Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut definsi WHO (World Health Organization), pada tahun 2012 angka

kemataian ibu di dunia 287.000, WHO memperkirakan 500.000 kematian ibu

melahirkan di seluruh dunia setiap tahunnya, penyumbang terbesar dari angka

tersebut merupakan negara berkembang yaitu 99%. Diseluruh dunia setiap menitnya

setiap wanita meninggal karena komplikasi yang terkait dengan kehamilan,

persalinan dan masa nifas dengan kata lain, 1.400 wanita meninggal setiap hari atau

lebih dari 500.000 setiap tahun (Ika Nur Dkk, 2020).

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat

keberhasilan upaya kesehatan ibu. AKI adalah rasio kematian ibu selama masa

kehamilan, persalinan dan nifas yang disebabkan oleh kehamilan, persalinan, dan

nifas atau pengelolaannya tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan

atau insidental di setiap 100.000 kelahiran hidup. Jumlah kematian ibu di Indonesia

menurut provinsi tahun 2018-2019 dimana terdapat penurunan dari 4.226 menjadi

4.221 kematian ibu di Indonesia berdasarkan laporan. Pada tahun 2019 penyebab

kematian ibu terbanyak adalah perdarahan (1.280 kasus), hipertensi dalam

kehamilan (1.066 kasus), infeksi (207 kasus). (Profil Kesehatan Republik Indonesia,

2019).

AKI disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya karena perdarahan.

Perdarahan menjadi penyebab utama kematian ibu di Indonesia. Penyebab kedua

ialah eklamsia (Depkes RI, 2011). Adapun perdarahan yang terjadi adalah

1
2

perdarahan post partum dengan frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari

seluruh persalinan (BAPPENAS, 2012). Berdasarkan penyebabnya antara lain :

Atoniauteri (50- 60%), retensioplasenta (16-17%), sisa plasenta (23-24%), Laserasi

jalan lahir (4- 5%), kelainan darah (0,5-0,8%). Faktor predisposisi terjadinya atonia

uteri : uterus tidak berkontraksi, lembek terlalu regang dan besar, kelainan pada

uterus seperti mioma uteri, Solusio plasenta (Indra dan Titi, 2015).

Perdarahan post partum dapat terjadi akibat kontraksi uterus yang kurang

baik dan uterus yang lembek. Salah satu cara agar kontraksi tetap baik sampai akhir

nifas adalah mobilisasi dan gerakan sederhana seperti senam nifas. Karena dengan

senam nifas maka otot-otot yang berada pada uterus akan mengalami kontraksi dan

retraksi yang mana dengan adanya kontraksi ini akan menyebabkan pembuluh darah

pada uterus yang meregang dapat terjepit sehingga perdarahan dapat terhindari

(Maryunani & Yetti 2011 dalam indra & titi, 2015). Kontraksi pada periode post

partum disebut involusi uteri. Involusi uterus adalah kembalinya uterus pada keadaan

sebelum hamil dalam bentuk maupun posisi. Involusi ini dapat mengecilkan rahim

setelah persalinan agar kembali kebentuk asal dengan berat sekitar 60 gram. Proses

ini dimulai setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Banyak

faktor yang dapat mempengaruhi proses involusio uteri diantaranya adalah menyusui,

mobilisasi dini, status gizi, parietas dan usia (Marmi, 2012)

Pada proses involusi jumlah sel–sel otot uterus mengalami pengecilan karena

adanya proses atrofi. Dengan keluarnya plasenta maka lapisan lain yang terdapat

pada rahim akan keluar juga. Sementara lapisan deciduas basalis sebagian masih

tertinggal dalam uterus selama 2-3 hari, setelah mengalami nekrotik akan keluar
3

sebagai lochea (Pillitery, 2003; Farrer, 2011). Kegagalan dalam involusi uteri disebut

subinvolusi. Subinvolusi sering disebabkan oleh infeksi dan tertinggalnya sisa

plasenta dalam uterus sehingga proses involusi uterus tidak berjalan dengan normal

dan terhambat, bila subinvolusi uterus tidak ditangani dengan baik, akan

mengakibatkan perdarahan yang berlanjut atau postpartum haemorrhage. Ciri-ciri

subinvolusi atau proses yang abnormal diantaranya, tidak secara progresif dalam

pengembalian ukuran uterus, uterus teraba lunak dan kontraksinya buruk, sakit pada

punggung atau nyeri pada pelvik yang persisten, perdarahan pervagina abnormal

seperti perdarahan segar, lochea rubra banyak, persisten dan berbau busuk (Marmi,

2012).

Ada beberapa upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan kesehatan ibu

nifas termasuk mempercepat proses involusinya antara lain adanya program IMD

(Inisiasi Menyusu Dini), Pemberian Vitamin A pada ibu nifas, Pemberian Tablet Fe

nifas dan mobilisasi dini. Salah satu asuhan untuk memaksimalkan kontraksi uteru

pada masa nifas adalah dengan melaksanakan senam nifas.

Senam nifas adalah senam yang telah dialkukan ibu postpartum setelah

keadaan pulih kembali. Ketidaklancaran proses involusi dapat berakibat buruk pada

ibu nifas seperti terjadi perdarahan yang bersifat lanjut. Senam nifas dapat dimulai 6

jam setelah melahirkan dan dalam pelaksanaannya harus dilakukan secara bertahap,

sistematis, dan berkelanjutan. Senam ini dilakukan sejak hari pertama setelah

melahirkan hingga hari kesepuluh, yang dalam pelaksanaannya harus dengan

mealkukan senam nifas sesegera mungkin, maka hasil yang didapatpun diharapkan

bisa optimal. Dampak apabila tidak dilakukannya senam nifas kemungkinan akan
4

mengakibatkan proses involusio yang berjalan lambat dan kemungkinan terjadinya

trombo plebitis sehingga perlu adanya upaya pencegahan bahaya nifas adalah dengan

senantiasa melakukan senam nifas sesudah persalinan. (Jenny, 2021).

Menurut data Dinas Kesehatan Kota Bengkulu pada tahun 2019 Jumlah

Kematian ibu yaitu ada 35 orang yang terdiri dari kematian ibu hamil sebanyak 10

orang (28,6%), Kematian ibu bersalin sebanyak 11 Orang (31,4%) dan kematian ibu

pada masa nifas sebanyak 14 Orang (40%). Adapun Penyebab kematian ibu yaitu

perdarahan 16 Orang, selain itu penyebab kematian ibu meliputi hipertensi dalam

kehamilan sebnayak 6 orang, dan gangguan darah sebanyak 3 orang. Jumlah

Kematian ibu nifas yang disebabkan komplikasi masa nifas berjumlah 12 orang yang

terdiri dari Puskesmas Sukamerindu (0,5 %), Puskesmas Betungan (0,43%),

Puskesmas Kuala Lempuing (0,42%), Puskesmas Jembatan Kecil (0,4%), Puskesmas

Sidomulyo (0,4%), Puskesmas Penurunan (0,34%), Puskesmas Bentiring (0,32%),

Puskesmas Sawah Lebar (0,24%), Puskesmas Nusa Indah (0,22%) dan Puskesmas

Basuki Rahmad (0,14%). Adapun capaian cakupan persalinan di Fasyankes oleh

tertinggi di Puskesmas Sawah Lebar sebnayak 435 orang (100%), Puskesmas

Lingkar Barat sebanyak 317 orang (100%) dan Puskesmas Betungan 252 orang

(100%), dan capaian cakupan persalinan di fasyankes terendah di Puskesmas

Sidomulyo sebanyak 125 orang dari 242 orang sasaaran (51,7%).

Berdasarkan Survey awal yang dilakukan peneliti Pada tanggal 16-17

Agustus 2021 di PMB “E” Wilayah kerja Puskesmas Betungan dengan

menggunakan metode observasi di PMB Wilayah Kerja Puskesmas Betungan ,

didapatkan infromasi bahwa rata-rata jumlah persalinan pada bulan Januari sampai
5

dengan Maret sejumlah 18 persalinan. Perawatan ibu nifas dilaksanakan selama 3

Hari. Berdasarkan hasil observasi didapatkan terdapat 4 ibu nifas, 2 ibu nifas yang

ikut dalam senam nifas, sedangkan 2 ibu nifas tidak melakukan senam nifas.

Diperoleh informasi bahwa di PMB Wilayah Kerja Puskesmas belum banyak yang

melaksanakan senam nifas, dikarenakan ibu nifas belum banyak yang melakukan

senam nifas rutin. Berdasarkan latar belakang dan fenomena di atas, maka peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai Pengaruh senam nifas

terhadap penurunan Tinggi Fundus uteri pada ibu nifas di PMB Wilayah Kerja

Puskesmas Betungan Kota Bengkulu.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas masalah penelitian adalah

masih tinggi angka kematian pada ibu nifas, masih ada ibu nifas yang tidak

melakukan ambulasi dini seperti senam nifas sehingga mengalami involusi

uteri yang terlambat dan masih banyak PMB yang belum melakukan asuhan

senam nifas sehingga masih tingginya kejadian komplikasi masa nifas. Maka

pertanyaan penelitia ini adalah “ Bagaimana senam nifas terhadap penurunan

tinggi fundus uteri pada ibu nifas di PMB Wilayah Kerja Puskesmas Betungan

Kota Bengkulu Tahun 2021.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahui pengaruh senam nifas terhadap penurunan Tinggi Fundus Uteri (TFU)

ada ibu nifas di PMB Wilayah Kerja Puskesmas Betungan Kota Bengkulu Tahun

2021.
6

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui rata-rata Penurunan tinggi fundus uteri (TFU) sesudah di lakukan

intervensi pada kelompok senam nifas dibandingkan dengan penuruanan TFU

standar teori di PMB Wilayah Kerja Puskesmas Betungan Kota Bengkulu.

b. Diketahui hari ke berapa yang mempengaruhi kecepatan penuruanan TFU yang

diberikan senam nifas di PMB Wilayah Kerja Puskesmas Betungan Kota

Bengkulu.

c. Diketahui pengaruh faktor yang paling dominan pengaruhnya terhadap TFU di

PMB Wilayah Kerja Puskesmas Betungan Kota Bengkulu.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi PMB

Sebagai salah satu acuan dan masukan untuk bisa meningkatkan kualitas

pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan cara memberikan

pengetahuan dan motivasi pada ibu dalam melakukan senam nifas.

2. Bagi Instasnsi Pendidikan

Sebagai salah satu masukan bahan pemberian materi pengaruh Tinggi

Fundus uteri terhadap yang melakukan senam nifas dan menambah

pengetahuan mahasiswa Poltekkes Kemenkes Bengkulu.


7

Anda mungkin juga menyukai