Anda di halaman 1dari 10

1

THE ABILITY OF WATER HYACINTH AS


PHYTOREMEDIATION AGENS OF LEAD CONTAMINATION
WATER

Syaiful Eddy

Dosen Fakultas MIPA Universitas PGRI Palembang

ABSTRACT

The ability of water hyacinth to remove Pb in the water were investigated in


Biology Laboratory of Fakultas MIPA Universitas PGRI Palembang and BLH
Laboratory, Sumatera Selatan in August to October 2008. The research objectives
were to obtain information about the ability and tolerance of water hyacinth to absorb
and translocate lead (Pb). It used RAL with 6 Pb consentration treatments (0, 10,
100, 1000, 2000 and 3000 ppm) and 3 replications. Data analysis used F test and
BNJ test to Pb consentration of roots, leafs and water medium. The result showed
water hyacinth could accumulation of Pb in the roots and leafs. The biggest
accumulation in the roots (3.453,34 µg/g DW) dan leafs (2.185,70 µg/g DW) there
were 3000 ppm treatment. Water hyacinth could absorb of Pb about 80% during 10
days with rhizofiltration and phytoextraction mechanism, and it could to be
phytoremediation agens for Pb contamination water but less tolerance to high Pb
consentration.

Key words: water hyacinth, phytoremediation, lead

KEMAMPUAN TANAMAN ECENG GONDOK SEBAGAI


AGENS FITOREMEDIASI AIR TERCEMAR TIMBAL (Pb)

Syaiful Eddy

Dosen Fakultas MIPA Universitas PGRI Palembang

ABSTRAK

Penelitian tentang kemampuan tanaman eceng gondok dalam menyerap Pb


dalam air telah dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2008 bertempat di
Laboratorium Biologi Fakultas MIPA Universitas PGRI Palembang dan
Laboratorium BLH Propinsi Sumatera Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk
menjajaki kemampuan tanaman eceng gondok dalam menyerap logam Pb yang
terdapat pada media tanam serta menjajaki tingkat toleransinya terhadap logam Pb.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan
konsentrasi Pb, yaitu 0, 10, 100, 1000, 2000 dan 3000 ppm dan masing-masing
perlakuan diulang 3 kali. Data yang diperoleh berupa kandungan Pb di akar, daun
dan media tanam serta berat kering dianalisis dengan analisis sidik ragam (uji F).
Jika terdapat perbedaan nyata pada uji F dengan taraf 5%, maka dilanjutkan dengan
2

uji Beda Nyata Jujur (BNJ) untuk menentukan perlakuan terbaik. Dari hasil yang
diperoleh menunjukan bahwa tanaman eceng gondok mampu mengakumulasikan Pb
pada jaringan akar dan daun. Akumulasi tertinggi dicapai untuk perlakuan 3000 ppm
Pb pada media tanam, masing-masing akumulasi pada akar dan daun yaitu sebesar
3.453,34 dan 2.185,70 µg/g DW selama 10 hari. Tanaman eceng gondok mampu
menurunkan kadar Pb pada media tanam rata-rata mencapai 80% selama 10 hari
untuk seluruh perlakuan melalui mekanisme rizofiltrasi dan fitoekstraksi. Tanaman
eceng gondok dapat berperan sebagai agens fitoremediasi air tercemar Pb, namun
kurang toleran terhadap konsentrasi Pb yang terlalu tinggi.

Kata kunci: eceng gondok, fitoremediasi, Pb.

PENDAHULUAN

Timbal (Pb) yang juga sering disebut timah hitam (lead) merupakan salah satu
logam berat yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan organisme lainnya.
Kegiatan industri yang perpotensi sebagai sumber pencemaran Pb misalnya industri
baterai, bahan bakar, kabel, pipa serta industri kimia. Selain itu juga sumber Pb dapat
berasal dari sisa pembakaran pada kendaraan bermotor dan proses penambangan.
Semua sisa buangan yang mengandung Pb dapat masuk ke dalam lingkungan
perairan dan menimbulkan pencemaran (Herman, 2006).
Pb di dalam tubuh manusia dapat masuk secara langsung melalui air minum,
makanan atau udara. Pb dapat menyebabkan gangguan pada organ seperti gangguan
neurologi (syaraf), ginjal, sistem reproduksi, sistem hemopoitik serta sistem syaraf
pusat. Selain itu pula Pb di dalam badan perairan dapat meracuni dan mematikan
organisme yang ada di dalam perairan tersebut, sehingga dapat mengganggu
keseimbangan ekosistem (Santi, 2001).
Menurut Mangkoedihardjo (2005), bahwa fitoremediasi (phytoremediation)
merupakan suatu sistem dimana tanaman tertentu, secara sendiri atau bekerjasama
dengan mikroorganisme dalam media tanam, dapat mengubah zat kontaminan
menjadi kurang atau tidak berbahaya. Tanaman yang digunakan dalam fitoremediasi
adalah tanaman hiperakumulator yang mampu mentranslokasikan unsur pencemar
seperti Pb, dengan konsentrasi sangat tinggi ke jaringan dan tanpa membuat tanaman
tumbuh dengan tidak normal (kerdil dan mengalami fitotoksisitas).
3

Beberapa jenis tumbuhan air mampu bekerja sebagai agens fitoremediasi,


seperti azolla, kiambang, kangkung air, eceng gondok serta tumbuhan mangrove.
Eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart.) Solms) yang sering menjadi
permasalahan di lingkungan perairan karena dianggap sebagai tumbuhan
pengganggu (gulma) ternyata memiliki sifat hiperakumulator terhadap beberapa
bahan pencemar seperti logam berat. Hasil penelitian yang dilaporkan oleh Liao dan
Chang (2004) dimana eceng gondok mampu menyerap Cd, Pb, Cu, Zn dan Ni
masing-masing adalah 24, 542, 2162, 2617, dan 1346 mg/m 2 untuk kondisi perairan
Erh-Chung wetland yang tercemar logam berat.
Walaupun pada beberapa penelitian di lapangan memperlihatkan kemampuan
tanaman eceng gondok dalam menyerap Pb cukup baik, tetapi belum diketahui
seberapa besar kapasitas kemampuan tanaman tersebut dalam menyerap Pb. Selain
itu pula perlu diketahui gangguan pertumbuhan yang mungkin terjadi ketika media
tanam eceng gondok terpapar Pb pada konsentrasi yang cukup tinggi. Penelitian ini
bertujuan untuk menjajaki kemampuan tanaman eceng gondok dalam menyerap
logam Pb yang terdapat pada media tanam, serta menjajaki tingkat toleransi tanaman
eceng gondok terhadap logam Pb yang ada di dalam media tanam.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6


perlakuan konsentrasi Pb, yaitu 0, 10, 100, 1000, 2000 dan 3000 ppm, masing-
masing diulang 3 kali. Preparasi sampel dan bahan serta pengujian sampel
dilaksanakan di Laboratorium Biologi Fakultas MIPA Universitas PGRI Palembang.
Untuk pengukuran kadar Pb pada sampel dilaksanakan di Laboratorium Badan
Lingkungan Hidup (BLH) Propinsi Sumatera Selatan.
Sampel berupa tanaman eceng gondok diambil dari populasi eceng gondok
yang ada di rawa dekat Komplek perumahan Ogan Permata Indah (OPI) Jaka Baring
Palembang. Sampel yang diambil dipilih yang memiliki kisaran ukuran yang relatif
sama (berukuran sedang) dan sehat (tidak ada cacat pada bagian tanaman).
Sampel yang telah diperoleh, kemudian diaklimatisasi selama satu minggu pada
media air sungai dalam baskom plastik yang telah ditambahkan pupuk majemuk
4

dengan konsentrasi 100 ppm. Pengukuran pH media tanam dilakukan setiap hari,
dengan kisaran 6-7. Aklimatisasi bertujuan untuk penyesuaian diri tanaman eceng
gondok dalam lingkungan laboratorium.
Setelah masa aklimatisasi berakhir, sampel tanaman eceng gondok yang akan
diuji dipilih yang benar-benar sehat (tidak terdapat cacat) dan memiliki kisaran berat
antara 90-100 g. Disiapkan media tanam untuk pengujian di dalam baskom plastik
yang telah ditambahkan Pb(NO3)2 dengan konsentrasi 0, 10, 100, 1000, 2000 dan
3000 ppm masing-masing dengan notasi K0, K1, K2, K3, K4 dan K5, serta masing-
masing ditambahkan pupuk majemuk sebanyak 25 ppm. Tanaman yang telah dipilih
dimasukkan ke dalam media tanam masing-masing satu tanaman dalam satu baskom.
Tanaman dipelihara selama 10 hari dan diamati setiap hari untuk melihat perubahan
morfologi yang mungkin terjadi. Pengukuran pH media tanam dilakukan setiap hari,
dengan kisaran 6-7.
Setelah masa pengujian sampel berakhir, dilakukan pengukuran berat kering
sampel dengan menggunakan timbangan digital dan dilanjutkan dengan pengukuran
kadar Pb pada akar, daun dan media tanam dengan alat Spektrofotometer Serapan
Atom (AAS) Shimadzu tipe AA-6200 mengikuti prosedur SNI 06-6989.8-2004
untuk air dan SNI 06-6992.3-2004 untuk padatan (akar dan daun).
Data kuantitatif diperoleh melalui pengukuran berat kering sampel akar dan
daun, serta kadar Pb pada daun, akar dan media tanam. Data kualitatif diperoleh
melalui pengamatan morfologi tanaman selama pengujian. Berat kering sampel
tanaman eceng gondok diperoleh dengan cara mengeringkan sampel dalam oven
pada suhu 700C sampai diperoleh berat yang konstan. Kandungan Pb pada akar, daun
dan media tanam diukur dengan alat AAS. Pengamatan morfologi tanaman dilakukan
dengan mengamati dan mencatat perubahan-perubahan yang mungkin terjadi pada
daun maupun akar tanaman sebagai respons terhadap kandungan Pb dalam media
tumbuh.
Data yang diperoleh berupa kandungan Pb di akar, daun dan media tanam serta
berat kering dianalisis dengan analisis sidik ragam (uji F) menggunakan program
Minitab versi 13.20. Jika terdapat perbedaan nyata pada uji F dengan taraf 5%, maka
akan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) untuk menentukan perlakuan
terbaik.
5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis sidik ragam untuk berat kering tanaman eceng gondok
menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata. Hal ini dapat terjadi karena waktu
pengujian yang relatif singkat, yaitu hanya 10 hari, sehingga respons pertumbuhan
yang diberikan tanaman eceng gondok terhadap kadar Pb yang berbeda-beda dalam
media tanam cendrung sama.
Konsep pertumbuhan tanaman selalu berbanding lurus dengan waktu, yang
berarti bahwa pertumbuhan akan signifikan jika waktu yang diperlukan untuk
tumbuh mencukupi, disamping tercukupinya unsur-unsur hara dan kondisi
lingkungan yang sesuai. Hal ini ditunjukkan pada hasil analisis sidik ragam untuk
berat kering tanaman eceng gondok yang menunjukkan hasil yang berbeda tidak
nyata akibat limit waktu penelitian yang relatif singkat, sehingga respons
pertumbuhan yang diberikan tanaman eceng gondok terhadap kadar Pb yang
berbeda-beda dalam media tanam cendrung sama.
Sedangkan hasil analisis sidik ragam untuk konsentrasi Pb pada akar dan daun
tanaman eceng gondok menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan (berbeda
sangat nyata). Hal ini memberikan indikasi bahwa tanaman eceng gondok dapat
mengakumulasi Pb pada akar dan daun sesuai dengan besarnya kandungan Pb pada
media tanam. Menurut Priyanto & Prayitno (2006), bahwa tumbuhan mengapung,
termasuk eceng gondok, dipakai untuk pengolah limbah karena tumbuhan tersebut
mengasimilasi senyawa organik dan anorganik dari limbah.
Hasil analisis sidik ragam kadar Pb pada media tanam eceng gondok
menunjukkan hasil yang berbeda sangat nyata. Hal ini menunjukkan bahwa
kemampuan serapan eceng gondok terhadap unsur Pb di dalam media tanam sesuai
dengan konsentrasi Pb yang terkandung di dalam media. Hasil yang diperoleh
memberikan indikasi makin besar konsentrasi Pb dalam media tanam, maka makin
besar pula jumlah Pb yang dapat diserap.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa untuk kadar Pb pada akar, daun
dan media tanam berbeda sangat nyata, sehingga perlu dilakukan uji lanjut BNJ.
Hasil uji lanjut BNJ dapat dilihat pada Tabel 1.
6

Tabel 1. Hasil uji lanjut BNJ pada taraf 5% terhadap kadar Pb pada akar (BNJ 5% =
691,86), daun (BNJ 5% = 476,34) dan media tanam (BNJ 5% = 25,15)
untuk semua perlakuan yang diberikan.

Parameter pengamatan  
Konsentrasi rata-rata
Konsentrasi rata-rata Pb daun (µg/g Konsentrasi rata-rata
Perlakuan Pb akar (µg/g DW)*   DW)*   Pb media (ppm)*  
K0 6,29 a 8,38 a 0,45 a
K1 294,95 a 33,48 a 3,77 a
K2 555,43 a 362,71 a 8,40 a
K3 2.380,79 b 1.400,92 b 160,59 b
K4 2.613,01 b 1.701,07 b 343,21 c
K5 3.453,34 c 2.185,70 c 600,48 d
*Angka yang diikuti oleh hurup yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata untuk masing-
masing perlakuan.
DW (Dry Weight) = Berat kering

Hasil uji lanjut pada Tabel 1 menunjukkan bahwa K5 merupakan perlakuan terbaik.
Konsentrasi Pb tertinggi dalam media ada pada perlakuan K 5, yaitu sebesar 600,48
ppm dimana konsentrasi awal adalah sebesar 3000 ppm. Hasil ini menunjukkan
bahwa tanaman eceng gondok mampu menurunkan kadar Pb pada media tanam
mencapai 80%.
Sementara pada perlakuan K1, K2, K3 dan K4 (10, 100, 1000 dan 2000 ppm)
masing-masing Pb yang tersisa di media tanam adalah 3,77, 8,40, 160,59 dan 343,21.
Jika dilihat hasil tersebut, ternyata pada perlakuan K1, K2, K3 dan K4 mampu
menurunkan kadar Pb pada media tanam masing-masing mencapai 62, 92, 84 dan
83%. Hasil ini menunjukkan nilai rata-rata penurunan konsentrasi Pb sekitar 80%,
dimana nilai ini cukup signifikan serta memberikan indikasi bahwa tanaman eceng
gondok dapat dijadikan sebagai agens fitoremediasi logam berat Pb.
Besarnya konsentrasi Pb rata-rata yang ada di akar, daun dan media tanam
untuk masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 1, dimana terdapat
kecenderungan peningkatan jumlah serapan Pb baik pada akar maupun pada daun
sejalan dengan meningkatnya konsentrasi Pb pada media tanam. Begitu juga yang
ditunjukan pada kurva konsentrasi Pb pada media tanam, dimana ada kecenderungan
semakin tinggi konsentrasi perlakuan maka Pb yang tersisa di dalam media tanam
juga tinggi.
7

4000 700
KonsentrasiPb
Konsentrasi Pbakar
akar(mg/g)
(µg/g)
3500 KonsentrasiPb
Konsentrasi Pbdaun
daun(mg/g)
(µg/g) 600
Konsentrasi Pb media (ppm)
3000
500
Konsentrasi Pb (µg/g)

Konsentrasi Pb (ppm)
2500
400

2000

300
1500

200
1000

100
500

0 0
K0 K1 K2 K3 K4 K5
Macam perlakuan

Gambar 1. Grafik besarnya konsentrasi Pb rata-rata pada akar, daun dan media
tanam untuk masing-masing perlakuan.

Jika dilihat secara keseluruhan, tampak ada kecenderungan semakin


meningkatnya kandungan Pb pada media tanam maka semakin meningkat pula
konsentrasi Pb di akar dan daun (Gambar 1). Dilihat dari rata-rata kandungan Pb di
akar dan daun pada Tabel 1, konsentrasi Pb tertinggi pada akar sebesar 3.453,34 µg/g
DW dan pada daun sebesar 2.185,70 µg/g DW, dimana keduanya terdapat pada
perlakuan K5.
Konsentrasi Pb pada akar cenderung lebih besar dari pada akumulasinya di
daun, hanya pada perlakuan K1 yang tampak konsentrasi Pb di daun (8,38 µg/g DW)
lebih besar dari pada di akar (6,29 µg/g DW). Pada perlakuan K1 (kontrol),
kandungan Pb pada akar sesungguhnya telah ada sejak tanaman eceng gondok
diambil sebagai sampel. Pengukuran Pb pada sampel telah dilakukan sebelum
diadakan pengujian, dimana hasilnya menunjukkan adanya kandungan Pb pada akar
tanaman. Hal ini tentunya memberikan indikasi bahwa daerah tempat pengambilan
sampel telah terkontaminasi Pb. Jadi konsentrasi Pb di daun yang lebih tinggi dari
pada di akar pada perlakuan K1 lebih disebabkan karena pengambilan sampel yang
acak.
8

Adanya kecenderungan akumulasi Pb di akar yang lebih tinggi dari pada di


daun disebabkan karena akar merupakan organ tanaman yang berfungsi menyerap
unsur hara dari media tanam dan sekaligus organ yang kontak langsung dengan
media tanam. Hasil serapan yang diperoleh berupa unsur Pb untuk kemudian
ditranslokasikan ke bagian organ lain, dalam hal ini adalah daun. Menurut Fitter
(1982) dalam Arisandi (2001), bahwa tumbuhan mampu untuk menyerap ion-ion
dari lingkungannya melalui dua sifat penyerapan ion, yaitu faktor konsentrasi
(kemampuan tumbuhan dalam mengakumulasi ion sampai tingkat konsentrasi
tertentu) dan perbedaan kuantitatif akan kebutuhan hara yang berbeda pada tiap jenis
tumbuhan.
Proses fitoremediasi tergantung pada bahan pencemar yang akan dikendalikan,
berupa bahan organik atau anorganik. Hanya ada empat proses fitoremediasi yang
relevan untuk logam berat, yaitu: fitoekstraksi, fitostabilisasi, rizofiltrasi dan
fitovolatilisasi (Henry, 2000).
Mekanisme yang mungkin terjadi ketika tanaman eceng gondok
mengakumulasikan Pb ke dalam jaringannya adalah mekanisme rizofiltrasi dan
fitoekstraksi. Mekanisme ini terjadi ketika akar tumbuhan mengabsorpsi larutan
polutan sekitar akar ke dalam akar, yang selanjutnya ditranslokasi ke dalam organ
tumbuhan melalui pembuluh xylem. Proses ini cocok digunakan untuk
dekontaminasi zat-zat anorganik seperti logam-logam berat (Erakhrumen &
Agbontalor, 2007).
Berdasarkan pengamatan secara morfologis terhadap kondisi tanaman eceng
gondok, tampak bahwa gangguan terhadap pertumbuhan terjadi mulai pada hari ke-7,
yaitu pada perlakuan K3, K4 dan K5. Gangguan pertumbuhan ini terlihat dengan
perubahan warna daun menjadi coklak dan daun tampak layu. Perubahan warna daun
merupakan akibat terjadinya gangguan terhadap proses pembentukan klorofil atau
yang dikenal dengan istilah klorosis. Jika pembentukkan klorofil terganggu, maka
proses fotosintesis juga akan terganggu, pada akhirnya akan mengganggu
pertumbuhan tanaman. Gangguan ini terus terjadi sampai hari ke-10 (hari terakhir).
Hasil ini menunjukkan bahwa tanaman eceng kurang toleran terhadap kadar Pb yang
tinggi di dalam media tanam.
9

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat ditarik dalam penelitian ini adalah:


1. Tanaman eceng gondok mampu mengakumulasikan Pb pada jaringan akar dan
daun. Akumulasi tertinggi dicapai untuk perlakuan 3000 ppm Pb pada media
tanam, masing-masing akumulasi pada akar dan daun yaitu sebesar 3.453,34
dan 2.185,70 µg/g DW selama 10 hari.
2. Tanaman eceng gondok mampu menurunkan kadar Pb pada media tanam rata-
rata sekitar 80% selama 10 hari untuk seluruh perlakuan melalui mekanisme
rizofiltrasi dan fitoekstraksi. Tanaman eceng gondok dapat berperan sebagai
agens fitoremediasi air tercemar Pb, namun kurang toleran terhadap konsentrasi
Pb yang terlalu tinggi.

SARAN

1. Disaranan agar dilakukan penelitian lanjutan dengan kisaran konsentrasi Pb di


bawah 1000 ppm pada media tanam untuk melihat batas toleransi eceng
gondok terhadap Pb.
2. Disarankan agar dilakukan penelitian terhadap jenis tanaman lain yang dapat
berperan sebagai agens fitoremediasi Pb.

DAFTAR PUSTAKA

Arisandi, P. 2001. Mangrove Jenis Api-api (Avicennia marina) Alternatif


Pengendalian Pencemaran Logam Berat Pesisir, Lembaga Kajian Ekologi
dan Konservasi lahan Basah, (Online), (diakses 4 Januari 2008).

Erakhrumen & Agbontalor, A. 2007. Phytoremediation: An Environmentally Sound


Technology for Pollution Prevention, Control and Remediation in
Developing Countries, Educational Research and Review , (Online), Vol. 2
(7), (diakses, 28 Maret 2008).

Henry, J.R. 2000. An Overview of the phytoremediation of Lead and mercury.


USEPA. Washington, D.C.

Herman D.Z. 2006. Tinjauan terhadap Tailing Mengandung Unsur Pencemar Arsen
(As), Merkuri (Hg), Timbal (Pb), dan Kadmium (Cd) dari Sisa Pengolahan
10

Biji Logam, Jurnal Geologi Indonesia, (Online), Vol. 1, No. 1, (diakses 8


Maret 2008).

Liao, S.W. & Chang, W.L. 2004. Heavy Metal Phytoremediation by Water Hyacinth
at Constructed Wetlands in Taiwan, J. Aquat. Plant Manage.42, (Online),
(diakses 8 Maret 2008).

Mangkoedihardjo, S. 2005. Fitoteknologi dan Ekotoksikologi dalam Desain Operasi


Pengomposan Sampah, Seminar Nasional Teknologi Lingkungan III ITS
(Online), (http://www.its.ac.id/sarwoko-enviro-Seminar%20sampah
%20TL.pdf, diakses 8 Maret 2008).

Priyanto, B. & Prayitno, J. 2006. Fitoremediasi sebagai Sebuah Teknologi


Pemulihan Pencemaran, Khususnya Logam berat, (Online).
(http://ltl.bppt.tripod.com/sublab/lflora1.htm, diakses 4 Maret 2008).

Santi, D.N. 2001. Pencemaran Udara oleh Timbal (Pb) serta Penanggulangannya,
USU Digital Library, (Online), (diakses 8 Maret 2008).

Anda mungkin juga menyukai