Anda di halaman 1dari 14

Kupas Tuntas Tahsin Al-Qur’an

Oleh : Ust. Liandi Prassetiyadi

(University of Science and Technology, Yaman)

A. Apa itu Tahsin?

"Tahsin" ialah Mashdar (Kata Dasar) dari Fi'il Madhi (Kata Kerja Lampau atau Sudah
ََ َّ‫ ُفَع‬- ‫ يفَعِّل‬yang memiliki 4 mashdar.
Terjadi) atas wazan (timbangan) ‫ل‬

Yakni :

ََ‫ َحسَّن‬- َ‫ ي َحسِّن‬- ( *‫ *تَحْ سِّ ْينًا‬- ًَ‫ تَحْ سِّ نَة‬- ‫ تَحْ َسانًا‬- ‫ )تِّحْ َسانًا‬- ‫سنًا ََو‬
ََّ ‫ م َح‬- ‫ م َحسِّنَ فَه ََو‬- ‫ م َحسَّنَ ذَاكََ ََو‬- َ‫ َحس ِّْن‬- ‫ل‬
َ َ ‫ِّن‬
َْ ‫ ت َح س‬-
َ‫م َحسَّن‬.

Wazan atau Timbangan dari Fi'il Tsulatsi Maziid (Kata Kerja Tambahan 3 Huruf) tidak
memiliki Isim Alat atau Isim yang dibentuk dari Mashdar fi'il 3 huruf asli untuk
menunjukkan arti alat yang digunakan untuk mengerjakan perbuatan).

- ََ‫َحسَّن‬

(Ialah kata bentuk Fi'il madhi. Artinya Telah memperbaiki, memperbagus, mempercantik.
Makna telah lampau).

- َ‫ي َحسِّن‬

(Ialah kata bentuk Fi'il Mudhari' artinya Dia seorang laki-laki sedang atau akan memperbaiki,
memperbagus dan mempercantik. Makna sedang berlangsung atau akan berlangsung).

- (‫ تَحْ سِّ يِّنًا‬- ً‫ تَحْ سِّ نَ َة‬- ‫ تَحْ َسانًا‬- ‫)تِّحْ َسانًا‬

(Ialah kata bentuk Mashdar. Yang memiliki makna Perbaikan atau Baik, Perbagusan atau
Bagus dan Percantikan atau Cantik).

- َ‫م َح َّسنًا‬

(Ialah kata bentuk Mashdar Mimi yang juga memiliki arti sama seperti Mashdar).

- َ‫م َحسِّن‬

(Ialah bentuk Isim Fail. Maknanya pelaku. Berarti pembaik, pembagus, pencantik atau orang
yang memperbaiki, memperbagus dan mempercantik).
- َ‫م َحسَّن‬

(Ialah kata bentuk Isim Maf'ul. Yang memiliki makna Orang yang diperbaiki, diperbagus dan
dipercantik).

- َ‫َحس ِّْن‬

(Ialah kata bentuk Fi'il Amr. Perintah. Yang memiliki makna Kamu seorang laki-laki
perbaikilah, perbagusilah dan percantiklah).

َ َ َ‫ت َحس ِّْن‬


-‫ل‬

(Ialah kata bentuk Fi'il Nahi. Bermakna larangan. Yang memiliki arti Kamu seorang laki-laki
jangan kamu perbaiki, perbagus dan percantik).

- َ‫م َحسَّن‬

(Ialah kata bentuk Isim Zaman Makan. Zaman artinya waktu. Makan artinya tempat. Artinya
kata ini memiliki makna tempat atau waktu terjadinya perbaikan, perbagusan dan
percantikan).

- (-)

(Tidak memiliki Isim Alat)

Sudah dipastikan bila ada kata dalam bahasa Arab berawalan Ta (ََ‫ )ت‬atau Ti (َ‫ت‬
ِّ ),
maka wazan atau timbangannya sama dengan Tahsin yang berupa mashdar. Seperti Takrir,
Tafkhim, Tarqiq, Tahqiq, Tajwid dan lain sebagainya.

Tahsin ialah semakna dengan Tajwid yang artinya membaguskan. Secara istilah ialah
mengeluarkan setiap huruf melalui makhrajnya (tempat keluar huruf) dengan memberi haq
dan mustahaqnya dari tempat keluarnya huruf, sifat huruf, ghunnah, mad-mad, tarqiq,
tafkhim dan lain sebagainya di dalam hukum-hukum tajwid.

(Taysirurrahmaan Fii Tajwiidil Quran, hal. 23)

Haq ialah sifat asli yang selalu bersama dengan huruf tersebut, seperti Jahrun, Isti'la,
Ithbaq dan semisalnya.

Mustahaq ialah efek atau pengaruh yang timbul dari sifat asli, seperti Isti'la memberi
efek tafkhim, istifal memberi efek tarqiq.

Adapun Al-Imam Ibnul Jazariy, dalam Muqaddimahnya memberikan definisi tajwid


sebagai berikut :

َ ‫َحقَّ َهَا ْٱلحر ْوفَِّ ْع‬


َ‫طاءَ َوهوا‬
ِّ َ ‫َوم ْستَ َحقَّ َهَا لَهَا‬
ْ َ‫صفَة‬
َ‫مِّن‬

ْ َ ‫ِِّل‬
َ‫ص ِّل َِّه َوحِّ دَ ك ُِّل َو َرد‬

َ‫ي ُِّرَِّه فِّى َوٱللَّ ْفظ‬


ْ ِّ‫َكمِّ ثْ ِّل َِّه نَ َُ ظ‬
َ‫مِّن ُِّم َك َّم ًل‬
َْ ‫غي ِّْر َما‬ َ ‫تَكَل‬
َ ‫ف‬
ْ ‫طقَ فِّى ُِّ ِّبالل‬
َِّ‫طف‬ ْ ‫ل ٱلن‬
َ َ ‫ف ِّب‬
َ ‫تَ َعس‬

“Dan tajwid adalah memberikan huruf hak-haknya, dari sifat-sifatnya dan mustahaknya,

Serta mengembalikan setiap huruf pada asal (makhraj)nya, dan konsisten membaca lafazh-
lafazh yang serupa,

Dengan sempurna tanpa takalluf (beban yang berlebihan), dengan halus saat melafazhkannya
tanpa mengurangi ketentuan (serampangan).”

Adapun secara khusus, Tajwidul Huruf memiliki beberapa tingkatan dalam proses
pembelajaran, dimana Tahsinush Shaut (memperbaiki suara) termasuk di dalamnya.

B. Hukum Mempelajari Ilmu Tajwid atau Tahsin

Ialah Fardhu Kifayah. Sedangkan membaca Al-Qur'an dengan tajwid ialah Fardhu 'Ain atas
setiap Muslim dan Muslimah.

Sebagaimana firman ALLAH Subhaanahu wa Ta'aala ialah :

َ *َ‫( َُ *تَرْ تِّي ًْلَ نََ ْالقرْ اَ َو َرتِّ ِّل‬Dari kiri ke kanan membacanya. Atau bisa lihat mushaf
َ‫علَ ْي َِّه ِّزدَْ اَ ْو‬
pribadi)

"atau lebih dari (seperdua) itu, dan *bacalah Al-Qur'an itu dengan perlahan-lahan*."

(QS. Al-Muzzammil 73: Ayat 4)

Tartil pada makna di atas ialah membaguskan suara huruf-hurufnya dan mengetahui
tempat-tempat waqafnya sebagaimana yang pernah dijelaskan oleh Imam Ali bin Abi Thalib.

ALLAH Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:

ََّ ‫ن َُ بِّهَ يؤْ مِّ ن ْونََ اولٰٓئَِّكََ َُ ت َِّل َوتِّهَ َح‬


ََ ‫ق يَتْل ْونَهَ ْالكِّت‬
ََ‫ب اتَيْنهمَ اَلَّ ِّذيْن‬ َْ ‫ْالخسِّر ْونََ همَ ولٰٓئِّكََ فَاَ بِّهَ يَّ ْكفرَْ َو َم‬
Artinya : "Orang-orang yang telah Kami beri kitab, mereka membacanya sebagaimana
mestinya, mereka itulah yang beriman kepadanya dan barang siapa ingkar kepadanya, mereka
itulah orang-orang yang rugi."

(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 121)

ALLAH Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:

ََ ََ‫ل َكفَر ْوا الَّ ِّذيْن‬


‫ل َوقَا‬ َ َ ‫ل لَ ْو‬ َ َ‫ـؤادَكََ بِّهَ لِّنثَ ِّبتََ َُ كَذلِّكََ َُ حِّ دَ َةً َّوا ج ْملَ َةً نَ ْالـقرْ ا‬
ََ ‫علَ ْي َِّه ن ِّز‬ َ ‫ْل َو َرتَّ ْلنه* ف‬
َ ً ‫*تَرْ تِّي‬

"Dan orang-orang kafir berkata, Mengapa Al-Qur'an itu tidak diturunkan kepadanya
sekaligus? Demikianlah, agar Kami memperteguh hatimu (Muhammad) dengannya *dan
Kami membacakannya secara tartil (berangsur-angsur, perlahan, dan benar)."*

(QS. Al-Furqan 25: 32)

Pada dua ayat di atas, kata perlahan-lahan dituliskan dengan kata "َ‫"تَرْ تِّي ًْل‬. Di ayat yang
lain dan tinggal ayat satu-satunya yang bermakna perlahan-lahan juga, ada di ayat di bawah
ini :

ALLAH Subhaanahu wa Ta'aala berfirman :

َ‫علَى هَ ِّلتَ ْق َراََ* ف ََر ْقنه نًا َوقرَْا‬


َ ‫س النَّا‬ َ َ‫ْل َّون ََّز ْلنه *م ْكث‬
َ ِّ ‫على‬ ًَ ‫تَ ْن ِّزي‬

"Dan Al-Qur'an (Kami turunkan) berangsur-angsur *agar engkau (Muhammad)


membacakannya kepada manusia perlahan-lahan* dan Kami menurunkannya secara
bertahap."

(QS. Al-Isra' 17: 106)

Kata "‫ "ُم ْكث‬di ayat ini juga bermakna perlahan-lahan. Membacanya dengan
perlahan-lahan dan tidak terburu-buru.

Kita ketahui tingkatan membaca Al-Qur'an ada 3 ; 1. At-Tahqiqu (Pelan), 2. At-


Tadwiru (Pertengahan), 3. Al-Hadru (Cepat).

Perlu diketahui bahwa istilah tartil mencakup atau berada pada tiga tingkatan bacaan
di atas. Silakan baca pelan, namun dengan tartil. Silakan baca dengan tempo pertengahan,
namun dengan tartil. Juga silakan kita baca dengan cepat, namun wajib dengan tartil.

(At-Tashil fii Qawaaidit Tartil hal. 30, Dirasat 'Ilmit Tajwid lil Mutaqaddimin hal. 49 dan
Taisiru 'Ilmit Tajwid hal. 16-17)

Catatan :

Tidak sedikit kaum Muslimin yang membaca Al-Qur'an dengan isti'jal (cepat dan terburu-
buru). Padahal banyak ulama salaf dari kalangan para Sahabat dan generasi setelah mereka
yang membenci bacaan Al-Qur'an dengan cara demikian. Karena membaca isti'jal itu akan
menghilangkan kebaikan yang paling besar dari tujuan diturunkannya yaitu untuk ditadabburi
dan diambil pelajaran.
Di dalam bab Tajwid dari Matan Jazariyah juga dijelaskan bagi para Muslim/ah yang
senantiasa membaca Al-Qur'an untuk hal penekanan hukum-hukum terkait tajwid atau tahsin.

٢٧. ‫َل ِّزمَ َحتْمَ ِّبالتَّجْ ِّو ْي َِّد ْاِل َ ْخذَ ََو‬

َ‫ح لَ َْم َم ْن‬ َ ‫آثِّمَ ْالق َرآنََ ي‬


َِّ ‫ص ِّح‬

27. Mempelajari ilmu tajwid hukumnya sangat wajib. Karena barangsiapa yang membaca Al-
Qur'an tidak dengan tajwid/tahsin hukumnya dosa.

(Bait ke 27 sampai bait ke 33 Bab Tajwid Matan Jazariyah). Silakan dicek di rumah masing-
masing bait dan terjemahannya untuk bahan penguatan bersama. Bila belum memiliki, bisa
didownload dari aplikasi di playstore.

C. Pentingnya Tahsin

1. Perintah ALLAH Subhaanahu wa Ta'aala

Eksistensi seseorang dalam keislamannya menuntut yang bersangkutan untuk


melaksanakan segala kewajiban yang dibebankan oleh Islam itu sendiri demi kemaslahatan
dirinya baik dalam kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat yang merupakan bagian dari
keyakinannya. Dasar semua pelaksanaan perbuatan itu adalah perintah yakni perintah
ALLAH Subhaanahu wa Ta'aala yang telah menetapkan Islam sebagai satu-satunya agama
yang lurus dan diterima disisi-Nya. Itulah yang disebut dengan ibadah. Agar ibadah tersebut
diterima pula di sisi-Nya maka, ibadah tersebut harus dilaksanakan dengan benar sesuai
dengan tuntutan dan tuntunan-Nya. Menyempurnakan bacaan Al-Qur'an merupakan bagian
dari sekian amal bernilai ibadah yang diperitahkan-Nya sebagaimana dalam QS. Al-
Muzzammil: 4 dan QS. Al Baqarah: 121 dan ayat Al-Qur'an lainnya yang telah disebutkan.

2. Refleksi Keimanan

Menurut QS. Al-Baqarah: 121, pelaksanaan membaca Al-Qur'an dengan menerapkan


prinsip ‘haqqa tilawah’ yakni membaca dengan sebenar-benar bacaan sebagaimana ketika Al-
Qur’an diturunkan merupakan refleksi dari keimanan terhadap Kitab yang diturunkan oleh
ALLAH Subhaanahu wa Ta’aala. Bahkan jika tidak melaksanakannya maka akan terancam
dengan kerugian dan kebinasaan abadi di akhirat nanti.

Dengan demikian semangat untuk mempelajari Al-Qur'an dan menyempurnakan


bacaannya merupakan bukti kejujuran berimanan kepada kitab ALLAH Subhaanahu wa
Ta’aala.
3. Bukti Tanda Kesyukuran

ALLAH Subhaanahu wa Ta'aala menjelaskan dalam QS. Al-Kahfi: 1, tentang dua nikmat
terbesar yang telah diturunkan mendampingi kehidupan manusia yaitu diturunkannya Al-
Qur'an dan diutusnya RasulULLAH ShallALLAHu 'alayhi wa sallam. Surat tersebut diawali
dengan lafazh ‘AlhamdulILLAH’ untuk mengingatkannya. Lafazh tersebut telah dikenal
sebagai ungkapan kesyukuran akan karunia dan nikmat terbesar dari ALLAH Subhaanahu wa
Ta'aala yang diturunkan kepada kehidupan manusia. Di dalam Al-Qur'an hanya ada 5 surat
saja yang diawali dengan lafazh tersebut mengisyaratkan tentang nikmat ALLAH yang
terbesar itu. Pada QS. Al Kahfi: 1, dengan demikian mengisyaratkan bahwa sebagai bentuk
kesyukuran kepada ALLAH Subhaanahu wa Ta'aala dengan kedua nikmat tersebut, maka
setiap Muslim/ah dituntut untuk senantiasa menjadikan dirinya agar semakin dengan dengan
Al-Qur'an dengan cara yang telah ditunjukkan oleh RasulULLAH ShallALLAHu'alayhi wa
sallam.

4. Membiasakan Profesi Taqwa

Taqwa adalah target penghambaan setiap Muslim/ah kepada Rabbnya. ALLAH


Subhaanahu wa Ta'aala berfirman dalam QS. Al-Baqarah: 21, yang artinya:

"Wahai manusia sembahlah Tuhan kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang
sebelum kalian agar kalian menjadi orang-orang yang bertaqwa. Alasan setiap muslim untuk
mencapai taqwa adalah agar menjadi hamba yang diperhatikan oleh ALLAH Subhaanahu wa
Ta'aala di akhirat nanti (QS. 49: 13), agar terhindar dari ancaman ALLAH Subhaanahu wa
Ta'aala (QS. 19: 71-72) dan agar menjadi manusia yang pantas mendapatkan janji ALLAH
Subhaanahu wa Ta’aala yaitu Surga Jannatunna’im (QS. 3: 133).

Apabila diperhatikan pada QS. Ali Imran: 133, orang-orang yang bertakwa yang
dijanjikan surga kepadanya disebut dengan ‘muttaqin’. Secara bahasa, kata tersebut
merupakan sebutan pelaku yang mengindikasikan amal-amal yang dikandung oleh kata
kerjanya telah menjadi kebiasaan atau profesi. Salah satu profesi taqwa adalah berinteraksi
dengan Al-Qur'an sebagaimanan diindikasikan melalui QS. Al Baqarah: 2. Ayat tersebut
menegaskan tentang korelasi yang sangat kuat antara sifat muttaqin dengan ciri utamanya
adalah persahabatan dengan Al-Qur'an yang diyakini kebenarannya tanpa ada keraguan
sedikitpun.

5. Menghindarkan dari Kesalahan

Dalam ilmu tajwid, kesalahan dalam membaca al Quran ada 2. Yaitu yang disebut dengan
‘Lahn Jaliyy’ dan ‘Lahn Khafiyy’. Lahn Jaliyy adalah kesalahan yang tergolong fatal jika
dilakukan oleh pembaca Al-Qur’an bahkan kesengajaannya menjerumuskannya pada amaliah
yang haram seperti tertukarnya huruf-huruf yang dibaca, baris atau harakat yang berubah
karena kurangnya sikap kehati-hatian pembacanya.

Sedangkan Lahn Khafiyy adalah kesalahan yang tergolong ringan seperti tidak
menyempurnakan kaidah panjang sebagaimana yang diminta atau tidak menahan dengungan
‘ghunnah’ sebagaimana kaidahnya. Kesalahan ini walaupun tergolong ringan, tetapi telah
mencemari keindahan Al-Qur'an dari segi bacaannya jika tidak diindahkan oleh para
pembacanya. Dengan mempelajari tahsin Al-Qur'an, maka setiap pembaca telah membangun
kepedulian untuk mengenali jenis-jenis kesalahan ini dan menghindarinya, maka selamatlah
dia dari kesalahan tersebut.

6. Menjadi Sebaik-baik Manusia

Tahsin, sebagai aktivitas memperbaiki bacaan Al-Qur'an mengandung makna bahwa


terjadi aktivitas mempelajari dan mengajarkan Al-Qur'an. Hal ini bersesuaian dengan hadits
Nabi ShallALLAHu 'alayhi wa sallam:

"Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari dan mengajarkan Al-Qur’an".

Seyogyanya tahsin dilaksanakan dengan menghadap guru/ustadz/ustadzah yang


kompeten dibidang ilmu Al-Qur'an dan tanpa menunggu sempurna segera diamalkan dan
diajarkan kepada orang lain, sebatas materi yang telah betul-betul dikuasai. Hal ini
dimaksudkan, agar pembelajar tahsin termasuk dalam kategori sebaik-baik manusia.

(Pedoman Dauroh Al Quran Tahsin Tajwid)

Banyak hal lainnya yang penting untuk kita tekankan agar apa? Yang terpenting ialah
menciptakan generasi-generasi yang anti salah. Artinya apa? Artinya ialah agar generasi-
generasi berikutnya tidak merasakan belajar yang serba instan. Kemudian belajar dengan
banyak guru, belajar dari banyak kitab dan lainnya. Sehingga ketika membaca benar-benar
jangan sampai dia membacanya dalam keadaan salah. Yang ditekankan ialah memperbanyak
talaqqi dengan guru, rutin, terjadwal, tanpa pernah mangkir dan diseriusi. Istiqamah.

Selain itu ialah jangan sampai belajar hanya membuang waktu, energi, biaya dan lain
sebagainya tanpa menambah ilmu sedikitpun. Kenapa sebab tidak nambah ilmu? Ilmunya
mungkin tidak berlandaskan sanad yang langsung diturunkan dari Nabi, materi yang disajikan
mungkin terbatas, mood yang kurang baik dari para pembelajarnya menganggap tahsin ialah
hal sepele, kurang adab dengan guru dan lain sebagainya. Ini yang harus juga ditekankan
kepada kita semua.

Tentunya kita perlu tahu tujuan penting bertahsin Al-Qur'anul Kariim yaitu
Memperoleh kemenangan atau kesuksesan dengan kebahagiaan dunia dan akhirat.
(Mulakhkhash Mufid fii 'Ilmit Tajwid karya Syaikh Muhammad Ahmad Ma'bad . Pengajar
Al-Qur'anul Kariim dan Tajwid di Masjid Nabawi Asy-Syarif).

D. Tingkatan pembelajaran Tajwidul Huruf

1. Tahsiinul Huruuf wash Shaut (Perbaikan Huruf dan Suara)

Tahap pertama dalam proses pembelajaran Tajwidul Huruf adalah perbaikan huruf dan
suara, dalam hal ini adalah menyempurnakan penguasaan terhadap makharij dan shifatul
huruf.

Al-Imam Ibnul Jazariy dalam Muqaddimahnya mengatakan:

َْ‫اجبَ ِٕاذ‬
ِّ ‫علَ ْي ِّه َْم َو‬
َ َ‫ل م َحتَّم‬ َِّ ‫يَ ْعلَم ْوا ا ََْٔن ا ََّٔولًَ ٱلشر ْو‬
ََ ‫ع قَ ْب‬

َ‫ج‬ ِّ ‫ت اْ ْلح رفَِّ َمخ‬


َ ‫َار‬ ِّ ‫صحَِّ ِّليَ ْلفِّظ ْوَاْ َواْ ْل‬
َِّ ‫صفَا‬ َِّ ‫اْ ْللغَا‬
َ ‫ت بِّأ َ ْف‬

“Bahwa kewajiban bagi mereka (para pembaca Al-Qur’an), sebelum mulai membaca
hendaknya untuk terlebih dahulu memahami

Makharijul huruf (tempat-tempat keluar huruf) dan sifat-sifatnya, agar bisa melafazhkan (Al-
Qur’an) dengan bahasa yang paling fasih.”

Dalam syair tersebut, Al-Imam Ibnul Jazariy menyebutkan bahwa dua hal yang
pertama kali wajib dipelajari oleh para pembaca Al-Qur’an adalah makharijul huruf dan sifat-
sifatnya.

Tujuannya adalah agar kita bisa membaca Al-Qur’an dengan bahasa yang paling
fasih, jelas huruf demi hurufnya.

Dalam muqaddimah tafsirnya, Al-Hafizh Ibnu Katsir membawakan sebuah riwayat


dari Ya’la bin Malik dari Ummu Salamah :

َ ‫صلَى ٱ‬
‫لرس ْولَ قَ َرا َء َةَ نَ َعتَتَْ أنها‬ َ َِّ‫علَ ْي َِّه للا‬
َ ‫َحرْ فًاَ َحرْ فًا مفَس ََّرَةً َو َسلَ َْم‬

“Sesungguhnya Ummu Salamah mensifati bacaan Rasuulullaah ‫(“ وسلم عليه للا صلى‬yaitu
membaca dengan) memperjelas huruf demi huruf.” [HR.Tirmidzi]

Dalam riwayat yang lain, dari Al-Barra bin ‘Azib: bahwasanya RasulULLAH
ShallaALLAHu ’alayhi wa sallam secara khusus menekankan pada anjuran untuk
memperindah suara saat membaca Al-Qur’an .

Beliau ShallALLAHu ’alayhi wa sallam bersabda :

‫بِّأَص َْواتِّك َْم ْٱلقرْ َءانََ زيِّن ْوا‬

“Hiasilah Al-Quran dengan suara-suara kalian.” [HR. Abu Dawud dan Al-Hakim]

Hal ini juga sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim,
bahwa RasulULLAH ShallALLAHu ’alayhi wa sallam bersabda :
َ ‫ن لَي‬
َ‫ْس‬ َِّ ‫اْ ْلقرْ َء‬
َْ ‫ان بِّا يَتَغَنََّ لَ َْم مِّ نَّا َم‬

“Bukan termasuk golongan kami siapa saja yang tidak menyenandungkan Al-Quran.”
[Muttafaq ‘Alaih]

Kedua riwayat di atas memiliki kesamaan maksud dan tujuan, yakni anjuran untuk
memperindah suara dan bacaan saat membaca Al-Qur’an.

Pendapat ini merupakan pendapat jumhur ulama. Al-Imam An-Nawawi dalam Syarh
Muslim dan Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Baari mengutip dari Al-Imam
Asy-Syafi’i, bahwa yang dimaksud :

َِّ ‫“ اْ ْلقرْ َء‬


” ََّ‫ان بِّا يَتَغَن‬

adalah “Membaguskan suara saat membacanya.” Al-Hafizh memberikan komentar,


“Maksudnya adalah tahsin dan tartil.” Artinya, bukan sekedar melagukannya dengan suara
yang merdu, namun juga mesti memenuhi kaidah-kaidah tajwid yang benar.

Lebih dari itu, Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma’ad (I/ 492-493) menyatakan bahwa
melagukan Al-Qur’an terbagi menjadi dua:

Pertama, melagukan Al-Qur’an secara alamiah, membaguskan pengucapan huruf


demi hurufnya tanpa memaksakan diri dan bukan dengan langgam-langgam musik tertentu
yang memberatkan pembaca Al-Qur’an.

Inilah yang dianjurkan oleh RasulULLAH ShallALLAHu ’alayhi wa sallam berdasarkan


riwayat-riwayat tentang permasalahan ini.

Adapun yang kedua, yakni melagukan Al-Qur’an dengan langgam- langgam musik
tertentu yang orang-orang butuh mempelajarinya secara khusus, dimana hal tersebut
merupakan takalluf.

Para ulama terdahulu berlepas diri dari langgam-langgam seperti ini. Syaikh Ayman
Rusydi Suwaid dan Syaikh Ahmad Isa Al-Ma’sharawi hafizhahumallah menyetujui pendapat
ini, bahwa melagukan Al-Qur’an dengan langgam-langgam musik tertentu yang dipelajari
secara khusus bukanlah sebuah kebaikan.

Syaikh Shalih Fauzan, Syaikh Abdullah bin Bazz, dan Syaikh Abu Ishaq Al-Huwaini
lebih keras lagi dalam melarang penggunaan langgam-langgam musik tertentu dalam
membaca Al-Qur’an.

Oleh karena itu, bagi kita yang memiliki suara biasa-biasa saja, dalam artian tidak semerdu
para Qari yang sanggup melantunkan Al-Qur’an dengan indah, tidak perlu hilang
kepercayaan diri. Karena permasalahan suara hakikatnya adalah bakat dan anugerah yang
diberikan oleh ALLAH Azza wa Jalla kepada siapa yang Dia kehendaki. Apa yang harus kita
latih adalah kejelasan vokal antara satu huruf dengan huruf yang lainnya. Bahkan, inilah yang
sebetulnya dikehendaki dari apa yang dinukil pada beberapa riwayat di atas.

Golongan Pembaca Al-Qur'an

Ketahuilah, berkaitan dengan tahsiinul huruf wash-shaut, para pembaca Al-Quran


terbagi menjadi empat golongan :

1. Orang yang mengamalkan kaidah-kaidah tajwid dan membaguskan suaranya,

2. Orang yang mengamalkan kaidah-kaidah tajwid namun suaranya biasa-biasa saja,

3. Orang yang suaranya merdu namun tidak mengamalkan kaidah- kaidah tajwid,

4. Orang yang tidak mengamalkan kaidah-kaidah tajwid dan suaranya biasa-biasa saja.

Bila suara kita biasa-biasa saja, maka jangan sampai kita menjadi golongan yang
keempat. Minimal kita harus berusaha mencapai golongan kedua dan terus belajar untuk
termasuk ke dalam golongan pertama.

Biasanya, di kalangan masyarakat pada umumnya, golongan ketiga lebih diutamakan


daripada golongan kedua. Padahal, di antara keduanya terdapat jarak dan perbedaan yang
jauh, bahwasanya golongan kedua jauh .lebih utama dan lebih mulia di hadapan Allah َ‫جل‬
‫جلله‬

2. Marhaalatut Takmiil (Tingkatan Penyempurnaan)

Pada tahap ini, pelajar akan mempelajari beberapa sifat penghias, dan hukum-hukum
tajwid yang diakibatkan dari pertemuan antar huruf (seperti Nun dan Mim), dan hukum-
hukum mad.

Tahap ini tidak akan bisa diikuti dengan baik, kecuali bila tahap pertama telah dikuasai,
baik secara teori ataupun praktik.

Bila pelajar telah berhasil menguasai tahap ini dengan baik, secara teori ataupun praktik,
maka dia dapat dikatakan telah menguasai ilmu tajwid, dalam artian kaidah membaca Al-
Quran dengan benar, bahkan sudah bisa mengajarkan ilmu tajwid secara intensif, namun
tahap ini bukanlah tahap final, karena ada satu tahap yang lebih tinggi yang harus dilalui
untuk menjadi mahir.

3. Marhaalatul Itqaan (Tingkatan Pemantapan)

Marhalah ini membahas beberapa hal yang berkaitan dengan‘Uluumul Quran, Ma’rifatul
Wuquf dan termasuk di dalamnya ilmu rasm (pengetahuan tentang tulisan Al-Quran dalam
mushaf Utsmani).

Diharapkan setelah melalui marhalah ini ia bisa masuk ke jenjang berikutnya yakni proses
hifzhul Quran (menghafal Al-Quran) dan pengambilan ijazah sanad Al-Quran.
Maka, dalam tahap ini juga akan dijelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan hal
tersebut sebagai bekal bagi setiap orang yang ingin serius mengambil ijazah sanad.

Bila dia telah berhasil melalui tahap ini maka dia in Syaa ALLAH telah menjadi orang yang
mahir fi Tajwidil Quran.

E. Kesimpulan

Pesannya kepada kita semua ialah Jangan sampai setiap aktivitas ibadah rutin kita ialah
hanya sebatas penunaian tugas kita saja tanpa dimaknai lebih dalam lagi setiap
pengerjaannya.

Artinya ialah kita harus mengecek ;

1. Sudah benarkah ibadah atau pengerjaannya saya lakukan?


2. Sudah adakah peningkatan dari ibadah-ibadah saya selama ini? Atau jangan-jangan
biasa saja atau just so so tanpa peningkatan. Kalau berada di posisi seperti ini, ayo
bangkit. Jangan sampai bangkrut. Ayo masih ada waktu.
3. Niat dan tekad kuat kita kembali. Sebab niat dan tekad yang kuat akan membawa
kepada tujuan yang agung.

Perbaiki yang kurang baik dan sempurnakanlah yang telah istiqamah atau istimrar.
Pemaksimalan, penambahan dari ibadah-ibadah kita di sisi lain yang belum tercapai ialah
sebagai rangka wujud usaha peningkatan kualitas taqwa kita sebagai wasilah tercapainya
harapan kita.

(Sanad Al-Qur'anul Kariim Syaikh Aiman Rusydi Suwaid Muttashil dengan Riwayat
Hafsh dari Imam 'Ashim dari Jalur Imam Syathibiyyah)

*ALLAH Subhaanahu wa Ta'aala*

*Jibril 'Alayhissalaam*

*Nabi Muhammad ShalALLAHu 'alayhi wa sallam*

1. Zaid bin Tsabit (W 45 H)

2. Abdullah bin Habib Assulamiy (W 74 H)

3. 'Ashim bin Abi An-Najuud (W 127 H)

4. Hafsh bin Sulaiman Al-Bazzaz (W 180 H)


5. 'Ubaid bin Ash-Shabbahi An-Nahsyaliy (W 235 H)

6. Ahmad bin Sahl Al-Asynaaniy (W 307 H)

7. 'Ali bin Muhammad Al-Hasyimiy (W 368 H)

8. Thahir bin 'Abdil Mun'im bin Ghalbunin (W 399 H)

9. Abu 'Amrin 'Utsman bin Sa'id Ad-Daniy (W 444 H)

10. Abu Dawud Sulaiman bin Najah (W 496 H)

11. 'Ali bin Muhammad bin Hudzailin (W 564 H)

12. Al-Qasim bin Firruh Asy-Syathibiy (W 590 H)

13. 'Ali bin Nutja'in Al-'Abbasiy (W 661 H)

14. Muhammad bin Ahmad Ash-Shaigh (W 725 H)

15. 'Abdurrahman bin Ahmad Al-Baghdadiy (W 781 H)

16. Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al-Jazariy (W 833 H)

17. Ahmad bin Asad Al-Umyuthiy (W 872 H)

18. Muhammad bin Ibrahim As-Samadisiy (W 932 H)

19. 'Ali bin Muhammad bin Ghanim Al-Maqdisiy (W 1004 H)

20. 'Abdurrahman bin Tanhadzah Al-Yamaniy (W 1050 H)

21. Muhammad bin Qasim Al-Baqariy (W 1111 H)

22. Ahmad bin Rajab Al-Baqariy (W 1189 H)

23. 'Abdurrahman bin Hasan Al-Ujhuriy (W 1198 H)

24. Ibrahim bin Badawiy bin Ahmad Al-'Ubaidiy (W 1237 H)

25. Ahmad bin Ramadhan Al-Marzuqiy (W 1262 H)

26. Ahmad bin Muhammad Ar-Riva'i Al-Hulwaniy (W 1307 H)

27. Muhammad Salim Ar-Riva'i Al-Hulwaniy (W 1363 H)

28. 'Abdul 'Aziz 'Uyun As-Sudi (W 1399 H)

29. Aiman Rusydi Suwaid


Beberapa Masyaikh yang Syaikh Aiman Rusydi Suwaid telah membacakan Al-Qur'an
atas mereka :

1. Muhyiddin Al-Kurdiy (W 1430 H)


2. Muhammad bin Thaha Sukkar (W 1429 H)
3. 'Abdul 'Aziz 'Uyun As-Sudi (W 1399 H)
4. Ahmad Az-Zayyat (W 1424 H)
5. Ibrahim Syahatah (W 1429 H)
6. 'Amir Sayyid 'Utsman (W 1408 H)

(Kitab At-Tajwidu Al-Mushawwaru karya Syaikh Aiman Rusydi Suwaid)

Bila belum menemui guru yang bersanad bagaimana ustadz? Belajarlah dari murid-
muridnya. Minta petunjuk dan pengarahan. Haruslah dapat.

Jangan sampai sanad ilmu kita itu ialah kita - Google/YouTube - Rasul. Tidak ada
sejarahnya. Tidak dahsyat ilmunya dan tidak mengandung keberkahan.

Begitulah menuntut ilmu yang sesungguhnya. Diajarkan dari para guru dengan
metode talaqqi atau mulazamah atau face to face. Guru menyontohkan bacaan dari Al-
Qur'anul Kariim, murid mengikutinya sampai benar-benar mirip dengan bacaan gurunya. Bila
layak pindah ke ayat berikutnya, lalulah pindah kemudian. Bila belum sesuai, maka ulangi
kembali. Sampai sesuai. Begitulah thariqah (jalan) atau cara belajarnya Rasul dan para
sahabat yang turun-temurun dilestarikan sampai saat ini. Buat apa? Menjaga kemurnian,
keaslian ilmu itu sendiri.

Ilmu yang mutqin atau dikuasai atau menetap ialah ilmu yang senantiasa seusai
dipelajari langsung kembali dimurajaah atau diulang atau di review kembali.

Di dalam kitab Ta'lim Muta'allim disebutkan bahwa sejatinya belajar itu ialah satu
pelajaran, seribu pengulangan. Artinya adalah satu bidang studi diseriusi dengan
pengulangan-pengulangan. Sudah tentu tahu bahwa kekurangan kita ialah kebanyakan
pelajaran, namun tanpa pengulangan. Harus kita sadari hal tersebut dan sejatinya
sesungguhnya ialah sebaik-baiknya pelajaran kita dari sebanyak-banyaknya pelajaran yang
kita pelajari ialah yang semuanya kita optimalkan untuk kembali melaluinya dengan
pengulangan-pengulangan. Sehingga benar-benar mutqin tanpa lupa. Tanpa salah. Laisa
kadzalik? Bukankah demikian? Isn't it?

Upayakan untuk kesuksesan apalagi buat akhirat ialah tanpa alasan, tanpa alasan dan
tanpa alasan. Artinya harus terwujud. Tetap evaluasi, evaluasi dan evaluasi.

"If you can't fly, then run. If you can't run, then walk. If you can't walk, then crawl. Whatever
you do, you have to keep moving forward," Martin Luther King Jr.

"Tidak harus sempurna untuk memulai sesuatu. Mulai saja, nanti sambil jalan
disempurnakan."
Ilmu itu cahaya, menerangi hidup. Fakir itu gelap, membatasi hidup. Mereka yang sungguh-
sungguh menuntut ilmu dijamin tidak fakir. Setiap uang, waktu atau energi yang kita
korbankan demi ilmu, niscaya akan berbalas. BiidznILLAHi Ta'aala. BiidznILLAHi Ta'aala.

WALLAHu Ta’aala a’lam bishshawab

(Tarim, Hadhramaut Yaman Juni 2020)

(Dirangkum dari berbagai kitab dan sumber)

Anda mungkin juga menyukai