Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH ILMU PENYAKIT DALAM

HIPERTENSI

Disusun Oleh :
ANDREAS HALOMOAN SILAEN
212 210 084

Dokter Pembimbing :

dr. EFRILYN SIDABUTAR, Sp.PD

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR INTERNA
RUMAH SAKIT UMUM DR DJASAMEN SARAGIH
PEMATANG SIANTAR
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan rasa syukur yang besar saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena atas karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Dan
terimakasih kepada dr. Efrilyn Sidabutar, Sp.PD selaku pembimbing saya yang
memberi kesempatan bagi saya menyelesaikan makalah ini guna memenuhi persyaratan
penilaian Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Dr.
Djasamen Saragih Pematangsiantar. Makalah ini membahas “HIPERTENSI ”.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan makalah
ini.
Saya selaku penyaji bahan juga menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari
sempurna, sehingga dengan senang hati saya akan menerima segala bentuk kritik dan
saran yang membangun. Demikian tulisan ini saya sajikan, Atas kritik dan sarannya
saya ucapkan terimakasih.

Pematangsiantar, Desember 2019


Penulis,

Andreas Halomoan Silaen

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 2
A. DEFINISI ................................................................................................ 2
B. ETIOLOGI .............................................................................................. 3
C. KLASIFIKASI HIPERTENSI................................................................. 4
D. FAKTOR RISIKO HIPERTENSI ........................................................... 5
E. PATOGENESIS HIPERTENSI .............................................................. 10
F. GEJALA KLINIS HIPERTENSI ............................................................ 10
G. DIAGNOSIS HIPERTENSI ................................................................... 10
H. PENGUKURAN TEKANAN DARAH................................................... 11
I. PENATALAKSANAAN HIPERTENSI ................................................ 12
BAB III KESIMPULAN............................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Hipertensi merupakan “silent killer” (pembunuh diam-diam) yang
secara luas dikenal sebagai penyakit kardiovaskular yang sangat umum.
Dengan meningkatnya tekanan darah dan gaya hidup yang tidak seimbang
dapat meningkatkan faktor risiko munculnya berbagai penyakit seperti arteri
koroner, gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal. Salah satu studi menyatakan
pasien yang menghentikan terapi anti hipertensi maka lima kali lebih besar
kemungkinannya terkena stroke.
Sampai saat ini hipertensi tetap menjadi masalah karena beberapa hal,
antara lain meningkatnya prevalensi hipertensi yang belum mendapat
pengobatan maupun yang sudah diobati tetapi tekanan darahnya belum
mencapai target, serta adanya penyakit penyerta dan komplikasi yang dapat
meningkatkan morbiditas dan mortilitas.
Data epidemiologis menunjukkan bahwa dengan makin meningkatnya
poulasi usia lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar
akan bertambah, dimana baik hipertensi sistolik maupun kombinasi hipertensi
sistolik dan diastolik sering timbul pada lebih dari separuh orang yang berusia
>65 tahun. Selain itu, laju pengendalian tekanan darah yang dahulu terus
meningkat, dalam dekade terakhir tidak menunjukkan kemajuan lagi. Dan
pengendalian tekanan darah ini hanya mencapai 34% dari seluruh pasien
hipertensi.
Data hipertensi yang lengkap sebagian besar berasal dari negara-negara
yang sdah maju. Data dari The National Health and Nutrition examination
survey (NHNES) menunjukan bahwa tahun 1999-2000, insiden hipertensi pada
orang dewasa adalah sekitar 9-31%, yang berarti terdapat 58-65 juta orang
hipertensi di Amerika, dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHANES III
tahun 1988-1991. Hipertensi esensial sendiri merupakan 95% dari seluruh
kasus hipertensi.

1
BAB II
TINJAUN PUSTAKA

A. Definisi
Hipertensi merupakan “silent killer” (pembunuh diam-diam) yang
secara luas dikenal sebagai penyakit kardiovaskular yang sangat umum.
Dengan meningkatnya tekanan darah dan gaya hidup yang tidak seimbang
dapat meningkatkan faktor risiko munculnya berbagai penyakit seperti arteri
koroner, gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal. Salah satu studi menyatakan
pasien yang menghentikan terapi anti hipertensi maka lima kali lebih besar
kemungkinannya terkena stroke.
Hipertensi dianggap sebagai faktor risiko utama stroke, dimana stroke
merupakan penyakit yang sulit disembuhkan dan mempunyai dampak yang
sangat luas terhadap kelangsungan hidup penderita dan keluarganya. Hipertensi
sistolik dan distolik terbukti berpengaruh pada stroke. Dikemukakan bahwa
penderita dengan tekanan diastolik di atas 95 mmHg mempunyai risiko dua
kali lebih besar untuk terjadinya infark otak dibanding dengan tekanan
diastolik kurang dari 80 mmHg, sedangkan kenaikan sistolik lebih dari 180
mmHg mempunyai risiko tiga kali terserang stroke iskemik dibandingkan
dengan dengan tekanan darah kurang 140 mmHg. Akan tetapi pada penderita
usia lebih 65 tahun risiko stroke hanya 1,5 kali daripada normotensi.
Sasaran pengobatan hipertensi untuk menurunkan morbiditas dan
mortalitas kardiovaskuler dan ginjal. Dengan menurunkan tekanan darah
kurang dari 140/90 mmHg, diharapkan komplikasi akibat hipertensi berkurang.
Klasifikasi prehipertensi bukan suatu penyakit, tetapi hanya dimaksudkan akan
risiko terjadinya hipertensi. Terapi non farmakologi antara lain mengurangi
asupan garam, olah raga, menghentikan rokok dan mengurangi berat badan,
dapat dimulai sebelum atau bersama-sama obat farmakologi.

B. Etiologi

2
Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang
beragam. Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui
(essensial atau hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat
disembuhkan tetapi dapat di kontrol. Kelompok lain dari populasi dengan
persentase rendah mempunyai penyebab yang khusus, dikenal sebagai
hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi sekunder; endogen maupun
eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi
pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan secara potensial.
1. Hipertensi primer (essensial)
Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi
essensial (hipertensi primer). Literatur lain mengatakan, hipertensi
essensial merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi. Beberapa
mekanisme yang mungkin berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini
telah diidentifikasi, namun belum satupun teori yang tegas menyatakan
patogenesis hipertensi primer tersebut. Hipertensi sering turun temurun
dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya menunjukkan bahwa faktor
genetik memegang peranan penting pada patogenesis hipertensi primer.
Menurut data, bila ditemukan gambaran bentuk disregulasi tekanan darah
yang monogenik dan poligenik mempunyai kecenderungan timbulnya
hipertensi essensial. Banyak karakteristik genetik dari gen-gen ini yang
mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi juga di dokumentasikan
adanya mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi kallikrein urine,
pelepasan nitric oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan
angiotensinogen.
2. Hipertensi sekunder
Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari
penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan
tekanan darah (lihat tabel 1). Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal
akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah penyebab
sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung
ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi

3
dengan menaikkan tekanan darah. Obat-obat ini dapat dilihat pada tabel 1.
Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan
menghentikan obat yang bersangkutan atau mengobati / mengoreksi
kondisi komorbid yang menyertainya sudah merupakan tahap pertama
dalam penanganan hipertensi sekunder.
Penyakit Obat Obat
1. penyakit ginjal kronis 1. Kortikosteroid, ACTH
2. hiperaldosteronisme primer 2. Estrogen (biasanya pil KB dg
kadar estrogen tinggi)
3. penyakit renovaskular
3. NSAID, cox-2 inhibitor
4. sindroma Cushing
4. Fenilpropanolamine dan analog
5. pheochromocytoma
5. Cyclosporin dan tacrolimus
6. koarktasi aorta
6. Eritropoetin
7. penyakit tiroid atau paratiroid
7. Sibutramin
8. Antidepresan (terutama
venlafaxine)

Tabel 1. Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi.

C. Klasifikasi Hipertensi
Ada beberapa klasifikasi dari hipertensi, diantaranya menurut The
Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection,
Eveluation, and Tretment of High Blood Pressure (JNC7) klasifikasi tekanan
darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi,
hipertensi derajat 1 dan derajat 2 (lihat tabel 2), menurut World Health
Organization (WHO) dan International Society Of Hypertension Working
Group (ISHWG) (lihat tabel 3).

Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7


Klasifikasi TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Tekanan Darah
Normal < 120 Dan < 80
Prehipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89
Hipertensi stadium 1 140 – 159 Atau 90 – 99

4
Hipertensi stadium 2 ≥ 160 Atau ≥ 100
TDS = Tekanan Darah Sistolik, TDD = Tekanan Darah Diastolik

Tabel 3. Klasifikasi Tekanan Darah World Health Organization (WHO)


dan International Society Of Hypertension Working Group (ISHWG)
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Optimal < 120 Dan < 80
Normal < 130 Dan < 85
Normal tinggi / 130 – 139 Atau 85 – 89
pra hipertensi
Hipertensi derajat I 140 – 159 Atau 90 – 99
Hipertensi derajat II 160 – 179 Atau 100 – 109
Hipertensi derajat III ≥ 180 Atau ≥ 110

D. Faktor Risiko Hipertensi


1. Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol
a. Umur
Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang
semakin besar risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun
mempunyai risiko terkena hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko
terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan
usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 %
diatas umur 60 tahun. Arteri kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya
dan tekanan darah seiring bertambahnya usia, kebanyakan orang
hipertensinya meningkat ketika 50an dan 60an.
Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi
meningkat. Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun
paling sering dijumpai pada orang berusia 35 tahun atau lebih.
Sebenarnya wajar bila tekanan darah sedikit meningkat dengan
bertambahnya umur. Hal ini disebabkan oleh perubahan alami pada
jantung, pembuluh darah dan hormon. Tetapi bila perubahan tersebut
disertai faktor-faktor lain maka bisa memicu terjadinya hipertensi.
b. Jenis Kelamin
Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata
terdapat angka yang cukup bervariasi. Dari laporan Sugiri di Jawa

5
Tengah didapatkan angka prevalensi 6,0% untuk pria dan 11,6% untuk
wanita. Prevalensi di Sumatera Barat 18,6% pria dan 17,4% perempuan,
sedangkan daerah perkotaan di Jakarta (Petukangan) didapatkan 14,6%
pria dan 13,7% wanita.
c. Riwayat Keluarga
Menurut Nurkhalida, orang-orang dengan sejarah keluarga yang
mempunyai hipertensi lebih sering menderita hipertensi. Riwayat
keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga
mempertinggi risiko terkena hipertensi terutama pada hipertensi primer.
Keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan
risiko hipertensi 2-5 kali lipat. Jika kedua orang tua kita mempunyai
hipertensi, kemungkunan kita mendapatkan penyakit tersebut 60%.
d. Genetik
Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti
dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada
kembar monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel
telur). Seorang penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer
(esensial) apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi,
bersama lingkungannya akan menyebabkan hipertensinya berkembang
dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda dan gejala.

2. Faktor yang dapat diubah/dikontrol


a. Kebiasaan Merokok
Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara
rokok dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan.
Selain dari lamanya, risiko merokok terbesar tergantung pada jumlah
rokok yang dihisap perhari. Seseoramg lebih dari satu pak rokok sehari
menjadi 2 kali lebih rentan hipertensi dari pada mereka yang tidak
merokok.
Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida
yang diisap melalui rokok, yang masuk kedalam aliran darah dapat

6
merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan
proses aterosklerosis dan hipertensi.
b. Konsumsi Asin/Garam
Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis
hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa
dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram
tiap hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika
asupan garam antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat
menjadi 15-20 %. Pengaruh asupan terhadap timbulnya hipertensi terjadi
melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah.
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena
menarik cairan diluar sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan
volume dan tekanan darah. Pada manusia yang mengkonsumsi garam 3
gram atau kurang ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan
asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darahnya rata-rata lebih tinggi.
Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari setara
dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari.
Menurut Alison Hull, penelitian menunjukkan adanya kaitan
antara asupan natrium dengan hipertensi pada beberapa individu. Asupan
natrium akan meningkat menyebabkan tubuh meretensi cairan yang
meningkatkan volume darah.
c. Konsumsi Lemak Jenuh
Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan
peningkatan berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi
lemak jenuh juga meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan
dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh,
terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan
peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari
minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari
tanaman dapat menurunkan tekanan darah.
d. Penggunaan Jelantah

7
Jelantah adalah minyak goreng yang sudah lebih dari satu kali
dipakai untuk menggoreng, dan minyak goreng ini merupakan minyak
yang telah rusak. Bahan dasar minyak goreng bisa bermacam-macam
seperti kelapa, sawit, kedelai, jagung dan lain-lain. Meskipun beragam,
secara kimia isi kendungannya sebetulnya tidak jauh berbeda, yakni
terdiri dari beraneka asam lemak jenuh (ALJ) dan asam lemak tidak
jenuh (ALTJ). Dalam jumlah kecil terdapat lesitin, cephalin, fosfatida,
sterol, asam lemak bebas, lilin, pigmen larut lemak, karbohidrat dan
protein. Hal yang menyebabkan berbeda adalah komposisinya, minyak
sawit mengandung sekitar 45,5% ALJ yang didominasi oleh lemak
palmitat dan 54,1% ALTJ yang didominasi asam lemak oleat sering juga
disebut omega-9. minyak kelapa mengadung 80% ALJ dan 20% ALTJ,
sementara minyak zaitun dan minyak biji bunga matahari hampir 90%
komposisinya adalah ALTJ.
e. Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol
Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum alkohol
berat cenderung hipertensi meskipun mekanisme timbulnya hipertensi
belum diketahui secara pasti. Orangorang yang minum alkohol terlalu
sering atau yang terlalu banyak memiliki tekanan yang lebih tinggi dari
pada individu yang tidak minum atau minum sedikit.
Menurut Ali Khomsan konsumsi alkohol harus diwaspadai karena
survei menunjukkan bahwa 10 % kasus hipertensi berkaitan dengan
konsumsi alkohol. Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol
masih belum jelas. Namun diduga, peningkatan kadar kortisol dan
peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah merah
berperan dalam menaikkan tekanan darah.
f. Obesitas
Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran mengkonsumsi
makanan yang mengandung tinggi lemak. Obesitas meningkatkan risiko
terjadinya hipertensi karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh,
makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan

8
makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar
melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan
lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga
meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah.
Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium dan air.
Berat badan dan indeks Massa Tubuh (IMT) berkorelasi langsung
dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif
untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada
penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30 % memiliki berat badan
lebih.
g. Olahraga
Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita
hipertensi karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang
tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang
lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada
setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa,
makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri.
h. Stres
Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu
dan bila stres sudah hilang tekanan darah bisa normal kembali. Peristiwa
mendadak menyebabkan stres dapat meningkatkan tekanan darah, namun
akibat stress berkelanjutan yang dapat menimbulkan hipertensi belum
dapat dipastikan.
i. Penggunaan Estrogen
Estrogen meningkatkan risiko hipertensi tetapi secara
epidemiologi belum ada data apakah peningkatan tekanan darah tersebut
disebabkan karena estrogen dari dalam tubuh atau dari penggunaan
kontrasepsi hormonal estrogen. MN Bustan menyatakan bahwa dengan
lamanya pemakaian kontrasepsi estrogen (± 12 tahun berturut-turut),
akan meningkatkan tekanan darah perempuan.

9
E. Patogenesis Hipertensi
Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem
sirkulasi dilakukan oleh aksi memompa dari jantung (cardiac output/CO) dan
dukungan dari arteri (peripheral resistance/PR). Fungsi kerja masing-masing
penentu tekanan darah ini dipengaruhi oleh interaksi dari berbagai faktor yang
kompleks. Hipertensi sesungguhnya merupakan abnormalitas dari faktor-faktor
tersebut, yang ditandai dengan peningkatan curah jantung dan / atau ketahanan
periferal.

F. Gejala Klinis Hipertensi


Menurut Elizabeth J. Corwin, sebagian besar tanpa disertai gejala yang
mencolok dan manifestasi klinis timbul setelah mengetahui hipertensi
bertahun-tahun berupa:
1. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
tekanan darah intrakranium.
2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.
3. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf.
4. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.
5. Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.

G. Diagnosis Hipertensi
Menurut Slamet Suyono, evaluasi pasien hipertensi mempunyai tiga
tujuan:
1. Mengidentifikasi penyebab hipertensi.
2. Menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskuler,
beratnya penyakit, serta respon terhadap pengobatan.
3. Mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskuler yang lain atau
penyakit penyerta, yang ikut menentukan prognosis dan ikut menentukan
panduan pengobatan.

10
Data yang diperlukan untuk evaluasi tersebut diperoleh dengan cara
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan
penunjang. Peninggian tekanan darah kadang sering merupakan satu-satunya
tanda klinis hipertensi sehingga diperlukan pengukuran tekanan darah yang
akurat. Berbagai faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran seperti faktor
pasien, faktor alat dan tempat pengukuran.
Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama
menderitanya, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti
penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler dan lainnya. Apakah
terdapat riwayat penyakit dalam keluarga, gejala yang berkaitan dengan
penyakit hipertensi, perubahan aktifitas atau kebiasaan (seperti merokok,
konsumsi makanan, riwayat dan faktor psikososial lingkungan keluarga,
pekerjaan, dan lain-lain). Dalam pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran
tekanan darah dua kali atau lebih dengan jarak dua menit, kemudian diperiksa
ulang dengan kontrolatera.

H. Pengukuran Tekanan Darah


Menurut Roger Watson, tekanan darah diukur berdasarkan berat kolum
air raksa yang harus ditanggungnya. Tingginya dinyatakan dalam millimeter.
Tekanan darah arteri yang normal adalah 110-120 (sistolik) dan 65-80 mm
(diastolik). Alat untuk mengukur tekanan darah disebut spigmomanometer.
Ada beberapa jenis spigmomanometer, tetapi yang paling umum terdiri dari
sebuah manset karet, yang dibalut dengan bahan yang difiksasi disekitarnya
secara merata tanpa menimbulkan konstriksi. Sebuah tangan kecil dihubungkan
dengan manset karet ini. Dengan alat ini, udara dapat dipompakan kedalamnya,
mengembangkan manset karet tersebut dan menekan akstremita dan pembuluh
darah yang ada didalamnya. Bantalan ini juga dihubungkan juga dengan
sebuah manometer yang mengandung air raksa sehingga tekanan udara
didalamnya dapat dibaca sesuai skala yang ada.
Untuk mengukur tekanan darah, manset karet difiksasi melingkari
lengan dan denyut pada pergelangan tangan diraba dengan satu tangan,

11
sementara tangan yang lain digunakan untuk mengembangkan manset sampai
suatu tekanan, dimana denyut arteri radialis tidak lagi teraba. Sebuah stetoskop
diletakkan diatas denyut arteri brakialis pada fosa kubiti dan tekanan pada
manset karet diturunkan perlahan dengan melonggarkan katupnya. Ketika
tekanan diturunkan, mula-mula tidak terdengar suara, namun ketika mencapai
tekanan darah sistolik terdengar suara ketukan (tapping sound) pada stetoskop
(Korotkoff fase I). Pada saat itu tinggi air raksa didalam namometer harus
dicatat. Ketika tekanan didalam manset diturunkan, suara semakin keras
sampai saat tekanan darah diastolik tercapai, karakter bunyi tersebut berubah
dan meredup (Korotkoff fase IV). Penurunan tekanan manset lebih lanjut akan
menyebabkan bunyi menghilang sama sekali (Korotkoff fase V). Tekanan
diastolik dicatat pada saat menghilangnya karakter bunyi tersebut.

I. Penatalaksanaan Hipertensi
1. Penatalaksanaan Non Farmakologis
Pendekatan nonfarmakologis merupakan penanganan awal sebelum
penambahan obat-obatan hipertensi, disamping perlu diperhatikan oleh
seorang yang sedang dalam terapi obat. Sedangkan pasien hipertensi yang
terkontrol, pendekatan nonfarmakologis ini dapat membantu pengurangan
dosis obat pada sebagian penderita. Oleh karena itu, modifikasi gaya hidup
merupakan hal yang penting diperhatikan, karena berperan dalam
keberhasilan penanganan hipertensi.
Pendekatan nonfarmakologis dibedakan menjadi beberapa hal:
1. Menurunkan faktor risiko yang menyebabkan aterosklerosis.
Menurut Corwin berhenti merokok penting untuk mengurangi
efek jangka panjang hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan
aliran darah ke berbagai organ dan dapat meningkatkan beban kerja
jantung. Selain itu pengurangan makanan berlemak dapat menurunkan
risiko aterosklerosis.
Penderita hipertensi dianjurkan untuk berhenti merokok dan
mengurangi asupan alkohol. Berdasarkan hasil penelitian eksperimental,

12
sampai pengurangan sekitar 10 kg berat badan berhubungan langsung
dengan penurunan tekanan darah rata-rata 2-3 mmHg per kg berat badan.
2. Olahraga dan aktifitas fisik
Selain untuk menjaga berat badan tetap normal, olahraga dan
aktifitas fisik teratur bermanfaat untuk mengatur tekanan darah, dan
menjaga kebugaran tubuh. Olahraga seperti jogging, berenang baik
dilakukan untuk penderita hipertensi. Dianjurkan untuk olahraga teratur,
minimal 3 kali seminggu, dengan demikian dapat menurunkan tekanan
darah walaupun berat badan belum tentu turun.
Olahraga yang teratur dibuktikan dapat menurunkan tekanan
perifer sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga dapat
menimbulkan perasaan santai dan mengurangi berat badan sehingga
dapat menurunkan tekanan darah. Yang perlu diingat adalah bahwa
olahraga saja tidak dapat digunakan sebagai pengobatan hipertensi.
Menurut Dede Kusmana, beberapa patokan berikut ini perlu
dipenuhi sebelum memutuskan berolahraga, antara lain:
a. Penderita hipertensi sebaiknya dikontrol atau dikendalikan tanpa atau
dengan obat terlebih dahulu tekanan darahnya, sehingga tekanan darah
sistolik tidak melebihi 160 mmHg dan tekanan darah diastolik tidak
melebihi 100 mmHg.
b. Alangkah tepat jika sebelum berolahraga terlebih dahulu mendapat
informasi mengenai penyebab hipertensi yang sedang diderita.
c. Sebelum melakukan latihan sebaiknya telah dilakukan uji latih jantung
dengan beban (treadmill/ergometer) agar dapat dinilai reaksi tekanan
darah serta perubahan aktifitas listrik jantung (EKG), sekaligus
menilai tingkat kapasitas fisik.
d. Pada saat uji latih sebaiknya obat yang sedang diminum tetap
diteruskan sehingga dapat diketahui efektifitas obat terhadap kenaikan
beban.
e. Latihan yang diberikan ditujukan untuk meningkatkan daya tahan
tubuh dan tidak menambah peningkatan darah.

13
f. Olahraga yang bersifat kompetisi tidak diperbolehkan.
g. Olahraga peningkatan kekuatan tidak diperbolehkan.
h. Secara teratur memeriksakan tekanan darah sebelum dan sesudah
latihan.
i. Salah satu dari olahraga hipertensi adalah timbulnya penurunan
tekanan darah sehingga olahraga dapat menjadi salah satu obat
hipertensi.
j. Umumnya penderita hipertensi mempunyai kecenderungan ada
kaitannya dengan beban emosi (stres). Oleh karena itu disamping
olahraga yang bersifat fisik dilakukan pula olahraga pengendalian
emosi, artinya berusaha mengatasi ketegangan emosional yang ada.
k. Jika hasil latihan menunjukkan penurunan tekanan darah, maka
dosis/takaran obat yang sedang digunakan sebaiknya dilakukan
penyesuaian (pengurangan).
3. Perubahan pola makan
a. Mengurangi asupan garam
Pada hipertensi derajat I, pengurangan asupan garam dan
upaya penurunan berat badan dapat digunakan sebagai langkah awal
pengobatan hipertensi. Nasihat pengurangan asupan garam harus
memperhatikan kebiasaan makan pasien, dengan memperhitungkan
jenis makanan tertentu yang banyak mengandung garam. Pembatasan
asupan garam sampai 60 mmol per hari, berarti tidak menambahkan
garam pada waktu makan, memasak tanpa garam, menghindari
makanan yang sudah diasinkan, dan menggunakan mentega yang
bebas garam. Cara tersebut diatas akan sulit dilaksanakan karena akan
mengurangi asupan garam secara ketat dan akan mengurangi
kebiasaan makan pasien secara drastis.
b. Diet rendah lemak jenuh
Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya
aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah.
Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan

14
yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak
jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan
makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan
tekanan darah.
c. Memperbanyak konsumsi sayuran, buah-buahan dan susu rendah
lemak.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa mineral
bermanfaat mengatasi hipertensi. Kalium dibuktikan erat kaitannya
dengan penurunan tekanan darah arteri dan mengurangi risiko
terjadinya stroke. Selain itu, mengkonsumsi kalsium dan magnesium
bermanfaat dalam penurunan tekanan darah. Banyak konsumsi sayur-
sayuran dan buah-buahan mengandung banyak mineral, seperti
seledri, kol, jamur (banyak mengandung kalium), kacang-kacangan
(banyak mengandung magnesium). Sedangkan susu dan produk susu
mengandung banyak kalsium.
4. Menghilangkan stress
Stres menjadi masalah bila tuntutan dari lingkungan hampir atau
bahkan sudah melebihi kemampuan kita untuk mengatasinya. Cara untuk
menghilangkan stres yaitu perubahan pola hidup dengan membuat
perubahan dalam kehidupan rutin sehari-hari dapat meringankan beban
stres. Perubahan-perubahan itu ialah:
a. Rencanakan semua dengan baik. Buatlah jadwal tertulis untuk
kegiatan setiap hari sehingga tidak akan terjadi bentrokan acara atau
kita terpaksa harus terburu-buru untuk tepat waktu memenuhi suatu
janji atau aktifitas.
b. Sederhanakan jadwal. Cobalah bekerja dengan lebih santai.
c. Bebaskan diri dari stres yang berhubungan dengan pekerjaan.
d. Siapkan cadangan untuk keuangan
e. Berolahraga.
f. Makanlah yang benar.
g. Tidur yang cukup.

15
h. Ubahlah gaya. Amati sikap tubuh dan perilaku saat sedang dilanda
stres.
i. Sediakan waktu untuk keluar dari kegiatan rutin.
j. Binalah hubungan sosial yang baik.
k. Ubalah pola pikir. Perhatikan pola pikir agar dapat menekan perasaan
kritis atau negatif terhadap diri sendiri.
l. Sediakan waktu untuk hal-hal yang memerlukan perhatian khusus.
m. Carilah humor.

2. Penatalaksanaan Farmakologis
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi
yang dianjurkan oleh JNC 7:
a. Diuretic, terutama jenis Thiazide (Thiaz) Aldosteron Antagonist (Ald
Ant)
b. Beta Blocker (BB)
c. Calcium channel blocker atau Calcium antagonist (CCB)
d. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
e. Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 Receptor angiotensint/ blocker
(ARB).
Tabel 4. Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas utama Obat
Antihipertensi Menurut ESH.

Kelas obat Indikasi Kontraindikasi


Mutlak Tidak mutlak
Diuretika Gagal jantung kongestif, usia Gout kehamilan
(Thiazide) lanjut, isolated systolic
hypertension, ras afrika
Diuretika (loop) Insufisiensi ginjal, gagal Penyakit
jantung kongestif Gagal ginjal, pembuluh darah
Gagal jantung kongestif, hiperkalemia perifer,
pasca infark miokardium intoleransi
Diuretika (anti Angina pectoris, pasca infark glukosa, atlit atau
aldosteron) myocardium gagal jantung Asma, pasien yang aktif
penyekat β kongestif, kehamilan, penyakit paru secara fisik
takiaritmia obstruktif
menahun, A-V

16
block
Calcium Usia lanjut, isolated systolic Takiaritmia,
Antagonist hypertension, angina gagal jantung
(dihydropiridine pectoris, penyakit pembuluh kongestif
) darah perifer, aterosklerosis
karotis, kehamilan
Angina pectoris,
aterosklerosis karotis,
takikardia supraventrikuler

A-V block,
Calcium gagal jantung
Antagonist kongestif
(verapamil,
diltiazem)
Penghmbat ACE Gagal jantung kongestif, Kehamilan,
disfungsi ventrikel kiri, pasca hiperkalimea,
infark myocardium, non- stenosis arteri
diabetik nefropati, nefropati renalis
DM tipe 1, proteinuria bilateral
Nefropati DM tipe 2,
mikroalbumiuria diabetic,
proteinuria, hipertrofi
ventrikel kiri, batuk karena
ACEI

Angiotensi II
reseptor Kehamilan,
antagonist (AT1- hiperkalemia,
blocker) stenosis arteri
renalis
bilateral
α-Blocker Hyperplasia prostat (BPH), Hipotensi Gagal jantung
hiperlipidemia ortostatis kongestif
Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas utama Obat Antihipertensi.

Adapun Tatalaksana hipertensi menurut menurut JNC7 dapat dilihat


pada tebel 5 dibawah ini :
Tabel 5. Tatalaksana hipertensi menurut menurut JNC7
Klasifikasi TDS TDD Perbaika Tanpa indikasi Dengan indikasi
Tekanan (mmH (mmH n Pola yang memaksa yang memaksa
Darah g) g) Hidup
Normal < 120 Dan Dianjurka
<80 n
Prehiperten 120- atau ya Tidak indikasi obat Obat-obatan

17
si 139 80-89 untuk indikasi
yang memaksa
Hipertensi 140- Atau ya Diuretic jenis Obat-obatan
derajat 1 159 90-99 Thiazide untuk untuk indikasi
sebagian besar yang memaksa
kasus, dapat Obat
dipertimbangkan antihipertensi lain
ACEI, ARB, BB, (diuretika, ACEI,
CCB, atau ARB, BB, CCB)
kombinasi sesuai kebutuhan
Hipertensi ≥160 Atau ya Kombinasi 2 obat
derajat 2 ≥100 untuk sebagian
besar kasus
umumnya diuretika
jenis Thiazide dan
ACEI atau ARB
atau BB atau CCB

Masing-masing obat antihipertensi memliki efektivitas dan


keamanan dalam pengobatan hipertensi, tetapi pemilihan obat antihipertensi
juga dipengaruhi beberapa faktor, yaitu :

a. Faktor sosio ekonomi


b. Profil factor resiko kardiovaskular
c. Ada tidaknya kerusakan organ target
d. Ada tidaknya penyakit penyerta
e. Variasi individu dari respon pasien terhadap obat antihipertensi
f. Kemungkinan adanya interaksi dengan obat yang digunakan pasien untuk
penyakit lain
g. Bukti ilmiah kemampuan obat antihipertensi yang akan digunakan dalam
menurunkan resiko kardiovasskular.
Berdasarkan uji klinis, hampir seluruh pedoman penanganan
hipertensi menyatakan bahwa keuntungan pengobatan antihipertensi adalah
penurunan tekanan darah itu sendiri, terlepas dari jenis atau kelas obat
antihipertensi yang digunakan. Tetapi terdapat pula bukti-bukti yang
menyatakan bahwa kelas obat antihipertensi tertentu memiliki kelebihan

18
untuk kelompok pasien tertentu. Untuk keperluan pengobatan, ada
pengelompokan pasien berdasar yang memerlukan pertimbangan khusus
(special considerations), yaitu kelompok indikasi yang memaksa
(compelling indication) dan keadaan khusus lainnya (special situations).
Indikasi yang memaksa meliputi:
a. Gagal jantung
b. Pasca infark miokardium
c. Resiko penyakit pembuluh darah koroner tinggi
d. Diabetes
e. Penyakit ginjal kronis
f. Pencegahan strok berulang.
Keadaan khusus lainnya meliputi :
a. Populasi minoritas
b. Obesitas dan sindrom metabolic
c. Hipertrofi ventrikel kanan
d. Penyakit arteri perifer
e. Hipertensi pada usia lanjut
f. Hipotensi postural
g. Demensia
h. Hipertensi pada perempuan
i. Hipertensi pada anak dan dewasa muda
j. Hipertensi urgensi dan emergensi.
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara
bertahap, dan target tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa
minggu. Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa
kerja panjang atau yang memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian
sekali sehari. Pilihan apakah memulai terapi dengan satu jenis obat
antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung pada tekanan darah awal
dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan
dalam dosis rendah, dan kemudian darah belum mencapai target, maka
langkah selanjutnya adalah meningkatnya dosis obat tertentu, atau

19
berpindah ke antihipertensi lain dengan rendah. Efek samping umumnya
bisa dihindari dengan menggunakan dosis rendah, baik tunggal maupun
kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi obat
antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah, tetapi kombinasi dapat
meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena
jumlah obat yang harus diminum bertambah.
Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien
adalah :
a. dan ACEI atau ARB
b. CCB dan BB
c. CCB dan ACEI atau ARB
d. CCB dan diuretika
e. AB dan BB
f. Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat.

Diuretika

β Bloker ARB

α Bloker CCB

ACEI
Gambar 2. Kemungkinan kombinasi obat antihipertensi.

20
BAB III
KESIMPULAN

Hipertensi dikenal sebagai penyakit kardiovaskular dimana penderita


memiliki tekanan darah diatas normal. Hipertensi merupakan salah satu faktor
risiko utama penyebab gangguan jantung. Selain mengakibatkan gagal jantung,
hipertensi dapat juga berakibat terjadinya gagal ginjal maupun penyakit
serebrovaskular.
Sasaran pengobatan hipertensi untuk menurunkan morbiditas dan
mortalitas kardiovaskuler dan ginjal. Dengan menurunkan tekanan darah kurang
dari 140/90 mmHg diharapkan komplikasi akibat hipertensi berkurang. Terapi non
farmakologi antara lain mengurangi asupan garam, olah raga, menghentikan rokok
dan mengurangi berat badan, dapat dimulai sebelum atau bersama-sama dengan
obat farmakologi.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Gunawan, Hipertensi, Jakarta: PT Gramedia, 2001; 10.


2. World Health Organization. The World Health Report 2002: Risk to Health 2002.
Geneva: World Health Organization.
3. Thomas M. Habermann, , Amit K. Ghosh. Mayo Clinic Internal Medicine
Concise Textbook. 1st edition. Canada: Mayo Foundation for Medical Education
and Research:2008.
4. Staessen A Jan, Jiguang Wang, Giuseppe Bianchi, W.H. Birkenhager, Essential
Hypertension, The Lancet,2003; 1629-1635.
5. Chobanian AV et al. The Seventh Report of the Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure: the
JNC 7 report. JAMA. 2003 May 21;289(19):2560–72.
6. Kasper, Braunwald, Fauci, et al. Harrison’s principles of internal medicine 17 th
edition. New York: McGrawHill:2008
7. McPhee, Stephen J, et al. Current Medical Diagnosis and Treatment 2009. New
York: McGrawHill: 2009
8. Norman M. Kaplan. Kaplan's Clinical Hypertension 9 th edition. Philadelphia,
USA: Lippincott Williams & Wilkins:2006

22

Anda mungkin juga menyukai