lawrence Green)


keterasingan
2. Kerangka Konsep

Predisposing Factors PERILAKU INDIVIDU


Pengetahuan tentang seks gonta-
ganti pasangan
Sikap individu tentang seks Perilaku free sex pada
Persepsi tentang individu mahasiswa
tentang seks
Kepercayaan individu tentang
seks
Nilai individu tentang seks

Reinforcing Factors
Sikap dan perilaku teman
Environment Factors
Keberadaan sarana pelayanan
kesehatan
Sosial ekonomi individu
Enabling Factors
Kemampuan individu untuk
mendapatkan pelayanan
kesehatan Gambar 2. Kerangka konsep
Ketersediaan Sumber Daya
Manusia pelayanan kesehatan
F. Susunan
Kompetensi/pemahaman/tujuan pembelajaran
Berdasarkan diskusi yang dilaksanakan dalam kelompok maka
dirumuskan kompetensi dan tujuan pembelajaran untuk meningkatkan
pemahaman anggota kelompok yaitu sebagai berikut:

1. Kompetensi
Kompetensi yang diharapkan dapat diperoleh oleh masing-masing
anggota kelompok yaitu sebagai berikut:
a. Mahasiswan dapat menganalisis masalah dengan teknik seven jump
b. Mahasiswa dapat melakukan kerjasama dalam tim
c. Mahasiswa dapat menggeneralisasikan permasalahan yang ada
berdasarkan istilah kasus yang telah ditemukan
d. Mahasiswa dapat menemukan solusi masalah yang tepat

2. Tujuan
Tujuan dari proses diskusi analisis masalah dalam kelompok dengan
menggunakan teknik seven jump yaitu:
a. Tujuan umum
Menganalisis permasalahan dari kasus dan memberikan solusi dari
kasus tersebut.
b. Tujuan khusus
1. Mengetahui hubungan antara ekonomi rendah dengan
terjadinya perilaku menyimpang pada remaja.
2. Mengetahui hubungan antara wanita pekerja seks dengan
risiko kanker serviks.
3. Menjelaskan faktor- faktor yang terkait dengan ekonomi
rendah dan terjadinya perilaku menyimpang pada remaja
4. Menjelaskan faktor- faktor yang terkait dengan wanita pekerja
seks dengan risiko kanker serviks

G. Tinjauan Pustaka
1. Teori Lawrence Green

Lawrence Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat


kesehatan. Perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor, yakni
faktor presdiposisi, faktor pendukung dan faktor penguat. Namun sebelumnya
ada juga komponen yang menentukan munculnya ketiga faktor ini yaitu
komponen pendidikan kesehatan dan program kesehatan yang telah dilakukan.
Setelah adanya pendidikan dan program kesehatan ini barulah memicu
munculnya ketiga faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat tersebut.
1. Faktro-faktor predisposisi (predisposing factors),
Perilaku sehat manusia dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap
masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat
terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan,system nilai yang dianut
dalam masyarakat, dan sebagainya.
Untuk berperilaku kesehatan, misalnya pemeriksaan ibu hamil,
diperlukan pengetahuan dan kesadaran ibu tersebut tentang manfaat
periksa kehamilan baik bagi kesehatan ibu sendiri maupun untuk janinnya.
Disamping itu kadang kadang kepercayaan, tradisi dan system nilai
masyarakat juga dapat mendorong atau menghambat ibu untuk periksa
kehamilan. Misalnya kepercayaan bahwa suntikan bisa membuat anak
menjadi cacat.
2. Faktro-faktor pendukung (enabling  factors),
Perilaku sehat manusia dipengaruhi oleh ketersediaan fasilitas-
fasilitas atau sarana-sarana yang ada, misalnya alat-alat kontrasepsi,
jamban,air bersih, tempat pembuangan sampah dan sebagainya.
Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana
pendukung, misalnya perilaku pemeriksaan kehamilan. Ibu hamil akan
memiliki kesadaran dan mau memeriksakan kehamilannya jika fasilitas
atau tempat periksa kehamilan dapat terakses dengan mudah.
3. Faktro-faktor pendorong (renforcing factors)
Perilaku sehat manusia dipengaruhi oleh sikap dan perilaku tokoh
masyarakat, tokoh agama, petugas kesehatan atau petugas lain.Untuk
berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu
pengetahuan dan sikap positif serta dukungan fasilitas saja, melainkan
diperlukan perilaku acuan dari para tokoh masyarakat, tokoh agama dan
petugas kesehatan. Disamping itu undang-undang juga diperlukan untuk
memperkuat perilaku masyarakat tersebut.
Dari ketiga faktor ini yang nantinya akan menentukan perilaku
masyarakat, termasuk perilaku kesehatan, seperti kegiatan preventif, pola
konsumsi, kepatuhan, dan sebagainya.
Perilaku ini yang nantinya akan menentukan status kesehatan atau masalah
kesehatan masyarakat. masalah kesehatan ini selain dipengaruhi oleh
faktor perilaku juga dipengaruhi oleh faktor non perilaku seperti keadaan
lingkungan. Masalah kesehatan yang muncul antara lain kematian,
kesakitan, kesuburan dan cacat.

Dari masalah kesehatan ini lah yang nantinya akan menentukan kualitas
hidup masyarakat. selain dipengaruhi oleh faktor masalah kesehatan,
kualitas hidup masyarakat juga dipengaruhi oleh faktor non kesehatan
seperti ekonomi, sosial, politik dan sebagainya. Kualitas hidup masyarakat
ini bisa dilihat dari indicator antara lain terjadinya pelanggaran,
kesejahteraan, diskriminasi dan keterasingan.

2. Ekonomi rendah
Definisi mengenai ekonomi rendah, menengah maupun tinggi
masih dalam perdebatan para ahli. Menurut Dalimunthe (1995),
kehidupan sosial ekonomi adalah suatu kehidupan sosial ekonomi
masyarakat yang menggunakan indikator pendidikan, pekerjaan dan
penghasilan sebagai tolak ukur.
Sosial ekonomi keluarga adalah keadaan atau kedudukan suatu
kesatuan sosial terkecil yang terdiri atas suami, istri dan anak yang diatur
secara sosial dalam posisi tertentu dalam struktur masyarakat yang
menentukan hak dan kewajiban seseorang dalam masyarakat.
Kedudukan sosial ekonomi dapat dilihat dari tingkat pendidikan,
pekerjaan dan penghasilan.

3. Hedonisme
Perkembangan globalisasi dan kehidupan modern membuat
remaja terutama mahasiswa banyak terjebak dengan kehidupan
modern. Pergaulan bebas tidak bisa dihindari lagi oleh para mahasiswa
yang jauh dari pantauan orang tua. Dengan perkembangan
matangnya fungsi seksual kadang timbul pula berbagai dorongan dan
keinginan untuk pemuasan seksual. Ketika kontrol orangtua,
masyarakat, dan pembinaan sangat minim, fenomena pergaulan
bebas khususnya yang berkaitan dengan premarital intercourse
(hubungan seks pranikah) semakin meningkat dan hal tersebut
merupakan sesuatu yang lazim dikalangan remaja, termasuk mahasiswa.
Gaya hidup mahasiswa sekarang ini lebih banyak mengarah pada
gaya hidup konsumtif bahkan cenderung hedonis (Irianto, 2006 dalam
Fikriyah 2013).
a. Definisi Hedonisme
Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa
orang akan menjadi bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak
mungkin dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang
menyakitkan. ( Franz Magnis-Suseno.1987 ). Hedonisme merupakan
ajaran atau pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan
tujuan hidup dan tindakan manusia. (Lorens Bagus.2000 ). Hedonisme
adalah paham sebuah aliran filsafat dari Yunani. Tujuan paham aliran ini,
untuk menghindari kesengsaraan dan menikmati kebahagiaan sebanyak
mungkin dalam kehidupan di dunia. Kala itu, hedonisme masih
mempunyai arti positif. Dalam perkembangannya, penganut paham ini
mencari kebahagiaan berefek panjang tanpa disertai penderitaan. Mereka
menjalani berbagai praktik asketis, seperti puasa, hidup miskin, bahkan
menjadi pertapa agar mendapat kebahagiaan sejati.
Adapun hedonisme menurut Burhanuddin (1997:81) adalah
sesuatu itu dianggap baik, sesuai dengan kesenangan yang
didatangkannya. Disini jelas bahwa sesuatu yang hanya mendatangkan
kesusahan, penderitaan dan tidak menyenangkan, dengan sendirinya
dinilai tidak baik. Orang-orang yang mengatakan ini, dengan sendirinya,
menganggap atau menjadikan kesenangan itu sebagai tujuan hidupnya.
b. Karakteristik Hedonisme
Karakteristik hedonisme adalah kebendaan dengan ukuran fisik
harta, atau apa saja yang tampak, yang dapat dinilai dengan uang. Jadi
disini orang yang sudah senang karena harta bendanya yang banyak,
sudah sama artinya dengan orang yang bahagia atau dengan kata lain :
Bahagia = Kesenangan. Disini hedonisme dalam pelaksanaannya
mempunyai karakteristik:
1) Hedonisme Egoistis
Yaitu hedonisme yang bertujuan untuk mendapatkan kesenangan
semaksimal mungkin. Kesenangan yang dimaksud ialah dapat dinikmati
dengan waktu yang lama dan mendalam. Contohnya: makan-makanan
yang enak-enak, jumlah dan jenisnya banyak, disediakan waktu yang
cukup lama untuk menikmati semuanya, seperti pada perjamuan makan
ala Romawi. Bila perut sudah penuh, maka disediakan sebuah alat untuk
menggitit kerongkongan, dengan demikian isi perut dapat dimuntahkan
keluar, kemudian dapat diisi kembali jenis makanan yang lain, sampai
puas.
2) Hedonisme Universal
Yaitu suatu aliran hedonisme yang mirip dengan ulitarisanisme =
kesenangan maksimal bagi semua, bagi banyak orang. Contohnya: bila
berdansa, haruslah berdansa bersama-sama, waktunya semalam suntuk,
tidak boleh ada seorang pun yang absen, ataupun kesenangan-
kesenangan lainnya yang dapat dinikmati bersama oleh semua orang.

Sebenarnya tidak bisa disangkal lagi bahwa hedonisme banyak


jenisnya, secara garis besarnya kesenangan dapat dibagi atas dua
golongan:
1) Kesenangan Fisik
Yang pokok disini ialah kesenangan yang dapat dirasakan dinikmati oleh
batang tubuh/raga. Sumber dan jenisnya dari makan minum, yang
menerima kesenangan itu dari tenggorokkan sampai keperut. Hasil
kesenangan itu biasa dinilai dengan sebutan nikmat, enak, sedap,
nyaman, delicious, dan sebagainya.
Bila sumbernya hubungan badani (coitus), maka yang menerima
kesenangan itu adalah alat kelamin, seluruh badan jasmani, dimana hasil
kesenangan itu dinilai dengan sebutan: nikmat, enak, sedap dan
sebagainya. Bila sumbernya sebagai hasil kerja, misalnya pekerjaan
tangan, atau sesuatu yang menggunakan tenaga seperti pekerjaan di
pelabuhan, di kebun, di pertambangan, dan sebagainya, maka
kesenangan itu dinilai dengan sebutan: memuaskan, beres, selesai,
upahnya pantas dan sebagainya.
2) Kesenangan Psychis/Rohani
Bila sumbernya itu sebagai hasil seni, apakah bentuknya itu berupa puisi
atau prosa, lukisan atau patung, atau serangkaian lagu-lagu
merdu/musik, maka hasil kesenangan itu dinilai dengan sebutan: menarik,
hebat, indah, memuaskan mengasikkan, dan sebagainya. Penilaian ini
diberikan oleh rasa, emosi, dan getaran jiwa.
Bila sumbernya itu berasal dari hasil pikir, yang merasakan kesenangan
itu adalah otak, pikir, dimana hasil kesenangan itu dinilai dengan sebutan:
ilmiah, merangsang otak, hebat, pemikiran yang mendalam, intellegensi
yang tinggi, mengagumkan dan sebagainya.
Bila sumbernya adalah kepercayaan yang menikmati kesenangan itu
adalah jiwa, perasaan, rohani, hati, dimana kesenangan itu dinilai dengan
sebutan: menentramkan jiwa, meresapkan rasa iman, rasa takwa,
syahdu, suci, yakin dan sebagainya.
Karakteristik menurut Pospoprodijo (1999:71) Kesenangan yang
dimaksud adalah kesenangan untuk hidup saja, yakni kesenangan yang
kita dapat dengan perantara kemampuan-kemampuan kita dari subyek-
subyek yang mengelilingi kita didunia ini.
c. Aspek-Aspek Gaya Hidup Hedonis
Menurut Well dan Tigert (Engel, 1993), aspek-aspek gaya hidup
hedonis adalah:
1) Minat
Minat diartikan sebagai apa yang menarik dari suatu lingkungan individu
tersebut memperhatikannya. Minat dapat muncul terhadap suatu
objek, peristiwa, atau topik yang menekan pada unsur kesenangan
hidup. Antara lain adalah fashion, makanan, benda-benda mewah,
tempat berkumpul, dan selalu ingin menjadi pusat perhatian.
2) Aktivitas
Aktivitas yang dimaksud adalah cara individu menggunakan
waktunya yang berwujud tindakan nyata yang dapat dilihat. Misalnya
lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah, lebih banyak membeli
barang-barang yang kurang diperlukan, pergi ke pusat pembelanjaan
dan kafe.
3) Opini
Opini adalah pendapat seseorang yang diberikan dalam merespon situasi
ketika muncul pernyataan-pernyataan atau tentang isu-isu sosial dan
produk- produk yang berkaitan dengan hidup.
Tabel 1. Dimensi, dan Indikator Perilaku Gaya Hidup Hedonisme

No Dimensi Indikator Perilaku


1 Activities - Mengejar modernitas fisik.
(aktivitas/kegiatan) - Menghabiskan banyak uang berapa pun
yang dimiliki.
2 Interest (minat dan - Memenuhi banyak keinginan spontan yang
kepentingan) muncul
- Memandang hidup sebagai sesuatu yang
instan dengan melakukan rasionalisasi atau
pembenaran dalam memenuhi kesenangan
tersebut
3 Opinion (pendapat) - Memiliki anggapan bahwa dunia sangat
membencinya ketika sebuah masalah berat
muncul
- Memiliki relativitas kenikmatan di atas rata-
rata yang tinggi

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gaya Hidup Hedonis


Menurut Loudon dan Bitta (Martha dkk, 2008), faktor-faktor yang
mempengaruhi gaya hidup adalah budaya, nilai, demografik, kelas sosial,
kelompok rujukan atau kelompok acuan, keluarga, kepribadian, motivasi
dan emosi. Lebih lanjut Kotler (1997) menyatakan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi gaya hidup seseorang ada dua faktor yaitu faktor
yang berasal dari dalam diri individu (internal) dan faktor yang berasal
dari luar (eksternal).
Faktor internal yaitu sikap, pengalaman, dan pengamatan,
kepribadian, konsep diri, motif, dengan penjelasannya sebagai berikut:
1) Sikap
Sikap berarti suatu keadaan jiwa dan keadaan pikir yang dipersiapkan
untuk memberikan tanggapan terhadap suatu objek yang diorganisasi
melalui pengalaman dan mempengaruhi secara langsung pada perilaku.
Keadaan jiwa tersebut sangat dipengaruhi oleh tradisi, kebiasaan,
kebudayaan dan lingkungan sosialnya.
2) Pengalaman dan pengamatan
Pengalaman dapat mempengaruhi pengamatan sosial dalam tingkah
laku, pengalaman dapat diperoleh dari semua tindakannya di masa lalu
dan dapat dipelajari, melalui belajar orang akan dapat memperoleh
pengalaman. Hasil dari pengalaman sosial akan dapat membentuk
pandangan terhadap suatu objek.
3) Kepribadian
Kepribadian adalah konfigurasi karakteristik individu dan cara berperilaku
yang menentukan perbedaan perilaku dari setiap individu.
4) Konsep diri
Faktor lain yang menentukan kepribadian individu adalah konsep diri.
Konsep diri sudah menjadi pendekatan yang dikenal amat luas untuk
menggambarkan hubungan antara konsep diri konsumen dengan image
merek. Bagaimana individu memandang dirinya akan mempengaruhi
minat terhadap suatu objek. Konsep diri sebagai inti dari pola kepribadian
akan menentukan perilaku individu dalam menghadapi permasalahan
hidupnya, karena konsep diri merupakan frame of reference yang menjadi
awal perilaku.
5) Motif
Perilaku individu muncul karena adanya motif kebutuhan untuk merasa
aman dan kebutuhan terhadap prestise merupakan beberapa contoh
tentang motif. Jika motif seseorang terhadap kebutuhan akan prestise itu
besar maka akan membentuk gaya hidup yang cenderung mengarah
kepada gaya hidup hedonis.
6) Persepsi.
Persepsi adalah proses dimana seseorang memilih, mengatur, dan
menginterpretasikan informasi untuk membentuk suatu gambar yang
berarti mengenai dunia.
Adapun faktor eksternal dijelaskan oleh Kotler (1997) sebagai
berikut:
1) Kelompok referensi.
Kelompok referensi adalah kelompok yang memberikan pengaruh
langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang.
Kelompok yang memberikan pengaruh langsung adalah kelompok
dimana individu tersebut menjadi anggotanya dan saling berinteraksi,
sedangkan kelompok yang memberi pengaruh tidak langsung adalah
kelompok dimana individu tidak menjadi anggota didalam kelompok
tersebut. Pengaruh-pengaruh tersebut akan menghadapkan individu pada
perilaku dan gaya hidup tertentu.
2) Keluarga.
Keluarga memegang peranan terbesar dan terlama dalam pembentukan
sikap dan perilaku individu.Hal ini karena pola asuh orang tua akan
membentuk kebiasaan anak yang secara tidak langsung mempengaruhi
pola hidupnya.
3) Kelas sosial.
Kelas sosial adalah sebuah kelompok yang relatif homogen dan bertahan
lama dalam sebuah masyarakat, yang tersusun dalam sebuah urutan
jenjang, dan para anggota dalam setiap jenjang itu memiliki nilai, minat,
dan tingkah laku yang sama. Ada dua unsur pokok dalam sistem sosial
pembagian kelas dalam masyarakat, yaitu kedudukan (status) dan
peranan. Kedudukan sosial artinya tempat seseorang dalam lingkungan
pergaulan, prestise hak-haknya serta kewajibannya. Kedudukan sosial ini
dapat dicapai oleh seseorang dengan usaha yang sengaja maupun
diperoleh karena kelahiran. Peranan merupakan aspek yang dinamis dari
kedudukan. Apabila individu melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai
dengan kedudukannya maka ia menjalankan suatu peranan.
4) Kebudayaan.
Kebudayaan meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,
hukum, adat istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh individu
sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu
yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif, meliputi ciri-ciri pola
pikir, merasakan dan bertindak.
4. Perilaku menyimpang
Perilaku menyimpang pada dasarnya adalah semua perilaku
manusia yang dilakukan baik secara individual maupun secara kelompok
tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di dalam kelompok
tersebut.
a. Ciri-ciri perilaku menyimpang
Ciri-ciri Perilaku Menyimpang (Paul Horton):
1) Penyimpangan harus dapat didefinisikan
2) Penyimpangan bisa diterima bisa juga ditolak
3) Penyimpangan relatif dan penyimpangan mutlak
4) Penyimpangan terhadap budaya nyata ataukah budaya ideal
5) Terdapat norma-norma penghindaran dalam penyimpangan
6) Penyimpangan sosial bersifat adaptif (penyesuaian).
b. Macam-macam Penyimpangan
1) Penyimpangan positif
Penyimpangan yang terarah pada nilai-nilai sosial yang ideal
(didambakan) walaupun cara atau tindakan yang dilakukan
tersebut seolah-olah kelihatan menyimpang dari norma-norma
yang berlaku, padahal sebenarnya adalah tidak menyimpang.
2) Penyimpangan negatif
Kecenderungan bertindak ke arah nilai-nilai sosial yang dipandang
rendah dan akibatnya selalu buruk.
c. Sifat-sifat Penyimpangan
1) Penyimpangan primer
Perilaku yang dianggap menyimpang yang dilakukan baik oleh
perseorangan maupun oleh kelompok yang bersifat temporer.
Individu yang melakukan penyimpangan ini masih dapat diterima
oleh kelompok sosialnya.
2) Penyimpangan sekunder
Perilaku menyimpang yang dilakukan oleh seseorang maupun
oleh sekelompok orang yang seringkali terjadi sehingga
keberadaannya cukup mengganggu ketenangan masyarakat
disekelilingnya.
3) Penyimpangan individual
Penyimpangan yang dilakukan oleh seseorang atau individu
tertentu terhadap norma-norma budaya tertentu.
4) Penyimpangan kelompok
Penyimpangan yang dilakukan oleh sekelompok orang terhadap
norma-norma masyarakat.
d. Jenis-jenis dan Sebab-sebab Penyimpangan Sosial:
1) Penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang
2) Alkoholisme
3) Hubungan seks di luar nikah
4) Sadisme terhadap anak
5) Perkelahian Antar Pelajar dan Mahasiswa
6) Perilaku Hubungan Seks di luar nikah
7) Tindakan kriminal dan kejahatan
8) Kenakalan anak
9) Penyimpangan seksual:
a) Homoseksual: Pelaku seksual yang tertarik pada berjenis
kelamin sama/ sejenis.
b) Transeksual: Perilaku seseorang yang mengubah
karakteristik seksualnya.
c) Sadomasokisme: Sodomi.
d) Sadisme: Hasrat seks dengan menyiksa partner terlebih
dahulu.
e) Ekshibisme: Memperlihatkan kemaluannya kepada orang
lain.
f) Voyeurisme: Perilaku seksual hobi melihat orang lain
telanjang.
g) Fetisme: Perilaku seksual yang disalurkan melalui
bermasturbasi.
e. Sebab terjadinya perilaku menyimpang:
1) Sikap mental yang tidak sehat
2) Ketidakharmonisan dalam keluarga
3) Pelampiasan rasa kecewa
4) Dorongan kebutuhan ekonomi
5) Pengaruh lingkungan dan media massa
6) Keinginan untuk dipuji
7) Proses belajar yang menyimpang
8) Ketidaksanggupan menyerap norma
9) Adanya ikatan sosialyang berlainan
10) Proses sosialisasi nilai-nilai subkebudayaan menyimpang
11) Kegagalan dalam proses sosialisasi
f. Fungsi Perilaku Menyimpang (Emile Durkheim)
1) Perilaku menyimpang memperkokoh nilai-nilai dan norma dalam
masyarakat.
2) Tanggapan terhadap perilaku menyimpang akan memperjelas
batas moral.
3) Tanggapan terhadap perilaku menyimpang akan menumbuhkan
kesatuan masyarakat perilaku menyimpang mendorong terjadinya
perubahan sosial.
g. Media Penyimpangan:
1) Keluarga
2) Lingkungan tempat tinggal
3) Kelompok bermain

5. Seks Bebas (Free sex)


a. Pengertian seks bebas
Menurut Luthfie (2002), perilaku seks bebas adalah perilaku seks
yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut
hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing
individu. Menurut Akbar (1992), perilaku seksual pranikah merupakan
segala bentuk perilaku atau aktivitas seksual yang dilakukan tanpa
adanya ikatan perkawinan.
b. Tahapan-tahapan perilaku seks bebas pada remaja
Irawati (2006) menyatakan bahwa tahapan perilaku heteroseksual
yaitu perilaku-perilaku seksual yang dilakukan sebelum menikah. Mulai
dari tahap yang paling awal/rendah sampai dengan terjadinya hubungan
senggama yaitu sebagai berikut:
1) Memandang tubuh lawan bicara
2) Mengadakan kontak mata
3) Berbincang-bincang dan membandingkan gagasan. Jika pada
tahap ini ada kecocokan hubungan akan berjalan terus, jika tidak
hubungan akan terputus
4) Berpegangan tangan
5) Memeluk bahu, tubuh menjadi lebih dekat
6) Cium bibir
7) Berciuman sambil berpelukan
8) Rabaan dan eksplorasi tubuh pasangannya
9) Dalam kondisi pakaian terbuka, mencium darah sensitive
pasangannya
10) Saling meraba-raba daerah sensitive
11) Bersenggama/ bersetubuh
Menurut Mu’tadin (2002) perilaku seksual pada umumnya yaitu:
1) Ciuman (kissing)
Ciuman yang dilakukan oleh dua orang untuk menimbulkan
rangsangan seksual, terutama dilakukan pada bagian-bagian yang
sensitive seperti bibir, leher, daerah sekitar dada dan lain lain
2) Bersentuhan ( touching)
Bersentuhan merupakan perilaku dalam bentuk rabaan pada
bagian-bagian yang sensitive yang bisa menimbulkan rangsangan
seksual, misalnya rabaan di payudara dan alat kelamin
3) Bercumbu dengan saling menggesekkan alat kelamin (petting)
Perilaku seksual dengan cara menggesek-gesekkan bagian tubuh
yang sensitive, seperti patudara, organ kelamin, dan lain lain
4) Berhubungan kelamin (coitus)
Yaitu perilaku seksual dengan memasukkan penis ke dalam
vagina untuk mendapatkan kepuasan seksual.
Dari pendapat tokoh diatas dapat diambil kesimpulann bahwa
tahap-tahap perilaku seksual dimulai dari memandang lawan bicara,
mengadakan kontak mata, berbincang-bincang, berpegangan tangan,
berpelukan, berciuman, bersentuhan, bercumbu dengan saling
menggesekkan alat kelamin dan terakhir berhubungan seksual.
c. Faktor yang mempengaruhi remaja terhadap perilaku seks bebas
Menurut Hurlock (1990) Faktor yang mempengaruhi remaja
terhadap perilaku seks bebas
1) Meningkatnya libido seksualitas
Perubahan hormonal pada remaja yang dapat meningkatkan
hasrat seksual. Peningkatan hasrat seksual ini membutuhkan
penyaluran dalam bentuk perilaku seksual tertentu bila remaja
salah dalam menyalurkan hasrat tersebut dapat terjadi perilaku
seks bebas yang mengakibatkan kehamilan pada remaja
perempuan
2) Penundaan usia kawin
Penyaluran ini tidak bisa segera dilakukan karena adanya
penundaan usia perkawinan secara hokum oleh karena adanya
UU tentang perkawinan yang menetapkan batas usia menikah
yang sedikitnya usia 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk
pria
3) Tabu larangan
Sementara usia perkawinan ditunda, norma0norma agama tetap
berlaku dimana seseorang dilarang untuk melakukan seks bebas
atau seks pranikah , bahkan larangan berkembang lebih jauh
kepada tingkah laku lain seperti berciuman dan masturbasi. Bagi
remaja yang tidak dapat menahan diri akan terdapat
kecenderungan untuk melanggar larangan tersebut.
4) Kurangnya informasi tentang seks
Kecenderungan pelanggaran makin meningkat oleh karena
adanya penyebab informasi dan rangsangan seks melalui media
masa menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang sedang berada
dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba segala sesuatu akan
meniru apa yang dilihatnya dan didengarnya, khususnya karena
remaja belum pernah mengetahui masalah seksual secara
lengkap.
5) Komunikasi antara orangtua dan anak
Orang tua sendiri, baik karena ketidaktahuannya akan pentingnya
pendidikan seks kepada anak maupun karena sikapnya yang
masih menabukan pembicaraan mengenai masalah seksual
dengan anak cenderung akan membuat jarak dengan anak dalam
masalah yang satu ini. Anak juga akan merasa malu bila akan
bertanya tentang masalah seks kepada orangtuanya dan mereka
akan mencari tahu dari orang lain.
6) Pergaulan yang semakin bebas
Karena adanya kecenderungan pergaulan yang makin bebas
antara pria dan wanita dalam masyarakat sebagai akibat
berkembangnya peran dan pendidikan wanita sehingga
kedudukan wanita makin sejajar dengan pria.
7) Wilayah tempat tinggal
Perubahan dikota lebih cepat dari di desa karena informasi di kota
lebih cepat diterima dari pada disesa. Cepatnya arus informasi
yang diterima juga dapat mempengaruhi banyaknya informasi
yang salah juga masuk ke kota
8) Jenis kelamin
Laki-laki lebih terbuka, lebih serba boleh, lebih ekstrim dalam
pendapatnya tentang seksualitas, sedangkan wanita lebih malu-
malu dan lebih tidak tahu menahu.
d. Dampak seks bebas
Perilaku seks bebas pada remaja akan menimbulkan beberapa
manifestasi khususnya di kalangan remaja itu sendiri. Dampak yang
berkaitan dengan perilaku seks bebas ini menurut BKKBN (2007)
meliputi:
1) Masalah penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS
Masalah penyakit menular seksual dapat menyebabkan masalah
kesehatan seumur hidup,termasuk kemandulan dan rasa sakit
kronis, serta meningkatkan resiko penularan HIV. Kasus
HIV/AIDS yang ditemukan dari tahun ke tahun kian meningkat.
Menurut WHO (2007) jumlah penderita AIDS di dunia ada
sebanyak 33.300.000 dan di asia ada sebanyak 4.900.000 kasus.
Di Indonesia sendiri penderita HIV/AIDS ada sebanyak 110.000
dan pada 2006 naik menjadi 193.000 dan pada tahun 2007-2008
jumlah kasus ini ditafsir menjadi 270.000 orang (Depkes RI,
2008).
AIDS merupakan penyakit yang menakutkan umat manusia oleh
karena dapat dipastikan bahwa penyakit ini akan membawa
kematian dan sampai sekarang belum ditemukan obatnya atau
vaksin pencegahnya (Ashari, 2000).
Media penularan HIV dapat melalui cairan sperma, cairan vagina
dan darah. Yang termasuk golongan beresiko tinggi untuk
terinfeksi HIV adalah orang yang menganut seks bebas (berganti-
ganti pasangan), penderita penyakit yang sering mendapat
transfusi darah, bayi yang dilahirkan oleh ibu penderita
HIV+/AIDS, dan pengunaan jarum suntik bersama/bergantian.
Cara penularan yang paling nyata adalah melalui hubungan
seksual (Zein, 2006).
AIDS saat ini bisa memasuki kehidupan siapa saja, tanpa
memandang umur, jenis kelamin, orientasi seksual, pekerjaan,
atau gaya hidup. Yang membuat orang mempunyai resiko tinggi
adalah perilakunya. Apa yang dilakukannya itu yang menentukan
resiko tinggi terhadap penularan HIV, tidak peduli apapun
kelompoknya (Yatim, 2006).
Menurut Muma dan Borucki (1997), kegiatan dan/atau perilaku
yang dianggap mempunyai resiko tinggi dan seringkali ada
hubungannya dengan infeksi HIV antara lain hubungan seksual
melalui anal serta kegiatan seksual lainnya yang potensial dapat
menyebabkan seseorang terinfeksi oleh HIV. Kegiatan seksual lain
yang mungkin dapat menyebabkan terjadinya infeksi HIV antara
lain:
a) Anilungus : menginduksi hubungan intim di daerah anal
dengan menggunakan lidah.
b) Cunnilingus : menginduksi hubungan intim di daerah
vagina/klitoris dengan menggunakan lidah (resiko lebih tinggi
terutama saat menstruasi).
c) Fellatio : menginduksi hubungan intim di daerah genital pria
dengan menggunakan lidah dan penghisapan (resiko lebih
tinggi bila terjadi ejakulasi di dalam mulut ).
d) Fisting : memasukkan atau meletakkan tangan, kepalan
tangan, ataupun lengan bawah kedalam rektum atau vagina.
e) Urolagnia : menginduksi hubungan intim dengan cara
mengeluarkan urin ke kulit (lebih beresiko bila terdapat luka
terbuka pada kulit, oral, vagina, atau rektum).
f) Memakai benda-benda seks pada rektum dan/atau vagina:
memasukkan sex toys pada rektum/vagina dapat
menyebabkan perobekan pada mukosa, dimana luka yang
terjadi dapat merupakan jalan masuk bagi virus.
2) Kehamilan yang tidak diinginkan
Pengetahuan remaja mengenai dampak seks bebas masih sangat
rendah. Yang paling menonjol dari kegiatan seks bebas ini adalah
meningkatnya angka kehamilan yang tidak diinginkan. Kehamilan
yang tidak diinginkan pada remaja sering kali berakhir dengan
aborsi.
Menurut WHO (2009) 21 persen dari 63 persen remaja yang telah
pernah berhubungan seksual melakukan aborsi. sekitar 16 juta
perempuan berusia 15-19 tahun melahirkan tiap tahun, 95%
kelahiran tersebut terjadi pada negara dengan pendapatan yang
rendah dan menengah. Angka rata-rata dari remaja yang
melahirkan pada negara dengan pendapatan menengah lebih
tinggi dua kali dibandingkan negara dengan pendapatan yang
tinggi. Memiliki anak di luar nikah merupakan hal yang tidak biasa
di banyak negara, sehingga bila terjadi kehamilan di luar nikah
biasanya akan berakhir dengan tindakan aborsi. Sekitar 14% dari
kejadian aborsi yang tidak aman pada negara dengan pendapatan
yang rendah dan menengah dilakukan oleh remaja berusia 15-19
tahun, sekitar 2,5 juta remaja dilaporkan melakukan aborsi tiap
tahun. Kehamilan yang terjadi pada remaja berdampak berat pada
remaja seperti dikucilkan oleh masyarakat, diberhentikan dari
sekolah dan menjadi bahan pembicaraan yang tidak enak dalam
masyarakat. Kehamilan yang tidak diinginkan dapat
mendatangkan upaya aborsi yang tidak aman oleh tenaga non-
profesional (Asfriyati,2004).
3) Dampak sosial seperti putus sekolah
4) Kanker
5) Infertilitas/kemandulan

6. Wanita pekerja Seks (WPS)


a. Pengertian Wanita Pekerja Seks
Pekerja seks komersial yang lebih didominasi oleh wanita adalah
seseorang yang menjual dirinya dengan melakukan hubungan seks untuk
tujuan ekonomi (Subadara, 2007). Pelacuran atau prostitusi adalah
penjualan jasa seksual. Pelacuran adalah profesi yang menjual jasa untuk
memuaskan kebutuhan seksual pelanggan, biasanya pelayanan ini dalam
bentuk penyerahan tubuhnya (Wikipedia, 2007). Sebelum adanya istilah
pekerja seks komersial, istilah lain yang juga mengacu kepada pelayanan
seks komersial adalah pelacur, prostitusi, wanita tuna susila (WTS).
b. Klasifikasi Wanita Pekerja Seks
Berdasarkan modus operasinya, wanita pekerja seks di
kelompokkan menjadi dua jenis, yaitu (Subadara, 2007).
1) Terorganisasi
Yaitu mereka yang terorganisasi dengan adanya pimpinan,
pengelola atau mucikari, dan para pekerjanya mengikuti aturan
yang mereka tetapkan. Dalam kelompok ini adalah mereka yang
bekerja di lokalisasi, panti pijat, salon kecantikan.
2) Tidak Terorganisasi
Yaitu mereka yang beroperasi secara tidak tetap, serta tidak
terorganisasi secara jelas. Misalnya pekerja seks di jalanan, kelab
malam, diskotik.
c. Faktor yang Memungkinkan Penyebab Terjerumusnya Wanita
Menjadi Pekerja Seks Komersial
Terjerumus adalah jatuh tersungkur, terjebak, jatuh ke dalam
kesengsaraan, tersesat (Anwar, 2001). Banyaknya faktor yang melatar
belakangi terjerumusnya pekerja seks komersial antara lain adalah:
1) Faktor Ekonomi
Ekonomi adalah pengetahuan dan penelitian azas penghasilan,
produksi, distribusi, pemasukan dan pemakaian barang serta
kekayaan, penghasilan, menjalankan usaha menurut ajaran
ekonomi (Anwar, 2001). Salah satu penyebab faktor ekonomi
adalah:
a) Sulit mencari pekerjaan
Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan setiap hari yang
merupakan sumber penghasilan. Ketiadaan kemampuan dasar
untuk masuk dalam pasar kerja yang memerlukan persyaratan,
menjadikan wanita tidak dapat memasukinya. Atas berbagai
alasan dan sebab akhirnya pilihan pekerjaan inilah yang dapat
dimasuki dan menjanjikan penghasilan yang besar tanpa syarat
yang susah (Mudjijono, 2005).
Berdasarkan survei yang dilakukan Yayasan Kesejahteraan
Anak Indonesia (YKAI) tahun 2003-2004 menjadi pekerja
wanita pekerja seks karena iming-iming uang kerap menjadi
pemikat yang akhirnya justru menjerumuskan mereka ke
lembah kelam (Hukumonline, 2007). Alasan seorang wanita
terjerumus menjadi pekerja seks adalah karena desakan
ekonomi, dimana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
namun sulitnya mencari pekerjaan sehingga menjadi pekerja
seks merupakan pekerjaan yang termudah (Kasnodihardjo,
2001).
Penyebab lain diantaranya tidak memiliki modal untuk kegiatan
ekonomi, tidak memiliki keterampilan maupun pendidikan untuk
mendapatkan pekerjaan yang lebih baik sehingga menjadi
pekerja seks merupakan pilihan (Yustinawaty, 2007). Faktor
pendorong lain untuk bekerja sebagai wanita pekerja seks
antara lain terkena PHK sehingga memerlukan biaya yang
banyak untuk memenuhi kebutuhan hidup.
b) Gaya Hidup
Adalah cara seseorang dalam menjalani dan melakukan
dengan berbagai hal yang berhubungan dengan kehidupan
sehari-hari. Pergeseran norma selalu terjadi dimana saja
apalagi dalam tatanan masyarakat yang dinamis. Norma
kehidupan, norma sosial, bahkan norma hukum seringkali
diabaikan demi mencapai sesuatu tujuan (Gunarsa, 2000).
Kecenderungan melacurkan diri pada banyak wanita untuk
menghindari kesulitan hidup, selain itu untuk menambah
kesenangan melalui jalan pintas. Dikutip dari TV7.com seorang
pengarang best seller“Jakarta Undercover” Moammar MK
mengungkapkan bahwa pekerja seks komersial sebagian rela
menjajakan tubuhnya demi memenuhi kebutuhan
lifestyle.Menjadi pekerja seks dapat terjadi karena dorongan
hebat untuk memiliki sesuatu. Jalan cepat yang selintas terlihat
menjanjikan untuk memenuhi sesuatu yang ingin dimiliki
(Mahardika, 2004).
Gaya hidup yang cenderung mewah juga dengan mudah
ditemui pada diri pekerja seks. Ada kebanggaan tersendiri
ketika menjadi orang kaya, padahal uang tersebut diketahui
diperoleh dari mencari nafkah sebagai WPS (Hukumonline,
2007). Gaya hidup menyebabkan makin menyusutnya rasa
malu dan makin jauhnya agama dari pribadi-pribadi yang
terlibat dalam aktifitas prostitusi maupun masyarakat.
Pergeseran sudut pandang tentang nilai-nilai budaya yang
seharusnya dianut telah membuat gaya hidup mewah
dipandang sebagai gaya hidup yang harus di miliki (Yusmarni,
2006).
c) Keluarga yang tidak mampu
Keluarga adalah unit sosial paling kecil dalam masyarakat yang
peranannya besar sekali terhadap perkembangan sosial,
terlebih pada awal-awal perkembangannya yang menjadi
landasan bagi perkembangan kepribadian selanjutnya.
Masalah yang sering terjadi dalam keluarga adalah masalah
ekonomi. Dimana ketidak mampuan dalam memenuhi
kebutuhan didalam keluarga, sehingga kondisi ini memaksa
para orang tua dari kelurga miskin memperkerjakan anaknya
sebagai pekerja seks. Pada dasarnya tidak ada orang tua yang
mau membebani anaknya untuk bekerja namun karena
ketidakmampuan dan karena faktor kemiskinan, sehingga tidak
ada pilihan lain mempekerjakan anak menjadi pekerja seks,
untuk pemenuhan tuntutan kebutuhan sehari-hari yang tidak
dapat ditoleransi (Agus, 2002). Pelacuran erat hubungannya
dengan masalah sosial. Pasalnya kemiskinan sering memaksa
orang bisa berbuat apa saja demi memenuhi kebutuhan hidup
termasuk melacurkan diri ke lingkaran prostitusi. Hal ini
biasanya dialami oleh perempuan-perempuan kalangan
menengah kebawah.
2) Faktor Kekerasan
Kekerasan adalah segala bentuk tindakan kekerasan yang
berakibat atau mungkin berakibat, menyakiti secara fisik, seksual,
mental atau penderitaan terhadap seseorang termasuk ancaman
dan tindakan tersebut, pemaksaan atau perampasan semena-
mena, kebebasan baik yang terjadi di lingkungan masyarakat
maupun dalam kehidupan pribadi (Depkes RI, 2003). Dimana salah
satu faktor kekerasan adalah:
a) Perkosaan
Perkosaan adalah suatu tindakan kriminal dimana si korban
dipaksa untuk melakukan aktifitas seksual khususnya penetrasi
alat kelamin diluar kemauannya sendiri. Perkosaan adalah
adanya prilaku kekerasan yang berkaitan dengan hubungan
seksual yang dilakukan dengan jalan melanggar hukum
(Wahid, 2001). Banyaknya kasus kekerasan terjadi terutama
kekerasan seksual, justru dilakukan orang-orang terdekat.
Padahal mereka semestinya memberikan perlindungan dan
kasih sayang serta perhatian yang lebih dari pada orang lain
seperti tetangga maupun teman (Ardarini, 2006).
Korban pemerkosaan menghadapi situasi sulit seperti tidak lagi
merasa berharga di mata masyarakat, keluarga, suami, calon
suami dapat terjerumus dalam dunia prostitusi. Artinya tempat
pelacuran dijadikan sebagai tempat pelampiasan diri untuk
membalas dendam pada laki-laki dan mencari penghargaan
(Wahid, 2001). Biasanya seorang anak korban kekerasan
menjadi anak yang perlahan menarik diri dari lingkungan
sosialnya. Tetapi di sisi lain juga menimbulkan kegairahan yang
berlebihan. Misalnya anak yang pernah diperkosa banyak yang
menjadi wanita pekerja seks (Ardarini, 2006).
b) Dipaksa / Disuruh Suami
Dipaksa adalah perbuatan seperti tekanan, desakan yang
mengharuskan / mengerjakan sesuatu yang mengharuskan
walaupun tidak mau (Anwar, 2001). Dalam kondisi yang wajar
atau kondisi yang normal pada umumnya tidak ada seorang
suamipun yang tega menjajakan istrinya untuk dikencani lelaki
lain. Namun kehidupan manusia di dunia ini sangat beragam
lagi berbeda-beda jalan hidupnya, sehingga ditemui pula
kondisi ketidakwajaran atau situasi yang berlangsung secara
tidak normal salah satunya adalah suami yang tega menyuruh
istrinya menjadi pelacur. Istri melacur karena disuruh suaminya,
apapun juga situasi dan kondisi yang menyebabkan tindakan
suami tersebut tidaklah dibenarkan, baik oleh moral ataupun
oleh agama. Namun istri terpaksa melakukannya karena
dituntut harus memenuhi kebutuhan hidup keluarga, mengingat
suaminya adalah pengangguran. (Mahardika, 2004)
3) Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan semua yang ada di lingkungan dan terlibat
dalam interaksi individu pada waktu melaksanakan aktifitasnya.
Lingkungan tersebut meliputi lingkungan fisik, lingkungan
psikososial, lingkungan biologis dan lingkungan budaya.
Lingkungan psikososial meliputi keluarga, kelompok, komuniti dan
masyarakat (IBI, 2006). Lingkungan dengan berbagai ciri khusunya
memegang peranan besar terhadap munculnya corak dan
gambaran kepribadian pada anak. Apalagi kalau tidak didukung
oleh kemantapan dari kepribadian dasar yang terbentuk dalam
keluarga, sehingga penyimpangan prilaku yang tidak baik dapat
terhindari (Gunarsa, 2000). Dimana salah satu faktor lingkungan
adalah :
a) Seks Bebas
Pada dasarnya kebebasan berhubungan seks antara laki-laki
dan wanita sudah ada sejak dahulu, bahkan lingkungan tempat
tinggal tidak ada aturan yang melarang siapapun untuk
berhubungan dengan pasangan yang diinginkannya (Mudjijono,
2005).
Lingkungan pergaulan adalah sesuatu kebutuhan dalam
pengembangan diri untuk hidup bermasyarakat, sehingga
diharapkan terpengaruh oleh hal-hal yang baik dalam
pergaulan sehari-hari (Gunarsa, 2000). Mode pergaulan
diantara laki-laki dengan perempuan yang semakin bebas tidak
bisa lagi membedakan antara yang seharusnya boleh
dikerjakan dengan yang dilarang (Wahid, 2001). Di beberapa
kalangan remaja ada yang beranggapan kebebasan hubungan
badan antara laki-laki dan perempuan merupakan sesuatu
yang wajar (Mudjijono, 2005).
b) Turunan
Turunan adalah generasi penerus atau sesuatu yang turun-
temurun. Tidak dapat disangkal bahwa keluarga merupakan
tempat pertama bagi anak untuk belajar berinteraksi sosial.
Melalui keluarga anak belajar berespons terhadap masyarakat
dan beradaptasi ditengah kehidupan yang lebih besar kelak
(Satiadarma, 2001). Lingkungan keluarga seringkali disebut
sebagai lingkungan pendidikan informal yang mempengaruhi
perkembangan orang yang ada didalamnya. Adakalanya
melalui tindakan-tindakan, perintah-perintah yang diberikan
secara langsung untuk menunjukkan apa yang seharusnya
dilakukan. Orang tua atau saudara bersikap atau bertindak
sebagai patokan,contoh, model agar ditiru. Berdasarkan hal-hal
diatas orang tua jelas berperan besar dalam perkembangan
anak, jadi gambaran kepribadian dan prilaku banyak ditentukan
oleh keadaan yang ada dan terjadi sebelumnya (Gunarsa,
2000).
Seorang anak yang setiap saat melihat ibunya melakukan
pekerjaan itu, sehingga dengan tidak merasa bersalah itupula
akhirnya ia mengikuti jejak ibunya. Ibu merupakan contoh bagi
anak (Mahardika, 2004).
c) Broken Home
Keluarga adalah sumber kepribadian seseorang, didalam
keluarga dapat ditemukan berbagai elemen dasar yang
membentuk kepribadian seseorang (Satiadarma, 2001).
Lingkungan keluarga dan orang tua sangat berperan besar
dalam perkembangan kepribadian anak. Orang tua menjadi
faktor penting dalam menanamkan dasar kepribadian yang ikut
menentukan corak dan gambaran kepribadian seseorang.
Lingkungan rumah khususnya orang tua menjadi sangat penting
sebagai tempat tumbuh dan kembang lebih lanjut. Perilaku negatif
dengan berbagai coraknya adalah akibat dari suasana dan
perlakuan negatif yang di alami dalam keluarga. Hubungan antara
pribadi dalam keluarga yang meliputi hubungan antar orang tua,
saudara menjadi faktor yang penting munculnya prilaku yang tidak
baik. Anak yang berasal dari keluarga broken home lebih memilih
meninggalkan keluarga dan hidup sendiri sehingga untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, sering mengambil keputusan
untuk berprofesi sebagai Wanita Pekerja Seks (WPS), dan banyak
juga dari mereka yang nekat menjadi pekerja seks karena frustasi
setelah harapannya untuk mendapatkan kasih sayang
dikeluarganya tidak terpenuhi.

7. Kanker serviks
a. Pengertian Karsinoma Leher rahim
Karsinoma adalah tumor yang bersifat ganas yang khusus di
berikan untuk tumor epiteliel dan sebabkan oleh neoplasma. Neoplasma
adalah penyakit pertumbuhan sel yang terjadi karena didalam tubuh
timbul dan terjadi perkembangbiakan sel-sel yang baru, yang bentuk dan
sifat kinetiknya berbeda dari sel-sel normal asalnya sehingga merusak
bentuk atau fungsi organ yang terkena. Neoplasma ini terjadi karena
mutasi atau transformasi sel akibat ada kerusakan gen yang mengatur
pertumbuhan dan diferensiasi sel (Nada, 2007: 1).
Leher rahim merupakan bagian dari uterus yang menjorok
kedalam vagina yang terdiri dari pars vaginalis atau portio dan pars supra
vaginalis uteri atau bagian kanalis yang berada diatas vagina saluran
yang berada pada leher rahim disebut kanalis servikkalis, panjangnya 2,5
cm yang dilapisi kelenjar-kelenjar bersilia yang berfungsi sebagai
reseptakulum seminis dengan pintu saluran leher rahim sebelah dalam
atau OUI (Ostium Uteri Internum ) dan pintu saluran leher rahim di vagina
atau OUE (Ostium Uteri Eksternum ) (Prawirohardjo, 2001: 9-10).
Karsinoma Leher rahim adalah tumor yang timbul diantara epitel
yang melapisi ektoleher rahim portio dan endoleher rahim kanalis
servikalis yang disebut sebagai scuomosa columner junction (SCJ)
(Nada, 2007: 1).
Dari pengertian Kanker leher rahim diatas, penulis menyimpulkan
bahwa Kanker leher rahim adalah proses keganasan yang terjadi pada
leher rahim dimana pada keadaan ini terdapat kelompok-kelompok sel
abnormal, yang timbul diantara epitel, yang melapisi ektoleher rahim
maupun endoleher rahim kanalis servikalis yang sebagai scuamosa
columner junction atau SCJ yang terbentuk oleh sel-sel jaringan yang
tumbuh terus-menerus tak terbatas.

b. Penyebab Karsinoma leher rahim


Penyebab langsung dari Kanker leher rahim belum diketahui. Ada
bukti kuat kejadiannya mempunyai hubungan erat dengan sejumlah faktor
ekstrinsik, diantaranya yang penting adalah : (a) Jarang ditemukan pada
perawan (virgo), insiden lebih tinggi pada mereka yang kawin dari pada
yang tidak kawin, (b) Insiden tinggi pada mereka yang kawin atau
coitarche pada usia yang sangat muda (kurang 16 tahun ), (c) Insiden
meningkat dengan tingginya paritas dengan jarak persalinan yang
terlampau dekat, (d) Aktifitas seksual yang sering berganta-ganti
pasangan/promiskuita, (e) Insiden banyak dari golongan sosial ekonomi
rendah, hygiene seksual yang jelek, (f) Sering terjadi pada masyarakat,
dimana suaminya tidak disunat/sirkumsisi, (g) Sering ditemukan pada
wanita yang mengalami infeksi virus HPV atau Human Papiloma Virus
tipe 16-18, (h) Sering pada ibu yang mempunyai kebiasaan merokok
(Prawirohardjo, 2001: 381).

c. Patologi Karsinoma serviks


Kanker servisks timbul di batas antara epitel yang melapisi
ektoleher rahim dan endoleher rahim yang disebut scuomosa columner
junction. Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada
epitel leher rahim dimana epitel kolumner akan digantikan oleh epitel
skuomosa yang diduga berasal dari epitel kankerdangan kolumnar.
Proses pergantian epitel kolumner menjadi epitel skuomosa disebut
proses metaplasia. Pada wanita muda, SCJ berada diluar OUE
sedangkan pada wanita berumur lebih dari 35 tahun SCJ berada didalam
uteri.
Pada awal perkembangan Kanker leher rahim tidak memberikan
tanda-tanda dan keluhan. Pada pemeriksaan spekulum tampak sebagai
portio yang erosi atau metaplasia scuamosa yang fisiologik atau patologi.
Tumor dapat tumbuh secara : (a) Eksofilik, mulai dari SCJ kearah lumen
vagina sebagai masa proliferatif yang mengalami infeksi sekunder dan
nekrosis, (b) Endofitik, mulai dari SCJ tumbuh kedalam stroma leher
rahim dan cenderung mengadakan infiltrasi menjadi ulkus yang luas, (c)
Ulseratif, mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan leher
rahim dengan melibatkan awal fornises vagina menjadi ulkus yang luas.
Metaplasia skuomosa yang fisiologi dapat berubah menjadi
patologi displasia melalui tingkatan neoplasma insitu I, II, III dan
karsinoma insitu akhirnya menjadi karsinoma invasif sekali lalu menjadi
makro invasif/invasif, proses keganasan akan berjalan terus
(Prawiroharjo, 2001: 382).

d. Penyebaran Karsinoma leher rahim


Berdasarkan biopsi yang dilakukan secara berurutan diketahui
bahwa proses perubahan dari displasia ringan ke karsinoma in situ,
sampai karsinom invasif berjalam lambat, dimana memerlukan waktu
sampai beberapa tahun yaitu 10 sampai 15 tahun.
Pada umumnya secara limfogen melalui pembuluh getah bening
menuju ke 3 arah : (a) Ke arah forniks dan dinding vagina, (b) Ke arah
korpus uteri, (c) Ke arah parametrium dan dalam tingkatan yang lanjut
menginfiltrasi septum rectovaginal dan kandung kemih.
Melalui pembuluh getah bening dalam parametrium kanan dan kiri
sel tumor dapat menyebar ke kelenjar iliaka luar dan iliaka dalam
(hipogastrika), menjadi hal yang tidak lazim jika terjadi penyebaran lewat
pembuluh darah.
Karsinoma leher rahim umumnya terbatas pada daerah panggul
saja. Bila sel tumor sudah terdapat lebih dari 1 mm dari membran basalis,
atau sudah tampak berada dalam pembuluh limfa atau darah, maka
prosesnya sudah invasif. Tumor mungkin telah menginfiltrasi stroma leher
rahim, akan tetapi secara klinis belum tampak sebagai karsinoma. Tumor
yang demikian disebut sebagai praklinik (tingkat IB-occult).
Sesudah tumor menjadi invasif, penyebaran secara limfogen
menuju kelenjar limfa regional dan secara perkontinuatum (menjalar)
menuju fornises vagina, korpus uteri, rectum, dan kandung kemih yang
pada tingkat akhir dapat menimbulkan fistula rectum atau kandung kemih.
Biasanya penderita sudah meninggal lebih dahulu disebabkan
perdarahan-perdarahan yang eksisif dan gagal ginjal menahun akibat
uremia oleh karena obstuksi ureter ditempat ureter masuk kedalam
kandung kemih (Prawirohardjo, 2001: 382-383).
e. Gambaran klinik Karsinoma leher rahim
Gejala-gejala yang timbul pada karsinoma leher rahim dan
merupakan gejala yang sering di temukan pada karsinoma leher rahim
adalah:
1) Masa tanpa gejala, pada masa ini penderita tidak mengeluh dan
tidak merasakan suatu gejala meskipun sebenarnya pasien
sudah mengidap penyakit kanker leher rahim. Hal ini terjadi pada
stadium dini (Ramli, 2002: 104).
2) Keputihan, merupakan gejala yang sering di temukan. Getah
yang keluar dari vagina makin lama makin banyak, berbau busuk
akibat infeksi dan nekrosis jaringan (Manuaba, 2001: 640).
3) Perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah yang
makin lama makin lebih sering terjadi, misalnya setelah
melakukan koitus atau perdarahan menstruasi lebih banyak, atau
bisa juga diluar senggama/spontan, biasanya terjadi pada tingkat
klinik lanjut stadium II-III (Yatim, 2005: 47).
4) Rasa nyeri, terjadi karena infiltrasi sel tumor ke serabut saraf
(Prawirohardjo,2001: 386).
5) Anemia, sering ditemukan pada stadium lanjut sebagai akibat
dari perdarahan pervaginam dan akibat penyakitnya
(Prawirohardjo, 2001: 385).
6) Gejala yang dapat timbul karena metastasis jauh, misalnya
obstruksi total vesika urinaria, cepat lelah, penurunan berat
badan (Mansjoer, 2005: 379).
f. Pembagian tingkat keganasan karsinoma leher rahim

Stadium 0 Terjadi pertumbuhan kanker (karsinoma) pada


jaringan epitel leher rahim
Stadium I Pertumbuhan kanker masih terbatas pada leher
rahim
Ia Secara mikroskopis, kanker telah menginvasi
jaringan (terjadi penetrasi). Ukuran invasi sel kanker
: kedalaman < 5 mm, sedangkan lebarnya < 7 mm
Ia1 Ukuran invasi mempunyai kedalaman < 3 mm dan
lebar < 7 mm
Ia2 Kedalaman invasi > 3 mm dan < 5 mm, lebar < 7
mm
Ib Terjadi lesi yang ukurannya lebih besar dari lesi
yang terjadi pada stadium Ia
Ib1 Ukuran tumor < 4 cm
Ib2 Tumor > 4 cm
Stadium II Karsinoma meluas sampai keluar leher rahim tetapi
belum sampai dinding pelvis; karsinoma menyerang
vagina tapi belum mencapai 1/3 vagina bagian
bawah
IIa Belum ada parameter yang jelas
IIb Parameter jelas 
Stadium III Karsinoma meluas ke dinding pelvis; pada
pemeriksaan rektal, tidak terlihat adanya ruang
kosong antara tumor dan dinding pelvis; tumor
menyerang 1/3 vagina bagian bawah; pada semua
kasus juga ditemukan adanya hidronefrosis atau
ginjal tidak berfungsi
IIIa Kanker tidak menjalar ke dinding pelvis, tapi
menyerang 1/3 vagina bagian bawah
IIIb Menjalar ke dinding pelvis, terjadi hidronefrosis atau
kegagalan fungsi ginjal, atau keduanya
Stadium IV Karsinoma meuas melewati pelvis atau mukosa
kandung kemih atau rektal
IVa Menyebar ke organ yang berdekatan
IVb Menyebar ke organ yang jauh
Sumber : (Prawirohardjo, 2001: 384)

g. Diagnosa Karsinoma leher rahim


Diagnosis kanker adalah usaha untuk mengidentifikasi jenis
kanker yang diderita dengan cara pemeriksaan tertentu (Scoot, 2002:
474).
Pemeriksaan yang dilakukan pada kanker leher rahim meliputi :
1) Pemeriksaan Ginekologi
Dengan melakukan Vaginal tauche atau rectal tauche yang
berguna untuk mengetahui keadaan leher rahim serta sangat
penting untuk mengetahui stadium kanker leher rahim
(Prawirohardjo,2001: 150).
2) Pemeriksaan Pap smear
Pemeriksaan pap smear adalah pemeriksaan sitologi epitel
porsio dan leher rahim untuk menentukan tingkat praganas dan
ganas pada portio dan leher rahim serta diagnosa dini karsinoma
leher rahim.
3) Pemeriksaan Kolposkopi
Kolposkopi adalah mikroskop teropong stereoskopis dengan
pembesaran yang rendah 10-40 X, dengan kolposkopi maka
metaplasia scuomosa infeksi HPV, neoplasma Intraepiteliel leher
rahim akan terlihat putih dengan asam asetat atau tanpa corak
pembuluh darah.
Kelemahanya: hanya dapat memeriksa daerah terlihat saja yaitu
portio, sedangkan kelainan pada SCJ dan intraepitel tidak bisa
dilihat (Jones, 2002: 274).
4) Pemeriksaan Biopsi
Pemeriksaan ini dikerjakan dengan mata telanjang pada
beberapa tempat di leher rahim yaitu dengan cara mengambil
sebagian/seluruh tumor dengan menggunakan tang oligator,
sampai jaringan lepas dari tempatnya (Manuaba, 2002: 633).
5) Konisasi
Adalah suatu tindakan operasi untuk mengambil sebagian besar
jaringan leher rahim sehingga berbentuk menyerupai kuretase
dengan alat di ektoleher rahim dan punkankerknya pada kanalis
servikalis, kemudian dilakukan pemotongan maupun
pemeriksaan mikroskopis secara serial sehingga diagnosa lebih
tepat.
Konisasi di laksanakan bila hasil pap smear mencurigakan,
biasanya dikerjakan pada karsinoma insitu serta untuk
mengatahui apakah sudah ada penembusan sel kanker dibawah
membran basalis (Jones, 2002: 274).
6) Diagnosa Pasti
Diagnosa pasti dapat ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan
histopatologi ( patologi Anatomi ).

Pemeriksaan Karsinoma Leher Rahim Dengan Metode IVA


IVA merupakan salah satu metode untuk melakukan deteksi dini adanya kanker
leher rahim. Skrining dengan IVA ini dinyatakan lebih mudah, lebih sederhana,
dan lebih murah dibandingkan dengan tes pap smear. Mengkaji masalah
penanggulangan kanker leher rahim yang ada di Indonesia dan adanya pilihan
metode yang mudah di-ujikan di berbagai negara, agaknya metode IVA (inspeksi
visual dengan aplikasi asam asetat) layak dipilih sebagai metode skrining
alternatif untuk kanker leher rahim. Pertimbangan tersebut didasarkan oleh
pemikiran, bahwa metode skrining IVA itu. Mudah, praktis dan sangat mampu
laksana. Dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bukan dokter ginekologi,
dapat dilakukan oleh bidan di setiap tempat pemeriksaan kesehatan ibu. Alat-alat
yang dibutuhkan sangat sederhana. Metode skrining IVA sesuai untuk pusat
pelayanan sederhana.
Teknik Skrining dengan Metode IVA
Untuk melaksanakan skrining dengan metode IVA, dibutuhkan tempat dan alat
sebagai berikut:
 Ruangan tertutup, karena pasien diperiksa dengan posisi litotomi.
 Meja/tempat tidur periksa yang memungkinkan pasien berada pada posisi
litotomi.
 Terdapat sumber kanker haya untuk melihat leher rahim
 Spekulum vagina
 Asam asetat (3-5%)
 Swab-lidi berkapas
 Sarung tangan
Dengan spekulum melihat leher rahim yang dipulas dengan asam asetat 3-5%.
Pada lesi prakanker akan menampilkan warna berkankerk putih yang disebut
aceto white epithelum. Dengan tampilnya porsio dan berkankerk putih dapat
disimpulkan bahwa tes IVA positif, sebagai tindak lanjut dapat dilakukan biopsi.
Jika penemuan tes IVA positif oleh bidan, maka di beberapa negara bidan
tersebut dapat langsung melakukan terapi dengan cryosergury. Hal ini tentu
mengandung kelemahan-kelemahan dalam menyingkirkan lesi invasif (Sri
Kustiyati, 2011).
Ada beberapa kategori yang dapat dipergunakan, salah satu kategori yang dapat
dipergunakan adalah:
a. IVA negatif = Leher rahim normal.
b. IVA radang = Leher rahim dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak
lainnya (polip leher rahim).
c. IVA positif = ditemukan berkankerk putih (aceto white epithelium).
Kelompok ini yang menjadi sasaran temuan skri-ning kanker leher rahim
dengan metode IVA karena temuan ini mengarah pada diagnosis Leher
rahim-pra kanker (dispalsia ringan-sedang-berat atau kanker leher rahim
in situ).
d. IVA-Kanker leher rahim Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan
temuan stadium kanker leher rahim, masih akan bermanfaat bagi
penurunan kematian akibat kanker leher rahim bila ditemukan masih
padastadium invasif dini (stadium IB-IIA).

H. Pembahasan
1. Hubungan ekonomi rendah dengan perilaku menyimpang (Seks Bebas
Gonta Ganti Pasangan)
Alasan utama dari terjunnya seseorang pada praktek
prostitusi adalah masalah ekonomi; karena pendidikan yang terbatas
(kurangnya promosi tentang kesehatan reproduksi) serta moral yang
kurang mereka melihat prostitusi sebagai salah satu perkerjaan yang
dapat dilakukan untuk memperoleh uang. Inilah yang membuat
mereka juga disebut wanita pekerja seks (WPS).
Faktor yang paling menentukan keterlibatan seseorang dalam
praktek prostitusi adalah tekanan ekonomi. Dalam era pembangunan
yang melaju pesat menuju negara industri, persaingan untuk
memperoleh penghidupan yang baik sangat banyak ditentukan oleh
tingkat pendidikan seseorang. Daya saing seseorang dengan
pendidikan tinggi tentunya lebih kuat dari pada mereka yang
berpendidikan rendah, disamping lahan perkerjaan yang semakin
terbatas.
Elisabet (2009) dalam hasil penelitian cross rectional tentang
faktor personal dan sosial yang mempengaruhi sikap remaja terhadap
hubungan seksual menyebutkan sebanyak 52,2 persen responden
berpendapat bahwa teman dekatnya mempunyai sikap seksualitas yang
liberal. Responden juga meyakini bahwa teman dekatnya lebih menerima
hubungan seks di luar nikah yang dilakukan oleh pekerja seks daripada
yang dilakukan oleh pasangan kumpul kebo (56,7 persen dan 28,4
persen).
Hasil studi kasus menyatakan bahwa meskipun responden
mengetahui bahwa profesi pekerja seks tidak halal, namun mereka tidak
memandang rendah para pekerja seks. Terdapat dua alasan yang
mendasari sikap mereka: pertama, karena kehidupan mereka ditopang
dari penghasilan yang diperoleh dari praktik prostitusi sehingga para
pekerja seks berperan besar sebagai alat pencari nafkah. Kedua, bahwa
terdapat banyak alasan mengapa para perempuan mau menjadi pekerja
seks, misalnya ditinggal oleh pasangannya, mendapat kekerasan, korban
trafficking atau trauma masa lalu sebelumnya. Sehingga alasan utama
mereka adalah ekonomi, bukan untuk bersenang-senang semata. Berikut
penututan responden tentang hal tersebut (Elisabet, 2009).

“Aku ndak mandang mereka rendah karena aku makan dari uang
mereka, kok memandang rendah”. (Gadis, perempuan, 17 tahun,
kurang permisif) dikutp dari Elisabet, 2009.

Hasil analisa uji multiple regresi yang dilakukan oleh Evarina dan
Rinawati (2012) dapat diketahui bahwa besarnya koefisien korelasi yang
berhubungan dengan upaya pencegahan IMS sebesar 67,6 %
dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi dan tuntutan pekerjaannya
sebagai WPS yang lebih mengutamakan keinginan pelanggan dan sikap
pelanggan yang tidak peduli terhadap resiko penularan penyakit Infeksi
Menular Seksual (IMS).

2. Hubungan antara Wanita Pekerja Seks (WPS) dengan Kanker Serviks


Wanita Pekerja Seks (WPS) mempunyai risiko tinggi untuk
menderita kanker serviks. Kanker serviks bisa disebabkan oleh kontak
seksual pada usia terlalu muda dan paparan kontak seksual yang
semakin lama. Usia muda bisa memicu terjadinya kanker serviks karena
pesatnya proses metaplasia pada usia pubertas, sehingga bila ada yang
mengganggu proses metaplasia terebut misalnya infeksi, akan
memudahkan beralihnya proses menjadi dysplasia yang berpotensi untuk
terjadinya keganasan. Lamanya paparan kontak seksual menyebabkan
peningkatan kemungkinan penularan virus HPV yang berakibat
keganasan. Lamanya paparan kontak seksual menyebabkan peningkatan
kemungkinan penularan virus HPV yang berakibat keganasan. Salah satu
cara untuk menentukan bahwa wanita itu menderita kanker serviks, bisa
dilakukan dengan tes IVA .
Tujuan tes IVA adalah untuk mendeteksi lesi putih sebagai
diagnosis awal adanya asimtomatik serviks derajat tinggi. Sangat penting
untuk menilai adanya lesi putih dengan batas tegas, tebal, opak,
mendekati atau melekat pada sambungan skumokolumnar pada zona
transformasi setelah aplikasi asam asetat 3-5% (Bernadeta, 2013).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bernadeta (2013)
menunjukkan bahwa kontak seksual usia muda erat kaitannya dengan
terjadinya lesi prakanker serviks. Karsinoma serviks cenderung timbul bila
saat mulai aktif berhubungan seksual pada saat usia kurang dari 17
tahun. Dijelaskan bahwa umur antara 15 – 20 tahun merupakan periode
yang rentan. Periode rentan ini berhubungan dengan pesatnya proses
metaplasia pada usia pubertas, sehingga bila ada yang mengganggu
proses metaplasia tersebut misalnya infeksi akan memudahkan
beralihnya proses menjadi displasia yang lebih berpotensi untuk
terjadinya keganasan.
Sepuluh penelitian yang dilakukan di negara berkembang
mengenai usia kontak seksual pertama sebagai faktor resiko lesi
prakanker serviks menunjukkan hasil yang signifikan. Hasil meta analisis
yang dilakukan oleh Louie dkk di negara berkambang dengan jumlah
sampel lebih dari 1.000 menunjukkan hasil adanya hubungan (Louis, et ,
2009).
Hasil uji poin biserial Hubungan Lamanya Paparan kontak Seksual
dengan Kejadian tes IVA positif pada Wanita Pekerja Seks di Yogyakarta
diperoleh hasil r = 0,056 dengan p = 0,580 (nilai p> 0,05). Artinya tidak
terdapat hubungan antara lamanya paparan kontak seksual dengan
kejadian tes IVA positif.
Lama paparan kontak seksual pada wanita pekerja seks berkaitan
dengan fase perkembangan lesi prakanker serviks dan lamanya wanita
pekerja seks melakukan hubungan seksual berganti-ganti pasangan yang
meningkatkan resiko penularan HPV. Lama paparan kontak seksual
adalah lamanya seseorang dalam melakukan kontak seksual dihitung dari
pertama kali saat melakukan kontak seksual sampai dengan dilakukan
tes IVA. Hal tersebut di atas berkaitan dengan tahap-taha perkembangan
prakanker serviks yang lama.
Tahap prakanker serviks yang biasadisebut displasia terdiri dari
displasia ringan, sedang, berat dan KIS. Perkembangannya menjadi
kanker invasive dan perubahannya memerlukan waktu antara 10 – 20
tahun. Hal ini dikarenakan periode laten dari fase prainvasif untuk
menjadi invasif memakan waktu sekitar 10 tahun.
Hanya 9% wanita berusia kurang dari 35 tahun menunjukkan
kanker serviks yang invasif pada saat didiagnosis, sedangkan 53% dari
KIS terdapat pada wanita di bawah usia 35 tahun. Menurut Benson KL,
2% dari wanita yang berusia 40 tahun akan menderita kanker serviks
dalam hidupnya. Hal ini dimungkinkan karena perjalanan penyakit ini
memerlukan waktu 7 sampai 10 tahun untuk terjadinya kanker invasif
sehingga sebagian besar terjadinya atau diketahuinya setelah berlanjut
usia. Kebanyakan wanita dengan karsinoma serviks mengalami periode
asimtomatik yang panjang sebelum penyakitnya menimbulkan gejala
klinis.

I. Kesimpulan

1. Faktor Ekonomi menjadi salah satu Alasan seseorang terjerumus


dalam masalah seksual yang bebas ( Free Sex) dan menjadi
seorang WPS.

2. WPS memiliki resiko terkena kanker serviks lebih besar daripada


wanita biasa.

3. Pemeriksaan dini terhadap kanker serviks jarang sekali dilakukan


dan baru dilakukan pemeriksaan setelah mengalami keluhan.

DAFTAR PUSTAKA

Elisabet Setya Asih Widyastuti. 2009. Personal Dan Sosial Yang Mempengaruhi
Sikap Remaja Terhadap Hubungan Seks Pranikah. Jurnal Promosi
Kesehatan Indonesia Vol. 4 / No. 2 / Agustus 2009
Evarina Sembiring, Rinawati Sembiring. 2012. The Influence of Predisposing,
Enabling and Reinforcing Factors Related to Sexually Transmitted
Desease Prevention Efforts In localization Warung Bebek Berdagai
Serdang. Universtas Sari Mutiara Indonesia. sari-
mutiara.ac.id/new/wp.../37-Jurnal-Ims-Pada-Wps-2012.Docx. Diakses pada
1 Oktober 2014.
Loui KS, Arbeit JM, Howley PM. Early age at first sexual intercourse and early
pregnancy are risky factors for cervical in developing countries. I clin pathol
2009; 55:244-265.
Bernadeta Verawati. 2012. Hubungan Usia Kontak Seksual Pertama Dan Lama
Paparan Kontak Seksual Dengan Tes Iv A Positif Di Yogyakarta. e-
journal.respati.ac.id/sites/.../Jurnal%20Bernadeta%20Verawati.docx.
Diakses pada 1 Oktober 2014.
Sri Kustiyati Dan Winarni. 2011. Deteksi Dini Kanker Leher Rahim Dengan
Metode IVA Di Wilayah Kerja Puskesmas Ngoresan Surakarta. Gaster, Vol.
8, No. 1 Februari 2011 (681 - 694). Www.Jurnal.Stikes-
Aisyiyah.Ac.Id/Index.Php/Gaster/Article/Download/.../18. Diakses Pada 1
Oktober 2014.

Anda mungkin juga menyukai