Anda di halaman 1dari 10

Pemanfaatan Citra PJ Dan SIG untuk Penentuan Tingkat Bahaya Erosi

di Sub Das Merawu, DAS Serayu

Erin Cakratiwi
erincakratiwi@gmail.com

Sigit Heru Murti B. S.


sigitherumurti@gmail.com

Abstract
Soil erosion is a natural process that occurs in the formation of geomorphology of an
area. Watershed is an ecosystem that can be used as a basis in various spatial studies.
The erosion study in this study was carried out in the Merawu watershed, which is an
upstream of the Serayu watershed located in Banjarnegara Regency. The Merawu
watershed has steep slopes and belongs to the Critical Watershed. The purpose of this
study was to determine the accuracy of Landsat imagery and determine the level of
erosion hazard and its distribution. The Merawu watershed covering an area of
29,851.78 ha. This research uses Landsat 8 imagery as a source of data and rainfall
data, and results of field data processing. The process of determining the rate of
erosion uses the USLE empirical method. The results of the erosion rate calculation
show the level of erosion hazard in the Merawu watershed is included in the low
category (5-15 tons / ha / year) of 2306.7 ha, in the medium category (15-60 tons / ha /
year) of 559.2 ha, high category (60-180 tons / ha / year) 155.6 ha and very high
category (more than 180 tons / ha / year) area of 20.6 ha.

Keywords : Remote Sensing, Soil Erosion, Landsat 8

Abstrak
Erosi adalah proses alami yang terjadi dalam pembentukan geomorfologi suatu
wilayah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu kesatuan ekosistem yang dapat
dijadikan sebagai dasar dalam berbagai kajian spasial. Kajian erosi dalam penelitian ini
dilakukan di Sub DAS Merawu yang merupakan hulu dari DAS Serayu yang terletak di
Kabupaten Banjarnegara. DAS Merawu memiliki luas 29,851.78 ha. DAS Merawu
memiliki lereng curam dan termasuk dalam wilayah DAS Kritis. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui akurasi citra Landsat dan mengetahui tingkat bahaya erosi dan
sebarannya. Penelitian ini menggunakan Citra Landsat 8 sebagai sumber data serta data
curah hujan, dan hasil pengolahan data lapangan. Proses penentuan laju erosi
menggunakan metode empiris USLE. Perhitungan laju erosi menunjukkan tingkat
bahaya erosi di DAS Merawu termasuk dalam kategori rendah (5-15 ton/ha/tahun)
seluas 2306,7 ha , kategori sedang(15-60 ton/ha/tahun) seluas 559,2 ha, kategori tinggi
(60-180 ton/ha/tahun) 155,6 ha dan kategori sangat tinggi(lebih dari 180 ton/ha/tahun)
seluas 20,6 ha.
Kata Kunci : Erosi, Penginderaan Jauh, Landsat 8
PENDAHULUAN Perhitungan tingkat bahaya erosi di DAS
Daerah Aliran Sungai (DAS) Merawu akan memanfaatkan citra
merupakan suatu kesatuan ekosistem penginderaan jauh berbasis raster. Hal ini
yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam merupakan salah satu kelebihan
berbagai kajian spasial. Dalam penginderaan jauh yang mampu
mempelajari ekosistem DAS.Terdapat menganalisis dengan unit analisis per
banyak faktor yang mempengaruhi piksel. Alasan mengapa memilih raster
kerusakan dalam suatu DAS. Salah satu adalah karena dengan raster persebaran
yang paling berpengaruh adalah tingkat bahaya erosi akan lebih sesuai
manusia, yaitu dengan perubahan karena berdasarkan piksel dan
penggunaan lahan. Penggunaan lahan perhitungannya lebih cepat dengan
yang melebihi daya dukung suatu DAS automastisasi pada data raster. Salah catu
akan menimbulkan degradasi citra yang dapat dimanfaatkan dalam
lingkungan. Kondisi DAS kritis banyak aplikasi erosi adalah citra Landsat. Citra
terdapat di hampir seluruh Pulau Jawa. landsat dapat digunakan untuk ekstraksi
Das kritis yang terjadi ini kebanyakan informasi penutup lahan dan
akibat kejadian erosi yang tinggi. Salah bentuklahan. Selain itu kemampuan citra
satu DAS yang kritis adalah di Sub DAS yag memiliki resolusi temporal
Merawu yang merupakan bagian dari memungkinkan untuk kajian yang sama
DAS Serayu yang terletak di kabupaten di dalam waktu yang berbeda dalam
Banjarnegara. kegiatan monitoring.
Perubahan penggunaan lahan Perkembangan penginderaan
sudah banyak terjadi dan sangat intensif jauh saat ini memungkinkan aplikasi
di DAS Merawu ini. Sehingga erosi berbasis raster. Format data citra
dimungkinkan laju erosi yang terjadi yang digital di mana setiap piksel
sudah melampaui ambang batas normal memiliki nilai piksel yang
erosi. Sub DAS Merawu merupakan melambangkan nilai pantulan spektral
bagian hulu dari DAS Serayu. Kerusakan objek sangatlah membantu dalam
lingkungan yang terjadi di bagian hulu berbagai kajian. Dengan format raster,
ini akan dapat mudah mempengaruhi area kajian dapat diperkecil sesuai
kondisi di hilir DAS. Terutama terlihat ukuran piksel citra yang digunakan. Citra
pada kerusakan waduk Mrican yang Landsat memiliki resolusi spasial 30 m.
merupakan bagian hilir dari DAS Resolusi ini sudah dapat digunakan
Merawu. Waduk mrican mengalami dalam aplikasi pendugaan erosi.selain itu
pendangkalan yang begitu cepat citra Landsat memili periode ulang 16
sehingga umur waduk diperkirakan hari dan memungkinkan untuk
tinggal 25-35 tahun lagi Oleh karena itu digunakan dalam kajian ulang guna
perlu dilakukan pengukuran tingkat kegiatan monitoring suatu fenomena.
bahaya erosi pada DAS Merawu untuk Tujuan Diadakannya penelitian
menentukan langkah konservasi yang ini adalah 1)Mengetahui keakuratan
penting untuk dilakukan supaya kualitas Citra Landsat 8 dalam interpretasi
DAS Merawu tetap stabil. parameter penentu erosi, meliputi jenis
Survei dan pengukuran erosi tanah dan penutup serta penggunaan
dapat dilakukan dengan pendekatan lahan, 2)Menentukan tingkat bahaya
beberapa paramater dengan erosi di Sub DAS Merawu menggunakan
penginderaan jauh. Produk penginderaan analisis SIG berbasis raster, dan
jauh yaitu citra oenginderaan jauh 3)Mengetahui sebaran tingkat bahaya
mampu memberikan informasi mengenai erosi di Sub DAS Merawu.
parameter fisik lahan yang
mempengaruhi kejadian erosi. METODE PENILITIAN
Metode penelitian yang digunakan dengan menghitung besarnya energi
meliputi metode untuk pengambilan kinetik hujan (Ek) yang ditimbulkan oleh
sampel survei lapangan dan metode intensitas hujan. Penentuan nilai
analisis. Metode yang digunakan untuk erosivitas hujan menggunakan
pengambilan sampel menggunakan persamaan oleh Lenvain R dalam Asdak
teknik purposive sampling. Sistem (2010)
pengambilan sampel secara purposive 𝑹 = 2.21 x p1.36
maksudnya jumlah sampel yang diambil Ket:
disesuaikan dengan satuan pemetaan atau R = indeks erosivitas hujan
unit analisis terkecil yang digunakan. p = curah hujan bulanan (cm)
Purposive sample yang digunakan
memperhatikan bentuklahan, kemiringan 2. Faktor Erodabilitas tanah (K)
lereng, dan curah hujan. Merupakan kemampuan resisitensi
Survei lapangan dilakukan untuk partikel tanah terhadap pengelupasan dan
memastikan hasil interpretasi citra dari transportasi partikel tanah oleh energi
data sekunder yang telah diproses kinetik air hujan. Besarnya nilai
sebelum survei lapangan serta untuk erodabilitas suatu jenis tanah dengan
memperoleh data yang tidak dapat karakteristik tanah tertentu :
diperoleh dari citra dan data sekunder oleh Wischmeir et al. (1971) dalam
yang sudah ada. Data yang diperoleh di Asdak (2010)
lapangan adalah pengambilan sampel
tanah untuk penentuan nilai erodibilitas K= {2,71 ×10-4 (12-OM) M1,14 + 3,25
tanah. (S-2) + 2,5 (P-3)/100}
Metode analisis yang dilakukan K = Erodabilitas tanah
terdiri dari analisis laboratorium, analisis OM = Persen unsur organik
data dengan metode USLE untuk S = Kode klasifikasi struktur
menganalisis tingkat erosi dan analisis tanah (granular, platy, massive,
deskriptif. Hasil yang tidak dapat dll)
diperoleh langsung di lapangan seperti P = Permeabilitas tanah
erodibilitas tanah yang diukur M = Persentase ukuran
berdasarkan analisis tekstur, partikel (%debu+%pasir sangat
permeabilitas, kandungan bahan organik, halus)× (100-%liat)
dan pengamatan kelas struktur tanah
dapat dianalisis di laboratorium. Untuk 3. Faktor panjang dan kemiringan lereng
pemetaan tingkat erosi tersebut LS
dilakukan dengan mengoverlaykan Faktor LS, kombinasi antara faktor
peta-peta yang dihasilkan dari panjang lereng (L) dan kemiringan
faktor-faktor berdasarkan metode USLE lereng (S) merupakan nisbah besarnya
dengan metode kuantitatif berjenjang erosi suatu lereng dengan panjang dan
karena setiap faktor memiliki kelas nilai kemiringan tertentu terhadap besarnya
yang berbeda namun tetap memiliki erosi dari plot lahan dengan panjang
bobot yang sama antarsetiap faktor 22,13 m dan kemiringan lereng 9%. Nilai
tersebut. Persamaan untuk memprediksi LS untuk sembarang panjang dan
besarnya erosi oleh Wischmeir dan kemiringan lereng dapat dihitung dengan
Smith (1978) persamaan yang disampaikan oleh
A= R×K×L×S×C×P Wischmeier and Smith, 1978 (dalam
1. Faktor erosivitas hujan, R Morgan, 1988; Torri, 1996; dan Suripin
Faktor erosivitas hujan, R merupakan 2004)
kemampuan potensi hujan untuk
menyebabkan erosi. Erosivitas diperoleh
𝑳 𝒛 citra Landsat dengan komposit 432.
𝑳𝑺 = ( ) (𝟎, 𝟎𝟎𝟔𝟓𝟒𝟏𝑺𝟐 + 𝟎, 𝟎𝟒𝟓𝟔𝑺 klasifikasi yang digunakan adalah
𝟐𝟐
+ 𝟎, 𝟎𝟔𝟓) maximum likehood yaitu proses
L = panjang lereng (m) yang diukur dari klasifikasi dengan menghitung
tempat mulai terjadinya aliran air diatas probabilitas bahwa suatu piksel masuk ke
permukaan tanah sampai tempat mulai dalam kelas klasifikasi tertentu.Hasil
terjadinya pengendapan yang disebabkan klasifikasi citra diperoleh informasi
oleh berkurangnya kecuraman lereng penutup lahan wilayah DAS.
atau ke tempat aliran air dipermukaan Penentuan batas Sub DAS Merawu
tanah masuk ke badan air/saluran berdasarkan data vektor yang sudah ada.
S= kemiringan lereng (derajad) Peneliti tidak memungkinkan untuk
Z= konstanta yang besarnya bervariasi melakukan pembuatan DAS sendiri
tergantung besarnya S karena akan terkendala uji akurasi bentuk
Z= 0,5 jika S ≥ 5%; Z= 0,4 jika DAS. Pembuatan peta kemiringan lereng
5%>S≥3% Z= 0,3 jika 3%>S≥1%; dan juga didsarkan pada data yang sudah ada
Z=0,2 untuk S<1% yaitu menggunakan data kontur yang
sudah ada.
4. Faktor vegetasi penutup lahan dan Sementara itu data pendukung lain
pengelolaan tanaman (C) adalah data curah hujan, dan data struktur
Setiap vegetasi maupun pengelolaan tanah yang diperoleh dari instansi terkait
tanaman memiliki nilai indeks yang dan pengolahan data lapangan.
berbeda.
5. Faktor tindakan khusus konservasi
tanah (P) b. Kegiatan Lapangan
Kegiatan lapangan dalam penelitian ini
Nilai indik tindakan khusus konservasi
dilakukan selama 4 hari mulai tanggal 11
tanah dalam penelitian ini adalah indeks
hingga 14 September 2015 dan meliputi
yang ada di dalam literatur Arsyad
uji akurasi penggunaan lahan dan
(2010). Tanah yang tidak memiliki
pengambilan sampel tanah. Uji lapangan
pengelolaan nilai indeksnya lebih besar
penggunaan lahan menggunakan 30
dari tanah yang memiliki pengelolaa
sampel untuk masing-masing
penggunaan lahan dengan pengamatan
HASIL DAN PEMBAHASAN
secara visual dan ceklist pada peta
lapangan.
a. Persiapan dan Pengolahan Citra
Pengambilan sampel tanah
Data yang digunakan adalah Landsa
dilakukan dengan ring tanah pada titik
8-OLI yang mencakup wilayah kajian.
sampel yang sudah ditentukan. Selain
Dari data citra dilakukan tahapan
mengambil sampel tanah, juga
persiapan dengan koreksi radiometrik
mengamati kondisi sekitar seperti jenis
citra. Dari citra ini akan diambil
konservasi, tutupan lahan serta
informasi penutup lahan dengan cara
pengamatan struktur tanah guna
klasifikasi multispektral. Klasifikasi
menentukan kelasnya.
multispektral yang dilakukan adalah
Kondisi lapangan hilir DAS
dengan supervised classification. Band
merupakan wilayah yang datar dan
yang digunakan adalah band gelombang
didominasi oleh pemukiman dan
tampak dari citra Landsat 8 yaitu band
kegiatan ekonomi masyarakat. Di bagian
4,3, dan 2. Supervised classification
hilir ini juga terdapat Waduk Mrican
dilakukan dengan cara membuat training
yang merupakan muara dari DAS
area dalam aplikasi Envi disebut Region
of Interest (ROI). Penetapan ROI Merawu.
didsarkan pada interpretasi visual pada
Semakin ke utara, kondisi lapangan memperoleh data hujan bulanan.
semakin curam dan lebih banyak Kemudian data curah hujan tiap bulan
penggunaan lahan berupa kebun dirata-rata selama satu tahun menjadi
campuran dan beberapa perkebunan data curah hujan bukanan rata-rata.
salak. Dan di bagian hulu DAS lebih
banyak lagi perkebunan salak dan hutan. Tabel Hasil Perhitungan Harkat
Dalam pengambilan sampel tanah Erosivitas Hujan
di bagian hulu DAS, harus melalui Nama Daerah Nilai Erosivitas
medan yang cukup sulit. Pengambilan Wanadadi 121.0875
dilakukan dengan masuk ke wilayah Purwonegoro 135.625
hutan maupun kebun yang lebih dalam Penusupan 160.05
dengan kondisi lereng yang curam. Dan Bedakah 133.5375
beberapa titik sampel yang sulit Limbangan 140.2125
dijangkau, hasil disamakan dengan titik Kalibening 129.956
lain dengan penggunaan lahan yang sama Reban 170.826
dan kelerengan yang relatif sama juga. Sumber : Pengolahan Data, 2019
c. Erosi
Penentuan erosi dalam penelitian ini Hasil perhitungan kemudian
menggunakan metode USLE. dipetakan daam bentuk raster dengan
Perhitungan dengan USLE perintah Kriging dalam aplikasi
menggunakan persamaan yaitu ArcMap. Dalam proses kriging , inpu cell
R=RxKxLxSxCxP. size disamakan dengan citra Landsat
yang digunakan tujuannya agar ukuran
1. Erosivitas Hujan piksel dapat sesuai yaitu 30x30 m.
Perolehan informasi Terdapat beberapa kendala
erosivitas hujan diperoleh dari data hujan dari hasil proses kriging, yaitu hasil yang
bulanan tahun 2015 wilayah penelitian. tidak mencakup seluruh wilayah DAS.
Data hujan diperoleh dari Balai Besar Hal ini disiasati dengan membuat garis
Wilayah Serayu Opak Progo dan BMKG bantu dari stasiun hujan yang berada
Banjarnegara serta data hujan seJawa cukup jauh di luar wilayah DAS, seingga
Tengah. dapat diperoleh visualisai sebaran nilai
Dari ketiga sumber data erosivitas hujan yang menjangkau
tersebut, data dari BBWS dan data seluruh wilayah DAS.
se-Jawa Tengah terdapat stasiun hujan Hasil visualisasi peta
yang masuk dalam wilayah kajian. Total erosivitas didapatkan informasi seperti di
stasiun hujan yang digunakan dalam atas. Klasifikasi nilai erosivitas
perhitungan ada 7 stasiun baik yang di dilakukan dengan natural break dalam
dalam wilayah maupun di luar wilayah aplikasi karena memang tidak ada
kajian. Dalam pengolahan, hanya patokan klasifikasi nilai erosivitas.
terdapat 3 stasiun yang masuk wilayh Klasifikasi ini hanya bertujuan untuk
DAS. Sementara yang lain ada di luar mempermudah dalam visualisasi data.
wilayah DAS dan di luar daerah Erosivitas dengan nilai 158,5
Banjanegara. - 169,13 dalam peta berwarna biru tua
Data hujan yang baik dalam terlihat tersebar di bagia hulu DAS
penentuan indeks erosivitas hujan adalah meliputi Kecamaan Wanayasa,
minimal 5 tahunan namun karena Pejawaran, dan Kecamatan Batur, dan
keterbatasan data, hanya akan digunakan semakin menuju hilir memiliki nilai yang
data tahun 2015 saja. Data hujan yang semakin rendah. Hal ini juga berlaku
diperoleh merupakan data hujan tiap 10 dengan curah hujan bulanan, di mana di
hari, sehingga perlu dijumlahkan untuk hulu memiliki curah hujan bulanan yang
tinggi dan semakin ke hilir memiliki Dalam perhitungan K,
curah hujan bulanan yang semakin kecil. terdapat faktor klasifikasi struktur tanah,
di mana penentuannya mengacu pada
2. Erodibilitas Tanah tabel 4.2 dan faktor lain sepenuhnya
Erodibilitas tanah (K) mengacu pada nilai hasil laboratorium.
menunjukkan tingkat kemampuan Tabel Penilaian Struktur Tanah
resisitensi partikel tanah terhadap Tipe Struktur Kode
pengelupasan dan transportasi partikel Granular Sangat Halus 1
tanah oleh energi kinetik air hujan. Granular Halus 2
Erodibilitas dipengaruhi oleh tekstur Granular Sedang 3
tanah, struktur tanah permeabilitas tanah Gumpal 4
dan kandungan bahan organik. Nilai Arsyad (2010)
erodibilitas tanah diperoleh dari Tabel Klasifikasi Nilai K
persamaan Wischmeir et al. (1971) Kelas Nilai K Harkat
dalam Asdak (2010) 1 0-0,1 Sangat Rendah
2 0,11-02 Rendah
K= {2,71 ×10-4 (12-OM) M1,14 + 3,25 (S-2)
+ 2,5 (P-3)/100} (1.3)
3 0,21-0,32 Sedang
4 0,33-0,40 Agak Tinggi
K= Erodabilitas tanah 5 0,41-0,55 Tinggi
OM= Persen unsur organik 6 0,56-0,64 Sangat Tinggi
S= Kode klasifikasi struktur tanah Sumber Arsyad (2010)
(granular, platy, massive, dll) Hasil perhitungan nilai K
P= Permeabilitas tanah kemudia dipetakan berdsarakan titik
M= Persentase ukuran partikel pengambilan sampel. Faktor K
(%debu+%pasir sangat halus)× dipetakan menggunakan dasar peta jenis
(100-%liat) tanah dan bentuk lahan.
Penentuan nilai K dilakukan
dengan uji laboratorium tanah faktor
pengaruhnya. Penentuan pengambilan
sampel tanah dengan stratiffied random
samplin. Dengan metode ini wilayah
dikelompokkan terlebih dahulu menjadi
bentuk lahan. Penentuan bentuk lahan
berdasarkan pengamatan visual dari citra
Landsat. Dari penentuan ini , didapatkan
sampel pengambilan tanah sejumlah 39
sampel. Beberapa sampel tanah diambil
di luar wilayah DAS guna memudahkan
dalam pembentukan peta raster
erodibilitas tanah.
Pengambilan sampel tanah
dilakukan dengan ring tanah dan
pengambilan gumpalan tanah. Uji tanah
dilakukan di Laboratorium BPTP Peta Faktor K
Yogyakarta. Dalam pengambilan sampel
tanah, apabila terdapat lokasi titik yang 3. Faktor LS
mirip penutup lahan dan konservasi Dalam penentuan laju erosi metode,
maka akan dianggap sama, sehingga faktor L dan S merupakan faktor
lebih meminimalisasi jumlah sampel sendiri-sendiri. Namun karena
tanah. keterbatasan data, maka perolehan faktor
L dan S digabung denganmengacu pada a) Uji Akurasi
tabel 4.5 Hasil akhir akurasi
Data kemiringan lereng diperoleh adalah sebesar 81,3%, dimana nilainya
dari data kontur wilayah Jawa bagian melbihi 80% sehingga layak untuk
tengan. Data kontur dibuat raster menjadi dilanjutkan untuk dijadikan sumber data.
DEM dengan perintah topo to raster
pada perangkat ArcMap. Pemilihan b) Faktor CP
output cell size masih sama yaitu Penggunaan lahan
disesuaikan dengan citra landsat. Setelah dominan di DAS Merawu adalah
mendapatkan hasil DEM, dikonversi Perkebunan Salak dan sedikit
menjadi data kemiringan lereng perkebunan teh di bagian hulu DAS.
menggunakan perintah slope pada Sementara itu terdapat juga penggunaan
ArcMap. hutan di area yang masih curam, tersebar
Klasifikasi Nilai LS berdasarkan di hulu maupun bagian tengah DAS.
kemiringan lereng Dalam uji lapangan,
Kelas Kemiringan Nilai LS sebagian besar penggunaan lahan seperti
Lereng Lereng kebun campuran dan sawah tidak ada
I 0-8 0.40 tindakan konservasi, sehingga memiliki
II 8-15 1.40 nilai konservasi atau P 1. Sementara
III 15-25 3.10 sebagian besar penggunaan lahan yang
IV 25-40 6.80 sama memiliki jenis konservasi yang
IV >40 9.50 sama pula.
Sumber : Kironoto (2000) Penentuan faktor P
Dari gambar terlihat dalam penelitian ini , dalam suatu
bahwa penyebaran nilai LS sangat penggunaan lahan dianggap sama.
beragam di wilayah DAS. Berdasarkan Mungkin ini akan menghasilkan hasil
tabel 4.5, di bagian utara DAS yang laju erosi yang kurang akurat, namun
merupakan Pegunungan Utara Serayu beberapa penggunaan lahan terutama di
memiliki kemiringan lereng kelas IV dan perkebunan dan hutan tidak terdapat
V. kondisi ini terbukti saat lapangan jenis konservasi yang ada dalam tabel
jalanan sangat menanjak dan terdiri dari 1.2 sehingga nilai P adalah 1.
hutan yang sangat curam. Sementara itu
di bagian tengah DAS , terdapat beberapa
area yang termasuk dalam kelas V atau
sangat curam wilayah ini merupakan
perbukitan dan didominasi dengan
perkebunan salak.

4. Faktor CP
Faktor penentu laju erosi
terakhir adalah faktor CP. Kedua faktor
dilihat di lapangan dengan terpisah
namun penilaiannya langsung dikalikan
untuk nilai C dan P pada masing-masing
titip pengamatan. Sehingga hasil akhinya
adalah langsung nilai CP. Informasi
utama adalah penggunaan lahan.
Informasi ini diekstrak dari data citra
melalui klasifikasi multispektrakal. Gambar kenampakan pemutup lahan
DAS Merawu
klasifikasi tingkat erosi berdasarkan tabel
Bagian hulu DAS masih pada kelas solum yang sedang.
didominasi dengan penutup lahan berupa
hutan yang cukup lebat, beberapa titik
juga terdapat perkebunan teh dan kebun
salak yang tersebar di beberapa titik.
Penutup lahan Hutan memeiliki nilai CP
yang paling kecil yaitu 0,001 . Hal ini
bagus karena bagian hulu memang sudah
seharusnya memiliki penutup lahan yang
dapat menghambati erosi. Sementara
pada kebun teh dan salah, di bawahnya
memiliki tutupan sersah yang banyak dan
memiliki nilai CP yang rendah juga yaitu
0,075. berdsarkan perkalian nilai c dan p
penggunaan lahan
Di bagian tengah DAS
masih didominasi perkebunan salak dan
sebagian besar adalah kebun campuran
dan tegalan. Ada juga sedikit pemukiman
Gambar Sebaran Perkiraan Besar erosi
yang tersebar di bagian tengah.
DAS Merawu
Di bagian hilir DAS,
penggunaan lahan pemukiman mulai
banyak terlihat dan sawah juga banyak
terlihat. Sementara kebun campuran
masih mendominasi penggunaan lahan di
bagian ini. Wilayah sekitar waduk
Mrican yang merupakan hilir dari DAS
Merawu didominasi oleh wilayah
persawahan.

5. Tingkat Bahaya Erosi


Penentuan tingkat bahaya
erosi wilayah dilakukan dengan
klasifikasi besarnya laju erosi. Besar laju
erosi diperoleh dengan mengalikan
semua faktor R K, LS, dan CP.
Hasil penentuan laju erosi
diperoleh dengn perintah band math dari Gambar Sebaran Tingkat Bahaya Erosi
seluruh data raster faktor penentu erosi. DAS Merawu
Hasil setelah diklasifikasi adalah seprti
gambar . Hasil klasifikasi dilakukan Tingkat bahaya erosi di
tanpa memperhatikan tebal solum tanah. DAS Merawu termasuk dalam kategori
Hal ini dikarenakan peneliti tidak rendah sebesar 2306,7 ha , dalam
memperoleh data sekunder tebal solum kategori sedang seluas 559,2 ha, kategori
tanah dan untuk pengamatan di lapangan tinggi 155,6 ha dan kategori sangat tinggi
masih banyak keterbatasan. Sehingga seluas 20,6 ha. Perolehan nilai luasan
dalam klasifikasi ini solum tanah dalam data raster adalah dengan
dianggap sama yaitu sedang sehingga memperoleh informasi jumlah cell atau
piksel tiap kelas dan dikalikan dengan
luas per piksel, dimana resolusi Landsat sebagai sumber data penutup lahan,
adalah 30 m , sehingga jumlah piksel citra Landsat mampu diekstrak
dikalikan dengan 30x30 m. menjadi sumber data penutup lahan
DAS Merawu didominasi dengan akurasi 81.3%.
oleh tingkat bahaya erosi yang rendah, 2.Tingkat bahaya erosi di DAS Merawu
yaitu kurang dari 15 ton/ha/tahun. Kelas termasuk dalam kategori rendah
ini hampir tersebar luas di seluruh sebesar 2306,7 ha , dalam kategori
wilayah DAS. Untuk daerah di bawah sedang seluas 559,2 ha, kategori tinggi
yang didominasi lahan terbangun, 155,6 ha dan kategori sangat tinggi
mungkin dapat dipahami jika erosi yang seluas 20,6 ha.
terjadi kecil, namun untuk wilayah 3.Sebaran tingkat bahaya erosi di Sub
dengan lereng tinggi juga memiliki DAS Merawu bagian hulu didominasi
tingkat bahaya erosi yang rendah, dengan bahaya ringan, dan beberapa
mungkin agak sangat aneh. Hal ini titik memiliki tingkat bahaya tinggi
menjadi beberapa kekurangan dalam yaitu di Desa Jawang, Kasimpar dan
penelitian ini, seperti penilaian nilai P Desa Tempuran Kecamatan
konservasi harusnya tidak dijadikan satu Wanayasa, kemudian Desa Grogol
dengan nilai C, sehingga dalam Kecamatan Pejawaran dan Desa
penggunaan lahan yang sama belum Parakancanggah Kecamatan
tentu harkat P nya juga sama. Banjarnegara. Bagian tengah memiliki
Selain itu, kelas tingkat bahaya yang sedang dan berat
penggunaan lahan yang digunakan meliputi Kecamatan Banjarmangu dan
peneliti hanya ada 6 kelas penggunaan Madukara serta bagian hilir
lahan. Sehingga hal ini menjadi salah didominasi bahaya yang rendah
satu penyebab ketidakakuratan data hasil meliputi Kecamatan Wanadadai,
tingkat bahaya erosi. Dengan citra yang Bawang dan Banjarnegara. Walaupun,
memeiliki resolusi lebih besar mungkin DAS Merawu pada beberapa penilitian
dapat dikelaskan lagi hutan/kebun serupa memiliki tingkat bahaya erosi
dengan tingkat kerapatan tutupannya. yang tinggi, namun pada penelitian ini
Dalam penentuan tingkat bahaya erosi, didominasi dengan tingkat bahaya
tebal solum tanah juga menjadi salah satu erosi yang rendah, hal in dapat
penentuan tingkat bahaya erosi yang disebabkan oleh tidak dimasukkan
harus dimasukkan agar data lebih sesuai faktor ketebalan tanah dalam penentu
dengan kondisi lapangan. tingkat bahaya serta ketidak lengkapan
Hasil tingkat bahaya erosi data hujan serta perhitungan faktor CP
di bagian hulu terdapat beberapa titik secara bersamaan.
yang sedang dann berat, hal ini tentu
harus menjadi perhatian. Karena, erosi di SARAN
DAS ini akan sangat berdampak pada 1.Dalam penelitian erosi, penentuan nilai R
kondisi waduk Mrican. Kondisi waduk akan lebih akurat bila menggunakan data
sendiri di tahun 2019 sudah mengalami hujan 5 tahun atau 10 tahunan.
pendangkalan yang cukup serius. Tentu 2.Pada penelitian ini faktor L dan S
salah satu pencegahan adalah dengan dijadikan satu melalui konversi nilai
memperbaiki kondisi lahan agar erosi kemiringan lereng menjadi harkat LS.
tidak semakin besar di DAS Merawu. Untuk hasil yang lebih baik, dapat
ditentukan kedua faktor secara terpisah
dengan mempertimbangkan panjang
KESIMPULAN lereng suatu wilayah.
1.Citra Landsat 8 dalam penentuan 3.Begitu pula dengan faktor CP, sebaiknya
tingkat bahaya erosi, dalam hal ini dihitung secara terpisah agar
memberikan nilai konservasi yang lebih Mempengaruhi Debit Sungai
akurat di tiap titip. Mamasa.. Jurnal Hutan dan
4.Dalam penentuan tingkat bahaya erosi Masyarrakat 2 174-187
sebaiknya memeprtimbangkan faktor Sulistyo, B. (2011). Pemodelan Spasial
ketebalan tanah dalam penentuannya. Lahan Krisis Berbasis Raster di DAS
Merawu Kabupaten Banjarnegara
melalui Integrasi CItra Landsat 7
DAFTAR PUSTAKA ETM+ dan Sistem Informasi
Geografis. Disertasi. Yogyakarta:
Arsyad, S. (1989). Konservasi Tanah dan Program Pascasarjana Fakultas
Air. Bogor: Penerbit IPB. Geografi Universitas Gadjah Mada.
Asdak, C. (2010). Hidrologi dan Sulistyo, B. (2011). Pengnderaan Jauh
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Digital: Terapannya dalam Pemodelan
Yogyakarta: Gadjah Mada University Erosi Berbasis Raster. Yogyakarta:
Press. Lokus.
Danoedoro, Projo (2012). Pengantar Suripin. (2004). Pelestarian Sumber
Penginderaan Jauh Digital. Daya Tanah dan Air. Yogyakarta:
Yogyakarta : Penerbit Andi Penerbit Andi.
Dirjen RRL-Dephut.1998.Pedoman Sutanto. (1986). Penginderaan Jauh Jilid
Penyusunan Rencana Teknik I. Yogyakarta: Gadjah Mada
Lapangan Rehabilitasi Lahan dan University Press.
Konservasi Tanah Daerah Aliran Tim KKL III Erosi, 2. (2014). Integrasi
Sungai. Jakarta : Departemen PJ dan SIG untuk Pemetaan Tingkat
Kehutanan RI. Bahaya Erosi Di Sub DAS Tukad
Kironoto,B.A. (2000) Diktat Kuliah Nyuling Kabupaten Karangasem
Hidraulika Transpor (Laporan Penelitian). Yogyakarta:
Sedimen.Yogyakarta : PSS-Teknik Fakultas Geografi.
Sipil. Utomo, W. H. (1994). Erosi dan
Lillesand, T.M. and Kiefer R.W. (1990) Konservasi Tanah. Malang: Penerbit
Penginderaan Jauh dan Interpretasi IKIP Malang.
Citra Terjemahan. Yogyakarta:
Gadjah Mada Universitas Press.
Muchtar A dan Abdullah N.(2007)
Analisis Faktor-faktor yang

Anda mungkin juga menyukai