PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut definsi WHO (World Health Organization), pada tahun 2012 angka
tersebut merupakan negara berkembang yaitu 99%. Diseluruh dunia setiap menitnya
persalinan dan masa nifas dengan kata lain, 1.400 wanita meninggal setiap hari atau
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat
keberhasilan upaya kesehatan ibu. AKI adalah rasio kematian ibu selama masa
kehamilan, persalinan dan nifas yang disebabkan oleh kehamilan, persalinan, dan
nifas atau pengelolaannya tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan
atau insidental di setiap 100.000 kelahiran hidup. Jumlah kematian ibu di Indonesia
menurut provinsi tahun 2018-2019 dimana terdapat penurunan dari 4.226 menjadi
4.221 kematian ibu di Indonesia berdasarkan laporan. Pada tahun 2019 penyebab
kehamilan (1.066 kasus), infeksi (207 kasus). (Profil Kesehatan Republik Indonesia,
2019).
ialah eklamsia (Depkes RI, 2011). Adapun perdarahan yang terjadi adalah
1
2
perdarahan post partum dengan frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari
jalan lahir (4- 5%), kelainan darah (0,5-0,8%). Faktor predisposisi terjadinya atonia
uteri : uterus tidak berkontraksi, lembek terlalu regang dan besar, kelainan pada
uterus seperti mioma uteri, Solusio plasenta (Indra dan Titi, 2015).
Perdarahan post partum dapat terjadi akibat kontraksi uterus yang kurang
baik dan uterus yang lembek. Salah satu cara agar kontraksi tetap baik sampai akhir
nifas adalah mobilisasi dan gerakan sederhana seperti senam nifas. Karena dengan
senam nifas maka otot-otot yang berada pada uterus akan mengalami kontraksi dan
retraksi yang mana dengan adanya kontraksi ini akan menyebabkan pembuluh darah
pada uterus yang meregang dapat terjepit sehingga perdarahan dapat terhindari
(Maryunani & Yetti 2011 dalam indra & titi, 2015). Kontraksi pada periode post
partum disebut involusi uteri. Involusi uterus adalah kembalinya uterus pada keadaan
sebelum hamil dalam bentuk maupun posisi. Involusi ini dapat mengecilkan rahim
setelah persalinan agar kembali kebentuk asal dengan berat sekitar 60 gram. Proses
ini dimulai setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Banyak
faktor yang dapat mempengaruhi proses involusio uteri diantaranya adalah menyusui,
Pada proses involusi jumlah sel–sel otot uterus mengalami pengecilan karena
adanya proses atrofi. Dengan keluarnya plasenta maka lapisan lain yang terdapat
pada rahim akan keluar juga. Sementara lapisan deciduas basalis sebagian masih
tertinggal dalam uterus selama 2-3 hari, setelah mengalami nekrotik akan keluar
3
sebagai lochea (Pillitery, 2003; Farrer, 2011). Kegagalan dalam involusi uteri disebut
plasenta dalam uterus sehingga proses involusi uterus tidak berjalan dengan normal
dan terhambat, bila subinvolusi uterus tidak ditangani dengan baik, akan
subinvolusi atau proses yang abnormal diantaranya, tidak secara progresif dalam
pengembalian ukuran uterus, uterus teraba lunak dan kontraksinya buruk, sakit pada
punggung atau nyeri pada pelvik yang persisten, perdarahan pervagina abnormal
seperti perdarahan segar, lochea rubra banyak, persisten dan berbau busuk (Marmi,
2012).
Ada beberapa upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan kesehatan ibu
nifas termasuk mempercepat proses involusinya antara lain adanya program IMD
(Inisiasi Menyusu Dini), Pemberian Vitamin A pada ibu nifas, Pemberian Tablet Fe
nifas dan mobilisasi dini. Salah satu asuhan untuk memaksimalkan kontraksi uteru
Senam nifas adalah senam yang telah dialkukan ibu postpartum setelah
keadaan pulih kembali. Ketidaklancaran proses involusi dapat berakibat buruk pada
ibu nifas seperti terjadi perdarahan yang bersifat lanjut. Senam nifas dapat dimulai 6
jam setelah melahirkan dan dalam pelaksanaannya harus dilakukan secara bertahap,
sistematis, dan berkelanjutan. Senam ini dilakukan sejak hari pertama setelah
mealkukan senam nifas sesegera mungkin, maka hasil yang didapatpun diharapkan
bisa optimal. Dampak apabila tidak dilakukannya senam nifas kemungkinan akan
4
trombo plebitis sehingga perlu adanya upaya pencegahan bahaya nifas adalah dengan
Menurut data Dinas Kesehatan Kota Bengkulu pada tahun 2019 Jumlah
Kematian ibu yaitu ada 35 orang yang terdiri dari kematian ibu hamil sebanyak 10
orang (28,6%), Kematian ibu bersalin sebanyak 11 Orang (31,4%) dan kematian ibu
pada masa nifas sebanyak 14 Orang (40%). Adapun Penyebab kematian ibu yaitu
perdarahan 16 Orang, selain itu penyebab kematian ibu meliputi hipertensi dalam
Kematian ibu nifas yang disebabkan komplikasi masa nifas berjumlah 12 orang yang
Puskesmas Sawah Lebar (0,24%), Puskesmas Nusa Indah (0,22%) dan Puskesmas
Lingkar Barat sebanyak 317 orang (100%) dan Puskesmas Betungan 252 orang
didapatkan infromasi bahwa rata-rata jumlah persalinan pada bulan Januari sampai
5
Hari. Berdasarkan hasil observasi didapatkan terdapat 4 ibu nifas, 2 ibu nifas yang
ikut dalam senam nifas, sedangkan 2 ibu nifas tidak melakukan senam nifas.
Diperoleh informasi bahwa di PMB Wilayah Kerja Puskesmas belum banyak yang
melaksanakan senam nifas, dikarenakan ibu nifas belum banyak yang melakukan
senam nifas rutin. Berdasarkan latar belakang dan fenomena di atas, maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai Pengaruh senam nifas
terhadap penurunan Tinggi Fundus uteri pada ibu nifas di PMB Wilayah Kerja
B. Rumusan Masalah
masih tinggi angka kematian pada ibu nifas, masih ada ibu nifas yang tidak
uteri yang terlambat dan masih banyak PMB yang belum melakukan asuhan
senam nifas sehingga masih tingginya kejadian komplikasi masa nifas. Maka
tinggi fundus uteri pada ibu nifas di PMB Wilayah Kerja Puskesmas Betungan
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahui pengaruh senam nifas terhadap penurunan Tinggi Fundus Uteri (TFU)
ada ibu nifas di PMB Wilayah Kerja Puskesmas Betungan Kota Bengkulu Tahun
2021.
6
2. Tujuan Khusus
Bengkulu.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi PMB
Sebagai salah satu acuan dan masukan untuk bisa meningkatkan kualitas