Anda di halaman 1dari 144

TESIS

AKTIVITAS IMUNOMODULATOR EKSTRAK HERBA


POGUNTANO (Picria fel-terrae Lour.) TERHADAP
SEL RAW 264.7 SECARA IN VITRO

OLEH:
NOVYCHA AULIAFENDRI
NIM 167014031

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

Universitas Sumatera Utara


AKTIVITAS IMUNOMODULATOR EKSTRAK HERBA
POGUNTANO (Picria fel-terrae Lour.) TERHADAP
SEL RAW 264.7 SECARA IN VITRO

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar


Magister dalam Ilmu Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara

OLEH:
NOVYCHA AULIAFENDRI
NIM 167014031

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

Universitas Sumatera Utara


PENGESAHAN TESIS

AKTIVITAS IMUNOMODULATOR EKSTRAK HERBA


POGUNTANO {Picria fel-terrae Lour.) TERHADAP
SEL RAW 264.7 SECARA IN RATIO

OLES:
NOVYCBA AULIAPENDRf
NIM 167014031

Menyetujui:
Komisi Pembimbing, Komisi Penguji,

Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt Dr. Poppy Anjelisa Z. Hsb, S.Si., M.Si., Apt
NIP 195103261978022001 NIP 197506102005012003

Yuandani, S.Farm., M.Si., Ph.D., Apt . Amin Dalimunthe, S. Si., M.Si., Apt
NIP 198303202009122004 NIP 19780 32005012004

Prof. Dr. Rosidah, M.Sr., Apt


NIP 195103261978022001

Yuandani, S.Farm., M.Si., Ph.D., Apt


l98303202009t22004

yril 2019
Mengetahui:
Ketua Program Studi,

Prof. . Urip Harahap, pt Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt.


NIP 195301011983031004 NIP 195707231986012001

Universitas Sumatera Utara


PERSETUJUAN TESIS

Nama Mahasiswa : Novycha Auliafendri

Nomor Induk Mahasiswa 167014031

Program Studi : Magister Ilmu Farmasi

Judul Tesis : Aktivitas Imunomodulator Ekstrak Herba

Poguntano (Picria fel-terrae Lour.) Terhadap Sel

RAW 264.7 Secara In Vitro

Telah diuji dan dinyatakan LULUS di depan Komisi Penguji Tesis pada hari Rabu

tanggal dua puluh tiga bulan Januari tahun dua ribu sembilan belas.

Menyetujui:

Komisi Penguji Tesis

Ketua : Prof. Dr. Rosidah, M. Si., Apt.

Sekretaris : Yuandani, S.Farm., M.Si., Ph.D., Apt

Anggota : Dr. Poppy Anjelisa Z. Hsb, S.Si., M.Si., Apt

Dr. Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan karunia dan rahmat-

Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penelitian ini bertujuan

untuk melakukan skrining fitokimia, uji aktivitas sitotoksik, uji produksi Nitric

Oxide dan uji analisis ekspresi gen pada ekstrak n-heksana, etilasetat, etanol herba

poguntano (Picria fel-terrae Lour.) terhadap sel RAW 264.7 secara In vitro. Tesis

ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister farmasi

pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Selama menyelesaikan penelitian dan tesis ini penulis telah banyak

mendapatkan bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, baik moril maupun

materil. Untuk itu penulis ingin menghaturkan penghargaan dan terima kasih yang

tiada terhingga kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara, Medan, yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas

kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Studi Magister

Farmasi pada Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan.

2. Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi, Universitas

Sumatera Utara, Medan, yang telah menyediakan fasilitas dan kesempatan bagi

penulis menjadi mahasiswa dan menyelesaikan Program Studi Magister

Farmasi pada Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3. Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt selaku Ketua Program Studi Magister

Farmasi pada Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan, yang

telah memberikan arahan dan bantuan bagi penulis untuk menyelesaikan

Magister Farmasi pada Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan.

vi
Universitas Sumatera Utara
4. Ibu Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt., dan Ibu Yuandani, M.Si., P.hD., Apt.,

sebagai Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan,

arahan, masukan, saran, dan dorongan dengan penuh kesabaran tulus dan

ikhlas bagi penulis dalam menjalani pendidikan, penelitian dan penyelesaian

tesis ini.

5. Ibu Dr. Poppy Anjelisa Z. Hsb, S.Si, M.Si., Apt dan Ibu Dr. Aminah

Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt., sebagai Komisi Penguji yang telah banyak

memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam penyelesaian tesis ini,

sehingga tesis ini semakin baik.

6. Ibu Dr. Marline Nainggolan, M.Si., Apt., Kepala Laboratorium Farmakognosi

beserta staf.

7. Bapak Prof. dr. Supargiyono, DTM&H., S.U., Ph.D., Sp.Park., Kepala

Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

beserta staf.

8. Bapak dan Ibu Staff Pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

yang telah mendidik penulis selama perkuliahan.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang

tulus kepada orang tua, Ayahanda, Ibunda Endriniati atas doa dan dukungan baik

moril maupun materil; kakak, adik tersayang, atas doa, dorongan dan semangat

dalam penyelesaian tesis ini; dan kepada abang Denny Satria, M.Si., Apt., dan

kakak Dina Maya Syari, S.Farm., Apt terima kasih atas bimbingan dan

motivasinya serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu selalu

memberi semangat, saran dan nasehat.

vii
Universitas Sumatera Utara
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga

penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua

pihak guna perbaikan tesis ini. Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini dapat

bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi.

Medan, 23 Januari 2019


Penulis,

Novycha Auliafendri
NIM 167014031

viii
Universitas Sumatera Utara
AKTIVITAS IMUNOMODULATOR EKSTRAK HERBA
POGUNTANO (Picria fel-terrae Lour.) TERHADAP
SEL RAW 264.7 SECARA IN VITRO

ABSTRAK

Poguntano (Picria fel-terrae Lour.) merupakan salah satu tumbuhan obat di


Sumatera Utara yang telah digunakan dalam pengobatan tradisional untuk mengatasi
penyakit degeneratif dan metabolisme. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek
viabilitas sel, produksi NO (Nitric Oxide) dan ekspresi gen Tumor Necrosis Factor
(TNF)-α, interleukin (IL)-6, interleukin (IL)-1β, inducible Nitric Oxide Synthase
(iNOS) dari ekstrak n-heksana herba poguntano (ENHP), ekstrak etilasetat herba
poguntano (EEAHP) dan ekstrak etanol herba poguntano (EEHP) pada sel RAW
264.7 yang diinduksi dengan lipopolisakarida (LPS).
Simplisia dimaserasi dengan pelarut n-heksana, etilasetat dan etanol secara
bertingkat. Skrining fitokimia ditentukan dengan metode kromatografi lapis tipis.
Pengujian viabilitas sel dengan metode MTT [3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5-difenil
tetrazolium bromida], pemeriksaan produksi NO pada sel RAW 264.7 yang diinduksi
dengan LPS menggunakan pereaksi Griess dan pengujian ekspresi gen TNF-α, IL-6,
IL-1β, iNOS pada sel RAW 264.7 yang diinduksi dengan LPS dengan metode
Reverse Transcription-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR).
Hasil skrining fitokimia dari ENHP mengandung golongan senyawa
steroid/triterpenoid sedangkan EEAHP dan EEHP mengandung flavonoid, glikosida,
saponin dan tanin. Pengujian viabilitas sel dari ENHP; EEAHP; EEHP tidak
menunjukkan efek toksik pada konsentrasi 12,5 dan 25 μg/mL dengan persentase sel
hidup (>90%) secara berurutan sebesar (92,48±0,23; 93,83±0,26; 98,76±0,35) dan
(90,14±0,31; 92,22±0,26; 94,78±0,13). Hasil analisis statistik pemeriksaan produksi
NO menunjukkan bahwa pemberian ENHP; EEAHP; EEHP (12,5 dan 25 μg/mL)
pada sel RAW 264.7 yang diinduksi dengan LPS menghasilkan penurunan kadar NO
terbesar pada ENHP (25 μg/mL) sebesar 10,42±1,82 μg/mL yang menunjukkan efek
tidak berbeda secara signifikan terhadap kontrol positif dan kontrol normal (p>0,05).
Hasil analisis statistik pengujian ekspresi gen iNOS, TNF-α, IL-6, IL-1β dari ENHP;
EEAHP; EEHP pada sel RAW 264.7 yang diinduksi dengan LPS menurunkan nilai
densitas ENHP; EEAHP; EEHP. Pada ekspresi iNOS menghasilkan nilai densitas
paling kecil adalah ENHP (0,67±0,012) menunjukkan efek tidak berbeda secara
signifikan dengan kontrol positif dan nilai densitas ekspresi TNF-α paling kecil pada
EEAHP (1,03±0,012) menunjukkan efek tidak berbeda secara signifikan dengan
kontrol normal, selanjutnya nilai densitas ekspresi IL-1β paling kecil pada EEHP
(1,80±0,006) menunjukkan efek berbeda secara signifikan dengan kontrol normal,
kontrol positif dan kontrol negatif (p<0,05), kemudian nilai densitas ekspresi IL-6
paling kecil pada ENHP (1,27±0,008) menunjukkan efek berbeda secara signifikan
dengan kontrol normal, kontrol positif dan kontrol negatif.
Berdasarkan hasil penelitian ini, ENHP; EEAHP; EEHP tidak menunjukkan
efek toksik pada sel RAW 264.7 dan dapat menghambat produksi NO serta
menghambat ekspresi gen TNF-α, IL-6, IL-1β, iNOS sehingga ENHP; EEAHP;
EEHP efektif memiliki aktivitas imunomodulator.

Kata kunci: Herba poguntano, Sel RAW 264.7, Nitric Oxide, ekspresi gen.

ix
Universitas Sumatera Utara
THE IMMUNOMODULATORY ACTIVITIES OF THE EXTRACT OF
POGUNTANO (Picria fel-terrae Lour.) HERB
TOWARD RAW 264.7 CELL IN VITRO

ABSTRACT

Poguntano (Picria fel-terrae Lour.) is one of the medicinal plants in North


Sumatera that has been used in the folk medicine to treat degenerative and metabolic
diseases. This study aimed to determine the cells viability effects, Nitric Oxide (NO)
production and the gene expression of Tumor Necrosis Factor (TNF)-α, interleukin
(IL)-6, interleukin (IL)-1β and inducible Nitric Oxide Synthase (iNOS) on n-hexane
extracts of Picria fel-terrae Lour Herb (NEPFH), ethylacetate extracts of Picria fel-
terrae Lour Herb (EEAPFH) and ethanol extracts of Picria fel-terrae Lour Herb
(EEPFH) toward RAW 264.7 cells induced by lipopolysaccharide (LPS).
The dried materials macerated with n-hexane, ethylacetate and ethanol
solvents, sequentially. The phytochemical screening was determined by thin layer
chromatography method. Cell viability assay was performed by MTT [3-(4,5-
dimetiltiazol-2-il)-2,5-difenil tetrazolium bromide] method. Measurement NO
production on RAW 264.7 cells induced by LPS was evaluated by Griess reagent and
measurement gene expression of TNF-α, IL-6, IL-1β and iNOS on RAW 264.7 cells
induced by LPS was determined by Reverse Transcription-Polymerase Chain
Reaction (RT-PCR) method.
Phytochemical screening results of NEPFH contained steroids/triterpenoid
compounds while EEAPFH and EEPFH contained flavonoids, glycosides, saponins
and tannins. Measurement cell viability of NEPFH; EEAPFH; EEPFH don’t showed
a toxicity effect at concentration 12.5 and 25 μg/mL with the percentage of live cells
(>90%), sequentially (92.48±0.23;93.83±0.26;98.76±0.35) and (90.14±0.31;
92.22±0.26; 94.78±0.13). Statistical analysis results of the examination of NO
production indicated that the administration of NEPFH; EEAPFH; EEPFH (12.5 and
25 μg/mL) in RAW 264.7 cells induced by LPS resulted in the greatest decrease in
NO value is NEPFH (25 μg/mL) of 10.42±1.82 μg/mL which showed that the effect
was not significantly different towards positive controls and normal controls
(p>0.05). Statistical analysis result of TNF-α, IL-6, IL-1β, iNOS gene expression
measurement from NEPFH; EEAPFH; EEPFH in RAW 264.7 cells induced with LPS
decreased the density value of NEPFH; EEAPFH; EEPFH. The iNOS expression
resulted the smallest density value is NEPFH (0.67±0.012) showed that the effect was
not significantly different from positive control and the smallest TNF-α expression
density value is EEPFH (1.03±0.012) showed that the effect was not significantly
different from normal control, while the smallest density value of IL-1β expression is
EEPFH (1.80±0,006) showed significantly different effects with normal controls,
positive controls and negative controls (p<0.05), and the smallest IL-6 expression
density value is NEPFH (1.27±0.008) showed significantly different effects with
normal control, positive control and negative control.
Based on the results of this study, NEPFH, EEAPFH, EEPFH don’t showed a
toxicity effect in RAW 264.7 cells and has reduced NO production and gene
expression suppression of TNF-α, IL-6, IL-1β and iNOS so that it effectivelly has
immunomodulatory activity.

Keywords: Picria fel-terrae Lour, RAW 264.7 Cell, Nitric Oxide, gene expression.

x
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................i


HALAMAN PENGESAHAN TESIS .................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN TESIS ................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .....................................................v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
ABSTRAK ............................................................................................................. ix
ABSTRACT ...............................................................................................................x
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................xv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xvi
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1
1.1 Latar belakang ..............................................................................................1
1.2 Perumusan masalah ......................................................................................8
1.3 Hipotesis .......................................................................................................8
1.4 Tujuan penelitian ..........................................................................................9
1.5 Manfaat penelitian ........................................................................................9
1.6 Kerangka pikir penelitian .............................................................................9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................12


2.1 Sistem imun ................................................................................................ 12
2.2 Komponen sistem imun ..............................................................................13
2.2.1 Selular.........................................................................................................13
2.2.1.1 Fagosit ........................................................................................................13
2.2.1.2 Limfosit ......................................................................................................14
2.2.2 Humoral ......................................................................................................16
2.2.2.1 Sitokin ........................................................................................................16
2.2.2.2 Antibodi .....................................................................................................19
2.2.2.3 Komplemen ................................................................................................ 19
2.3 Respon imun ...............................................................................................20
2.3.1 Resopon imun alami ...................................................................................20
2.3.1.1 Mekanisme makrofag sebagai fagosit dalam membunuh kuman ..............22
2.3.1.2 Makrofag teraktivasi ..................................................................................24
2.3.1.3 Pembentukan Nitric Oxide .........................................................................25
2.3.2 Respon imun adaptif...................................................................................27
2.4 Imunomodulator .........................................................................................28
2.4.1 Imunostimulasi ...........................................................................................29
2.4.2 Imunosupresi ..............................................................................................29
2.4.3 Imunoadjuvant ............................................................................................30
2.5 Metode uji aktivitas imunomodulator ........................................................30
2.6 Kultur sel ....................................................................................................34
2.7 Sel RAW 264.7...........................................................................................35
2.8 Uraian tumbuhan ........................................................................................36
2.8.1 Sistematika tumbuhan ................................................................................36
2.8.2 Nama daerah ...............................................................................................37

xi
Universitas Sumatera Utara
2.8.3 Nama asing .................................................................................................37
2.8.4 Morfologi tumbuhan ..................................................................................37
2.8.5 Khasiat tumbuhan .......................................................................................37
2.9 Simplisia .....................................................................................................38
2.10 Ekstraksi .....................................................................................................39
2.10.1 Cara dingin .................................................................................................39
2.10.2 Cara panas ..................................................................................................41
2.11 Kerangka teori penelitian ...........................................................................42

BAB III METODE PENELITIAN.........................................................................44


3.1 Alat dan Bahan ...........................................................................................44
3.1.1 Alat-alat ......................................................................................................44
3.1.2 Bahan-bahan ...............................................................................................45
3.2 Penyiapan bahan tumbuhan ........................................................................45
3.2.1 Pengumpulan bahan tumbuhan ..................................................................45
3.2.2 Identifikasi tumbuhan .................................................................................46
3.2.3 Pembuatan simplisia herba poguntano .......................................................46
3.2.4 Pembuatan ekstrak herba poguntano ..........................................................46
3.2.5 Pemeriksaan skrining fitokimia ..................................................................47
3.3 Sterilisasi Alat dan Bahan ..........................................................................48
3.4 Pembuatan media .......................................................................................49
3.4.1 Pembuatan media pertumbuhan .................................................................49
3.4.2 Pembuatan media kultur lengkap ...............................................................49
3.5 Penumbuhan sel..........................................................................................50
3.5.1 Subkultur sel ...............................................................................................50
3.5.2 Panen sel .....................................................................................................51
3.5.3 Perhitungan sel ...........................................................................................51
3.6 Pembuatan larutan uji .................................................................................52
3.7 Uji viabilitas sel ..........................................................................................53
3.8 Uji produksi Nitric Oxide (NO) .................................................................53
3.9 Pemeriksaan ekspresi gen ...........................................................................54
3.9.1 Ekstraksi RNA............................................................................................55
3.9.2 Pembuatan cDNA .......................................................................................56
3.9.3 Analisis Ekspresi Sitokin TNF-α, IL-1β, IL-6 serta iNOS.........................56
3.9.4 Elektroforesis .............................................................................................57
3.10 Analisis data ...............................................................................................58

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................59


4.1 Identifikasi tumbuhan .................................................................................59
4.2 Ekstraksi herba poguntano .........................................................................59
4.3 Skrining fitokimia.......................................................................................60
4.4 Viabilitas sel pada sel RAW 264.7 .............................................................65
4.5 Produksi nitric oxide (NO) .........................................................................68
4.6 Pengujian ekspresi gen ...............................................................................70

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................77


5.1 Kesimpulan.................................................................................................77
5.2 Saran ...........................................................................................................78

xii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................79
LAMPIRAN ...........................................................................................................89

xiii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

2.1 Sitokin dan fungsinya ...................................................................................18


2.2 Uji aktivitas imunomodulator dari berbagai bahan alam ..............................30
4.1 Skrining fitokimia ekstrak herba poguntano .................................................60
4.2 Nilai Rf dan warna noda................................................................................62
4.3 Nilai rata-rata % sel hidup ekstrak herba poguntano ....................................67
4.4 Hasil nilai densitas ekspresi gen dari ekstrak herba poguntano ....................72

xiv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

1.1 Kerangka pikir penelitian ............................................................................... 11


2.1 Mekanisme imunitas alami dan imunitas adaptif........................................... 12
2.2 Tahapan fagositosis mikroba oleh sel fagosit ................................................ 22
2.3 Kerangka teori penelitian ............................................................................... 43
3.1 Hemositometer ............................................................................................... 51
4.1 Gambar hasil KLT skrining fitokimia ekstrak herba poguntano ................... 61
4.2 Kristal formazan pada sel RAW 264.7 .......................................................... 66
4.3 Viabilitas sel RAW 264.7 pada ekstrak herba poguntano dan
deksametason ................................................................................................. 67
4.4 Hasil produksi nitric oxide (NO) pada sel RAW 264.7 ................................. 69
4.5 Hasil ekspresi gen TNF-α, IL-6, IL-1β dan iNOS terhadap ekstrak
herba poguntano ............................................................................................. 71
4.6 Hasil nilai densitas ekspresi gen TNF-α, IL-6, IL-1β dan iNOS
terhadap ekstrak herba poguntano.................................................................. 74

xv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

1. Identifikasi tumbuhan .....................................................................................89


2. Surat persetujuan etik (ethical clearance).......................................................90
3. Gambar Herba Poguntano ...............................................................................91
4. Bagan ekstraksi serbuk simplisia secara maserasi ..........................................92
5. Bagan pembuatan media DMEM ....................................................................93
6. Bagan pembuatan media komplit (MK) DMEM ............................................94
7. Bagan penumbuhan sel ...................................................................................95
8. Bagan panen sel ..............................................................................................96
9. Bagan perhitungan sel .....................................................................................97
10. Bagan pembuatan larutan uji ...........................................................................98
11. Bagan pengujian viabilitas sel .........................................................................99
12. Bagan pengujian produksi NO ......................................................................100
13. Bagan ekstraksi RNA ....................................................................................101
14. Bagan pembuatan cDNA...............................................................................103
15. Bagan analisis ekspresi gen ...........................................................................104
16. Bagan pengujian elektroforesis .....................................................................105
17. Sel RAW 264.7 dibawah mikroskop .............................................................106
18. Microplate 96 sumuran pengujian viabilitas sel ............................................107
19. Microplate 96 sumuran pengujian produksi NO ...........................................108
20. Microplate 6 sumuran pengujian ekspresi gen ..............................................109
21. Perhitungan pembuatan larutan uji................................................................ 110
22. Perhitungan penaman sel ..............................................................................113
23. Perhitungan viabilitas sel ..............................................................................115
24. Perhitungan viabilitas sel dengan SPSS ........................................................116
25. Perhitungan produksi NO..............................................................................117
26. Perhitungan produksi NO dengan SPSS .......................................................119
27. Perhitungan pengujian ekspresi gen .............................................................. 120
28. Perhitungan pengujian ekspresi gen dengan SPSS .......................................123
29. Gambar pita dari ekspresi gen ekstrak herba poguntano............................... 125
30. Gambar alat ...................................................................................................126

xvi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR SINGKATAN

ADCC : Antibody Dependent Cell mediated Cytotoxicity


AIDS : Acquired Immune Deficiency Syndrome
APC : Antigen Presenting Cells
Bp : Base pair
β-actin : Beta actin
COX-2: Siklooksigenase-2
Dexa : Deksametason
DTH : Delayed-Type Hypersensitivity Response
DNA : Deoxyribonucleic Acid
cDNA : Complementary Deoxyribonucleic Acid
ENHP : Ekstrak n-heksana Herba Poguntano
EEAHP: Ekstrak Etilasetat Herba Poguntano
EEHP : Ekstrak Etanol Herba Poguntano
HMPS : Hexose Monophosphate Shunt
ICE : Interleukin-1β Converting Enzyme
Ig : Imunoglobulin
IL-1 : Interleukin-1
IL-1β : Interleukin-1 Beta
IL-6 : Interleukin-6
LPS : Lipopolisakarida
MHC : Major Histocompatibility Complex
NK : Natural Killer
NO : Nitric Oxide
NOS : nitric Oxide Synthase
iNOS : Inducible Nitric Oxide Synthase
nNOS : neural Nitric Oxide Synthase
eNOS : endothelial Nitric Oxid Synthase
NSAIDS : Non-Steroidal Anti-Inflammatory Drugs
PMN : Polimorfonuklear
PCR : Polymerase Chain Reaction
RNA : Ribonucleic Acid
mRNA : Messenger Ribonucleic Acid
Rf : Retention Factor
RT-PCR : Reverse Transcription-Polymerase Chain Reaction
RNI : Reactive Nitrogen Intermediates
RNS : Reactive Nitrogen Species
ROI : Reactive Oxygen Intermediates
ROS : Reactive Oxygen Species
TNF-α : Tumor Necrosis Factor-α
TNF-β : Tumor Necrosis Factor-β
TLRs : Toll-like Reseptor
WHO : World Health Organization

xvii
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Imunitas didefinisikan sebagai pertahanan terhadap penyakit, terutama

penyakit infeksi. Kumpulan sel-sel, jaringan dan molekul-molekul yang berperan

dalam pertahanan infeksi disebut sistem imun, sedangkan reaksi koordinasi sel-sel

dan molekul tersebut dalam pertahanan terhadap infeksi disebut respon imun

(Abbas, et al., 2016). Pada era modern ini populasi manusia sangat rentan

terserang berbagai penyakit terutama penyakit kronik seperti kardiovaskular,

kanker, penyakit akibat infeksi dan lain-lain (WHO, 2015). Hal ini disebabkan

diantaranya karena gangguan sistem imun tubuh manusia dan juga faktor gaya

hidup. Pada keadaan normal, paparan mikroorganisme patogen terhadap tubuh

dapat dilawan dengan adanya sistem imun. Pada saat fungsi dan jumlah sistem

imun rendah, paparan mikroorganisme patogen dapat menimbulkan berbagai

penyakit terutama terkait dengan penyakit infeksi dan pada saat fungsi dan jumlah

sistem imun berlebih maka akan menyerang dirinya sendiri atau disebut penyakit

autoimun. Oleh karena itu, sangat penting mempertahankan sistem imun bekerja

dengan baik sehingga mampu menghadapi serangan zat asing seperti

mikroorganisme patogen. Salah satu cara mempertahankan sistem imun adalah

dengan pemberian imunomodulator (Kusmardi, et al., 2007; Abbas, et al., 2016).

Imunomodulator adalah substansi atau obat yang dapat memodulasi fungsi

dan aktivitas sistem imun. Berdasarkan cara kerjanya imunomodulator dibagi

menjadi 2 kelompok yaitu imunostimulator dan imunosupresor. Imunostimulator

berfungsi untuk meningkatkan fungsi dan aktivitas sistem imun sedangkan

1
Universitas Sumatera Utara
imunosupresor berfungsi menekan aktivitas sistem imun (Alamgir and Uddin,

2010). Modulasi sistem imun diperlukan untuk mengatasi berbagai penyakit.

Imunostimulator biasanya digunakan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi

seperti AIDS dan kanker (Sudiono, 2014; Ilyas, et al., 2016; Abbas, et al., 2016).

WHO melaporkan kanker penyebab kematian kedua di dunia dan bertanggung

jawab atas 8,8 juta kematian pada tahun 2015. Kanker yang disebabkan oleh

infeksi seperti hepatitis dan human papilloma virus (HPV), bertanggung jawab

hingga 25% kasus kanker di negara berpenghasilan rendah dan menengah

(Plummer, et al., 2016). Imunosupresor dapat digunakan untuk mengatasi

penyakit autoimun, terapi transplantansi organ dan berbagai penyakit inflamasi

(Abbas, et al., 2016).

Ada beberapa obat imunomodulator kimia yang digunakan dalam terapi

tetapi banyak dari mereka memiliki efek samping yang serius. Aspirin dan

ibuprofen adalah salah satu obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) yang dapat

menyebabkan masalah mukosa lambung dan usus (Sostres, et al., 2010; Yuandani,

et al., 2017). Kortikosteroid, yang telah lama digunakan sebagai imunosupresan

telah menunjukkan berbagai efek samping seperti retensi cairan, kenaikan berat

badan, diabetes, peningkatan kerapuhan kulit dan berkurangnya sumsum tulang.

Siklosporin A, imunosupresor yang paling banyak digunakan dalam pengobatan

penolakan transplantasi, dapat menyebabkan nefrotoksisitas, tremor, hipertensi

dan hipertrofi gingiva. Interleukin-2 menyebabkan banyak efek samping, seperti

hipotensi, takikardia, dan edema. Pada pengobatan multiple myeloma

immunomodulatory drug menyebabkan hepatotoksik (Veluswamy, et al., 2014).

Hasil penelitian pada hepatoherbal dan immunomedicinal memberikan manfaat

2
Universitas Sumatera Utara
pengobatan herbal untuk penyakit-penyakit infeksi virus, hepatotoksik, kanker

dan lain-lain tanpa menggunakan obat sintetis dapat mengurangi bahkan tidak

menimbulkan efek samping dari obat sintetis tersebut (Ilyas, et al., 2016).

Upaya untuk mencari imunomodulator yang lebih aman, banyak metabolit

sekunder seperti terpenoid, fenolik dan alkaloid telah diteliti kemampuannya

untuk memodulasi sistem kekebalan tubuh. Ekstrak dari beberapa tanaman herbal

seperti Panax ginseng, Tinospora cordifolia, Centella asiatica, Phyllanthus

debilis, Trigonella foenum graecum, Pouteria cambodiana, Picrorhiza

scrophulariiflora, Garcinia mangostana, Annona muricata, Morus alba, Gynura

segetum dan Dryopteris crassirhizoma mampu menaikkan atau menurunkan

regulasi baik respon bawaan dan adaptif dari respon imun (Gautam, et al., 2004;

Jayathirtha and Mishra, 2004; Yu L, et al., 2009; Kim, et al., 2016; Chi, et al.,

2016; Kwon, et al., 2016; Zheng, et al., 2017; Yuandani, et al., 2017;). Unsur

kimia dari tanaman ini adalah sumber baru agen imunomodulasi yang potensial.

Penilaian aktivitas imunologi fitokimia dapat didasarkan pada efeknya secara

khusus pada berbagai komponen dan fungsi sistem kekebalan tubuh. Ada

peningkatan minat untuk prospek imunomodulator alami dari tanaman yang telah

digunakan secara tradisional untuk mengobati banyak gangguan imunologi.

(Yuandani, et al, 2017). Dengan demikian perlu pencarian imunomodulator dari

bahan alam untuk mengurangi efek samping tersebut. Pemilihan agen

imunomodulator dari bahan alam yang dapat mempengaruhi sistem imun

merupakan peluang yang prospektif. Salah satu tanaman yang potensial adalah

Poguntano.

3
Universitas Sumatera Utara
Tumbuhan Poguntano (Picria fel-terrae Lour) telah dilakukan berbagai

penyelidikan farmakologis modern menunjukkan bahwa ekstrak Picria fel-terrae

Lour berperan sebagai diuretik (Dalimunthe, et al., 2015); antipiretik, analgesik,

hepatoprotektif, antiinflamasi (Huang, et al., 1994; Zou, et al., 2005); antioksidan

(Thuan, et al., 2007); antivirus (Zheng, et al., 2010); antidiabetes (Harfina, et al.,

2012; Sitorus, et al., 2014); anthelmintik (Patilaya dan Husori 2015); antikanker

yang bisa dikembangkan sebagai kokemoterapi (Satria, et al., 2015; Lestari, et al.,

2013); kardioprotektif (Sihotang, et al., 2016); memiliki aktivitas antioksidan

yang tinggi dan aktivitas antiproliferatif terhadap sel kanker payudara (Satria, et

al., 2017).

Hasil skrining fitokimia awal dari ekstrak Picria fel-terrae Lour

menunjukkan adanya senyawa flavonoid, alkaloid, glikosida, saponin, tanin dan

steroid/triterpenoid (Lestari, 2016; Satria, et al., 2017). Pada Penelitian Huang, et

al., (1999) menunjukkan adanya senyawa flavonoid glukuronida yang terdapat

pada ekstrak butanol poguntano, yaitu senyawa apigenin 7-O-β-glucuronide,

luteolin 7-O-β-glucuronida dan apigenin 7-O-β-(2″-O-α-rhamnosyl) glucuronide.

Apigenin memiliki efek anti inflamasi, antiradikal bebas, antikanker (Long, et al.,

2008). Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa beberapa senyawa flavonoid

mampu bertindak sebagai senyawa imunomodulator dari gen proinflamasi yang

mampu menurunkan reaksi inflamasi dan mempengaruhi kadar mRNA. Penelitian

lain mengungkapkan bahwa flavonoid golongan Apigenin, genistein, quercetin,

wogonin, luteolin dan luteolin 7 glukosida mencegah produksi TNF-α, IL-1β dan

IL-6 pada sel makrofag RAW 264.7 yang diinduksi Lipopolisakarida (Durga, et

al., 2014). Pada penelitian Sitorus, et al., (2014) juga menunjukkan adanya

4
Universitas Sumatera Utara
senyawa steroid/triterpenoid pada ekstrak n-heksana pogunatano yaitu senyawa β-

sitosterol yang berkhasiat sebagai antidiabetes. Senyawa β-sitosterol dalam

Trachekspermum jasminoides yang diinduksi dengan Lipopolisakarida pada sel

makrofag RAW 264.7 memilliki efek antiinflamasi (Choi, et al., 2012) dan

senyawa β-sitosterol juga memiliki efek antioksidan analgesik, anthelmintik,

antimutagenik, neuroprotektif, kemoprotektif dan imunomodulator (Saeidnia, et

al., 2014). Lipopolisakarida merupakan molekul kompleks yang berasal dari

bakteri gram-negatif berfungsi sebagai inducer utama yang dapat memicu aktivasi

sel makrofag pada sistem kekebalan (Olson dan nardin, 2014, Joo, et al., 2014).

Pada penelitian sebelumnya, uji aktivitas imunomodulator dari tanaman

Picria fel-terrae Lour telah dilakukan dengan menggunakan metode Delayed-

Type Hypersensitivity Response (DTH). Hasil dari penelitian tersebut menunjukan

dosis ekstrak etanol daun poguntano yang diuji pada penelitian 0,5% dosis 10

mg/Kg BB secara oral selama 7 hari menghasilkan derajat pembengkakan yang

lebih kecil dibandingkan kelompok kontrol yang hanya diberi suspensi

carboxymethyl cellulosa 0,5 % dosis 1% secara oral. Dengan demikian ekstrak

etanol daun poguntano mampu memberikan efek antiinflamasi dan aktivitas

imunomodulator (Dalimunthe, et al., 2011).

Inflamasi merupakan sebuah reaksi yang kompleks dari sistem imun tubuh

pada jaringan vaskuler yang menyebabkan akumulasi dan aktivasi leukosit serta

protein plasma yang terjadi pada saat infeksi, keracunan maupun kerusakan sel.

Inflamasi pada dasarnya merupakan sebuah mekanisme pertahanan terhadap

infeksi dan perbaikan jaringan tetapi terjadinya inflamasi secara terus-menerus

(kronis) juga dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan bertanggung jawab pada

5
Universitas Sumatera Utara
mekanisme beberapa penyakit (Abbas, et al., 2010). Proses terjadinya inflamasi

melibatkan sel leukosit (fagosit) polimorfonuklear dan sel leukosit mononuklear

yaitu makrofag (Subowo, 2014).

Makrofag merupakan salah satu sel yang berperan penting dalam respon

imun, baik secara fungsional dalam proses fagositosis maupun sebagai antigen

presenting cells (APC) mengambil dan menelan bahan asing dan menyajikan

antigen ini ke sel lain dari sistem kekebalan tubuh seperti sel T dan sel B.

Makrofag yang diaktivasi melepaskan berbagai mediator yang ikut berperan

dalam reaksi inflamasi. Beberapa jam setelah perubahan vaskuler, neutrofil

menempel pada sel endotel dan bermigrasi keluar pembuluh darah ke rongga

jaringan, memakan patogen dan melepaskan mediator yang berperan dalam

respon inflamasi. Makrofag yang berada pada jaringan yang diaktifkan akan

melepaskan sitokin diantaranya IL-1 (interleukin-1), IL-6 (interleukin-6) dan

TNF-α (tumor necrosis factor-α) yang menginduksi perubahan lokal dan sistemik.

Mediator inflamasi seperti IL-1, IL-6 dan TNF-α juga berperan dalam memacu

mengaktifkan makrofag (Abbas, et al., 2010). Makrofag yang teraktivasi juga

merupakan sel efektor utama pada pertahanan inang melawan bakteri, melalui

produksi nitric oxide (NO) yang bersifat sitotoksik untuk parasit. NO merupakan

produk utama dan produksi yang dikendalikan oleh nitric oxide synthase (NOS)

seperti iNOS (inducible nitric oxide synthase). iNOS diinduksi pada makrofag

sehingga aktivasi mengarah pada kehancuran organ pada beberapa inflamasi dan

penyakit autoimun (Yoon, et al., 2009).

Pelepasan sitokin yang berlebihan dapat menimbulkan gangguan sistem

imun sehingga perlu diketahui ekspresi gen dari sitokin tersebut. Metode yang

6
Universitas Sumatera Utara
dilakukan dalam mengetahui pengaruh ekspresi gen menggunakan metode

berbasis reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR). Prinsip kerja

metode RT-PCR mengamplifikasi RNA. RNA diubah menjadi DNA dengan

menggunakan reverse transcriptase yang dapat mensintesis DNA dengan cetakan

RNA dan menghasilkan DNA yang disebut dengan cDNA. Setelah terbentuk

DNA maka dapat diamplifikasi dengan menggunakan PCR (Sudjadi, 2008).

Metode RT-PCR juga telah digunakan untuk melihat tingkat ekspresi dari TNF-α,

IL-6, IL-1β, COX-2, iNOS dan β-actin (Yoon, et al., 2009; Yanti, et al., 2011).

Adapun RNA/DNA yang digunakan dalam metode RT-PCR ini diperoleh dari Sel

RAW 264.7. Sel RAW 264.7 merupakan suatu monocyte-machrophage cell line

yang banyak digunakan dalam penelitian tentang sistem imun karena merupakan

sel makrofag yang diproduksi dari sumsum tulang belakang. Sel RAW 264.7

dapat diperoleh dari organisme Mus musculus yang mengalami tumor diinduksi

oleh virus leukemia murine Abelson dan juga dapat diperoleh dari kultur sel

menggunakan media pertumbuhan (ATCC, 2017).

Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

aktivitas imunomodulator ekstrak herba poguntano pada kultur sel RAW 264.7

secara in vitro. Pengujian viabilitas sel untuk mengetahui konsentrasi aman pada

ekstrak herba poguntano menggunakan metode MTT assay, produksi nitric oxide

(NO) menggunakan pereaksi Griess dan analisis ekspresi iNOS, TNF-α, IL-1β,

IL-6 menggunakan metode reverse trancription-polymerase chain reaction (RT-

PCR).

7
Universitas Sumatera Utara
1.2 Perumusan masalah

Berdasarkan uraian diatas maka perumusan masalah dalam penelitian ini

adalah:

a. Apakah pemberian ekstrak herba poguntano bersifat toksik terhadap sel

RAW 264.7?

b. Apakah pemberian ekstrak herba poguntano dapat menghambat produksi

nitric oxide (NO) pada sel RAW 264.7 yang diinduksi dengan

Lipopolisakarida?

c. Apakah pemberian ekstrak herba poguntano dapat menghambat ekspresi

iNOS, TNF-α, IL-1β dan IL-6 pada sel RAW 264.7 yang diinduksi dengan

Lipopolisakarida?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka hipotesis dalam penelitian

ini adalah :

a. Pemberian ekstrak herba poguntano tidak bersifat toksik terhadap sel

RAW 264.7.

b. Pemberian ekstrak herba poguntano dapat menghambat produksi nitric

oxide (NO) pada sel RAW 264. 7 yang diinduksi dengan Lipopolisakarida.

c. Pemberian ekstrak herba poguntano dapat menghambat ekspresi iNOS,

TNF-α, IL-1β dan IL-6 pada sel RAW 264.7 yang diinduksi dengan

Lipopolisakarida.

8
Universitas Sumatera Utara
1.4 Tujuan penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

a. Mengetahui apakah pemberian ekstrak herba poguntano bersifat toksik

terhadap sel RAW 264.7.

b. Mengetahui apakah pemberian ekstrak herba poguntano dapat

menghambat produksi nitric oxide (NO) pada sel RAW 264.7 yang

diinduksi dengan Lipopolisakarida.

c. Mengetahui apakah pemberian ekstrak herba poguntano dapat

menghambat ekspresi iNOS, TNF-α, IL-1β dan IL-6 pada sel RAW 264.7

yang diinduksi dengan Lipopolisakarida.

1.5 Manfaat penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi:

a. Sebagai pengembangan ekstrak herba poguntano menjadi sediaan obat

herbal terstandar yang efektif dan selektif sebagai imunomodulator.

b. Dapat menambah data informasi dalam pemanfaatan dan inventaris

tumbuhan herba poguntano sebagai tanaman obat yang berkhasiat sebagai

imunomodulator.

1.6 Kerangka pikir penelitian

Kerangka pikir penelitian terdiri dari 2 variabel, yaitu variabel bebas,

variabel terikat dan 1 parameter. Variabel bebas pada penelitian ini yaitu ekstrak

n-heksana, etilasetat, etanol herba poguntano dan deksametason sebagai kontrol

positif dengan berbagai konsentrasi. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah

9
Universitas Sumatera Utara
viabilitas sel (untuk mengetahui konsentrasi aman dari sampel), produksi NO dan

ekspresi gen (iNOS, TNF-α, IL-1β dan IL-6). Adapun parameter pada kerangka

pikir penelitian ini yaitu persentase sel hidup, kadar NO dan densitas gambaran

pita ekspresi gen. Secara skematis kerangka pikir penelitian ditampilkan pada

Gambar 1.1

10
Universitas Sumatera Utara
Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Kelompok yang diuji:


-Ekstrak n-heksana
-Ekstrak Etilasetat
-Ekstrak Etanol
Konsentrasi: Sel
(12,5; 25; 50; 100; RAW Viabilitas sel % sel hidup
200 μg/mL) 264.7
Kontrol Positif:
Deksametason
Konsentrasi:
(1,25; 2,5; 5; 10; 20
μg/mL)

Konsentrasi
yang aman

Kelompok yang diuji:


-Ekstrak n-heksana
-Ekstrak Etilasetat
-Ekstrak Etanol
Konsentrasi: Sel
(12,5; 25 μg/mL) RAW Produksi NO Kadar NO
Kontrol Positif: 264.7
Deksametason
Konsentrasi:
(1,25; 2,5μg/mL)

Konsentrasi
paling efektif

Kelompok yang diuji:


-Ekstrak n-heksana
-Ekstrak Etilasetat Densitas
-Ekstrak Etanol Sel Ekspresi gen gambaran
Konsentrasi: RAW (iNOS, TNF-α, pita
(25 μg/mL) 264.7 IL-1β, IL-6) ekspresi
Kontrol Positif: gen
Deksametason
Konsentrasi:
(2,5 μg/mL)
Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian

11
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem imun

Sistem imun merupakan molekul, sel, jaringan dan organ yang secara

kolektif berfungsi untuk memberikan kekebalan atau perlindungan terhadap

organisme asing. Sistem imun dibagi atas dua jenis, yaitu sistem imun alami

(nonspesifik atau innate immune) dan sistem imun dapatan (spesifik atau adaptive

immune) (Abbas, et al, 2016). Mekanisme pertahanan tubuh oleh sistem imun

alami bersifat spontan, tidak spesifik, dan tidak berubah baik secara kualitas

maupun kuantitas bahkan setelah paparan berulang dengan patogen yang sama

sedangkan sistem imun dapatan muncul setelah proses mengenal oleh limfosit

(clonal selection), yang tergantung pada paparan terhadap patogen sebelumnya.

Adanya sistem imun kongenital memungkinkan respon imun dini untuk

melindungi tubuh selama 4-5 hari merupakan waktu yang diperlukan untuk

mengaktivasi limfosit (imunitas dapatan) (Handayani, 2010).

Gambar 2.1 Mekanisme imunitas alami dan imunitas adaptif (Abbas et al., 2016).
Mekanisme imunitas alami merupakan pertahanan awal melawan infeksi.
Sedangkan respon imun adaptif timbul setelahnya dan dimediasi oleh
limfosit dan produknya. Antibodi mengblok infeksi dan mengeliminasi
mikroba, eradikasi mikroba ekstrasel dilakukan oleh sel T. Kinetika respon
imun bawaan dan adaptif berbeda tergantung dari jenis infeksinya.

12
Universitas Sumatera Utara
2.2 Komponen sistem imun

Sistem imun terdiri dari 2 komponen yaitu komponen selular dan humoral.

2.2.1 Selular

Komponen selular dalam sistem imun yaitu sel fagosit dan sel limfosit.

2.2.1.1 Fagosit

Sel fagosit terbagi atas polimorfonuklear (sel neutrofil, basofil, eosinofil)

dan mononuklear (sel monosit/makrofag).

a. Polimorfonuklear

Leukosit yang paling banyak dalam darah, berjumlah 4000-10.000/µL.

Pada respon terhadap infeksi, produksi neutrofil dari sumsum tulang meningkat

cepat dan jumlahnya meningkat hingga 20.000/µL darah. Neutrofil adalah tipe sel

utama yang memberikan respon terhadap kebanyakaan infeksi, khususnya infeksi

bakteri dan fungi, dan merupakan sel yang dominan saat inflamasi akut (Abbas, et

al., 2016). Eosinofil terlibat dalam respons antiparasit dan reaksi alergi, infeksi

parasit dan inflamasi kulit. Di dalam darah 1 sampai 3 % sel darah putih adalah

eosinofil. Basofil merupakan granulosit yang paling jarang hanya 0,4 sampai 1%

sel darah putih di dalam darah. Jumlah basofil dapat meningkat pada kasus

leukemia, pada beberapa respons alergi, pada pasien penderita inflamasi kronis

dan pada pasien setelah terapi. Basofil berperan dalam inflamasi dan alergi (Olson

dan Nardin, 2014).

b. Mononuklear

Fagosit mononuklear dihasilkan oleh sel induk (steam cell) di dalam

sumsum tulang kemudian berdiferensiasi menjadi premonosit-monosit-makrofag.

Monosit berdiameter 10-15 μm. Kemudian bermigrasi dan menetap di jaringan,

13
Universitas Sumatera Utara
sel monosit matang dan menjadi makrofag. Sel makrofag berdiferensiasi,

membesar jumlahnya dan organel-organel bertambah kompleks (Abbas and

Lichtman, 2010). Ukuran makrofag bisa 5-10 kali lebih besar dibanding monosit

(Baratawidjaja dan Rengganis, 2010).

2.2.1.2 Limfosit

Limfosit adalah sel yang memproduksi reseptor spesifik untuk antigen

yang sangat beragam yang terdistribusi secara klonal, merupakan mediator kunci

imunitas adaptif. Sel limfosit naif berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel

limfosit memori dan berbagai sel efektor yang mensekresi berbagai limfokin yang

dapat berperan sebagai mediator dalam sistem imunitas. Limfokin ini berpengaruh

pada aktivasi sel B, sel T, sel NK dan sel lain yang terlibat dalam respon imun

(Abbas, et al., 2016).

a. Limfosit B

Limfosit B merupakan satu-satunya sel yang mampu memproduksi

antibodi, mereka adalah sel-sel yang memerantarai imunitas humoral sel B

mengekspresikan antibodi membentuk membran yang berlaku sebagai reseptor

yang mengenali antigen dan mengawali proses aktivasi sel. Antigen terlarut dan

antigen permukaan mikroba serta sel-sel lainnya dapat berikatan dengan reseptor

antigen limfosit B, mengawali proses aktivasi sel B. Hal ini kemudian

menyebabkan sekresi antibodi terlarut yang mempunyai spesifisitas antigen yang

sama dengan reseptor membran sel B (Abbas, et al., 2016).

b. Limfosit T

Limfosit T bertanggung jawab untuk imunitas seluler. Respon antigen dari

sebagian besar limfosit T hanya mengenali fragmen-fragmen peptide khusus yang

14
Universitas Sumatera Utara
menyajikan molekul, yang disebut molekul Major Histocompatibility Complex

(MHC), pada permukaan sel khusus yang disebut sel penyaji antigen (antigen-

presenting cells APC). Limfosit T, sel T CD4+ disebut sel T helper karena

membantu sel limfosit B memproduksi antibodi dan membantu sel fagosit

menghancurkan mikroba yang telah dimakan. Limfosit CD8+ disebut limfosit

sitotoksik karena membunuh sel-sel yang mengandung mikroba intraseluler.

Beberapa sel T CD4+ termasuk kedalam kelompok khusus yang berfungsi

mencegah atau membatasi respons imun disebut limfosit T regulator (Abbas, et

al., 2016).

c. Sel NK (Natural killer)

Sel NK mengenali sel yang terinfeksi dan mengalami stress dan

memberikan respons terhadap interleukin-12 yang diproduksi oleh makrofag

untuk membunuh sel mikroba dengan mensekresikan sitokin IFN-γ yang

mengaktifkan makrofag untuk membunuh mikroba yang difagositosis (Abbas, et

al., 2016). Sel NK adalah sumber penting IFN-γ, terutama ketika dirangsang

dengan IL-12 dan IL-18. Selain itu, IFN-γ merupakan penambah aktivitas sel NK

sitotoksik. Dengan demikian, sel-sel NK yang toksik pada tikus defisiensi IFN-γ.

Sebagai catatan, IFN-γ adalah penginduksi paling kuat dari protein pengikat IL-

18, inhibitor signifikan IL-18. Dengan fungsi pengaturan ini, IFN-γ menginduksi

jalur umpan balik negatif dalam proses inflamasi, juga mempengaruhi produksi

sel NK itu sendiri. Dalam sel B, IFN-γ bertindak langsung pada sekresi antibodi

dengan mengatur perpindahan kelas Ig dari IgM ke isotipe hilir (Avau and

Matthys, 2015).

15
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Humoral

Komponen humoral dalam sistem imun yaitu sitokin, antibodi dan

komplemen.

2.2.2.1 Sitokin

Sitokin adalah protein terlarut yang memperantarai reaksi imun dan

inflamasi dan bertanggung jawab dalam komunikasi antara leukosit dan antara

leukosit dengan sel-sel lain. Kebanyakan molekul-molekul yang didefenisikan

sebagai sitokin disebut Interleukin. Sitokin diproduksi makrofag dan sel NK yang

berperan pada inflamasi dini, merangsang proliferasi, diferensiasi, dan aktivasi sel

efektor khusus seperti makrofag. Sitokin yang diproduksi sel T mengaktifkan sel-

sel imun spesifik (Abbas, et al., 2016).

a. Interleukin

Interleukin terdiri dari 1 sampai 30 bahkan lebih (Playfair dan Chain,

2012). Salah satu diantaranya interleukin 1 (IL-1) merupakan faktor pengaktivasi

limfosit atau pirogen endogen, yang merupakan pengatur kunci dari inflamasi

adhesi endotel dan aktivasi makrofag. Selain itu IL-1 juga berperan dalam

menimbulkan demam yaitu suatu gejala menginfeksi melalui kerja hipotalamus.

IL-1 terdiri dari α dan β (Playfair dan Chain, 2012). IL-1β memainkan peran

penting dalam regulasi sistem kekebalan dan respon inflamasi. IL-1β merupakan

mediator terjadinya inflamasi. IL-1β dan sitokin proinflamasi yang lain berperan

penting dalam stimulasi inflamasi. Sitokin proinflamasi mengaktivasi leukosit

seperti monosit dan polimorfonuklear (PMN) sehingga menimbulkan reaksi

inflamasi. IL-1β dapat merangsang respon kekebalan tubuh dengan mengaktifkan

limfosit atau dengan menginduksi pelepasan sitokin lainnya yang mampu

16
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan aktivitas sel makrofag, sel NK, dan limfosit (Chi, et al., 2016). IL-

1β merupakan sitokin yang dirilis oleh ICE, dan juga berperan di dalam aktivitas

selular seperti proliferasi, diferensiasi dan apoptosis. Induksi COX-2 pada sitokin

ini di dalam sistem saraf pusat ditemukan sebagai penyebab hipersensitivitas yang

memberikan rasa sakit.

Disamping IL-1 yang berperan sebagai mediator inflamasi IL-6 juga

berperan sebagai mediator inflamasi. IL-6 dihasilkan oleh makrofag dan juga

dihasilkan oleh jenis sel lainnya, seperti limfosit T, fibroblast dan sel-sel tumor

seperti glioblastoma, miksoma dan sel karsinoma kandung kemih. IL-6 yang

dihasilkan oleh sel limfosit T digolongkan pula dalam limfokin. IL-6 memiliki

keterkaitan dengan IL-1 dan TNF (Tumor Necrosis Factor), karena ketiga sitokin

ini dihasilkan oleh monosit/sel makrofag secara terkordinasi. Keterkaitan ketiga

sitokin tersebut juga karena adanya fungsi masing-masing dapat saling

menginduksi pelepasan monokin lain. Misalnya IL-1 dan TNF dapat menginduksi

pelepasan IL-6, dan IL-6 menginduksi pelepasan IL-1 dan TNF. Hal yang menarik

mengenai keterkaitannya, bahwa ketiga sitokin tersebut dapat diangkut oleh

peredaran darah untuk membangkitkan reaksi peradangan yang dinamakan

“respon fase akut”. Respon fase akut ini bermanifestasi sebagai demam dan

pergeseran kandungan beberapa jenis protein dalam serum yang diproduksi oleh

hepatosit tersebut tergantung pada masing-masing rangsangan ketiga sitokin

tersebut (Subowo, 2014).

b. Faktor nekrosis tumor (Tumor Necrosis Factor)

Faktor nekrosis tumor terdiri TNF-α dan TNF-β. TNF menimbulkan efek

menyeluruh pada inflamasi, penyembuhan dan jika dihasilkan berlebihan dapat

17
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan syok vaskular. Dahulu diberi nama tersebut karena mampu

memperkecil ukuran tumor. TNF-α dapat memacu pertumbuhan dan metastatis

sejumlah besar tumor, sebagian dengan meningkatkan inflamasi yang berarti

menyediakan pasokan darah tumor. TNF-α juga berperan penting dalam degradasi

sendi pada artritis reumatoid dan perkembangan cara menghambat aktivitas

sitokin tersebut untuk tujuan terapi adalah salah satu cara keberhasilan bidang

imunologi selama beberapa dekade terakhir (Playfair dan Chain, 2012). Tumor

necrosis factor-α (TNF-α), memainkan peran penting dalam pengenalan, inisiasi,

dan regulasi proses inflamasi dan berfungsi sebagai komponen penting dari

kekebalan bawaan. Sitokin merupakan regulator penting dari sistem kekebalan

tubuh, menyelidiki fungsi mereka mungkin memberikan informasi penting untuk

pengembangan vaksin dan imunostimulan. TNF-α diproduksi terutama oleh

monosit dan makrofag dan mereka mengatur beberapa aspek dari sistem

kekebalan tubuh (Chi, et al., 2016). Faktor nekrosis tumor lain yaitu TNF-β

seringkali disebut limfotoksin, memiliki perbedaan berupa suatu produk limfosit.

TNF-α dan TNF-β memiliki sepasang reseptor yang sama, sebagian struktur dan

lokasi kromosom dalam MHC. Faktor ini berperan penting dalam perkembangan

jaringan limfoid sekunder (Playfair dan Chain, 2012).

Tabel 2.1. Sitokin dan fungsinya (Katzung, 2002; Hariadi, T.S., 2015; Abbas, et
al., 2016).

Reseptor
Sitokin Sumber
sitokin
dan sel Sel target dan efek biologis
dan
submit utama
subunit
Inter Makro- CD121a Sel endotel: aktivasi (inflamasi, koagulasi)
leukin- fag, sel (IL-1R1) Hipotalamus : demam
1β den- IL-1RAP Hepar : sintesis protein fase akut
(IL-1β) dritik, atau Fungsi :
fibro- CD121b Mengaktifkan sel T, menginduksi demam,

18
Universitas Sumatera Utara
blas, sel (IL-1R2) meningkatkan pertumbuhan, merangsang produksi
endotel, limfokin diantaranya IL-2, B cell growth factor, IFN-γ,
kera- dan faktor kemotaktik.
tinosit
Inter- Makro- CD126 Hepar : Sintesis protein fase akut,
leukin- fag, sel (IL-6R), Sel B : Proliferasi sel yang memproduksi antibodi
6 endotel, CD130 Sel T : diferensiasi Th17
(IL-6) sel T (gp130) Fungsi :
Proliferasi sel HCF, TH2, CTL dan B,
Merangsang produksi IgM dalam sel B.
Tumor Makro- CD120a Sel endotel: aktivasi (inflamasi, koagulasi)
Necrosi fag, sel (TNFRS Neutrofil: aktivasi
s NK, F1) atau Hipotalamus: demam
Factor sel T CD120b Otot, lemak: katabolisme (kakesia)
(TNF, (TNFRS Fungsi TNF-α:
TNFSF F2) Aktivasi makrofag, proinflamasi, onkostatik,
1) kemotaksis.
Meningkatkan ekspresi reseptor dari IL-2, IFN-γ dari
sel T, menjadi sitotoksin langsung pada sel tumor
tertentu, merangsang tidur, demam.

2.2.2.2 Antibodi

Antibodi disebut juga Imunoglobulin (Ig). Antibodi terbuat dari

sekumpulan protein yang sangat mirip, setiap protein ini mampu berikatan secara

spesifik dengan sejumlah antigen yang sedikit berbeda, dengan spesifisitas yang

berlainan untuk setiap antigen. Antibodi dapat berikatan dengan dan menetralisir

toksin bakteri dan beberapa virus secara langsung, tetapi antibodi juga bekerja

dengan cara opsonisasi dan mengaktivasi komplemen pada permukaan patogen

yang menyerang (Playfair dan Chain, 2012).

2.2.2.3 Komplemen

Sekumpulan protein yang ada dalam serum, yang jika teraktivasi akan

menimbulkan efek inflamasi yang meluas, disertai juga dengan lisis bakteri dsb.

Beberapa bakteri mengaktivasi komplemen secara langsung sedangkan bakteri

lain dapat melakukan hal ini dengan bantuan antibodi (Playfair dan Chain, 2012).

19
Universitas Sumatera Utara
2.3 Respon imun

Respon imun diperantarai oleh berbagai sel dan molekul larut yang

disekresi oleh sel-sel tersebut. Sel-sel utama yang terlibat dalam reaksi imun

adalah limfosit (sel B, sel T, dan sel NK), fagosit (neutrofil, eosinofil, monosit,

dan makrofag), sel asesori (basofil, sel mast, dan trombosit), sel-sel jaringan, dan

lain-lain. Bahan larut yang disekresi dapat berupa antibodi, komplemen, mediator

inflamasi, dan sitokin. Walaupun bukan merupakan bagian utama dari respon

imun, sel-sel lain dalam jaringan juga dapat berperan serta dengan memberi

isyarat pada limfosit atau berespons terhadap sitokin yang dilepaskan oleh limfosit

dan makrofag (Wahab dan Madarina, 2002). Respon imun terbagi atas 2 yaitu

respon imun alami dan respon imun adaptif.

2.3.1 Respon imun alami atau nonspesifik

Respon imun nonspesifik merupakan imunitas bawaan (innate imunity)

dimana respon imun terhadap zat asing dapat terjadi walaupun tubuh sebelumnya

tidak pernah terpapar oleh zat tersebut (Kresno, 1996). Imunitas nonspesifik

berperan paling awal dalam pertahanan tubuh melawan mikroba patogen yaitu

dengan menghalangi masuknya mikroba dan dengan segera mengeliminasi

mikroba yang masuk ke jaringan tubuh (Abbas, et al., 2016). Respon imun jenis

ini akan selalu memberikan respon yang sama terhadap semua jenis agen infektif

dan tidak memiliki kemampuan untuk mengenali agen infektif meskipun sudah

pernah terpapar sebelumnya. Adapun yang termasuk dalam respon imun

nonspesifik adalah pertahanan fisik, biokimia, humoral dan seluler (Baratawidjaja

dan Rengganis, 2012).

20
Universitas Sumatera Utara
Reaksi utama terhadap sistem imun alami adalah inflamasi dan pertahanan

antivirus. Pertahanan imun alami terhadap virus intraselular diperantarai oleh sel

natural killer (NK) yang membunuh sel yang terinfeksi virus dan oleh sitokin

yang disebut interferon yang menghambat replikasi virus di dalam sel inang.

Inflamasi terdiri dari akumulasi dan aktivasi leukosit dan protein plasma pada

lokasi infeksi atau kerusakan jaringan. Sel-sel dan protein tersebut bertindak

bersama untuk membunuh terutama mikroba ekstraselular dan eliminasi jaringan

yang rusak. Inflamasi merupakan suatu reaksi jaringan yang mengirimkan

mediator-mediator pertahanan sel-inang dan protein dalam darah-menuju lokasi

infeksi dan kerusakan jaringan. Respon imun alami diatur oleh berbagai

mekanisme yang dirancang untuk mencegah kerusakan jaringan yang berlebihan.

Mekanisme regulasi tersebut termasuk produksi sitokin antiinflamasi oleh

makrofag dan sel dendritik, termasuk interleukin-10 yang menghambat fungsi

mikrobisida dan proinflamasi makrofag dan antagonis reseptor IL-1 yang

menghambat kerja IL-1. Terdapat juga banyak mekanisme umpan balik dimana

sinyal yang merangsang produksi sitokin proinflamasi juga merangsang ekspresi

penghambat sinyal sitokin (Abbas, et al., 2016).

Makrofag juga mengalami fagositosis untuk membunuh mikroba. Proses

fagositosis terjadi melalui beberapa tingkat yaitu kemotaktis, menangkap,

memakan, fagositosis, memusnahkan, dan mencerna. Kemotaktis adalah

pergerakan fagosit ke tempat infeksi sebagai respons terhadap berbagai faktor

seperti produk bakteri dan faktor kimiawi yang dilepas pada aktivasi komplemen.

Antibodi seperti halnya dengan komplemen (C3b) dapat meningkatkan

opsonisasi. Opsonin adalah molekul besar yang diikat dan dapat dikenal oleh

21
Universitas Sumatera Utara
reseptor permukaan sel fagosit makrofag, sehingga meningkatkan efisiensi

fagositosis. Makrofag mengekspresikan banyak reseptor permukaan yang dapat

menelan mikroba. Bila sudah ditelan, membran menutup, partikel digerakkan ke

sitoplasma sel dan terbentuk vesikel intraseluler yang mengandung bakteri atau

bahan lain asal ekstraseluler yang disebut fagosom. Didalam sel terdapat enzim

lisosom yang diperlukan untuk memecah bahan yang ditelan, bersatu dengan

fagosom membentuk fagolisosom memungkinkan terjadinya degradasi oleh ROS

dan NO sehingga terjadi degradasi oleh makrofag (Baratawidjaja dan Rengganis,

2012).

Gambar 2.2 Tahapan fagositosis mikroba oleh sel fagosit (Abbas et al., 2010). Mikroba
yang masuk ke dalam tubuh akan berikatan dengan reseptor sel fagosit
kemudian membran sel fagosit akan mengelilingi mikroba yang terikat tadi
dan pada akhirnya mikroba akan dicerna di dalam fagosom. Di dalam sel
fagosit terjadi fusi antara fagosom dan lisosom membentuk fagolisosom.
Sel fagosit menghasilkan ROS, NO dan enzim lisosomal dalam
fagolisosom sehingga menyebabkan mikroba mati.

2.3.1.1 Mekanisme makrofag sebagai fagosit dalam membunuh kuman

Mekanisme makrofag sebagai fagosit dalam membunuh kuman sebagai

berikut:

a. Proses oksidatif (Oxygen dependent mechanism)

Proses oksidatif merupakan proses dimana terjadi peningkatan penggunaan

oksigen yang menghasilkan ROI (reactive oxygen intermediates) yaitu suatu

22
Universitas Sumatera Utara
metabolit oksigen mikrobisidal yang dilepas selama fagositosis. Ikatan mikroba

dengan sel fagositosis terjadi fusi dengan lisosom membentuk fagolisosom

(Abbas, et al., 2010). Dengan terbentuknya fagolisosom, reseptor fagosit yang

mengikat mikroba mengirimkan sinyal yang mengaktifkan beberapa enzim dalam

fagolisosom, salah satunya oksidase fagosit terbentuk atas pengaruh mediator

inflamasi LTB4, PAF dan TNF atau produk bakteri seperti peptida N-

formilmetionil (Baratawidjaja dan Rengganis, 2012). Enzim tersebut mengubah

oksigen menjadi superoxide anion, hydroxyl radicals, single oxygen,

myeloperoxidase, hydrogen peroxide (H2O2) yang dapat berinteraksi sehingga

menghasilkan metabolit oksigen yang toksik yang dapat digunakan untuk

membunuh kuman (Abbas, et al., 2010).

b. Proses non oksidatif (Oxygen independent mechanis)

Proses non oksidatif berlangsung dengan bantuan berbagai protein seperti

hydrolytic enzyme, defensins (cationic protein), lysozyme, lactoferrin dan nitric

oxide synthase (NOS). Pada aktivitas nitric oxide synthase (NOS) diperlukan

bantuan IFN-γ dan TNF tipe I yang dapat meningkatkan produksi NO dari

makrofag di organ limfe. Dengan peningkatan reactive oxygen intermediate

(ROIs), makrofag menghasilkan reactive nitrogen intermediates dengan bantuan

enzyme seperti hydrolitic enzyme, defensins (cationic protein), lysozyme,

lactoferrin dan nitric oxide synthase (iNOS). Nitric oxide synthase merupakan

katalase dalam konversi arginin menjadi NO yang bersifat bakterisidal. Dalam

fagolisosom terjadi reaksi fagosit oksidase antara nitric oxide dengan hidrogen

peroksida atau superoksida yang menghasilkan radikal peroxy nitrit sangat reaktif

dan bisa membunuh mikroba (Abbas, et al., 2010).

23
Universitas Sumatera Utara
2.3.1.2 Makrofag teraktivasi

Proses pengaktifan makrofag bukan merupakan proses tunggal.

Pengukuran untuk makrofag teraktivasi dapat dilakukan antara lain kemampuan

membunuh terhadap mikroba yang sudah difagositosis. Aktivasi makrofag

diakibatkan adanya peningkatan transkripsi gen-gen karena adanya peningkatan

ekspresi gen-gen tersebut maka makrofag dapat melakukan fungsi yang tidak

dapat dilakukan oleh sel yang sama dalam keadaan istirahat. Sitokin aktivator

makrofag yang poten adalah IFN-γ (Surati, 2012).

Makrofag teraktivasi mempunyai beberapa ciri antara lain :

a. Kemampuan membunuhnya meningkat terhadap mikroorganisme

Proses pembunuhan terhadap bakteri menyangkut proses fagositosis dan

pembentukan ROS. Sitokin seperti IFN-γ akan meningkatkan baik endositosis

maupun fagositosis oleh monosit. Fagositosis terhadap partikel tertentu dapat

ditingkatkan dengan opsonisasi bakteri yaitu dengan melapisi bakteri dengan

molekul IgG atau komplemen. IFN-γ menyebabkan peningkatan ekspresi reseptor

dengan ikatan kuat terhadap bagian Fc dari IgG. Bakteri setelah masuk ke dalam

makrofag maka akan dilakukan pembunuhan dengan ROS melalui jalur ROI.

Radikal superoksida, hidrogen peroksida, radikal hidroksil dan singlet oxygen

termasuk golongan ROS. ROS sangat reaktif maka dapat membunuh bakteri dan

menghancurkan sel-selnya. Dalam proses tersebut dibutuhkan lebih banyak

oksigen (kebutuhan oksigen meningkat sampai 100 kali) maka prosesnya disebut

sebagai respiratory burst (letupan respiratori). Nitric oxide synthase berikatan

dengan molekul kofaktor tetrahidrobiopterin, ikatan NOS dan kofaktor ini akan

mengubah L-arginin dengan bantuan oksigen untuk membentuk sitrulin dan NO.

24
Universitas Sumatera Utara
NO ini bersifat toksik untuk bakteri. Jalur ini diaktivasi oleh IFN-γ dan dipicu

oleh adanya TNF (Surati, 2012).

b. Makrofag teraktivasi akan memacu inflamasi dengan mengeluarkan


mediator-mediator inflamasi

Platelet activating factor (PAF), prostaglandin dan leukotrien adalah lipid,

beberapa disintesis oleh makrofag sendiri dan yang lainnya dihasilkan dari

molekul-molekul plasma sebagai tanggapan atas enzim dan molekul-molekul

terkait yang dihasilkan oleh makrofag. Sebagai contoh makrofag dapat

menghasilkan tissue factor yang dapat menginisiasi kaskade pembentukan

instrinsik. Trombin sebagai protease darah yang teraktivasi selama clotting

cascade akan menyebabkan neutrofil dan sel endotel mensintesis PAF. Pemberian

IFN-γ akan meningkatkan kapasitas biosintesis makrofag untuk membentuk

mediator semacam tissue factor, akibat mediator-mediator yang dilepaskan maka

terjadilah inflamasi lokal (Surati, 2012).

2.3.1.3 Pembentukan nitric oxide

Nitric oxide (NO) adalah produk yang dihasilkan oleh makrofag teraktivasi

untuk pembunuhan patogen intrasel melalui jalur RNI. NO merupakan suatu

radikal bebas yang disintesis oleh enzim NOS melalui reaksi yang kompleks.

Proses produksi nitric oxide diawali dari terpajan makrofag oleh lipopolisakarida

(LPS) dari bakteri sehingga jalur produksi reactive nitrogen intermediate (RNI)

terinduksi. Jalur produksi RNI dimulai dari proses perubahan L-arginin menjadi

L-citrulin yang membutuhkan flavin adenine dinucleotidase (FAD), flavin

mononucleotidase (FMN), NADP yang terinduksi (NADPH) dan bentuk tereduksi

dari biopretin (BH4) dengan bantuan enzym nitric oxide synthase (NOS). Proses

ini menghasilkan molekul NO yang dapat teroksidasi menjadi senyawa RNI

25
Universitas Sumatera Utara
seperti dinitrogentrioxide (N2O3) dan dinitrogentetraoxide (N2O4). RNI akan

berperan pada fase awal dan berikutnya pada aktifitas antibakteri makrofag. Nitric

oxide, nitrit dan nitrat termasuk dalam kelompok RNI. Makrofag mencit yang

teraktivasi oleh sitokin IFN, TNF, IL-1, IL-2 dan lipid A dari lipopolisakarida

(LPS) bakteri dengan bantuan iNOS akan terinduksi untuk membentuk NO dari

prekursor L-arginin (Surati, 2012).

NADPH oksidase dan iNOS dapat bersinergi membentuk molekul

antimikroba yang potensial. NO dan O2- dapat bereaksi membentuk ONOO-

(peroksinitrit), suatu oksidan yang dapat meningkatkan daya bunuh terhadap

salmonella. NADPH oksidase mengkatalisis molekul O2 menjadi O2-

(superoksida) yang dapat dimetabolisir menjadi ROI seperti H2O2 yang sangat

toksik, iNOS mengkatalisis L-arginin menjadi sitrulin dan NO yang selanjutnya

dapat dimetabolisir menjadi reactive nitrogen intermediates (RNI) (Torres, et al.,

2000). NOS terdiri dari tiga bentuk isoform yang dibedakan atas pola ekspresi dan

kebutuhan kalsium yaitu : neural nitric oxide synthase (nNOS), endothelial nitric

oxid synthase (eNOS) and inducible nitric oxide synthase (iNOS). nNOS dan

eNOS diatur oleh suatu kompleks kalsium/calmodulin, sedangkan iNOS

merupakan suatu enzym Ca2+ independents. Bentuk isoform utama yang

diekspresikan dalam makrofag adalah NOS2, dikenal sebagai iNOS yang

menginduksi ekspresi NO, isoform tersebut mengaktifkan kalsium pada resting

cell dan mengontrol produksi NO, sedangkan ekspresi iNOS diatur oleh kalium

dan sintesis NO makrofag (Kil, et al., 2011; Yannick, et al., 2011; Haanwinckel,

et al., 2011).

26
Universitas Sumatera Utara
NOS akan berikatan dengan molekul kofaktor tetrahidrobiopterin dan

dengan bantuan O2, ikatan NOS dan kofaktor ini akan mengubah L-arginin

menjadi sitrulin dan NO. NO mempunyai antimikroba yang penting terhadap

bakteri seperti salmonella. Respon imun Th1 yang didominasi oleh IFN, TNF dan

IL-12 bersama NO merupakan efektor terhadap Salmonella typhimurium. Hasil

autooksidasi NO seperti NO2, N2O3 dan s-nitrosotiol juga akan meningkatkan

potensi sitotoksisitas. Selain reaksi tersebut diatas, sinergi ROI dengan RNI dapat

membentuk spesies antimikroba yang lebih toksik, misalnya NO bereaksi dengan

singlet oxygen membentuk peroksinitri (ONOO-) suatu oksidan yang dapat

merusak lipid, protein dan DNA bakteri. Peroksinitrit ini dapat meningkatkan

daya bunuh makrofag terhadap salmonella (Surati, 2012).

2.3.2 Respon imun adaptif

Respon imun spesifik terdiri dari respon imun seluler (cell-mediated

immunity) dan respon imun humoral. Perbedaan kedua respon imun tersebut

terletak pada molekul yang berperan dalam melawan agen infektif, namun tujuan

utamanya sama yaitu untuk menghilangkan antigen (Benjamini, et al., 2000).

Respon imun seluler diperlukan untuk melawan mikroba yang berada di dalam sel

(intraseluler) seperti virus dan bakteri. Respon ini dimediasi oleh limfosit T (sel

T) dan berperan mendukung penghancuran mikroba yang berada di dalam fagosit

dan membunuh sel yang terinfeksi. Beberapa sel T juga berkontribusi dalam

eradikasi mikroba ekstraseluler dengan merekrut leukosit yang menghancurkan

patogen dan membantu sel B membuat antibodi yang efektif (Abbas et al., 2016).

Agen infektif yang berada di luar sel dapat dilawan dengan respon imun

humoral. Respon ini dimediasi oleh serum antibodi, suatu protein yang

27
Universitas Sumatera Utara
disekresikan oleh sel B (Benjamini, et al., 2000). Sel B berdiferensiasi menjadi

satu klon sel plasma yang memproduksi dan melepaskan antibodi spesifik ke

dalam darah serta membentuk klon sel B memori. Sel B menghasilkan antibodi

yang spesifik untuk antigen tertentu. Antibodi ini berikatan dengan antigen

membentuk suatu kompleks antigen-antibodi yang dapat mengaktivasi

komplemen dan mengakibatkan hancurnya antigen tersebut (Kresno, 1996).

Respon imun humoral ada dalam darah dan cairan sekresi seperti mukosa,

saliva, air mata dan ASI. Elemen lain yang berperan penting dalam respon imun

humoral adalah sistem komplemen. Sistem komplemen diaktivasi oleh reaksi

antara antigen dan antibodi. Ketika aktif sistem komplemen akan melisiskan sel

target atau meningkatkan kemampuan fagositosis sel fagosit (Benjamini, et al.,

2000). Interaksi respon imun seluler dengan humoral disebut antibody dependent

cell mediated cytotoxicity (ADCC) karena sitolisis baru terjadi bila dibantu

antibodi. Dalam hal ini antibodi berfungsi melapisi antigen sasaran sehingga sel

NK dapat melekat pada sel atau antigen sasaran dan menghancurkannya (Kresno,

1996).

2.4 Imunomodulator

Modulasi respon sistem imun diperlukan dalam pengelolaan dan

perawatan penyakit tertentu. immunommodulasi adalah proses modifikasi respon

imun dengan pemberian obat atau senyawa. Imunomodulator adalah zat yang

digunakan untuk memodulasi komponen sistem kekebalan tubuh, termasuk respon

imun bawaan dan adaptif dan menjaga mereka dalam kondisi yang sangat siap

dalam ancaman yang datang. Mereka merangsang atau menekan sistem imun

28
Universitas Sumatera Utara
tubuh menjadi kondisi yang seimbang, sehingga respons imun meningkat. Dalam

keadaan sangat siap, patogen dan antigen lainnya yang masuk ke tubuh tidak

memiliki waktu untuk membangun kekuatan sebelum sistem imun menyerang

antigen. Banyak zat biologis atau sintetis telah diidentifikasi sebagai agen yang

dapat merangsang, menekan atau memodulasi sistem kekebalan tubuh termasuk

respon imun adaptif dan bawaan seperti interferon-γ, steroid, sitokinin, dan

interleukin. Secara klinis imunomodulator dapat dikelompokkan menjadi tiga

kategori berikut (Saroj, et al., 2012).

2.4.1 Imunostimulasi

Imunostimulasi disebut juga imunopotensiasi adalah cara memperbaiki

fungsi sistem imun dengan menggunakan bahan yang merangsang sistem tersebut.

Pada individu sehat, imunostimulan diharapkan dapat berfungsi sebagai agen

profilaksis dan promotor seperti imunopotensioterapi dengan meningkatkan

tingkat respons imun dasar, dan pada individu dengan penurunan respon imun

sebagai agen imunoterapi (Saroj, et al., 2012). Imunostimulan agen yang

meningkatkan atau merangsang sistem kekebalan tubuh digunakan dalam

penyakit imunodefisiensi (Ilyas, et al., 2016).

2.4.2 Imunosupresi

Merupakan suatu tindakan untuk menekan respons imun. Kegunaannya di

klinik terutama pada transplantasi untuk mencegah reaksi penolakan dan pada

berbagai penyakit inflamasi yang menimbulkan kerusakan atau gejala sistemik,

seperti autoimun atau autoinflamasi (Wiedosari, 2007; Ilyas, et al., 2016).

29
Universitas Sumatera Utara
2.4.3 Imunoadjuvant

Agen ini digunakan untuk meningkatkan khasiat vaksin dan oleh karena

itu dapat dianggap sebagai stimulan kekebalan spesifik, misalnya, Freund's

penggunaan ajuvan dalam vaksinasi bacillus calemette guérin (BCG) (Ilyas, et al.,

2016).

2.5 Metode uji aktivitas imunomodulator

Berbagai metode telah dilakukan untuk pengujian aktivitas

imunomodulator baik secara in vitro maupun secara in vivo yang dilakukan

terhadap berbagai bahan alam terlampir dalam Tabel. 2.2

Tabel. 2.2 Uji aktivitas imunomodulator dari berbagai bahan alam

Sampel
Refe
NO dan Hasil Pengujian
rensi
Metode
1 -Panax Dalam penelitian ini, 4 fraksi polisakarida yang ditetapkan Zhe
ginseng sebagai RGP1, RGP2, RGP3, dan RGP4 diisolasi dari ng,
C.A. ginseng merah dengan kromatografi selulosa DEAE-52, dan et
Meyer menyelidiki aktivitas imunomodulator pada sel makrofag. al.,
Hasil ini memberikan bukti bahwa fraksi polisakarida netral 2017
- In vitro RGP1 dan RGP2 memiliki aktivitas imunomodulator yang
signifikan dan dapat dieksplorasi sebagai agen
imunomodulasi alami yang menjanjikan yang digunakan
dalam makanan fungsional atau obat-obatan.
2 -Gynura Semua sampel menghambat respon imun alami yang diuji Yua
segetum kecuali ekspresi CD 18 pada permukaan leukosit. Sampel, n
8,8 '- (ethene-1,2-diyl)–dinaphtalene-1,4,5-triol menujukkan dani,
-In vitro penghambatan yang kuat pada kemotaksis, fagositosis, ROS et
dan pelepasan NO. Senyawa ini menujukkan penghambatan al.,
yang sangat kuat terhadap aktivitas ROS dan kemotaksis 2017
dengan nilai IC50 lebih rendah daripada kontrol positif,
aspirin dan ibuprofen. 4,5,4'-Trihydroxy chalcone menun-
jukkan aktivitas immunosupresif terkuat pada percambahan
limfosit (nilai IC50 1.52 μM) dan pada pelepasan IL-1β (nilai
IC50 6.69 μM). Sementara itu rutin adalah sampel paling ku-
at terhadap pelepasan TNF-α dari monosit (IC50, 16.96 μM).
3 -Annona Bahan aktif dalam ekstrak daun Graviola (GE) telah dikenal Kim,
muricata sebagai kaempferol-3-O-rutinoside dan quercetin-3-O- et

30
Universitas Sumatera Utara
(Graviol rutinoside oleh LC-MS / MS. Apabila diuji dengan steam al.,
a) atau 50% etanol GE, morfologi sel telah diubah pada 2016
permulaan diferensiasi sel. Walaupun daya tahan sel tidak
-In vitro diubah oleh GE steam, ia direduksi oleh GE etanol. Kedua-
dua steam dan GE etanol mendorong ekspresi transkripasi
sitokin, termasuk TNF-α dan interleukin-1β tetapi hanya
ekstrak steam yang dapat di upregulasi oleh nitric oxide
synthase (iNOS). Dalam konsisten dengan ekspresi mRNA,
pengeluaran TNF-α dan nitrite dinaikkan oleh kedua ekstrak
steam dan ekstrak etanol daun Graviola. Ini disebabkan oleh
pengaktifan saluran signal kinase protein (MAP) diaktifkan
mitogen. Hasil ini menunjukkan bahwa daun Graviola
meningkatkan imunitas dengan mengaktifkan jalur kinase
MAP. Sifat bioaktif Graviola ini menunjukkan potensinya
sebagai ramuan kesehatan untuk meningkatkan sistem imun.
4 -Dryop Efek senyawa kaempferol 3-a-L- (4-O-acetyl) rhamno Chi,
teris pyranoside-7-a-rhamnopyranoside (SA) yang diisolasi dari et
crassirhi Dryopteris crassirhizoma terhadap ekspresi gen terkait keke- al.,
zoma balan pada Ctenophary ngodon idella head kidney macro- 2016
phages (CIHKM) ). Ekspresi gen terkait kekebalan (IL-1�,
-In vitro, TNF-�, MyD88, dan Mx1) diselidiki menggunakan PCR
In vivo realtime. Gen IL-1� menunjukkan ekspresi yang signifikan
pada 2 dan 8 jam setelah paparan 1-10 �gmL-1 SA. SA juga
menginduksi ekspresi gen dari sitokin seperti MyD88, Mx1,
dan TNF-�. Selanjutnya, parameter kekebalan diting-katkan
dalam ikan mas rumput mengkonfirmasi aktivitas imuno-
modulator SA. Senyawa ini tidak memiliki efek toksik pada
sel CIHKM yang diuji dengan tes MTT. Selain itu, ikan
yang diimunisasi dengan 10 �gmL-1 dari SA menunjukkan
resistensi maksimum terhadap infeksi Aeromonas hydro-
phila. Hasil ini menunjukkan bahwa SA memiliki potensi
untuk merangsang respon imun pada ikan mas rumput.
5 -Penggu Analisis respon imun selular dengan mengukur pengeluaran Mart
naan IFN-γ oleh ELISPOT, respon imun humoral dgn mengukur inez,
kodon jumlah IgG dan IgG2a / IgG1 nisbah oleh ELISA, dan profil et
vaksin sitokin TH1 dan TH2 oleh ELISA, dalam tikus yang diimu- al.,
virus nisasi formulasi vaksin. Formulasi vaksin yang diusulkan 2015
A27L meningkat kan produksi vaksin-mediated IFN-γ pada limpa
tikus, dan meningkatkan kekebalan humoral dengan respon
-In vivo bias TH1. Juga, vaksin kami menginduksi lingkungan
sitokin TH1, yang penting melawan infeksi virus. Hasil ini
mendukung upaya untuk menemukan mekanisme baru untuk
meningkatkan respon imun terhadap cacar, melalui
penerapan platform vaksinasi DNA bebas virus yang aman.
6 -Picria Ekstrak etanol daun poguntano memiliki aktivitas Dali
fel-terrae imunomodulator yang telah dilakukan pengujian mun
menggunakan metode Delayed Type Hypersensitivity the,
-In vivo Response (DTH) dengan membandingkan derajat et

31
Universitas Sumatera Utara
pembengkakan (inflamasi) kelompok hewan perlakuan al.,
2011
7 -Morus Potensi immunoenhancing dari ekstrak air dari Mori folium Kwo
alba (WEMF) pada makrofag murine RAW 264.7. WEMF secara n, et
signifikan merangsang produksi NO dan PGE 2 sebagai al.,
-In vitro parameter respon imun pada konsentrasi non sitotoksik, yang 2016
dikaitkan dengan peningkatan ekspresi NO synthase dan
COX-2 yang dapat diinduksi. Pelepasan dan ekspresi sitokin,
seperti TNF-α, IL-1β, IL-6, dan IL-10, juga meningkat
secara signifikan sebagai tanggapan terhadap pengobatan
dengan WEMF. Selain itu, WEMF mempromosikan
diferensiasi makrofag sel RAW264.7 dan aktivitas
fagositosis yang dihasilkan. WEMF memiliki potensi untuk
memodulasi fungsi kekebalan tubuh dengan mengatur
parameter imunologi.

Metode yang dilakukan secara in vitro antara lain:

a. MTT assay

Metode MTT adalah salah satu uji sitotoksisitas yang bersifat kuantitatif.

Uji sitotoksisitas dengan metode MTT didasarkan pada aktivitas enzim yang dapat

diukur secara kolorimetri. Metode ini cepat, sensitif, akurat dan sejumlah besar

sampel dapat diuji secara otomatis menggunakan spektrofotometer. Metode ini

mengukur sel yang hidup (baik yang masih membelah ataupun tidak membelah)

(Freshney, 2000). Uji ini berdasarkan pengukuran intensitas warna (kolorimetri)

yang terjadi sebagai hasil metabolisme suatu substrat oleh sel hidup menjadi

produk berwarna. Pada uji ini digunakan garam MTT. Garam ini akan terlibat

pada kerja enzim dehydrogenase. MTT akan direduksi menjadi formazan oleh

sistem reduktase suksinat tetrazolium yang termasuk dalam mitokondria dari sel

hidup (Cree, 2011).

b. Pereaksi Griess

Reaksi Griess pertama kali dideskripsikan pada tahun 1879 karena

kemudahannya reaksi Griess telah digunakan secara luas pada analisa sampel

32
Universitas Sumatera Utara
biologis seperti plasma, serum, urin, cairan serebrospinal dan saliva. Pada metode

ini, nitrit ditambahkan dengan reagen pendiazotasi seperti sulfanilamid dalam

media asam untuk membentuk garam diazonium sementara. Hasil antara ini

kemudian direaksikan dengan reagen pengkopel, N-naftil-etilendiamin (NED),

untuk membentuk senyawa azo yang stabil. Warna ungu yang dihasilkan

memungkinkan untuk analisa nitrit dengan tingkat sensitivitas yang tinggi (Sun, et

al., 2003).

c. Metode RT-PCR

Reaksi berantai polymerase (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah

suatu metode enzimatis untuk melipatgandakan secara eksponensial suatu sekuen

nukleotida tertentu dengan cara in vitro. Salah satu metode PCR yaitu Reverse

Transcriptase-PCR. Teknik ini dikembangkan untuk melakukan analisis terhadap

molekul RNA hasil transkripsi yang terdapat dalam jumlah sangat sedikit di

dalam sel. Hal ini karena PCR tidak dapat dilakukan dengan menggunakan RNA

sebagai cetakan maka terlebih dahulu dilakukan proses transkripsi balik (reverse

transcription) terhadap molekul mRNA sehingga diperoleh molekul cDNA

(complementary DNA). Molekul cDNA tersebut kemudian digunakan sebagai

cetakan dalam proses PCR. Teknik ini digunakan untuk mendeteksi ekspresi gen,

untuk amplifikasi RNA sebelum dilakukan cloning dan analisis, maupun untuk

diagnosis agensia infektif maupun penyakit genetik (Yuwono, 2006).

d. Imunoelektroforesis

Metode ini sering digunakan sebagai pengganti Ouchterlony Double

Diffusion untuk mendapatkan presipitasi yang murni pada komplek campuran

antigen. Proses ini pertama antigen dielektroforesis melalui gel agrose dan

33
Universitas Sumatera Utara
selanjutnya diberikan kesempatan difusi menuju kedepan pada antiserum untuk

membentuk band presipitasi karena sampel terpisahkan dengan elektroforesis

sebelum berikatan dengan antibodi. Beberapa antigen dapat mengidentifikasi

antiserum polispesifik yang digunakan. Oleh karena itu imunoelektroforesis

sering digunakan untuk pengidentifikasian secara tentatif dari antigen campuran

yang tidak diketahui pada saat purifikasi (Rantam, 2003).

2.6 Kultur Sel

Teknik kultur sel adalah salah satu teknik yang digunakan untuk

mengembangbiakkan sel diluar tubuh atau dikenal sebagai salah satu teknik in

vitro. Pada teknik kultur, spesifisitas sel harus diperhatikan karena pada awalnya

didalam tubuh, sel-sel bekerja secara integritas dalam suatu jaringan, sedangkan

dalam kultur, sel terpisah-pisah. Selain itu, teknik ini harus dilakukan dalam

kondisi steril karena sel tumbuh lebih lambat dari pada kontaminan (Freshney,

2000). Fungsi utama media pada teknik kultur sel adalah untuk mempertahankan

pH dan osmolalitas essensial untuk viabilitas sel serta penyedia nutrisi dan energi

yang dibutuhkan untuk multiplikasi dan pertumbuhan sel. Media untuk

pertumbuhan sel harus mengandung asam amino, vitamin, glukosa, garam,

berbagai suplemen organik seperti protein, peptida, nukleosida dan lipid serta

hormon dan faktor pertumbuhan. Kultur sel secara in vitro membutuhkan kondisi

lingkungan yang sama dengan keadaan di dalam tubuh. Kondisi tersebut akan

mempengaruhi proses biologis yang terjadi dalam kultur sel, sehingga dapat

berlangsung mendekati keadaan sebenarnya. Pendekatan terhadap kondisi

lingkungan tubuh tersebut diperoleh dengan aplikasi media pertumbuhan, pH serta

34
Universitas Sumatera Utara
fase gas yang sesuai untuk pertumbuhan sel. Pengamatan terhadap proses

pertumbuhan sel secara in vitro memiliki beberapa kelebihan dibanding metode in

vivo antara lain; keadaan lingkungan pertumbuhan dapat stabil karena diamati

secara langsung, selain itu karakteristik dari sel yang ingin ditumbuhkan dapat

diatur (Harison and Freshney, 1997).

2.7 Sel RAW 264.7

Sel RAW 264.7 merupakan suatu monocyte-machrophage cell line yang

banyak digunakan dalam penelitian tentang sistem imun karena mirip dengan

makrofag yang diproduksi sumsum tulang belakang (Bergaus, et al., 2009).

Makrofag memiliki peranan penting dalam sistem imun, makrofag terutama

berasal dari sel prekursor sumsum tulang belakang, dari promonosit yang

membelah menghasilkan monosit yang beredar dalam darah. Makrofag juga

menelan (fagosit) antigen dan menyajikan kepada sel-sel berdekatan secara

imunokompeten (limfosit dan sel plasma) (Kresno 2000).

Sel RAW 264.7 berasal dari Mus musculus, mencit atau yang diinduksi

oleh virus leukemia murine Abelson. Strain sel RAW 264.7 adalah BALB/c.

Metode kultur sel RAW 264.7 menggunakan media pertumbuhan lengkap sebagai

media dasar untuk sel ini adalah ATCC-formulated Dulbecco's Modified Eagle's

Medium, Catalog No. 30-2002. Untuk membuat media pertumbuhan yang

lengkap, tambahkan komponen berikut ke medium dasar: bovin serum sampai

kosentrasi akhir 10%, kemudian subkultur disiapkan dengan cara dikorek. Untuk

labu 75 cm2, bersihkan semua kecuali media kultur 10 mL (perhatikan jumlah

yang sesuai untuk bejana kultur lainnya). Corning®T-75 flask (catalog#430.641)

35
Universitas Sumatera Utara
direkomendasikan untuk subkultur produk ini. Lepaskan sel dari substrat flask

dengan penggerak sel; aspirasi dan tambahkan aliquot yang sesuai dari suspensi

sel ke dalam bejana kultur baru. Rasio subkultur yang direkomendasikan 1:3

hingga 1:6. Medium renewal: ganti atau tambah media setiap 2 sampai 3 hari

(ATCC, 2017).

2.8 Uraian Tumbuhan

Uraian tumbuhan meliputi sistematika tumbuhan, nama daerah, nama

asing, morfologi tumbuhan dan khasiat tumbuhan.

2.8.1 Sistematika tumbuhan

Sistematika tumbuhan poguntano menurut LIPI (2016), adalah sebagai

berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Lamiales

Famili : Linderniaceae

Genus : Picria

Spesies : Picria fel-terrae

Sinonim : Curanga amara Vahl., Curanga amara Juss., Curania amara

R&S., Gratiola amara Roxb., Picria fel-terrae Lour., dan

Torenia cardiosepala Benth (Anonim, 2014).

36
Universitas Sumatera Utara
2.8.2 Nama daerah

Nama daerah dari tumbuhan ini adalah poguntano, pugun tana, pogon

tanoh (Dairi), tamah daun kukurang, raheut (Sunda), daun kukurang (Maluku) dan

papaita (Ternate) (Anonim, 2015).

2.8.3 Nama asing

Nama asing dari tumbuhan ini Kong saden, Pu:n (Laos), Hempedu tanah,

Gelumak susu, Rumput kerak nasi (Malaysia), M[aaj]t d[aas]t, Thanh (Vietnam),

Sagai-uak (Filiphina) (Anonim, 2015).

2.8.4 Morfologi tumbuhan

Poguntano merupakan herba tahunan, tinggi sekitar ±40 cm, batang

dengan cabang yang jarang, tegak, segiempat, berakar, berbulu halus yang padat.

Daun tunggal berhadapan, bundar telur, pangkal daun membaji sampai

membundar, ujung daun agak melancip, tepi daun beringgitan, berbulu halus.

Pembungaan berupa tandan di ujung atau di batang, jumlah bunga 2-16, daun

gagang kecil, melanset, mahkota bunga bentuk tabung, berbibir rangkap, gundul

bagian luar, bagian dalam ada kelenjar bulu, bibir atas berwarna coklat kemerah-

merahan, bibir bagian bawah berwarna putih. Buah kapsul lonjong, padat,

berkatup dua, dengan beberapa biji. Biji membulat, diameter sekitar 0,6 mm

(Anonim, 2015).

2.8.5 Khasiat tumbuhan

Tumbuhan Poguntano (Picria fel-terrae Lour) telah dilakukan berbagai

penyelidikan farmakologis modern, diantaranya menunjukkan bahwa ekstrak

Picria fel-terrae Lour berperan sebagai diuretik, antipiretik, hepatoprotektif,

kardioprotektif, antidiabetes, antikanker, antidiabetes, antioksidan, antiinflamasi,

37
Universitas Sumatera Utara
anthelmintik dan analgesik serta memiliki aktivitas imunomodulator (Dalimunthe,

et al., 2015; Huang, et al., 1994; Dalimunthe, et al., 2011; Thuan, et al., 2007;

Zou, et al., 2005; Harfina, et al., 2012; Sitorus, et al., 2014;. Sihotang, et al., 2016;

Patilaya dan Husori 2015). Selain itu, Picria fel-terrae menghambat hepatitis B

(HB) e-antigen diekskresikan oleh cell line HepG2 2215 menimbulkan aktivitas

antivirus HB (Zeng, et al., 2010). Picria fel-terrae Lour bisa dikembangkan

sebagai kokemoterapi regimen untuk kanker payudara dengan menginduksi

apoptosis dan menghambat siklus sel dan menekan ekspresi cyclin D1 dan BCl-2

(Satria, et al., 2015; Lestari, et al., 2013) dan studi terbaru ekstrak etilasetat herba

poguntano memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi dan aktivitas antiproliferatif

(Satria, et al., 2017).

2.9 Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang belum

mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan

alam yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan atas simplisia nabati, simplisia

hewani dan simplisia mineral (Depkes, 1979). Simplisia tumbuhan obat

merupakan bahan baku proses pembuatan ekstrak, baik sebagai bahan obat atau

sebagai produk. Ekstrak tumbuhan obat dapat berfungsi sebagai bahan baku obat

tradisional atau sebagai produk yang dibuat dari simplisia (Depkes, 2000).

Pembuatan serbuk simplisia merupakan proses awal pembuatan ekstrak.

Serbuk simplisia dibuat dari simplisia utuh atau potongan-potongan halus

simplisia yang sudah dikeringkan melalui proses pembuatan serbuk dengan suatu

alat tanpa menyebabkan kerusakan atau kehilangan kandungan kimia yang

38
Universitas Sumatera Utara
dibutuhkan dan diayak hingga diperoleh serbuk dengan derajat kehalusan tertentu.

Derajat kehalusan serbuk simplisia terdiri dari serbuk sangat kasar, kasar, agak

kasar, halus dan sangat halus. Kecuali dinyatakan lain, derajat kehalusan serbuk

simplisia untuk pembuatan ekstrak merupakan serbuk simplisia harus seperti

tertera pada pengayak dan derajat halus serbuk (Depkes, 2013).

2.10 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu cara menarik kandungan senyawa kimia dari

simplisia nabati atau hewani dengan pelarut yang sesuai sehingga terpisah dari

bahan yang tidak dapat larut, sebelum ekstraksi dilakukan biasanya bahan-bahan

dikeringkan terlebih dahulu kemudian dihaluskan pada derajat kehalusan tertentu

(Harborne, 1987). Ekstraksi adalah proses penarikan kandungan kimia yang dapat

larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dalam pelarut. Simplisia yang

diekstraksi mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak

dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain (Depkes, 2000).

Menurut Depkes RI (2000), Beberapa metode ekstraksi yang sering

digunakan dalam berbagai penelitian antara lain :

2.10.1 Cara dingin

Ekstraksi dengan menggunakan pelarut terdiri dari 2 cara yaitu:

a. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan

pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur

ruangan (kamar) sedangkan remaserasi merupakan pengulangan penambahan

pelarut setelah dilakukan pengeringan maserat pertama (Depkes, 2000).

39
Universitas Sumatera Utara
Maserasi dapat dilakukan dengan cara menurut Farmakope Herbal

Indonesia Suplemen III (2013) yaitu satu bagian serbuk kering simplisia

dimasukkan ke dalam maserator, tambahkan 10 bagian pelarut. Rendam selama 6

jam pertama sambil sekali-sekali diaduk, kemudian diamkan selama 18 jam.

Pisahkan maserat dengan cara pengendapan, sentrifugasi, dekantasi atau filtrasi.

Ulangi proses penyarian sekurang-kurangnya dua kali dengan jenis dan jumlah

pelarut yang sama. Kumpulkan semua maserat, kemudian uapkan dengan penguap

vakum atau penguap tekanan rendah hingga diperoleh ekstrak kental. Hitung

rendemen yang diperoleh yaitu persentase bobot (b/b) antara rendemen dengan

bobot serbuk simplisia yang digunakan dengan penimbangan. Rendemen harus

mencapai angka sekurang-kurangnya sebagaimana ditetapkan pada masing-

masing monografi ekstrak (Depkes, 2013).

b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru

sampai terjadi penyarian sempurna yang pada umumnya dilakukan pada suhu

kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahapan penyiapan bahan, tahap perendaman

antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus

menerus sampai diperoleh perkolat. Serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu

bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari

dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan

melarutkan zat aktif dari sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh.

Gerak ke bawah disebabkan oleh adanya kekuatan gaya beratnya sendiri dan

cairan di atasnya, dikurangi dengan gaya kapiler yang cenderung untuk menahan.

40
Universitas Sumatera Utara
Untuk menentukan akhir perkolasi, dilakukan pemeriksaan zat aktif secara

kualitatif pada perkolat terakhir (Depkes, 2000).

2.10.2 Cara Panas

a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dengan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan

adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu

pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

b. Digesti

Digesti adalah ekstraksi dengan pengadukkan pada temperatur yang lebih

tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-

500C.

c. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru,

dilakukan dengan menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi dengan

jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

d. Infundasi

Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas

air, temperatur 900C selama 15 menit, hasilnya disebut infus.

e. Dekoktasi.

Dekoktasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut

air pada temperatur sampai titik didih air, yakni 30 menit pada suhu 90-1000C

(Depkes, 2000).

41
Universitas Sumatera Utara
2.11 Kerangka Teori Penelitian

Berdasarkan teori yang telah dipaparkan pada tinjauan pustaka maka dapat

disusun kerangka teori penelitian yang menjelaskan bahwa dengan pemberian

LPS terhadap sel makrofag akan mengalami aktivasi sehingga menghasilkan

makrofag teraktivasi. Makrofag yang teraktivasi akan melepaskan beberapa

mediator inflamasi yaitu TNF-α, IL-1β, IL-6 yang dapat merangsang terjadinya

inflamasi. Makrofag yang teraktivasi juga mengalami proses fagositosis untuk

membunuh mikroba dengan menghasilkan ROS dan RNS. ROS akan merangsang

mediator inflamasi dalam terjadinya inflamasi. RNS yang dihasilkan yaitu NO

yang disintesis oleh iNOS. NO yang dihasilkan secara berlebihan akan mengalami

inflamasi. Hal ini secara keseluruhan merupakan respon imun alami tubuh

terhadap antigen tetapi jika aktivasi berlebihan maka akan terjadi gangguan sistem

imun. Dengan demikian pemberian ekstrak herba poguntano yang mengandung

zat aktif apigenin, luteolin dan β-sitosterol didalam ekstrak tersebut sehingga

dapat menghambat ekspresi TNF-α, IL-1β, IL-6 dan iNOS dan dapat menurunkan

produksi NO. Hal ini dapat digambarkan pada Gambar. 2.3.

42
Universitas Sumatera Utara
Rebusan daun sungkai Pengembangan Produk
(Peronema canescens) Farmakoterapi COVID-19

Flavonoid, Steroid,
Terpenoid, Saponin,
Tanin, dan Fenolik
Leukosit dan
Immunomodulator Sel Fagosit
(Neutrofil, Makrofag)

Makrofag
teraktivasi

Mediator Proses
Inflamasi Fagositosis

IL-1β IL-6 TNF-α

Membunuh
SarsCoV-2

Inflamasi

IL-6 : Interleukin 6 : Menghambat aktivitas


IL-1β : Interleukin 1 beta berlebihan
TNF-α : Tumor Necrosis Factor alpha : Mengaktivasi/ Merangsang
: tidak diteliti : Melepaskan/ Menghasilkan
: diteliti

Gambar. 2.3 Kerangka teori penelitian

43
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan secara eksperimental untuk mengetahui aktivitas

imunomodulator ekstrak herba poguntano secara in vitro terhadap sel RAW 264.7.

Tahap penelitian meliputi pengumpulan dan pembuatan simplisia dan ekstrak,

pembuatan ekstrak n-heksana (ENHP), etilasetat (EEAHP) dan ekstrak etanol

herba poguntano (EEHP) dilakukan di laboratorium Farmakognosi, Fakultas

Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan. Analisis viabilitas sel, kadar NO

dan penentuan ekspresi iNOS, TNF-α, IL-1β dan IL-6 yang dilakukan di

Laboratorium Parasitologi dan Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat laboratorium,

autoclave (Hirayama), blender (Philips), chamber (Camag), conical tube (Thermo

Scientific), elektroforesis (BioRad), falcon tube, (Thermo Scientific), Gel Doc

(Syngene), inkubator CO2 (Heraceus), Laminar Air Flow (Labconco), microscope

inverted (Olympus), microplate reader (Bio Rad), mikropipet (Eppendorf),

microwave (Panasonic), nanovue plus (fisher scientific), neubauer hemocytometer

(Hausser Scientific), neraca listrik (Vibra AJ), oven (Memmert), penangas air

(Yenaco), PCR (ProFlex, Applied Biosystems), sentrifugator (Eppendorf), rotary

evaporator (Stuart), vortex (IKA), 6-well plate (Iwaki), 96-wells plate (Iwaki).

44
Universitas Sumatera Utara
3.1.2 Bahan-bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah herba poguntano. Bahan

kimia yang digunakan kecuali dinyatakan lain adalah berkualitas pro analisis,

yaitu klorofom, methanol, asam asetat, asam sulfat, n-butanol, FeCl3 sedangkan n-

heksana, etilasetat dan etanol 96% (teknis). Sel RAW 264.7 yang merupakan

koleksi Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran UGM, media penumbuh

Dulbecco’s Modified Eagle’s Medium (DMEM) (Biowest), Fetal Bovine Serum

(FBS) 10% (v/v) (Gibco), penisilin-streptomisin 2% (v/v) (Gibco), Fungizone

(Amphotericin B) (Sigma), Hepes, NaHCO3 HCl, NaOH, NaNO3 (Sigma).

Aquabides steril, Pereaksi Griess (Sigma), Deksametason (Harsen), 0,25%

Tripsin-EDTA (Gibco), Lipopolisakarida (Sigma), MTT [3-(4,5-dimetiltiazol-2-

il)-2,5difeniltetrazolium bromida] (Sigma), phosfat buffer saline (PBS) (Irvine

Scientific), natrium dodesil sulfat (SDS) dalam HCl 0,1 N, Total RNa kit

(Geneaid), Rever Tra-Ace (Toyobo), wash buffer, DNase, RNase bebas air, primer

iNOS, primer IL-6, primer TNF-α, primer IL-1β, GoTaq®Green Master Mix

(Promega), TBE (Vivantis), agarosa (Promega), FluoroVue (Smobio), DNA

ladder 100 bp (Smobio), plat lapis silica gel 60 F254 (Merck).

3.2 Penyiapan Bahan Tumbuhan

Penyiapan bahan tumbuhan meliputi pengumpulan bahan tumbuhan,

pembuatan simplisia dan ekstrak herba poguntano (Picria fel-terrae Lour.).

3.2.1 Pengumpulan bahan tumbuhan

Pengumpulan bahan tumbuhan dilakukan secara purposif yaitu tanpa

membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel yang

45
Universitas Sumatera Utara
digunakan adalah herba Poguntano (Picria fel-terrae Lour.) yang diambil dari

daerah Desa Tiga Lingga, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara.

3.2.2 Identifikasi tumbuhan

Identifikasi tumbuhan telah dilakukan pada Pusat Penelitian Biologi,

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor.

3.2.3 Pembuatan simplisia herba poguntano

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah herba poguntano yang

telah dikumpulkan dan dicuci bersih dengan air mengalir, kemudian ditiriskan lalu

disebarkan diatas kertas dibiarkan hingga airnya terserap, setelah itu bahan

ditimbang dan dipotong-potong. Kemudian bahan dikeringkan dengan cara

dimasukkan dalam lemari pengering. Berat dari bahan yang kering ditimbang.

Selanjutnya disimpan dalam kantung plastik kedap udara ditempat yang

terlindung dari sinar matahari (Depkes, 1985).

3.2.4 Pembuatan ekstrak herba poguntano

Pembuatan ekstrak dilakukan secara maserasi bertingkat, yaitu serbuk

simplisia dengan perbandingan tertentu direndam dengan cairan penyari berturut-

turut n-heksana, etilasetat dan etanol 96%. Serbuk simplisia dimaserasi dengan

pelarut n-heksana sebanyak tiga kali, kemudian serbuk yang sama dimaserasi lagi

dengan pelarut etilasetat sebanyak tiga kali dan terakhir serbuk tersebut

dimaserasi kembali dengan pelarut etanol 96% sebanyak tiga kali.

Masukkan 500 g serbuk kering simplisia ke dalam wadah maserasi,

ditambahkan 5 L pelarut, lalu direndam selama 6 jam pertama sambil sekali-sekali

diaduk, kemudian didiamkan selama 18 jam. Maserat dipisahkan dengan cara

dienaptuangkan dan disaring. Proses penyarian dilakukan sebanyak 3 kali dengan

46
Universitas Sumatera Utara
jenis dan jumlah pelarut yang sama. Semua maserat dikumpulkan kemudian

diuapkan dengan rotary evaporator sampai diperoleh diperoleh ekstrak kental

(Depkes, 2013).

3.2.5 Pemeriksaan skrining fitokimia

Pemeriksaan skrining fitokimia pada ekstrak n-heksana, etilasetat, etanol

herba poguntano dilakukan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT).

Sebanyak 100 mg ekstrak dilarutkan dalam 1 ml masing-masing pelarut ekstrak

tersebut kemudian ditotolkan pada fase diam. Fase diam yang digunakan yaitu

plat yang dilapisi dengan silika gel 60 F254 (Merck, Germany) berukuran 10x5 cm.

Selanjutnya plat dimasukkan kedalam chamber yang telah jenuh dengan uap fase

gerak. Fase gerak yang digunakan sesuai dengan pemeriksaan yang dilakukan.

Setelah pengembangan selesai plat dikeluarkan dan dikeringkan, lalu plat

disemprotkan dengan penampak bercak dan dipanaskan dalam oven pada suhu

110oC selama 5 menit lalu diamati perubahan warna yang terjadi.

a. Identifikasi Senyawa Alkaloid

Fase gerak kloroform-metanol-amonia (85:15:1), dengan penampak noda

Pereaksi Dragendorff. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya noda

berwarna jingga (Wagner and Bladt, 1996).

b. Identifikasi Senyawa Flavonoid

Fase gerak etilasetat-metanol-air (100:13,5:10), dengan penampak noda

pereaksi AlCl3 10%. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya noda

berwarna orange kekuningan atau kuning kehijauan (Wagner and Bladt, 1996).

47
Universitas Sumatera Utara
c. Identifikasi Senyawa Saponin

Fase gerak kloroform-asamasetat-metanol-air (11:6:2:1), dengan

penampak noda campuran pereaksi Metanol:asamsulfat:vanillin. Reaksi positif

ditunjukkan dengan terbentuknya noda berwarna kuning kecoklatan (Wagner and

Bladt, 1996).

d. Identifikasi Senyawa Tanin

Fase gerak kloroform-etilasetat-n-butanol-air (5:2:2:1), dengan penampak

noda Pereaksi FeCl3 10 %. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya noda

berwarna hijau kehitaman (Depkes, 2013).

e. Identifikasi Senyawa Glikosida

Fase gerak etilasetat-metanol-air (16:2:2), dengan penampak noda

Pereaksi asam sulfat 50%. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya noda

berwarna coklat/biru (Wagner and Bladt, 1996).

f. Identifikasi Senyawa Steroid/Triterpenoid

Fase gerak yang digunakan adalah n-heksan-etilasetat (8:2), dengan

penampak noda pereaksi Liberman-Buchard disertai dengan pemanasan pada suhu

105oC selama 5 menit. Reaksi positif steroid ditunjukkan dengan adanya noda

berwarna merah keunguan (Wagner and Bladt, 1996).

3.3 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam uji aktivitas ini, disterilkan terlebih dahulu

sebelum dipakai sehingga terhindar dari berbagai kontaminasi pengujian. Alat-alat

gelas dan plastik yang akan digunakan disterilkan di dalam autoklaf pada suhu

121oC selama 15 menit (Lay, 1994).

48
Universitas Sumatera Utara
3.4 Pembuatan Media

Pembuatan media yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu pembuatan

media pertumbuhan dan media kultur lengkap.

3.4.1 Pembuatan Media Pertumbuhan.

Komposisi : DMEM sachet, spesifikasi: GIBCO Lot No. 921956, dengan L-


glutamine tanpa NaHCO3, netto 10,4 gram.
Hepes 2g
NaHCO3 2g
HCl 1 N secukupnya
NaOH 1 N secukupnya
Aquabides steril ad 1 L

Cara pembuatan :

Sebanyak 1 sachet DMEM, 2 gram Hepes, dan 2 gram NaHCO 3

dimasukkan ke dalam erlenmeyer, tambahkan 800 mL aquabides steril,

homogenkan dengan menggunakan stirer magnet. Kemudian pH diukur dengan

pH meter (pH yang diinginkan adalah 7,2-7,4); untuk menyesuaikan pH dapat

digunakan HCl 1 N (bila larutan terlalu basa) atau NaOH 1 N (bila larutan terlalu

asam), tambahkan aquabidest steril sampai 1 L, lakukan sterilisasi dengan filter

vaccum didalam LAF (Laminar Air Flow), dipasang filter aparatus steril pada

botol duran 1 L steril, lakukan proses penyaringan dengan filter, aliquot media

ditampung dalam botol duran 500 mL, diberi identitas pada botol media (nama

media, tanggal pembuatan, expire date, dan nama pembuat), dan disimpan pada

suhu 2-8ºC (Sambrook, et al., 1989).

3.4.2 Pembuatan Media Kultur Lengkap (MK)

Komposisi : Fetal Bovine Serum (FBS) 10%


Penisilin-streptomisin 2%
Fungizone (Amphotericin B) 0,5%
DMEM ad 100 mL

49
Universitas Sumatera Utara
Cara pembuatan :

Campur semua bahan di atas, dan dilakukan di dalam LAF (Laminar Air

Flow), beri identitas pada botol MK (nama media, tanggal pembuatan, expire

date, dan nama pembuat), simpan pada suhu 2-8ºC (Sambrook, et al., 1989).

3.5 Penumbuhan Sel.

Persiapkan alat dan kondisikan bahan pada suhu ruangan, ambil 10 mL

media DMEM pada tabung konikel 15 mL, ambil ampul dari freezer -80ºC atau

tangki nitrogen dan cairkan pada suhu kamar, ambil suspensi sel dalam ampul,

masukkan tetes demi tetes kedalam media DMEM yang telah disiapkan,

sentrifuge pada 600 rpm selama 5 menit, buang supernatant dan tambahkan 4 mL

MK DMEM dan resuspensi hingga homogen. Transfer masing-masing 2 mL ke

dalam flask kultur baru. Ditambahkan 5 mL MK ke dalam masing-masing flask

kultur, dan homogenkan. Diamati kondisi sel dengan menggunakan inverted

microscope. Pastikan sel homogen pada seluruh permukaan flask kultur (tidak

menggerombol pada bagian tertentu). Beri identitas pada flask kultur, kemudian

simpan dalam inkubator CO2 (Doyle, 2000).

3.5.1 Subkultur Sel

Persiapan alat dan kondisikan bahan pada suhu ruangan, lakukan

pengerjaan pada LAF. Proses panen sel dilakukan dengan cara mengambil 500 μL

panenan sel dan masukkan ke dalam flask kultur. Ditambahkan 6 mL MK,

homogenkan. Diinkubasi sel pada inkubator CO2, diamati kondisi sel pada

keesokan harinya (Doyle, 2000).

50
Universitas Sumatera Utara
3.5.2 Panen Sel

Persiapkan alat dan kondisikan bahan pada suhu ruangan, amati kondisi

sel. Panen dilakukan apabila sel telah dalam kondisi 80% konfluen, semua

pekerjaan dilakukan pada LAF. Dibuang MK dari flask dengan mikropipet atau

pipet Pasteur, cuci sel 2 kali dengan 5 mL PBS (Phosphate Buffer salin),

tambahkan 300-500 μL Tripsin-EDTA 0,025% secara merata, kemudian inkubasi

di dalam inkubator CO2 selama ± 5 menit, dan tambahkan 4 mL MK untuk

menginaktifkan tripsin. Diresuspensi sel dengan mikropipet agar sel terlepas satu-

satu (tidak menggerombol). Diamati keadaan sel pada microscope inverted.

Diresuspensi sel kembali jika masih ada sel yang menggerombol lalu dipindahkan

sel ke dalam tabung konikel (Doyle, 2000).

3.5.3 Perhitungan Sel

Persiapkan alat dan kondisikan bahan pada suhu ruangan, ambil 10 μL

panenan sel dan pipetkan ke dalam hemositometer. Hitung jumlah sel dibawah

mikroskop dengan menggunakan counter. Hemositometer terdiri dari 4 kamar

hitung (A, B, C, dan D), setiap kamar hitung terdiri dari 16 kotak (Gambar 3.1).

Gambar 3.1 Hemositometer.

Hitung sel pada 4 kamar hemositometer, sel yang gelap (mati) dan sel

yang berada dibatas luar di sebelah kiri dan atas tidak ikut dihitung. Sel dibatas

kanan dan bawah ikut dihitung. Hitung jumlah sel/mL dengan rumus:

51
Universitas Sumatera Utara
∑∑∑∑4
∑=

Hitung jumlah total sel yang diperlukan. Misalnya untuk menanam sel

pada tiap susunan 96-well plate, maka jumlah total sel yang diperlukan adalah

5x103/sumuran X 100 sumuran (dibuat lebih) = 1x105 sel.

Hitung volume panenan sel yang diperlukan (dalam mL) dengan rumus:

Ambil volume panenan sel, transfer ke tabung konikel baru kemudian tambahkan

MK sampai total volume yang diperlukan (Doyle, 2000).

3.6 Pembuatan larutan uji

Ekstrak sampel uji ditimbang sebanyak 5 mg dalam polytube, kemudian

dilarutkan dalam dimetilsulfoksida (DMSO) sebanyak 100 μL, divortex agar

sampel terlarut sempurna kemudian dicukupkan dengan media kultur MK-DMEM

kemudian di buat pengenceran selanjutnya sampai diperoleh larutan uji dengan

konsentrasi 200 μg/mL, 100 μg/mL, 50 μg/mL, 25 μg/mL dan 12,5 μg/mL semua

pengenceran dilakukan dengan menggunakan MK-DMEM.

Deksametason 0,5 mg dilarutkan dengan 100 μL DMSO, divortex agar

sampel terlarut sempurna kemudian dicukupkan dengan media kultur MK-DMEM

kemudian di buat pengenceran selanjutnya sampai diperoleh larutan uji dengan

konsentrasi 20 μg/mL, 10 μg/mL, 5 μg/mL, 2,5 μg/mL dan 1,25 μg/mL semua

pengenceran dilakukan dengan menggunakan MK-DMEM.

52
Universitas Sumatera Utara
3.7 Uji viabilitas sel

Sel RAW 264.7 ditumbuhkan dalam media DMEM dengan penisilin,

streptomisin dan fetal bovin serum (FBS). Sel RAW 264.7 (3x103 sel/well)

ditanam dalam 96-well plate dan diinkubasi selama 24 jam untuk mendapatkan

pertumbuhan yang baik. Setelah 24 jam medium diganti dengan yang baru

kemudian ditambahkan larutan uji (EEHP, EEAHP, ENHP) dengan konsentrasi

200; 100; 50; 25; 12,5 μg/mL dan deksametason (20; 10; 5; 2,5; 1,25 μg/mL) dan

diinkubasi pada suhu 37oC dalam inkubator CO2 5% selama 24 jam. Pada akhir

inkubasi, media dan larutan uji dibuang kemudian sel dicuci dengan PBS. Pada

masing-masing sumuran, ditambahkan 100 μl media kultur dan 10 μl MTT 5

mg/ml. Untuk mengamati viabilitasnya sel diinkubasi kembali selama 4-6 jam

dalam inkubator CO2 5 % pada suhu 37oC. Reaksi MTT dihentikan dengan reagen

stopper (SDS 10% dalam HCl 0,1 N), lalu plate dibungkus dengan aluminium foil

agar tidak tembus cahaya pada suhu kamar dan dibiarkan selama satu malam. Sel

yang hidup bereaksi dengan MTT membentuk warna ungu. Hasil pengujian

dibaca dengan microplate reader pada panjang gelombang 595 nm. Viabilitas sel

dihitung dengan rumus:

Persentase viabilitas sel yang tidak diobati dihitung 100% (Nugroho, et al., 2013;

Zheng, et al., 2017).

3.8 Uji produksi Nitric Oxide (NO)

Sel RAW 264.7 (3x103 sel/well) ditanam pada 96-well plates dan

diinkubasi selama 24 jam kemudian ditambahkan larutan uji (EEHP, EEAHP,

53
Universitas Sumatera Utara
ENHP) dengan konsentrasi 25 dan 12,5 μg/mL dan deksametason (2,5 μg/mL dan

1,25 μg/mL) sebagai kontrol positif, diikuti dengan stimulasi menggunakan LPS

sebagai konrol negatif (1 μg/mL) lalu diinkubasi kembali selama 24 jam dalam

inkubator CO2 5 % pada suhu 37oC. Jumlah nitrit dalam media kultur diukur

sebagai indikator produksi NO. Jumlah nitrit, metabolit NO yang stabil, diukur

dengan menggunakan pereaksi Griess (0,1% naftil etilen diamin dihidroklorida

dalam asam fosfat 2,5% dan sulfanilamida 1%). Kemudian, 100 μL supernatan

kultur ditambahkan ke 100 μL pereaksi Griess, kemudian diinkubasi selama 10

menit di ruangan yang gelap. Absorbansi diukur pada 595 nm pada microplate

reader. Konsentrasi standar nitrit dihitung dengan menggunakan larutan standar

Natrium nitrit (1000 μM), dibuat pengenceran dengan konsentrasi 100; 50; 25;

12,5; 6,25; 3,125; 1,5625; 0,78125 μM, lalu direaksikan dengan pereaksi Griess

dan dibaca absorbansinya dengan microplate reader (Yuandani, et al., 2017).

3.9 Pemeriksaan ekspresi gen iNOS, TNF-α, IL-6 dan IL-1β

Pemeriksaan ekspresi gen iNOS, TNF-α, IL-6 dan IL-1β dilakukan dengan

menggunakan metode RT-PCR (Reverse Transcriptase Polymerase Chain

Reaction). Sel RAW 264.7 (5x105 sel/well) ditanam pada microplate 6 sumuran

dengan jumlah pada tiap sumuran 2 ml kemudian diinkubasi selama 24 jam dalam

inkubator CO2 5 % pada suhu 37oC. Media lama dibuang dan diganti dengan

media baru lalu diinduksi dengan LPS (1 μg/mL) dan diinkubasi kembali selama 6

jam kemudian ditambahkan larutan uji (EEHP, EEAHP, ENHP) dengan

konsentrasi 25 μg/mL dan deksametason (2,5 μg/mL) kemudian diinkubasi

kembali selama 24 jam setelah itu media dipindahkan dalam tabung konikel dan

54
Universitas Sumatera Utara
ditambahkan dengan PBS, kemudian sel-sel yang mengapung dan melekat

dikumpulkan dengan cara memberikan tripsin 0,025% dan kemudian dipindahkan

kedalam tabung konikel, sel dicuci sebanyak dua kali dengan 1 ml PBS dan

disentrifugasi 2500 rpm selama 5 menit, lapisan paling atas dibuang dan endapan

dikumpulkan dan diresuspensi dalam PBS dan di sentrifugasi 3000 rpm selama 3

menit, buang supernatant dan tambahkan dengan 1 mL PBS kemudian dilanjutkan

dengan ekstraksi RNA.

3.9.1 Ekstraksi RNA

RNA total diisolasi menggunakan kit isolasi RNA (Geneaid). Ekstraksi

RNA dilakukan dengan tahap lisis sel, pencucian dan elusi RNA (Anonim, 2008).

a. Tahap 1 (lisis sel)

Sel RAW 264,7 (5x105 sel/well) yang telah dipanen ditambahkan 400 μl

RB buffer dan 4 μl β-mercaptoethanol lalu sel diresuspensikan kembali. Setelah

itu campuran dihomogenkan, inkubasi pada suhu ruangan selama 5 menit.

Tambahkan 400 μl dengan etanol 70% yang telah disiapkan dalam ddH2O (DNase

RNAse free water). Dikocok kuat hingga campuran homogen. Siapkan kolom RB

tube 2mL, pindahkan 500 μl campuran pada kolom RB. Sentrifuge dengan

kekuatan 14-16.000 rpm selama 1 menit, lalu filtrat dibuang. Pindahkan campuran

yang tersisa pada kolom RB yang sama, sentrifuge dengan kekuatan 14-16.000

rpm selama 1 menit. Buang filtrat dan tempatkan kolom RB pada tube 2 mL yang

baru (Anonim, 2008).

b. Tahap 2 (Pencucian)

Ditambahkan 400 μl WI buffer kedalam kolom RB, sentrifuge dengan

kekuatan 14-16.000 rpm selama 30 detik. Filtrat dibuang, lalu tambahkan 600 μL

55
Universitas Sumatera Utara
buffer pencuci (pastikan etanol telah ditambahkan) kedalam kolom RB. Sentrifuge

dengan kekuatan 14-16.000 rpm selama 30 detik, lalu filtrat dibuang. Tempatkan

kembali kolom RB dalam tube 2 mL dan sentrifuge dengan kekuatan 14-16.000

rpm selama 3 menit untuk mengeringkan matriks kolom (Anonim, 2008).

c. Tahap 3 (Elusi RNA)

Ditempatkan kolom RB yang telah kering kedalam tube mikrosentrifuge

1,5 mL yang baru. Tambahkan 50 μl RNase bebas air kedalam bagian tengah

kolom matriks. Diamkan selama 1 menit untuk memastikan RNase bebas air telah

diserap. Kemudian sentrifuge dengan kekuatan 14-16.000 rpm selama 1 menit

untuk mengelusi RNA yang dipurifikasi. Hitung konsentrasi RNA yang dihasilkan

(Anonim, 2008).

3.9.2 Pembuatan cDNA

Total RNA yang dipakai 2000 ng kemudian ditambahkan DNase RNase

free water hingga volume total 12 μL. Sebanyak 8 μL larutan campuran (5x RT-

buffer 4 μL; random primer 1 μL; dNTP 2 μL; Rever Tra-Ace 1 μL) ditambahkan

pada tiap microtube yang berisi RNA, kemudian diresuspensi dan dilakukan PCR

dengan kondisi 300C selama 10 menit, 420C selama 60 menit, dan 990C selama 5

menit. Produk PCR hasil pembuatan cDNA diukur konsentrasi dengan

menggunakan alat Nanodrop (Hadiarto, et al., 2015).

3.9.3 Analisis Ekspresi gen iNOS, TNF-α, IL-6, IL-1β dan β-actin

Ekspresi gen iNOS, TNF-α, IL-6, IL-1β dan β-actin diperiksa dengan cara

mengambil cDNA 100 ng/μL ditambahkan sampai 25 μL PCR Master Mix

(GoTaq®Green 12,5 μL; primer forward 1 μL; primer reverse 1 μL; DNase RNase

free water 9,5 μL). Primer sebagai berikut :

56
Universitas Sumatera Utara
Annealing
Gen Primer Sequens Size (bp)
Temp (°C)
F 5’-CGAAACGCTTCACTTCCAA-3’
iNOS 311 60
R 5’-TGAGCCTATATTGCTGTGGCT-3’
F 5’-CCCTGCAGCTGGAGAGTGTGGA-3’
IL-1β 447 62,5
R 5’-TGTGCTCTGCTTGTGAGGTGCTG-3’
F 5’-TGTGCCGCCGCTGTCTGCTTCACGCT-3’
TNF-α 374 55
R 5’-GATGAGGAAAGACACCTGGCTGTAGA-3’
F 5’-GATGCTACCAAACTGGATATAATC-3’
IL-6 269 55
R 5’-GGTCCTTAGCCACTCCTTCTGTG-3’
F 5’- TGGAATCCTGTGGCATCCATGAAAC-3’
β-actin 349 55
R 5’- TAAAACGCAGCTCAGTAACAGTCCG-3’

PCR terdiri dari 35 siklus amplifikasi dan setiap siklus dilakukan selama

30 detik pada 95°C (denaturasi), 1 menit pada suhu annealing (55°C untuk TNF-

α, IL-6 dan β-actin dan 60°C untuk iNOS) dan 45 detik pada 95°C (denaturasi), 1

menit pada suhu annealing 62,5°C untuk IL-1β.) dan 1 menit pada 72°C

(elongasi) dalam thermal cycler (ProFlexTM 3x32-well PCR System, Applied

Biosystems), β-actin merupakan house keeping gene yang digunakan sebagai

kontrol internal untuk menstandarisasi tingkat ekspresi relatif untuk semua

biomarker. Produk PCR dianalisis dengan elektroforesis pada agarosa 2% dan

Tris-Borate-EDTA (Vivantis), serta flouroVue (Smobio) sebagai pewarna (Yanti,

et al., 2011; Kim, et al., 2016).

3.9.4 Elektroforesis

Gel agarosa 2% dibuat dengan cara menambahkan 2 gram serbuk agarosa

dengan 100 mL TBE (Tris-Borate-EDTA) 0,5x dalam erlenmeyer, kemudian

dipanaskan dalam microwave selama 3-4 menit dan tambahkan flouroVue 4 μL.

Agarosa dituangkan dalam piringan gel dan didinginkan pada suhu ruangan

selama 30-40 menit. DNA ladder 100 bp sebanyak 5 μL sampel dimasukkan ke

dalam sumuran gel. Elektroforesis dilakukan selama 30-45 menit dengan

kecepatan 70 volt. Pengambilan foto gel hasil elektroforesis dengan menggunakan

57
Universitas Sumatera Utara
gel doc. Gambaran band kemudian diukur menggunakan analisis densitometry

dengan software Gel Doc (Amanda dan Cartealy, 2015).

3.10 Analisis data

Semua data dianalisis dengan menggunakan Statistical Package for Social

Sciences (SPSS) versi 22.0. Data disajikan sebagai mean ± standard error means

(SEM). Analisis varians satu arah (ANOVA) untuk beberapa perbandingan

digunakan untuk analisis data P<0,05 dianggap berbeda secara signifikan.

58
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi tumbuhan

Hasil identifikasi tumbuhan dilakukan di “Herbarium Bogoriense”, Bidang

Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor menyebutkan bahwa tumbuhan yang

digunakan adalah tumbuhan poguntano (Picria fel-terrae Lour.) famili

Linderniaceae. Hasil identifikasi tumbuhan telah dilakukan oleh Denny Satria

(2016) dapat dilihat pada Lampiran 1.

4.2 Ekstraksi

Ekstraksi serbuk simplisia dilakukan secara maserasi dimulai dari pelarut

non polar hingga pelarut polar (n-heksana-etilasetat-etanol). Pemisahan ini

bertujuan untuk memisahkan senyawa kimia yang terdapat pada herba poguntano

berdasarkan tingkat kepolarannya. Senyawa polar akan larut di dalam pelarut

polar dan senyawa non polar akan larut dalam pelarut non polar.

Hasil ekstraksi 500 g simplisia dengan cara metode maserasi

menggunakan pelarut n-heksana, etilasetat dan etanol 96%. Ekstrak n-heksan,

etilasetat dan etanol herba poguntano diperoleh dengan berat masing masingnya

sebanyak 9,64 g, 10,65 g dan 26,84 g. Penggunaan pelarut n-heksana untuk

menarik senyawa kimia non polar, seperti steroid/ triterpenoid. Pelarut etilasetat

digunakan agar senyawa kimia yang bersifat semipolar dan agak polar tersari

didalamnya, seperti alkaloid dan tanin. Pelarut etanol untuk menarik senyawa

yang bersifat polar seperti flavonoid, glikosida, saponin. Flavonoid secara umum

larut pada pelarut polar. Adanya gula yang terikat pada flavonoid cenderung

59
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan flavonoid lebih mudah larut dalam air. Sebaliknya, aglikon yang

kurang polar seperti isoflavon, flavanon, dan flavon serta flavonol yang

termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan

kloroform (Markham, 1988). Masing-masing ekstrak yang diperoleh dilakukan uji

skrining fitokimia, viabilitas sel, produksi NO dan ekspresi gen.

4.3 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia terhadap ekstrak herba poguntano dilakukan untuk

mendapatkan informasi golongan senyawa metabolit sekunder yang terdapat

didalamnya. Skrining fitokimia dilakukan dengan metode Kromatografi Lapis

Tipis (KLT). Hasil skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak herba

poguntano mengandung golongan senyawa-senyawa kimia seperti yang terlihat

pada Tabel 4.1 dan penampakan bercak pada plat silica gel 60 F254 (berukuran

10x5 cm) serta nilai Rf terlihat pada Gambar 4.1 dan Tabel 4.2.

Tabel 4.1 Skrining fitokimia ekstrak herba poguntano


NO Pemeriksaan ENHP EEAHP EEHP
1 Alkaloid - - -
2 Flavonoid - + +
3 Saponin - + +
4 Tanin - + +
5 Glikosida - + +
6 Steroid /Triterpenoid + - -
Keterangan: (+) positif : mengandung golongan senyawa
(-) negatif : tidak mengandung golongan senyawa

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana herba

poguntano (ENHHP) hanya mengandung triterpenoid/steroida dan pada ekstrak

etilasetat herba poguntano (EEAHP) dan ekstrak etanol herba poguntano (EEHP)

mengandung flavonoid, tanin, saponin dan glikosida.

60
Universitas Sumatera Utara
1 1

A B a b c
a b c

1 1 1 1

C a b c D a b c

2
3
1
2 2
1 1

E a b c F a b c
Gambar 4.1 Hasil penampakan bercak pada plat KLT dari ekstrak herba
poguntano. A. Alkaloid, B. Flavonoid, C. Saponin, D. Tanin, E.
Glikosida, F. steroid/Triterpenoid. a. Ekstrak n-heksana Herba
Poguntano; b. Ekstrak Etilasetat Herba Poguntano; c. Ekstrak
Etanol Herba Poguntano. :Bagian gambar yang positif.

61
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2 Nilai Rf dan warna noda dari skrining fitokimia ekstrak herba
poguntano

Warna noda setelah


NO Pemeriksaan ENHP EEAHP EEHP disemprotkan
penampak bercak
1 Alkaloid - - - -
2 Flavonoid - Rf 1=0,92 Rf 1=0,91 Orange kekuningan
dan kuning kehijauan
3 Saponin - Rf 1=0,96 Rf 1=0,95 Kuning kecoklatan
4 Tanin - Rf 1=0,96 Rf 1=0,94 Hijau kehitaman
5 Glikosida - Rf 1=0,43 Rf 1=0,44 Biru
Rf 2=0,52 Rf 2=0,54
Rf 3=0,64
6 Steroid/ Rf 1=0,54 - - Merah keunguan
Triterpenoid Rf 2=0,74
Rf 3=0,91

Identifikasi senyawa alkaloid dengan KLT menggunakan fase gerak

Kloroform-Metanol-Air (85:15:1) dan penampakan noda berwarna jingga

(Wagner and Bladt, 1996). Dari hasil KLT pada Gambar 4.1.A terlihat adanya

noda berwarna hijau pada ekstrak n-heksana, etilasetat dan etanol setelah

penyemprotan dengan pereaksi Dragendorff yang berarti tidak mengandung

senyawa alkaloid.

Identifikasi senyawa flavonoid dengan KLT menggunakan fase gerak

Etilasetat-Metanol-Air (8:1:1) dan penampak noda berwarna orange kekuningan

atau kuning kehijauan setelah disemprotkan dengan AlCl3 10% (Wagner and

Bladt, 1996). Dari hasil KLT pada Gambar 4.1.B dan Tabel 4.2 terlihat adanya

noda berwarna orange kekuningan dan kuning kehijauan pada ekstrak etilasetat

dan etanol dengan nilai Rf sebesar 0,92 dan 0,91 menegaskan adanya kandungan

senyawa flavonoid sedangkan pada ekstrak n-heksana terlihat adanya noda

berwarna kehitaman yang berarti tidak mengandung senyawa flavonoid.

62
Universitas Sumatera Utara
Identifikasi senyawa saponin dengan KLT menggunakan fase gerak

Kloroform-Asamasetat-Metanol-Air (11:6:2:1) dan penampak noda berwarna

kuning kecoklatan setelah disemprotkan dengan pereaksi methanol:asamsulfat:

vanillin (Wagner and Bladt, 1996). Dari hasil KLT pada Gambar 4.1.C dan Tabel

4.2 terlihat adanya noda berwarna kuning kecoklatan pada ekstrak etilasetat dan

etanol dengan nilai Rf sebesar 0,96 dan 0,95 menegaskan adanya kandungan

senyawa saponin sedangkan pada ekstrak n-heksana terlihat adanya noda

berwarna kehijauan yang berarti tidak mengandung senyawa saponin.

Identifikasi senyawa tanin dengan KLT menggunakan fase gerak

Kloroform-Etilasetat-n-butanol-Air (11:6:2:1) dan penampak noda berwarna hijau

kehitaman setelah disemprotkan dengan FeCl3 10% (Depkes, 2013). Dari hasil

KLT pada Gambar 4.1.D terlihat adanya noda berwarna hijau kehitaman pada

ekstrak etilasetat dan etanol dengan nilai Rf sebesar 0,96 dan 0,94 menegaskan

adanya kandungan senyawa tanin sedangkan pada ekstrak n-heksana terlihat

adanya noda berwarna hijau muda yang merupakan warna asli dari ekstrak

tersebut berarti tidak mengandung senyawa tanin.

Identifikasi senyawa glikosida dengan KLT menggunakan fase gerak

Etilasetat-Metanol-Air (8:1:1) dan penampakan noda berwarna coklat atau biru

setelah penyemprotan dengan asam sulfat 50% (Wagner and Bladt, 1996). Dari

hasil KLT pada Gambar 4.1.E terlihat adanya noda berwarna biru pada ekstrak

etilasetat dengan nilai Rf sebesar 0,43; 0,52; 0,64 dan pada ekstrak etanol dengan

nilai Rf sebesar 0,44 dan 0,54 menegaskan adanya kandungan senyawa glikosida

sedangkan pada ekstrak n-heksana terlihat berwana kehitaman yang berarti tidak

mengandung senyawa glikosida.

63
Universitas Sumatera Utara
Identifikasi senyawa steroid/triterpenoid dengan KLT menggunakan fase

gerak n-heksana-Etilasetat (8:2) dan penampakan noda berwarna merah keunguan

setelah penyemprotan dengan Lieberman-Burchard (Wagner and Bladt, 1996).

Dari hasil KLT pada Gambar 4.1.F terlihat adanya noda berwarna merah

keunguan pada ekstrak n-heksana dengan nilai Rf sebesar 0,54; 0,74; 0,91

menegaskan adanya kandungan senyawa steroid/triterpenoid sedangkan pada

ekstrak etilasetat dan etanol tidak terlihat warna merah keunguan tetapi warna

hijau pada ekstrak etilasetat dan warna coklat pada ekstrak etanol yang berarti

tidak mengandung senyawa steroid/triterpenoid.

Flavonoid adalah senyawa senyawa fenil yang tersubstitusi derivat

benzopyran yang terdiri dari kerangka dasar C15 (C6-C3-C6). Beberapa tanaman

yang mengandung turunan flavonoid, telah digunakan sebagai pencegahan

penyakit dan agen terapeutik pada pengobatan tradisional di Asia selama ribuan

tahun, diantaranya sebagai antikanker (Kanadaswami, et al., 2005),

imunomodulator (Durga, et al., 2014). Keberadaan flavonoid, saponin, tanin,

glikosida pada ekstrak etanol dan etilasetat menunjukkan pada ekstrak tersebut

memiliki efek antiinflamasi dan imunomodulator (Tungmunnithum, et al., 2015;

Yu, et al., 2015; Ahn, et al., 2015). Pada penelitian Huang, et al., (1999)

ditemukan adanya senyawa apigenin pada daun poguntano. Apigenin adalah

senyawa flavonoid yang memiliki efek yang baik sebagai antikanker (Long, et al.,

2008) dan imunomodulator (Durga, et al., 2014). Pemeriksaan steroid/triterpenoid

pada ekstrak n-heksana menunjukkan hasil yang positif. Senyawa steroid/

triterpenoid adalah senyawa yang memiliki aktivitas antitumor yang tinggi

(Petronelli, 2009) dan juga memiliki aktivitas imunomodulator sebagai obat-obat

64
Universitas Sumatera Utara
imunosupresan merupakan golongan steroid (Abbas, et al., 2016; Venkatesha, et

al., 2016; Price, et al., 2010).

4.4 Viabilitas sel pada sel RAW 264.7

Uji viabilitas sel dilakukan menggunakan MTT assay untuk menentukan

konsentrasi yang bersifat tidak toksik pada ekstrak herba poguntano terhadap sel

RAW 264.7 berdasarkan tingkat kepolaran pelarutnya (n-heksana, etilasetat,

etanol). Hanya sel aktif dan secara metabolik aktif yang dapat mereduksi MTT

untuk menghasilkan formazan, maka semakin banyak intensitas warna medium,

semakin banyak sel yang dapat hidup (Yuandani, et al., 2016). Metode MTT [3-

(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5-difenil tetrazolium bromida] merupakan salah satu uji

sitotoksisitas yang bersifat kuantitatif dan dilakukan untuk mengetahui

konsentrasi aman yang akan digunakan dalam penelitian berikutnya. Uji ini

berdasarkan pengukuran intensitas warna (kolorimetri) yang terjadi sebagai hasil

metabolisme suatu substrat oleh sel hidup menjadi produk berwarna. Pada uji ini

digunakan garam MTT. Garam ini akan terlibat pada kerja enzim dehidrogenase.

MTT akan direduksi menjadi formazan oleh sistem reduktase suksinat tetrazolium

termasuk mitokondria dari sel hidup (Kupcsick and Martin, 2011). Hasil

pengamatan pembentukan kristal formazan terlihat pada Gambar 4.2.

65
Universitas Sumatera Utara
Kristal
Kristal formazan
formazan

(a) (b) (c)


Gambar 4.2 Kristal formazan pada sel RAW 264.7 setelah MTT. (a). ENHP;
(b). EEAHP; (c). EEHP

Pada Gambar 4.2 menunjukan terbentuknya kristal formazan yang dilihat

menggunakan mikroskop inverted dengan perbesaran 10x40. Aktivitas

dehidrogenase mitokondria sel yang hidup akan mereduksi warna kuning MTT

membentuk warna ungu. Warna gelap dan berserabut yang nampak pada

pengamatan merupakan kristal formazan setelah pemberian MTT. Semakin

banyak sel hidup berarti semakin banyak sel yang aktif melakukan metabolisme

sehingga jumlah kristal formazan yang terbentuk juga semakin banyak. Semakin

banyak kristal formazan yang terakumulasi ini menyebabkan intensitas warna

ungu semakin meningkat dalam plate. Sel yang mati tidak dapat terwarnai oleh

garam MTT sehingga tidak membentuk warna ungu seperti pada sel hidup.

Akibatnya pada sel mati tidak terbentuk formazan yang berwarna ungu, tetapi

warnanya tetap kuning seperti medium (Freshney, 2000).

Perlakuan masing-masing ekstrak 200; 100; 50; 25; 12,5 μg/mL.

Menunjukkan adanya korelasi antara konsentrasi larutan uji dengan efek viabilitas

sel yang ditimbulkan pada perlakuan dengan Deksametason dengan seri

konsentrasi 20; 10; 5; 2,5; μg/mL. Grafik hasil pengujian viabilitas sel pada

masing-masing ekstrak dan deksametason terhadap sel RAW 264.7 dapat dilihat

pada Gambar 4.3 dan nilai rata-rata % sel hidup dari Ekstrak herba poguntano dan

Deksametason dilihat pada Tabel 4.3

66
Universitas Sumatera Utara
100,00
90,00
12,5 μg/mL
80,00
25 μg/mL
70,00
50 μg/mL
% Sel hidup

60,00 100 μg/mL


50,00 200 μg/mL
40,00 1,25 μg/mL

30,00 2,5 μg/mL


5 μg/mL
20,00
10 μg/mL
10,00
20 μg/mL
0,00
ENHP EEAHP EEHP Deksametason
Sampel
Gambar 4.3 Viabilitas sel RAW 264.7 pada ekstrak herba poguntano dan
deksametason

Tabel 4.3 Nilai rata-rata % sel hidup dari Ekstrak herba poguntano dan
Deksametason

Rata-rata %
Konsen Konsen
Rata-rata % sel hidup ± SEM sel hidup ±
NO trasi trasi
SEM
(μg/mL) (μg/mL)
ENHP EEAHP EEHP Deksametason
1 12,5 92,48±0,23 93,83±0,26 98,76±0,35 1,25 91,32 ± 0,46
2 25 90,14±0,31 92,22±0,26 94,78±0,13 2,5 84,83 ± 1,05
3 50 86,09±0,19 86,42±0,20 89,63±0,11 5 75,73 ± 0,51
4 100 83,42±0,20 65,94±0,26 84,37±0,20 10 68,86 ± 0,41
5 200 68,09±0,10 6,61±0,19 84,23±0,13 20 54,28 ± 0,67

Hasil uji viabilitas sel pada Gambar 4.3 dan nilai viabilitas sel pada Tabel

4.3 menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi maka nilai viabilitas semakin

rendah atau semakin tinggi konsentrasi ekstrak maka sel yang hidup semakin

sedikit yang berarti semakin tinggi konsentrasi ekstrak maka semakin tinggi efek

sitotoksiknya terhadap sel kultur yang diuji. Hasil uji viabilitas sel dari Ekstrak n-

heksana, etilasetat dan etanol herba Poguntano (Picria fel-terrae Lour) dan

deksametason sebagai kontrol positif. Hasil terbaik ditunjukkan pada EEHP

67
Universitas Sumatera Utara
dengan konsentrasi 12,5 dan 25 μg/mL dan memiliki % sel hidup paling tinggi.

Pengujian viabilitas sel menunjukkan bahwa ekstrak herba poguntano tidak

menyebabkan toksik pada sel RAW 264.7 (Susanto, et al., 2018; Yuandani, et al.,

2017). Dengan hasil ini, konsentrasi sampel yang menghasilkan % sel hidup

paling tinggi (>90%) dipilih untuk percobaan berikutnya (Yuandani, et al., 2016).

4.5 Produksi Nitric oxide (NO)

Uji produksi NO dilakukan dengan menggunakan pereaksi Griess. Pada

metode ini, nitrit ditambahkan dengan reagen pendiazotasi seperti sulfanilamid

dalam media asam untuk membentuk garam diazonium sementara. Hasil antara ini

kemudian direaksikan dengan reagen pengkopel, N-naftil-etilendiamin (NED),

untuk membentuk senyawa azo yang stabil. Warna ungu yang dihasilkan

memungkinkan untuk analisa nitrit dengan tingkat sensitivitas yang tinggi (Sun, et

al., 2003). Pada pengujian produksi NO pada sel RAW 264.7 diinduksi dengan

LPS (1 μg/mL) dan diberikan perlakuan dengan ekstrak n-heksana, etilasetat dan

etanol herba Picria fel-terrae Lour dengan konsentrasi ekstrak yang berbeda yaitu

12,5 dan 25 μg/mL. Produksi NO diukur sebagai konsentrasi nitrit dalam media

kultur, ketika dibandingkan dengan kontrol yang tidak diberi perlakuan, sel-sel

yang diinduksi dengan LPS melepaskan kadar NO yang lebih tinggi dalam

medium dari pada yang tidak diberi perlakuan (Joo, et al., 2014). Hasil produksi

NO dari berbagai sampel ekstrak dapat terlihat pada Gambar 4.4.

68
Universitas Sumatera Utara
12
0 *^
*#^
10
0
Kadar NO (μg/mL )
*#^ *#^
8
0

6 *#^
0
4 *#^
0
#
2 # #
0 #
0

Sampel

Gambar 4.4 Hasil produksi nitric oxide (NO) pada sel RAW 264.7 yang
diinduksi oleh LPS pada ekstrak herba poguntano.
*
P<0,05 berbeda signifikan dengan kelompok kontrol normal (KS)
#
P<0,05 berbeda signifikan dengan kelompok kontrol negatif (LPS)
^
P<0,05 berbeda signifikan dengan kelompok kontrol positif
(deksametason).

Hasil pengujian produksi NO pada Gambar 4.4 menunjukkan bahwa sel

yang distimulasi dengan LPS mengalami peningkatan kadar nitrit dan sebaliknya

pada pemberian ekstrak mengalami penurunan kadar nitrit, terlihat pada

konsentrasi 12,5 μg/mL kadar nitrit lebih besar dan pada konsentrasi 25 μg/mL

mengalami penurunan yang berarti ekstrak herba poguntano dapat menghambat

produksi NO. Dari ketiga ekstrak tersebut ENHP memiliki efek penghambatan

yang paling bagus dibandingkan dengan EEAHP dan EEHP. Ketiga ekstrak

tersebut secara signifikan menghambat/menurunkan akumulasi nitrit dalam sel

RAW 264.7 (P<0,05) yang distimulasi dengan LPS dan dibandingkan dengan

kontrol sel. Konsentrasi yang paling bagus terlihat pada konsentrasi 25 μg/mL

untuk ekstrak dan 2,5 μg/mL untuk deksametason. Deksametason digunakan

sebagai positif kontrol yang dapat menurunkan kadar NO terlihat pada grafik yang

menghasilkan kadar NO yang paling rendah. Deksametason merupakan obat non

69
Universitas Sumatera Utara
steroid anti-inflamasi (NSAIDs) dan juga dapat bersifat sebagai imunosupresan

(Price, et al., 2010)

Berdasarkan hasil skrining fitokimia ekstrak etilasetat dan etanol herba

poguntano mengandung flavonoid, saponin, tannin, glikosida yang dapat

menghambat produksi NO pada sel RAW 264.7 yang telah distimulasi dengan

LPS sedangkan pada ekstrak n-heksana mengandung steroid/triterpenoid yang

berperan dalam penghambatan NO. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan

bahwa beberapa flavonoid dan steroid/triterpenoid dapat menghambat produksi

NO sebagai respons terhadap rangsangan inflamasi (Durga, et al., 2014;

Venkatesha, et al., 2016). Saponin, glikosida juga dapat menghambat produksi

NO (Yu, et al., 2015; Deng, et al., 2015; Jang, et al., 2016; Dewi, et al., 2017).

4.6 Pengujian ekspresi gen

Pengujian ekspresi gen dilakukan menggunakan metode RT-PCR Prinsip

kerja metode ini mengamplifikasi RNA. RNA diubah menjadi DNA dengan

menggunakan reverse transcriptase yang dapat mensintesis DNA dengan cetakan

RNA dan menghasilkan DNA yang disebut dengan cDNA. Setelah terbentuk

DNA maka dapat diamplifikasi dengan menggunakan PCR (Sudjadi, 2008). Pada

pengujian ini, sel RAW 264.7 diberi perlakuan dengan ekstrak n-heksana,

etilasetat dan etanol herba Picria fel-terrae Lour dengan konsentrasi 25 μg/mL

yang telah diinduksi dengan LPS (1 μg/mL). Hasil pengujian ekspresi gen TNF-α,

IL-6, IL-1β, iNOS dan β-actin oleh ekstrak herba poguntano yang telah dilakukan

elektroforesis sehingga menghasilkan gambaran pita yang dapat terlihat pada

Gambar 4.5 kemudian dikuantifikasi densitas yang diperoleh menggunakan sistem

70
Universitas Sumatera Utara
komputerisasi Gel doc sehingga dapat ditentukan nilai densitas ekspresi gen yang

terlihat pada Tabel 4.4 serta penurunannya terlihat pada Gambar 4.6.

TNF-α 374 Bp

IL-6 269 Bp

IL-1β 441 Bp

iNOS 311 Bp

β-actin 349 Bp
a b c d e f
Gambar. 4.5. Hasil ekspresi gen TNF-α, IL-6, IL-1β dan iNOS, terhadap ekstrak
herba poguntano, a. Deksametason 2,5 μg/mL; b. Ekstrak Etanol
Herba Poguntano 25 μg/mL; c. Ekstrak Etilasetat Herba Poguntano
25 μg/mL; d. Ekstrak n-Heksana Herba Poguntano 25 μg/mL; e.
Lipopolisakarida; f. Kontrol Sel.

Hasil pengujian ekspresi gen pada Gambar 4.5 menunjukkan bahwa

ekstrak n-heksana, etilasetat dan etanol herba poguntano dapat menurunkan

ekspresi TNF-α, IL-6, IL-1β dan iNOS yang dibandingkan dengan LPS yang

mengalami peningkatan terbesar. Gambaran pita dengan perlakuan (ENHP,

EEAHP, EEHP, Deksametason) terlihat lebih tipis dibandingkan dengan

perlakuan dengan LPS yang menghasilkan pita paling tebal. LPS merupakan

inducer utama yang dapat mengaktivasi makrofag sehingga dapat meningkatkan

ekspresi gen (Yu, et al., 2015; Kim, et al., 2016). Pada perlakuan dengan

deksametason, pita terlihat lebih tipis dari perlakuan yang diberikan ekstrak

karena deksametason merupakan kontrol positif yang dapat menurunkan ekspresi

gen (Yuandani, et al., 2016). Deksametason merupakan obat NSAID yang juga

dapat digunakan sebagai imunosupresan (menurunkan sistem imun tubuh). β-actin

71
Universitas Sumatera Utara
digunakan sebagai kontrol internal dalam analisis ekspresi gen karena ia

merupakan Housekeeping gene, yaitu gen yang terus menerus diekspresikan

selama suatu organisme hidup. Housekeeping gene memiliki tingkat ekspresi yang

stabil diberbagai jaringan pada semua tahapan perkembangan (Dheda, et al., 2004;

Libault, et al., 2008; Yoon, et al., 2009). Hasil ini menunjukkan bahwa ekstrak

tersebut mempunyai aktivitas imunosupresan pada sel makrofag RAW 264.7 yang

diinduksi dengan LPS.

Berdasarkan hasil pengukuran ekspresi gen pada Gambar 4.5 dianalisis

secara statistik dengan menggunakan One way anova, kemudian dilanjutkan

dengan Post Hoc Test berupa uji Tuckey HSD memberikan hasil bahwa terdapat

perbedaan yang signifikan antara kelompok perlakuan dengan kontrol sel sebagai

kontrol normal (kontrol yang tidak diberi perlakuan), lipopolisakarida sebagai

kontrol negatif (dapat menaikkan ekspresi gen), dan deksametason sebagai kontrol

positif (dapat menurunkan ekspresi gen). Hasil ekspresi gen TNF-α, IL-6, IL-1β,

iNOS yang diberikan perlakuan (ENHP, EEAHP, EEHP) berbeda nyata secara

signifikan p<0,05 terlihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Hasil densitas ekspresi gen dari ekstrak herba poguntano

NO Gen Kelompok Perlakuan Rata-rata nilai densitas ± SEM


1 TNF-α ENHP 1,08 ± 0,005abc
EEAHP 1,03 ± 0,012bc
EEHP 1,26 ± 0,011ab
Deksametaon 1,23 ± 0,012ab
LPS 1,46 ± 0,006ac
KS 1,00 ± 0,000bc
2 IL-6 ENHP 1,27 ± 0,008abc
EEAHP 1,29 ± 0,008abc
EEHP 1,34 ± 0,012abc
Deksametaon 0,78 ± 0,011ab
LPS 2,61 ± 0,011ac
KS 1,00 ± 0,000bc
3 IL-1β ENHP 2,33 ± 0,009abc

72
Universitas Sumatera Utara
EEAHP 2,78 ± 0,009abc
EEHP 1,80 ± 0,006abc
Deksametaon 1,06 ± 0,007ab
LPS 4,03 ± 0,007ac
KS 1,00 ± 0,000bc
4 iNOS ENHP 0,67 ± 0,012ab
EEAHP 0,75 ± 0,009abc
EEHP 0,69 ± 0,009ab
Deksametaon 0,65 ± 0,006ab
LPS 1,03 ± 0,006c
KS 1,00 ± 0,000c
Keterangan:
a: Sig (P) <0,05 ada perbedaan yang signifikan dengan kelompok kontrol normal
(KS)
b: Sig (P) <0,05 ada perbedaan yang signifikan dengan kelompok kontrol negatif
(LPS)
c: Sig (P) <0,05 ada perbedaan yang signifikan dengan kelompok kontrol positif
(deksametason)

Pemberian ENHP; EEAHP; EEHP dapat menurunkan ekspresi iNOS,

TNF-α, IL-1β dan IL-6 pada sel RAW 264.7 yang diinduksi Lipopolisakarida

dengan nilai densitas ekspresi iNOS paling kecil pada ENHP (0,67±0,012) yang

menunjukkan efek tidak berbeda secara signifikan dengan kontrol positif p>0,05

dan berbeda secara signifikan dengan kontrol negatif dan kontrol normal p<0,05

sedangkan nilai densitas ekspresi TNF-α paling kecil pada EEAHP (1,03±0,012)

yang menunjukkan efek tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan kontrol

normal p>0,05 dan berbeda secara signifikan dengan kontrol positif dan kontrol

negatif p<0,05, selanjutnya nilai densitas ekspresi IL-1β paling kecil pada EEHP

(1,80±0,006) yang menunjukkan efek berbeda secara signifikan dengan kontrol

normal, kontrol positif dan kontrol negatif p<0,05, kemudian nilai densitas

ekspresi IL-6 paling kecil pada ENHP (1,27±0,008) yang menunjukkan efek

berbeda secara signifikan dengan kontrol normal, kontrol positif dan kontrol

negatif p<0,05. Hal ini menunjukkan bahwa ENHP; EEAHP; EEHP memiliki

73
Universitas Sumatera Utara
efek penghambatan ekspresi iNOS, TNF-α, IL-1β dan IL-6 pada sel RAW 264.7

yang diinduksi dengan Lipopolisakarida.

KS

LPS
4,5
0 *^
EEHP
4,0
0 EEAHP
Nilai densitas

3,5 *#^ ENHP


*^
0 *#^
Deksametason
3,0 *#^
0 *^ *#^
*#^
*#^ *# *#^
2,5 #^ #^ *# #
*#
^
#^ ^
0 # *#
*#
*#^ *#

2,0
0
1,5 TNF-α IL-6 IL-1β iNOS
0 Ekspresi gen
Gambar.
1,0 4.6 Grafik nilai densitas ekspresi gen TNF-α, IL-6, IL-1β dan iNOS
0 terhadap ekstrak herba poguntano.
0,5 *p<0,05 berbeda signifikan dengan kelompok kontrol normal (KS)
0 #p<0,05 berbeda signifikan dengan kelompok kontrol negatif
0,0 (LPS). ^p<0,05 berbeda signifikan dengan kelompok kontrol
0 positif (deksametason).

Nilai densitas ekspresi gen pada Gambar. 4.6 terlihat grafik yang

mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan dengan LPS. Pada gen TNF-

α, dengan pemberian EEAHP mengalami penurunan lebih besar dibandingkan

ENHP dan EEHP sedangkan pada gen IL-6 dengan pemberian ENHP mengalami

penurunan lebih besar dari EEAHP dan EEHP dan pada gen IL-1β, dengan

pemberian EEHP penurunan yang lebih besar dibandingkan ENHP dan EEAHP

sedangkan pada gen iNOS, dengan pemberian ENHP mengalami penurunan lebih

besar dibandingkan dengan EEAHP dan EEHP.

Berdasarkan hasil skrining fitokimia ENHP mengandung golongan

senyawa steroid/triterpenoid. Steroid merupakan suatu kelompok senyawa yang

mempunyai kerangka dasar siklopentanaperhidrofenantrena, mempunyai empat

74
Universitas Sumatera Utara
cincin terpadu. Senyawa ini mempunyai efek fisiologis tertentu. Pada penelitian

terdahulu, steroid dapat menghambat ekspresi gen TNF-α, IL-6, IL-1β dan iNOS

(Checker, et al., 2012; Venkatesha, et al., 2016). Pada skrining fitokimia EEAHP

dan EEHP mengandung golongan senyawa flavonoid, saponin, tanin, glikosida.

Flavonoid merupakan kelompok senyawa alami golongan polifenol yang

ditemukan pada tumbuhan. Flavonoid tersusun dari dua cincin aromatis yang

dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga dengan susunan C6-C3-C6

(Markham, 1988). Saponin merupakan senyawa glikosida kompleks yaitu

senyawa hasil kondensasi suatu gula dengan suatu senyawa hidroksil organik

yang apabila dihidrolisis akan menghasilkan gula (glikon) dan non-gula (aglikon).

Pada penelitian terdahulu, flavonoid dapat menghambat ekspresi gen TNF-α, IL-6,

IL-1β dan iNOS (Lee, et al., 2009; Liu, et al., 2014; Fachnian, et al., 2017;

Tungmunnithum, et al., 2018), Saponin juga dapat menghambat ekspresi gen

TNF-α, IL-6, IL-1β dan iNOS (Yu, et al., 2015; Ahn, et al., 2015; Jang, et al.,

2016).

TNF-α, IL-6, IL-1β dapat diproduksi dari makrofag sebagai respons

terhadap rangsangan LPS yang berasal dari bakteri, infeksi dan rangsangan

inflamasi. Sitokin tersebut juga memainkan peran penting dalam sistem kekebalan

tubuh dengan membantu efek sitotoksik dan sitostatik pada sel yang terinfeksi

atau sel ganas. TNF-α adalah salah satu faktor utama yang mengaktivasi makrofag

sebagai kekebalan tumor (Yanti, et al., 2011). TNF-α, IL-1β, dan IL-6 adalah

sitokin aktif pro-inflamasi yang mampu menyebabkan inisiasi peradangan

(Adebayo, et al., 2017). Pada makrofag yang teraktivasi juga menghasilkan NO

yang disintesis dengan bantuan enzim yaitu iNOS. iNOS yang mengalami

75
Universitas Sumatera Utara
peningkatan ekspresi maka akan menghasilkan NO yang berlebih. Dengan

demikian penurunan ekspresi iNOS berpengaruh pada produksi NO yang juga

mampu menyebabkan inisiasi peradangan (Ryu, et al., 2015; Dewi, et al., 2017).

Hasil ini menunjukkan bahwa ENHP; EEAHP; EEHP dapat menghambat ekspresi

gen TNF-α, IL-1β, IL-6 dan juga menghambat enzim yang menginduksi

peradangan yaitu iNOS. Dengan penghambatan iNOS maka juga akan

menghambat produksi NO. Hal ini merupakan strategi yang kuat untuk

manajemen berbagai penyakit inflamasi serta gangguan sistem kekebalan tubuh

sehingga dapat berfungsi sebagai dasar untuk pengembangan potensi obat-obat

imunomodulator.

76
Universitas Sumatera Utara
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dan hasil penelitian diperoleh kesimpulan:

a. Pemberian ENHP; EEAHP; EEHP tidak bersifat toksik terhadap sel RAW

264.7 dengan nilai persentase sel hidup yang paling aman terlihat pada

ENHP; EEAHP; EEHP dengan konsentrasi 12,5 dan 25 μg/mL dengan

persentase sel hidup > 90 %.

b. Pemberian ENHP; EEAHP; EEHP dapat menurunkan produksi nitric

oxide (NO) pada sel RAW 264.7 yang diinduksi dengan Lipopolisakarida,

dimana pengujian ENHP pada konsentrasi 25 μg/mL menurunkan kadar

NO paling besar dibandingkan EEAHP dan EEHP pada konsentrasi 12,5

dan 25 μg/mL dengan nilai kadar NO ENHP sebesar 10,42 μg/mL yang

menunjukkan efek tidak berbeda secara signifikan terhadap kontrol positif

dan kontrol normal p>0,05. Hal ini menunjukkan bahwa ENHP; EEAHP;

EEHP memiliki efek penghambatan produksi NO pada sel RAW 264.7

yang diinduksi dengan Lipopolisakarida.

c. Pemberian ENHP; EEAHP; EEHP dapat menurunkan ekspresi iNOS,

TNF-α, IL-1β dan IL-6 pada sel RAW 264.7 yang diinduksi

Lipopolisakarida dengan nilai densitas ekspresi iNOS paling kecil pada

ENHP (0,67±0,012) yang menunjukkan efek tidak berbeda secara

signifikan dengan kontrol positif p>0,05 dan berbeda secara signifikan

dengan kontrol negatif dan kontrol normal p<0,05 sedangkan nilai densitas

77
Universitas Sumatera Utara
ekspresi TNF-α paling kecil pada EEAHP (1,03±0,012) yang

menunjukkan efek tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan

kontrol normal p>0,05 dan berbeda secara signifikan dengan kontrol

positif dan kontrol negatif p<0,05, selanjutnya nilai densitas ekspresi IL-1β

paling kecil pada EEHP (1,80±0,006) yang menunjukkan efek berbeda

secara signifikan dengan kontrol normal, kontrol positif dan kontrol

negatif p<0,05, kemudian nilai densitas ekspresi IL-6 paling kecil pada

ENHP (1,27±0,008) yang menunjukkan efek berbeda secara signifikan

dengan kontrol normal, kontrol positif dan kontrol negatif p<0,05. Hal ini

menunjukkan bahwa ENHP; EEAHP; EEHP memiliki efek penghambatan

ekspresi iNOS, TNF-α, IL-1β dan IL-6 pada sel RAW 264.7 yang

diinduksi dengan Lipopolisakarida.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan penelitian ini, disarankan peneliti selanjutnya untuk

melakukan pengujian aktivitas imunomodulator pada tahapan sistem imun lainnya

seperti aktivitas fagositosis, kemotaksis dan ROS.

78
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, A.K., Lichtman, A.H. and Pillai S. (2010). Celullar and Molecular.
Immunology, 6th ed. Philadelphia: W.B Saunders Company. 69, 83, 115
Abbas, A.K., Licthtman, A.H dan Pillai, S. (2016). Imunologi Dasar Fungsi dan
Kelainan Sistem Imun. Edisi Indonesia kelima. Penerjemah: Handono
Kalim. Elsevier. Hal: 1-25, 35, 47, 55.
Adebayo, S. A., Steel, H. C., Shai, L. J., and Eloff, J. N. (2017). Investigation of
the Mechanism of Anti-Inflammatory Action and Cytotoxicity of a
Semipurified Fraction and Isolated Compounds From the Leaf of
Peltophorum africanum (Fabaceae). Journal of Evidence-based
Complementary and Alternative Medicine, 22(4): 840-845
Ahn, S., Siddiqi, M.H., Noh, H.Y., Kim, Y.J., Kim, Y.J., Jin, C.G., and Yang,
D.C. (2015). Anti-inflammatory activity of ginsenosides in LPS-stimulated
RAW 264.7 cells. Science bulletin, 60(8): 773-784.
Alamgir, M. and Uddin, S.J. (2010). Recent advances on the ethnomedicinal
plants as immunomodulatory agents. Ethnomedicine: A Source of
Complementary Therapeutics, 37/661(2): 227-244.
Amanda, U.D. dan Cartealy, I.C. (2015). Isolasi RNA dari mesokarp buah Elaeis
guineenssis Jacq. var. Tenera. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon, 1(2):
171-176.
Anonim. (2008). Geneaid. Diakses tanggal 13 Februari 2018.
http://www.geneaid.com/products/rna-extraction/total-rna-purification.

Anonim. (2014). Picria fel-terrae Lour. Diakses tanggal 17 April 2018.


http://tropical.theferns.info/viewtropical.php?id=Picria+felterrae

Anonim. (2015). Picria fel-terrae Lour. Diakses tanggal 13 Februari 2018.


http://www.stuartxchange.org/Sagai-uak.html

ATCC. (2017). Product Sheet. RAW 264.7 (ATCC® TIB71™). American Type
Culture Collection. Manassas. VA 20108 USA.

Avau, A. and Matthys, P. (2015). Therapeutic Potential of Interferon-γ and Its


Antagonists in Autoinflammation: Lessons from Murine Models of
Systemic Juvenile Idiopathic Arthritis and Macrophage Activation
Syndrome. Review. Pharmaceuticals. 8: 793-815.

Baratawidjaja, K.G. dan Rengganis, I. (2012) Imunologi Dasar. Edisi ke-10.


Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal:
96, 110.

79
Universitas Sumatera Utara
Benjamini, E., Coico, R. and Sunshine, G. (2000). Immunology A Short Course.
Forth Edition. New York: Wiley-Liss. A John Wiley dan Sons. Inc. Hal:
178

Bogdan, C. (2001). Nitric oxide and the immune response. Nat Immunol 2: 907-
916.

CCRC. Cancer Chemoprevention Research Centre. (2009). Protokol Kultur Sel.


Yogyakarta: Cancer Chemoprevention Research Centre. Halaman 1-7.

Checker, R., Sandur, S. K., Sharma, D., Patwardhan, R. S., Jayakumar, S., Kohli,
V., et al. (2012). Potent anti-inflammatory activity of ursolic acid, a
triterpenoid antioxidant, is mediated through suppression of NF-κB, AP-1
and NF-AT. PloS one, 7(2): 31318.

Chi, C., Giri, S.S., Jun, J.W., Kim, H.J., Yun, S., Kim, S.G. et al. (2016).
Immunomodulatory Effects of a Bioactive Compound Isolated from
Dryopteris crassirhizoma on the Grass Carp Ctenopharyngodon idella.
Journal of Immunology. 1-10.

Choi. J.N., Choi, Y.H., Lee, J.M., Noh, I.C., Park, J.W., Choi, W.S. et al. (2012).
Anti-inflammatory effects of β-sitosterol-β-D-glucoside from
Trachelospermum jasminoides (Apocynaceae) in lipopolysaccharide-
stimulated RAW 264.7 murine macrophages. Natural product research.
26(24): 2340-2343.

Cree, I.A. (2011). Cancer Cell Culture: Methods and Protocols. Edisi Kedua.
New York: Springer Human Press. Hal. 237-244.

Dalimunthe, A., Hasibuan, P.A.Z. dan Ernawaty. (2011). Aktivitas


Imunomodulator Ekstrak Etanol Pogun Tanoh (Curanga fel-terrae).
Pharmacy update 3. Seminar workshop. IAI. Medan. Hal: 1-4

Dalimunthe, A., Harahap, U., Rosidah. and Pandapotan, M. (2015). Evaluation of


diuretic activity of Picria fel-terrae Lour. leaves extracts. Asian J Pharm
Clin Resc. 8: 204-205.

Deng, G.G., Wei, W., Yang, X. W., Zhang, Y.B., Xu, W., Gong, N.B. et al.
(2015). New coumarins from the roots of Angelica dahurica var.
formosana cv. Chuanbaizhi and their inhibition on NO production in LPS-
activated RAW264. 7 cells. Fitoterapia. 101: 194-200.

Depkes, R.I. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia. Hal: 33.

Depkes, R.I. (1985). Cara Pembuatan Simplisia. Jakarta: Departemen Kesehatan


Republik Indonesia. Hal: 10.

80
Universitas Sumatera Utara
Depkes, RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan
pertama. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal: 10-11.

Depkes, R.I. (2013). Suplemen III. Farmakope Herbal Indonesia. Edisi 1. Jakarta.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Hal: 106-107.

Dewi, K., Widyarto, B., Erawijantari, P. P., and Widowati, W. (2017). In vitro
study of Myristica fragrans seed (Nutmeg) ethanolic extract and quercetin
compound as anti-inflammatory agent. International Journal of Research
in Medical Sciences, 3(9), 2303-2310.

Dheda, K., Huggett, J. F., Bustin, S. A., Johnson, M. A., Rook, G., and Zumla, A.
(2004). Validation of housekeeping genes for normalizing RNA
expression in real-time PCR. Biotechniques, 37(1): 112-119.

Djajakusumah, T.S. (2010). The Role of Immunomodulator In The Treatment Of


Sexuelly Transmitted Infections. PKB. New Perspective of Sexually
Transmitted Infection Problems. Surabaya. 144-163.

Doyle, A. and Griffith, J.B. (2000). Cell and Tissue Culture for Medical
Research. New York: John Willey and Sons. Ltd. Hal: 49.

Durga, M., Nathiya, S. and Devasena, T. (2014). Immunomodulatory and


antioxidant actions of dietary flavonoids. International Journal of
Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. 6(2): 50-56.

Fachinan, R., Fagninou, A., Nekoua, M. P., Amoussa, A. M., Adjagba, M.,
Lagnika, L., et al. (2017). Evidence of Immunosuppressive and Th2
Immune Polarizing Effects of Antidiabetic Momordica charantia Fruit
Juice. BioMed research international, 42(5): 265-270.

Freshney, I.R. (2000). Culture of Animal Cells. A Manual of Basic Technique.


Edisi IV. Toronto: Willey-Liss. Hal. 329-344.

Gautam M, Diwanay S, Gairola S, Shinde Y, Patki P, and Patwardhan B. (2004).


Immonoadjuvant potential of Asparagus racemosus aqueous extract in
experimental system. J Ethnopharmacol. 91: 251-255.

Haanwinckel., Santos, M.C., Oliveira. and Luis de, S. (2011). Production of


reactive oxygen (H2O2) and nitrogen (NO) Intermediates and TNF-α in
mice genetically selected for high and low antibody respone and
experimentally infected with leptospira serovar Pomona. J. Micro. 42: 729
-739.

Hadiarto, T., Listanto, E., Eny, I. and Riyanti. (2015). Identification of RB gene
cDNA in Genetically Modified Potato Katahdin SP951. Jurnal
AgroBiogen 11(2): 59-64.

81
Universitas Sumatera Utara
Handayani, G. (2010). Imunomodulator. AL-FIKR. UIN Alauddin Makassar
Press, Makassar. 14(1) : 1-17.

Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia. Terbitan Kedua. Penerjemah: Kosasih


Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung: Penerbit ITB. Hal: 49, 58.

Harfina, F., Bahri, S. dan Saragih, A. (2012). Pengaruh Serbuk Daun Poguntano
(Curanga fel-terrae Merr.) Pada Pasien Diabetes Mellitus. Journal of
Pharmaceutics and Pharmacology. 2(1): 112-118.

Hariadi, T.S. (2015). Ekspresi Imunohistokimia Aktivitas el Natural Killer


Dengan CD107a pada Endometrium Ektopik Penderita Endometriosis
Dibandingkan dengan Endometrium Normal. Tesis. Fakultas Kedokteran.
USU.

Harison, M.A. and Freshney, I.A. (1997). General Techniques of Cell Culture.
London: Cambridge. Hal: 196.

Huang, Y., Cimanga, K., Lasure, A., Van, P.B., Pieters, L. and Berghe-
Vanden, D. (1994). Biological activities of picria fel-terrae Lour. Pharm
World Sci Suppl. 16(6): 18.

Huang, Y., Bruyne, T.D., Apers, S., Ma, Y., Claeys, M., Pieters, L. et al. (1999).
Flavonoid Glucuronides from Picria fel-terrae. Elsevier Science. 52(8):
1701-1703.

Ilyas, U., Katare, D., Aeri, V. and Naseef, P. (2016). A review on hepato-
protective and immunomodulatory herbal plants Pharmacognosy Reviews;
Bangalore. 10(19): 66-70.

Jang, K. J., Choi, S. H., Yu, G. J., Hong, S. H., Chung, Y. H., Kim, C. H., et al.
(2016). Anti-inflammatory potential of total saponins derived from the
roots of Panax ginseng in lipopolysaccharide-activated RAW 264.7
macrophages. Experimental and therapeutic medicine, 11(3): 1109-1115.

Jayathirtha, M.G, and Mishra, S.H. (2004). Preliminary immunomodulatory


activities of methanol extracts of Eclipta alba and Centella asiatica.
Phytomedicine. 11:361-365.

Joo, T., Kandhasamy, S., Sunghyun, H., Jaehak, L., Sun, Y.Park., Songmun, K.,et
al. (2014). Inhibition of nitric oxide production in LPS-stimulated RAW
264.7 cells by stem bark of Ulmus pumila L. Saudi Journal of Biological
Sciences 21: 427-435

Katzung, B.G. (2002). Farmakologi Dasar dan Klinik 2. Edisi 8. Jakarta: Salemba
Medika. Hal: 386.

82
Universitas Sumatera Utara
Kil, J.S., Son, Y., Cheong, Y.K., Kim, N.H., Jeong, H.J., Kwon, J.W., et al.
(2011). Okanin, a chalcone found in the genus Bidens, and 3-penten-2-one
inhibit inducible nitric oxide synthase expression via heme oxygenase-1
induction in RAW 264.7 macrophages activated with Lipopolysaccharide.
J. Clin. Biochem. Nutr. 50(1): 53-58.

Kim, K.A., Lee, I.A., Gu, W., Hyam, S.R., and Kim, D.H. (2014). β‐Sitosterol
attenuates high‐fat diet‐induced intestinal inflammation in mice by
inhibiting the binding of lipopolysaccharide to toll‐like receptor 4 in the
NF‐κB pathway. Molecular nutrition & food research. 58(5): 963-972.

Kim, G.T., Tran, N.K.S., Choi, E.H., Song, Y.J., Song, J.H, Shim, S.M. et al.
(2016). Immunomodulatory Efficacy of Standardized Annona muricata
(Graviola) Leaf Extract via Activation of Mitogen-Activated Protein
Kinase Pathways in RAW 264.7 Macrophages. Evidence-Based
Complementary and Alternative Medicine: 1-10.

Kim, J., Heesook, H., Ara, J., Huwon, K., Hyojeong, Y., Sojeong, I., et al. (2018).
Anti-Inflammatory Effects of a Stauntonia hexaphylla Fruit Extract in
Lipopolysaccharide-Activated RAW-264.7 Macrophages and Rats by
Carrageenan-Induced Hind Paw Swelling. Nutrients. 10: 110.

Kobayashi, S.D., Voyich, J.M., Burlak, C,. and DeLeo, F.R. (2005). Neutrophils
in the innate immune response. Arch Immunol Ther Exp (Warsz). 53(6):
505-517.

Kupcsik, L., and Martin, J.S. (2011). Mammalian Cell Viability: Methods and
Protocols. New York: Humana Press. Hal. 13-18.

Kusmardi, S.K. dan Enif, E.T. (2007). Efek Imunomodulator Ekstrak Daun
Ketepeng Cina (Cassia alata. L) terhadap Aktivitas dan Kapasitas
Fagositosis Makrofag. Makara Kesehatan. 11(2): 50-51. Hal: 1-7.

Kresno, S.B. (2010). Imunologi Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Jakarta:


Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal: 78, 85.

Kwon, D.H., Cheon, J.M., Choi, E.O., Jeong, J.W., Lee, K.W., Kim, K.Y. et al.
(2016). The Immunomodulatory Activity of Mori folium, the Leaf of
Morus alba L in RAW 264.7 Macrophages In Vitro. Journal Of Cancer
Prevention. 21(3): 144-151.

Lay, B.W. (1994). Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta: Raja Grafindo


Persada. Hal: 57-58.

Lee, S. H., Kim, Y. J., Kwon, S. H., Lee, Y. H., Choi, S. Y., Park, J. S., et al.
(2009). Inhibitory effects of flavonoids on TNF-α-induced IL-8 gene
expression in HEK 293 cells. BMB reports, 42(5): 265-270.

83
Universitas Sumatera Utara
Leiro, J., Alvarez, E., Arranz, J.A., Laguna, R., Uriarte, E., and Orallo, F. (2004).
Effects of cis-resveratrol on inflammatory murine macrophages:
Antioxidant activity and down-regulation of inflammatory genes. J Leukoc
Biol. 75(6): 1156-1165.

Lestari, P. (2013). Efek kombinasi ekstrak aktif daun poguntano (Picria fel-terrae
Lour.) dengan doksorubisin terhadap sel kanker payudara secara in vitro.
Tesis: Medan. Fakultas Farmasi. Universitas Sumatera Utara. Hal: 21

Libault, M., Thibivilliers, S., Bilgin, D.D., Radwan, O., Benitez, M., Clough, S.J.
et al. (2008). Identification of four soybean reference genes for gene
expression normalization. The plant Genome, 1: 44-45

Liu, X., Jia, L., Gao, Y., Li, B., and Tu, Y. (2014). Anti-inflammatory activity of
total flavonoids from seeds of Camellia oleifera Abel. Acta Biochim
Biophys Sin, 46(10): 920-922.

Long, X., Fan, M. and Bigsby, R.M. (2008). Apigenin Inhibits Antiestrogen
Resistant Breast Cancer Cell Growth Through Estrogen Receptor-Alpha-
Dependent and Estrogen Receptor-Alpha-Independent Mechanisms. Mol
Cancer Ther. 7: 2096-2108.

Markham, K. R. (1988). Distribution of flavonoids in the lower plants and its


evolutionary significance. In The flavonoids Springer, Boston, MA. Hal:
427-468.

Martínez, O., Miranda, E., Ramírez, M., Santos, S., Rivera, C., Vázquez, L. et al.
(2015). Immunomodulator-Based Enhancement of Anti Smallpox Immune
Responses. Plos One. 10(4): 1-17.

Nugroho, A.E., Hermawan, A., Putri, D.D.P., Novika, A. and Meiyanto, E.,
(2013). Combinational Effects of Hexane Insoluble Fraction of Ficus
septica Burm. F. and Doxorubicin Chemotherapy on T47D Breast Cancer
Cells. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine. 2: 1-6.

Olson, K.R dan Nardin, E.D. (2014). Imunologi dan Serologi Klinis Modern.
Jakarta: EGC. Hal: 6-8.

Patilaya, P. and Dadang, I.H. (2015). Preliminary study on the anthelmintic


activity of the leaf ethanolic extract of Indonesian Curanga fel-terrae
(Lour.) Merr. Int J Pharmtech Res. 8: 347-351.

Petrunov, B., Nenkov, P. and Shekerdjiisky, R. (2007). The Role Of


Immunostimulants In Immunotherapy And Immunoprophylaxis.
Biotechnol and Biotechnol. 21(4): 454-462.

84
Universitas Sumatera Utara
Plummer, M., Martel, D.C., Vignat, J., Ferlay, J., Bray, F. and Franceschi, S.
(2016). Global burden of cancers attributable to infections in 2012: a
synthetic analysis. Lancet Glob Health. 4(9): 609-616.

Playfair, J.H.L. dan Chain, B.M. (2012). At a Glance Imunologi. Edisi


Kesembilan. Jakarta: Erlangga. Hal: 11.

Price, L.C., Montani, D., Tcherakian, C., Dorfmüller, P., Souza, R., Gambaryan,
N., et al. (2010). Dexamethasone reverses monocrotaline - induced
pulmonary arterial hypertension in rats. European Respiratory Journal. 37:
813-822.

Purnawian, R.S. (2015). Pengaruh Ekstrak Lompong Mentah (Colocasia


esculenta L Schoot) terhadap Aktivitas Fagositosis dan Kadar NO (Nitrit
Oksida) Mencit Balb/C Sebelum dan Sesudah Terinfeksi Listeria
monocytogenes. Artikel Penelitian. Program Studi Ilmu Gizi. Fakultas
Kedokteran Univrsita Diponegoro. Semarang. 9-14.

Rantam, F.A. (2003). Metode imunologi. Cetakan I. Surabaya: Airlangga


University Press. Hal: 167-168.

Ryu, J. H., Park, H. J., Jeong, Y. Y., Han, S., Shin, J. H., Lee, S. J., et al. (2015).
Aged Red Garlic Extract Suppresses Nitric Oxide Production in
Lipopolysaccharide-Treated RAW 264.7 Macrophages Through Inhibition
of NF-κ B. Journal of medicinal food, 18(4): 439-445.

Saeidnia, S., Manayi, A., Gohari, A.R., and Abdollahi, M. (2014). The story of
beta-sitosterol-a review. European journal of medicinal plants. 4(5): 590-
609.

Sambrook, J., Fritsch, E.F. and Maniatis, T. (1989). Molecular Cloning A


Laboratory. Edisi Kedua. New York: Cold Spring Harbor Laboratory
Press. Hal: 75-79.

Saroj, P., Verma, M., Jha, K.K. and Pal, M. (2012). An overview on
immunomodulation. Journal of Advanced Scientific Research. 3(1): 7-12.

Satria, D., Furqan, M., Hadisahputra, S. and Rosidah. (2015). Combinational


effects of ethylacetate extract of Picria fel-terrae Lour and doxorubicin on
T47D breast cancer cells. Int J Pharm Pharm Sci. 7: 73-76.

Satria, D., Silalahi, J., Haro, G., Ilyas, S. and Hasibuan, P.A.Z. (2017).
Antioxidant and Antiproliferative Activities of an Ethylacetate Fraction of
Picria fel-terrae Lour. Herbs. Asian Pacific Journal of Cancer Prevention.
18(2): 399-403.

Sihotang, Y.M., Silalahi, J., Hadisahputra, H., Hasibuan, P.A.Z. and Satria, D.
(2016). Cardioprotective effect of ethylacetate extract of poguntano (Picria

85
Universitas Sumatera Utara
fel-terrae Lour.) against doxorubicin-induced cardiotoxicity in rats. Int J
Pharm Clin Resc. 8: 466-470.

Sitorus, P., Harahap, U., Pandapotan, M. and Barus, T. (2014). Isolation Of β-


Sitosterol From n-Hexane of Picria fel-terrae Lour. Leave and Study Of
Its Antidiabetic Effect in Alloxan Induced Diabetic Mice. International
Journal of PharmTech Research. 6(1): 137-141.

Sitorus, P., Hasibuan, P.A.Z and Satria, D. (2017). Total Phenolic and Flavonid
Contents and antioxidant activity of Ethanol Fraction of Picria fel-terrae
(Lour.) Herbs. Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research.
10(7): 243-245.

Sostres, C., Gargallo, C.J., Arroyo, M.T and Lanas, A. (2010). Adverse effects of
non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs, aspirin and coxibs) on
upper gastrointestinal tract. Best Prac Res Cl Ga. 24: 121-132.

Subowo. (2014). Imunobiologi. Edisi 3. Jakarta: Sagung seto. Hal: 172, 206-226.

Sudiono, J. (2014). Sistem Kekebalan tubuh. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Hal:
42.

Sudjadi. (2008). Bioteknologi Kesehatan. Yogyakarta: Kanius. Hal: 142.

Sun, J., Zhang, X., Broderick, M. and Fein, H. (2003). Measurement of Nitric
Oxide Production in Biological Systems. Sensors. 3: 276-284.

Surati. (2012). Pengaruh Ekstrak Daun Salam (Syzygium polyanthum) Terhadap


Aktivitas Makrofag Pada Mencit Balb/c Yang Diinfeksi Salmonella
typhimurium. Tesis. Magister Ilmu Biomedik. Program Pascasarjana.
Universitas Diponegoro. Semarang. Hal: 53

Than, N.V. and Tung, N.T. (2017). Microscopic Features and Preliminary Thin
Layer Chromatography of “Thanh ngam” (Picria fel-terrae Lour. ex Wall)
Collected in Viet Nam. Trop J Nat Prod Res. 1(6): 241-243.

Thuan, N.D., Ha, D.T., Thuong, P.T., Na, M.K, Lee, J.P., Lee, J.H. et al. (2007).
A phenylpropanoid glycoside with antioxidant activity from Picria tel-
ferae. Arch Pharm Res. 30(9):1062-1066.

Torres, A.V., Carson, J.J., Mastroeni, P., Ischiropoulos, H. and Fang, F.C. (2000).
Antimicrobial Action of the NADPH Phagocyte Oxidase and Inducible
Nitric Oxide Synthase in Experimental Salmonellosis Effect on Microbial
Killing by Activated Peritoneal Macrophages in vitro. J.Exp Med. 192(2):
227-236.

Tungmunnithum, D., Thongboonyou, A., Pholboon, A., and Yangsabai, A.


(2018). Flavonoids and Other Phenolic Compounds from Medicinal Plants

86
Universitas Sumatera Utara
for Pharmaceutical and Medical Aspects: An Overview. Medicines, 5(3),
93.

Veluswamy., Rajwanth, R., Ward, S.C., Yum, K., Abramovitz, R.B., Isola, L.M.
et al. (2014). Adverse drug reaction: pomalidomide-induced liver injury.
The Lancet; London. 383(9935): 2125-2126.

Venkatesha, S.H., Dudics, S., Astry, B., and Moudgil, K.D. (2016). Control of
autoimmune inflammation by celastrol, a natural triterpenoid. Fems
Pathogens and Disease, 74(6): 59.

Wagner, H., and Bladt, S. (1996). Plant drug analysis: a thin layer
chromatography atlas. Springer Science & Business Media. Hal: 4-6, 99-
100, 196, 306, 335.

Wahab, A.S. dan Madarina, J. (2002). Sistem Imun, Imunisasi, dan Penyakit Imun.
Jakarta: Penerbit Widya Medika. Hal: 87
WHO. (2015). Kanker. Diakses tanggal 13 februari 2018
http:who.int/mediacenter.factsheets/fs297/en/

Wiedosari, E. (2007). Peranan Imunomodulator Alami (Aloe vera) Dalam sistem


imunitas Seluler dan Humoral. Wartazoa. Balai Besar Peneliti Veteriner.
Bogor. 17(4): 165-171.

Yanti., Pramudito, T.E., Nuriasari, N and Juliana, K. (2011). Lemon Pepper Fruit
Extract (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Suppresses the Expression of
Inflammatory Mediators in Lipopolysaccharide-Induced Macrophages In
Vitro. American Journal of Biochemistry and Biotechnology. 7(4): 190-
195.

Yannick, L., Jeanne, M. and Jean, F.S. (2011). In vitro modulation of reactive
oxygen and nitrogen intermediate (ROI/RNI) production in Crassostrea
gigas hemocytes. J. Biol.Sci. 7(9): 1401-11.

Yoon, W.J., Ham, Y.M., Kim, S.S., Yoo, B.S., Bulan, Y.J., Baik, J.S. et al.
(2009). Suppression of pro-inflammatory cytokines, iNOS and COX-2
expression by brown algae Sargassum micracanthum in RAW 264.7
macrophages. EurAsian Journal of BioSciences. 3: 130-143.

Yuandani., Jantan, I., Ilangkovan, M., Husain, K., and Chan, K.M. Inhibitory
effects of compounds from Phyllanthus amarus on nitric oxide production,
lymphocyte proliferation, and cytokine release from phagocytes. (2016).
Drug design, development and therapy. 10:1935-1945.

Yuandani., Jantan, I. and Husain K. (2017). 4,5,4′-rihydroxychalcone, 8,8′-


(ethene-1,2- diyl)-dinaphtalene-1,4,5-triol and rutin from Gynura segetum
inhibit phagocytosis, lymphocyte proliferation, cytokine release and nitric
oxide production from phagocytic cells. BMC Complementary and
Alternative Medicine. 17: 211.

87
Universitas Sumatera Utara
Yu, G. J., Choi, I. W., Kim, G. Y., Kim, B. W., Park, C., Hong, S. H., et al.
(2015). Anti-inflammatory potential of saponins derived from cultured
wild ginseng roots in lipopolysaccharide-stimulated RAW 264.7
macrophages. International journal of molecular medicine, 35(6): 1690-
1698.

Yu, L., Zhao, M., Yang, B., and Bai, W. (2009). Immunomodulatory and
anticancer activities of phenolics from Garcinia mangostana fruit pericarp.
Food Chem. 116: 969-973.

Yuwono, T. (2006). Teori dan aplikasi Polymerase Chain Reaction. Edisi I.


Yogyakarta: ANDI. Hal: 1, 11.

Zeng, J., Pan, X., Yang, K., Wei, Z., and Chen C. (2010). Experimental study on
the inhibitory effect on HBeAg and HBsAg excreted by 2215 cells of
different extracts of Picria fel-tarrae Lour. China Medical Herald.
7(16):27.

Zheng, L., Wang, M., Peng, Y. and Li, X. (2017). Physicochemical Characte-
rization of Polysaccharides with Macrophage Immunomodulatory
Activities Isolated from Red Ginseng (Panax ginseng C. A. Meyer).
Journal of Chemistry. 3276430.

Zong, Y., Sun, L., Liu, B., Deng, Y.S., Zhan, D., Chen, Y.L. et al. (2012).
Resveratrol Inhibits LPS-Induced MAPKs Activation via Activation of the
Phosphatidylinositol 3-Kinase Pathway in Murine RAW 264.7
Macrophage Cells. Plos one. 7(8). 44107.

Zou, J.M., Wang, L.S., Niu, X.M., Sun, H.D. and Guo, Y.J. (2005).
Phenylethanoid glycosides from Picria fel-terrae Lour. J Integr Plant Biol.
47(5):632-636.

88
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN
Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan

89
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Surat persetujuan etik (ethical clearence)

90
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Gambar Herba Poguntano

Keterangan : A. Tumbuhan Poguntano; B. Simplisia Herba Poguntano; C. Serbuk


Simplisia Herba Poguntano

91
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. Bagan ekstraksi serbuk simplisia secara maserasi bertingkat

Serbuk Simplisia
dimaserasi dengan n-heksana
(3x perendaman)

Ampas Maserat

dimaserasi dengan etilasetat dipekatkan


(3x perendaman) dengan alat
Rotary
evaporator
Ampas Maserat Ekstrak n-heksana

dimaserasi dengan etanol dipekatkan diskrining


(3x perendaman) dengan alat
Rotary
evaporator Hasil
Maserat Ampas

dipekatkan Ekstrak Etilasetat


dengan alat
Rotary
evaporator diskrining

Ekstrak Etanol
Hasil
diskrining

Hasil

92
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5. Bagan pembuatan media DMEM

DMEM Sachet 2 g Hepes 2 g NaHCO3

Dimasukkan ke dalam erlenmeyer

Ditambahkan 800 mL aquabidest steril

Dihomogenkan menggunakan stirer magnet

Diatur pH 7,2-7,4 (HCL 1 N atau NaOH 1 N)


Ditambahkan aquabidest steril sampai 1 liter

Larutan Media

Dilakukan sterilisasi dengan penyaringan

Ditampung dalam botol steril

Diberi identitas pada botol media

Disimpan pada suhu 2-80C

Media DMEM

93
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6. Bagan pembuatan media komplit (MK) DMEM

Fecal Bovine Penisilin- Fungizone DMEM AD


Serum (FBS) Streptomisin (amphotericin B 100 %
(10 %) (2 %) 0,5 %)

Dicampur
Diberi identitas pada botol MK
Disimpan pada suhu 2-80C

Media Komplit (MK)


DMEM

94
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. Bagan penumbuhan sel

Sel RAW 264.7

Diambil dari Freezer


Diambil beberapa tetes

Konikel

Dimasukkan ke dalam konikel yang berisi DMEM

Disentrifuge 6000 rpm selama 5 menit

Dibuang supernatant
Ditambahkan 4 mL MK DMEM

Diresuspensi hingga homogen

Flask

Dimasukkan ke dalam flask

Ditambahkan 5 mL MK kedalam setiap flask

Dihomogenkan

Diamati kondisi sel dengan mikroskop inverted

Diberi identitas pada flask

Disimpan dalam inkubator CO2

Sel RAW 264.7

95
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8. Bagan panen sel

Sel RAW 264.7

Dipersiapkan dan dikondisikan

Diamati apakah sel telah konfluen 80%

Dibuang MK dari flask dengan mikropipet

Sel yang melekat

Dicuci sel 2 x dengan PBS

Ditambahkan 400 µL trypsine-EDTA 0,25%

Diinkubasi dalam incubator CO2 selama 5 menit

Ditambahkan 4 mL MK

Diresuspensi dengan mikropipet

Diamati sel dibawah mikroskop inverted

Diresuspensi kembali jika masih ada sel yang menggerombol

Ditransfer sel ke dalam tabung konikel

Panen Sel RAW 264.7

96
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 9. Bagan perhitungan sel

Kultur Sel RAW 264.7

Diambil 10 µL panenan sel

Dipipetkan ke dalam hemositometer

Dihitung jumlah sel dibawah mikroskop

Jumlah Sel RAW 264.7

97
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. Bagan pembuatan larutan uji

Ekstrak Herba Poguntano


(ENHP, EEAHP, EEHP)

Ditimbang sebanyak 5 mg

Dimasukkan ke dalam Polytube

Dilarutkan dalam 100 mL DMSO

Divortex

Dibuat pengenceran sampai diperoleh


konsentrasi 200; 100; 50; 25; 12,5 µg/mL

Larutan Uji

98
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11. Bagan pengujian viabilitas sel

Sel RAW 264.7

Ditanam dengan Microplate 96-sumuran dengan


kepadatan 3x103 sel/well

Diinkubasi selama 24 jam

Dibuang medium

Ditambahkan medium baru


Ditambahkan larutan uji
Diinkubasi selama 24 jam
Dibuang media dan larutan uji setelah 24 jam

Dicuci dengan PBS

Ditambahkan 100 µL dan 10 µL MTT (0,5 mg/mL)

Diinkubasi selama 4-6 jam

Ditambahkan reagen stoper

Dibungkus dengan aluminium foil

Dibiarkan selama 1 malam

Dibaca serapan dengan Microplate Reader (λ=595 nm)

Absorban

Dihitung % sel hidup

% Sel Hidup

99
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 12. Bagan pengujian produksi NO

Sel RAW 264.7

Ditanam dengan Microplate 96-sumuran dengan


kepadatan 3x103 sel/well

Diinkubasi selama 24 jam

Dibuang medium

Ditambahkan medium baru


Ditambahkan larutan uji
Diinkubasi selama 6 jam
Ditambahkan LPS 1 µg/µL
Diinkubasi selama 24 jam

Dipindahkan cairan kedalam plate baru

Ditambahkan Pereaksi Griess

Diinkubasi selama ±10 menit pada suhu kamar

Dibaca serapan dengan Microplate Reader (λ =595 nm)

Absorban

Dihitung kadar NO

Kadar NO

100
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. Bagan ekstraksi RNA

Sel RAW 264.7

Ditanam dengan Microplate 6-sumuran dengan


kepadatan 5x105 sel/well

Diinkubasi selama 24 jam

Dibuang medium dan ditambahkan medium baru


Ditambahkan LPS 1 µg/µL, diinkubasi selama 6 jam
Ditambahkan larutan uji

Diinkubasi selama 24 jam


Dipindahkan kedalam tabung konikel
Ditambahkan 2 mL PBS
Dimasukkan kembali kedalam tabung konikel
Ditambahkan Tripsin 200 µL dalam plate tersebut
Diinkubasi selama 3 menit, diamati sel
apakah sudah terlepas semua
Cairan dalam konikel dimasukkan kembali kedalam plate,
diresuspensi dan pindahkan kembali ke tabung konikel
Ditambahkan 2 mL PBS, pindahkan dalam tabung konikel

Disentrifuge selama 5 menit 2500 rpm

Supernatan dibuang, endapan ditambahkan 1 mL PBS

Dipindahkan dalam mikrotube

RNA Sel RAW


264.7

101
Universitas Sumatera Utara
Lanjutan. Bagan uji ekstraksi RNA

RNA Sel RAW 264.7

Ditambahkan 400 µL RB buffer


Ditambahkan 4 µL β-mercaptoetanol,
campuran dihomogenkan
Diinkubasi 5 menit pada suhu kamar
Ditambahkan 400 µL etanol 70% dalam ddH2O, kocok
kuat sampai endapan larut
Disiapkan kolom RB, di (+) 500 µL RB

Dipindahkan cairan dalam mikrotube tadi


Disentrifuge pada kecepatan 12.000 rpm selama 1
menit, filtrate dibuang
Dipindahkan cairan yang tersisa dan disentrifuge
12.000 rpm selama 1 menit, filtrate dibuang
Ditempatkan kolom RB pada mikrotube baru
Ditambahkan 400 µL WI buffer kedalam kolom rb, sentrifuge
12.000 rpm selama 30 detik, filtrate dibuang
Ditambahkan 600 µLWash buffer, disentrifuge 12.000 rpm
selama 30 detik, filtrate dibuang
Ditempatkan kembali kolom RB pada mikrotube, disentrifuge
12.000 rpm selama 3 menit untuk mengeringkan matriks kolom
Ditempat kolom RB pada mikrotube 1,5 mL baru
Ditambahkan 50 µL RNAse free water,
diinkubasi selama 1 menit pada suhu kamar
Disentrifuge 12.000 rpm selama 1 menit
Dihitung konsentrasi RNA yang dihasilkan

Hasil isolasi RNA


Sel RAW 264.7

102
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 14. Bagan pembuatan cDNA

Hasil isolasi
RNA
Sel RAW 264.7

Ditambahkan DNAse/RNAse free water hingga vol.total 12 µL

Ditambahkan 8 µL Larutan campuran:


- 5x RT buffer 4 µL
- Random primer 1 µL
- dNTP 2 µL
- Rever Tra-Ace 1 µL

Diresuspensikan campuran tersebut

Dimasukkan dalam alat PCR

Diatur kondisinya:
- 30 0C selama 10 menit
- 42 0C selama 60 menit
- 99 0C selama 5 menit

cDNA

103
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 15. Bagan analisis ekspresi gen

cDNA

Ditambahkan PCR master mix dengan total 25 µL :


- GoTaq Green 12,5 µL
- Primer Forward 1 µL
- Primer Reverse 1 µL
- DNAse RNAse free water 9,5 µL

Divortex agar campurannya homogen

Dimasukkan dalam alat PCR

Diatur suhu sesuai kondisi gen (TNFα-, IL-6, β-actin, IL-1β, iNOS):
TNF-α, IL-6, β-actin IL-1β iNOS
D: 95 0C selama 2 menit 95 0C selama 2 menit 95 0C selama 2 menit
95 0C selama 30 detik 95 0C selama 45 detik 95 0C selama 30 detik
A: 55 0C selama 60 detik 62,50C selama 60dtik 60 0C selama 60 detik
E: 72 0C selama 60 detik 72 0C selama 60 detik 72 0C selama 60 detik
72 0C selama 5 menit 72 0C selama 5 menit 72 0C selama 5 menit

Produk PCR
(TNFα-,IL-6, β-
actin, IL-1β,
iNOS).

Keterangan : PCR : Polymerse Chain Reaction


D : Denaturasi
A : Annealing
E : Elongasi

104
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 16. Bagan pengujian elektroforesis

Produk PCR
(TNFα-, IL-6, β-
actin, IL-1β, iNOS)

Dimasukkan dalam sumuran gel agarosa 2% yang


telah dicetak pada piringan gel dengan formula :
- 2 gram serbuk agarosa + 100 mL TBE
- Dipanaskan dalam microwave selama 3-4
menit
- Ditambahkan flouroVue 4 µL.

Dimasukkan DNA ladder 100 Bp sebanyak 5 µL

Dilakukan elektroforesis 30-45 menit


dengan kecepatan 70 volt

Diambil foto gel hasil elektroforesis dengan


software gel doc

Gambaran pita
ekspresi gen

Dihitung berapa nilai densitas


gambaran pita ekspresi gen

Nilai densitas
ekspresi gen

Keterangan : PCR : Polymerse Chain Reaction


Bp : Base Pair

105
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 17. Sel RAW 264.7 dibawah mikroskop

b c

Keterangan : a. Sel RAW 264.7 dalam Hemositometer


b. Sel RAW 264.7 sebelum diberi larutan uji (perbesaran 10x40)
c. Sel RAW 264.7 setelah diberi larutan uji (perbesaran 10x40)

106
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 18. Microplate-96 sumuran pengujian viabilitas sel

EEHP ENHP EEAHP Deksametason


a aa
b bb

c cc

d dd

ee
e

Keterangan: microplate-96 sumuran yang berisi sel dan larutan uji serta
deksametason
a. 200 μg/mL
b. 100 μg/mL aa. 20 μg/mL
c. 50 μg/mL bb. 10 μg/mL
d. 25 μg/mL cc. 5 μg/mL
e. 12,5 μg/mL dd. 2,5 μg/mL
f. Kontrol sel ee. 1,25 μg/mL
g. Kontrol media

107
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 19. Microplate-96 sumuran pada uji produksi NO

(a)

(b)

Keterangan: microplate-96 sumuran yang berisi sel dan larutan uji


(a). Uji produksi kadar NO sampel
(b). Uji produksi kadar NO larutan standar nitrit

108
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 20. Microplate-6 sumuran pada uji ekspresi gen

a b c

d e f

Keterangan: microplate-96 sumuran yang berisi sel dan larutan uji


a. Kontrol sel
b. LPS
c. Ekstrak n-heksan herba poguntano
d. Ekstrak etilasetat herba poguntano
e. Ekstrak etanol herba poguntano
f. Deksametason

109
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 21. Perhitungan pembuatan larutan uji

Perhitungan pembuatan larutan ekstrak herba poguntano :


 Sampel : ENHP, EEAHP, EEHP.
 Konsentrasi : 12,5 ; 25; 50; 100; 200 µg/µL
 Sampel 5 mg dilarutkan dengan 100 µL DMSO

V1 x C1 =V2 x C2

Keterangan:
V1 : Volume awal
C1 : Konsentrasi awal
V2 : Volume yang akan dibuat untuk pengenceran
C2 : Konsentrasi yang akan dibuat untuk pengenceran

 Cara pembuatan pengenceran larutan uji:


Dipipet 4 µl larutan induk (50.000 µg/µL) kemudian diadkan sampai 1000 µl
dengan MK DMEM. Selanjutnya dipipet kembali 500 µl (200 µg/µL) lalu
ditambahkan 500 µl MK DMEM dan seterusnya.

110
Universitas Sumatera Utara
Perhitungan pembuatan larutan Deksametason :

 Berat bahan aktif deksametason : 0,5 mg


 0,5 mg deksametason dilarutkan dengan 100 µL DMSO

 Cara pembuatan larutan deksametason:


Serbuk tablet deksametason (0,5 mg deksametason) yang telah dihaluskan
lalu dimasukkan kedalam mikrotube dan dilarutkan dengan 100 µL DMSO.
Dihomogenkan dan dilakukan pengenceran sesuai dengan konsentrasi yang
digunakan.
V1 x C1 =V2 x C2

Keterangan:
V1 : Volume awal
C1 : Konsentrasi awal
V2 : Volume yang akan dibuat untuk pengenceran
C2 : Konsentrasi yang akan dibuat untuk pengenceran

 Konsentrasi : 1,25 ; 2,5; 5; 10; 20 µg/µL

 Cara pembuatan pengenceran larutan deksametason:


Dipipet 4 µL larutan induk deksametason (5000 µg/µL) kemudian diadkan
sampai 1000 µL MK DMEM. Selanjutnya dipipet kembali 500 µL (20
µg/µL) deksametason lalu ditambahkan 500 µL MK DMEM dan seterusnya.

111
Universitas Sumatera Utara
Perhitungan pembuatan larutan Lipopolisakarida :

 Konsentrasi Lipopolisakarida : 1 mg
LPS 1 mg dilarutkan dalam 1 ml aquadest

Buat stok, yang dibutuhkan : 0,1 µg/µL


Diambil 1 µL dari stok 1 µg/µL + aquadest 9 µL = 10 µL,
sehingga konsentrasi : 1 µg / 10 µL = 0,1 µg/µL

Jika yang diberikan 10 µl pada masing-masing well (96-well) maka pengenceran


1 µl (1 µg/µL) ad volume 100 µL
= 1 µg/100µL x 10 µL
= 0,1 µg

Dipipet 10 µL LPS dari konsentrasi (1 µg/µL)


+ 990 µL MK DMEM=total volume 1000 µL (10 µg/1000µL = 0,01 µg/µL)

Cara kerja :
Dipipet 10 µL LPS ad 1000 µL MK DMEM lalu dimasukkan kedalam masing-
masing sumuran (96-well) inkubasi 24 jam

 Konsentrasi Lipopolisakarida : 1 mg
LPS 1 mg dilarutkan dalam 1 ml aquadest

Untuk 6-wellplate :
20 µL konsentrasi (1 µg/µL) + 1980 µl MK DMEM = 2000 µL =2 mL
Konsentrasi : 0,01 µg/µL x 200 µL = 2 µg/µL

Cara kerja :
Dipipet 20 µL LPS ad 2000 µL MK DMEM lalu dimasukkan 1 ml kedalam
masing-masing sumuran (6-well) inkubasi 24 jam

112
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 22. Perhitungan penanaman sel :

Sel dihitung terlebih dahulu dengan menggunakan hemositometer.

Keterangan:
A : Jumlah sel pada bagian A
B : Jumlah sel pada bagian B
C : Jumlah sel pada bagian C
D : Jumlah sel pada bagian D

 Perhitungan sel untuk uji viabilitas sel

lalu dihitung jumlah sel yang akan ditanam pada well yang digunakan (96 well
plate) :

Jumlah well yang digunakan : 96 well 100


Jumlah sel yang akan ditanam : 3000 sel/well
Jumlah sel / mL : 2617500 /mL

Cara kerja :
Dipipet 115 µL sel di ad kan sampai 10 mL dengan MK DMEM lalu dimasukkan
100 µL kedalam masing-masing sumuran (96-well) inkubasi 24 jam.

 Perhitungan sel untuk uji produksi NO

lalu dihitung jumlah sel yang akan ditanam pada well yang digunakan (96 well
plate) :

Jumlah well yang digunakan : 96 well 100


Jumlah sel yang akan ditanam : 3000 sel/well
Jumlah sel / mL : 1197500 /mL

Cara kerja :
Dipipet 250 µL sel di ad kan sampai 10 mL dengan MK DMEM lalu dimasukkan
100 µL kedalam masing-masing sumuran (96-well) inkubasi 24 jam.

113
Universitas Sumatera Utara
 Perhitungan sel untuk uji ekspresi gen

lalu dihitung jumlah sel yang akan ditanam pada well yang digunakan (6 well
plate) :

Jumlah well yang digunakan : 6 well


Jumlah sel yang akan ditanam : 500.000 sel/well
Jumlah sel / mL : 104500 /mL

Cara kerja :
Dipipet 2,87 mL sel di ad kan sampai 12 mL dengan MK DMEM lalu
dimasukkan 2 ml kedalam masing-masing sumuran (6-well) inkubasi 24 jam

114
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 23. Perhitungan Viabilitas sel

Rumus perhitungan viabilitas sel :

Ekstrak n-heksana herba poguntano (ENHP)


Absorbansi Rata-rata
1 2 3 Absorbansi
Kontrol Sel 0,998 1,000 0,995 0,998
Kontrol Media 0,083 0,081 0,090 0,085

Konsentrasi Absorbansi % Sel Hidup % Sel Hidup


(µg/µL) 1 2 3 1 2 3 Rata-rata
200 0,708 0,706 0,705 68,27 68,05 67,94 68,09
100 0,844 0,845 0,850 83,17 83,28 83,83 83,42
50 0,868 0,870 0,874 85,80 86,02 86,45 86,09
25 0,902 0,910 0,911 89,52 90,40 90,51 90,14
12,5 0,932 0,930 0,925 92,81 92,59 92,04 92,48

Ekstrak etilasetat herba poguntano (EEAHP)


Konsentrasi Absorbansi % Sel Hidup % Sel Hidup
(µg/µL) 1 2 3 1 2 3 Rata-rata
200 0,145 0,148 0,142 6,61 6,94 6,28 6,61
100 0,688 0,690 0,682 66,08 66,30 65.43 65,94
50 0.870 0,876 0,875 86,02 86,67 86,56 86,42
25 0,922 0,930 0,928 91,71 92,59 92,37 92,22
12,5 0,946 0,940 0,938 94,34 93,68 93,46 93,83

Ekstrak etanol herba poguntano (EEHP)


Konsentrasi Absorbansi % Sel Hidup % Sel Hidup
(µg/µL) 1 2 3 1 2 3 Rata-rata
200 0,853 0,857 0,855 84,15 84,59 84,37 84,37
100 0,850 0,855 0,856 83,83 84,37 84,48 84,23
50 0,902 0,905 0,902 89,52 89,85 89,52 89,63
25 0,952 0,950 0,948 95,00 94,78 94,56 94,78
12,5 0,989 0,980 0,990 99,05 98,06 99,16 98,76

Deksametason
Absorbansi Rata-rata
1 2 3 Absorbansi
Kontrol Sel 0,875 0,880 0,878 0,878
Kontrol Media 0,087 0,087 0,086 0,087

Konsentrasi Absorbansi % Sel Hidup % Sel Hidup


(µg/µL) 1 2 3 1 2 3 Rata-rata
20 0,510 0,518 0,520 53,52 54,53 54,78 54,28
10 0,629 0,630 0,635 68,56 68,69 69,32 68,86
5 0,682 0,685 0,690 75,26 75,64 76,27 75,72
2,5 0,751 0,755 0,767 83,99 84,49 86,01 84,83
1,25 0,812 0,805 0,810 91,70 90,81 91,45 91,32

115
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 24. Perhitungan Viabilitas sel dengan SPSS

Descriptives
95% Confidence
Std. Interval for Mean Mini
N Mean Std. Error Maximum
Deviation Lower Upper mum
Bound Bound
ENHP 12.50 3 92.4790 .39491 .22800 91.4980 93.4600 92.04 92.81
25.00 3 90.1424 .54029 .31194 88.8002 91.4846 89.52 90.51
50.00 3 86.0898 .33462 .19319 85.2586 86.9210 85.80 86.45
100.00 3 83.4246 .35209 .20328 82.5500 84.2992 83.17 83.83
200.00 3 68.0905 .16731 .09660 67.6749 68.5062 67.94 68.27
Total 15 84.0453 8.87890 2.29252 79.1283 88.9622 67.94 92.81
EEAHP 12.50 3 93.8299 .45601 .26328 92.6971 94.9626 93.46 94.34
25.00 3 92.2234 .45601 .26328 91.0907 93.3562 91.71 92.59
50.00 3 86.4184 .35209 .20328 85.5438 87.2930 86.02 86.67
100.00 3 65.9365 .45601 .26328 64.8037 67.0693 65.43 66.30
200.00 3 6.6083 .32859 .18971 5.7920 7.4245 6.28 6.94
Total 15 69.0033 33.89670 8.75209 50.2319 87.7747 6.28 94.34
EEHP 12.50 3 98.7587 .60324 .34828 97.2601 100.2572 98.06 99.16
25.00 3 94.7791 .21906 .12647 94.2349 95.3233 94.56 95.00
50.00 3 89.6313 .18971 .10953 89.1600 90.1025 89.52 89.85
100.00 3 84.2278 .35209 .20328 83.3532 85.1025 83.83 84.48
200.00 3 84.3739 .21906 .12647 83.8297 84.9180 84.15 84.59
Total 15 90.3541 5.93623 1.53273 87.0668 93.6415 83.83 99.16

Deksametason
95% Confidence
Std. Interval for Mean
N Mean Std. Error Minimum Maximum
Deviation Lower Upper
Bound Bound
1.25 3 91.3190 .45582 .26317 90.1867 92.4513 90.81 91.70
2.50 3 84.8293 1.05268 .60776 82.2143 87.4443 83.99 86.01
5.00 3 75.7269 .51093 .29499 74.4577 76.9961 75.26 76.27
10.00 3 68.8580 .40639 .23463 67.8485 69.8675 68.56 69.32
20.00 3 54.2773 .66896 .38623 52.6155 55.9391 53.52 54.78
Total 15 75.0021 13.35292 3.44771 67.6075 82.3967 53.52 91.70

116
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 25. Perhitungan pengujian produksi NO

Perhitungan pembuatan larutan standar nitrit :


 Konsentrasi lar. Standar nitrit : 1000 µM
 Konsentrasi pengenceran : 0,78125; 1,5625; 3,125; 6,25; 12,5 ; 25; 50; 100 µM
Rumus pengenceran : V1 x C1 =V2 x C2

Keterangan:
V1 : Volume awal
C1 : Konsentrasi awal
V2 : Volume yang akan dibuat untuk pengenceran
C2 : Konsentrasi yang akan dibuat untuk pengenceran

 Cara pembuatan pengenceran larutan uji:


Dipipet 25 µl larutan induk (1.000 µM) kemudian diadkan sampai 250 µl
dengan Aquabidest steril. Selanjutnya dipipet kembali 125 µl (100 µM) lalu
ditambahkan 125 µl Aquabidest steril dan seterusnya.

117
Universitas Sumatera Utara
Hasil nilai absorbansi Larutan standar nitrit :

Konsentrasi (µM) Absorbansi


100 0.121
50 0.081
25 0.061
12.5 0.050
6.25 0.047
3.125 0.044
1.5625 0.037
0.78125 0.033

0,150
y = 0.0008x + 0.041
Absorbansi

R² = 0.9995
0,100

0,050

0,000
0 20 40 60 80 100 120
Konsentrasi
(µg/µLdiperoleh
Hasil persamaan regresi yang ) : Y= 0,0008 x + 0,041

Rumus perhitungan kadar NO:

Keterangan : a = Nilai (a) dari persamaan regresi (Y= a x + b)


b = Nilai (b) dari persamaan regresi (Y= a x + b)

Konsentrasi Absorbansi Kadar NO


Sampel
(µg/µL) 1 2 3 1 2 3 Rata2
ENHP 25 0,049 0,047 0,052 10,00 7,50 13,75 10.42
12,5 0,101 0,092 0,104 75,00 63,75 78,75 72.50
EEAHP 25 0,056 0,066 0,075 18,75 31,25 42,50 30.83
12,5 0,103 0,111 0,121 77,50 87,50 100,00 88.33
EEHP 25 0,059 0,055 0,062 22,50 17,50 26,25 22.08
12,5 0,102 0,103 0,098 76,25 77,50 71,25 75.00
Deksametason 2,5 0,043 0,043 0,051 2,50 2,50 12,50 5.83
1,25 0,042 0,045 0,054 1,25 4,75 16,25 7.42
Kontrol Sel 0,042 0,045 0,043 1,25 5,00 2,50 2.92
LPS 0,125 0,119 0,121 105,00 97,50 100,00 100.83

118
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 26. Perhitungan pengujian produksi NO dengan SPSS

Descriptives
Kadar NO
95% Confidence
Std. Std. Interval for Mean
N Mean Minimum Maximum
Deviation Error Lower Upper
Bound Bound
ENHP 12.5 3 72.5000 7.80625 4.50694 53.1082 91.8918 63.75 78.75
ENHP 25 3 10.4167 3.14576 1.81621 2.6022 18.2312 7.50 13.75
EEAHP 12.5 3 87.9167 10.63113 6.13788 61.5075 114.3258 77.50 98.75
EEAHP 25 3 30.8333 11.88048 6.85920 1.3206 60.3461 18.75 42.50
EEHP 12.5 3 75.0000 3.30719 1.90941 66.7845 83.2155 71.25 77.50
EEHP 25 3 22.0833 4.38986 2.53448 11.1783 32.9883 17.50 26.25
Deksametason
3 7.4767 .05132 .02963 7.3492 7.6041 7.42 7.52
1.25
Deksametason
3 4.1800 .02646 .01528 4.1143 4.2457 4.16 4.21
2,5
LPS 3 98.7500 1.25000 .72169 95.6448 101.8552 97.50 100.00
KS 3 2.5000 2.16506 1.25000 -2.8783 7.8783 1.25 5.00
Total 30 41.1657 37.06960 6.76795 27.3236 55.0077 1.25 100.00

Homogeneous Subsets
Kadar NO
a
Tukey HSD
Subset for alpha = 0.05
Perlakuan N 1 2 3 4 5
KS 3 2.5000
Deksametason 2,5 3 4.1800
Deksametason 1.25 3 7.4767 7.4767
ENHP 25 3 10.4167 10.4167
EEHP 25 3 22.0833 22.0833
EEAHP 25 3 30.8333
ENHP 12.5 3 72.5000
EEHP 12.5 3 75.0000
EEAHP 12.5 3 87.9167 87.9167
LPS 3 98.7500
Sig. .827 .148 .738 .110 .483
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

119
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 27. Perhitungan pengujian ekspresi gen

Konsentrasi RNA yang diperoleh dari hasil ekstrasksi RNA :


KS : 312,8 ng/µL
LPS : 259,6 ng/µL
ENHP : 452,8 ng/µL
EEAHP : 406,4 ng/µL
EEHP : 435,6 ng/µL
Dexa : 359,2 ng/µL
Perhitungan RNA yang digunakan :

Rumus :

Total RNA yang dipakai 2000 ng.

 Cara pembuatan larutan cDNA :


Dipipet masing-masing RNA (hasil ekstraksi RNA) dari KS (6,40 µL), LPS
(7,70 µL), ENHP (4,42 µL), EEAHP (4,92 µL), EEHP (4,60 µL), Dexa
(5,57 µL) dan dimasukkan dalam mikrotube kemudian diadkan sampai 12
µL dengan ddH2O. Selanjutnya ditambahkan larutan campuran 8 µL (5x
RT buffer 4 µL, random primer 1 µL, dNTP 2 µL, Rever Tra-Ace 1 µL)
diresuspensi dan dimasukkan dalam alat PCR serta diatur kondisi PCRnya.

Konsentrasi cDNA yang diperoleh hasil pembuatan cDNA :


KS : 744 ng/µL
LPS : 880 ng/µL
ENHP : 820 ng/µL
EEAHP : 991,5 ng/µL
EEHP : 1040 ng/µL
Dexa : 1048 ng/µL

Kemudian cDNA diencerkan untuk mendapatkan konsentrasi 100 ng/µL

120
Universitas Sumatera Utara
Rumus : V1 x C1 =V2 x C2
Keterangan:
V1 : Volume awal
C1 : Konsentrasi awal
V2 : Volume yang akan dibuat untuk pengenceran
C2 : Konsentrasi yang akan dibuat untuk pengenceran

 Cara pembuatan pengenceran cDNA :


Dipipet masing-masing cDNA dari KS (6,72 µL), LPS (5,68 µL), ENHP (6,10 µL), EEAHP
(5,04 µL), EEHP (4,82 µL), Dexa (4,78 µL) dan dimasukkan dalam mikrotube kemudian
diadkan sampai 50 µL dengan ddH2O.

Konsentrasi cDNA yang diperoleh :


KS : 100 ng/µL
LPS : 101 ng/µL
ENHP : 109 ng/µL
EEAHP : 98 ng/µL
EEHP : 97 ng/µL
Dexa : 99 ng/µL
Keterangan : “ Syarat kadar cDNA : 100 ng/µL ± 10 % ”
Kemudian dilakukan pengujian ekspresi gen dengan campuran sebagai berikut :
GoTaq Green 12,5 µL
Primer Forward 1 µL
Primer Reverse 1 µL
cDNA 1 µL
Nuklease free water 9,5 µL
Jumlah 25 µL
Dipipet GoTaqGreen 12,5 µL lalu dimasukkan dalam mikrotube dan ditambahkan primer
forward (1 µL) dan primer reverse (1 µL) sesuai pengujian lalu ditambahkan masing-masing
cDNA 1 µL dan diadkan sampai 25 µL dengan Nuklease free water. Total campuran
disentrifuge dan dimasukkan dalam alat PCR dan diatur kondisinya sesuai pengujian ekspresi
gen yang dilakukan.

121
Universitas Sumatera Utara
Hasil nilai densitas ekspresi gen

Nilai densitas
No Ekspresi gen Sampel Rata-rata
1 2 3
KS 1,00 1,00 1,00 1,00
LPS 1,47 1,45 1,47 1,46
ENHP 1,09 1,07 1,08 1,08
1 TNF-α
EEAHP 1,01 1,04 1,05 1,03
EEHP 1,28 1,24 1,26 1,26
Dexa 1,21 1,24 1.25 1,23
KS 1,00 1,00 1,00 1,00
LPS 2,61 2,59 2,63 2,61
ENHP 1,27 1,28 1,25 1,27
2 IL-6
EEAHP 1,27 1,29 1,30 1,29
EEHP 1,33 1,32 1,36 1,34
Dexa 0,78 0,76 0,80 0,78
KS 1,00 1,00 1,00 1,00
LPS 4,02 4,04 4,02 4,03
ENHP 2,33 2,35 2,32 2,33
3 IL-1β
EEAHP 2,78 2,76 2,79 2,78
EEHP 1,79 1,80 1,81 1,80
Dexa 1,07 1,03 1,06 1,05
KS 1,00 1,00 1,00 1,00
LPS 1,03 1,04 1,02 1,03
ENHP 0,69 0,65 0,68 0,67
4 iNOS
EEAHP 0,73 0,75 0,76 0,75
EEHP 0,69 0,70 0,67 0,69
Dexa 0,65 0,64 0,66 0,65

122
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 28. Perhitungan analisis ekspresi gen dengan SPSS

Descriptives
95%
Confidence
Std. Std. Interval for
N Mean Mean Minimum Maximum
Deviation Error
Lower Upper
Bound Bound
Beta_Actin KS 3 1.0000 .00000 .00000 1.0000 1.0000 1.00 1.00
LPS 3 1.0400 .01000 .00577 1.0152 1.0648 1.03 1.05
ENHP 3 1.0867 .00577 .00333 1.0723 1.1010 1.08 1.09
EEAHP 3 1.0633 .00577 .00333 1.0490 1.0777 1.06 1.07
EEHP 3 1.0500 .02000 .01155 1.0003 1.0997 1.03 1.07
Dexa 3 1.0000 .00000 .00000 1.0000 1.0000 1.00 1.00
Total 18 1.0400 .03361 .00792 1.0233 1.0567 1.00 1.09
TNF_AlphaKS 3 1.0000 .00000 .00000 1.0000 1.0000 1.00 1.00
LPS 3 1.4633 .01155 .00667 1.4346 1.4920 1.45 1.47
ENHP 3 1.0800 .01000 .00577 1.0552 1.1048 1.07 1.09
EEAHP 3 1.0333 .02082 .01202 .9816 1.0850 1.01 1.05
EEHP 3 1.2600 .02000 .01155 1.2103 1.3097 1.24 1.28
Dexa 3 1.2333 .02082 .01202 1.1816 1.2850 1.21 1.25
Total 18 1.1783 .16508 .03891 1.0962 1.2604 1.00 1.47
IL_6 KS 3 1.0000 .00000 .00000 1.0000 1.0000 1.00 1.00
LPS 3 2.6100 .02000 .01155 2.5603 2.6597 2.59 2.63
ENHP 3 1.2667 .01528 .00882 1.2287 1.3046 1.25 1.28
EEAHP 3 1.2867 .01528 .00882 1.2487 1.3246 1.27 1.30
EEHP 3 1.3367 .02082 .01202 1.2850 1.3884 1.32 1.36
Dexa 3 .7800 .02000 .01155 .7303 .8297 .76 .80
Total 18 1.3800 .60027 .14149 1.0815 1.6785 .76 2.63
iNOS KS 3 1.0000 .00000 .00000 1.0000 1.0000 1.00 1.00
LPS 3 1.0300 .01000 .00577 1.0052 1.0548 1.02 1.04
ENHP 3 .6733 .02082 .01202 .6216 .7250 .65 .69
EEAHP 3 .7467 .01528 .00882 .7087 .7846 .73 .76
EEHP 3 .6867 .01528 .00882 .6487 .7246 .67 .70
Dexa 3 .6500 .01000 .00577 .6252 .6748 .64 .66
Total 18 .7978 .16152 .03807 .7175 .8781 .64 1.04
IL_1 KS 3 1.0000 .00000 .00000 1.0000 1.0000 1.00 1.00
Beta LPS 3 4.0267 .01155 .00667 3.9980 4.0554 4.02 4.04
ENHP 3 2.3333 .01528 .00882 2.2954 2.3713 2.32 2.35
EEAHP 3 2.7767 .01528 .00882 2.7387 2.8146 2.76 2.79
EEHP 3 1.8000 .01000 .00577 1.7752 1.8248 1.79 1.81
Dexa 3 1.0533 .02082 .01202 1.0016 1.1050 1.03 1.07
Total 18 2.1650 1.07883 .25428 1.6285 2.7015 1.00 4.04

123
Universitas Sumatera Utara
Homogeneous Subsets
TNF_Alpha
Subset for alpha = 0.05
Sampel N
1 2 3 4 5
Tukey KS 3 1.0000
HSDa EEAHP 3 1.0333
ENHP 3 1.0800
Dexa 3 1.2333
EEHP 3 1.2600
LPS 3 1.4633
Sig. .175 1.000 .364 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
IL_6
Subset for alpha = 0.05
Sampel N
1 2 3 4 5
Tukey Dexa 3 .7800
HSDa KS 3 1.0000
ENHP 3 1.2667
EEAHP 3 1.2867
EEHP 3 1.3367
LPS 3 2.6100
Sig. 1.000 1.000 .696 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
iNOS
Subset for alpha = 0.05
Sampel N
1 2 3 4 5
Tukey Dexa 3 .6500
HSDa ENHP 3 .6733
EEHP 3 .6867
EEAHP 3 .7467
KS 3 1.0000
LPS 3 1.0300
Sig. .054 1.000 .143
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

IL_1Beta
Subset for alpha = 0.05
Sampel N 1 2 3 4 5 6
Tukey KS 3 1.0000
HSDa Dexa 3 1.0533
EEHP 3 1.8000
ENHP 3 2.3333
EEAHP 3 2.7767
LPS 3 4.0267
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

124
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 29. Gambar pita dari ekspresi gen ekstrak herba poguntano
TNF-α 374 Bp

400 Bp
300 Bp
200 Bp
100 Bp

Ladder a b c d e f Ladder
IL-6 269 Bp

300 Bp
200 Bp
100 Bp
a b c d e f Ladder
iNOS 311 Bp

400 Bp
300 Bp
200 Bp
100 Bp
Ladder a b c d e f Ladder

IL-1 β 441 Bp

500 Bp
400 Bp
300 Bp
200 Bp
100 Bp
a b c d e f Ladder
β-actin 349 Bp

400 Bp
300 Bp
200 Bp
100 Bp
Ladder a b c d e f Ladder
Keterangan : a. Deksametason 2,5 μg/mL
b. Ekstrak Etanol Herba Poguntano 25 μg/mL
c. Ekstrak Etilasetat Herba Poguntano 25 μg/mL
d. Ekstrak n-Heksan Herba Poguntano 25 μg/mL
e. LPS
f. KS

125
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 30. Gambar alat

b c

d
Keterangan: a. Laminar Air Flow
b. Inkubator CO2
c. Microscope inverted
d. Microplate reader

126
Universitas Sumatera Utara
Lanjutan. Gambar alat

a b

d
Keterangan: a. Nano drop c. Elektroforesis
b. PCR multibox d. Gel Doc

127
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai