Anda di halaman 1dari 104

PRAKTIK PEMBERIAN MAKAN DENGAN KEJADIAN STUNTING

PADA BALITA

SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam mengikuti
Ujian Sarjana Keperawatan

Oleh

Siti Utari Suratinoyo


NIM: 841416004

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS OLAH RAGA DAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2020
ii
PRAKTIK PEMBERIAN MAKAN DENGAN KEJADIAN STUNTING
PADA BALITA

SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam mengikuti
Ujian Sarjana Keperawatan

Oleh

Siti Utari Suratinoyo


NIM: 841416004

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS OLAH RAGA DAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2020
ABSTRAK

Siti Utari Suratinoyo.2020. Praktik Pemberian Makan Dengan Kejadian Stunting


Pada Balita. Skripsi, Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Olahraga Dan
Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing 1 dr. Zuhriana K. Yusuf,
M.Kes , dan Pembimbing 2 Ita Sulistiani Basir, S.Kep,Ns.M.Kep

Faktor langsung tingginya angka stunting yaitu kurangnya asupan makanan. Asupan
makanan sangat ditentukan oleh praktik pemberian makan yang baik pada balita,
meskipun bahan makanan tersedia dalam jumlah yang cukup dan seorang ibu
memiliki pengetahuan gizi yang tinggi namun pada praktik pemberian makan masih
kurang tepat maka tidak akan mendukung secara penuh terhadap pengawasan asupan
gizi anak. Asupan zat gizi yang optimal menunjang tumbuh – kembang balita baik
secara fisik, psikis maupun motorik. Tujuan dari studi literatur ini untuk menganalisis
dan mensinstesis bukti-bukti/literature tentang Praktik pemberian makan berkaitan
dengan kejadian stunting pada balita.
Metode penelitian ini merupakan study literature, database Google Scholer, Pubmed
dan Scient Direct. Hasil penelusuran didapatkan64 artikel yang diindentifikasi dari
tahun 2015-2020. Dari 64 artikel tersebut, ada 5 artikel yang didapatkan setelah
dilakukan skrining berdasarkan kriteria inklusi. Berdasarkan hasil analisis
artikel/jurnal yang di review, didapatkanbahwa praktik pemberian makan berkaitan
dengan kejadian stunting pada balita. Dengan demikian perlunya perhatian dari orang
tua dalam pemberian makan agar dapat mencegah stunting pada balita.

Kata Kunci : Praktik Pemberian makan, Stunting


Daftar Pustaka : 39 (2007-2020)
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan


shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka,
secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan,
orang- orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik)“.

(Q.S Ar-Ra’d : 22)

“jatuh berkali-kali dalam setiap perjuangan, kesabaran yang hamper saja putus,
rasa sakit pasti akan selalu dating. Namun, itulah ujian bagi orang-orang yang
mengaku sebagai pejuang”

(Sam Maulana)

PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah S.W.T atas segala nikmat dan karunia yang telah
diberikan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Sholawat serta salam senantiasa
tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad S.A.W. Kupersembahkan skripsi ini
kepada : Kedua orang tua tercinta, Ibu Srivanti Mooduto dan Bapak Chandra
Suratinoyo yang telah melahirkan, membesarkan, mendidik, mendoakanku dengan
sabar dan ikhlas untuk kesuksesanku serta selalu memberikan motivasi sebagai bekal
masa depanku, serta untuk saudara saya Moh. Utaryo Suratinoyo Saudari saya
Annisa Suratinoyo yang selalu menemani, membantu, memberikan doa, motivasi,
mau mendegarkan segala keluh kesah dan semangat yang tiada hentinnya untukku
agar tetap semangat dan menyelesaikan skripsi ini.

ALMAMATERKU TERCINTA
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2020
KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Allah SWT, Tuhan Semesta Alam yang telah melimpahkan

rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan

penyusunan Skripsi dengan judul “Praktik Pemberian Makan Dengan Kejadian

Stunting Pada Balita”.

Penulis menyadari dalam penyusunan ini banyak hambatan dan kesulitan yang

dihadapi. Namun berkat doa, usaha, bimbingan, dan bantuan moral maupun material

dan kerja sama yang tulus dari berbagai pihak, maka penulis bisa melewati rintangan

dengan baik. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini perkenankanlah penulis untuk

menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah

membantu, kepada Orang Tua Tercinta Bapak Chandra Suratinoyo dan Ibu Srivanti

Mooduto yang senantiasa memanjatkan doa, memberikan dukungan, perhatian,

pengorbanan, dan kasih sayang yang tulus dan tiada hentinya. Dan ucapan terima

kasih juga penulis sampaikan untuksaudara Moh. Utaryo Suratinoyo dan Saudari

Annisa Suratinoyo, yang selalu menemani, membantu, memberikan doa, motivasi,

mau mendegarkan segala keluh kesah dan semangat yang tiada hentinnya. Penulis

menghaturkan ucapan “Terima Kasih” sebagai bentuk penghargaan dan apresiasi

yang setinggi-tingginya kepada:

1. Dr. Eduart Wolok,ST MT selaku Rektor Universitas Negeri Gorontalo (UNG),

terimakasih atas fasilitas yang telah diberikan selama kuliah di Universitas

Negeri Gorontalo.
2. Dr. Harto S. Malik, M.Hum selaku wakil rektor I, Bapak Dr. Fence M. Wantu,

SH,MHselaku Wakil Rektor II, Ibu Karmila Machmud, S.Pd, M.A., Ph.D

selaku Wakil Rektor III Dan Prof. Dr. Phil. IkhfanHaris, M.Sc selaku Wakil

Rektor IV Universitas Negeri Gorontalo.

3. Dr. Hj. Herlina Jusuf, Dra., M.Kes selaku Dekan Fakultas Olahraga dan

Kesehatan. Terima kasih atas segala dukungan dan bimbingan yang diberikan.

Bapak Dr. Hartono Hadjarati, M.Pd selaku wakil dekan I, ibu Dr. Widysusanti

Abdulkadir, Msi, Apt selaku wakil dekan II dan Bapak Edy Duhe, S.Pd, M.Pd

selaku wakil dekan III. Serta seluruh staf tata usaha terima kasih telah

memberikan bantuan selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas

Olahraga dan Kesehatan di Universitas Negeri Gorontalo.

4. Ns. Yuniar M. Soeli, S.Kep, M.Kep, Sp.Kep.Jiwa Ketua Jurusan Program Studi

Ilmu Keperawatan, terima kasih telah membimbing dan memberikan solusi-

solusi dalam setiap permasalahan yang didapatkan selama proses perkuliahan di

Universitas Negeri Gorontalo.

5. Ns. Wirda Y. Dulahu, M.Kep Selaku wakil Sekretaris Jurusan Program Studi

Ilmu Keperawatan.

6. dr Zuhriana K. Yusuf, M.Kes Selaku Pembimbing I dan Ns Ita Sulistiani Basir,

S.Kep, M.Kep selaku pembimbing II. Ns Ramang Said, S.Kep, Ns., M.Kep dan

Ns Gusti Pandi Liputo, S.Kep, Ns., M.Kep selaku penguji I dan penguji

IIterima kasih yang tak terhingga atas segala ketulusan dan kesabaran, serta

keikhlasan meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing,


mengarahkan, memberikan solusi pada setiap permasalahan serta memberikan

motivasi yang tiada henti-hentinya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini.

7. Teruntuk pengelola Skripsi Ns Andi Mursyidah, S.Kep, M.Kes dan Ns Ita

Sulistiani Basir S.Kep, M.Kep yang telah membimbing, mengarahkan,

memperjuangkan dan tak henti-hentinya memberikan motivasi sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi.

8. dr. Edwina Rugaiyah Monayo, M.Biomed Selaku Dosen Penasehat Akademik

yang mengontrol dan memberikan arahan dalam pelaksanaan perkuliahan serta

banyak memberikan saran dan motivasi kepada penulis dalam hal penyelesaian

studi.

9. Seluruh staf Dosen Keperawatan, pengelolah skripsi dan administrasi di

Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah membantu saya dari awal proses

perkuliahan sampai saya selesai ditahap ini.

10. Kepada seluruh keluarga besar Suratinoyo – Mooduto – Pakaya - Monoarfa

Terima kasih atas segala bantuan, dukungan, perhatian dan motivasinya selama

proses penyusunan skripsi ini.

11. Kepada Paman Sumarudin Suratinoyo dan Tante Hamida Rahim yang selalu

membantu, memfasilitasi segalanya dalam penyusunan skripsi ini sampai

dengan selesai terima kasih atas segala perhatiannya.

12. Teruntuk orang-orang terkasih dan tersayang yaitu opa dan oma. Terima kasih

karena selama hidup kalian selalu ada memberikan motivasi, membantu,


memfasilitasi, menemani, mengajarkan, terutama dukungan moril dan materil

sampai penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Kalian adalah salah satu alasan

sampai penulis tetap kuat dan sabar mengahadapi cobaan selama menempuh

pendidikan di Universitas Negeri Gorontalo.

13. Sahabat-sahabatku tercintaOlivia Maharani Mohamad, Siti Marsita Adjuju,

Widya Ningsi Biki, Sela P. Yunus, Diman Apriyadi Manto, Ulfa Imran Puti,

Nuken Pakaya, Indah Ismail Ali, Ayu Mile, dan Nia Noviandari Mootalu.

Terima kasih penulis ucapkan sebanyak-banyaknya selalu ada saat penulis

meminta bantuan, menemani, dan juga selalu memberi motivasi dan

memberikan semangat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini.

14. Teman-teman bimbingan tersayang Tya Buhungo, Lastri Kasim, Salma

Dukalang, Nurfika, Aldiyansa Abas dan Rifka Rambing, terima kasih mau

berjuang bersama, menemani, dan memotivasi penulis sehingga semangat

hingga skripsi ini selesai.

15. Seluruh angkatan Vascular 2016 Universitas Negeri Gorontalo, terima kasih

selalu mendukung, memberikan motivasi, memberikan canda tawa disetiap

kesusahan. Angkatan Vascular kelas A tercinta, terima kasih atas segala

bantuan, dukungan, doa, dan kekompakan tulus yang diberikan serta

persahabatan yang tak akan terlupakan serta membuat hari-hari sangat

menyenangkan.
Dalam penulisan ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwasanya masih

banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, maka dari itu penulis

mengharapkan adanya kritikan, saran yang bersifat membangun dari semua pihak.

Semoga ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu kesehatan khusunya

dibidang keperawatan.

Gorontalo, Agustus 2020

Siti Utari Suratinoyo


DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL...................................................................................i

HALAMAN LOGO........................................................................................ii
HALAMAN JUDUL.......................................................................................iii

SURAT PERNYATAAN................................................................................iv
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING...............................................v

LEMBAR PENGESAHAN............................................................................vi
ABSTRAK.......................................................................................................vii
ABSTRACT.....................................................................................................viii
MOTO DAN PERSEMBAHAN....................................................................ix
KATA PENGANTAR.....................................................................................x
DAFTAR ISI...................................................................................................xv
DAFTAR TABEL...........................................................................................xvii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................xviii
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................xix
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1 Latara belakang......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian...................................................................................5
1.4 Manfaat Penelitian.................................................................................5
BAB II KAJIAN TEORI................................................................................7
2.1 Kajian Teoritis........................................................................................7
2.1.1 Konsep Praktik Pemberian Makan.................................................7
2.1.2 Konsep Status Gizi.........................................................................14
2.1.3 Konsep Stunting.............................................................................30
2.2 Kerangka Berpikir.................................................................................38
BAB III METODE TINJAUAN LITERATUR...........................................39
3.1 Jenis Penelitian......................................................................................39
3.2 Inklusi Dan Eksklusi.............................................................................39
3.3 Teknik Pengumpulan Data....................................................................40
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................42
4.1 Deskripsi Hasil Tinjauan Literatur........................................................42
4.2 Pembahasan...........................................................................................48
BAB V PENUTUP........................................................................................54
5.1 Kesimpulan...........................................................................................54
5.2 Confilct To Interst..................................................................................54
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................55
LAMPIRAN................................................................................................59
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Hasil Tinjauan Literatur....................................................................42
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Penimbangan Berat Badan Balita Dengan Decin.........................17

Gambar 2.2 mengukur panjang badan..............................................................18

Gambar 2.3pengukuran tinggi badan................................................................19

Gambar 2.4Pengukuran LILA..........................................................................20

Gambar 2.5Penilaian Status Gizi Anak............................................................21

Gambar 2.6 Kerangka Teori.............................................................................38


DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Table PICO (S/T)........................................................................59

Lampiran 2 : Alur Pencarian Literatur..............................................................60

Lampiran 3 : Hasil Pencarian Literatur.............................................................61

Lampiran 4: Artikel Yang Di Riview................................................................63


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Masa balita termasuk dalam periode emas

untuk pertumbuhandan perkembangan si kecil,

dimana pada masa ini kebutuhan zat gizi pada anak

sangat tinggi yang diperlukan untuk proses tumbuh

kembangnya. Sehingga kesalahan praktik pemberian

makan pada balita di masa ini berdampak negatif

terhadap pertumbuhan dan perkembangan balita.

Pemberian nutrisi yang kurang atau buruk di seribu

hari pertama kehidupannya dapat berdampak pada

konsekuensi yang ireversibel, yaitu kondisi dimana

ia mengalami pertumbuhan terhambat atau stunting.

Stunting merupakan salah satu permasalahan gizi

yang dihadapi di dunia, khususnya di negara-negara

miskin dan berkembang (UNICEF, 2013). Stunting

menjadi permasalahan karena berhubungan dengan

meningkatnya risiko terjadinya kesakitan dan

kematian, perkembangan otak suboptimal sehingga

perkembangan motorik terlambat dan terhambatnya

pertumbuhan mental hal ini yang menyebabkan

stunting mejadi prediktor buruknya kualitas sumber

1
daya Health Organization (WHO), prevalensi balita

manus stunting di tahun 2017 sebesar 22,2% atau sekitar

ia 150,8 juta balita di dunia mengalami stunting yang

yang menduduki posisi pertama pada Negara India 31.2

selanju % (WHO, 2018). Menurut United Nations

tnya Children’s Fund (UNICEF), Dari 83,6 juta balita

akan stunting di Asia,

berpen

garuh

pada

penge

mbang

an

potens

bangsa

(Harau

Mitra,

2015)

erdasa

rkan

World
2
proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan (58,7%) dan proporsi paling sedikit di

Asia Tengah (0,9%) prevalensi stunting di Indonesia lebih tinggi dibandingkan

negara-negara lain di Asia Tenggara, seperti Myanmar (35%), Vietnam (23%), dan

Thailand (16%) (UNICEF, 2017). Berdasarkan Kementrian Kesehatan, Data

prevalensi balita stunting yang dikumpulkan World Health Organization (WHO),

Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga 36.4 % dengan prevalensi tertinggi di

wilayah Asia Tenggara/South-EastAsia Regional (SEAR).

Menurut data Kementrian Kesehatan (Kemenkes), Rata-rata prevalensi balita

stunting di Indonesia tahun 2019 menurun dibandingkan 3 tahun terakhir. Stunting

2017 29.6% 2018 30.8% dan 2019 adalah 29.6 % (Kemenkes, 2020) . Indonesia

terdapat tiga daerah balita dengan stunting yaitu urutan pertama Nusa Tenggara

Timur dengan presentasi (43,82), Sulawesi Barat (40,38), dan Nusa Tenggara Barat

(37,85). (Kemenkes, 2019)

Banyak faktor yang menyebabkan tingginya kejadian stunting pada balita.

Penyebab langsung adalah kurangnya asupan makanan dan adanya penyakit infeksi.

Faktor lainnya adalah pengetahuan ibu yang kurang, praktik pemberian makan yang

salah, sanitasi dan hygiene yang buruk dan rendahnya pelayanan kesehatan. Selain itu

masyarakat belum menyadari anak pendek merupakan suatu masalah, karena anak

pendek di masyarakat terlihat sebagai anak-anak dengan aktivitas yang normal, tidak

seperti anak kurus yang harus segera ditanggulangi. Demikian pula halnya gizi ibu

waktu hamil, masyarakat belum menyadari pentingnya gizi selama kehamilan


berkontribusi terhadap keadaan gizi bayi yang akan dilahirkannya kelak (Harau

Mitra, 2015).

Sebagaimana telah dijelaskan salah satu faktor langsung tingginya angka

stunting yaitu kurangnya asupan makanan. Asupan zat gizi yang optimal menunjang

tumbuh – kembang balita baik secara fisik, psikis maupun motorik atau dengan kata

lain, asupan zat gizi yang optimal pada saat ini merupakan gambaran pertumbuhan

dan perkembangan yang optimal pula di hari depan. Asupan sendiri sangat ditentukan

oleh praktik pemberian makan yang baik pada balita, meskipun bahan makanan

tersedia dalam jumlah yang cukup dan seorang ibu memiliki pengetahuan gizi yang

tinggi namun pada praktik pemberian makan kurang baik maka tidak akan

mendukung secara penuh terhadap pengawasan asupan gizi anak. (khaerunisa intan,

2019)

Penelitian Hendrayati tahun (2015), menjelaskan Praktek pemberian makan

adalah cara yang dilakukan keluarga dalam praktek pemberian makan contoh

meliputi frekuensi pemberian makanan utama, komposisi makanan dalam sekali

makan, namun pada penelitiannya didapatkan hasil dimana ibu atau pengasuh dalam

praktik pemberian makan 59,5% dengan anak berusia 12 hingga 60 bulan dilakukan

pemberian makan yang tidak konsisten Demikian juga dengan frekuensi makan yang

rendah dan tidak memperhatikan komposisi makanan sekali makan.


Berdasarkan hasil penelitian Dewi Yuni Yati (2018), menunjukkan asupan energi

pada balita sebagian besar kurang. Terdapat banyak balita dengan kategori asupan

kurang dikarenakan balita makan secara tidak teratur. Berdasarkan hasil observasi

dimana balita merupakan masa sulit dalam pemberian makan anak, karena anak sudah

mulai aktif dan pemantauan orang tua juga sudah mulai berkurang. Keadaan gizi

balita dipengaruhi oleh praktik makan keluarga karena balita masih tergantung dalam

memenuhi asupan makan. Semntara itu, kualitas makanan dan gizi sangat tergantung

praktik pemberian makan yang diterapkan pengasuh. Peran orang tua sangat

menentukan statu gizi balita, pada umumnya orang tua memberikan makanan yang

kurang teratur dn terkadang memaksakan suatu makanan kepada anak. Selain itu

tidak ada usaha dari orang tua agar anak mau makan dan lebih membiarkan anak

jajan sembarangan (Kahfi, 2015)

Banyak penelitian yang telah dilakukan terkait dengan praktik pemberian makan

pada balita ada disebabkan karena pengetahuan ibu yang kurang tentang asupan gizi,

pemberian makan yang tidak konsisten Demikian juga dengan frekuensi makan yang

rendah dan tidak memperhatikan komposisi makanan sekali makan, dan juga tidak

ada usaha dari orang tua agar anak mau makan dan lebih membiarkan anak jajan

sembarangan.oleh karena itu saya tertarik untuk melakukan studi literaturuntuk

membuktikan hubungan praktik pemberian makan dengan kejadian stunting pada

blita.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka dapat

dikemukakan rumusan masalah yakni “Apakah Praktik Pemberian Makan Ada

Kaitannya Dengan Kejadian Stunting Pada Balita?”

1.3. Tujuan

Tujuan dari studi literatur ini untuk menganalisis dan mensinstesis bukti-

bukti/literature tentang Praktik pemberian makan berkaitan dengan kejadian

stunting pada balita

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat Teoritis

Menambah wawasan dan pengetahuan, bahan informasi tentang praktik

pemberian makan dengan kejadian stunting pada balita

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Instansi Kesehatan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, ilmu pengetahuan, serta

menjadi landasan dalam mengembangkan evidence based untuk tenaga

kesehatan

2. Bagi Orang Tua

Diharapkan dengan adanya informasi ini keluarga yakni orang tua untuk

lebih memperhatikan asupan makanan pada balita serta kondisinya

3. Bagi Peneliti
Peneliti diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan khususnya mengenai

stunting serta dapat memberikan informasi praktik pemberian makan dengan

kejadian stunting pada balita.


BAB II
KAJIAN TEORITIS

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Konsep Praktik Pemberian Makan

Cara yang dilakukan keluarga contoh dalam praktek pemberian makan contoh

meliputi pemberian ASI dan kolostrum, frekuensi pemberian makanan utama,

pemberian makanan selingan, komposisi makanan dalam sekali makan, penentuan

waktu makan, penggunaan alat makan, usaha ibu dalam memberikan makanan pada

anak, pemilihan jenis makanan, pengenalan makanan baru, penyiapan dan penyajian

makanan, pantangan makan dan kesulitan anak makan.( Leliyana Nursanti, 2013)

A. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam Praktik Pemberian Makan

Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam praktik pemberian makan pada balita

yaitu meliputi:

1) Faktor ekonomi

Faktor ekonomi cukup dominan dalam mempengaruhi konsumsi makanan.

Meningkatnya pendapatan dalam keluarga akan meningkatkan peluang untuk

membeli makanan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik

(Sulistyoningsih, 2011).

2) Faktor sosial budaya

Pantangan dalam mengkonsumsi jenis makanan tertentu dapat dipengaruhi

oleh faktor budaya atau kepercayaan. Pantangan yang didasari oleh


kepercayaan pada umumnya mengandung perlambang atau nasihat yang

dianggap baik ataupun tidak baik yang lambat laun menjadi kebiasaan.

Budaya mempengaruhi seseorang dalam menentukan apa yang akan dimakan,

bagaimana pengolahan, persiapan, dan penyajiannya serta untuk siapa dan

dalam kondisi bagaimana pangan tersebut dikonsumsi (Sulistyoningsih,

2011).

3) Pendidikan

Pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk

mengembangkan atau meningkatkan kemampuan tertentu sehingga sasaran

pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Tingkat pendidikan turut pula

menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap pengetahuan yang mereka

peroleh. Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi pengetahuan dan perilaku

seseorang, hal ini dikarenakan tingkat pendidikan yang terlalu rendah akan

sulit memahami pesan atau informasi yang disampaikam. Pendidikan bagi

seorang ibu sangat penting dan tepat terutama dalam merawat balita

(Ernawati, 2014).

4) Lingkungan

Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap pembentukan perilaku

makan. Kebiasaan makan pada keluarga sangat berpengaruh besar terhadap

pola makan seseorang, kesukaan seseorang terhadap makanan terbentuk dari

kebiasaan makan yang terdapat dalam keluarga (Ernawati, 2014).

5) Usia ibu
Usia ibu berpengaruh dalam proses belajar menyesuaikan diri, seiring dengan

bertambahnya umur seseorang maka semakin banyak pengalaman yang akan

didapat dari lingkungan dalam membentuk perilakunya. Semakin bertambah

umur, ibu akan mempunyai pengalaman yang lebih banyak dari

lingkungannya dalam pola asuh balita khususnya dalam perilaku pemberian

makan bagi balitanya (Ernawati, 2014).

B. Karakteristik orang tua dalam pemberian makanan balita

Musher-Eizman dan Holub (2007) menjelaskan bahwa pemberian makanan pada

balita dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu:

1. Tekanan untuk makan (Pressure to eat)

Tekanan untuk makan sebagai tindakan mendorong balita untuk makan.

Orang tua sering sekali melakukan tindakan tekanan pada balita dalam

aktivitas makan untuk usaha meningkatkan berat badan balita. Bentuk lain

dari tekanan yang seringkali dilakukan orangtua adalah dengan membentak,

berkata kasar, memaksa balita untuk makan makanan yang disediakan.

Tekanan yang dilakukan orangtua agar balita mau makan atau menghabiskan

makanannya akan menggangu psikologis balita. Balita akan merasa bahwa

aktivitas makan merupakan aktivitas yang tidak menyenangkan sehingga

balita akan kehilangan nafsu makan yang akan berdampak pada

pertumbuhannya.

2. Pembatasan untuk berat badan (Restriction for weight)


Pembatasan makanan merupakan kontrol terlalu tinggi terhadap apa dan

berapa banyak makanan yang balita makan. Orang tua sering kali berusaha

membatasi konsumsi makanan tertentu pada balitanya dengan cara yang tidak

tepat. Orang tua berusaha membatasi makanan cepat saji bagi balita. Orang

tua memiliki tujuan baik dengan melakukan tindakan tersebut, namun

tindakan pembatasan terhadap konsumsi makanan tertentu akan semakin

meningkatkan minat balita terhadap makanan tersebut.

3. Makanan sebagai hadiah atau reward

Hadiah atau reward merupakan hal yang disuka balita, namun hadiah atau

reward juga bisa menimbulkan dampak buruk bagi perilaku makan pada

balita. Bentuk hadiah atau reward yang tepat yang dapat dilakukan pada

balita dengan memberikan pujian, pelukan, ciuman pada balita jika balita

menunjukkan perilaku baik, misalnya jika balita mengkonsumsi makanan

sehat. Orang tua yang selalu menunjukkan kasih sayangnya dengan

memberikan pujian, ketika balita mengkonsumsi makanan sehat akan

membuat balita berada dalam kondisi yang nyaman dan berimbas pada

perkembangan perilaku makan yang baik pada balita.

4. Regulasi emosi

Regulasi emosi lebih menekankan pada bagaimana dan mengapa emosi itu

sendiri mampu mengatur seperti memusatkan perhatian saat pemberian makan

dan memusatkan balita ketika sedang diberikan makan.

5. Kontrol (Control)
Kontrol makanan merupakan tindakan yang dilakukan orangtua terhadap

makanan yang dikonsumsi oleh balita. Adapun bentuk kontrol yang dapat

dilakukan meliputi tekanan pada balita untuk makan (pressure) dan

pembatasan untuk makan (retriction). Tekanan untuk makan sebagai tindakan

mendorong balita untuk makan. Orang tua sering melakukan tindakan tekanan

pada balita dalam aktivitas

makan untuk usaha meningkatkan berat badan balita. Bentuk tekanan yang

dilakukan orang tua dapat berupa pemberian hadiah atau reward pada balita.

6. Edukasi makanan (Teaching nutristion)

Edukasi makanan sehat dapat dilakukan saat aktivitas pemberian makan pada

balita. Orang tua dapat menyampaikan manfaat makan sayur ketika

memberikan suapan sayur pada balita atau ketika balita menolak untuk makan

sayur. Ibu merupakan pendidik keluarga, pengajaran tentang zat gizi dan

makanan sehat pada balita diberikan oleh ibu karena ibu memiliki

pengetahuan yang lebih baik terkait kandungan gizi makanan dibandingkan

oleh ayah.

7. Mendorong keseimbangan (Encourage balance)

Tekanan untuk makan sebagai tindakan mendorong balita untuk makan.

Orang tua sering sekali melakukan tindakan tekanan pada balita berupa

dorongan dalam aktivitas makan untuk usaha meningkatkan berat badan

balita.

8. Lingkungan sehat (Healthy environment)


Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap pembentukan perilaku

makan. Kebiasaan makan pada keluarga sangat berpengaruh besar terhadap

pola makan seseorang, kesukaan seseorang terhadap makanan terbentuk dari

kebiasaan makan yang terdapat dalam keluarga. Balita usia 3-5 tahun

mempunyai ciri khas yaitu sedang dalam proses tumbuh kembang, ia banyak

melakukan kegiatan jasmani, dan mulai aktif berinteraksi dengan lingkungan

sosial maupun alam sekitarnya sehingga lupa untuk makan.

9. Keterlibatan balita (Involvement)

Balita dapat dilibatkan dalam prosespenyiapan dan pemilihan makan.

Penyiapan dan pemilihan makanan merupakan tanggung jawab ibu, namun

secara perlahan balita harus mampu memilih dan menentukan makanan sehat

bagi dirinya. Perkembangan kognitif dan motorik pada usia balita yang belum

matang mengakibatkan balita belum mampu mempersiapkan dan memilih

makanansecara mandiri. namun orang tua perlu melibatkan balita dalam

proses tersebut.

10. Pemantauan (Monitoring)

Pemantauan pola makan balita penting bagi pertumbuhan, balita seringkali

makan apa saja yang mereka sukai, oleh karena itu penting orang tua untuk

memantau nutrisi balita. Ketika pola makan balita teratur maka gizi balita

tercukupi dan terhindar dari masalah kesehatan.

11. Model peran (Modeling)


Model peran (Modeling) merupakan suatu perilaku pemberian contoh

sehingga orang yang melihat akan mengikuti perilaku tersebut. Modeling

dapat memberikan efek protektif terhadap kesehatan balita. Lingkungan

keluarga merupakan tempat balita pertama kali belajar mengenai segala

sesuatu melalu model peran. Model peran ditunjukkan orang tua dan orang

lain yang memiliki kedekatan dengan balita akan mempengaruhi kebiasaan

makan pada balita.

C. Aturan Praktik pemberian makanan balita

Untuk melihat sesuai atau tidaknya pemberian makan pada balita dapat dilihat

pada aturan pemberian makan (feeding rules) menurut Rekomendasi Ikatan

Dokter Anak Indonesia (2015):

1. Jadwal

Ada jadwal makanan utama dan makanan selingan (snack) yang teratur, yaitu

tiga kali makanan utama dan dua kali makanan kecil diantaranya. Susu dapat

diberikan dua – tiga kali sehari. Waktu makan tidak boleh lebih dari 30 menit.

Hanya boleh mengonsumsi air putih diantara waktu makan.

2. Lingkungan

Lingkungan yang menyenangkan (tidak boleh ada paksaan untuk makan).

Tidak ada distraksi (mainan, televisi, perangkat permainan elektonik) saat

makan. Jangan memberikan makanan sebagai hadiah.

3. Prosedur
Dorong balita untuk makan sendiri. Bila balita menunjukan tanda tidak mau

makan (mengatupkan mulut, memalingkan kepala, menangis), tawarkan

kembali makanan secara netral, yaitu tanpa membujuk ataupun memaksa. Bila

setelah 10 – 15 menit balita tetap tidak mau makan, akhiri proses makan.

2.1.2 Konsep Status Gizi

A. Definisi Status Gizi

Status gizi adalah keadaan tubuh manusia sebagai akibat konsumsi

makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi merupaka indicator yang

menggabarkan kondisi kesehatan dipengaruhi oleh asupan serta

pemanfaatan zat gizi dalam tubuh. Asupan energi yang masuk ke dalam

tubuh diperoleh dari makanan yang dikonsumsi sedangkan pengeluaran

energi digunakan untuk metabolisme basal dan aktivitas fisik.

Keseimbangan antara pemasukan energi dan pengeluarannya akan

menciptakan status gizi normal. Apabila keadaan gizi tersebut tidak terjadi

maka dapat menimbulkan masalah gizi baik masalah gizi kurang dan

masalah gizi lebih (Mardalena, 2017)

B. Penilaian Status Gizi

( Mardalena, 2017), Dalam ilmu gizi, ada 2 metode penilaian status gizi

yang kita kenal, yaitu

1. Penilaian status gizi secara langsung

a) Antropometri
Antropometri berarti adalah ukuran tubuh manusia.

Pengukuran menggunakan metode ini dilakukan karena manusia

mengalami pertumbuhan dan perkembanga. Pertumbuhan mencakup

perubahan besar, jumlah, ukuran, dan fungsi sel, jaringan, organ

tingkat individu yang diukur dengan ukuran panjang, berat, umur

tulang dan keseimbangan metabolik. Sedangkan perkembangan

adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh

yang lebih konpleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan.

Pertumbuhan dan perkembangan dipengaruhi olhe factor internal

(genetic) dan factor eksternal/lingkungan.

Metode atropometri dilihat untuk melihat ketidakseimbangan

asupan protein dan energy (karbohidrat dan lemak). Metode ini

memiliki keunggulan, dimana alat mudah, dapat dilakukan berulang-

ulang dan objektif, siapa saja bias dilatih mengukur, relatife murah,

hasilnya mudah disimpulkan, secara ilmiah ilmiah diakui

kebenarannya, sederhana, aman, akurat, dan dapat menggabarkan

riwayat gizi masa lalu, bias untuk skrining, dan mengevaluasi status

gizi. Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan

dengan mengukur beberapa parameter antara lain : umur, berat

badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar

dada, jaringan lunak


Parameter sebagai ukuran tunggal sebernya belum bias

digunakan untuk menilai status gizi, maka harus kombinasikan.

Kombinasi beberapa parameter itu disebut indeks Antropometri yang

terdiri dari :

a. Berat badan menurut umur (BB/U)

Berat badan menggambarkan jumlah protein, lemak, air, dan

mineral yang terdapat di dalam tubuh. Berat badan merupakan

komposit pengukuran ukuran total tubuh. Beberapa alasan

mengapa berat badan digunakan sebagai parameter antropometri.

Alasan tersebut di antaranya adalah perubahan berat badan mudah

terlihat dalam waktu singkat dan menggambarkan status gizi saat

ini.

Pengukuran berat badan mudah dilakukan dan alat ukur untuk

menimbang berat badan mudah diperoleh. Pengukuran berat

badan memerlukan alat yang hasil ukurannya akurat. Untuk

mendapatkan ukuran berat badan yang akurat, terdapat beberapa

persyaratan alat ukur berat di antaranya adalah alat ukur harus

mudah digunakan dan dibawa, mudah mendapatkannya, harga

alat relatif murah dan terjangkau, ketelitian alat ukur sebaiknya

0,1 kg (terutama alat yang digunakan untuk memonitor

pertumbuhan), skala jelas dan mudah dibaca, cukup aman jika

digunakan, serta alat selalu dikalibrasi.


Beberapa jenis alat timbang yang biasa digunakan untuk

mengukur berat badan adalah dacin untuk menimbang berat

badan balita, timbangan detecto, bathroom scale (timbangan

kamar mandi), timbangan injak digital, dan timbangan berat

badan lainnya.

Gambar 2.1 Menimbang berat badan balita dengan Dacin

b. Tinggi badan menurut umur (TB/U)

Tinggi badan atau panjang badan menggambarkan ukuran

pertumbuhan massa tulang yang terjadi akibat dari asupan gizi.

Oleh karena itu tinggi badan digunakan sebagai parameter

antropometri untuk menggambarkan pertumbuhan linier.

Pertambahan tinggi badan atau panjang terjadi dalam waktu yang

lama sehingga sering disebut akibat masalah gizi kronis.

Istilah tinggi badan digunakan untuk anak yang diukur dengan

cara berdiri, sedangkan panjang badan jika anak diukur dengan


berbaring (belum bisa berdiri). Anak berumur 0–2 tahun diukur

dengan ukuran panjang badan, sedangkan anak berumur lebih dari

2 tahun dengan menggunakan microtoise. Alat ukur yang

digunakan untuk mengukur tinggi badan atau panjang badan

harus mempunyai ketelitian 0,1 cm.

Tinggi badan dapat diukur dengan menggunakan microtoise

(baca: mikrotoa). Kelebihan alat ukur ini adalah memiliki

ketelitian 0,1 cm, mudah digunakan, tidak memerlukan tempat

yang khusus, dan memiliki harga yang relatif terjangkau.

Kelemahannya adalah setiap kali akan melakukan pengukuran

harus dipasang pada dinding terlebih dahulu. Sedangkan panjang

badan diukur dengan infantometer (alat ukur panjang badan).

Gambar 2.2 mengukur panjang badan


Gambar2.3 Mengukur tinggi badan

c. Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)

d. Lingkar lengan atas menurut umur (LLA/U)

Lingkar lengan atas (LILA) merupakan gambaran keadaan

jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit. LILA mencerminkan

tumbuh kembang jaringan lemak dan otot yang tidak berpengaruh

oleh cairan tubuh.

Ukuran LILA digunakan untuk skrining kekurangan energi

kronis yang digunakan untuk mendeteksi ibu hamil dengan risiko

melahirkan BBLR. Pengukuran LILA ditujukan untuk

mengetahui apakah ibu hamil atau wanita usia subur (WUS)

menderita kurang energi kronis (KEK). Ambang batas LILA

WUS dengan risiko KEK adalah 23.5 cm. Apabila ukuran kurang

dari 23.5 cm, artinya wanita tersebut mempunyai risiko KEK, dan

diperkirakan akan melahirkan berat bayi lahir rendah (BBLR).


Cara ukur pita LILA untuk mengukur lingkar lengan atas

dilakukan pada lengan kiri atau lengan yang tidak aktif.

Pengukuran LILA dilakukan pada pertengahan antara pangkal

lengan atas dan ujung siku dalam ukuran cm (centi meter).

Kelebihannya mudah dilakukan dan waktunya cepat, alat

sederhana, murah dan mudah dibawa.

Gambar 2.4 pengukuran menggunakan LILA

e. Indeks masa tubuh (IMT)

Indeks massa tubuh adalah metrik standar yang digunakan

untuk menentukan siapa saja yang masuk dalam golongan berat

badan sehat dan tidak sehat. Indeks massa tubuh alias BMI

membandingkan berat badan Anda dengan tinggi badan Anda,

dihitung dengan membagi berat badan dalam kilogram dengan

tinggi badan dalam meter kuadrat.


Berdasarkan kementrian kesehatan Republik Indonesia 2010, kategori

status balita sebagai berikut :

Gambar 2.5Penilaian status gizi anak berdasarkan standar antropometri

Sumber : Kemenkes RI 2010

b) Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan secara keseluruhan

termasuk riwayat kesehatan. Pemeriksaan klinis yang mencakup bagian

tubuh yaitu kulit, gigi, gusi, bibir, lidah, mata dan alat kelamin.

c) Biokimia

Pengukuran biokimia adalah pemeriksaan specimen yang di uji

secara labolatoris yang dilakukan pada berbagai jaringan tubuh berupa

darah, urin, tinja, dan jaringan tubuh.


d) Biofisik

Merupakan penetuuan status gizi berdasarkan kemampuan fungsi

dari jaringan dan perubahan struktur jaringan.

2. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung

a) Survei konsumsi makanan

Survei konsumsi makanan dimaksudkan untuk mengetahui

kkebiasaan makan atau gambaran tingkat kkecukupan bahan

makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga dan

perorangan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

b) Statistika vital

Untuk mengetahui gambaran keadaan gizi di suatu wilayah,

kita bias membacanya dengan cara menganalisis statistika kesehatan.

Dengan menggunakan statistika kesehatan kita dapat melihat

indicator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat.

b) Pengukuran faktor ekologi

Faktor ekologi yang berhubungan dengan malnutrisi ada enam

kelompok, yaitu keadaan infeksi, konsumsi makanan, perubahan

budaya, social ekonomi, produksi pangan, serta kesehatan dan

pendidikan.

C. Permasalahan Gizi

1. Kekurangan Energi Protein (KEP)


Masalah Kekurangan Energi Protein (KEP) Kekurangan energi protein

(KEP) akan berakibat pada mutu kualitas sumber daya manusia terutama

apabila KEP terjadi pada masa pertumbuhan yaitu bayi, balita dan remaja,

oleh karena itu harus ditangani dengan benar dan tepat. Masalah KEP dapat

diketahui dari rendahnya cadangan lemak dan otot yang ditandai dengan balita

kurus. Anak yang kurus menunjukkan bahwa asupan gizi anak rendah,

sehingga persediaan lemak dan otot tubuhnya sedikit. Karena asupan gizi

rendah, maka anak tidak mempunyai daya tahan tubuh (antibodi) yang cukup,

akibatnya anak mudah sakit. Hal dapat mengakibatkan tingginya angka

kesakitan dan kematian.

Menurut data Riskesdas pada tahun 2010, menunjukkan bahwa

sebanyak 17.9% balita di Indonesia menderita gizi kurang dan gizi buruk.

Telah terjadi penurunan kalau dibandingkan dengan data tahun 1990 yaitu

sebesar 31.0%. Hasil pemantauan status gizi (PSG) tahun 2016 menunjukkan

bahwa jumlah balita yang tergolong sangat kurus sebesar 3,7% dan balita

tergolong kurus sebesar 8,9%. Sementara data jumlah anak sekolah dan

remaja yang tergolong sangat kurus sebesar 2,4%, dan yang tergolong sangat

kurus sebesar 7,4%. Walaupun persentase balita kurus ini sudah jauh lebih

rendah dibandingkan beberapa periode yang lalu, tetapi upaya untuk

mengurangi balita kurus harus tetap dilanjutkan.

Di samping itu masalah KEP dapat juga diketahui dari lambatnya

pertumbuhan tinggi badan anak yang tercermin dari panjang atau tinggi
badan. Panjang atau tinggi badan anak yang tidak mencapai nilai optimal

disebut pendek atau sangat pendek. Anak yang pendek atau sangat pendek

disebabkan oleh asupan gizi yang tidak mencukupi kebutuhan tubuh dalam

waktu yang relatif lama. Anak yang kekurangan asupan gizi sejak lahir

sampai balita dipastikan anak ini mempunyai tinggi badan yang rendah

(pendek).

Lambatnya pertumbuhan panjang atau tinggi badan pada waktu balita

atau anak, akan berakibat pada kecerdasan otak setelah dewasa, orang yang

pendek cenderung kurang cerdas. Orang yang pendek juga sulit untuk

mempunyai prestasi yang baik pada bidang olah raga. Orang-orang yang

mempunyai prestasi baik di bidang olah raga umumnya mempunyai tinggi

badan yang cukup. Agar seseorang mempunyai tinggi badan yang baik maka

asupan  Penilaian Status Gizi  18 gizi harus diperhatikan sejak dalam

kandungan (semasa usia kehamilan). Pertumbuhan tinggi badan ini terjadi dari

usia lahir sampai sekitar 17 tahun untuk perempuan dan sekitar usia 20 tahun

untuk laki-laki. Dengan demikian maka pertumbuhan panjang atau tinggi

badan akan berdampak mutu sumber daya manusia (SDM) Indonesia.

Saat ini Indonesia dihadapkan pada masalah stunting (pendek) yang

tergolong cukup tinggi jika dibandingkan negara-negara lain, dibandingkan

dengan negara-negara ASEAN pun angka stunting Indonesia masih tergolong

paling tinggi. Berdasarkan hasil penelitian PSG tahun 2016, menunjukkan


bahwa jumlah balita yang tergolong sangat pendek sebesar 8,5%, dan yang

tergolong pendek sebesar 19,0%.

2. Masalah Kekurangan Vitamin A

Fungsi utama dari vitamin A adalah sebagai zat untuk menjaga

kesehatan mata, di samping fungsi yang lain di antaranya untuk

mengoptimalkan perkembangan janin, meningkatkan kekebalan tubuh,

sebagai antioksidan, dan lain-lain. Vitamin A yang diperlukan oleh tubuh

adalah dalam bentuk retinol yang terdapat pada hewani (hati, telur, dll).

Sedangkan vitamin A yang terdapat pada nabati (buah-buahan dan sayuran)

dalam bentuk beta caroten. Beta caroten ini dalam tubuh akan diubah menjadi

retionol.

Akibat kekurangan vitamin A adalah kerusakan mata yang bisa

mengakibatkan kebutaan. Tanda awal yang muncul dari kekurangan vitamin

A adalah rabun senja, kalau tidak ada upaya intervensi maka akan menjadi

serosis konjungtiva, tahap berikutnya adalah bercak bitot, kemudian berlanjut

serosis kornea dan akhirnya menjadi keratomalasea dan akhirnya buta.

Seseorang yang mempunyai kadar serum retinol kurang dari 20 mcg/dl

mempunyai risiko untuk menderita defisiensi vitamin A

3. Kekurangan Vitamin B

Vitamin B memiliki berbagai jenis dan tentunya akan mengakibatkan berbagai

macam penyakit jika tak dipenuhi, seperti berikut ini:


a) Kekurangan vitamin B1: tubuh lemas, berat badan turun,

dan gangguan memori

b) Kekurangan vitamin B3: demensia, diare, dan dermatitis

c) Kekurangan vitamin B9: anemia serta gangguan pertumbuhan janin

saat kehamilan

d) Kekurangan vitamin B12: anemia, tubuh lemas dan pusing,

serta gangguan nafsu makan

4. Kekurangan Vitamin C

Gejala-gejala kekurangan vitamin C yang bisa dirasakan dalam jangka

pendek yaitu tubuh yang lemas serta kulit yang tidak sehat. Namun, apabila

terus dibiarkan, hal tersebut akan mempengaruhi kesehatan tulang,

menyebabkan sistem imun terganggu, dan bahkan luka yang sulit sembuh.

5. Kekurangan Vitamin D

Rupanya, akibat kekurangan vitamin D, Anda mengalami penyakit

pada tulang, seperti Osteoporosis. Hal ini karena kandungan vitamin D,

seperti pada ikan salmon dan tuna, berguna untuk membantu mengatur kadar

kalsium demi menjaga kesehatan tulang.

6. Kekurangan Vitamin E

Penyakit akibat kekurangan vitamin E jarang ditemui lantaran jenis

vitamin ini sangat mudah ditemukan di berbagai makanan. Namun, pada

beberapa kasus, seseorang bisa mengalami kekurangan vitamin D dan

mengalami sakit otot atau bahkan gangguan koordinasi tubuh.


D. Penyakit Gangguan Gizi

1. Stunting

Stuntingadalah gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak yang

membuatnya tinggi badannya terhambat, sehingga tidak sesuai dengan anak

seusianya. Stunting merupakan masalah gizi yang kronis yang terjadi akibat

berbagai penyebab dari di masa lalu. Hal ini meliputi asupan gizi yang buruk,

mengalami penyakit infeksi berulang, dan berat badan lahir rendah (BBLR). Atau

dengan kata lain, stunting bisa dikatakan sebagai kondisi kurang gizi pada anak-

anak yang telah berlangsung sejak lama.

Bahkan asupan ibu sebelum dan saat hamil sangat memengaruhi apakah si

kecil berpeluang alami stunting atau tidak. Maka itu, masalah gizi yang satu ini

memang berakar dari berbagai hal, bisa jadi gizi ibu atau bayi yang tak tercukupi

dengan baik.Imbasnya membuat anak mengalami stunting di kemudian hari.

Perkembang stunting umumnya dimulai sejak anak berusia 3 bulan, hingga

kemudian berangsur-angsur melambat saat usianya menginjak 3 tahun.Nah, jika

dilihat dalam GPA dengan menggunakan pengukuran TB/U, anak stunting akan

masuk kategori kurang dari -2 standar deviasi (SD). Ini artinya, di dalam grafik

pertumbuhan si kecil akan berada di bawah garis merah.

Biasanya, anak dengan stunting akan lebih pendek dibandingan dengan rata-

rata tinggi teman seusianya. Tinggi badan anak tersebut tidak akan kembali normal

hingga ia dewasa, alias tingginya akan selalu di bawah rata-rata.

Gejala anak yang mengalami stunting berupa:


a) Postur anak lebih pendek dari teman-teman seusianya.

b) Proporsi tubuh mungkin tampak normal, tapi anak terlihat lebih muda atau

kecil untuk usianya.

c) Berat badan rendah untuk anak seusianya.

d) Pertumbuhan tulang terhambat.

2. Marasmus

Marasmus adalah kekurangan gizi yang terjadi karena anak tidak mendapatkan

asupan energi dalam waktu yang cukup lama. Hal ini menyebabkan anak marasmus

tergolong ke dalam status gizi buruk dan harus cepat ditangani.

Tanpa adanya nutrisi penting tersebut, otomatis persediaan energi pada tubuh

sangatlah rendah. Bukan itu saja, berbagai fungsi tubuh tentu akan ikut terganggu,

sehingga menimbulkan berbagai masalah.Gejala khas yang muncul pada anak

dengan marasmus yakni:

a) Berat badan anak yang merosot pesat

b) Kulit keriput seperti orang tua

c) Perut cekung

d) Cenderung cengeng

3. Kwashiorkor
Sedikit berbeda dengan marasmus, kwashiorkor adalah kekurangan

gizi akibat dari rendahnya asupan protein. Padahal, protein berperan penting

sebagai zat untuk membangun dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak.

Hal utama yang membedakan kwashiorkor dan marasmus, yakni tampak pada

perutnya. Anak yang mengalami kwashiorkor memiliki perut yang membesar

akibat adanya penggumpalan cairan (asites).

Namun, ciri khas dari kwashiorkor biasanya tidak membuat berat

badan anak turun drastis. Ini karena tubuh anak memiliki banyak cairan

sehingga membuat berat badannya tetap normal, meski sebenarnya anak

tersebut kurus. Gejala kwashiorkor lainnya seperti:

a) Perubahan warna kulit

b) Rambut rambut seperti jagung

c) Bengkak (edema) di beberapa bagian, seperti kaki, tangan, dan perut

d) Wajah bulat dan sembab (moon face)

e) Penurunan masa otot

f) Diare dan lemas


2.1.3 Konsep Stunting

A. Definisi Stuting

Menurut Kementrian Kesehatan Republic Indonesia 2015 (KEMENKES RI),

Tumbuh pendek pada masa anak-anak (Chilhood stunting) merupakan akibat

kekuranga gizi atau kegagalan pertumbuhan di masa lalu dan digunakan sebagai

indikator jangka panjang untuk gizi kurang pada anak. Chilhood stunting

berhubungan dengan gangguan perkembangan neurokognitif dan risiko

menderita penyakit tidak menular di masa depan (KEMENKES RI, 2015).

Stunting merupakan masalah gizi kronis yang disebabakan oleh asupan gizi yang

kuranf dalam waktu yang lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai

dengan kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai dalam kandungan dan baru

Nampak pada saat anak umur dua tahun. Menurut Millennium Challenge

Account 2013 (MCA), Meningkatnya angka kematian dan anak terjadi karena

kekurangan gizi pada usia dini yang dapat menyebabkan penderita mudah sakit

dan memiliki postur tubuh tidak maksimal saat dewasa (MCA, 2013). Stunting

merupakan bentuk dari proses pertumbuhn anak yang terhambat, yang termasuk

salah satu masalah gizi yang perlu mendapat perhatian (Priyono, Sulistiani, dan

Ratnawati, 2015)

B. Cara Pengukuran Stunting Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)

Stunting merupakan suatu indikator kependekan dengan menggunakan

rumus tinggi badan menurut umur (TB/U) Panjang Badan Menurut Umur

(PB/U) memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai akibat
dari keadaan yang berlangsung lama, misalnya kemiskinan, perilaku hidup

sehat dan pola asuh/pemberian makan yang kurang baik dari sejak dilahirkan

yang mengakibatkan stunting. (Achadi LA. 2012)

Keuntungan indeks TB/U yaitu merupakan indikator yang baik untuk

mengetahui kurang gizi masa lampau, alat mudah dibawa kemana-mana,

jarang orang tua keberatan diukur anaknya. Kelemahan indeks TB/U yaitu

tinggi badan tidak cepat naik bahkan tidak mungkin turun, dapat terjadi

kesalahan yang mempengaruhi presisi, akurasi, dan validitas pengukuran.

Sumber kesalahan bisa berasal dari tenaga yang kurang terlatih, kesalahan

pada alat dan tingkat kesulitan pengukuran. TB/U dapat digunakan sebagai

indeks status gizi populasi karena merupakan estimasi keadaan yang telah lalu

atau status gizi kronik.

Seorang yang tergolong pendek tak sesuai umurnya (PTSU)

kemungkinan keadaan gizi masa lalu tidak baik, seharusnya dalam keadaan

normal tinggi badan tumbuh bersamaan dengan bertambahnya umur.

Pengaruh kurang gizi terhadap pertumbuhan tinggi badan baru terlihat dalam

waktu yang cukup lama. (Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011)

C. Dampak Stunting Pada Balita

Laporan UNICEF tahun 2010, beberapa fakta terkait stunting dan

pengaruhnya adalah sebagai berikut :

a) Anak yang mengalami stunting lebih awal yaitu sebelum usia enam

bulan, akan mengalami stunting lebih berat menjelang usia dua tahun.
Stunting yang parah pada anak, akan terjadi defisit jangka panjang

dalam perkembangan fisik dan mental sehingga tidak mampu untuk

belajar secara optimal di sekolah dibandingkan anak dengan tinggi

badan normal. Anak dengan stunting cenderung lebih lama masuk

sekolah dan lebih sering absen dari sekolah dibandingkan anak

dengan status gizi baik. Hal ini memberikan konsekuensi terhadap

kesuksesan dalam kehidupannya dimasa yang akan datang. Stunting

akan sangat mempengaruhi kesehatan dan perkembangan anak.

Faktor dasar yang menyebabkan stunting dapat menganggu

pertumbuhan dan perkembangan intelektual. Penyebab dari stunting

adalah bayi berat lahir rendah, ASI yang tidak memadai, makanan

tambahan yang tidak sesuai, diare berulang, dan infeksi pernapasan.

Berdasarkan penelitian sebagian besar anak dengan stunting

mengkonsumsi makanan yang berbeda di bawah ketentuan

rekomendasi kadar gizi, berasal dari keluarga banyak, bertempat

tinggal di wilayah pinggiran kota dan komunitas pedesaan.

b) Pengaruh gizi pada usia dini yang mengalami stunting dapat

menganggu pertumbuhan dan perkembangan kognitif yang kurang.

stunting pada usia lima tahun cenderung menetap sepanjang hidup,

kegagalan pertumbuhan usia dini berlanjut pada masa remaja dan

kemudian tumbuh menjadi wanita dewasa yang stunting dan


mempengaruhi secara langsung pada kesehatan dan produktivitas,

sehingga meningkatkan peluang melahirkan BBLR.

c) Stunting terutama berbahaya pada perempuan, karena lebih cenderung

menghambat dalam proses pertumbuhan dan berisiko lebih besar

meninggal saat melahirkan. Akibat lainnya kekurangan gizi/stunting

terhadap perkembangan sangat merugikan performance anak. Jika

kondisi buruk terjadi pada masa golden period perkembangan otak (0-

2 tahun) maka tidak dapat berkembang dan kondisi ini sulit untuk

dapat pulih kembali. Hal ini disebabkan karena 80-90% jumlah sel

otak terbentuk semenjak masa dalam kandungan sampai usia 2 (dua)

tahun. Apabila gangguan tersebut terus berlangsung maka akan terjadi

penurunan skor tes IQ sebesar 10-13 point. Penurunan perkembangan

kognitif, gangguan pemusatan perhatian dan manghambat prestasi

belajar serta produktifitas menurun sebesar 20-30%, yang akan

mengakibatkan terjadinya loss generation, artinya anak tersebut hidup

tetapi tidak bisa berbuat banyak baik dalam bidang pendidikan,

ekonomi dan lainnya. Generasi demikian hanya akan menjadi beban

masyarakat dan pemerintah, karena terbukti keluarga dan pemerintah

harus mengeluarkan biaya kesehatan yang tinggi akibat warganya

mudah sakit. (Supariasa, 2011)

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stunting


(Yuliana dan Nul Hakim, 2019) Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi

stunting yaitu :

1. Asupan zat gizi kurang

Defisiensi zat gizi yang paling berat dan meluas terutama di kalangan balita

ialah akibat kekurangan zat gizi sebagai akibat kekurangan konsumsi makanan

dan hambatan mengabsorbsi zat gizi. Zat energi digunakan oleh tubuh sebagai

sumber tenaga yang tersedia pada makanan yang mengandung karbohidrat,

protein yang digunakan oleh tubuh sebagai pembangun yang berfungsi

memperbaiki sel-sel tubuh. Kekurangan zat gizi pada disebabkan karena

mendapat makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan badan atau

adanya ketidakseimbangan antara konsumsi zat gizi dan kebutuhan gizi dari segi

kuantitatif maupun kualitatif (Irianton A, 2015).

Asupan makan yang tidak adekuat merupakan penyebab langsung terjadinya

stunting pada balita. Kurangnya asupan energi dan protein menjadi penyebab

gagal tumbuh telah banyak diketahui. Kurangnya beberapa mikronutrien juga

berpengaruh terhadap terjadinya retardasi pertumbuhan linear. Kekurangan

mikronutrien dapat terjadi karena rendahnya asupan bahan makanan sumber

mikronutrien tersebut dalam konsumsi balita sehari-hari serta disebabkan karena

bioavailabilitas yang rendah (Mikhail,et al., 2013)

Faktor-faktor yang mempengaruhi asupan zat gizi yaitu :

a) Daya Beli Keluarga


Daya beli keluarga sangat ditentukan oleh tingkat pendapatan

keluarga. Orang miskin biasanya akan membelanjakan sebagian besar

pendapatannya untuk makanan. Rendahnya pendapatan merupakan rintangan

yang menyebabkan orang orang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah

yang dibutuhkan. Ada pula keluarga yang sebenarnya mempunyai penghasilan

cukup namun sebagian anaknya berstatus kurang gizi (Irianton A, 2015).

Pada umumnya tingkat pendapatan naik jumlah dan jenis makanan cenderung

untuk membaik tetapi mutu makanan tidak selalu membaik (Aditianti, 2010).

Anak yang tumbuh dalam suatu keluarga miskin paling rentan

terhadap kurang gizi diantara seluruh anggota keluarga dan yang paling kecil

biasanya paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. Jumlah keluarga juga

mempengaruhi keadaan gizi

b) Tingkat Pendidikan Ibu

Pendidikan ibu merupakan modal utama dalam menunjang ekonomi keluarga

juga berperan dalam penyusunan makan keluarga, serta pengasuhaan dan

perawatan anak. Bagi keluarga dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan

lebih mudah menerima informasi kesehatan khususnya dibidang gizi,

sehingga dapat menambah pengetahuannya dan mampu menerapkan dalam

kehidupan sehari- hari (Depkes RI, 2015).

Tingkat pendidikan yang dimiliki wanita bukan hanya bermanfaat bagi

penambahan pengetahuan dan peningkatan kesempatan kerja yang

dimilikinya, tetapi juga merupakan bekal atau sumbangan dalam upaya


memenuhi kebutuhan dirinya serta mereka yang tergantung padanya. Wanita

dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung lebih baik taraf

kesehatannya (Pramudtya SW, 210).

Jika pendidikan ibu dan pengetahuan ibu rendah akibatnya ia tidak

mampu untuk memilih hingga menyajikan makanan untuk keluarga

memenuhi syarat gizi seimbang (UNICEF, 2010).

2. Penyakit infeksi

Infeksi dapat menyebabkan anak tidak merasa lapar dan tidak mau

makan. Penyakit ini juga menghabiskan sejumlah protein dan kalori yang

seharusnya dipakai untuk pertumbuhan.Diare dan muntah dapat

menghalangi penyerapan makanan. Penyakit-penyakit umum yang

memperburuk keadaan gizi adalah diare, infeksi saluran pernafasan atas,

tuberculosis, campak, batuk rejan, malaria kronis, dan cacingan Antara

kecukupan gizi dan penyakit infeksi terdapat hubungan sebab akibat yang

timbal balik dan sangat erat.

Gizi buruk menyebabkan mudahnya terjadi infeksi karena daya tahan

tubuh yang menurun. Sebaliknya pula infeksi yang sering diderita akan

menyebabkan meningkatnya kebutuhan gizi sedangkan nafsu makan

biasanya menurun jika terjadi penyakit infeksi, sehingga dapat

menyebabkan anak yang tadi gizinya baik akan menderita gangguan gizi.

Sehingga disini terlihat interaksi antara konsumsi makanan yang kurang dan

infeksi merupakan dua hal yang saling mempengaruhi.


Infeksi bisa menjadi gangguan gizi melalui beberapa cara yaitu

mempengaruhi nafsu makan, kehilangan makanan karena diare dan muntah

mempengaruhi metabolisme makanan. Penyakit infeksi yang sering terjadi

pada anak-anak adalah diare dan ISPA. Diare dapat menyebabkan anak

tidak mempunyai nafsu makan sehingga terjadi kekurangan jumlah makanan

dan minuman yang masuk ke dalam tubuhnya yang dapat menyebabkan gizi

kurang.
2.2 Kerangka Berfikir

2.3.1. Kerangka Teori

Menurut Kemenkes 2014,


praktik Pemberian Makan adalah gambaran asupan gizi mencakup macam :
enis Makanan
umlah Makan 3.Frekwensi Makan.

Stunting
StatusGizi

t Ermawati 2014, faktor- faktor yang mempengaruhi terbentuknya praktik makan :

udaya
an

gan

Gambar 2.2 Kerangka Teori


Sumber : Kemenkes (2014), Mardalena, (2017 ), Kemenks RI ( 2010), Ermawati
(2014)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis penelitian

Penelitian ini merupakan studi pustakan atau studi literatur, pada

penelitian ini data-data yang diperlukan diperoleh dari sumber pustaka. Studi

pustakan berisi uraian tentang teori, temuan dan bahan penelitian lain yang

diperoleh dari bahan acuan untuk di jadikan landasan kegiatan penelitian.

Uraian dalam studi literatur ini di arahkan untuk menyusun kerangka

pemikiran yang jelas tentang pemecahan masalah yang sudah di uraikan

dalam sebelumnya pada perumusan masalah. (Siregar, A. Z dan N. Harahap,

2019).

3.2 Inklusi dan Eksklusi

a. Inklusi

1. Penelitian ini harus berkaitan dengan praktik pemberian makan

dengan kejadian stuting pada balita

2. Teks lengkap

3. Penilaian status gizi anak berdasarkan standar atropometri

KEMENKES

4. Alat ukur menggunakan kuisioner dan pengukuran tinggi

menggunakan microtise

5. Bahasa Indonesia dan bahasa Inggris

6. Penelitian yang diterbitkan dari tahun 2015-2020.


b. Ekslusi

Studi literatur di keluarkan apabila tidak sesuai dengan tujuan penelitian.

3.3 Tekhnik Pengumpulan Data

Pemilihan topik studi literatur ini menggunakan framework dengan

metode PICO(S/T) yang berfokus pada populasi yaitu ibu-ibu yang memiliki

balita dengan cara pengumpulan datamenggunakan kuisioner dan hasil yang

diharapkan ada hubungan praktik pemberian makan dengan kejadian

stunting.Penyulusuran artikel/jurnal penelitian menggunakan kata kunci dan

database :

1. Google Scholer : Praktik Pemberian Makan dan Balita Stunting,

pada

2. Pubmed : practice feeding and stunting

3. Science Direct : the practice of feeding and stunting toddlers

Pada pencarian Literatur yang dilakukan menggunakan database

Google Scholer, Pubmed, dan Scient Direct. kemudian memasukkan kata

kuncipada masing- masing database. pada database Google Scholar dengan

kata kunci yang digunakan peneliti yaitu Praktik Pemberian Makan dan

Balita Stunting didapatkan hasil artikel sebanyak (14), selanjutnya pada

databasePubmed dengan kata kunci yang digunakan peneliti yaitu practice

feeding and stunting didapatkan hasil artikel sebanyak (38), kemudian pada

database Science Direct dengan kata kunci yang digunakan peneliti yaitu,

the practice of feeding and stunting toddlers didapatkan hasil artikel


sebanyak (12). Setelah skrining berdasarkan batasan tahun, kemudian

artikel/jurnal penelitian di skrining lagi berdasarkan judul dan abstrak. Jika

judul dan abstrak tidak memberikan informasi yang cukup maka peneliti

menilai artikel/jurnal dengan teks lengkap, dan didapatkan dari hasil skrining

9 artikel. Kemudian disesuaikan lagi dengan kriteria inklusi dan didapatkan 5

artikel yang akan diriview.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Hasil Tinjauan Literature

Analisis dari 5 jurnal yang digunakan dalam penelitian ini memiliki metode

yang berbeda-beda.

4.2 Table Hasil Tinjauan Literatur

Studi Tahun Sampel Tujuan Variabel Alat Hasil


Ukur
Hendrayati 2015 155 mengan Variabel Kuisio praktik
balita alisis independ ner pemberian
Analysis faktor- ennya dan makan
faktor yaitu pengu seperti
of Determinant penentu asupan kuran konsistens
Factors in Stunting dalam energi, tinggi i,
Children Aged 12 to kejadian praktik mengg frekuensi
60 Months stunting pemberia unaka dan
pada n makan n kebiasaan
Google Scholar anak dan microt sarapan
http://www.heanoti. berusia kebiasan oise juga
com/index.php/hn/a 12 tahun sarapan menentuk
rticle/view/hn30902 hingga an faktor
60 bulan Variabel dalam
Depende kejadian
n yaitu stunting.
kejadian
stunting
pada
balita
Kissa B. M. Kulwa, 2015 496 Tujuan variabel Kuisio praktik
Peter S. Mamiro, balita dari independ ner pemberian
Martin E. Kimanya, penelitia ennya dan makan
Rajab Mziray and n ini yaitu pengu yang tidak
Patrick W. adalah Praktik kuran memadai
Kolsteren. untuk pemberia berat berhubung
menilai n makan bada an dengan
Feeding practices praktik dan dan tingginya
and nutrient content pemberi kandunga tinggi prevalensi
of complementary an n nutrisi badan pengerdila
meals in rural makan, makanan mengg n atau
central Tanzania: kandung pelengka unaka stunting
implications for an p n
dietary adequacy nutrisi microt
and nutritional dari variabel oise
status, kandungan makana dependen
energi n nya yaitu,
pendam kecukupa
Pubmed ping, n
https://pubmed.ncbi dan makanan
.nlm.nih.gov/26546 implikas dan status
052/ inya gizi
terhadap
(doi:
kecukup
10.1186/s12887-
an
015-0489-2.)
makana
n dan
status
gizi.

Desiansi Merlinda 2016 60 Mengan Variabel Kuisio Terdapat


Niga, dan Windhu balita alisis indepede ner hubungan
Purnomo Hubung nnya dan antara
an yaitu pengu praktik
Hubungan Antara Antara praktik kuran pemberian
Praktik Pemberian Praktik pemberia tinggi makan
Makan, perawatan Pemberi n makan, badan dan
kesehatan, dan an perawata microt praktik
kebersihan anak Makan, n oise kebersihan
dengan kejadian perawat kesehatan terhadap
stuting anak usia 1- an , kejadian
2 tahun di wilayah kesehata kebersiha stunting
kerja puskesmas n, dan n anak (sedangka
oebobo kota kupang kebersih n praktik
an anak perawatan
Google Scholer dengan kesehatan
http://www.ojs.iik.a kejadian tidak
c.id/index.php/wiya stuting memiliki
ta/article/view/85
Viramitha Kusnandi 2019 217 Mengeta Variabel Kecukupa
Rusmil, Rizkania Balita hui independ n dalam
Ikhsani, Meita hubunga ennya Kuesio pemberian
Dhamayanti, n yaitu ner makan
Tisnasari Hafsah perilaku Perilaku dan dan
ibu Ibu dilaku pemberian
dalam dalam kan makan
Hubungan Perilaku juga
praktik Praktik secara
Ibu dalam Praktik pengu responsif
pemberi Pemberia
Pemberian Makan kuran memiliki
an n Makan
pada Anak Usia 12- panjan hubungan
makan
23 Bulan dengan Variabel g
dengan dengan
Kejadian Stunting dependen badan kejadian
kejadian
di Wilayah Kerja kejadian anak
stunting. stunting.
Puskesmas stunting mengg
Jatinangor pada unaka
balita n
Google Scholer infanto
https://www.sariped meter
iatri.org/index.php/s SECA
ari- tipe
pediatri/article/view 210.
/1473

Sabuj Kanti 2019 1452 Mengeta Variabel Wawa Di


Mistry, Md. Belal Balita hui independ ncara dapatkan
Hossain, and Amit konselin en yaitu mengg prevalensi
Arora g gizi konseling unaka stunting
ibu apa nutrisi n secara
Maternal Nutrition efektif ibu dan kuisio signifikanl
Counselling dalam praktik ner ebih
mengura pemberia dan rendah di
Is Associated ngi n makan pengu daerah
With stunting Variabel kuran yang
anak dependen tinggi diberi
Reduced Stunting bersama yaitu badan intervensi
Prevalence And an prevalens dan Praktek
Improved dengan i stunting berat pemberian
peningk badan makan
Feeding Practices atan anak
In Early
Childhood: A Post-
Program
Comparison
Study
praktik didaerah
Pubmed pemberi yang
https://pubmed.ncbi an diberikan
.nlm.nih.gov/31455 makan. intervensi
363/ kurang
(DOI: 10.1186/s129 stunting
37-019-0473-z)
Status gizi balita dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, penyebab langsung yang

berhubungan dengan status gizi adalah riwayat penyakit infeksi dan pemenuhan

asupan zat gizi, kedua faktor yang saling mempengaruhi tersebut terkait dengan

berbagai penyebab tidak langsung antara lain praktik pemberian makan (Abdul

Hairudin, 2018). Pada masing-masing artikel/jurnal membahas tentang praktik

pemberian makan yang dilakukan oleh pengasuh atau ibu dan rata-rata hasil

menunjukkan praktik pemberian makan yang salah atau tidak benar menjadi

penyebab stunting.

Hendrayati (2015), Penelitian ini adalah survei analitik dengan desain

penelitian cross sectional. Penelitian ini dilakukan di 15 desa di dua kecamatan,

Soppeng Riaja dan Mallusetase di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Pembelajaran

dilakukan pada Oktober 2014 hingga Februari 2015. sampel ditentukan dengan

menggunakan purposive sampling. Hasil penelitian ini asupan energi (p <0,001) dan

nutrisi makro lainnya seperti karbohidrat (p <0,001), protein (p <0,001) serta lemak

(p <0,008). Selagi asupan zat gizi mikro yang berkontribusi terhadap kejadian

stunting adalah asupan vitamin A (p <0,036) dan seng (p <0,050). Selain asupan,

praktik pemberian makan seperti konsistensi (p <0,001), frekuensi (p <0,001) dan

kebiasaan sarapan (p <0,001) juga menentukan faktor dalam kejadian stunting.

Sama halnya penelitian yang dilakukan Kissa B. M. Kulwa, Peter S. Mamiro,

Martin E. Kimanya, Rajab Mziray and Patrick W. Kolsteren (2015) menggunakan


desain penelitian cross sectional dilakukan di enam desa yang dipilih secara acak di

Distrik Mpwapwa, Tanzania selama musim pasca panen. Informasi tentang praktik

pemberian makan, konsumsi makanan dan pengukuran antropometrik semua bayi di

bawah usia satu tahun dikumpulkan. Empat puluh sampel makanan umum

dikumpulkan dan dianalisis komposisi proksimat, zat besi, seng dan kalsium.

Kandungan energi, protein dan lemak dalam bubur berkisar antara 40,67-63,92 kkal,

0,54–1,74% dan 0,30-2,12%, masing-masing. Kandungan zat besi, seng dan kalsium

(mg / 100 g) dalam bubur adalah 0,11-2,81, 0,10-3,23, dan 25,43-125,55, masing-

masing. Ukuran porsi rata-rata kecil (bubur: 150-350 g; kacang-kacangan dan daging:

39-90 g). Sangat sedikit anak (6,67%) mengkonsumsi makanan sumber hewani.

Frekuensi makan rendah, kandungan gizi rendah, ukuran porsi kecil dan terbatas

Varietas mengurangi kontribusi makanan untuk kebutuhan gizi harian.

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Viramitha Kusnandi Rusmil,

Rizkania Ikhsani, Meita Dhamayanti, Tisnasari Hafsah (2019) menggunakan desain

penelitian cross sectional responden dipilih secara consecutive sampling Lima puluh

sembilan subjek (27,2%) dari 217 total subjek termasuk kelompok stunting. Angka

kemaknaan pemberian makan cukup dan pemberian makan secara responsif dengan

kejadian stunting sebesar 0,003 dan 0,012. Ketepatan waktu dan pemberian makan

secara aman dengan kejadian stunting memiliki nilai p>0,05. Perilaku ibu dalam

praktik pemberian makan secara keseluruhan menunjukkan nilai p<0,05. Praktik

pemberian makan secara keseluruhan memiliki hubungan dengan kejadian stunting.


Kecukupan dalam pemberian makan dan pemberian makan secara responsif memiliki

hubungan dengan stunting, tetapi pemberian makan secara tepat waktu dan aman

tidak memengaruhi kejadian stunting.

Sabuj Kanti Mistry, Md. Belal Hossain, and Amit Arora (2019),

menggunakan desain penelitian yang masih tetap samacross sectional.pengambilan

sampel acak dan dilakukan antara Oktober 2015 dan Januari 2016. Penelitian ini

menganalisis informasi dari 3009 pasangan ibu-anak dari dua wilayah survei yang

dipilih: i) daerah di mana EHC paket disampaikan (perbandingan; n = 1452), ii) area

dengan paket konseling EHC plus gizi (intervensi; n = 1557) dikirimkan. Tes Chi-

square dilakukan untuk membandingkan praktik pemberian makan anak dan stunting

prevalensi antara intervensi dan perbandingan. prevalensi stunting secara signifikan

lebih rendah di daerah di mana intervensidisampaikan dibandingkan dengan daerah

perbandingan (29% vs 37%, P <0,001). Dari ke empat jurnal di atas menggunakan

desain yang sama yaitu cross sectional berbeda dengan penelitian yang dilakukan

Desiansi Merlinda Niga, dan Windhu Purnomo (2016) menggunakan desain kasus-

kontrol. Hasil penelitian Terdapat hubungan antara praktik pemberian makan

(OR=2,037; 95% CI; 1,318-3,149) dan praktik kebersihan terhadap kejadian stunting

(OR=1,447; 95% CI 1,007-2,079), sedangkan praktik perawatan kesehatantidak

memiliki hubungan karena tingkat signifikan (p) (0.05)

4.2 Pembahasan

Praktik pemberian makan yang teratur berarti memberikan semua zat gizi

yang diperlukan baik untuk energi maupun untuk tumbuh kembang yang optimal.
Jadi apapun makanan yang diberikan, anak harus memperoleh semua zat yang

sesuai dengan kebutuhannya, agar tubuh balita dapat tumbuh dan berkembang.

Artinya, selain tubuh balita menjadi lebih besar, fungsi – fungsi organ tubuhnya

harus berkembang sejalan dengan bertambahnya usia balita. Seorang anak sampai

umur 2 tahun belum mampu mengekspresikan keinginan mereka, sehingga

keberadaan orangtua dalam merawat dan mengasuh anak menjadi dominan.

Termasuk keinginannya dalam memilih jenis-jenis makanan yang harus

dikonsumsinya. Pada umur 2-5 tahun anak sudah mulai bisa meminta sesuatu,

termasuk meminta makanan yang dia inginkan seperti meminta makan, minum

susu atau makanan lain yang disukai. Maka dalam membiasakan praktik

pemberian makan yang baik dan benar pada anak balita sebaiknya mendapat

perhatian utama dari orangtuanya, agar anak tidak mengalami defisit nutrisi. Oleh

karena itu pengaturan makanan harus mencakup jenis makanan yang diberikan,

waktu usia makan mulai diberikan, besarnya porsi makanan setiap kali makan dan

frekuensi pemberian makan setiap harinya. Mulai memasuki usia 1 tahun, orang

tua perlu membuat jadwal harian pemberia makan anak (food diary) agar anak

terbiasa makan teratur dengan begitu asupan nutrisi anak akan terpenuhi dengan

baik. (Dewi Sartika Siagian Dan Nirmalisa, 2018)

Asupan nutrisi pada anak memegang peranan penting dalam optimalisasi

tumbuh kembang pada anak. Keadekuatan asupan nutrisi pada anak dapat dinilai

dengan keadaan status gizi yang ditandai dengan anak kurus, normal, dan gemuk.

Asupan nutrisi yang kurang akan menyebabkan kondisi kesehatan anak menjadi
kurang baik, gangguan pertumbuhan dan perkembangan, serta dapat

menyebabkan kematian. Balita yang kekurangan nutrisi mudah terkena infeksi

dan berpengaruh pada nafsu makan, jika pemberian makan tidak terpenuhi maka

tumbuh kembang anak akan terganggu masalah yang terjadi berupa Stunting

(Zulia Putri Perdani, 2016)

Stunting didefinisikan sebagai ukuran tinggi badan yang rendah berdasarkan

umur. Penentuan stunting dilakukan dengan membandingkan tinggi badan dengan

umur berdasarkan table Z-score standar pertumbuhan anak menurut WHO.

Seorang anak dikatakan stunting jika nilai Z-score TB/U atau PB/U kurang dari -2

SD. (Sri Melfa Damanik dkk, 2019) Stunting bukan hanya menjadi permasalahan

gizi pada balita secara nasional, melainkan menjadi permasalahan global. Hal ini

dibuktikan dengan jumlah anak mengalami stunting di Negara berkembang yaitu

165 juta anak dan sekita 80% Negara berkembang menyumbangkan untuk kasus

stunting (MCA-Indonesia, 2013). Masalah gizi khususnyastunting disebabkan

asupan nutrisi yang kurang memadai, dan penyakit yang menyebabkan langsung

masalah gizi anak. Keadaan tersebut terjadi karena praktik pemberian makan yang

tidak tepat, penyakit infeksi yang berulang (UNICEF Indonesia, 2012).

Peran orang tua sangat menentukan status gizi balita, pada umumnya orang

tua tidak terlalu memperhatikan kadungan gizi dari makanan yang diberikan

untuk tubuh kembang anak yang terpenting hanya bagaimana anak bisa makan

dan kenyang, orang tua memberikan makanan yang kurang teratur dan terkadang

memaksakan suatu makanan kepada anak. Selain itu tidak ada usaha dari orang
tua agar anak mau makan dan lebih membiarkan anak jajan sembarangan. Hal ini

didukung oleh penelitan yang dilakukan oleh Intan Khaerunnisa, Ai Nurhayati,

dan Cica Yulia (2019)., sikap ibu dalam praktik pemberian makan pada anak

sangat dipengaruhi penyesuaian metode makan dengan kemampuan psikomotor

anak, pemberian makan yang responsif, termasuk dorongan dari ibu atau

pengasuh untuk makan, perhatian ibu pada nafsu makan anak, waktu yang tepat

dalam pemberian makan, dan cara menciptakan hubungan yang baik dalam

pemberian makan, menciptakan situasi pemberian makan, termasuk kebebasan

dari gangguan, waktu pemberian makan yang konsisten, serta pengawasan dan

perlindungan selama makan.

Pada 5 artikel ilmiah yang dilakukan oleh Hendrayati (2015) dalam penelitian

mereka didapatkan bahwa ada permasalahan yang mencolok pada praktik

pemberian makan, dimana 59% ibu pada anak usia 12-60 bulan diberikan

pemberian makan yang tida konsiste, begitu pola dengan frekwensi pe,berian

makan sebesar 58,9% dalam hal ini frekwinsi pemberian makan cenderung lebih

sedikit sehingga tidak mencukupi kebutuhan gizi anak. ., Kissa B. M. Kulwa Dkk

(2015) dalam penelitian mereka di dapatkan bahwa praktik pemberian makan

yang tidak memadai berupa jenis makanan yang diberikan kandungan gizinya

redah., Desiansi Merlinda Niga, dan Windhu Purnomo (2016) dalam penelitian

mereka didapatkan bahwa Praktik pemberian makan yang kurang tepat antara lain

selalu memenuhi kemauan anak untuk mengkonsumsi makanan yang ia inginkan

tanpa memperhatikan kandungan gizi dalam makanan tersebut, Viramitha


Kusnandi Rusmil, dkk (2019) dalam penelitian mereka didapatkan bahwa praktik

pemberian makan yang kurang baik di lihat berdasarkan pemberian ASI eksklusi

tidak sampai 6 bulan kemudian pemberian MP-ASI tidak tepat waktu

menyebabkan anak tidak terpenuhi nutirisinnya., Sabuj Kanti Mistry, Md. Belal

Hossain, and Amit Arora (2019) penelitian mereka membandingkan daerah yang

di berikan konseling mengenai praktik pemberian makan dengan daerah yang

tidak diberikan konseling praktik pemberian makan. Konseling gizi praktik

pemberian makan yang dilakukan seperti pengenalan makanan kepada anak,

frekwensi pemberian makanan utama dan selingan kemudian jenis makanan

sesuai dengan usia anak. Didapatkan hasil bahwa pravelensi stunting menunjukan

secara signifikan lebih rendah di daerah yang diberikan konseling dibandingkan

daerah yang tidak diberikan konseling.

Orang tua yang memberikan praktik pemberian makan yang optimal

mempunyai peluang sebanyak 8 kali untuk memiliki anak dengan statu gizi

normal dibandingkan dengan orang tua yang kurang optimal dalam pemberian

makan. Hal ini dilatar belakangi oleh tingkat pendidikan, Hal ini sejalan dengan

penelitian Zulia Perdani dkk 2016, dalam penelitian ini semakin tinggi tingkat

pendidikan orang tua maka semakin tinggi pula tingkat pengetahuan dan

pengalamnya dalam merawat anaknya khususnya dalam praktik pemberian

makananya. Kemudian di latarbelakangi tingkat ekonomi sejalan dengan

penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi Ngaisyah 2015,

bahwa pada kelompok stunting lebih banyak pendapatannya adalah dibawah


UMR yakni sebanyak 67 responden (35,8%) , sedangkan yang memiliki

pendapatan diatas UMR hanya sedikit yakni sebanyak 45 orang (22%). Hal ini

sesuai dengan pendapat Sulistyoningsih bahwa meningkatnya pendapatan akan

meningkatkan peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang

lebih baik, sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan menurunnya

daya beli pangan yang baik secara kualitas maupun kuantitas.

Dari adanya beberapa artikel ilmiah yang telah di review, maka peneliti

beramsumsi bahwa praktik pemberian makan terdapat hubungan dengan kejadian

stunting pada balita. Jika praktik pemebrian makan yang diberikan pada balita

baik hal ini berpengaruh juga tehadap asupan zat gizi atau nutrisi dari balita. Akan

tetapi selain dari praktik pemberian makan yang menyebabkan terjadinya stunting

pada balita ada faktor lain yang menyebabkan terjadinya stunting pada balita

berupa pendidikan dan tingkat ekonomi. Hal ini perlu menjadi perhatian khusus

bagi ibu-ibu yang memiliki balita untuk meperhatikan pertumbuhannya, jika ibu

atau pengasuh dapat mengoptimalkan praktik pemberian makan kepada balita

akan memperbaiki nutrisi atau asupan gizi anak.


BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Praktik pemberian makan meliputi jenis makan yang mengadung nutrisi,

jumlah makanan harus sesuai dengan usia anak, serta frekwensi makan yang

konsisten jika pemberian makan tidak terpenuhi maka tumbuh kembang anak

akan tergangguhal ini jika terjadi secara lama akan menyebakan masalah gizi

berupa stunting. Di buktikan dengan artikel ilmiah yang di review dalm studi

literature ini di dapatkan hasil bahwa praktik pemberian makan berhungang

dengan kejadian stunting.

5.2 Conflict To Interst

Rangkuman menyeluruh atau studyliterature ini adalah penulisan secara

mandiri, sehingga tidak terdapat konflik kepentingan dalam penulisannya


DAFTAR PUSTAKA
Achadi LA .2012. Seribu Hari Pertama Kehidupan Anak. Disampaikan pada Seminar
Sehari dalam Rangka Hari Gizi Nasional ke 60. FKM UI, Maret 2012 Depok.
Aditianti (2010). Faktor determinan stunting pada anak usia 24-59 bulan di Indonesia.
Dalam: Info Pangan dan Gizi,
Angkat Hairuddin Abdul. 2018. Penyakit Infeksi Dan Praktek Pemberian Mp-Asi
Terhadap Kejadian Stunting Pada Anak Usia 12-36 Bulan Di Kecamatan
Simpang Kiri Kota Subulussalam. Jurnal Dunia Gizi

Aritonang, Irianton. (2015). Memantau dan Menilai Status Gizi Anak, Aplikasi
Standar WHO-Antro 2005. Yogyakarta: Leutika Books.

Damanik Melfa Sri., dan WandaDessie. 2019. Pengaruh Praktik Pemberian Makan
Terhadap Risiko Stunting Pada Balita DiBeberapa Negara Berkembang:
Studi LiteraturThe Influence Of Feeding Practice On The Risk Of Stunting In
Infant And Young ChildrenIn Developing Countries: A Literature Review.
Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Target Tujuan Pembangunan
MDGs. Direktorat Jendral Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2015.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2016. 3. World Health Organization.

Ernawati F, Sri M, Made DS, Amalia S (2014). Hubungan Panjang Badan


Lahir Terhadap Perkembangan Anak Usia 12 Bulan. Penel Gizi Makan

Grober Uwe. 2013. Mikronutrion penyelarasan metabolic, pencegahan dan terapi.


Buku Kedokteran 167-170

Harau, M. 2015. Permasalahan Anak Pendek (Stunting) dan Intervensi untuk


Mencegah Terjadinya Stunting (Suatu Kajian Kepustakaan). Jurnal
Kesehatan Komunitas.
Kahfi Al. 2015. Gambaran Pola Asuh Pada Baduta Stunting Usia 13-24 Bulan Di
Wilayah Kerja Puskesmas Neglasari Kota Tanggerang Tahun 2015. Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hadayatullah. Jakarta
Kementrian kesehatan republik indonesia. 2020. Situasi Balita Pendek (Stunting) di
Indonesia. Data dan Informasi Kesehatan Kemenkes RI. Jakarta
Kementrian kesehatan republik indonesia. 2014. Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta
Kementrian kesehatan republik Indonesia. 2015. Situasi Dan Analisis Gizi. Pusat data
dan informasi kementrian kesehatan RI. Jakarta
Kementrian kesehatan republik Indonesia. 2010. Standar Antropometri Penilaian
Status Gizi. Keputusan kesehatan mentri Indonesia. Jakarta
Khaerunnisa Intan., Nurhayati Ai., dan Yulia Cica. 2019. Praktik Pemberian Makan
Pada Anak Stunting Usia Bawah Dua Tahun Di Kelurahan Cimahi (Feeding
Practices Of Toddlers Stunting Under Two Years In Cimahi Village).
Universitas Pendididkan Indonesia

Mardalena, I. 2017. Dasar-Dasar Ilmu Gizi Dalam Keperawatan. Pustaka Baru press.
Yogyakarta

Mikhail W. Z. A., Sobhy H. M., El-sayed H, H., Khairy S, A., Salem H. Y. A., Samy
M. A. 2013. Effect of Nutritional Status on Growth Pattern of Stunted
Preschool Children in Egypt. Academic Journal of Nutrition 2(1):01-09.

Millenium Challenge Account Indonesia. MCA-Indonesia, 2013. Proyek


kesehatan dan gizi berbasis masyarakat untuk mengurangi stunting.

Musher-Eizenman, D. & Holub, S. (2007). Comprehensive Feeding Practices


Questionnaire: Validation Of A New Measure Parental Feeding Practices.
Journal Of Pediatric Psychology, 32, 960- 972.

Ngaisyah Dewi Rr. 2015. Hubungan Sosial Ekonomi Dengan Kejadian Stunting
Pada Balita Di Desa Kanigoro, Saptosari, Gunung Kidul.Jurnal Medika
Respati

Nursanti Leliyana, 2013. Praktek Pemberian Makan, Konsumsi Pangan, Stimulasi


Psikososial, Dan Perkembangan Balita Stunting Dan Normal.Departemen
Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor

Par‟i, M Holil dkk. 2017. Penilaian Status Gizi. Pusat pendidikan Sumber Daya
Manusia Kesehatan : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

Perdani Putri Zulia., Hasan Roswita., dan Nurhasanah. 2016. Hubungan Praktik
Pemberian Makan Dengan Status Gizi Anak Usia 3-5 Tahun Di Pos Gizi
Desa Tegal Kunir Lor Mauk. Program Studi S1 Keperawatan dan Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Tangerang
Pramuditya SW. 2010. Kaitan Antara Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Gizi
Ibu,Serta Pola Asuh dengan Perilaku Keluarga Sadar Gizi dan Status Gizi,
Bogor : Departemen Gizi Masyarakat Dan Sumberdaya Keluarga,Fakultas
Pertanian,Institut Pertanian Bogor

Priyono, D. I. P., Sulistiani, dan Ratnawati. 2015. Jurnal Pustaka Kesehatan.


Determinan Kejadian Stunting Pada Anak Balita Usia 12-36 Bulan Diwilayah
Kerja Puskesmas Randuagung Kabupaten Lumanjung.

Purwani, E. (2013). Pola mberian Makan dengan Staus Gizi Anak Usia 1 sampai 5
Tahun dikabunan Taman Pemalang. Fakultas Ilmu Keperawatan dan
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang

Siregar, A. Z dan N. Harahap.2019. Strategi Dan Teknik Penulisan Karya Tulis


Ilmiah Dan Publikasi. Yogyakarta: CV Budi Utama
Sulistyoningsi, H. 2011. Gizi untuk kesehatan ibu dan anak. Graha ilmu. Yogyakarta

Supariasa, I.D.N. 2012. Penilaian Status Gizi. EGC:Jakarta.

Udoh Emmanuel Ekerette dan Amodu K. Olukemi. 2016. Complementary feeding


practices among mothers and nutritional status of infants in Akpabuyo
Area, Cross River State Nigeria.

United Nations Children‟s Fund. 2010. Unicef. 2010. Penuntun Hidup Sehat. J
akarta: Pusat Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan RI

United Nations Children‟s Fund. 2012. Unicef, 2012. Indonesia laporan tahun 2012.
UNICEF : Jakarta
United Nations Children‟s Fund. 2013. Unicef, 2013. Improving Child Nutrition The achievable
imperative for global progress.
United Nations Children‟s Fund. 2017. Levels And Trends In Child Malnutrition.
Ganeva: United Nations sub-region.
World Health Organization. 2018. Levels And Trends In Child Malnutrition. Ganeva:
WHO.

Yati Yuni Dewi. 2018. Hubungan Pola Pemberian Makan Dengan Stunting Pada
Balita Usia 36-59 Bulan Di Desa Mulo Dan Wunung Di Wilayah Kerja
Puskesmas Wonosari I. Universitas Aisyah Yogyakarta.
Yuliana, W. dan Hakim, B. N. 2019. Darurat Stunting Dengan Melibatkan
Keluarga. Yayasan Ahmar Cendekia Indonesia. Sulawesi Selatan

Yuliana, W. and Bawon Nul Hakim (2019) „Darurat stunting dengan melibatkan
keluarga‟. Galesong: Yayasan Ahmar Cendekia Indonesia.
LAMPIRAN

Lampiran 1 : Tabel PICO(S/T)

P Ibu-ibu Yang Memiliki Bayi Balita Stunting


(Patient/Problem)
I (Intervention) Not Set

C (Comparison) Not Set

O (Outcome) Ada mengetahui Hubungan Praktik Pemberian


Makan Dengan Kejadian Stunting Pada Balita
T (Time) 2015-2020
Lampiran 2 : Gambar Alur pencarian Literatur

Penelusuran melalui kata kunci pada database


Identifikasi
Google Scholar, PubMed dan Scient Direct

Google Scholer Science Direct(n=14)


Hasil Pubmed (n=12)
(n=38)

1. Judul
2. Abstrak Google Scholer (n=5)
Screening 3. PDF Science Direct (n=1)
4. Full text
5. 2015-2020 Pubmed (n=3)

Penelitian ini harus berkaitan dengan praktik pemberian makanGoogle


denganScholer
kejadian stuting
(n=3) pada
Science balita(n=0) Pubme
Direct
Teks lengkap inklusi
Literature
Penilaian status gizi anak berdasarkan standar atropometri KEMENKES
Alat ukur menggunakan kuisioner dan

pengukuran tinggi menggunakan Total Literature Inklusi (n=5)


microtise
Bahasa Indonesia dan bahasa Inggris
Penelitian yang diterbitkan dari tahun 2015-2020.
Lampiran 3 : Hasil Pencarian Jurnal
Lampiran 4: Artikel Yang Di Riview

Artikel 1
Artikel 2
Artikel 3
Artikel 4
Artikel 5
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN2020 FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
JURNAL KEPERAWATAN

PRAKTIK PEMBERIAN MAKAN DENGAN KEJADIAN STUNTING


PADA BALITA

Siti Utari Suratinoyo1, dr. Zuhriana K. Yusuf, M.Kes2, Ita Sulistiani Basir, S.Kep,
Ns, M.Kep3
1. Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan UNG
2. Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan UNG
3. Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan UNG

ABSTRAK

Siti Utari Suratinoyo. 2020. Praktik Pemberian Makan Dengan Kejadian


Stunting Pada Balita. Skripsi, Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas
Olahraga Dan Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing 1 dr.
Zuhriana K. Yusuf, M.Kes , dan Pembimbing 2 Ita Sulistiani Basir,
S.Kep,Ns.M.Kep

Faktor langsung tingginya angka stunting yaitu kurangnya asupan makanan.


Asupan makanan sangat ditentukan oleh praktik pemberian makan yang baik pada
balita, meskipun bahan makanan tersedia dalam jumlah yang cukup dan seorang
ibu memiliki pengetahuan gizi yang tinggi namun pada praktik pemberian makan
masih kurang tepat maka tidak akan mendukung secara penuh terhadap
pengawasan asupan gizi anak.Asupan zat gizi yang optimal menunjang tumbuh –
kembang balita baik secara fisik, psikis maupun motorik.Tujuan dari studi
literatur ini untuk menganalisis dan mensinstesis bukti-bukti/literature tentang
Praktik pemberian makan berkaitan dengan kejadian stunting pada balita.
Metode penelitian ini merupakan study literature, database Google Scholer,
Pubmed dan Scient Direct.Hasil penelusuran didapatkan64 artikel yang
diindentifikasi dari tahun 2015-2020.Dari 64 artikel tersebut, ada 5 artikel yang
didapatkan setelah dilakukan skrining berdasarkan kriteria inklusi.Berdasarkan
hasil analisis artikel/jurnal yang di review, didapatkanbahwa praktik pemberian
makan berkaitan dengan kejadian stunting pada balita.Dengan demikian perlunya
perhatian dari orang tua dalam pemberian makan agar dapat mencegah stunting
pada balita.

Kata Kunci : Praktik Pemberian makan, Stunting


Daftar Pustaka : 39 (2007-2020)

Siti Utari Suratinoyo / 841416004


PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN2020 FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
JURNAL KEPERAWATAN

PENDAHULUAN % (WHO, 2018). Menurut United


Masa balita termasuk dalam perio Nations Children’s Fund (UNICEF),
de emas untuk pertumbuhandan perke Dari 83,6 juta balita stunting di Asia,
mbangan si kecil, dimana pada masa proporsi terbanyak berasal dari Asia
ini kebutuhan zat gizi pada anak sangat Selatan (58,7%) dan proporsi paling
tinggi yang diperlukan untuk proses sedikit di Asia Tengah (0,9%)
tumbuh kembangnya. Sehingga prevalensi stunting di Indonesia lebih
kesalahan praktik pemberian makan tinggi dibandingkan negara-negara lain
pada balita di masa ini berdampak di Asia Tenggara, seperti Myanmar
negatif terhadap pertumbuhan dan (35%), Vietnam (23%), dan Thailand
perkembangan balita. Pemberian (16%) (UNICEF, 2017). Berdasarkan
nutrisi yang kurang atau buruk di Kementrian Kesehatan, Data
seribu hari pertama kehidupannya prevalensi balita stunting yang
dapat berdampak pada konsekuensi dikumpulkan World Health
yang ireversibel, yaitu kondisi dimana Organization (WHO), Indonesia
ia mengalami pertumbuhan terhambat termasuk ke dalam negara ketiga 36.4
atau stunting. Stunting % dengan prevalensi tertinggi di
merupakan salah satu wilayah Asia Tenggara/South-
permasalahan gizi yang dihadapi di EastAsia Regional (SEAR).
dunia, khususnya di negara- Banyak faktor yang menyebabkan
negara miskin dan berkembang tingginya kejadian stunting pada
(UNICEF, 2013).Stunting menjadi balita.Penyebab langsung adalah
permasalahan karena berhubungan kurangnya asupan makanan dan
dengan meningkatnya risiko terjadinya adanya penyakit infeksi.Faktor lainnya
kesakitan dan kematian, adalah pengetahuan ibu yang kurang,
perkembangan otak suboptimal praktik pemberian makan yang salah,
sehingga perkembangan motorik sanitasi dan hygiene yang buruk dan
terlambat dan terhambatnya rendahnya pelayanan kesehatan.Selain
pertumbuhan mental hal ini yang itu masyarakat belum menyadari anak
menyebabkan stunting mejadi pendek merupakan suatu masalah,
prediktor buruknya kualitas sumber karena anak pendek di masyarakat
daya manusia yang selanjutnya akan terlihat sebagai anak-anak dengan
berpengaruh pada pengembangan aktivitas yang normal, tidak seperti
potensi bangsa. (Harau Mitra, 2015) anak kurus yang harus segera
Berdasarkan World Health ditanggulangi.
Organization (WHO), prevalensi balita Sebagaimana telah dijelaskan
stunting di tahun 2017 sebesar 22,2% salah satu faktor langsung tingginya
atau sekitar 150,8 juta balita di dunia angka stunting yaitu kurangnya asupan
mengalami stunting yang menduduki makanan. Asupan zat gizi yang
posisi pertama pada Negara India 31.2

Siti Utari Suratinoyo / 841416004


PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN2020 FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
JURNAL KEPERAWATAN

optimal menunjang tumbuh – kembang dikarenakan balita makan secara tidak


balita baik secara fisik, psikis maupun teratur.Berdasarkan hasil observasi
motorik atau dengan kata lain, asupan dimana balita merupakan masa sulit
zat gizi yang optimal pada saat ini dalam pemberian makan anak, karena
merupakan gambaran pertumbuhan anak sudah mulai aktif dan
dan perkembangan yang optimal pula pemantauan orang tua juga sudah
di hari depan. Asupan sendiri sangat mulai berkurang.Keadaan gizi balita
ditentukan oleh praktik pemberian dipengaruhi oleh praktik makan
makan yang baik pada balita, keluarga karena balita masih
meskipun bahan makanan tersedia tergantung dalam memenuhi asupan
dalam jumlah yang cukup dan seorang makan.Semntara itu, kualitas makanan
ibu memiliki pengetahuan gizi yang dan gizi sangat tergantung praktik
tinggi namun pada praktik pemberian pemberian makan yang diterapkan
makan kurang baik maka tidak akan pengasuh. Peran orang tua sangat
mendukung secara penuh terhadap menentukan statu gizi balita, pada
pengawasan asupan gizi anak. umumnya orang tua memberikan
(khaerunisa intan, 2019) makanan yang kurang teratur dn
Penelitian Hendrayati tahun terkadang memaksakan suatu makanan
(2015), menjelaskan Praktek kepada anak. Selain itu tidak ada usaha
pemberian makan adalah cara yang dari orang tua agar anak mau makan
dilakukan keluarga dalam praktek dan lebih membiarkan anak jajan
pemberian makan contoh meliputi sembarangan (Kahfi, 2015).
frekuensi pemberian makanan utama, BAHAN DAN METODE
komposisi makanan dalam sekali
makan, namun pada penelitiannya Pemilihan topik studi literatur ini
didapatkan hasil dimana ibu atau menggunakan framework dengan
pengasuh dalam praktik pemberian metode PICO(S/T) yang berfokus
makan 59,5% dengan anak berusia 12 pada populasi yaitu ibu-ibu yang
hingga 60 bulan dilakukan pemberian memiliki balita dengan cara
makan yang tidak konsisten Demikian pengumpulan data menggunakan
juga dengan frekuensi makan yang kuisioner dan hasil yang diharapkan
rendah dan tidak memperhatikan ada hubungan praktik pemberian
komposisi makanan sekali makan. makan dengan kejadian stunting.
Penyulusuran artikel/jurnal penelitian
Berdasarkan hasil penelitian Dewi menggunakan kata kunci dan
Yuni Yati (2018), menunjukkan database :
asupan energi pada balita sebagian 1. Google Scholer : Praktik
besar kurang.Terdapat banyak balita Pemberian Makan dan Balita
dengan kategori asupan kurang Stunting, pada
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN2020 FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
JURNAL KEPERAWATAN

2. Pubmed : practice feeding and Penelitian ini dilakukan di 15 desa di


stunting dua kecamatan, Soppeng Riaja dan
3. Science Direct : the practice of Mallusetase di Kabupaten Barru,
feeding and stunting toddlers Sulawesi Selatan.Pembelajaran
Pada pencarian Literatur yang dilakukan pada Oktober 2014 hingga
dilakukan menggunakan database Februari 2015.sampel ditentukan
Google Scholer, Pubmed, dan Scient dengan menggunakan purposive
Direct. kemudian memasukkan kata sampling. Hasil penelitian ini asupan
kuncipada masing- masing database. energi (p <0,001) dan nutrisi makro
pada database Google Scholar lainnya seperti karbohidrat (p <0,001),
dengan kata kunci yang digunakan protein (p <0,001) serta lemak (p
peneliti yaitu Praktik Pemberian <0,008).Selagi asupan zat gizi mikro
Makan dan Balita Stunting didapatkan yang berkontribusi terhadap kejadian
hasil artikel sebanyak (14), stunting adalah asupan vitamin A (p
selanjutnya pada databasePubmed <0,036) dan seng (p <0,050).Selain
dengan kata kunci yang digunakan asupan, praktik pemberian makan
peneliti yaitu practice feeding and seperti konsistensi (p <0,001),
stunting didapatkan hasil artikel frekuensi (p <0,001) dan kebiasaan
sebanyak (38), kemudian pada sarapan (p <0,001) juga menentukan
database Science Direct dengan kata faktor dalam kejadian stunting.
kunci yang digunakan peneliti yaitu,
the practice of feeding and stunting Sama halnya penelitian yang
toddlers didapatkan hasil artikel dilakukan Kissa B. M. Kulwa, Peter S.
sebanyak (12). Setelah skrining Mamiro, Martin E. Kimanya, Rajab
berdasarkan batasan tahun, kemudian Mziray and Patrick W. Kolsteren
artikel/jurnal penelitian di skrining (2015) menggunakan desain penelitian
lagi berdasarkan judul dan cross sectional dilakukan di enam desa
abstrak.Jika judul dan abstrak tidak yang dipilih secara acak di Distrik
memberikan informasi yang cukup Mpwapwa, Tanzania selama musim
maka peneliti menilai artikel/jurnal pasca panen. Informasi tentang praktik
dengan teks lengkap, dan didapatkan pemberian makan, konsumsi makanan
dari hasil skrining 9 artikel. dan pengukuran antropometrik semua
Kemudian disesuaikan lagi dengan bayi di bawah usia satu tahun
kriteria inklusi dan didapatkan 5 dikumpulkan. Empat puluh sampel
artikel yang akan diriview. makanan umum dikumpulkan dan
HASIL dianalisis komposisi proksimat, zat
besi, seng dan kalsium. Kandungan
Hendrayati (2015), Penelitian
energi, protein dan lemak dalam bubur
ini adalah survei analitik dengan
berkisar antara 40,67-63,92 kkal, 0,54–
desain penelitian cross sectional.
1,74% dan 0,30-2,12%, masing-
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN2020 FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
JURNAL KEPERAWATAN

masing. Kandungan zat besi, seng dan waktu dan aman tidak memengaruhi
kalsium (mg / 100 g) dalam bubur kejadian stunting.
adalah 0,11-2,81, 0,10-3,23, dan Sabuj Kanti Mistry, Md. Belal
25,43-125,55, masing-masing. Ukuran Hossain, and Amit Arora (2019),
porsi rata-rata kecil (bubur: 150-350 g; menggunakan desain penelitian yang
kacang-kacangan dan daging: 39-90 masih tetap
g). Sangat sedikit anak (6,67%) samacross
mengkonsumsi makanan sumber sectional.pengambilan sampel acak
hewani. Frekuensi makan rendah, dan dilakukan antara Oktober 2015
kandungan gizi rendah, ukuran porsi dan Januari 2016. Penelitian ini
kecil dan terbatas Varietas mengurangi menganalisis informasi dari 3009
kontribusi makanan untuk kebutuhan pasangan ibu-anak dari dua wilayah
gizi harian. survei yang dipilih: i) daerah di mana
Kemudian penelitian yang EHC paket disampaikan
dilakukan oleh Viramitha Kusnandi (perbandingan; n = 1452), ii) area
Rusmil, Rizkania Ikhsani, Meita dengan paket konseling EHC plus gizi
Dhamayanti, Tisnasari Hafsah (2019) (intervensi; n = 1557) dikirimkan. Tes
menggunakan desain penelitian cross Chi-square dilakukan untuk
sectional responden dipilih secara membandingkan praktik pemberian
consecutive sampling Lima puluh makan anak dan stunting prevalensi
sembilan subjek (27,2%) dari 217 total antara intervensi dan
subjek termasuk kelompok stunting. perbandingan.prevalensi stunting
Angka kemaknaan pemberian makan secara signifikan lebih rendah di
cukup dan pemberian makan secara daerah di mana intervensidisampaikan
responsif dengan kejadian stunting dibandingkan dengan daerah
sebesar 0,003 dan 0,012. Ketepatan perbandingan (29% vs 37%, P
waktu dan pemberian makan secara <0,001). Dari ke empat jurnal di atas
aman dengan kejadian stunting menggunakan desain yang sama yaitu
memiliki nilai p>0,05. Perilaku ibu cross sectional berbeda dengan
dalam praktik pemberian makan secara penelitian yang dilakukan Desiansi
keseluruhan menunjukkan nilai Merlinda Niga, dan Windhu Purnomo
p<0,05. Praktik pemberian makan (2016) menggunakan desain kasus-
secara keseluruhan memiliki hubungan kontrol. Hasil penelitian Terdapat
dengan kejadian stunting. Kecukupan hubungan antara praktik pemberian
dalam pemberian makan dan makan (OR=2,037; 95% CI; 1,318-
pemberian makan secara responsif 3,149) dan praktik kebersihan terhadap
memiliki hubungan dengan stunting, kejadian stunting (OR=1,447; 95% CI
tetapi pemberian makan secara tepat 1,007-2,079), sedangkan praktik
perawatan kesehatantidak memiliki
hubungan karena tingkat signifikan (p)
(0.05)
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN2020 FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
JURNAL KEPERAWATAN

PEMBAHASAN makan dan frekuensi pemberian


Praktik pemberian makan yang makan setiap harinya. Mulai
teratur berarti memberikan semua memasuki usia 1 tahun, orang tua
zat gizi yang diperlukan baik untuk perlu membuat jadwal harian
energi maupun untuk tumbuh pemberia makan anak (food diary)
kembang yang optimal.Jadi apapun agar anak terbiasa makan teratur
makanan yang diberikan, anak dengan begitu asupan nutrisi anak
harus memperoleh semua zat yang akan terpenuhi dengan baik. (Dewi
sesuai dengan kebutuhannya, agar Sartika Siagian Dan Nirmalisa,
tubuh balita dapat tumbuh dan 2018)
berkembang. Artinya, selain tubuh Asupan nutrisi pada anak
balita menjadi lebih besar, fungsi – memegang peranan penting dalam
fungsi organ tubuhnya harus optimalisasi tumbuh kembang pada
berkembang sejalan dengan anak.Keadekuatan asupan nutrisi
bertambahnya usia balita. Seorang pada anak dapat dinilai dengan
anak sampai umur 2 tahun belum keadaan status gizi yang ditandai
mampu mengekspresikan dengan anak kurus, normal, dan
keinginan mereka, sehingga gemuk. Asupan nutrisi yang
keberadaan orangtua dalam kurang akan menyebabkan kondisi
merawat dan mengasuh anak kesehatan anak menjadi kurang
menjadi dominan.Termasuk baik, gangguan pertumbuhan dan
keinginannya dalam memilih jenis- perkembangan, serta dapat
jenis makanan yang harus menyebabkan kematian. Balita
dikonsumsinya. Pada umur 2-5 yang kekurangan nutrisi mudah
tahun anak sudah mulai bisa terkena infeksi dan berpengaruh
meminta sesuatu, termasuk pada nafsu makan, jika pemberian
meminta makanan yang dia makan tidak terpenuhi maka
inginkan seperti meminta makan, tumbuh kembang anak akan
minum susu atau makanan lain terganggu masalah yang terjadi
yang disukai. Maka dalam berupa Stunting (Zulia Putri
membiasakan praktik pemberian Perdani, 2016)
makan yang baik dan benar pada Stunting didefinisikan sebagai
anak balita sebaiknya mendapat ukuran tinggi badan yang rendah
perhatian utama dari orangtuanya, berdasarkan umur. Penentuan
agar anak tidak mengalami defisit stunting dilakukan dengan
nutrisi. Oleh karena itu pengaturan membandingkan tinggi badan
makanan harus mencakup jenis dengan umur berdasarkan table Z-
makanan yang diberikan, waktu score standar pertumbuhan anak
usia makan mulai diberikan, menurut WHO. Seorang anak
besarnya porsi makanan setiap kali dikatakan stunting jika nilai Z-
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN2020 FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
JURNAL KEPERAWATAN

score TB/U atau PB/U kurang dari dalam praktik pemberian makan
-2 SD. (Sri Melfa Damanik dkk, pada anak sangat dipengaruhi
2019) Stunting bukan hanya penyesuaian metode makan dengan
menjadi permasalahan gizi pada kemampuan psikomotor anak,
balita secara nasional, melainkan pemberian makan yang responsif,
menjadi permasalahan global. Hal termasuk dorongan dari ibu atau
ini dibuktikan dengan jumlah anak pengasuh untuk makan, perhatian
mengalami stunting di Negara ibu pada nafsu makan anak, waktu
berkembang yaitu 165 juta anak yang tepat dalam pemberian
dan sekita 80% Negara makan, dan cara menciptakan
berkembang menyumbangkan hubungan yang baik dalam
untuk kasus stunting (MCA- pemberian makan, menciptakan
Indonesia, 2013). Masalah gizi situasi pemberian makan, termasuk
khususnyastunting disebabkan kebebasan dari gangguan, waktu
asupan nutrisi yang kurang pemberian makan yang konsisten,
memadai, dan penyakit yang serta pengawasan dan
menyebabkan langsung masalah perlindungan selama makan.
gizi anak. Keadaan tersebut terjadi Pada 5 artikel ilmiah yang
karena praktik pemberian makan dilakukan oleh Hendrayati (2015)
yang tidak tepat, penyakit infeksi dalam penelitian mereka
yang berulang (UNICEF didapatkan bahwa ada
Indonesia, 2012). permasalahan yang mencolok pada
Peran orang tua sangat praktik pemberian makan, dimana
menentukan status gizi balita, pada 59% ibu pada anak usia 12-60
umumnya orang tua tidak terlalu bulan diberikan pemberian makan
memperhatikan kadungan gizi dari yang tida konsiste, begitu pola
makanan yang diberikan untuk dengan frekwensi pe,berian makan
tubuh kembang anak yang sebesar 58,9% dalam hal ini
terpenting hanya bagaimana anak frekwinsi pemberian makan
bisa makan dan kenyang, orang tua cenderung lebih sedikit sehingga
memberikan makanan yang kurang tidak mencukupi kebutuhan gizi
teratur dan terkadang memaksakan anak. ., Kissa B. M. Kulwa Dkk
suatu makanan kepada anak. Selain (2015) dalam penelitian mereka di
itu tidak ada usaha dari orang tua dapatkan bahwa praktik pemberian
agar anak mau makan dan lebih makan yang tidak memadai berupa
membiarkan anak jajan jenis makanan yang diberikan
sembarangan. Hal ini didukung kandungan gizinya redah.,
oleh penelitan yang dilakukan oleh Desiansi Merlinda Niga, dan
Intan Khaerunnisa, Ai Nurhayati, Windhu Purnomo (2016) dalam
dan Cica Yulia (2019)., sikap ibu penelitian mereka didapatkan
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN2020 FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
JURNAL KEPERAWATAN

bahwa Praktik pemberian makan anak dengan statu gizi normal


yang kurang tepat antara lain selalu dibandingkan dengan orang tua
memenuhi kemauan anak untuk yang kurang optimal dalam
mengkonsumsi makanan yang ia pemberian makan. Hal ini dilatar
inginkan tanpa memperhatikan belakangi oleh tingkat pendidikan,
kandungan gizi dalam makanan Hal ini sejalan dengan penelitian
tersebut, Viramitha Kusnandi Zulia Perdani dkk 2016, dalam
Rusmil, dkk (2019) dalam penelitian ini semakin tinggi
penelitian mereka didapatkan tingkat pendidikan orang tua maka
bahwa praktik pemberian makan semakin tinggi pula tingkat
yang kurang baik di lihat pengetahuan dan pengalamnya
berdasarkan pemberian ASI dalam merawat anaknya khususnya
eksklusi tidak sampai 6 bulan dalam praktik pemberian
kemudian pemberian MP-ASI makananya. Kemudian di
tidak tepat waktu menyebabkan latarbelakangi tingkat ekonomi
anak tidak terpenuhi nutirisinnya., sejalan dengan penelitian sejalan
Sabuj Kanti Mistry, Md. Belal dengan penelitian yang dilakukan
Hossain, and Amit Arora (2019) oleh Dewi Ngaisyah 2015, bahwa
penelitian mereka membandingkan pada kelompok stunting lebih
daerah yang di berikan konseling banyak pendapatannya adalah
mengenai praktik pemberian dibawah UMR yakni sebanyak 67
makan dengan daerah yang tidak responden (35,8%) , sedangkan
diberikan konseling praktik yang memiliki pendapatan diatas
pemberian makan. Konseling gizi UMR hanya sedikit yakni
praktik pemberian makan yang sebanyak 45 orang (22%). Hal ini
dilakukan seperti pengenalan sesuai dengan pendapat
makanan kepada anak, frekwensi Sulistyoningsih bahwa
pemberian makanan utama dan meningkatnya pendapatan akan
selingan kemudian jenis makanan meningkatkan peluang untuk
sesuai dengan usia anak. membeli pangan dengan kualitas
Didapatkan hasil bahwa pravelensi dan kuantitas yang lebih baik,
stunting menunjukan secara sebaliknya penurunan pendapatan
signifikan lebih rendah di daerah akan menyebabkan menurunnya
yang diberikan konseling daya beli pangan yang baik secara
dibandingkan daerah yang tidak kualitas maupun kuantitas.
diberikan konseling. KESIMPULAN
Orang tua yang memberikan
praktik pemberian makan yang Praktik pemberian makan
optimal mempunyai peluang meliputi jenis makan yang
sebanyak 8 kali untuk memiliki mengadung nutrisi, jumlah
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN2020 FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
JURNAL KEPERAWATAN

makanan harus sesuai dengan Simpang Kiri Kota


usiaanak, serta frekwensi makan Subulussalam. Jurnal Dunia
yang konsisten jika pemberian Gizi
makan tidak terpenuhi maka
tumbuh kembang anak akan Aritonang, Irianton. (2015). Memantau
tergangguhal ini jika terjadi secara dan Menilai Status Gizi Anak,
lama akan menyebakan masalah Aplikasi Standar WHO-Antro
gizi berupa stunting. Di buktikan 2005. Yogyakarta: Leutika
dengan artikel ilmiah yang di Books.
review dalm studi literature ini di
dapatkan hasil bahwa praktik Damanik Melfa Sri., dan
pemberian makan berhungang WandaDessie. 2019. Pengaruh
dengan kejadian stunting. Praktik Pemberian Makan
Terhadap Risiko Stunting Pada
CONFLICT TO INTERST Balita DiBeberapa Negara
Berkembang: Studi
Rangkuman menyeluruh atau
LiteraturThe Influence Of
study literature ini adalah penulisan
Feeding Practice On The Risk
secara mandiri, sehingga tidak terdapat
Of Stunting In Infant And Young
konflik kepentingan dalam
ChildrenIn Developing
penulisannya
Countries: A Literature Review.
DAFTAR PUSTAKA Fakultas Ilmu Keperawatan,
Universitas Indonesia
Achadi LA .2012. Seribu Hari Pertama
Kehidupan Anak. Departemen Kesehatan Republik
Disampaikan pada Seminar Indonesia. 2011. Target Tujuan
Sehari dalam Rangka Hari Pembangunan MDGs.
Gizi Nasional ke 60. FKM UI, Direktorat Jendral Kesehatan
Maret 2012 Depok. Ibu dan Anak. Jakarta.

Aditianti (2010). Faktor determinan Departemen Kesehatan Republik


stunting pada anak usia 24-59 Indonesia. Profil Kesehatan
bulan di Indonesia. Dalam: Info Indonesia 2015. Jakarta:
Pangan dan Gizi, Departemen Kesehatan RI;
2016. 3. World Health
Angkat Hairuddin Abdul. 2018. Organization.
Penyakit Infeksi Dan
Praktek Pemberian Mp-Asi Ernawati F, Sri M, Made DS, Amalia
Terhadap Kejadian Stunting S (2014). Hubungan Panjang
Pada Anak Usia 12-36 Badan Lahir Terhadap
Bulan Di Kecamatan
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN2020 FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
JURNAL KEPERAWATAN

Perkembangan Anak Usia 12 Kementrian kesehatan republik


Bulan. Penel Gizi Makan Indonesia. 2010. Standar
Grober Uwe. 2013. Mikronutrion Antropometri Penilaian Status
penyelarasan metabolic, Gizi. Keputusan kesehatan
pencegahan dan terapi. Buku mentri Indonesia. Jakarta
Kedokteran 167-170 Khaerunnisa Intan., Nurhayati Ai., dan
Harau, M. 2015. Permasalahan Anak Yulia Cica. 2019. Praktik
Pendek (Stunting) dan Pemberian Makan Pada Anak
Intervensi untuk Mencegah Stunting Usia Bawah Dua
Terjadinya Stunting (Suatu Tahun Di Kelurahan Cimahi
Kajian Kepustakaan). Jurnal (Feeding Practices Of Toddlers
Kesehatan Komunitas. Stunting Under Two Years In
Cimahi Village). Universitas
Kahfi Al. 2015. Gambaran Pola Asuh Pendididkan Indonesia
Pada Baduta Stunting Usia 13-
24 Bulan Di Wilayah Kerja Mardalena, I. 2017. Dasar-Dasar Ilmu
Puskesmas Neglasari Kota Gizi Dalam Keperawatan.
Tanggerang Tahun 2015. Pustaka Baru press. Yogyakarta
Skripsi Program Studi Mikhail W. Z. A., Sobhy H. M., El-
Kesehatan Masyarakat Fakultas sayed H, H., Khairy S, A.,
Kedokteran Dan Ilmu Salem H. Y. A., Samy M. A.
Kesehatan Universitas Islam 2013. Effect of Nutritional
Negeri Syarif Hadayatullah. Status on Growth Pattern of
Jakarta Stunted Preschool Children in
Kementrian kesehatan republik Egypt. Academic Journal of
indonesia. 2020. Situasi Balita Nutrition 2(1):01-09.
Pendek (Stunting) di Indonesia. Millenium Challenge Account
Data dan Informasi Kesehatan Indonesia. MCA-Indonesia,
Kemenkes RI. Jakarta 2013. Proyek kesehatan dan gizi
Kementrian kesehatan republik berbasis masyarakat untuk
indonesia. 2014. Pedoman Gizi mengurangi stunting.
Seimbang. Jakarta Musher-Eizenman, D. & Holub, S.
Kementrian kesehatan republik (2007). Comprehensive Feeding
Indonesia. 2015. Situasi Dan Practices
Analisis Gizi. Pusat data dan
Questionnaire: Validation Of A
informasi kementrian kesehatan
New Measure Parental Feeding
RI. Jakarta
Practices.
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN2020 FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
JURNAL KEPERAWATAN

Journal Of Pediatric Sadar Gizi dan Status Gizi,


Psychology, 32, 960- 972. Bogor : Departemen Gizi
Ngaisyah Dewi Rr. 2015. Hubungan Masyarakat Dan Sumberdaya
Sosial Ekonomi Dengan Keluarga,Fakultas
Kejadian Stunting Pada Balita Pertanian,Institut Pertanian
Di Desa Kanigoro, Saptosari, Bogor
Gunung Kidul.Jurnal Medika Priyono, D. I. P., Sulistiani, dan
Respati Ratnawati. 2015. Jurnal Pustaka
Nursanti Leliyana, 2013. Praktek Kesehatan.
Pemberian Makan, Konsumsi
Determinan Kejadian Stunting
Pangan, Stimulasi Psikososial,
Pada Anak Balita Usia 12-36
Dan Perkembangan Balita
Bulan Diwilayah Kerja
Stunting
Puskesmas Randuagung
Dan Kabupaten
Normal.Departemen Gizi Lumanjung.
Masyarakat Fakultas Ekologi Purwani, E. (2013). Pola mberian
Manusia Institut Pertanian Makan dengan Staus Gizi Anak
Bogor Usia 1 sampai 5 Tahun
Par‟i, M Holil dkk. 2017. Penilaian dikabunan Taman Pemalang.
Status Gizi. Pusat pendidikan Fakultas Ilmu Keperawatan dan
Sumber Daya Manusia Kesehatan Universitas
Kesehatan : Kementrian Muhammadiyah Semarang
Kesehatan Republik Indonesia Siregar, A. Z dan N. Harahap.2019.
Perdani Putri Zulia., Hasan Roswita., Strategi Dan Teknik Penulisan
dan Nurhasanah. 2016. Karya Tulis Ilmiah Dan
Hubungan Praktik Pemberian Publikasi. Yogyakarta: CV Budi
Makan Dengan Status Gizi Utama
Anak Usia 3-5 Tahun Di Pos Sulistyoningsi, H. 2011. Gizi untuk
Gizi Desa Tegal Kunir Lor kesehatan ibu dan anak. Graha
Mauk. Program Studi S1 ilmu. Yogyakarta
Keperawatan dan Ners Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Supariasa, I.D.N. 2012. Penilaian
Muhammadiyah Tangerang Status Gizi. EGC:Jakarta.
Pramuditya SW. 2010. Kaitan Antara Udoh Emmanuel Ekerette dan
Tingkat Pendidikan dan Amodu K. Olukemi. 2016.
Pengetahuan Gizi Ibu,Serta Pola Complementary feeding
Asuh dengan Perilaku Keluarga practices among mothers and
nutritional status of infants in
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN2020 FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
JURNAL KEPERAWATAN

Akpabuyo Area, Cross River Yuliana, W. and Bawon Nul Hakim


State Nigeria. (2019) „Darurat stunting dengan
United Nations Children‟s Fund. 2010. melibatkan keluarga‟. Galesong:
Unicef. 2010. Penuntun Hidup Yayasan Ahmar Cendekia
Sehat. J akarta: Pusat Promosi Indonesia.
Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI
United Nations Children‟s Fund. 2012.
Unicef, 2012. Indonesia
laporan tahun 2012. UNICEF :
Jakarta
United Nations Children‟s Fund. 2013.
Unicef, 2013. Improving Child
Nutrition The achievable
imperative for global progress.
United Nations Children‟s Fund. 2017.
Levels And Trends In Child
Malnutrition. Ganeva: United
Nations sub-region.
World Health Organization. 2018.
Levels And Trends In Child
Malnutrition. Ganeva: WHO.
Yati Yuni Dewi. 2018. Hubungan
Pola Pemberian Makan Dengan
Stunting Pada Balita Usia 36-
59 Bulan Di Desa Mulo Dan
Wunung Di Wilayah Kerja
Puskesmas Wonosari I.
Universitas Aisyah Yogyakarta.

Yuliana, W. dan Hakim, B. N. 2019.


Darurat Stunting Dengan
Melibatkan Keluarga. Yayasan
Ahmar Cendekia Indonesia.
Sulawesi Selatan
CURICULUM VITAE

A. Data Pribadi

Siti Utari Suratinoyo lahir di Kota Gorontalo, 20 Juli


1998.Merupakan anak pertama dari pasangan Chandra
Suratinoyo dan Srivanti Mooduto. Terdaftar sebagai
mahasiswa di Program Studi Ilmu Keperawatan dengan
NIM 841416004, Fakultas Olahraga dan Kesehatan,
Universitas Negeri Gorontalo, Sejak Tahun 2016.

B. Riwayat Pendidikan

1. SDN 1 Bolontio Barat 2004-2010

2. SMPN 8 Kota Gorontalo 2010-2013

3. SMAN 2 Kota Gorontalo Tahun 2013-2016

4. S1 Ilmu Keperawatan Universitas Negeri Gorontalo Tahun 2016-2020

C. Kegiatan Yang Pernah Diikuti

1. Juara 3 Pada Kejuaraan Nasional Karate Antar PPLP se-Indonesia Manado


2012

2. Juara 2 Kejuaraan Nasional Karate Antar PPLP III se-Indonesia Gorontalo


2013

3. Peserta Pekan Olahraga Pelajar Indonesia (POPNAS) Jakarta 2013

4. Juara 1 KEJURDA Karate-Do Forki Piala KAPOLDA Gorontalo 2013

5. Juara 1 Kejuaraan Open Tournament Karate UNISAN CUP Gorontalo 2014

6. Juara 3 Kejuaraan Nasional Karate Antar PPLP III se-Indonesia Medan 2014

7. Peserta Pekan Olahraga Pelajar Indonesia (POPNAS) Jawa Barat 2015

8. Peserta Kejurnas Inkanas Piala Kapolri VI Tahun Jawa Barat 2015


9. Peserta Pekan Olahraga Mahasiswa Indonesia (POMNAS) Sulawesi Selatan
2017

10. Peserta Masa Orientasi Mahasiswa Baru (MOMB) Tahun 2016 Universitas
Negeri Gorontalo.

11. Peserta pelatihan Komputer dan Internet Universitas Negeri Gorontalo Tahun
2016.

12. Peserta Seminar Nasional Keperawatan “Perawatan Luka Modern” pada


Tahun 2016

13. Peserta Seminar the 1 st Gorontalo International Nursing Conference 2017


“Nursing As The Key To Improve Quality Of Care Through Patient Safety In
Achieving The Standards Of The National And International Hospital
Accreditation” pada Tahun 2016.

14. Peserta Pelatihan “Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS)” Pada Tahun
2019.

Anda mungkin juga menyukai