Anda di halaman 1dari 217

Definisi dan Kegunaan Statistik

1.1 Definisi

Statistik dalam arti luas

Statistik adalah ilmu pengetahuan yang merangkum kegiatan- kegiatan antara lain pengumpulan,
pengorganisasian, perangkuman , pemaparan, dan penganalisaan data, serta pengambilan kesimpulan
berdasarkan metode ilmiah yang teruji. Untuk penarikan kesimpulan yang valid serta pengambilan
keputusan yang berdasarkan alasan ilmiah yang kuat dari hasil, analisis tersebut
Statistik dalam arti sempit
Statistik berarti informasi yang berbentuk angka,seperti: Sensus Ekonomi, Sensus Penduduk.dimana
dalam hasil sensus tersebut diantaranya tercantum jumlah penduduk menurutb umur, jumlah yang
masih buta huruf, dan sebagainya. Sedangkan pada hasil sensus ekonomi informasi yang ada
diantaranya jumlah usaha/perusahaan, jumlah asset perusahaan yang dirinci menurut kegiatan ekonomi
yang ada.

1.2 Kegunaan Statistik


Berdasarkan hasil yang diperoleh pada butir 1.1 memberikan informasi kepada stake holder dalam
setiap tindakan peng-ambilan kebijakan agar lebih terarah dan lebih berhasil guna

2. Pembagian Dalam Statistik

2.1. Statistik Deskriptif (descriptive statistics) bagian dari ilmu statistik hanya terbatas untuk
menggambarkan dan mendeskripsikan serta menganalisis suatu kelompok yang menjadi objek penelitian
tanpa melakukan gene-ralisasi atau melakukan penarikan kesimpulan atau inferensi tentang kelompok
yang lebih besar. Statistik deskriptif juga disebut statistikdeduktif

2.2. Statistik Induktif atau Statistik Inferensi (Inferntial Statistics). Jika sebuah sampel yang
representatitive diambil dari suatu populasi, menunjukkan adanya sifat/karakteristik yang ada pada
sampel tersebut, maka kesimpulan tentang populasi dapat ditarik dari analisis sampel tersebut.

2.3.Teori Kebijakan (Decision Theory).

Metode dan teknik statistik inferens yang digunakan dalam cabang ilmu statistik, disebut dengan
Decision Theory. Pengetahuan tentang teori ini sangat membantu bagi para manajer terutama dalam
situasi yang tidak menentu. Salah satunya adalah teori probabilita, teori ini berperan penting dalam
pengambilan keputusan.

3. Populasi dan Sampel

Proses pengumpulan data yang bertujuan untuk mendapatkan informasi


tentang karakteristik dari suatu kelompok individu ataupun benda maka akan dihadapkan pada kondisi
yang mengharuskan untuk memilih salah satu cara yang sesuai dengan kemampuan serta sifat dari objek
penelitian itu sendiri. Sering kali dihadapkan pada kepraktisan atau keperluan dalam melakukan
observasi/penelitian terhadap objek statistik. Untuk melakukan penelitian/pengamatan terhadap objek
statistik dalam kelompok besar maka perlu dipikirkan, apakah penelitian/pengamatan akan dilakukan
pada seluruh objek statistik teresebut (populasi) ataukah hanya sebagian kecil dari kelompok tersebut

1
(sampel).Perlu untuk difikirkan jika penelitian akan dilakukan terhadap seluruh objek penelitian (sensus)
maka daya dan dana yang cukup besar harus tersedia, sebaliknya jika penelitian akan dilakukan secara
sampel perlu pertimbangan bahwa didalam penelitian tersebut akan muncul suatu kesalahan yang
disebut sampling error yang secara statistik dapat dihitung, sedangkan dana dan daya relatif kecil.

4. Variabel Kontinu dan Diskrit

Variabel adalah sebuah simbol seperti : X ; Y ; Z ; H ; x ; y ; h ; p, dapat menyandang setiap nilai dari
suatu himpunan nilai yang disebut sebagai domain dari variabel tersebut. Jika variabel hanya dapat
menyandang satu nilai maka variabel ini disebut dengan nama konstanta.
Dalam melakukan observasi perlu ditentukan karakteristik-karakteristik yang akan diobservasi dari unit
amatan ( statistical object ). Karakteristik- karakteristik ini merupakan variabel. Variabel dalam
penelitian merupakan atribut dari sekelompok objek yang akan diteliti dengan variasi dari masing-
masing objeknya. Sebuah variabel yang secara teoritis dapat menyandang setiap nilai diantara dari dua
nilai yang diberikan disebut dengan variabel kontinu. Sedangkan variabel yang secara teoritis tidak
dapat menyandang setiap nilai diantara dua nilai yang diberikan disebut dengan variabel diskrit.

Contoh 1.1: Variabel Kontinu.


Tinggi seseorang dapat menunjukkan nilai 170 cm, 175cm ataupun 174,875 cm tergantung tingkat
kecermatan dalam pengukuran. Hal yang demikian merupakan variabel kontinu

Contoh Variabel Diskrit


Jumlah anggota rumahtangga dalam suatu rumahtangga dapat ditunjukkan oleh suatu angka tertentu
misalnya : 3 atau 4 atau 5 orang dan tidak mungkin jumlah anggota rumahtangganya 2,5 orang ataupun
3,9 orang. Hal yang demikian merupakan variabel deskrit

5 . Fungsi

Fungsi adalah suatu variabel yang mempunyai keterkaitan dengan satu atau lebih dengan variabel lain
yang mempengaruhi besarnya suatu variabel tersebut. Dengan kata lain jika sebuah nilai diberikan pada
suatu variabel ( katakan variabel X ) dan hal ini dapat memberikan pengaruh terhadap variabel lain
( katakan variabel Y ), maka dapat dikatakan Y adalah fungsi dari X, dan dapat dituliskan dengan
simbol Y = F (X), hal ini ini menunjukkan adanya ketergantungan fungsional antara variabel Y
terhadap variabel X. Selanjutnya variabel Y disebut dengan variabel tak bebas ( dependent variable )
sedangkan variabel X disebut dengan variabel bebas (independent variabel ).

Contoh 1.2
1. Hasil panen merupakan fungsi dari luas panen. Jika hasil panen dinotasikan dengan Y, sedangkan luas
panen dinotasikan dengan X, maka dapat dikatan Y merupakan fungsi dari X, dan dituliskan dengan
Y = F (X )

2. Suatu variabel yang dinotasikan sebagai Y = F ( X ) , maka besarnya nilai Y ditentukan oleh nilai X,
berdasarkan persamaan :
Y = 25 + 27,5 X, nilai Y dapat dihitung jika besarnya nilai X ditentukan, misalnya 2 ; 3 ; 5,5 ; dan
seterusny Demikian pula jika nilai Y ditentukan maka besarnya nilai X dapat dihitung.
Contoh diatas hanya menunjukkan bahwa variabel tak bebas (dependent variable) hanya tergantung
pada satu variabel bebas (independent variable), hal ini tidak selalu terjadi. Secara umum jika variabel
tak bebas tergantung pada beberapa variabel bebas maka fungsinya dapat dituliskan Y = f (x 1, x2,
x3,.........xn), yang selanjutnya dapat dituliskan sebagai berikut : Y = b0 + b1x1+ b2x2 +........+ bnxn.

2
Walaupun dalam contoh ini hanya merupakan contoh persamaan linear, namun pada hakekatnya dapat
juga persamaan non linear.

Berikut ini contoh fungsi yang non linear :

Q = AKα Lβ dimana: Q merupakan dependent variable


K dan L independent variablr
α dan β koefisien yang ditulis dalam pangkat

Qx = 1,6 K0,4 L0,6 dimana Qx = Output (dependent variable )


K dan L (independent variable)

Secara umum fungsi ini dapat dituliskan Qx = f (K,L)

6. Peranan Statistik Dalam Dunia Bisnis dan Institusi Pemerintah

Untuk mencapai tujuan organisasi tidak mungkin untuk menghindar dari peran perencanaan.
Mengingat perencanaan menunjukkan adanya kejadian yang akan datang maka suatu kondisi saat ini
atau informasi masa lalu perlu untuk dikaji sebagai acuan atau sebagai dasar perencanaan. Kejelasan
informasi baik informasi yang berupa angka, ataupun informasi dalam bentuk lain seperti regulasi dan
aturan-aturan yang berlaku baik dari pemerintah daerah ataupun pemerintah pusat yang berkaitan
dengan tujuan perusahaan perlu untuk dijadikan landasan perumusan perencanaan, sekaligus sebagai
alat kontrol dan alat evaluasi hasil kerja perusahaan.
Mengingat hal tersebut di atas maka peran data dalam perumusan perencanaan serta mewujudkan tujuan
perusahaan akan menjadi sangat penting untuk dijadikan alat ukur tentang kemampuan perusahaan
dalam menentukan tujuan perusahaan.
Dalam dunia bisnis keberadaan data dan informasi yang akurat merupakan ha lyang sulit untuk
dihindarkan mengingat dunia usaha selalu membutuhkan iformasi yang dapat menunjang tujuan usaha,
diantaranya adalah : informasi pasar, informasi harga, informasi demographi, informasi pendidikan,
informasi pendapatan masyrakat, inflasi, nilai tukar, indeks harga.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data sangat berperan untuk memperoleh gambara tentang
suatu permasalahan, dan membantu untuk membuat keputusan, serta pemecahan permasalahan.
Sebagaimana halnya dalam dunia bisnis. Institusi Pemerintahan baik pusat maupun daerah yang
mempunyai tugas mengatur pembangunan, bukan hanya berusaha untuk menaikan pendapatan
masyrakat secara riil, namun juga memikirkan pemerataan pembangunan yang adil dan merata. Untuk
semua ini tersedianya data yang tepat tepat waktu serta akurat sangat diperlukan dalam merealisasikan
rencana pembangunan yang tepat guna dan berhasil guna.

Contoh 1.3 Jenis Data Untuk Pembangunan


Berikut in jenis data yang dibutuhkan dalam pembangunan yang akan dijelaskan secara singkat:

a. Data Demographi: Data demographi ini akan mencakup beberapa macam data yang
berkaitan dengan kependudukan, diantaranya tentang: umur penduduk, baik single
year maupun age group, Masih tentang demographi, data ini berisi tentang: tenaga
kerja, pendidikan, keluarga berencana, angka kelahiran, angka kematian, angakatan
kerja, dan lain-lain

3
b. Data perekonomian. Data perekonomian ini diantaranya meliputi data pasar, nilai
tukar rupiah terhadap mata uang asing, indeks harga konsumen, indeks harga konsumen,
inflasi, jumlah perusahaan, GDP, GNP, Nilai eksport, nilai import, dan lain-lain.

c. Data Pertanian. Data pertanian ini meliputi luas lahan pertanian, jumlah petani, luas
panen, produksi padi, jumlah pupuk yang digunakan, jumlah produk pertanian, jumlah
pupuk yang digunakan, luas lahan irigasi dan non irigasi, dan lain-lain

d. Data Pendidikan. Diantanranya meliputi banyaknya sekolah, banyaknya murid,


banyaknya guru, banyaknya penduduk yang masih buta hurf, banyaknya penduduk usia
sekolah, banyaknya yang putus sekolah, jumlah penduduk menurut pendidikan yang
ditamatkan, dan lin-lain

e. Data Kesejahteraan. Walaupun data kesejahteraan merupaka gabungan dari beberapa


data yang dapat menunjukkan sejahtera atau tidak sejahtera rumah tangga namun hal ini
paling tidak dapat digunakan sebagai alat program kerja oleh pemerintah pusat atau
pemerintah daerah. Oleh karena data kesejahteraan diantaranya mencakup pendapatan
rumah tangga, data perumahan, data kesehatan, data dependent ratio, data keluarga
berencana, data pendidikan, data konsumsi rumah tangga, data lainnya, maka subject
matter yang bertanggung jawab terhadap data tersebut perlu adanya koordinasi tentang
pelaksanaan masing-masing survei yang dilaksanakan secara terpisah.Pelaksanaan
survei yang diakukan secara serempak atau tergabung dalam satu jenis survei akan lebih
menguntungkan, karena dapat menghemat biaya.

9. Perangkat Penting Dalam Statistik.

Tidak dapat disangkal lagi bahwa kelengkapan statistikyang paling diperlukan dalam pengolahan data
adalah komputer, karena ternyata penggunaan komputer dalam pengolahan data akan lebih ekonomis
dan menghemat waktu pengolahan, terutama dalam pengolahan data yang cukup besar.
Penghitungan secara manual masih bisa dilakukan tatkala data yang diolah tidak besar dan jenis
pengolahannya tidak terlalu kompleks. Tingkat ketelitian pengolahan data dengan manual masih perlu
untuk dipertanyakan mengingat kemampuan ketelitian seseorang terbatas.

10. Sumber Daya Manusia. Mengingat tenaga ahli dan semi ahli dalam bidang statistik masih sangat
terbatas, maka mereka yang akan bekerja di bidang statistik masih perlu untuk mendapatkan pendidikan
khusus dalam bidang statistik, hal ini diperparah masih terlalu banyak yang tidak tertarik dalam bidang
statistik dibandingkan dengan bekerja di bidang lain.
Peran R&D pada setiap perusahaan tidak bisa dikesampingkan mengingat riset dan pengembangan
merupakan perangkat penting yang harus ada pada setiap perusahaan, terutama perusahaan yang relatif
besar. Peran R&D menjadi sangat terasa tatkala perusahaan memerlukan data statistik yang akan
digunakan oleh perusahaan seperti data kepuasan pelanggan, atau data kekuatan pasar.

Pertanyaan Untuk Latihan

1. Dalam dunia usaha tidak terlepas dari kebutuhan data terutama data yang berkaitan yang
berkaitan dengan pemasaran produk mereka. Sebutkan 5 ( lima ) benis data yang
berkaitan dengan pemasaran produk

4
2. Apa yang Saudara ketahui tentang variabel kontinu dan variabel diskrit. Berikan contoh
nyata dalam kehidupan sehari-hari.

3. Jelaskan secara singkat mengapa statistik sangat diperlukan dalam dunia usaha

4. Tunjukkan kegunaan R & D dalam suatu perusahaan. Apa keuntungan dan kerugiannya
seandainya perusahaan tidak memiliki divisi R & D

5. Berikan beberapa contoh variabel kualitatif dan variabel kuatitatif masing-masing 5


(lima)

5
II. PENGUMPULAN DATA
2.1 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam suatu penelitian diharapkan dapat memenuhi harapan pihak-pihak yang
berkepentingan, diantaranya data tersebut dapat dipercaya dan tepat waktu. Sehubungan dengan hal
tersebut, maka kaidah dan tata cara pengumpulan data harus baik dan sesuai dengan teori dan
mencahup seluruh objek penelitian tanpa adanya lewat cacah ataupun over coverage, yang dapat
mempengaruhi perhitungan statistic. Informasi yang dikumpulkan melalui wawancara atupun cara
lain harus sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Karakteristik yang dikumpulkan dari objek
penelitian perlu difahami oleh petugas, da mengerti mengapa karakteristik tersebut dikumpulkan.
Dengan demikian maka diharapkan karakteristik yang dikumpulkan sesuai dengan maksud dantujuan
penelitian.
Ada dua cara penelitian yang sering dilakukan dalam penelitian statistic, yaitu cara sensus dan cara
sampling
a. Cara Sensus
Penelitian dengan cara sensus ini dilakukan terhadap seluruh anggota popilasi secara satu
persatu terhadapa objepenelitian. Data yang diperoleh dan setelah dilakukan pengolahan
menggambarkan keadaan sebenarnya (real value atau true value). Sebagai contoh true value
yaitu: hasil sensus penduduk, sensus pertanian, sensus ekonomi dengan segala macam bentuk
penyajian yang menggambarkan keadaan sebenarnya dari seluruh objek penelitian, dan
sebagai konsekuensi cara sensus ini akan menimbulkan non sampling error, yang besarnya
sulit untuk dihitung atau diperkirakan.
Penelitian secara sensus ini biasanya hanya diselenggarakan oleh pemerintah karena biaya
yang dibutuhkan sangat mahal dan melibatkan petugas yang banyak. Disamping itu
pengolahan datanya dapat melibatkan banyak orang sehingga memerlukan ruangan yang
cukup besar dan kelengkapan peralatan yang memadai.

b. Cara Sampling
Pengumpulan data secara sampling penelitiannya dilakukan hanya terhadap objek penelitian
yang terkena sampel dan bukan seluruh objek penelitian dalam populasi. Data yang diperoleh
dari penelitian secara sampel ini pada gilirannya akan dijadikan data perkiraan (estimate
value) terhadap keadaan populasi, dan sebagai konsekuensi pengumpulan data dengan cara
sampling ini akan menimbulkan kesalahan sampling atau disebut dengan sampling error yang
besarnya sampling error ini secara statistic dapat dihitung. Ada beberapa cara penentuan
pengambilan sampel objek penelitian yaitu: sample random sampling, purposive random
sampling, systematic random sampling, .probality sampling, nonprobabity sampling, stratified
sampling Pengambilan sampel dengan cara-cara seperti tersebut di atas sangat tergantung
tujuan dari penelitian, dan tergantung kepada orang yang akan mengumpulkan data, serta alat
analisis yang akan digunakan dalam menganalisis hasilm penelitian.
Keuntungan pengumpulan data secara sampling yang paling menonjol adalah biaya yang
relative murah dibandingkan biaya penelitian secara sensus. Keuntungan lain yang dapat
diperoleh dengan cara sampling ini adalahtidak memerlukan tidak memerluakan ruangan yang
besar, baik untuk pengolahan ataupun gudang penyimpanan dokumen. Walaupun penelitian
dengan cara sampel ini tidak terikat pada jumlah sampel, namun satu hal yang perlu perhatian
khusus adalah jumlah sampel yang memada (representarive sampel)

2.2. Petugas Pengumpul Data


Petugas pengumpul data yang disebut enumerator atau suveyer atau pencacah adalah ujung tombak
dari sebuahn penelitian baik penelitian yang dilakukan secara sampel ataupun sensus. Untuk
mendapatkan hasil penelitian yang optimal sesuai dengan tujuan dan keseragaman hasil maka

6
diperlukan perangkat yang memadai dalam melakukan tugas. Perangkat penting yang harus tersedia
untuk mendapatkan hasil yang optimal adalah

a. Buku Pedoman Pencacahan. Buku ini disusun oleh pemangku kepentingan yang memuat daftar
isian (daftar pertanyaan) yang berisi diantaranya definisi atau pengertian tentang istilah yang ada pada
daftar pertanyaan. Disamping itu juga berisi tentang tata cara pengisian daftar pertanyaan, serta kode-
kode yang harus diisikan dalam daftar pertanyaan

b. Daftar Sampel. Daftar sampel ini akan dijadikan pedoman bagi pencacah untuk kunjungan objek
penelitian agar tidak terjadi under coverage ataupun over coverage

c. Peta lokasi. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pencarian alamat objek penelitian.

d. Alat Tulis dan Blanko Daftar Isian. Perangkat ini mutlak harus dibawa tatkala melakukan
pengumpulan data terhadap objek penelitian.

2.3. Pelatihan Petugas. Untuk memperoleh hasil penelitian yang memadai dan tidak terjadi salah
persepsi dalam menterjemahkan pertanyaan yang ada pada daftar isisan atau menjawab pertanyaan
dari responden, maka penguasaan materi bagi petugas mutlak perlu. Keseragaman pengertian tentang
definisi yang digunakan serta maksud dan tujuan penelitian perlu ditanamkan kepada para petugas.
Untuk maksud tersebut maka pelatihan petugas merupakan jawaban untuk maksud di atas. Durasi
pelatihan sangat tergantung banyaknya materin yang akan diberikan. Pendalaman materi kepada
petugas perlu dilakukan untuk mengetahui daya serap para petugas terhadap materi yang diberikan.
Untuk meyakinkan daya serap para petugas bila perlu dilakukan tryout diwilayah tertentu untuk
menguji daya serap petugas dan kehandalan daftar isian.

2.4. Tata Cara Pengumpulan Data


Petugas yang telah dilatih merupakan harapan untuk mendapatkan data yang dapat dipercaya
dan tepat waktu .Dengan mengetahui tujuan penelitian dan kegunaan penelitian, selain data yang
diperoleh data yang handal juga kecil kemungkunannya data tersebut mempunyai arti ganda. Sehingga
multi tafsir terhadap data dapat dihindarkan.
Ada beberapa cara pengumpulan data diantaranya adalah:
a. Wawancara
Pengumpulan data dengan cara wawancara akan mengurangi kesalahan pengisian kuesioner (daftar
isian) yang disebabkan oleh salah tafsir terhadap istilah yang digunkan dalam daftar isian. Namun
di sisi lain pengumpulan data dengan wawancara ini juga dapat mengakibatkan adanya interfensi
petugas terhadap jawaban responden.
b, Pengiriman Kuesioner Kepada Responden
Cara ini relative lebih murah dibandingkan dengan cara wawancara, namun di sisi lain cara
ini dapat mengakibatkan kualitas data tidak optimal, karena setiap responden dapat
menafsirkan istilah yang digunakan pada daftar isian berbeda-beda. Multi tafsir inilah yang
mengakibatkan kualitas data tidak optimal.
Untuk menghindarkan semua kesalahan yang akan terjadi yang disebabkan oleh cara pengumpulan
data sebaiknya kuesioner disusun sedemikian rupa, sehingga istilah yang digunakan benar-benar jelas
dan tidak mengakibatkan multi tafsir terhadap istilah yang digunakan dalam kuesioner (daftar isian)

7
Contoh 2.1: Objek Penelitian dan Karakteristik Yang Dikumpulkan

Unit Statistik/Objek Jenis Karakteristik Yang Referensi Waktu Untuk


Penelitian Dikumpulkan Setiap
Karakteristik
1 Perusahaan Dagang a, Nama Perusahaan a. Saat Pencacahan
b. Bentuk Badan Hukum b.Saat Pencacahan
c. Jumlah karyawan c. Saat Pencacahan
d.Pengeluaranuntukgaji/upah d. Enam Bulan
e. Pengeluaran bahan baku e. Enam Bulan
f. Pengeluaran gaji/upah f. Enam Bulan
dll.
2. Penduduk a, Nama
b. Tempat tanggal lahir
c. Jenis kelamin
d. Status Perkawinan
e. Tanggal, bulan, dan Tahun
Perkawinan Saat Pencacahan
f, Pendidikan yang ditamatkan
g. Pekerjaan
h. Lapangan Pekerjaan
i. Status Pekerjaan
j. Besarnya Kompensasi
k. dll.

3, Survey Biaya Hidup a. Pendapatan Rumah tangga Satu bulan


b, Pengeluaran rumah tangga
untuk konsumsi makanan
c. Pengeluaran untuk sewa
rumah.
d. Pengeluaran untuk durable
goods
e. Pengeluaran untuk
nondurable goods Enam bulan
e. Pengeluaran untuk listrik
f. Pengeluaran untuk rumah
g. Pembayaran hutang
h. Pengeluaran untuk piutang
i.Pengeluaran pribadi
(kebersihan dan
pemeliharaan
diri)
j. Pengeluaran untuk
kesehatan

Dengan demikian maka pengumpulan data merupakan inti permasalahan dalam penelitian, sehingga
penguasaan materi dan kejelasan definisi harus dikuasai oleh petugas (pencacah) secara paripurna. Ada

8
suatu istilah dalam statistic yaitu jika yang masuk adalah smpah yang keluarpun sampah pula.
Sehubungan dengan masalah tersebut maka peran direktur SDM (yang bertanggung jawab pada
rekuitmen karyawan ) perlu perhatian khusus terhadap mereka yang akan ditempatkan pada divisi
R&D (Research and Development)

III. PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN DATA

3.1 Pengelolaan Data


Dengan telah selesainya pengumpulan data dengan suatu metoda yang telah ditentukan, maka tiba
gilirannya untuk melakukan pengolahan. Data yang telah tidaka banyak artinya jika pengolahan tidak
dilakukan. Jika jumlah data cukup besar maka perlu dilkukan pengelolaan data sedemikian rupa guna
mempermudah administrasi data. Tahapan pengelolaan data adalah sebagai berikut:
a. Unit uncreating
Tugas unit ini adalah menerima dan menyimpan data yang datang dari daerah atau lapangan
untuk diperiksa kelengkapannya dan dicocokan dengan daftar sampel yang telah ada.
Pengadministrasian ini memerlukan ketelitian dan sistimatik dalam penyimpanan untuk
memudahkan pencarian kembali data, jika data yang diperlukan

b. Unit batching
Tugas unit ini adalah menyusun dan mengelompokkan dokumen menurut keperluan
pengolahan. Pengelompokka dimaksudkanuntuk memudahkan pengelompokkan hasil
pengolahan menurut satuan lokasi (propinsi, kabupsten, kecamatan, atau satuan lokasi lainnya)
sesuai dengan kebutuhan penyajian. Pengelompokkan sedemikian rupa sehingga dalam satu
batch merupakan satuan terkecil dalam pengolahan. Untuk memudahkan pengelompokkan
maka setiap batch diberi kode yang mencerminkan adanya kode lokasi serta nomor batch
untuk setiap lokasi dalam satuan pengolahan terkecil. Dengan demikian tatkala ada
pencabutan dokumen dapat dikembalikan ketempat semula tanpa mengalami kesulitan. Lokasi
tempat penyimpanan dokumen juga diberikan kode sesuai dengan kode batch yang disimpan
pada lokasi penyimpanan tersebut.

3.2 Pengolahan Dokumen

Dalam pengolahan dokumen dikenal adanya dua metode pengolahan, yaitu:


a. Pengolahan Data Secara Manual
Pengolahan dengan cara ini pada umumnya dilakukan untuk penelitian dengan jumlah
dokumen yang tidak terlalu banyak jumlahnya. Walaupun jumlah dokumen tidak terlalu
banyak akan tetapi memerlukan waktu pengolahan yang relative lama jika dibandingkan
dengan pengolahan secara elektronik. Disamping itu pengolahan dokumen dengan cara
manual sangat terbatas variasinya, sehingga jika kita berkehendak untuk membuat taabel
silang sangat sulit untuk dilakuakn. Pengolahan dengan cara manual biasanya terbatas untuk
mendapatkan tabel frekuensi yang sederhana sebagaimana dapat dilihat pada tabel-tabel
berikut ini

9
Tabel: 01.Banyaknya Mahasiswa UMT Menurut
Kelompok Tinggi Badan
KompokTinggi Frekuensi
Badan
150 – 154 10
155 – 159 24
160 – 164 75
165 – 169 24
170 – 174 10

Tabel:0 2 : Banyaknya Usaha Kaki Lima di Propinsi DKI Jakarta


Tahun 2005 Menurut Jenis Hambatan Yang Dihadapi

Hambatan yang sering dihadapi


Kekurangan Lokasi Kurang Persaingan Sarana usaha Lainnya
modal tidak memahami sangat ketat tidak Jumlah
strategis manajemen memadai
pengelolaan
Kotamadya

Jakarta Selatan 12 475 1 658 499 7 398 2 381 5 596 24 620


Jakarta Timur 9 948 1 298 352 5 766 1 881 3 123 18 327
Jakarta Pusat 9 710 2 007 295 5 100 1 571 3 932 19 065
Jakarta Barat 9 028 1 126 369 4 331 1 382 3 121 17 212
Jakarta Utara 8 454 1 166 451 3 401 1 278 1 926 13 527
Jumlah 49 615 7 255 1 966 25 996 8 493 17 698 92 751

Sumber Data : Sensus Kaki Lima Priov. DKI Jakarta Tahun 2005

Pembuatan tabel 01 dan tabel 02 dapat dilakukan dengan mudah dengan melakukan pemisahan
dokumen secara teliti. Walaupun terlihat mudah namun pengolahan secara manual akan mengalami
kerepotan. Untuk mengatasi kerepotan dan mempertajam ketelitian serta mempercepat waktu
pengolahan dapat dilakukan pengolahan secara elektronik. Hanya saja pengolahan secara elektronik ini
diperlukan programmer, atau menggunakan paket program tertentu, sehingga pengolahan dapat
dilakukan.

Contoh Data Mentah (Raw Data)


Informasi yang telah dikumpulkan oleh petugas sebelum disusun atau sebelu diolah disajikan dan
dianalisis disebut dengan data mentah, ,dikatakan mentah karena data tersebut belum diolah denagan
menggunakan metode statistic.
Berikut ini contoh data mentah (sebelun disusun) sebelum disusun berdasarkan urutan (range) dan
setelah diurutkan.

10
Tabel 3: Cotoh Produksi Harian Dari Hasil Panen
Komoditas Pertanian (Raw Data)
Contoh 16,2 15,8 15,8 15,8 16,3 15,6
produksi 15,7 16,0 16,2 16,1 16,8 16,0
Komodita 16,4 15,2 15,9 15,9 15,9 16,8
s 15,4 15,7 15,9 16,0 16,3 16,0
Pertanian 15,4 16,6 15,6 15,6 16,9 16,3

Data diatas menunjukkan informasi yang belum mempunyai banyak arti, karena sekedar catatan yang
didapat langsung dari lapangan. Agar data tersebut memberikan informasi yang lebih berarti maka data
data tersebut perlu memerlukan sedikit sentuhan. Beberapa sentuhan yang dapat dilakukan dengan
pengolahan secara manual adalah sebagai berikut:

1). Pembuatan Range dari data:

Tabel 4: Cotoh Produksi Harian Dari Hasil Panen


Komoditas Pertanian
Contoh 15,2 15,7 15,9 16,0 16,2 16,4
produksi 15,4 15,7 15,9 16,0 16,3 16,6
Komodita 15,6 15,8 15,9 16,0 16,3 16,8
s 15,6 15,8 15,9 16,1 16,3 16,8
Pertanian 15,6 15,8 16,0 16,2 16,4 16,9
Dengan sentuhanseperti pembuatan range seperti dilakukan seperti pada tabel 4, maka kita
mendapatkan keuntungan seperti berikut:

 Dapat dengan cepat dapat mengetahui nilai terendah dan tertinggi dari hasil
panen komoditas tersebut berdasarkan range dari 15,2 sampai dengan 16,9
 Kita dapat dengan mudah membagi menjadi bagian-bagian tertentu seperti 5
lima terbawah dan 5 tertinggi. Lima terendah adalah 15,2 sampai dengan 15,6
sedangkan 5 tertinggi adalah 16,4 sampai dengan 16,9, Pembagian dalam
bentuk lain juga dapat dilakukan
 Kita dapat juga untuk meliuhat data yang muncul lebih dari satu kali

2). Pembuatan Tabel Distribusi

Dengan berdasakan raw data seperti terlihat pada tabel:3 dengan cara sederhana dapat dibentuk
suatu penyajian dalam bentuk “Tabel Ftekuensi” sederhana dengan mengambil rentang 0,5 maka
tabel frekuensi dapat dibentu sebagai berikut:

Tabel 5 : Class Frequency


Produksi 15,2 – 15,4 2
Harian Dari 15,5 – 15,7 5
Hasil Panen 15,8 – 16,0 11
Komoditas 16,1 – 16,3 6
Pertanian 16,4 – 16,6 3
16,7 – 16,9 3
Jumlah 30

11
a. Pengolahan Data Secara Elektronik
Dengan kemajuan dan perkembangan bidang teknologi membawa dampak terhadap
percepatan pengolahan data statistic. Dengan penemuan paket-paket program computer
terbukti dapat mempercepat pengolahan dokumen statistic. Dengan bantuan peralatan
pengolahan serta penemuan-penemuan paket program pengolahan data maka pengolahan
data akan dapat lebih rinci dan lebih teliti.
Walaupun demikian bukan berarti bahwa pengolahan data dengan computer tidak
mengalami kendala. Pembuatan program entry dipelukan untuk memasukan data kedalam
computer. Untuk mempercepat pengolahan dalam mengatasi ketidak konsistenan data
perlu dilakukan edting terhadap daftar pertanyaan sebelum data dimasukkan dalam
computer.Setelah seluruh data dalam kuesioner dimasukkan dalam computer, maka hasil
pengolahan data dapat disimpan dalam media computer, yang selanjutnya pengolahan
lanjutan dapat dilakukan.yaitu penyajian data. Dengan tersimpannya data dalam file
computer akan memudahkan penyajian data, baik berupa tabel, gambar , atau tabel-tabel
khusus untuk analisis
Walaupun terkendala dengan keahlian tertentu seperti penguasaan paket program dalam
pengolahan secara elektronik ini, namun saat ini mau tidak mau pengusaan itu semua
harus dilakukan

Pertanyaan Untuk Latihan


Olahlah data dibawah ini agar dapat disajikan dan dimengerti oleh pengguna
statistik

Hasil penelitian pemasaran ditunjukkan oleh tabel sebagai berikut :

Data Penggunaan Internet

Nomor Pendidikan Jenis Tingkat Durasi Dukungan terhadap Sikap Sikap


Respon Pengguna Kelamin Familiaritas Penggun Penggunaan Belanja Internet
den Internet aan Internet Teknologi Internet Banking
Internet
(jam)
1 4 1 7 14 7 6 1 -
2 1 2 2 2 3 3 2 2
3 1 2 3 3 4 3 1 2
4 2 2 3 3 7 5 1 2
5 3 1 7 13 7 7 1 1
6 2 2 4 6 5 4 1 2
7 2 2 2 2 4 5 2 2
8 3 2 3 6 5 4 2 2
9 3 2 3 6 6 4 1 2
10 4 1 9 15 7 6 1 2
11 3 2 4 3 4 3 2 2
12 3 2 5 4 6 4 2 2
13 3 1 6 9 6 5 2 1
14 2 1 6 8 3 2 2 2
15 3 1 6 5 5 4 1 2
16 2 2 4 3 4 3 2 2
17 3 1 6 9 5 3 1 1
18 2 1 4 4 5 4 1 2

12
19 4 1 7 14 6 6 1 1
20 3 2 6 6 6 4 2 2
21 2 1 6 9 4 2 2 2
22 3 1 5 5 5 4 2 1
23 1 2 3 2 4 2 2 2
24 4 1 7 15 6 6 1 1
25 3 2 6 6 5 3 1 2
26 4 1 6 13 6 6 1 1
27 3 2 5 4 5 5 1 1
28 1 2 4 2 3 2 2 2
29 2 1 4 4 5 3 1 2
30 1 1 3 3 7 5 1 2

. Apakah ada korelasi antara durasi penggunaan internet dengan tingkat pendidikan, dengan uraian
dibawah ini:
Durasi penggunaan internet dalam seminggu: Tingkat pendidikan ( 4 kategori)
Rendah : ≤ 5 jam Kode 1 = tidak tamat SMTA
Sedang : : 6 – 9 jam Kode 2 = tamat SMTA
Tinggi : ≥ 10 jam Kode.3 = pernah diperguruan tinggi
Kode 4 = tamat perguruan tingg

13
IV. PENYAJIAN DATA

Penyajian data merupakan lanjutan dari pengolahan data, agar data dapat dimengerti dan
mudah untuk dibaca bagi para stake holder. Penyajian data harus disesuaikan dengan
pengguna data. Penyajian data untuk akademisi akan sangat berbeda dengan penyajian
data untuk Jenis penyajian data bisa dalam bentuk tabel, grafik ataupun gambar
Berikut ini contoh penyajian data:

1.Penyjian Data berupa Tabel

Contoh 4.1: Penyajian data dengan tabel

Penjualan Mobil PT. Mobiltrex Menurut


Type Mobil dan Daerah Pnjualan
Tahun 2010
Type Daerah Penjualan Jumlah
Mobil Sumatra Jawa bali Daerah
Lain
A 75 200 65 55 395
B 60 175 53 51 339
C 59 61 60 45 225
D 70 120 75 49 314
Jumlah 264 556 253 200 1 273

Contoh 4.2. Penyajian Data berupa Histogram

14
5

4.5

3.5

3
Series 1
2.5 Series 2
Series 3
2

1.5

0.5

0
Category 1 Category 2 Category 3 Category 4
Contoh 4.3: Hasil Penjualan Produk Hasil Pertanian berupa
Pie Diagram

Sales

1st Qtr
2nd Qtr
3rd Qtr
4th Qtr

Cobtoh 4. 4; Penyajian berupa Line Diagram:

15
6

Series 1
3
Series 2
Series 3
2

0
Category 1 Category 2 Category 3 Category 4

Contoh 4.5: Penyajian Berupa Column

5
4.5
4
3.5
3
Series 1
2.5
Series 2
2 Series 3
1.5
1
0.5 Series 3
0
Series 2
Category 1
Category 2 Series 1
Category 3
Category 4

Contoh 4. 6. Penyajian Data Berupa Line

16
5
4.5
4
3.5
3
2.5 Series 1
Series 2
2
Series 3
1.5
1
0.5
Series 3
0
Category 1 Series 2
Category 2
Series 1
Category 3
Category 4

Contoh Penyajian Data seperti di atas hanya merupakan visualisasi seni agar secara sepintas dapat
menunjukkan keadaan sesuatu yang menarik perhatian. Berbeda dengan penyajian untuk para analis
dan para akademisi yang biasanya berupa tabel yang sulit dimengerti oleh kaum awam

V. DISTRIBUSI FREKUENSI

Untuk memudahkan dalam membaca dan memahami arti dan maksud data salah satu cara adalah
membuat distribusi frekuensi dari data yang telah dikumpulkan atau telah diolah. Adsa dua kelompok
besar data, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif, Berikut ini akan dicontohkan distribusi frekuensi
untuk kedua jenis data tersebut:

5.1 Distribusi Frekuensi Data Kuantitatif


Untuk merangkum data yang jumlahnya cukup besar maka penyusunan data-data akan lebih berarti
jika didistribusikan kedalam kelas atau kategori data, serta menghitung ( banyaknya anggota / individu
atau anggota ) dari setiap kelas yang disebut dengan frekuensi . Tabel berikut adalah comtoh tabel
frekuensi atau juga disebut dengan distribusi frekuensi :

Tabel 3.1:Tinggi Badan (cm) g Mahasiswa


Pada Salah Satu Perguruan Tinggii
_
Tinggi Badan Banyaknya Mahasiswa
150 - 154 5
155 –160 14
161 - 164 42
165 – 170 27
171- 174 8
Jumlah 100

17
Data yang disusun dan terangkum dalam tabel distribusi di atas disebut data kelompok atau yang
dikelompokkan. Diakui bahwa didalam pengelompokkan ini akan menghilangkan atau merusak data
yang asli (orisinil).

Tahapan pembuatan distribusi frekuensi adalah sebagai berkut:

a. Interval Kelas dan Batas Kelas


Pada tabel 3.1 di atas 150 – 154 disebut sebagai interval kelas sedangkan angka-angka ujung dari
interval kelas yaitu angka 150 dan 154 disebut batas-batas kelas ( kelas limit ). Angka 150 disebut
sebagai batas bawah kelas, sedangkan angka 154 disebut batas atas kelas. Istilah kelas dandan
interval sering kali digunakan secara saling bergantian, walaupun interval sesungguhnya merupakan
simbol darisebuah kelas. Ada kalanya interval kelas tidak memiliki batas atas kelas atau batas bawah
kelas dan hal ini disebut interval kelas terbuka

b. Garis Batas Kelas ( Class Boundaries )


Jika diperhatikan table:3.1 diatas maka akan ada satu hal perlu dijelaskan yaitu jika tinggi badan
seseorang adalah 149,50 cm sampai dengan 154,50 disebut sebagai garis batas kelas ( class
boundaries). Angka yang lebih kecil yaitu 149.5 adalah garis batas bawah, sementara angka yang
lebih besar, yaitu 154,5 adalah garis batas atas kelas.

c, Aturan Umum Untuk membentuk Distribusi Frekuensi

1). Tentukan bilangan terbesardan terkecil pada data mentah untuk men- cari jangkauan atau kisaran (
yaitu selisih bilangan terbesar dan terkecil
2) Bagilah jangkauan data kedalam sejumlah interval kelas yang memilik ukuran yang
sama .Jika hal ini tidak dapat dilakukan, gunakan interval kelas dengan ukuran yang
berbeda atau interval kelas terbuka. Jumlah interval kelas biasanya antara 5 sampai dengan 20,
tergantung pada datanya. Interval- interval kelas juga dipilih sedemikian tanda kelas hingga
tanda kelas ( titik tengah kelas) berhimpitan dengan data observasi aktual. Hal ini dimaksudkan
untuk memperkecil atau mengurangi kesalahpengelompokkan yang akan muncul dalam analisis
lanjutan. Namun demikian, garis batas kelas tidak boleh berhimpitan dengan data aktual.

3). Tentukan banyaknya observasi untuk masing-masing kelas interval


yaitu mencari frekuensi kelas.Cara terbaik untuk melakukan ini adalah
dengan pentabulasiam ( tally mark ), seperti penghitungan suara pada pemilihan umum dengan
menggunakan lembar skor.

Cara Membuat Tabel Distribusi Frekuensi (Teoritis)


Tentukan Range atau jangkauan data (r)
Tentukan banyak kelas (k) Rumus Sturgess :
K = 1+3,3 log n
Tentukan lebar kelas (c), C = r/k
Tentukan limit bawah kelas pertama dan kemudian batas bawah kelasnya
Tambah batas bawah kelas pertama dengan lebar kelas untuk memperoleh batas atas kelas
Tentukan limit atas kelas
Tentukan nilai tengah kelas , slanjutn tentukan frekuensi

Contoh 5.1 :
Data hasil ujian akhir Mata Kuliah Statistika dari 60 orang mahasiswa

18
23 60 79 32 57 74 52 70 82 36 80 77 81 95 41 65 92 85 55 76 52 10 64 75 78 25 80 98 81 67
41 71 83 54 64 72 88 62 74 43 60 78 89 76 84 48 84 90 15 79 34 67 17 82 69 74 63 80 85 61

JAWAB
Data terkecil = 10 dan Data terbesar = 98
Range (r) = 98 – 10 = 88
Jadi jangkauannya adalah sebesar 88
Banyak kelas (k) = 1 + 3,3 log 60 = 6,8
Jadi banyak kelas adalah sebanyak 7 kelas
Lebar kelas (c) = 88 / 7 = 12,5 mendekati 13
Limit bawah kelas pertama adalah 10, dibuat beberapa alternatif limit bawah kelas yaitu 10, 9,
dan 8
Maka batas bawah kelas-nya adalah 9,5 ; 8,5 ; dan 7,5 Batas atas kelas pertama adalah batas
bawah kelas ditambah lebar kelas, yaitu sebesar
9,5 + 13 = 22,5
8,5 + 13 = 21,5
7,5 + 13 = 20,5
Limit atas kelas pertama adalah sebesar
22,5 - 0,5 = 22
21,5 - 0,5 = 21
20,5 – 0,5 = 20

Misal dipilih Alternatif 2 Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3


8-20; 21-33; 34-46; 47-59; 60-72 73-85 86-98
9-21 ;22-34 ;35-47; 48-60; 61-73;74-86; 87-99
10-22; 23-35; 36-48; 49-61; 62-74 ;75-87 ;88-100

Nilai tengah kelas adalah Frekuensi kelas pertama adalah 3 Distribusi Frekuensi Nilai Ujian
Akhir Mata Kuliah Statistika Interval Kelas Batas Kelas Nilai Tengah Frekuensi
9-21; 22-34 ; 35-47 ; 48-60; 61-73; 74-86; 87-99 (distribusi frekuensi)
8,5-21,5; 21,5-34,5; 34,5-47,5; 47,5-60,5; 60,5-73,5; 73,5- 86,5; 86,5-99,5 (batas kelas)
15; 28; 41; 54 67; 80; 93 (nilai tengah)
Dengan demikian salah satu bentuk tabel frekuensi adalah sebagai berikut:

Jumlah 60
Nilai Mata frekuensi
Kuliah
Statistik
9 – 21 3
22 – 34 4
35 – 47 4
48 – 60 8
61 – 73 12
74 – 86 23
87 – 99 6

5.1 Distribusi Frekuensi Data Kualitatif


Batasan tentang distribusi frekuensi data kuantitatif dan distribusi frekuensi data kualitatif pada
dasarnya sama, hanya saja dalam penyajian/pembuatan distribusi frekuensi data kualitatif, perlu
adanya perubahan data dari non numerik menjadi numerik atau kode atau kata yang dapat

19
mewakiliatau bertindak sebagai kode. Berikut ini contoh dari hasil peneliian jenis surat kabar yang
dibaca di suatu daerah tertentu
Sebanyak 60 orang di suatu daerah terbiasa membaca surat kabar berikut ini:

Kompas Tempo Swadesi Neraca Neraca


Warta kota Republika Swadesi Jakarta Time Jakarta Time
Pos Kota Republika Radar Merdeka Neraca
Neraca Radar Warta kota Republika Tempo
Kompas Kompas Republika Tempo Kompas
Merdeka Republika Merdeka Pos Kota Warta kota
Neraca Tempo Jakarta Times Jakarta Time Sindo
Warta kota Merdeka Jakarta Time Radar Sindo
Tempo Merdeka Kompas Republika Repiblika
Pos Kota Republika Kompas Warta kota Kompas
Merdeka Sindo Swadesi Republika Pos Kota
Republika Kompas Pos Kota Pos Kota Republika

Dengan pencatatan pembaca surat kabar seperti tersebut di atas maka data tersebut kurang
informative. Untuk menjadikan data tersebut dapat dianalisis diperlukan sedikit sentuhan
sebagai berikut:

Banyaknya Pembaca Surat Kabar dan


Jenis Surat Kabar Yang Dibaca
di Kampung KK Pada Hari DD Tahun YY
Jenis Surat Kabar Banyaknya Distribusi
Pembaca Frekuens
(Frekuensi) Relatif
Kompas 8 13,34
Republik 11 18,34
a 6 10,00
Pos Kota 6 10,00
Merdeka 5 8,33
Tempo 5 8,33
Warta 5 8,33
Kota 3 5,00
Jakarta 3 5,00
Time 3 5,00
Sindo 5 8,33
Swadesi
Radar
Neraca
Jumlah 60 100,00

20
Penyajian data seperti diatas akan lebih berarti dan lebih difahami serta akan lebih pula untuk
dianalisis. Masih banyak lagi jenis penyajian yang lain baik untuk data kualitatif ataupun data
kuantitatif.
Contoh lain untuk jenis data kualitatif adalah tentang “Kepemimpinan” , untuk melihat ciri-ciri
umum seorang pimpinan dapat dilihat dari berbagai sudut. Menurut Rodger D Collons seperti
dikutip oleh Dale Timpe adalah :
 Kelancaran berbahasa
 Kemampuan untuk memecahkan masalah
 Kesadaran akan kebutuhan
 Keluwesan
 Kecerdasan
 Kesediaan menerima tanggung jawab
 Ketrampilan Sosial
 Kesadaran akan diri dan lingkungan
Ciri-ciri seperti diatas masing-masing diberikan score, yang mempunyai arti sebagai berikut :

Sangat baik 5
Baik 4
Cukup baik 3 Scala Ordinal
Buruk 2
Sangat buruk 1,

Score untuk setiap karakteristik diatas akan diberikan oleh para responden terhadap pimpinan
merekayang pada gilirannya dapat disimpulkan apakah pimpinan termasuk baik apa sangat
buruk, Ciri ini didapat dengan menghitung nilai rata-rata dari setiap penilaian yang dilakukan
oleh responden

VI. UKURAN TENDENSI SENTRAL

6.1 Jenis Dan Definisi Ukuran Tendensentral

Ada beberapa jenis ukuran tendensi sentral, diantaranya adalah:

6.1.1 Rata;Rata (average): adalah suatu ukuran/nilai yang mewakili sekelompok data atau
merupakan suatu nilai yang bersifat tipikal,atau representative dari suatuhimpunan/kumpulan
data. . Karena nilai tipikal seperti ini memiliki kecenderungan untuk berada di posisi tenganh
atau sentral dari suatu himpunan data yang disusun berdasarkan besarnya, maka rata-rata
sering pula disebut sebagai ukuran tendensi sentral.
Ada beberapa jenis rata-rata, lima diantaranya yang paling sering atau umum dan biasa
digunakan ialah rata hitung ( aritmathic mean), median, modus (mode), rata-rata ukur
(geometric mean), dan rata- rata harmonis ( harmonic mean)

Rata-rata Hitung (aritmathic Mean)

Rata-rata hitung biasanya dalam praktek hanya disebut denfan”rata-rata” atau sering juga
disebut dengan “mean” sering digunakan sebagai dasar antara dua kelompok atau lebih. Hal
ini dimaksudkan untuk mengetahui siapa diantara mereka yang mempunyai nilai rata-rata yang
paling tinggi. Hal ini dapat diberikan contoh sebagai berikut:

21
Contoh 6.1:
Ada tiga orang mahasiswa yang telah menempuh 5 mata kuliah dengan hasil ujian sebagai
berikut:
Hasil Ujian Ahmad, Ali, Dan Noufal
Hasil Ujian
Mata Ahma Ali Naufal
Kuliah d (X2 (X3)
(X1)
Matematik 80 85 75
Statistik 75 80 85
Ekonomi 70 75 80
Mikro 80 70 75
Pemasaran 85 80 85
Metode 90 85 85
Penelitian
Ekonomi
Manajerial
Jumlah 480 475 485
Rata-rata 80,00 79,17 80,83

Berdasarkan nilai rata-rata tersebut dapat disimpulkan bahwa Naufal memiliki rata-rta lebih baik
dibandingkan dengan dua teman lainnya.
Untuk mendapatkan nilai rata-rata tersebut yang dsimbolkan dengan X̄ yang dirumuskan
N

X 1 + X 2 + X 3 +.. . .. .. . .. .. .. . X N
∑ Xj
= j=1
sebagai berikut X̄ = N N atau =
∑X
N berdasarkan rumus ini maka untuk menghitung nilai rata-rata Naufal adalah sebagai
berikut;

75+85+80+75+85+85
=80 , 83
X̄ = 6
Jika bilangan-bilangan tersebut ( X1 + X2 + X3 + ……………Xk) masing terjadi sebanyak f1, f2, f3,
……………fk kali, maka rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
N
f jXj
f 1 X 1 +f 2 X 2 +. .. . .. .. . .. .. .+ f K X K ∑ ∑ fX = ∑ fX
= j =1K =
f 1 + f 2 +. .. . .. .. . .. .. .+ f K ∑f N

∑fj
= j=1

Dimana N = ∑f yaitu jumlah frekuensi ( jumlah kasus )

22
Contoh 6.2:Seandainya ada bilangan: 9; 7; 5; 8; 6; dan masing-masing muncul atau terjadi dengan
frekuensi 6; 4; 8; 9 maka rata-rata hitungnya adalah:

(6 )( 9)+(4 )(7 )+(8 )( 8¿+(9 )(6) 54 +28+64 +54 200


= = =7 , 407 ¿
X̄ = 6 +4 +8+9 27 27
3. Rata-rata hitung tertimbang
Adakalanya dalam menghitung rata-rata mempertimbangkan besarnya pembobotan / timbangan dari
masing-masing elemen yang akan dihi- tung rata-ratanya dengan bobot tertentu : W 1 ; W2 ;
W3 ............WN , untuk setiap X1 ; X2 ; X3 ;....................WN . dengan demikian maka rumusnya
adalah :
w1 x1  w2 x2  w3 x3  ........  wn xn
X
w1  w2  w3  .........  wn =

Contoh 6.3 rata-rata tertimbang:

Dalam penerimaan mahasiswa baru di STIS, materi yang diujikan mempunyai bobot yang berbeda-
beda, yaitu untuk mata pelajaran matematika punya bobot 3, bahasa Inggris 2, dan ilmu pengetahuan
umum 1, jika se-orang calon mahasiswa memperoleh nilai matematika 85, bahasa Inggris 75, dan
pengetahuan 70, maka rata-rata tertimbang dari mahasiswa itu adalah :

(3)(85 )+(2)(75 )+(1)(70 )


X̄ =
3+2+1

255+150+70
X̄ =
6
475
X̄ =
6

X̄ =79,167
Sifat-Sifat Rata-rata Hitung

1. Penjumlahan aljabar dari deviasi suatu himpunan bilangan terhadap rata-rata hitung
sama dengan nol.

Contoh 6.4:

Himpunan Deviasi
Bilangan (X–
(X) X̄ )
8 –2
10 0
9 –1

23
10 0
12 2
11 1

Jumlah:60 0
Rata-rata : 10
2. Jumlah kuadrat deviasidari suatu himpunan bilangan Xj terhadapa sebarang bilangan
a adalah minimum jika dan hanya jika a= X̄
3. Jika bilangan-bilangan f1 memiliki mean m1 , bilangan-bilangan f2 memiliki mean
m2,.........., bilangan fk memiliki mean mk, maka mean dari semua bilangan tersebut
adalah:
f 1 m1 +f 2 m 2 +.. .. . .. .. .. . .+f K mK
X̄ = f 1 +f 2 +.. . .. .. . .. .. . .+f K

Yaitu mean aritmatik terbobot dari semua meannya.

Contoh 6.5:
Di dalam suatu perusahaan yang mempekerjakan 80 orang karyawan , 60 di antaranya
memperoleh pendapatan $10,00 per jam sementara sisanya memperoleh pendapatan $13,00
per jam.
Pertanyaannya adalah:
a. Tentukan rata-rata pendapatan per jam
b. Akankah jawaban pada bagian a tetap sama jika ke-60 orang karyawan
memperoleh pendapatan rata-rata upah perjam sebesar $10,00 . Buktikan
jawaban Anda
c. Yakinkah Anda bahwa mean upah per jam adalah tipikal?

Jawaban :
∑ fX = (60)(10 , 00)+(20)(13 , 00 )=10 , 75
a. X̄ = N 60+20
b. Ya, hasil yang diperoleh adalah sama f1 bilangan memiliki mean m1 dan f2
bilangan yang memiliki mean m2. Kita harus menunjukkan bahwa mean dari
semua bilangan itu adalah
f 1 m1 + f 2 m2
X̄ = f 1+ f 2
Selanjutnya jika kita misalkan f1 bilangan dijumlahkan hingga sama dengan M1
dan f2 bilangan dijumlahkan hingga sama dengan M2 maka sesuai dengan definisi
dari mean aritmatik:

24
M1 M2
¿
m1 = falignl ¿1 ¿¿ dan m2 = f 2
Atau M 1=f 1 m 1 dan M 2=f 2 m 2 . Oleh karena seluruh ( f 1 +f 2 )
bilangan yang dijumlahkan akan mencapai (M1 + M2) maka mean aritmatik dari
seluruh bilangan adalah:

M 1 + M 1 f 1 m1 + f 2 m2
=
X̄ = f 1 + f 2 f 1+ f 2

Sebagaimana diinginkan , Hasil ini dapat dengan mudah diperoleh

c. Angka rata-rata pendapatan $10,75 per jam merupakan tipikal berdasarkan sisi
pandang bahwa hampir semua atau sebagian besar karyawan memperoleh
pendapatan sebesar $10.00 yang tidak terlalu jauh dari $10,75 per jam. Harus
selalu diingat bahwa setiapkita merangkum data numerik menjadi sebuah
bilangan atau angka tunggal (contohnya dalam mencari rata), maka kita mungkin
akan membuat beberapa kesalahan. Namun demikian tentu hasilnya tidak
menyimpang jauh
Sesungguhnya agar selalu berada dalam daerah aman, estimasi ”sebaran” atau variasi
data tentang mean (atau rata-rata yang lain) haruslah diberikan. Estimasi sebaran ini
disebut dispersi data

4. Jika A merupakan mean aritmatik taksiran (yang dapat merupakan nilai sebarang ) dan
∑X
jika dj = Xj – A adalah deviasi Xj dari A maka rumus X̄ = N akan
menjadi:
N
∑dj ∑ fX = ∑ fX
j =1
=A +
∑d
X̄ = A + N N sedangkan rumus X̄ = ∑f N akan
menjadi
K
∑ f jd j
X̄ =A + j =1K = A+
∑ fd
N
∑f j
j=1

dimana N= ∑ j=1 f j=∑ f Kedua rumus tersebut dapat dirangkum seperti berikut
ini
X̄ = A+ d̄

25
Rata-Rata Hitung untuk Data Berkelompok

Ketika penyajian data dalam bentuk distribusi frekuensi maka semua nilai yang jatuh didalam
suatu interval kelas dianggap berhimpitan dengan tanda kelas,atau titik tengah dari interval kelas
K
∑ f jd j
j =1
= A+
∑ fd
∑ fX = ∑ fX K N
∑f N ∑fj
tersebut. Rumus dan rumus X̄ = A + j=1
valid untuk data kelompok seperti ini jika kita menginterprestasikan X j sebagai tanda
kelas, fj sebagai frekuensi kelas korespondensinya, A sebagai tanda kelas taksiran, dan dj =
Xj –– A , sebagai deviasi Xj terhadap A. Perhitungan dengan menggunakan rumus
K
∑ f jd j
j =1
= A+
∑ fd
∑ fX = ∑ fX K N
∑f N ∑fj
dan rumus X̄ = A + j=1 masing-masing sering
disebut sebagai metode panjang dan pendek.
Jika semua interval kelas memiliki ukuran yang sama , c , maka deviasi d j = Xj –– A seluruhnya
dapat dinyatakan sebagai cuj, dimana uj dapat merupakan bilangan bulat positif atau negative atau
nol

K
∑ f jd j
j =1
= A+
∑ fd
K N

∑fj
=A+ j=1 ini akan menjadi
K

X̄ =A+
( )
∑ f juj
j=1
N
=A +
∑ fu
( )
N
c

yang ekuivalen dengan persamaan X̄ = A + c ū . Perhitungan nilai mean dengan metode ini
disebut sebagai metode pengkodean (coding method). Metode ini sangat singkat dan harus selalu
digunakan untuk data kelompok dimana ukuran dari interval – interval kelasnya sama. Dalam
metode pengkodean ini nilai-nilai dari variabel X ditransformasikan menjadi nilai-nilai variabel u
berdasar kan persamaan X = A + cu

Contoh 6.6

4. Rata-rata hitung untuk data berkelompok

26
Untuk melakukan perhitumgan rata-rata untuk data berkelompok
melalui tahapan seperti dalam contoh berikut , (lihat Tabel: 3.1)

Tabel 3.1.a : Tinggi Badan (cm) Mahasiswa


Pada Salah satu Perguruan Tinggi

Tinggi Badan Banyaknya Middle Class (X) fx


Mahasiswa
Frekuensi (f)
150 - 154 5 152,0 760,0
155 - 160 14 157 ,5 2 205,0
161 - 164 42 162,5 6 825,0
165 - 170 27 167,5 4 522,5
171 - 174 8 172,5 1 380,0
Jumlah 96 812,0 15 692,5

Dari Tabel 3.1.a. di atas maka dapat diketahui bahwa : Σ f = 96 sementara


Σfx = 15 692,5 Dengan demikian nilai rata- ratanya adalah :

X
 fx
f
15692 ,5
=163 , 46
= 96
Rata-rata Ukur ( Geometric Mean )
Rata-rata ukur ini memang jarang digunakan dalam keseharian, namun dalam dunia bisnis rata-rata
ukur ini serimg kali digunakan untuk mengetahui rata-rata persentase tingkat perubahan dalam satu
periode tertentu. Rumus rata-rata ukur adalah :

n X 1. X 2 . X 3 ........... X n
G=

Selanjutnya penyelesaiannya dengan menggunakan logaritma

log G = 1/n ( log X1 + log X2 + log X3 .........+ log Xn )

Contoh 6.7: Cari rata-rata ukur dari data berikut :


a. X1 = 2 ; X2 = 4 ; X3 = 8
b. X1 = 10 ; X2 = 12 ; X3 = 16
c. X1 = 10 ; X3 = 8 ; X3 = 12 ; X4 = 15
Penyelesaian:

3 3 3
a.
G=√ X 1 . X 2 . X 3 =√ ( 2 ) ( 4 )( 8 )=√ 64=4 Atau dapat dihitung dengan

log G = ⅓ ( l og X1 + log X2 + log X3)


= ⅓ ( log 2 + log 4 + log 8)
= ⅓ (0,3010 + 0,6021 + 0,9031)
log G = ⅓ (1,8062)

27
log G = 0,6021
G = antilog 0,6021
G=4

3 3
b.
G=√3 X 1 . X 2 . X 3 =√ ( 10 ) ( 12 )( 16 )=√ 1920=12 , 43 Atau dapat dihitung dengan cara :

log G = ⅓ ( log X1 + log X2 + log X3)


= ⅓ (log 10 + log 12 + log 16)
= ⅓ (1,000 + 1,0792 + 1,2041) → log G = 1,0944 → G = 10 1,0944
4 4
c.
G=√4 X 1 . X 2 . X 3 . X 4 =√ ( 10 )( 8 )( 12 ) ( 15 )=√ 14400=10 , 95 Atau dihitung dengan
cara :

log G = ¼ (log X1 + log X2 + log X3 + log X4)


= ¼ (log10 + log 8 + log 12 + log 15)
= ¼ (1,0000 + 0,9031 + 1,0792 + 1,1761)
log G = 1,0396
G = antilog 1,0396
G =10,95

Hubungan antara Rata-rata Ukur dan Bunga Majemuk (Compound Interest)

Contoh 6.8
Jika kita mempunyai uang cash sebesar Rp 100 000,- yang kita tabung dengan bunga majemuk
sebesar 5% kita dapat notasikan sebagai berikut:

P0 = Jumlah uang semula yang ditabung ( P0 = Rp 100 000,- )


P1 = Jumlah uang akhir tahun pertama termasuk bunga : P1= 100 000 + 5%(100 000 ) =
100 000 + 5 000 = 105 000
P2 = Jumlah uang pada akhir tahun kedua termasuk bunga P 2 = 105 000 + 5%(105 000) =
105 000 + 5 250 = 110 250
P3 = Jumlah uang pada akhir tahun ketiga termasuk bunga P3 = 110 250 + 5%(110 250) =
110 250 + 5 512,50 = 115 762,50

Jika kita perhatikan perkembangan uang semula, dari tahun pertama ke tahun ketiga adalah:
P0 = 100 000
P1 = 100 000(1,05) = 105 000
P2 = 100 000(1,05)(1,05) = 100 000 (1,05)2 =110 250
P3 = 100 000(1,05)(1,05)(1,05) = 100 000 (1,05)3 = 115 762,500

Dengan demikian secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut:

Pn = P0(1 + r)n dimana :

P0 = Jumlah uang permulaan


r = tingkat bunga (rate of interest) dinyatakan dalam desimal
n = banyaknya waktu ( tahun)
Pn = Jumlah akumulasi pada akhir tahun ke n

28
Pn
Dari rumus di atas maka : r= √
n
P0
−1

Rata-rata Harmonis (Harmonic Mean)


Secara teori rata-rata harmonis ( R H ) dapat dihitung dari n angka, X1;
X2; X3; ...........Xn dengan jalan membagi n dengan jumlah kebalikan
Dari masing –masing X tersebut. Rata-rata harmonis dapat dirumuskan
sebagai berikut :
n
RH  n
1
x
i i
Contoh 6.9
Seorang penjual oleh-oleh khas Yogyakarta di pasar Beringharjo Yogyakarta memperoleh pendapatan
per minggunya adalah sebagi berikut :
Minggu I : dapat menjual 40 pack jenis makanan A seharga Rp2500 per pack
Minggu II : dapat menjual 25 pack jenis makanan B seharga Rp4000 per pack
Minggu III : dapat menjual 20 pack jenis makanan C seharga Rp5000 per pack
Minggu IV : dapat menjual 10 pack jenis makanan D seharga Rp10 000 per pack
Pertanyaan:
Berapa harga rata-rata jenis makanan per pack ?
Penyelesaian:
Untuk menghitung rata-rata harga jenis makanann per pack dengan menggunakan rata-rata
harmonis, kita akan menggunakan rumus:
n
RH  n
1
i x
i

4
=
1 1 1 1
+ + +
= 2500 4000 5000 10000

= 4210,53

Median
Median suatu ukuran pemusatan ( central tendency ) yang berbeda dengan ukuran pemusatan yang telah
kita pelajari, median adalah nilai tunggal dari sekelompok data yang berada di tengah dan hampir
mendekati pusat dari kelompok tersebut. Untuk menentukan median dari keompok data sebagai berikut :
a. Untuk data yang ganjil: susun data tersebut dari yang terkecil ke yang terbesar, kemudian tentukan
median dengan cara :
“n” adalah banyaknya data, sehingga : n = 2k + 1, jadi k = 1/ 2( n – 1), k bilangan konstan, yang
menunjukkan keberadaan median pada urutan ke k dari deretan data yang telah disusun sebagai mana
yang diterangk pada butir (a).

29
b. Untuk data genap: maka data yang berada ditengah ada dua buah yaitu urutan ke k dan urutan ke k+1,
sehingga data yang data berada urutan tersebut adalah X k dan Xk+1 sehingga besarnya median(Me)
adalah :

Me = 1/2 ( X k + Xk+1 )

c. Median untuk data yang berkelompok


Penghitungan median seperti yang dibahas terdahulu terbatas pada data
yang tidak/belum dikelompokkan. Untuk menentukan besarnya median
data berkelompok akan menggunakan rumus berikut :

n
   fi 
M e  Lo  c 2 0

‌‌‌
fm di mana :
L0 = nilai batas bawah dari kelas yang mengandung nilai
median
n = banyaknya observasi = jumlah semua frekuensi
( Σf i )0 = jumlah frekuensi dari semua kelas dibawah kelas
yang mengandung median
fm = frekuensi dari kelas yang mengandung median
c = besarnya kelas interval, jarak antara kelas yang satu
dengan kelas yang lainnya

contoh 6.10
___________________________________
Berat Badan (pound) Frekuensi
____________________________________
118 - 126 3
127 - 135 5
136 - 144 9
145 - 153 12Kelas mengandung Me
154 - 162 5
163 - 171 4
172 - 180 2
_________________________________________
Jumlah 40
_________________________________________

L0 = 1/2 (144 + 145 ) = 144,5 ;( Σf i )0 = 3 + 5 + 9 = 17 ;


fm = 12 ; c = (153,5 – 144,5)= 9
Dengan demikian berdsarkan rumus median di atas, dimana n = 40, maka, Me=146,75

Modus
Modus adalah suatu nilai dari sekelompok data yang mempunyai frekuensi Tertinggi. Menentukan
modus untuk data yang tidak berkelompok akan lebih cepat jika dibandingkan dengan menentukan
modus untuk data yang telah dikelompokkan.
Contoh mencari mean, median dan modus untuk data yang tidak berkelompok

30
Contoh 6.11
Carilah Mean, median dan modus untuk himpunan bilangan sebagai berikut:
a). 3 ; 5 ; 2; 6 ; 5 ; 9 ; 5 ; 2 ; 8 ; 6 b). 51,6 ; 48,7 ; 50,3 ; 49,5 ;48,9

Penyelesaian :
a). Disusun berurutan dari yang keil ke yang besar : 2 ; 2; 3 ;5; 5; 5; 6 ; 6; 8 ; dan 9
Mean = 1/10 ( 2 + 2+ 3 + 5 + 5 + 5 + 6 + 6 + 8 + 9 ) = 5,1
Median = ada dua nilai tengah yaitu 5 dan 5 ,maka mediannya = 1/2 ( 5+ 5 ) = 5
Modus = bilangan yang muncul paling sering = 5
b). Diurutkan dari yang kecil ke yang besar : 48,7 ; 48,9 : 49,5 ; 50,3 ; dan 51,6
Mean = 1/5 (48,7 + 48,9 + 49,5 + 50,3 + 51,6 ) = 49,8
Median = nilai tengah yaitu 49,5
Modus = tidak ada

Modus untuk data berkelompok


Untuk menghitung /mencari modus untuk data berkelompok memerlukan rumus sebagai berikut :
 f1  0
M 0  Lo  C
 f1  0   f 2  0 dimana :

L0 = nilai batas bawah, kelas yang memuat modus


fmo = frekuensi yang memuat modus
f(mo – 1) = frekuensi sebelum frekuensi yang memuat modus
f(mo + 1 = frekuensi setelah frekuensi yang memuat modus
( f1 )0 = fmo – f(mo – 1)
( f2 )0 = fmo – f(mo+1)
c = besarnya jarak antara nilai batas atas dan
nilai batas bawah dari kelas yang memuat modus contoh

Contoh 6.12 : Menghitung Modus:

Kelas frekuensi

50,00 - 59,99 8
60,00 - 69,99 10
70,00 - 79,99 16 -----------» frekuensi
80,00 - 89,99 14 yang mengandung modus
90,00 - 99,99 10
100,00 - 109,99 5 Dari data tersebut didapatkan modusnya adalah :
110,00 - 119,99 2 Lo = 1/2 ( 69,99 + 70.00 ) = 69,995 (nilai batas bawah)
Nilai batas atas = 1/2 ( 79,99 + 80,00 ) = 79,995
c = 79,995 – 69,995 = 10 f(mo – 1) = 10, dan f(mo + 1) =
14, maka ( f1 )0 = 16 – 10 = 6
dan ( f2 )0 = 16 -14 = 2
Dengan demikian modusnya adalah ;
 f1  0
M 0  Lo  C
 f1  0   f 2  0 berdasarkan rumus rumus tersebut maka selanjutnya adalah:

31
Mo = 69,995 + 10 {6 / ( 6 + 2) } Mo = 77,50

Kuartil, Desil, dan Persentil Untuk Data Tidak Berkelompok

Jika berbicara tentang Median , maka nilai ini seolah-olah membagi kelompok data menjadi dua
bagian yang sama, artinya 50% dari kelompok data ini (seluruh nilai observasi) mempunyai nilai sama
atau lebih kecil dari median, sedangkan 50% lainnya mempunyai nilai yang sama atau lebih besar dari
median tersebut. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut :

50 % 50 %
Med
˂ ( X≤Median ) ( X≥Median ) ˃

Kuartil
Untuk kelompok data dimana n ¿ 4 , kita tentukan tiga nilai, katakanlah tiga nilai Q 1 ; Q2 ; dan Q3
yang membagi kelompok data tersebut menjadi empat bagian yang sama besar, yaitu setiap bagian
memuat data observasi yang jumlahnya sama. Nilai-nilai tersebut dinamakan:
Q1= kuartil pertama Q2 = kuartil kedua, dan Q3 = kuartil ketiga. Pembagian itu sedemikian rupa
sehingga nilai 25% observasi atau lebih kecil dari Q1, 50% data/observasi sama atau lebih kecil dari
Q2, dan 75% data/observasi sama atau lebih kecil Q 3

25% 50% 75% 100%


• • •
Q1 Q2 Q3

Dengan demikian Q2 = Median


Kalau suatu kelompok data dan nilai telah diurutkan dari yang terkecil (X 1) sampai yang terbesar (Xn),
maka untuk menghitung Q1 , Q2 , dan Q3 dapat dipergunakan rumus sebagai berikut:

i ( n+1 )
Qi = 4 dimana: i = 1; 2; 3
Contoh 6.13
Berikut ini adalah data upah bulanan dari 13 karyawan dalam ribuan rupiah yaitu :
40; 30; 50; 65; 45; 55; 70; 60; 80; 35; 85; 95; 100
Pertanyaan: Cari nilai: Q1 ; Q2 : dan Q3
Penyelesaian: Pertama-tama data diurutkan dahulu dari:
X1 = 30 ; X2 = 35 ; X3 = 40 ; X4 = 45 ; X5 = 50 ; X6 = 55 ; X7 = 60 ; X8 = 65 ; X9 = 70 ; X10= 80
X11 = 85 ; X12 = 95 ; X13 = 100

i ( n+1 )
Berdasarkan rumus : Qi = 4 maka :
1 ( 13+1 )
Q1 = nilai ke 4
= nilai ke: 3½ →nilai yang ke 3½ , berarti rata-rata X 3 dan X4 dengan demikian maka :

32
Q1 = ½ (X3 + X4)
= ½(40 + 45)
= 42,5
2 ( 13+1 )
Q2 = nilai ke 4
= nilai ke 7, nilai X7 berarti X7 = 60.
3 ( 13+1 )
=10
Dengan jalan yang sama maka akan didapat : Q 3 = 4 ½ →nilai ke 10½ adalah:
Q3 = ½(X10 + X11)
= ½ (80 + 85)
= 82,5

Desil
Untuk desil kelompok data dibagi menjadi 10 bagian, yang berarti ada 9 titik yang merupakan batas
dari setiap bagian. Untuk menentukan besarnya nilai desil dalam kelompok tersebut digunakan rumus
sebagai berikut:
i ( n+1 )
Di = 10
i ( n+1 )
dimana: Di = nilai yang ke 10 i = 1,2,3,4...........9
Contoh 6.13 :
Berikut ini adalah data upah bulanan dari 13 karyawan dalam ribuan rupiah yaitu :
40; 30; 50; 65; 45; 55; 70; 60; 80; 35; 85; 95; 100
Pertanyaan : Hitunglah: D1 , D2 dan D9

Penyelesaian: Pertama-tama data diurutkan dahulu dari:


X1 = 30 ; X2 = 35 ; X3 = 40 ; X4 = 45 ; X5 = 50 ; X6 = 55 ; X7 = 60 ; X8 = 65 ; X9 = 70 ; X10= 80; X11
= 85 ; X12 = 95 ; X13 = 100
1 ( n+1 )
D1 = nilai yang ke 10
4 4
= nilai ke : 1 10 ; berarti X1 + 10 (X2 – X1)
4
= 30 + 10 (35 – 30) D1= 32
2 ( 13+1 )
D 2 = nilai yang ke : 10 = 2,8 :
8 8
= nilai yang ke : 2 10 ; berarti X2 + 10 (X3 – X2)
8
= 35 + 10 (40 – 35) D2 = 39

9 ( 13+1 ) 6 6
=
D9 = nilai yang ke : 10 nilai yang ke 12 10 artinya X12 + 10 (X13 – X12) =

33
6
= 95 + 10 (100 – 95) D9 = 98

Persentil
Untuk kelompokdata dimana n ≥ 100 dapat ditentukan 99 nilai yaitu P1, P2.................P99
Apabila data sudah disusun secara berurutan dari yang terkecil (X 1) sampai yang terbesar
(X99), maka untuk mencari nilai persentil ke i dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

i ( n+1 )
Pi = nilai yang ke : 100 dimana i = 1,2,3,........................99

Kuartil, Desil, dan Persentil Untuk Data yang Berkelompok

Untuk data yang telah dikelompokkan (data yang telah dibuat tabel frekuensinya ) maka rumus
untuk Kuartil, Desil, dan Persentil relatif sama yaitu:
Rumus Kuartil
in

di mana :
Q i = L0 + c
{ } − f
4 (∑ i )0
fq
, i = 1,2,3

L0 = nilai batas bawah dari kelas yang memuat kuartil ke i


n = banyaknya observasi atau jumlah semua frekuensi
(∑fi)0 = jumlah frekuensi dari semua kelas sebelum kelas yang mengandung kuartil ke- i
fq = frekuensi dari kelas yang mengandung kuartil ke- i
c = besarnya kelas interval yang mengandung kuartil ke-i atau jarak nilai batas
bawah (atas) dari suatu kelas terhadap nilai batas bawah (atas) kelas berikutnya

Rumus Desil
in

D i = L0 + c
{ − f
10 (∑ i )0
fd } , i = 1,2,3.........9

Rumus Persentil

34
in

di mana :2
Pi = L0 + c
{ 100
−(∑ f i )0
fP } , i = 1,2,3,..................99

L0 = nilai batas bawah dari kelas yang memuat kuartil ke i


n = banyaknya observasi atau jumlah semua frekuensi
(∑fi)0 = jumlah frekuensi dari semua kelas sebelum kelas yang mengandung persentil
ke- i
fd = frekuensi dari kelas yang mengandung desil ke- i
fp = frekuensi dari kelas yang mengandung persenti ke- i
c = besarnya kelas interval yang mengandung kuartil ke-i atau jarak nilai batas
bawah (atas) dari suatu kelas terhadap nilai batas bawah (atas) kelas
berikutnya

Contoh 6,14: Diketahui data seperti swebagai berikut:

Nilai Kelas f

(1) (2)
72,2 – 72,4 2
72,5 – 72,7 5
72,8 – 73,0 10
73,1 – 73.3 13
73,4 – 73,6 27
73,7 – 73,9 23
74,0 – 74,2 16
74,3 – 74,5 4
Jumlah ∑f = n =
100
Pertanyaan: Hitunglah Q1 , Q3 , D6 dan P50

Penyelesaian:
Untuk menghitung Q1
dijumlahkan frekuensi kelas dibawah kelas yang ke- empat ,yaitu : f 1 + f2 + f3 = 17 ternyata belum
mencapai 25% atau 25 untuk mencapai 25% kita lanjutkan pada kelas ke empat. Dengan demikian
diketahui kelas keempat memuat Q1. Dari data (∑fi)0 = 17 ; n = 100; fq = 13; Nilai batas bawah dan
batas atas dari kels yang memuat Q1, masing-masing adalah : ½ (73,0 + 73,1) dan ½ (73,3 + 73,4).
Dengan demikian nilai c = 73,35 – 73,05 = 0,30. Dengan menggunakan rumus :

in 100

Q i = L0 + c
73,23
{ }− f
4 (∑ i )0
fq
, i = 1,2,3 maka : Q 1 = 73,05 + 0,30
{ }
13
4
−17

Q1 =

Untuk menghitung Q3

35
Dijumlahkan frekuensi kelas dibawah kelas yang ke- enam ,yaitu : f 1 + f2 + f3 + f4 + f5 ternyata belum
mencapai 75% atau 75 untuk mencapai 75% kita lanjutkan pada kelas ke enam, dengan demikian kelas
ke-enam memuat Q3 Dari data tersebut diatas maka : (∑fi)0 =57; n =100 dan
fq = 23 . Nilai batas bawah dan batas atas dari kelas yang mengandung Q 3 masing-masing adalah: ½
(73,6 + 73,7) = 73,65 dan ½ (73,9 + 74,0) = 73,95 sehingga c = 73,95 – 73,65 = 0,30
in

Dengan demikian maka c = 73,95 – 73,65 = 0,30. Dengan rumus Q i = L0 + c


{ }
4
−(∑ f i )0
fq
300

Q3 = 73,65 + 0,30
Q3 = 73,89
{ }
23
4
−57

Untuk menghitung D6

Dijumlahkan frekuensi kelas dibawah kelas yang ke- enam ,yaitu : f 1 + f2 + f3 + f4 + f5 = 57 ternyata
belum mencapai 60% atau 60. Untuk mencapai 60% kita lanjutkan pada kelas ke enam, dengan
demikian kelas ke-enam memuat D 6. Dari data tersebut diatas maka : (∑f i)0 =57; n =100 dan fD = 23 .
Nilai batas bawah dan batas atas dari kelas yang mengandung Q 3 masing-masing adalah: ½ (73,6 +
73,7) = 73,65 dan ½ (73,9 + 74,0) = 73,95.
Dengan demikian c = 73,95 – 73,65 = 0,30 Dengan menggunakan rumus :
in

D i = L0 + c
{ − f
10 (∑ i )0
fd }
600

D6 = 73,65 + 0,30
D6 = 73,69
{ }
10
23
−57

Artinya nilai 60% dari observasi sama atau lebih kecil dari 73,69

Untuk menghitung P50

Dijumlahkan frekuensi kelas dibawah kelas yang ke- enam ,yaitu : f 1 + f2 + f3 + f4 = 30


ternyata belum mencapai 50% atau 50. Untuk mencapai 50% kita lanjutkan pada kelas ke
lima, dengan demikian kelas ke-lima memuat P50. Dari data tersebut diatas maka : (∑fi)0 =30;
n =100 dan
fP = 23 . Nilai batas bawah dan batas atas dari kelas yang mengandung P 50 masing-masing
adalah: ½ (73,3 + 73,4) = 73,35 dan ½ (73,6 + 73,7) = 73,65.

36
Dengan demikian c = 73,65 – 73,35 = 0,30 Dengan menggunakan rumus :

in

P i = L0 + c
{ 100
−(∑ f i )0
fP }
5000

P50 = 73,35 + 0,30


{ }
100
27
−30

P50 = 73,35 + 0,30


{2027 }
P50 = 73,35 + 0,22

P50 = 73,57

artinya 50 % dari observasi mempunyai nilai sama atau lebih kecil dari 73,57

37
VII. DEVIASI STANDAR DAN BERBAGAI
UKURAN DISPERSI YANG LAIN

Jika kita mengetahui tentang adanya rata-rata, maka akan terbayang adanya sekelompok data
disekeliling rata-rata tersebut yang nilainya ada yang lebih besar, ada yang lebih kecil dan ada pula
yang nilainya sama dengan rata-rata tersebut. Hal ini menunjukkan adanya variasi atau dispersi dari
nilai-nilai yang ada pada kelompok data tersebut baik terhadap rata-ratanya, median, ataupun terhadap
modusnya.
Terdapat beberapa ukuran variasi atau dispersi ini, yaitu range (nilai jarak), mean deviation (rata-rata
simpangan), standard deviation (simpangan baku).
Dari ketiga ukuran dispersi tersebut simpangan baku yang paling sering digunakan untuk keperluan
analisis. Dalam penghitungan dispersi juga dibedakan pada data yang tidak berkelompok dan data
berkelompok.

7.1. Dispersi atau Variasi

Suatu alasan yang patut dikemukakan mengapa kita mempelajari dispersi adalah karena data numerik
mempunyai kecenderungan untuk menyebar disekitar rata-rata atau sekitar median. Dengan kata lain
mean atau median hanya menitik beratkan pada pusat data, namun kurang memberikan informasi
tentang sebaran nilai pada data tersebut.Kecenderungan untuk menyebar di sekitar rata-rata atau
sekitar median dikenal sebagai disperse/persebaran atau variasi. Sebagai ilustrasi tentang hal ini,
meskipun kita mengetahuin bahwa produksi rata-rata dari dari perusahaan sepeda motor adalah 50
sepeda motor per hari, namun dalam hal ini kita tidak langsung untuk dapat mengatakan bahwa kedua
perusahaan sepeda motor mempunyai tingkat produksi yang identik.Dalam kaitan ini perlu untuk
mengetahui sebaran nilai (jumlah produksi harian) dari kedua perusahaan tersebut. Terdapat berbagai
macam ukuran disperse (atau varias) data diantaranya yang paling umum digunakan adalah: jankauan
data, deviasi mean , jangkauan semi kuartil, jangkauan persentil, dan deviasi standar

7.1.1Pengukuran Dispersi Untuk Data Tidak Berkelompok


a. Nilai Jarak ( range )

Kisaran atau range ialah jarak antara data terbesar dengan data paling kecil. Rumus dari
kisaran ialah sebagai berikut

Nilai Jarak (Kisaran) = Xmax - Xmin

Contoh 7.1 :
Carilah nilai jarak dari data berikut : 80; 45; 50; 40; 30; 70; 65; dan 85;
maka :
Nilai Jarak (Kisaran) = 85 – 30 = 55

b. Rata-rata Simpangan ( mean deviation )


Jika ada sekelompok data misalnya : X1; X2; X3; .............Xn , kita dapat menghitung
rata-rata
simpangan dari data tersebut yaitu:

X RS 
(X i  X)
n
Untuk simpangan selalu kita ambil nilai mutlaknya

38
Contoh 7.2:
Carilah rata-rata simpangan (mean deviation) dari data berikut ini :
_
50; 40; 30; 60; 70 , dari data tersebut akan didapat X = 50, sehingga
RS = 1/5 ( 0 + 10 + 20 + 10 + 20 ) = 12

c, Jangkauan Semi –Interkuartil


Jangkauan semi-interkuartil atau deviasi kuartildari suatu himpunan data disimbolkan dengan
Q.didefinisikan sebagai:
Q3 −Q1
Q = 2 , dimana Q1 dan Q3 adalah kuartil pertama dan kuartil ketiga dari data.
Jangkauan interkuartil Q3–Q1 kadang-kadang juga digunakan meskipun jangkauan
semiinterkuartil lebih umumdan sering digunakan sebagai ukuran untuk dispersi data

Contoh 7.3
Berdasarkan tabel dibawah ini
a). Carilah deviasi mean dari tinggi badan100 orang mahasiswa UMT
b).Carilah jangkauan semi interkuartil untuk distribusi tinggi badan mahasiswa UMT

│X– X̄ X̄
Tinggi Badan Tanda Kelas Frekuensi
f│X– │
(inci) (X) (f) Penyelesaian
│=
│X–67,45│ a).Dari olahan data
60 – 62 61 6,45 5 32,25 tersebut diperoleh
63– 65 64 3,45 18 62,10 ∑f│X– X̄ │=
66 – 68 67 0,45 42 18,90
226,50 maka besarnya
69 – 71 70 2,55 27 68,85
72 – 74 73 5,55 8 44,40 rata-rata
simpangan
N=∑f= ∑f│X– X̄ (mean Deviasi)
100 │= adalah:
226,50

X RS 
(X i  X)
MD= n
226 , 50
=2 , 26
= 100
b). Kuartil bawah dan atas untuk distribusi tinggi badan mahasiswa ini masing-
2
(3 )=65 , 64
masing adalah Q1=65,5 + 42 inci,
10
(3 )=69 , 61
sedangkan Q3 = 68,5 + 27 . Dengan demikian jangkauan
Q3 −Q1 69 , 61−65 , 6 r
=1 , 98
semiinterkuartinya adalah: Q = 2 ,= 2 inci.

Perhatikan bahwa 50% kasus berada diantara Q1 dan Q3, yaitu 50 mahasiswa
memiliki tinggi badan antara 65,64 dan 69,61.

39
Kita dapat beranggapan bahwa ½(Q1 + Q3) = 67,63 inci merupakan ukuran tendensi sentral
(yaitu tinggi badan rata-rata mahasiswa). Selanjutnyan 50% tinggi badan mahasiswa akan
berada pada jangkauan 67,63 ± 1.98 inci

d. Jangkauan Persentil. 10 – 90
Contoh: 7.4
Carilah jangkauan persentil 10–90 untuk tinggi badan mahasiswa UMT dari tabel berikut ini

Tinggi Badan Frekuensi


(inci) (f)
60 – 62 5
63– 65 18
66 – 68 42
69 – 71 27
72 – 74 8

Penyelesaian
in

Dengan menggunakan rumus : Pi = L0 + c


5
{ − f
100 (∑ i )0
fP }
maka dapat dihitung P10 = 62,5 + 18 (3) = 63,33 inci
25
sedangkan besarnya nila P90 = 68,5 + 26 (3) = 71,27
Dengan demikian jangkauan persenti 10 – 90 nya adalah

P90 – P10 = 71,27 – 63,33


= 7,94 inci

Kesimpulan, karena ½ (P10 + P90) = 67,30 inci dan ½ (P90– P10) = 3,97 inci

Maka sebesar 80% mahasiswa memiliki tinggi badan 67,30 ± 3,97 inci

e. Deviasi Standar
Dalam menghitung rata-rata dari sekelompk data tidak berarti data yang ada nilainya akan
sama dengan besarnya rata-ratanya, ada yang lebih besar dan ada pula nilainya lebih kecil dari
nilai rata-ratanya, tetapi ada kalanya nilai rata-ratanya sama dengan nilai data itu sendiri. Hal
ini menunjukkan bahwa terdapat variasi atau elative dalam nilai- nilai tersebut , baik terhadap
nilai rata-rtanya atau terhadap nilai data yang lain atau terhadap nilai median atau modusnya,
Nilai rata-rata yang ada hanya merupakan nilai yang mewakili sekelompok data yang ada, dan
bukan berarti setiap data besarnya akan sama dengan nilai rata-ratanya, mesti elative deviasi
antara realdata nilai rata-ratanya. Besarnya deviasi standar dapat dihitung dengan
menggunakan suatu rumus trertentu, besarnya deviasi standar akan dapat menunjukkan
homogenitas dari kelompok data tersebut,
Ada perbedaan dan cara penghitungan besarnya deviasi standar antara data yang tidak
berkelompok dan data yang berkelompok.

40
Nilai deviasi standar pada dasarnya merupakan akar kuadrat dari varian, maka rumus yang
digunakan adalah rumus varian, baik untuk data tidak berkelompok ataupun data yang
berkelompok.
Varian (variance) dari suatu himpunan data dapat dirumuskan sebagai berikut
Untuk Data Tidak Berkelompok:

a. Data Populasi
 X  
2

 2
 i

1). N

    
2
X
 X 2  
 n 
2   
3). n

b. Data Sampel
Distribusi Kai square

   X 
2

 X 
2 
 n 
2   
2). . n

Contoh 7.5
Carilah besarnya standar deviasi dari data berikut:
a. 12; 6; 7; 3; 15; 10; 18; 5
b. 9; 3; 8; 8; 9; 8; 9; 18

Penyelesaian
2 ∑ ( X− X̄ )2 ∑X
S=
a) Berdasarkan rumus N dan X̄ = N

dapat dihitung besarnya deviasi standar (S2)


2 2 2 2 2 2 2 2
2 ( 12−9,5 ) +(6−9. 5 ) +( 7−9,5 ) +( 3−9,5 +( 15−9,5 ) +( 10−9,5 ) +( 18−9,5 ) +(5−9,5 )
S =
8
S2 = 23,75 dengan demikian maka besarnya deviasi standar (S) = √ 23,75=4 ,87
b). Dengan jalan yang sama untuk himpunan bilangan b) S2 = √ 15=3, 87
Jika kita bandingkan antara himpunan a) dan himpunan b) , himpunan bilangan b) ,
memiliki elative yang lebih kecil daripada himpunan bilangan a)

41
Untuk Data Berkelompok:

Untuk menghitung deviasi standar dari himpunan data yang sudah dikelompokkan, perlu ”
kelas kelompok data” diwakili oleh satu angka yang disebut dengan “tanda kelas” atau juga
disebut dengan nilai tengah (middle class)
umus yang digunakan untuk menghitung varian ataupun deviasi standar adalah
sebagai berikut :

a. Data Populasi

    
2
f M
  fi M i2  i i

 N 
 f M  
2

 2
 i i
 
2  
N atau N

b. Data Sampel
2
2 ( ∑ fM )
∑ fM −
N
σ 2=
N−1

Contoh 7.6: Hitunglah deviasi standar dari data berikut ini

Kelas M M2 f fM fM2
118 - 122 14 884 3 366 44 652
126
127 - 131 17 161 5 655 85 805
135
136 - 140 19 600 9 1 260 176 400
144
145 - 149 22 201 12 1 788 266 412
153
154 - 158 24 964 5 790 124 820
162
163 - 167 27 889 4 668 111 556
171
172 - 176 30 976 2 352 61 952
180
Jumlah – –
f i 
40 fM i i 
5 879 fM
i i
2
= 871 597

    
2
f M
  fi M i2  i i

 N 
2   
Denganmenggunakan rumus N maka varian dari data tersebut
dapat dihitung sebagai berikut:

42
 (5879) 2 
 871597  
40 
2  
40 = 188,2744. Dengan demilian besarnya deviasi standar

adalah : σ = √ 188,2744= 13,72

f. Koefisien Variasi
Jika kita berkehendak untuk membandingkan homogenitas suatu kelompok data dengan
kelompok data yang lain dengan sekedar membandingkan besarnya varian ataupun besarnya
nilai deviasi standar belum dapat menjamin bahwa salah satu kelompok data tersebut lebih
elative atau atau heterogr.Untuk keperluan perbandingan dua kelompok atau beberapa
kelompok dapat digunakan ukuran yang disebut dengan koefisien variasi (coeffision
variation). Koefisien variasi (KV) ini bebas dari satuan data asli. Rumus KV untuk data
populasi ataupun data sampel adalah sebagai berikut:

KV  100%
Untuk data populasi:  ,

KV  100%
Untuk data sampel : X
Dari contoh tabel diatas dapt dihitung besarnya rata-rata ( μ )dapat dihitung dengan rumus

 fM i i 5879
n maka besarnya μ = 40 = 146,975
13,72
×100 %=
Sehingga KV = 146,975 9,335%
Jika kita akan membandingkan dengan kelompok lain, maka yang dibandingkan
adalah KV dari kedua kelompok tersebut. Jika KV1 > KV2 maka kelompok pertama
lebih bervariasi atau lebih heterogen daripada kelompok ke dua.

Contoh 7.7
Harga 5 buah sepeda motor bekas masing-masing adalah Rp.4000 000;
Rp.4 500 000; Rp.5 000 000; Rp.4 750 000; Rp.4 250 000 dan harga
telur per butir masing-masing Rp.600; Rp.800; Rp.900;Rp.550; dan
Rp.1 000,- Carilah / hitunglah simpangan baku harga motor ( σ m) dan simpanganbaku harga
telur ( σt ). Tunjukkan mana yang lebih bervariasiharga motor atau harga telur ?

Penyelesaian:

µm = 1/5 (4 000 000 + 4 500 00 + 5 000 000 +..........+ 4 250 000 )


= Rp.4 500 000,-
1
σm = √ 5
∑ ( X i −μm )2
= Rp353 550

µt = 1/5 (600 + 800 + 900 +.................+ 1000) = 770

43
2
σt = √∑ ( x −μ )it t = Rp 172,05

m 353550

KVm = m × 100% , maka: KVm = 4500000 × 100 % = 7,86 % (KV motor)
Dengan cara yang sama dapat dihitung KVt

172,05
KV t = 770 × 100 % = 22,34 %Dengan demikian oleh karena KV t > KVm ini
menunjukkan bahwa harga telur lebih
Bervariasi (heterogen) dibandingkan dengan harga motor.
Contoh 7.8:
Sebuah pabrik tabung televise memproduksi dua jenis tabung, A dan B. Masing-masing
tabung elative ini memiliki rata-rata usia pemakaian X̄ A = 1495 jam dan
X̄ B = 1875, serta standar deviasi SA = 280 jam, sedangkan SB = 310 jam

Pertanyaan :
a). Berapakah besarnya dipersi absolute untuk tabung A dan tabung B
b). Berapakah besarnya elative elative masing-masing tabung

Penyelesaian:
a). Dispersi absolute untuk tabung A adalah 280 jam, sedangkan untuk tabung B, 310
jam
280
b). Koefisien variasinya adalah: Untuk tabung A adalah: KVA= 1495 = 18,7 %
310
Sedangkan KVb = 1875 = 16,5%

Contoh 7.9:
Harga 5 buah sepeda motor bekas masing-masing adalah Rp.4000 000;
Rp.4 500 000; Rp.5 000 000; Rp.4 750 000; Rp.4 250 000 dan harga telur per butir masing-
masing Rp.600; Rp.800; Rp.900;Rp.550; dan Rp.1 000,- Carilah / hitunglah simpangan baku
harga motor ( σm ) dan simpanganbaku harga telur ( σ t ). Tunjukkan mana yang lebih
bervariasi harga motor atau harga telur ?

Penyelesaian:

µm = 1/5 (4 000 000 + 4 500 00 + 5 000 000 +..........+ 4 250 000 )


= Rp.4 500 000,-
1
σm = √ 5
∑ ( X i −μm )2
= Rp353 550

µt = 1/5 (600 + 800 + 900 +.................+ 1000) = 770


2
σt = √∑ ( x −μ )
it t = Rp 172,05

44
m 353550
KVm =  m × 100% , maka: KVm = 4500000 × 100 % = 7,86 % (KV motor)
Dengan cara yang sama dapat dihitung KVt

172, 05
KVt = 770 × 100 % = 22,34 %

Dengan demikian oleh karena KVt > KVm ini menunjukkan bahwa harga telur lebih
Bervariasi (heteriogen) dibandingkan dengan harga motor.

7.2 Momen, Kemencengan dan Kurtosis

Momen

Momen Untuk Data Tidak Berkelompok


Jika ada sekelompok data sebanyak N yang dinyatakan sebagai variabel X1; X2;
X3..........XN, maka kita definisikan sebagai kuantitas yang dirumuskan sebagai :
N

x  x  x  ........  x
r r r r x i
r

x r
1 2 3
 i 1
N

r
X = N N N , yang disebut momrn ke- r
Momen pertama dengan r = 1, adalah mean aritmetik X , momen ke – r dari
X didefinisikan sebagai :
2
1 N
 Xi  X 
Mr = N i 1

Contoh penghitungan momen untuk data tidak berkelompok

Contoh 7.10.
Dari himpunan bilangan 2; 3; 7; 8; 10
Hitunglah
a. Momen pertama
b. Momen kedua
c. Momen ketiga
d. Momen keempat

Penyelesaian
a. Momen pertama atau mean aritmetik adalah:
∑ X = 2+ 3+7+8+10 =6
X̄ = N 5
b. Momen kedua adalah:

45
∑ X 2 = 22+3 2 +72+ 82+10 2 =226 =45 , 2
2
X̄ = N 5 5
c. Momen ketiga adalah:
∑ X 3 = 23+3 3+73 +83 +103 =1890 =378
3
X̄ = N 5 5
4 4 4 4 4 4
∑X =
2 + 3 +7 +8 +10 16594
4
d. X̄ = N 5 = 5 = 3318,8

Momen Untuk Data Berkelompok


Sedangkan rumus untuk momen data berkelompok adalah
K r
1
N
 f M
i 1
i i X
Mr =
Untuk r = 2 maka M 2 (momen ke 2 ) merupakan varian.Momen ke dan ke empat yaitu M 3 dan
M 4 masing-masing berguna untuk mengukur kemencengan (skewness) dan keruncingan
(kurtosis) dari suatu distribusi frekuensi

Skewness dan Kurtosis

D, atau disebut juga dengan distribusi Gauss, adalah distribusi probabilitas yang paling
banyak digunakan dalam berbagai analisis statistika. Distribusi normal memodelkan
fenomena kuantitatif pada ilmu alam maupun ilmu sosial, dan kebanyakan estimasi
dan pengujian hipotesis statistik mengasumsikan normalitas suatu data.
Oleh karenanya, sebelum menganalisis data lebih jauh, peneliti umumnya terlebih
dahulu menyelidiki normalitas datanya. Jika kemudian, data (sampel) menunjukkan
distribusi tidak normal, dilakukan penambahan sampel atau transformasi data dengan
transformasi matematik seperti logaritma, mengkuadratkan, mengakarkan atau
transformasi resiprok(1/x)
Skewness dan kurtosis merupakan dua alat ukur dalam menelusuri distribusi data yang
diperbandingkan dengan distribusi normal

Ukuran Kemencengan Kurva (Skewness)


Skewness merupakan derajat ketidaksimetrisan, atau dapat juga didefinisikan sebagai
penyimpangan dari kesimetrisan dari suatu distribusi. Jika suatu kurva frekuensi dari suatu
distribusi memiliki ekor kurva yang lebih panjang kearah sisi kanan dibandingkan ke arah sisi
kiri dari nilai maksimum tengah, maka distribusi seperti ini dikenal dengan nama distribusi
miring kanan, atau memiliki kemiringan positif. Untuk kondisi kebalikannya, distribusinya
dikenal sebagai distribusi miring ke kiri atau memiliki kemiringan negative
Untuk distribusi miring , mean akan akan cenderung berada pada sisi yang sama dengan
modus di ekor yang yang lebih panjang (lihat gambar – 1)

46
Mo Me Mean Mean Me Mo
Gambar-1 (miring kanan) Gambar-2 (miring kiri)

Jadi ukuran dari ketidaksimetrisan dapat diperoleh dari selisih atau perbedaan nilai
mean dan modus. Ukuran ini dapat dibuat menjadi ukuran taanpa dimensi atau satuan,
Jika kita membaginya dengan suatu ukuran disperse, seperti misalnya standar deviasi
Dengan demikian dapat kita definisiksn ukuran ketidaksimetrisan tanpa dimensi
sebagai :

mean−mod us X̄ −mod us
=
Kemiringan = stan d . dev s

Jika kita tidak berkehendak menggunakan modus maka kita dapat


menggunakan rumus empiris sebagai berikut:

3 (mean−median ) 3( X̄−median )
=
Kemiringan = s tan d . dev . s

Salah satu ukuran kemiringan lain yang penting adalah menggunakan momen ketiga
di sekitar nilai mean dan dinyatakan dalam bentuk tanpa dimensi, yaitu :
m3 m3 m3
3
= 3
=
Koefisien momen Kemiringan = α3 =
s ( √ m2 ) √m32
Ukuran tingkat kemencengan dapat juga dihitung berdasarkan berdasarkan
momen ketiga seperti dibawah ini :

Untuk Data Tak Berkelompok


n
M3 1
3
= 3 ∑ ( X i − X̄ )3
α3 = S nS i=1

Untuk Data berkelompok Dengan k Kelas

47
K
M3 1
3
= 3 ∑ f ( M i− X̄ )3
α3 = S nS i=1

Di sini α3 sering disebut momen koefisien kemencengan (moment coefficient of skewness).


Apabila kelas intervalnya sama, maka untuk menghitung α3 dapat dipergunakan rumus
sebagai berikut:

k k k k 3

α3 =
c3 1
S {
3 n∑ i i
i=1
1
(
f d 3 −3 ∑ f i d 2i
n i=1
1
∑ )(
n i=1
1
) (
f i d i +2 ∑ f i d i
n i =1 )}
di mana :
α3 = ukuran tingkat kemencengan ; S = simpangan baku
c = besarnya kelas interval ; f i = frekuensi kelas ke-i
di = simpangan kelas ke – i ; k = banyaknya kelas

Contoh 7.11 :
Berdasarkan data seperti dibawah ini , hitunglah tingkat kemencengan (TK)
dan α3.
Penyelesaian :

Kelas M f fM d fd fd2 fd3 fd4


118 - 126 122 3 366 –3 –9 27 –81 243
127 - 135 131 5 655 –2 –10 20 –40 80
136 - 144 140 9 1 260 –1 –9 9 –9 9
145 - 153 149 12 1 788 0 0 0 0 0
154 - 162 158 5 790 1 5 5 5 5
163 - 171 167 4 668 2 8 16 32 64
172 - 180 176 2 352 3 6 18 54 162
Jumlah – 40 5879 –9 95 –39 563

X̄ =
∑ f i Mi
∑ fi
5879
= 40
= 146,975

Selanjutnya menghitung Median dengan rumus sebagai berikut


n
   fi 
M e  Lo  c 2 0

fm
L0 = nilai batas bawah dari kelas yang me ngandung nilai median
n = banyaknya observasi = jumlah semua frekuensi

48
( Σf i )0 = jumlah frekuensi dari semua kelas dibawah kelasyang mengandung median
fm = frekuensi dari kelas yang mengandung median
c = besarnya kelas interval, jarak antara kelas yang satu dengan kelas yang lain
dengan demikian akan didapat besarnya M e adalah :

Me = 144,5 + 9
(20−17
12 )
, dengan demikian Me = 146, 75 selanjutnya menghitung
S, dengan rumus sebagai berikut:

2
∑ fdi2 − ∑ f i d i
S=
c √ n (
2
n )
95 −9

= 9
√ −
40 40 ( )
= 13,72

Selanjutnya kita akan menghitung TK dan kemudian α3 sebagai berikut:


3 ( X̄ −Me )
TK = S
3 ( 146 ,975 ) −146 ,75
= 13,72
= 0,049

k k k k 3

α3 =
S {
c3 1
3 n∑ i i
i=1
1
n i=1 (
f d 3 −3 ∑ f i d 2i
1

n i=1)( 1
) (
f i d i +2 ∑ f i d i
n i =1 )}
93 95 −9 3

= ( 13 , 72 )
−39
3 49
−3 {
40 40
+2
−9
40( )( ) ( ) }
= 0,282 ( 0,605 )
= 0,17

Skewness kelompok data dapat digunakan cara sebagai berikut ini:


Skewness: merupakan pengukuran tingkat ketidaksimetrisan (kecondongan) sebaran data
di sekitar rata-ratanya. Distribusi normal merupakan distribusi yang simetris dan nilai
skewness adalah 0. Skewness yang bernilai positif menunjukkan ujung dari
kecondongan menjulur ke arah nilai positif (ekor kurva sebelah kanan lebih panjang).
Skewness yang bernilai negatif menunjukkan ujung dari kecondongan menjulur ke

49
arah nilai negatif (ekor kurva sebelah kiri lebih panjang Rumus skewness adalah
sebagai berikut:
n  Xi  X 

 n  1  n  2   S 
Skewnesse =
2
 Xi  X 
X  
 S 
20 -3.1553
40 -1.3311
60 -0.3944
80 -0.0493
100 0
130 0.1664
130 0.1664
160 1.3311
180 3.1553
Jumlah – 0.1109
Dalam kasus, ini di dapatkan nilai skewness sebesar -0,0178. Secara manual, angka tersebut
dapat dihitung sebagai berikut:
9
 0,1109 
Skewness =
 9  1  9  2  = - 0,017
Ukuran keruncingan Suatu Distribusi Data (Kurtosis)

Selanjutnya, kurtosis menggambarkan keruncingan (peakedness) atau kerataan


(flatness)
suatu distibusi data dibandingkan dengan distribusi normal. Pada distribusi normal, nilai
kurtosis sama dengan 0. Nilai kurtosis yang positif menunjukkan distribusi yang relatif
runcing, sedangkan nilai kurtosis yang negatif menunjukkan distribusi yang relatif rata.
Rumus kurtosis adalah:
 n  n  1  X i  X   3  n  1
4 2

   S     n  2   n  3
Kurtosis =   n  1  n  2   n  3   
Dalam kasus data kita, di dapatkan nilai kurtosis sebesar -1,1764. Secara manual, angka
tersebut dapat dihitung sebagai berikut
2
 Xi  X 
 
 S 
9  9  1 3  9  1
2
(X)
 
20 4.6279   12, 678  
Kurtosis 40 1.4643 = 
  9  1  9  2   9  3   9  2   9  3 

 9  10   3  8 
2
60 0.2892
  12, 678   
80
100
0.0181
0 = 
  8   7   6    7   6 
130 0.0915
= – 1,176
130 0.0915
160 1.4643
180 4.6279
50
Jumlah 12.6748
Catatan:
Jika α4 > 3 dihasilkan curva leptokurttis (meruncing)
Jika α4 = 3 dihasilka curva mesokurtis (normal)
Jika α4 < 3 dihasilkan curva platikurtis (mendatar)

Bentuk kurva yang dihasilkan ada 3 macam yaitu :

a). Leptokurtis b). platykurtis (mendatar) c). mesokurtis


(puncaknya ruruncing) (puncaknya tidak begitu runcing)

Untuk menghitung tingkat keruncingan suatu kurva distribusi digunakan α 4 (moment coefficient of
curtosis) yang rumusnya adalah sebagai berikut :

a. Untuk Data Tak Berkelompok:


n
1
M4
∑ X − X̄ )4
n i=1 ( 1
α4 = S
4
= S4

b. Untuk Data Berkelompok:


n
1
M4
∑ f ( M − X̄ ) 4
n i=1 i i
α4 = S4 = S4
Kalau kelas intervalnya sama maka rumus di atas (untuk data berkelompok) menjadi:

α4 =
k k k k k 2 k 4

S {
C4 1
i=1
1
(
f d 4 −4 ∑ f i d 3i
4 n∑ i i n i=1
1

n i=1)( 1
) (
f i di +6 ∑ f 1 d 2i
n i=1
1

n i=1 )( 1
) (
f i d i −3 ∑ f i d i
n i=1 )}
di mana :
α3 = ukuran tingkat kemencengan ; S = simpangan baku
c = besarnya kelas interval ; f i = frekuensi kelas ke-i
di = simpangan kelas ke – i ; k = banyaknya kelas

51
Contoh 7.12
Sesuai dengan contoh 7.9, hitunglah tingkat keruncingan kurva dengan menggunakan rumus :

α4 =
k k k k k 2 k 4
C4 1
S {
i=1
1
(
f d 4 −4 ∑ f i d 3i
4 n∑ i i n i=1
1

n i=1)( 1
) (
f i di +6 ∑ f 1 d 2i
n i=1
1

n i=1 )( 1
) (
f i d i −3 ∑ f i d i
n i=1 )}
Penyelesaian:
94 1 95 −9 2 −9 4
α4 = ( 13 , 72 )
4 40{( 563 ) −4 ( )( ) ( )( ) ( ) }
−39 −9
40 40
+6
40 40
−3
40
4
6561
=
35433 ,68 { 2
( )}
14 , 075−4 (−0 , 975 )(−0 ,225 )+6 (2 , 375 ) (−0, 225 ) −3
−9
40
= 0,185 { 14,075 – 4(0,219) + 6(0,120) – 3 (0,00256289)}

= 0,185 ( 14,075 – 0,876 + 0,72 – 0,0076886

= 2,5736

Oleh karena α4 < 3 maka curva yang terbentuk adalah :


Curva platykurtis (mendatar)

Rumus lainnya disebut Quartile Coefficient of Curtosis (QCK) , yaitu sebagai berikut :

1
Q −Q
2 ( 3 1)
QCK = P 90−P10
a.
Suatu distribusi yang mempunyai nilai QCK = 0,263 dapat didekati dengan fungsi normal

Soal-Soal Untuk Latihan

1. Di dalam suatu perusahaan yang mempekerjakan 80 orang karyawan, 60 di


antaranya memperoleh pendapatan $10,00 per jam sementara 20 sisanya
memperoleh pendapatan $13,00 per jam.

Pertanyaan :

52
a. Tentukan mean pendapatan per jam
b. Akankah jawaban pada pertanyaan (a) tetap sama jika ke 60 orang karyawan
memperoleh pendapatan rata-rata upah per jam sebesar $10,00 ? Buktikan
jawaban anda
c. Yakinkah Anda bahwa rata-rata upah per jam adalah tipikal ?

2. Tingkat bunga pada suatu bank selama tiga tahun berturut-turut adalah sebagai berikut :
Tahun pertama 1%, tahun ke dua 4% , dan tahun ke tiga 16% . Jika ada seorang investor
menanamkan uangnya pada bank tersebut, berapa besarnya keuntungan rata-rata jika dihitung
denganmenggunakan rumus:
a. Rata-rata hitung
b. Rata-rata ukur
c. Rata-rata harmonis
d. Bearapa rate of return investasi itu

VIII. Angka Indeks.

Pengertian Angka Indeks

Untuk mengetahui maju atau mundurnya suatu kegiatan yang bersifat periodic
diperlukan suatu ukuran yang dapat menggambarkan kondisi suatu kegiatan atau suatu
keadaan. Ukuran ini biasanya dilakukan dengan membandingkan kondisi saat ini
dengan kondisi yang lalu. Maju atau mundurnya hasil penjualan, atau maju atau
mundurnya penerimaan negara, penerimaan devisa dan lainsebagainya. Salah satu alat
untuk memberikan cerminan tentang perubahan baik kemajuan ataupun kemunduran
adalah angka indeks. Kata indeks digunakan secara luas dengan maksud yang
berlainan.
Anka indeks atau sering disebut indeks saja merupakansuatu angka ysang dibuat
sedemikian rupa sehingga dapat digunakan untuk melakukan perbandinganantara
kegiatan yang sama dalam dua waktu yang berbeda Angka indeks digunakan untuk
membandingkan suatu perubahan dari periode ke periode. Periode yang digunakan
dapat berupa tahun, bulan. atau satuan pengukuran waktu yang lain.
Angka indeks hampir digunakan disemua bidang ilmu, seperti bidang pendidikan
dikenal dengan indeks prestasi (IP), dalam bidang psikologi dikenal dengan indeks
kecerdasan (IQ), dalam bidang sosiologi indeks perubahan penduduk, dan lain-lain.
Dalam bidang ekonomi dikenal dengan Indeks Harga Konsumen (IHK), Indeks Harga

53
Produsen (IHP), Indeks Kuantitas, dan Indeks Nilai. Untuk Indeks harga baik IHK
ataupun IHP dicermati perubahan perubahan harga antar periode, demikian pada
Indeks Kuantitas dicermati perubahan kuantitas dari suatu periode ke periode lain,
serta indeks-indeks lain yang berkaitan dengan harga dan kuantitas
Secara garis besar angka indeks dibagi menjadi dua, yaitu Indeks Relatif dan Indeks
Agregatif. Angka indeks relative menggambarkan perubahan kondisi satu komoditi ,
sedangkan angka indeeks agregatif menggambarkan perubahan kondisi sejumlah
komoditi dari satu periode ke periode yang lain. Semua angka indeks dinyatakan
dalam persetase relative dengan indeks pada periode dasar sebesar 100
.Di dalam membuat angka indeks diperlukan dua macam waktu , yaitu waktu dasar
(based period), dan waktu yang bersangkuatan atau waktu yang sedang berjalan
(current period). Waktu dasar adalah waktu dimana suatu kegiatan (kejadian)
dipergunakan sebagai dasar perbandingan, sedangkan waktu yang bersangkutan ialah
waktu dimana suatu kegiatan (kejadian) digunakasebagai dasar pembandingan
terhadap kegiatan (kejadian) pada waktu dasar
Lembaga pemerintah seperti Badan Pusat Statistik (BPS) adalah salah satu lembaga
yang menghitung berbagai macam indeks diantaranya Indeks Harga Konsumen (IHK),
Indeks Harga Produsen, Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Sementara itu di
lembaga suasa atau pun perusahaan juga melakukan penghitungan indeks yang
digunakan untuk keperluan perusahaannya .

8.1 Angka Indeks Relatif

Angaka indeks relative digunakan bila kita ingin melihat perubahan kondisi suatu
komoditi dari berbagai periode, Dalam hal ini satu komoditi yang menjadi perhatian kita,
artinnya perhitungan indeks harga untuk komoditi yang bersangkutan, dan bukan
mencerminkan perubahan harga secara umum:
Pn
×100
Rumus Indeks Harga Relatif : IR = P0
Dimana :
IR = Indeks relative harga
Pn = Harga periode berjalan
P0 = Harga Periode dasar

Contoh Aplikas : 1.8


Berikut ini data harga kopi bubuk per kg. dari tahun 1990 sampai 1996. Tentukan
Indeks Relatif harga komoditi tersebut dengan tahun dasar 1990:

Tabel: 1.8

54
Tahu Harga Relatif Indeks
n per ke Relatif
kg Tahun
($) 1990

1990 0,94 1,00 100


1991 0,90 0,96 96
1992 0,82 0,87 87
1993 0,78 0,83 83
1994 0,74 0,79 79
1995 0,76 0,81 81
1996 0,80 0,85 85

Catatan: Bila lebih


dari satu komoditi bisa juga juga dicarirata-rata indeks relatifnya sebagai berikut:

P
∑ Pn
0

IR = k ; k = banyaknya komoditi

8.2 Angka Indeks Agregatif


Indeks sederhana biasanya digunakan bila semua komoditi dapat dianggap sama
pentingnya (bobotnya). Dalam indeks agregatif sederhana penekanan ulasan diberikan
pada nilai harga ataupun kuantitas sehingga dikenal indeks harga agregatif sederhana
dan indeks kuantitas agregatif sederhana.

8.2.1. Indeks Harga Agregatif Sederhana (Ip)


Indeks harga agregatif diperoleh melalui rumus :
∑ P n ×100
Ip = ∑ P 0
Keterangan :

Ip = Indeks harga pada period ek-n


Pn = harga pada periode berjalan
P0 = harga pada periode dasar

Walaupun angka indeks ditulis dalam persen atau tidak, interpretasi angka indek
adalah peningkatan atau pun penururnanpersentase

Contoh aplikasi : 2.8

55
Tabel berikut data harga dan volume penjualan 5 jenis komoditi pada tahun 2010 dan
2011
Tabel :2.8
Jenis Harga dalam ( $ ) Volume dalam (ton)
Barang 2010 2011 2010 2011

A 100 120 60 55
B 300 301 70 69
C 250 225 90 85
D 260 263 100 105
E 150 160 90 80
Jumlah 1060 1069 410 394

Besarnya indeks harga ke lima barang tersebut adalah:

∑ P n ×100 1069
×100
Ip = ∑ P0 Ip = 1060 ; maka: Ip = 100,85
Dalam hal ini ada kenaikan harga ke lima barang sebesar 0,85 % dari tahun 2010 ke
tahun 2011

8.2.2.Indeks Kuantitas Agregatif Sederhana (Iq)


Indeks kuantitas agregatif sederhana diperoleh melalui rumus sebagai berikut :
∑ Q n ×100
Iq = ∑ Q 0 dimana: Iq = Indeks kuantitas pada periode ke n ;
Qn = kuantitas pada periode berjalan
Q0 = kuantitas pada periode dasar

Contoh Aplikasi: 3.8


Berdasarkan tabel: 2.8 di atas maka besarnya ideks volume penjualan adalah :
∑ Q n ×100 394
Q ×100
Iq = ∑ 0 Iq = 410 ; maka Iq = 96,10
Artinya : dari tahun 2010 ke tahun 2011 terjadi penurunan sebesar 3,9 %

8.3. Indeks Agregat Berbobot


Angka Indeks berbobot merupakan angka indeksnyang paling banyak digunakan
karena dalam kenyataannya tidak semua komoditi dapat dianggap sama penting .
Tingkat nilai kepentingan dapat dari komodititersebut dapat tercermin dari kuantitas
untuk indeks harga atau harga untuk indeks kuantitas, atau dapat juga tercermin dari
criteria lainnya. Nilai penting inilah yang digunakan sebagai pembobot.

56
Rumus umum
∑ P n W ×100
a. Indek harga agregat berbobot (tertimbang): I = P0 W ; W = pembobot
Pn
∑ P0
×W
×100
b. Indeks harga rata-rata relative berbobot (tertimbang): I= ∑W
8.3.1. Angka Indeks Laspeyres
Angka Indeks Laspeyres adalah indeks harga yang diboboti kuantitas tahun dasarnya
atau indeks kuantitas yang diboboti harga tahun dasarnya. Karena pembobotnya harga
atau kuantitas barang tahun dasarnya, maka angka indeks ini cenderung lebih besar
(over estimate) karena harga dan kuantitas barang cenderung naik dari waktu ke waktu

8.3.2. Indeks Harga Laspeyres (LP)


∑ P n Q0 ×100
Indeks harga Laspeyres diperoleh melalui rumus : LP = ∑ P 0 Q0
Keterangan:
Lp = Indeks harga Laspeyres
Pn = harga pada tahun berjalan
P0 = harga pada tahundasar
Q0 = kuantitas pada tahun dasar

8.3.3Indeks Kuantitas Laspeyres (LQ)


∑ p0 Qn ×100
Indeks kuantitas Laspeyres diperoleh melalui rumus: LQ = ∑ P 0 Q0
LQ = Indeks kuantitas Laspeyres

8.4. Indeks Paasche


Angka indeks Paasche adalah angka indeks harga yang didiboboti kuantitas tahun
berjalan atau angka indeks kuantitas yang dibobotiharga tahun berjalan. Nilai yang
diperoleh cenderung lebih rendah karena naiknya harga cenderung menurunkan
permintaan barang.

8.4.1.Indeks Harga Paasche (PP)


∑ P n Qn ×100
Indeks Harga Paasche diperoleh melalui rumus: PP = ∑ P 0 Qn
Keterangan:
PP = Indeks harga Paasche
Pn = harga pada tahun berjalan
P0 = harga pada tahun dasar
Qn = kuantitas pada tahun berjalan

57
8.4.2. Indeks Kuantitas Paasche (PQ)
∑ P n Qn ×100
Indeks kuantitas Paasche diperoleh melalui rumus: PQ = ∑ P n Q0
Keterangan : PQ = indeks kuantitas kuantitas Paasche

Contoh Aplikasi:
Berdasarkan data yang tertera pada tabel: 2.8 dapat dicari indeks harga dan kuantitas
menurut Laspeyres dan menurut Paasche. Berikut ini ditampilkan kembali dalam
bentuk yang memadai untuk keperluan penghitungan:

8.5. Angka Indeks Relatif


Angaka indeks relative digunakan bila kita ingin melihat perubahan kondisi suatu
komoditi dari berbagai periode, Dalam hal ini satu komoditi yang menjadi perhatian
kita, artinnya perhitungan indeks harga untuk komoditi yang bersangkutan, dan bukan
mencerminkan perubahan harga secara umum: Rumus Indeks Harga Relatif : IR
Pn
×100
= P0
Dimana :
IR = Indeks relative harga
Pn = Harga periode berjalan
P0 = Harga Periode dasar

Contoh Aplikasi : 4.8


Berikut ini data harga kopi bubuk per kg. dari tahun 1990 sampai 1996. Tentukan
Indeks Relatif harga komoditi tersebut dengan tahun dasar 1990:

Tabel: 3.8

Harga Relatif Indeks


per ke Relatif
Tahu kg Tahun
n ($) 1990

1990 0,94 1,00 100


1991 0,90 0,96 96
1992 0,82 0,87 87
1993 0,78 0,83 83
1994 0,74 0,79 79
1995 0,76 0,81 81
1996 0,80 0,85 85

Catatan: Bila lebih dari satu komoditi bisa juga juga dicarirata-rata indeks relatifnya
sebagai berikut:

58
P
∑ Pn
0

IR = k ; k = banyaknya komoditi

8.6. Angka Indeks Agregatif


Indeks sederhana biasanya digunakan bila semua komoditi dapat dianggap sama
pentingnya (bobotnya). Dalam indeks agregatif sederhana penekanan ulasan diberikan
pada nilai harga ataupun kuantitas sehingga dikenal indeks harga agregatif sederhana
dan indeks kuantitas agregatif sederhana.

a. Indeks Harga Agregatif Sederhana (Ip)


Indeks harga agregatif diperoleh melalui rumus :
∑ P n ×100
Ip = ∑ P 0
Keterangan :

Ip = Indeks harga pada period ek-n


Pn = harga pada periode berjalan
P0 = harga pada periode dasar

Walaupun angka indeks ditulis dalam persen atau tidak, interpretasi angka indek
adalah peningkatan atau pun penururnanpersentase

Contoh aplikasi :5.8

Tabel berikut data harga dan volume penjualan 5 jenis komoditi pada tahun 2010 dan
2011
Tabel : 4.8
Jenis Harga dalam ( $ ) Volume dalam (ton)
Barang 2010 2011 2010 2011
A 100 120 60 55
B 300 301 70 69
C 250 225 90 85
D 260 263 100 105
E 150 160 90 80
Jumla 1060 1069 410 394
h

Besarnya indeks harga ke lima barang tersebut adalah:


∑ P n ×100 1069
P ×100
Ip = ∑ 0 Ip = 1060 ; maka: Ip = 100,85

59
Dalam hal ini ada kenaikan harga ke lima barang sebesar 0,85 % dari tahun 2010 ke
tahun 2011

b. Indeks Kuantitas Agregatif Sederhana (Iq)


Indeks kuantitas agregatif sederhana diperoleh melalui rumus sebagai berikut : Iq =
∑ Q n ×100
∑ Q0 dimana: Iq = Indeks kuantitas pada periode ke n ;
Qn = kuantitas pada periode berjalan ; Q0 = kuantitas pada periode dasar

Contoh Aplikasi:

Berdasarkan tabel: 2.8 di atas maka besarnya ideks volume penjualan adalah :
∑ Q n ×100 394
×100
Iq = ∑ Q 0 Iq = 410 ; maka Iq = 96,10
Artinya : dari tahun 2010 ke tahun 2011 terjadi penurunan sebesar 3,9 %

8.7. Indeks Agregat Berbobot

Angka Indeks berbobot merupakan angka indeksnyang paling banyak digunakan


karena dalam kenyataannya tidak semua komoditi dapat dianggap sama penting .
Tingkat nilai kepentingan dapat dari komodititersebut dapat tercermin dari kuantitas
untuk indeks harga atau harga untuk indeks kuantitas, atau dapat juga tercermin dari
criteria lainnya. Nilai penting inilah yang digunakan sebagai pembobot.

Rumus umum:
∑ P n W ×100
a. Indek harga agregat berbobot (tertimbang): I = P0 W ; W =
pembobot
Pn
∑ P0
×W
×100
b. Indeks harga rata-rata relative berbobot (tertimbang): I= ∑W
8.7.1 Angka Indeks Laspeyres

Angka Indeks Laspeyres adalah indeks harga yang diboboti kuantitas tahun dasarnya
atau indeks kuantitas yang diboboti harga tahun dasarnya. Karena pembobotnya harga
atau kuantitas barang tahun dasarnya, maka angka indeks ini cenderung lebih besar
(over estimate) karena harga dan kuantitas barang cenderung naik dari waktu ke waktu

a. Indeks Harga Laspeyres (LP)


∑ P n Q0 ×100
Indeks harga Laspeyres diperoleh melalui rumus : LP = ∑ P 0 Q0
Keterangan:

60
Lp = Indeks harga Laspeyres
Pn = harga pada tahun berjalan
P0 = harga pada tahundasar
Q0 = kuantitas pada tahun dasar

b. Indeks Kuantitas Laspeyres (LQ)


∑ p0 Qn ×100
Indeks kuantitas Laspeyres diperoleh melalui rumus: LQ = ∑ P 0 Q0
LQ = Indeks kuantitas Laspeyres

8.7.2.Indeks Paasche
Angka indeks Paasche adalah angka indeks harga yang didiboboti kuantitas tahun
berjalan atau angka indeks kuantitas yang dibobotiharga tahun berjalan. Nilai yang
diperoleh cenderung lebih rendah karena naiknya harga cenderung menurunkan
permintaan barang.

a. Indeks Harga Paasche (PP)


∑ P n Qn ×100
Indeks Harga Paasche diperoleh melalui rumus: PP = ∑ P 0 Qn
Keterangan:
PP = Indeks harga Paasche
Pn = harga pada tahun berjalan
P0 = harga pada tahun dasar
Qn = kuantitas pada tahun berjalan

b. Indeks Kuantitas Paasche (PQ)


∑ P n Qn ×100
Indeks kuantitas Paasche diperoleh melalui rumus: PQ = ∑ P n Q0
Keterangan : PQ = indeks kuantitas kuantitas Paasche

Contoh Aplikasi :6.8


Berdasarkan data yang tertera pada tabel: 2 dapat dicari indeks harga dan kuantitas
menurut Laspeyres dan menurut Paasche. Berikut ini ditampilkan kembali dalam
bentuk yang memadai untuk keperluan penghitungan:

61
Tabel: 5.8

Jenis 1Harga ($) Volume (ton) P0Q0 P0 Qn Pn Q0 Pn Qn


Baran
g 2010 2011 2010 2011
P0 P1 Q0 Q1
A 100 120 60 55 6000 5500 7200 6600
B 300 301 70 69 21000 20700 21070 20769
C 250 225 90 85 22500 21250 20250 19125
D 260 263 100 105 26000 27300 26300 27615
E 150 160 90 80 13500 12000 14400 12800

Jumla 1060 1069 410 394 89000 86750 89220 86909


h

Ideks Harga Laspeyres (LP) Indeks Harga Paasche


∑ P n Q0 ×100 89220
∑ PnQn ×100
×100=100 , 25
LP = ∑ P 0 Q0 LP = 89000 PP = ∑ P 0 Qn
86909
= ×100=100 ,18
86750
Indeks Kuantitas Laspeyres (LQ) Indeks Kuantitas Paasche
∑ p0 Qn ×100 86750
∑ P n Qn ×100
×100=97 , 47
LQ = ∑ P 0 Q0 LQ = 89000 PQ = ∑ P n Q0 PQ =
86909
×100=97 , 41
89220

8.7.2. Kombinasi Indeks Indeks Harga Tertimbang

Jika diperhatikan kedua jenis indeks harga tertimbang berdasarkan hitungan menggunakan
rumus Laspeyers dan rumus Paashe terdapat sedikit perbedaan hasil, dan masing-masing
mempunyai kebaikan dan kelemahan. Rumus Laspeyers baik dalam praktek namun lemah
dalam teori, Sebaliknya rumus Paasche baik dalam teori namun sukar dalam penggunaannya
dalam praktek. Dan masing-masing pengguna fanatik mempertahankan argument masing-
masing. Dalam hal ini seorang ahli Irving Fisher menengahi perbedaan ini dengan
menggunakan kombinasi rumus :

I = √ L×P
Pn Q 0 P n Qn
I = √ ×
P0 Q 0 P 0 Qn
×100
%

62
Berbeda dengan Irving Fisher yang menggunakan rata-rata ukur dengan mengalikan indeks
Laspeyers dengan indeks Paasche kemudian mengakarkan hasil perkalian tersebut, maka
Drobisch menggunakan rata-rata hitung dari indeks Laspeyers dan indeks Paasche sebagai
berikut:

L+ P
I= 2 atau I = ½ ( L + P)
Selain rumus-rumus di atas , ada juga rumus Marshal-Edgeworth. Timbangan yang digunakan
oleh Marshal-Edgeworth adalah rata-rata produksi (quantitas) dari tahun (waktu dasar dan
waktu yang bersangkutan yaitu ½ (Q0 + Qn)

1
∑ P n× 2 (Q0 +Qn )
×100 %
1
∑ P 0× 2 (Q0 +Qn )
I=

∑ P n (Q0 + Qn ) ×100 %
I = ∑ P 0 (Q0 + Qn ) (rumus Marshal-Edgeworth)

Contoh-contoh soal;7.8

Data berikut ini adalah harga dari beberapa komoditi ekspor utama Indonesia di pasar
New York
untuk tahun 1993; 1994 ; 1995; 1996 ; dan 1997.

Tabel 6.8:Di Pasar New York , 1993 – 1997


Harga Jenis komoditi
Tahu Karet Kopi Lada Coklat
n
1993 99.29 45,38 1,69 1.29
1994 131,49 120,0 2,84 1.40
6
1995 181,50 120,3 3,26 1,33
8
1996 160,66 80,06 2,90 1,56
1997 143,20 65,83 5,35 1,53
Pertanyaan
Dengan menggunakan tahun 1994 sebagai tahun dasar , hitunglah ideks harga agregatif pada tahun
1995, 1996, dan tahun 1997

Penyelesaian
∑ P 95 ×100 %
a. Indek Harga Agregatif tahun 1995 : I95/94 = ∑ P 94

63
181 ,50+120 , 38+3 , 26+1, 33
×100%
I95/94 = 131 , 49+120 , 06+2,84+1, 40

I95/94 = 119,81 %

∑ P 96 ×100 %
b. Indek Harga Agregatif tahun 1996 : I 96/94 = ∑ P 94
160 ,66 +80, 06+2, 90+1 ,36
×100%
I 96/94 = 131 , 49+120, 06+2 ,84 +1 , 40

I 96/94 =95,77 %

∑ P 97 ×100 %
c. Indek Harga Agregatif tahun 1996 : I 97/94 = ∑ P 94
143 ,20+65, 83+5,35+1 ,53
×100%
I 97/94 = 131 , 49+120, 06+2 ,84 +1 , 40

I 97/94 = 84,34

 Indeks Rata-rata Harga Relatif dengan rumus sebagai berikut:


1 P

In;0 =
n {
∑ Pn ×100 %
0
}
Contoh 8.8
Hitunglah indeks rata-rta harga relative tahun 2011 dengan waktu dasar tahun 2010 dari data
7 jenis barang berikut (harga barang dalam Rp /satuan)

Tahun Jenis Barang


A B C D E F G
2010 721 777 553 805 96 50 97
2011 794 672 485 819 104 48 101

1 P

Dengan menggunakan rumus In;0 = In;0 =


n {
∑ Pn ×100 %
0
}
1
didapat : I11/10 = 7 (110,01% + 86,49% +87,70% + 101,74% + 108,33 + 96,0% +
104,32%)
I11/10 = 99,20

Contoh 9.8
3.Hitunglah Indeks Marshal-Edgeworth data pada tabel 7.8 dibawah ini:

64
Tabel : 7.8 Harga Dan Jumlah Produksi Barang
Menurut Jenis Barang Tahun 2010 – 2011

Harga (Rp) Volume


Jenis dalam
Barang satuan
2010 2011 2010 2011
P0 Pn Q0 Qn (Q0+Qn) P0(Q0+Q) Pn(Q0Qn)
A 691 2020 741 937 1678 115948 3389560
B 310 661 958 1499 2457 761670 1690177
C 439 1000 39 30 69 30291 69000
D 405 989 278 400 678 274590 670542
E 568 1300 2341 3242 5583 3171144 7257900

Jumlah x x x x x 5397193 13077179

Penyelesaian:

∑ P n(Q0+ Qn ) ×100 %
Dengan menggunakan rumus Indeks Marshal-Edgeworth: I = ∑ P 0(Q0+ Qn ) ,
maka:

13077179
×100 %=242 , 30
I= 5397193 %

Contoh 10.8
4. Hitunglah Indeks rata-rata harga relative dengan menggunakan rumus Laspeyers
dan Paasche dari
data yang ada pada tabel 7.8
Penyelesaian:
Rumus yang akan digunakan adalah rumus Laspeyers dan rumus Paasche yang
telah dimodifikasi
Sebagai berikut:

Pn

Ln; 0 =
∑ ( ) v
P0 0
×100 %
∑ v0
65
dimana : v0 = P0Q0 sementara itu timbangan/bobot yang digunakan , hasil kali P 0 dan Q0 sehingga

Pn

Ln; 0 =
∑ ( )P Q
P0 0 0
×100 %
∑ P0 Q 0 (Rumus Indeks Rata-rata Harga Relativ Laspeyers)
Pn

Pn ;0 =
∑ ( )v
P0 n
×100 %
Untuk rumus Paasche adalah sebagai berikut : ∑ vn ; dimana vn= PnQn
Dengan demikian, maka rumus Indeks rata-rata harga relative Paasche adalah ::

Pn

Pn ;0 =
∑ ( ) P Q
P0 n n
×100 %
∑ Pn Q n

Dengan kedua rumus tersebut maka penyelesaiannya adalah

Pn

Ln; 0 =
∑ ( ) P Q
P0 0 0
×100 %
∑ P0 Q 0

Tabel : 7.8 Harga Dan Jumlah Produksi Barang


Menurut Jenis Barang Tahun 2010 – 2011

Jenis Harga Volume dalam satuan Pn


Baran (Rp) Pn P0 ×Q0 ×( P0 Q 0 )
g 201 2011 2010 2011 P0
0 Pn Q0 Qn P0
P0
A 691 2020 741 937 2,9233 512051 1496878,688
B 310 661 958 1499 2,1323 296980 633250,454
C 439 1000 39 30 2,2779 17121 39000
D 405 989 278 400 2,4420 112590 274944,78
E 568 1300 2341 3242 2,2887 1329688 3043256,926

66
Jumla x x x x x 2268430 5487330,848
h

5487330 ,848
L11;10 = 2268430 ¿ 100 % =241,899 %
Jadi Indeks Rata-Rata Harga Relatif dengan menggunakan rumus Laspeyers adalah : 241,89 %

Jika penghitungan dilakukan dengan menggunakan Indeks Rata-Rata Harga relative Paascha,
yaitu dengan rumus:

Pn

Pn ;0 =
∑ ( ) P Q
P0 n n
×100 %
∑ Pn Q n
Untuk menghitung Indeks Rata-Rata Harga relative Paascha diperlukan penghitungan sebagai
berikut:

Tabel : 7.9.a: Harga Dan Jumlah Produksi Barang


Menurut Jenis Barang Tahun 2010 – 2011
Harga (Rp) Volume Pn
Jenis dalam Pn Pn ×Qn P Q
Barang satuan P 0 ( n n)
P0
2010 2011 2010 2011
P0 Pn Q0 Qn

A 691 2020 741 937 2,9232566 1892740 5533046,02


B 310 661 958 1499 2,132325806 990839 2112724,44
C 439 1000 39 30 5 30000 8
D 405 989 278 400 2,277904328 395600 68337,130
E 568 1300 2341 3242 2,441975309 4214600 966045,432
2,288732394 9646091,54
9
Jumlah x x x x x 7523779 18326244,58

Dengan demikian maka penghitungan Indeks Rata-Rata Harga relative Paascha adalah :
Pn

Pn ;0 =
∑ ( ) P Q
P0 n n
×100 %
∑ Pn Q n
18326244 , 58
×100 %=243 , 58
P11;10 = 7523779 %

67
Apabila dibandingkan dengan rumus Laspeyers rumus Paascha memberikan hasil sedikit lebih besar

Tabel : 7.9.b Harga Dan Jumlah Produksi Barang


Menurut Jenis Barang Tahun 2010 – 2011
Harga Volume
Jenis (Rp) dalam Pn
Baran satuan Pn P0
( P n Qn)
g 2010 2011 2010 2011
P0 Pn ×Qn
P0 Pn Q0 Qn
A 691 2020 741 937 2,9233 189274
B 310 661 958 1499 2,1323 0 5533046,,8
C 439 1000 39 30 2,2779 990839 4
D 405 989 278 400 2,4419 30000 2112766
E 568 1300 2341 3242 2,2877 395600 68337
421460 966015,64
0 9641740,42
Jumla x x x x x 752377 18326244,5
h 9 8

Dengan demikian maka penghitungan Indeks Rata-Rata Harga relative Paascha adalah :
Pn

Pn ;0 =
∑ ( )P Q
P0 n n
×100 %
∑ Pn Q n
18326244 , 58
×100 %=243 , 52
P11;10 = 7523779 %
Apabila dibandingkan dengan rumus Laspeyers rumus Paascha memberikan hasil sedikit lebih besar.
Perhitungan dengan cara sama namun berbeda dalam pembulatan angka seperti pada tabel :
7.9. a dan tabel 7.9.b menghasilkan angka indeks yang berbeda walaupun tidak signifikan

8.7.3. Macam-Macam Indeks Harga

Ada tiga macam indeks harga serta penggunaann, yang sering diaplikasikan dalam
penghitungan inflasi, yaitu Indeks Harga Konsumen, Indeks Perdagangan Besar, dan Implicit
Price Deflator

Indeks Harga Konsumen (IHK)


Indeks harga konsumen ( consumer price Index) dirancang untuk mengukur perubahan harga
dari satu keranjang barang dan jasa tertentu yang dihitung dengan metode agregat tertimbang
dengan menggunakan rumus Laspeyers, karena rumus ini menggunangan timbangan yang
tetap, maka IHK hanya menunjukkan perubahan harga.
Dalam penyusunan IHK , BPS mengambil data harga eceran yang saat ini lebih dari 50 kota
besar di Indonesia. Sekeranjang barang dan jasa yang digunakan dalam penyusunan indeks
harga konsumen (sekitar 300 barang dan jasa ) dikelompokkan dalam sub golongan :
makanan, perumahan, sandang, aneka barang dan jasa. BPS saat ini menerbitkan indeks harga
konsumen bulanan, dan indeks harga konsumen tahunan.

68
Perlu disadari bahwa Indeks Harga Konsumen bukan suatu ukuran biaya hidup, karena dalam
IHK tidak memasukan semua jenis biaya. Indeks biaya hidup tampaknya sulit untuk
diterbitkan oleh BPS karena Survei Biaya Hidup yang dilakukan oleh BPS rentang waktunya
belum sesuai dengan kebutuhan penyunan indeks , yaitu sekitar sepuluh atau lima tahun sekali.
Perbedaan antara IHK dan Indeks Biaya Hidup (IBH) akan tidak begitu sinifikan tatkala
regulasi pemerintah dalam bidang pajak dan konsumsi tidak berubah. Sebaliknya jika
pemerintah menerapkan regulasi yang mempengaruhi pajak dan konsumsi maka akan bisa
terjadi perbedaan yang cukup berarti antara IHK dan IBH
Untuk mengetahui daya beli rupiah pada suatu periode, maka pengetahuan tentang IHK sangat
diperlukan. Sebagai contoh jika besarnya IHK pada tahun 1986 mencapai 300, dengan IHK
tahun 1978 = 100, maka daya beli rupiah tahun 1986 adalah :

IHK 78 100 1
= =
IHK 86 300 3 ini artinya bahwa Rp1,- yang dibelanjakan pada tahun 1986 hanya
mendapatkan
1
3 dari yang diperoleh atas pembelanjaannya Rp1,- tahun 1978

Contoh Penghitungan Upah Riil dengan menggunakan IHK


Contoh 11.8
Selama 12 tahun telah dikumpulkan rata-rata upah harian (dalam ribuan rupiah) dari para
karyawan perusahaan . Selama itu juga telah dibuat angka indeks harga konsumen (IHK). Data
tersebut adalah sebagai berikut :

Tabel 7.10: Rata-Rata Upah Harian Dan


IHK Tahun 1985 - 1996
Tahu Rata- IHK
n Rata (1980
Upah =100)
Per
Hari
1985 1,19 95,5
1986 1,33 102,8
1987 1,44 101,8
1988 1,57 102,8
1989 1,75 111,0
1990 1,84 113,5
1991 1,89 114,4
1992 1,94 114,8
1993 1,97 114,5
1994 2,13 116,2
1995 2,28 120,2
1996 2,45 123,5

Pertanyaan:

69
Tentukanlah upah harian dari karyawan tersebut selama tahun 1985–1996 dibanding upah
harian tahun 1985

Penyelesaian:

Oleh karena yang digunakan dalam penghitungan IHK tahun dasarnya adalah tahun
1980,sementara pertanyaan diminta perbandingan upahnya dengan upah harian tahun 1985,
maka kita akan menyusun indeks baru dengan tahun dasar 1985. Berarti indeks pada tahun
1985 = 100 (tahun 1985 sebagai tahun dasar), maka indeks pada tahun yang lain pun
mengalami perubahan seiring dengan perbahan tahu dasar sebagai berikut:
102 ,8
×100 %=107,64
Misalnya untuk tahun 1986, 1987,…….adalah : 95 , 5 ;
101,8
×100%=106,6
95, 5 demikian pula untuk tahun-tahun yang lain.
Sedangkan untuk upah harian akan mengalami perubahan seiring dengan perubahan IHK.
1 , 19
×100=1 , 19
Misal perubahan upah harian pada tahun 1985 adalah sebagai berikut: 100 % .
1,33
=1,24
Sementara untuk upah harian tahun 1986 dapat dihitung sebagai berikut: 107 ,6%
dan seterusnya .
Dengan demikianhasil perhitungannya sebagai berikut :

Tabel 7.10: Rata-Rata Upah Harian Dan


IHK Tahun 1985 - 1996
Rata-
IHK rata
Tahu Upah
n (1980 nyata
=100) harian
(ribuan
Rp)
1985 100,0 1,19
1986 107,6 1,24
1987 106,6 1,35
1988 107,6 1,46
1989 116,2 1,51
1990 118,8 1,55
1991 119,8 1,58
1992 120,2 1,61
1993 119,9 1,64
1994 121,7 1,75
1995 125,9 1,81
1996 129,3 1,89

70
Jika kita berkehendak untuk mengetahui daya beli rupiah berdasarkan tahun dasar 1985, maka
dapat diterangkan sebagai berikut:
Dengan anggapan bahwa tahun dasar (tahun 1985) nilai Rp.1,- adalah benar-benar berdaya
beli Rp1,-
maka caranya adalah dengan jalan membagi Rp.1,- dengan angka indeks yang waktu dasarnya
sudah digeser ke tahun1985tersebut. Misalkan , daya beli rupiah (Rp.1-) untuk tahun 1985 =
1 1 1 1
= =
100 % 100 , untuk tahun 1986 = 107 ,6% 107 ,6 , untuk tahun 1987 =
1 1
=
106,6% 106, 6 ; dan seterusnya

Hasil perhitungan daya beli rupiah dari tahun ke tahun adalah sebagai berikut :

Tahun 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994
1995 1996
Daya 1,00 0,93 0,94 0,93 0,86 0,84 0,83 0,83 0,83 0,82
beliRp.1.
0,79 0,77
-

Contoh:12.8
BPS telah menghitung IHK pada Juni 2012 sebesar 204,7 dengan perhitungan tahun dasar
juni 2008
Pertanyaan:
a. Hitunglah daya beli rupiah pada Juni 2012
b. Pada tingkat IHK berapa daya beli rupiah menjadi ¼

Penyelesaian:
100 100
= =0, 489
a. Daya beli rupiah Juni 2012 adalah: IHK Juni 2012 204 ,7 , artinya Rp.1,- yang
dibelanjakan pada Juni 2012 hanya mendapatkan 0,489 dari yang diperoleh atas pembelanjaan
Rp.1,- pada Juni 2008.
100 1 1 100
b. Daya beli rupiah = IHK jika daya beli menjadi 4 berarti : 4 = IHK tahunn
Maka IHK n = 400
Contoh 13.8
Suatu perusahaan telah menaikan upah karyawannya sebesar 20% sementara Indeks Harga
Konsumen (IHK) pada periode tersebut berubah dari 240 menjadi 270.
Pertanyaan
Apa yang terjadi sebenarnya dengan upah riil tersebut? Jelaskan!
Penyelesaian
270−240
×100 %=12 , 5 %
Kenaikan IHK yaitu 240
Oleh karena kenaikan upah karyawa lebih besar dari kenaikan IHK, maka upah tersebut adalah
riil atau nyata.

71
8.7.4.Indeks Harga Perdagangan Besar (Indeks Harga Produsen)

Fnd
Data harga yang diperoleh untuk menghitung indeks harga produsen diperoleh dari produsen
barang-barang itu sendiri, bukan dari pedagang besar. Perthitungan indeks harga perdagangan
besar juga menggunakan rumus Laspeyers.
Sudah cukup banyak yang diterbitkan oleh BPS tentang Indeks Harga Perdagangan Besar
seperti indeks harga perdangan besar sektor pertanian, sector pertambangan, industry
pengolahan , konstruksi, impor, ekspor non migas, ekspor migas dan lain-lain. Indeks-indeks
ini disajikan dalam bulanan ataupun tahunan.

8.7.5. Implicit Price Deflator (IPD)

Penghitungan Implicit Price Deflator ini masih menggunakan rumus Lapeyers. Menghitung
Implicit Price Deflator untuk periode n dengan periode dasar 0 dirumuskan sebagai berikut:

∑ P n Q0 ×100
IPD = ∑ P 0 Q0
Penghitungan IPD sangat berkaitan erat dengan Produk Domestik Bruto (PDB). Produk
Domestik Bruto adalah nilai seluruh barang dan jasa (akhir) yang diproduksi oleh
perekonomian suatu Negara.. Karena PDB merupakan penjumlahan dari nilai, maka
pertumbuhan PDB bisa disebabkan oleh pertumnuhan harga dan atau kuantitas produksi. Jika
ingin diketahui pertumbuhan PDB atas harga pada periode dasar (ingin mengetahui
pertumbuhan kuantitas produksi ), maka harus diketahui PDB tahun yang dipertimbangkan
atas harga pada periode dasar yang lebih dikenal dengan PDB harga konstan

PDB H arg aBerlaku


×100
PDB Harga Konstan = Indeks H arga
Indeks harga yang digunakan untuk mendeflasi PDB harga berlaku agar diperoleh PDB harga
konstan dinamakan Implicit Price Deflator. Sehingga :

PDB H arga Berlaku


×100
Implicit Price Deflator = PDB H arg aKons tan
Perlu diingat bahwa sebelum menghitung PDB , maka Implicit Price Deflator harus dihitung
lebih dahulu dengan menggunakan rumus Lapeyres. Implicit Price Deflator untuk periode n
dengan periode dasar 0 dirumuskan sebagai berikut :

∑ P n Q0 ×100
IPD = ∑ P 0 Q0
Karena PDB menilai seluruh barang dan jasa akhir , maka IPD merupakan suatu ukuran
tingkat harga umum, yang memasukkan lebih banyak barang dan jasa dibanding IHK

72
Kriteria Indeks Yang Baik:

Menurut Fisher ada dua criteria suatu indeks harga yang dianggap baik, yaitu :
n 0
a. Time Reversal Test : Jika suatu indeks harga I 0 untuk tahun n dengan tahun dasar 0 dan I n
adalah indeks harga tahun 0 dengan periode dasar tahun n , maka Time Reversal Test
dilambangkan sebagai : I n0 . I 0n = 1

b, Factor Reversal Test :Jika suatu indeks harga kita simbolkan P , sementara indeks kuantitas kita
simbolkan dengan Q untuk suatu time reference yang sama, yaitu indeks harga P yang
menunjukkan perubahan harga dari periode dasar 0 ke periode n , dan demikian pula halnya
dengan indeks kuantitas Q yang menunnjukkan perubahan kuantitas dari periode dasar 0 ke
periode n , maka Factor Reversal Test menyatakan bahwa perkalian antara indeks harga (P)
dengan indeks kuantitas (Q) akan menunjukkan perubahan nilai dari tahun dasar 0 ke tahun n .
Hal iniu dapat dinyatakan sebagai berikut:

P×Q=
∑ P n×Q n
∑ P0×Q , ternyata kedua criteria ini tidak dapat dipenuhi oleh rumus
Laspeyers
maupun rumus Paasche. Indeks Fisher yang merupakan rata-rata ukur dari indeks harga
Laspeyers
dan Paasche, dapat memenuhi dua kriteria tersebut. Karena itu Indeks Fisher dinamakan
“Fisher’s
Ideal Index” yang dirumuska sebagai berikut:

HIP=
√( ∑ P n Q n ∑ Pn Q n
)(
∑ P 0 Q 0 ∑ P0 Q 0 )
Sebagai tindak lanjut kebaikan atau kesempurnaan angka indeks biasanya dilihat dari
kenyataan apakah indeks yang bersangkutan telah memenuhi test criteria sebagai berikutn :

a. Time Reversal Test :

Pn P0
1. I n; 0 = I 0; n =
P0 ;
Pn

=1 Indeks harga relative memenuhi time reversal test

∑ Pn ∑ P0
2. In;0 = ∑ P0 ; I0;n = ∑ Pn
∑ Pn ∑ P0
In;0 ¿ I0;n = P0
∑ ¿ ∑ Pn
=1 Indeks agregatif tidak tertimbang memenuhi time reversal test

73
∑ P n Q0 ∑ P 0 Qn
3. In;0 = ∑ P 0 Q0 ; I = ∑ P n Q n
0;n

∑ P n Q0 ∑ P 0 Qn
In;0 ¿ I = ∑ P 0 Q0
0;n
∑ P n Qn ¿
≠1 Indeks Laspeyers tidak memenuhi timereversal test

4, I = √ L×P (Indeks Ideal)

In;0 = √ Ln;0×Pn;0
I0;n = √ L0;n×P0;n
In;0 ¿ 0;n
L ×Pn;0
I = √ n;0 √ L0;n×P0;n ¿

L ×Pn;0 ×L0 ;n ×P0 ;n


= √ n;0
∑ Pn Q 0 × ∑ Pn Q n × ∑ P0 Q n × ∑ P0 Q 0

= 1
= √

∑ P0 Q 0 ∑ P0 Q n ∑ P n Q n ∑ Pn Q 0
=1 Indeks Ideal memenuhi Time reversal test
b. Factor Reversal Test
Langkah awal pengujian pada factor Reversal Test adalah mencari nilai v = P ¿ Q di
mana:
v = nilai
P = harga per satuan
Q = banyaknya barang dalan satuan
Kemudian dicari indeks nilai sederhana dan indeks nilai agregatif, dengan rumus :

v1 P n Qn
×100 % ×100 %
I0;n =
v0 =
P 0 Q0

∑ v n ×100 %= ∑ Pn Q n ×100 %
I0;n = ∑ v0 ∑ P0 Q 0
Telah kita ketahui bahwa ada indeks harga, ada indeks kuantitas, dan indeks nilai. Jika indeks
harga dikalikan dengan indeks kuantitas (quantity index)
Suatu indeks dikatakan memenuhi factor reversal test apabila memenuhi persamaan berikut :
I ( n ;0 ) P×I ( n; 0 ) Q =I ( n ;0 ) v
(indeks harga dikalikan indeks kuantitas = indeks nilai)

74
Pn Qn
I ( n; 0) P = I ( n; 0) Q=
a.
P0 sedangkan
Q0
P n Qn
I ( n; 0) P ×I ( n; 0) Q= ×
b.
P 0 Q0
P n Qn
=
PQ
0 0
= I(n;0)v →indeks harga dan indeks kuantitas memenuhi factor Reversa test

I ( n; 0) P =
∑ Pn I ( n; 0) Q=
∑ Qn
c. ∑ P0 sedangkan ∑ Q0
I ( n; 0) P ×I ( n; 0) Q=
∑ Pn ׿ ¿ ∑ Q n
∑ P0 ∑ Q0
I ( n ;0 ) P ×I ( n; 0 ) Q ≠I ( n ;0 ) v
Indeks harga agregatif dan indeks kuantitas agregatif
tidak memenuhi factor reversal test

d. Untuk Indeks Ideal:

1) Indeks harga : I(n;0)p = √ L(n;0)P ×P(n ;0 )P


∑ P n Q 0 × ∑ Pn Q n
= √ ∑ P 0 Q 0 ∑ P0 Q n

2) Indeks kuantitas: I(n;0)Q = √ L(n;0)Q×P(n;0)Q


∑ P0 Q n × ∑ Pn Qn
= √ ∑ P0 Q 0 ∑ Pn Q0

I(n;0)p ¿ I(n;0)Q = √ L(n;0)P ×P(n ;0 )P×L(n ;0 )Q×P(n;0 )Q


I(n;0)p ¿ I(n;0)Q =
= I(n;o)v

Dengan demikan indeks ideal memenuhi factor reversal test

75
8.7.6. Indeks Kuantitas Tertimbang

Indeks kuantitas tertimbang dihitung dengan dua rumus, yaitu rumus agregat dan rumus rata-
rata relative. Dalam rumus agregat timbangan yang digunakan adalah harga pada periode
dasar.
Dalam rumus rata-rata relative timbangannya adalah rupiah yang dibelanjakan atau produksi
pada periode dasar.
Indeks kuantitas agregat untuk periode n dengan periode dasar 0 adalah :

∑ P 0×Qn ×100
IK = ∑ P 0×Q0
Sementara Indeks Kuantitas Rata-rata relative untuk periode n dengan periode dasar 0 adalah
:

Qn
∑ {( )
Q0
×100W
}
IK = ∑W
Timbangan Nilai Tambah

Indeks kuantitas metode agregat menggunakan timbangan harga pada periode dasar. Harga itu
menunjukkan peranan masing-masing barang yang dihasilkan. Sering kali harga bukan
merupakan yang tepat karena harga suatu barang terdiri dari komponen-komponen harga
bahan yang digunakan maupun nilai tambah yang diberikan selama proses produksi. Karena
itu penggunaan nilai tamabah sebagai timbangan menjadi lebih baik. Sehingga symbol P 0 pada
rumus agregat tertimbang bukan lagi sebagai harga, tetapi merupakan nilai tambah pada
periode dasar

8.8 Indeks Produktivitas


Pengertian produktivitas sangat berbeda dengan produksi. Produksi adalah jumlah output,
sementara produktivitas adalah suatu ratio antara output dengan input. Jika input yang
digunakan hanya tenaga kerja maka ratio itu adalah produktivitas tenaga kerja. Namun dalam
proses produksi hamper selalu menggunakan berbagai macam input, seperti : tenaga kerja,
mesin, tanah, listrik, dan lain-lain termasuk di dalamnya jam kerja. Jika ratio antara jumlah
output dengan semua factor inputnya,maka disebut produktivitas seluruh seluruh factor input.
Jika kita berkehendak untuk melakukan penghitungan indek dari salah satu factor input,
misalnya “Jam Kerja” maka kita dapat menghitung Indeks Produktivitas Jam Kerja.
Sebgaimana dalam penghitungan indeks-indeks yang lain kita perlu menetapkan tahun dasar
dan tahun n dalam penghitungan indeks ini.

Indeks Produktivitas Jam Kerja (IPJK)

Misalkan pada periode n suatu perusahaan mempekerjakan sebanyak 2400 jam kerja dengan
menghasilkan sebanyak 3400 sepatu, maka produktivitas pada periode n adalah :

2400jamkerja ¿
3400sepatu ¿ =1,4 ¿
¿ sepatu per jam kerja

76
Jika pada periode dasar dapat menghasilkan jumlah sepatu yang sama yaitu 3400, diperlukan
2550 jam kerja, maka produktivitas periode dasar adalah:
3400 sepatu
=1,3
2550 jamker ja sepatu per jam kerja
Dengan demikian Indeks produktivitas sepatu pada periode n adalah :

Pr oduktivitas periode n
IPJK = Pr oduktivtas Periode dasar ¿ 100

1,4
=1,08
IPJK = 1,3

Cara lain untuk menghitung Indeks Produktivitas adalah sebagai berikut :

JK yangdigunakanuntuk membuat sejumlah produktertentu pada peioden¿


JK yang digunakanuntukmembuat sejumlahProduk tertenu padatahun dasar¿ ¿¿
IPJK=
¿
Contoh:1.8
Sebuah perusahaan elektronikmenjual stereomenjual stereo system, televisi, radio. Pada tahun
2010 distribusi persentase nilai penjualan stereo 25% , televisi 55% dan radio 20%. Harga dari
sebuah stereo, televisi, dan radio masing-masing adalah : Rp. 400 000, Rp. 325 000, dan Rp,
80 000. Pada tahun 2012 harganya menjadi Rp.475 000,- untuk stereo, Rp.375 000,- untuk
televise, dan Rp.95 000,- untuk radio. Jika ingin dicari indeks hargatertimbang tahun 2012
dengan tahun 2010 sebagai periode dasar.

Pertanyaan:
a. Metode apa yang lebih tepat untuk menghitung angka ideks harga
b. Hitung indeks harganya

Harga Relative:
Pn
Jenis Barang Weight P95 P97 ×100 Harga Relative x W
P0
Stereo Siste 0,25 400000 475000 118,75 29,69
Televisi 0,55 325000 375000 115,38 63,46
Radio 0,20 80000 95000 115,75 23,75
Jumlah 1,00 116,090

Dengan menggunakan rumus metode rata-rata relative, Indeks Harga relative =


Qn
∑ {( )
Q0
×100W
}
∑W

77
116,9
Indeks Harga Relative (IHR) = 1,00
. Maka IHR = 116,90
Contoh 13.8
Suatu perusahaan telah menaikan upah karyawannya sebesar 20% sementara Indeks Harga
Konsumen (IHK) pada periode tersebut berubah dari 240 menjadi 270.
Pertanyaan
Apa yang terjadi sebenarnya dengan upah riil tersebut? Jelaskan!

Penyelesaian
270−240
×100 %=12 , 5 %
Kenaikan IHK yaitu 240
Oleh karena kenaikan upah karyawa lebih besar dari kenaikan IHK, maka upah tersebut adalah
riil atau nyata.

Contoh 14.8
Produksi dan jam kerja yang terjadi pada sebuah perusahaan pada tahun 1990 dan 1997
ditunjukan pada tabel berikut :

Tabel 7.12. Produksi dan Jam Kerja

Tahun 1990 Tahun 1997


Jenis Jumlah Jam Jumlah Jam
Produk Produk Kerj Produk Kerja
a
A 20 36 30 65
B 30 105 40 130
C 50 100 55 95
Jumlah x 241 x 290

Pertanyaan:
Hitunglah indeks produktivitas tenaga kerja pada tahun 1997, jika tahun 1990 sebagai tahun
dasar

Penyelesaian

Jenis 1990
Produ Jumla Jam Kerja
k h
Produ
k
A 30 (30/20) x 36 =54
B 40 (40/30) x105 =140
C 55 (55/50) x 100 =
78
110
Jumla x 30
h 4

304
×100
290
Dengan demikian Indeks Produktivitas Tenaga Kerja tahun 1997 adalah :

IX. Analisis Deret Waktu (Time Series Analysis)

9.1. Pengertian Deret Waktu (Time Series)


Deret waktu merupakan serangkaian hasil pengamatan terhadap variabel (objek
penelitian) yang disusun sedemikian rupa selama kurun waktu tertentu, untuk
menggambarkan perkembangan suatu objek penelitin (variabel) pada suatu interval
wktu yang teratur.
Dengan menganalisis series data tersebut para stake holder dapat membuat suatu
keputusan pada saat ini, ataupun utuk merencanakan masa yang akan datang. Ada
suatu model untuk untuk meramalkan kondisi yang akan dating , yaitu dengan model
regresi. Jika model regresi disusun berdasarkan pada teori atau logika ekonomi,
sementara model time series dapat dikatakan tanpa landasan teori, namun, semua
metode didasarkan pada asumsi bahwa pola lama akan berulang.

9.2. Pergerakan Khas Deret Waktu

Pergerakan khas deret waktu dapat dibedakan ke dalam empat tipe yang sering kali
disebut juga sebagai komponen-komponen deret waktu. Dalam model klasik nilai
variabel time series ada empat macam atau empat komponen yaitu :
a. Pergerakan jangka panjang (long term movement or secular trend)
Pergerakan jangka panjang menggambarkan arah perkembangan secara umum dan
mempunyai kecenderungan menaik atau menurun dalam sebuah deret waktu dalam
jangka waktu yang panjang. Pergerakan sekuler atau juga disebut variasi sekuler atau tren
sekuler ini sangat berguna karena tren ini sering digunakan membuat ramalan
(forecasting) yang diperlukan dalam perencanaan

Y
Actual time series
secular trend

79
Ꞌ Ꞌ Ꞌ Ꞌ Ꞌ Ꞌ Ꞌ Ꞌ Ꞌ Ꞌ Time in years
Tren Jangka Panjang

b. Pergerakan siklik (Cyclical fluctuation)

Tipe geraka ini mempresentasikan pergerakan fluktuatif jangka panjang yang bergerak di
sekitar garis atau atau kurva tren. Siklus ini dapat bersifat periodic atau non periodic, yaitu
variasi nilai yang diperlihatkannya bisa saja mengikuti atau tidak mengikuti suatu pola
tertentu dan untuk interval - interval waktu yang tidak tetap. Salah satu contoh pergerakan
siklik adalah apa yang disebut siklus bisnis, yang menggambarkan runtunan masa
kesejahteraan ekonomi, resesi,depresi, dan pemulihan secara bergantian dan berulang-
ulang.(lihat gambar berikut)

Gerakan siklik

Tren jangka panjang

T
Trend jangka panjang dan gerakan siklik
c. Pergerakan Musiman atau Variasi Musiman (Seasonal Variation)
Gerakan ini hampir mempunyai pola tetap dari waktu ke waktu, seperti naiknya harga
telur pada saat menjelang Iedul Fitri atau harga pakaian menjelang Iedul Fitri,atau naiknya
harga hewan qurban menjelang Iedul Adha, atau menurunnya harga gabah kering panen
pada saat panen raya. Hal ini tidak berarti bahwa kenaikan atau penurunan hanya terjadi
pada saat seperti itu saja, naik atau turunnya harga dapat terjadi pada peristiwa itu saja,
namun dapat terjadi dalam meingguan, bulanan, ataupun harian. Oleh karena itu
pergerakan musiman ini nyaris sama dengan pergerakan siklik.

Tren Jangka Panjang

Y Gerakan siklik dan musiman

80
Tren Jangka Panjang

Tren Jangka Panjang , pergerakan siklik, dan Musiman

d. Pergerakan Tak Beraturan atau Acak (Irregular Variation)


Tidak jarang dijumpai dalam suatu time series terjadi gerakan yang berbeda tapi dalam waktu yang
singkat, gerakan ini sifatnya sporadis, tidak diikuti dengan pola yang teratur dan tidak dapat
dipperkirakan. Gerakan yang tidak teratur ini diakibatkan diantaranya oleh: bencana alam seperti
banjir, perubahan regulasi, pemogokan masal, dan lain-lain. Sebagai akibat dari perubahan yang
semacam ini, maka kondisi masa lalu tidak dijadikan acuan untuk peramalan dan perencanaan

Y
Tren Jangka Panjang

Gerakan tak beraturan, siklis, dan tak beraturan

9.3. Analisis Deret Waktu

Analisis deret waktu (analysis of times series) pada umumnya terdiri dari uraian (deskriptif) secara
matematis tentang komponen-komponen pergerakan dalam sebuah deret waktu. Untuk mendapatkan
pengertian yang lebih jelas telah dapat dilihat pada uraian seperti terlihat pada gambar di sub-bab 9.2

Apabila gerakan trend (T), cyclical (C), seasonal (S), dan Irregular (I), maka data berkala Y
merupakan hasil kali dari empat komponen tersbut, yaitu: Y = T ¿ C ¿ S ¿ I

Perlu kita ketahui, ada sebagian ahli statistic lebih memilih untuk menyatakan bahwa variabel deret
waktu Y sebagai hasil penjumlahan dari variabel-variabel dasar T + C + S + I daripada sebagai sebuah
perkalian. Walaupun demikian dekomposisi yang kita lakukan tetap berpegang pada Y = T ¿ C ¿ S
¿ I

Sebagai acuan. Teknik dekomposisi variabel Y sebagai hasil penjumlahan dapat pula memberikan
hasil yang sama baiknya.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa data berkala dapat digunakan untuk membuat ramalan yang
sangat diperlukan untuk perumusan perencanaan dengan menggunakan garis trend, baik trend linear
ataupun non linear

9.3.1. Pembuatan Trend linear

81
Ada empat metode pembuata trend linear yang sering digunakan menggambarkan garis trend,
diantaranya adalah : metode tangan bebas, metode rata-rata semi, metode rata-rata bergerak
dan metode kuadrat terkecil

1). Metode Tangan Bebas


Metode ini intinya adalah mencocokkan sebuah garis atau kurva trend secara manual terhadap titik
–titik data pada sebuah kertas grafik (atau media lain). Dapat pula digunakan untuk mengestimasi
nilai-nilai trend T. Karena metode ini sifatnya subjektif, maka jumlah garis yang dibuat terlalu
banyak tergantung pada banyaknya individu yang melakukan. Langkah-langkah yang harus
dilakukan untuk menentukan garis trend dengan metode ini adalah sebagai berikut:

a). Buat sumbu tegak Y dan sumbu datar X


b). Buat scater diagram yaitu meletakan titik-titik pada system salib sumbu berdasarkan koordinat
(X;Y) dimana X adalah variabel waktu, dan Y adalah data berkala.
c). Dengan observasi atau pengamatan langsung terhadap bentuk scater diagram tarik garis yang
mewakili atau paling tidak mendekati semua titik koordinat yang membentuk diagram pencar
tersebut. Misalnya Y = data berkala: X = waktu ( tahun, bulan, dan lain sebagainya)

Contoh 1.9
Berikut ini adalah data Produk Domestik Bruto tahun 1992 – 1999 atas Dasar Harga Konstan 1983

Tabel 1.9: PDB atas Dasar Harga Konstan 1983


Tahun 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999
T 0 1 2 3 4 5 6 7
PDB 10 164,9 11 169,2 12 054,6 12 325,4 12 842,2 13 551,5 14 180,8 14 850.1

Berdasarkan data tabel 1.9 ini maka kita dapat menarik garis trend dengan metode ” Tangan Bebas”
Sebagai berikut:

Produk Domestik Bruto tahun 1992 – 1999 atas Dasar Harga Konstan 1983

(milyard rupiah) Garis trend Y = 10164,9 + 669,32 X

15000 •

14000 •

13000 •

12000 • •

82
11000 • •

10000 •

0 • • • • • • • •
1992 93 94 95 96 97 98 99 2000

Dalam hal ini kita anggap bahwa tahun 1992 sebagai titik asal (X=0) dan tahun 1999 sebagai titik
akhir, maka kita peroleh dua titik koordinat yaitu ( 0; 10 164,9) dan (7; 14 850,1) . Kalau nilai-
nilai ini kita masukkan ke persamaan garis lurus Y= a +bX kita peroleh persamaan berikut :
10 164,9 = a + b(0)
a = 10164,9
14 850,1 = a + b(7)
14850,1 = 10164,9 + 7b
4685 , 2
b= 7 maka b = 669,3
Dengan drmikian maka persamaannya adalah Y = 10 164,9 + 669,3X
b = 669,3 berarti bahwa setiap tahun secara rata-rata terjadi kenaikan PDB sebesar 669,3 milyard
Berdsarkan persamaan trend tersebut maka kita akan bisa meramal PDB pada tahun mendatang
(tahun 2000 atau tahun 2001)

2). Metode Rata-Rata Semi


Penggunaan metode ini memerlukan langkah-langkah sebagai berikut:
1). Data dikelompokkan menjadi dua, masing-masing kelompok harus mempunyai jumlah data
yang sama
2). Masing-masing dihitung rata-ratanya 1 dan Ȳ Ȳ
2 yang merupakan ordinatnya
3). Titik absis harus dipilih dari variabel X yang berada di tengah masing-masing kelompok
(tahun atau waktu yang di tengah)
Jika jumlah kelompok ganjil, maka data yang berada di tengah dihapus. Sebagai contoh adalah
sebagai berikut:

X1 X2 X3 X4 X4 X5 X6
0 1 2 3 4 5 6 titik 4 dihapus

I II

Data ke 3 dihapus, sementara itu 1 dan 5 merupakan absis (tahun ke dua dan keenam )
4). Titik koordinat terdiri dari b) dan c) dimasukkan ke dalam persamaan Y = a + bX untuk
menghitung a dan b ;
Ȳ 1 dan dan Ȳ 2 dipergunakan sbagai nilai Y

Contoh 2.9: Berdasarkan tabel 2.9 buatlah trend dengan rata-rata semi

Penyelesaian:
Dari tabel 1.9 dapat diubah menjadi tabel sebagai berikut (tabel 2.9)

Tabel 2.9. Penghitungan Trend rata-rata Semi

83
Tahun X Y Rata-rata
1992 0 10 164,9
1993 1 11 169,2
1994 2 12 054,6 I 45714 , 1
1995 3 12 325,4 Ȳ 1 = =11428,5
4

1996 4 12 842,2
1997 5 13 511,5
1998 6 14 189,8 II
1999 7 14 850,1 55384 , 6
Ȳ 2 = =13846 ,2
4
Menentukan titik koordinat I ; absis
0+1+ 2+ 3
=1,5
absis = 4
Ordinat = 11 428,5
Dengan demikian titik koordinat I adalah (1,5 ; 11428,5)

4+5+ 6+7
=5,5
Menentukan titik koordinat II ; absis = 4
Ordinat = 13 846,2

Dengan demikian titik koordinat II adalah (5,5 ; 13846,2)

Langkah selanjutnya adalah memasukkan nilai- nilai tersebut kedalam persamaan Y = a + bX

11428,5 = a + b(1,5) …………… (1) dari dua persamaan ini akan didapat nilai b = 604,42
13846,2 = a + b(5,5) …………….(2) dan nilai a = 10521,87

Dengan demikian maka : Y = 10521,87 + 604,42X (X = variabel waktu)


Dari persamaan ini , maka ramalan PDB tahun 2000 dan 2001 dapat dihitung sebagai berikut:

PDB2000 artinya (X= 8) Y = 10521,87 + 604,432 (8)


Y = 15 357,23

PDB2001 artinya (X= 9) Y = 10521,87 + 604,432(9)


Y = 15961,65

3). Metode Rata-rata Bergerak


Jika kita mempunyai data berkala sebanyak n : Y 1 ; Y2 ; Y3 ;……………Yp ; ……………Yn,
maka rata-rata bergerak (moving average) n waktu (tahun, bulan, minggu, hari) merupakan
urutan rata-rata hitung sebagai berikut :

Y 1 +Y 2 +Y 3 . . .. .. . .+Y n Y 2 +Y 3 +Y 4 +. .. .. . .+Y n+1 Y 3 +Y 4 +Y 5 +.. .. . ..+Y n+2


, , , .. .. . .. .. . .. .
n n n
dan seterusnya, setiap rata-rata hitung di atas disebut total bergerak (moving total), yang berguna
untuk mengurangi variasi dari data asli. Di dalam data berkala. rata-rta bergerak sering
dipergunakan untuk memuluskan fluktuasi yang terjadi dalam data tersebut. Proses pemulusan ini
disebut pemulusan data berkala

84
Apabila rata-rata bergerak dibuat dari data tahunan atau bulanan sebanyak n waktu maka rata-
rata bergerak disebut rata-rata bergerak tahunan atau bulanan dengan orde n (moving average of
order

Contoh 3.9

Tabel 3.9: Penjualan Hipotetis PT.Malvinas


Tahun 1989-1999
Tahun Penjualan
(jutaan rupiah)
(1) (2)
1995
1989 32,6
50,0
1996
1990 38,7
36,5
1997
1991 41,7
43,0
1998
1992 41,1
44,5
1999
1993 33,8
38,9
1994 38,1

Berdasarkan data tersebut di atas, buatlah rata-rata bergerak 4 tahun dan lima tahun. Kemudan
gambarkan kurva dari data asli, rata-rata bergerak 4 tahun dan 5 tahun dalam satu gambar.

Penyelesaian
Perhitungan rata-rata bergerak 4 tahun dan 5 tahun dari PT Malvinas

Tabel 4.9: Rata-rata bergerak 4 tahun dan 5 tahun dari PT Malvinas


Tahun Penjualan Rata-Rata Rata- Rata
(jutaan rupiah) Bergerak 4 tahun Bergerak 5 tahun
1989 50,0
1990 36,5
1991 43,0 43.5 *
40,7 42,6 **
1992 44,5 41,1 40,2
1993 38,9 38,5 39,4
1994 38,1 37,1 39,6
1995 32,6 37,8 38,0
38,5 38,4
1996 38,7 37,6
38,8
1997 41.7
1998 41,1
1999 33,8
Letak angka rata-rata bergerak untuk n ganjil sama dengan letak angka asli (yaitu angka-angka untuk mencari
rata-rata tersebut) yang ada di tengah. Sedangkan kalau genap terletak di antara dua nilai yang ada di tengah

Apabila data asli digambarkan bersama-sama dengan rata-rata bergerak, maka untuk data dari tabel 3.9
akan diperoleh grafik seperti terlihat pada gambar berikut:

Gambar 9.1: Data Bergerak dan Rata-rata Bergerak Hipotetis Dari PT Malvinas

Y (Penjualan dalam jutaan rupiah)

50 -

85
.

40 -
.

.
30 -

0
X
1989 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99

Keterangan: Data asli


Rata-rata bergerak 4 tahun
Rata-rata bergerak 5 tahun
Dari grafik pada contoh soal: 3.9 terlihat bahwa derajat rata-rata bergerak, semakin mulus bentuk
kurva
Maksudnya makin berkurang fluktuasinya, maka tampak dengan jelas adanya trend yang menurun

4). Metode Kuadrat Terkecil


Persamaan garis lurus yang pernah kita fahami adalah: Y = a + bX dimana:
Y = data berkala
X = waktu (hari, minggu, bulan, atau tahun)
a dan b = bilangan konstan atau disebut dengan istilah koefisien regresi

artinya untuk membuat garis trend pada dasarnya mencari besarnya koefisien regresi a dan b. Jika
nilai a dan b sudah diketahui maka persamaan garis trend tersebut dapat digunakan untuk
meramal nilai Y
Ada dua cara dalam membuat garis trend dengan metode kuadrat terkecil, yaitu :

Cara 1:
Kita harus membuat nilai variabel X ( variabel waktu) sedemikian rupa agar jumlah variabel X=
n
∑ Xi
0 atau i =1 =0
Ada perbedaan dalam memberikan nilai variabel X jika n ganjil dan n genap.
a. Untuk n genap

Contoh 4.9
Dari data pada tabel1.9, buatlah persamaan garis trend dengan menggunakan metode kuadrat
terkeil (least square method)
Tabel 1.9: PDB atas Dasar Harga Konstan 1983
Tahun 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999
T 0 1 2 3 4 5 6 7
PDB 10 164,9 11 169,2 12 054,6 12 325,4 12 842,2 13 551,5 14 180,8 14 850.1

Untuk menjawab pertanyaan diatas maka tabel 1.9 ini kita ubah menjadi tabel sebagai berikut:

86
Tabel 5.9: Penghitungan Trend Linear dengan n Genap
Tahun X Y XY X2
(kodewaktu) (PDB dalam milyar))
1992 –7 10 164,9 –71 154,3 49
1993 –5 11 169,2 –55 846,0 25
1994 –3 12 054,6 –36 163,8 9
1995 –1 12 325,4 –12 325,4 1
1996 1 12 842,2 12 842,2 1
1997 3 13 551,5 40 534,5 9
1998 5 14 180,8 70 904,0 25
1999 7 14 805,1 103 950,7 49
Jumlah 0 101 098,7 52 741,9 168

Ȳ =
∑ Y =101098 , 7 =12637 ,34
n 8 sesuai dengan rumus yang ada bahwa besarnya a = Ȳ
Dengan demikian a = 12 637,34
∑ XY
b= ∑ X2
52741 ,9
b = 168
dengan demikian b = 313,94
Jadi persamaan trend nya adalah : Y =12 637,34 + 313,94X
Jika kita berkehendak untuk meramal PDB tahun 2000, maka nilai X = 9, sehingga
Y = 12637,34 + 313,94(9) = 15 462,8. Jadi ramalan PDB tahun 2000 adalah 15 462,8 milyar

b. Untuk n ganjil
Contoh 5.9
Dari tabel3.9 buatlah persamaan garis trend linear dan gambarkan kurvanya dari PT
Malvinas.

Tabel 6.9 Penjualan Hipotetis PT.Malvinas


Tahun 1989-1999
Tahun Penjualan
(jutaan
rupiah)
(1) (2)
1989 50,0
1990 36,5
1991 43,0
1992 44,5
1993 38,9
1994 38,1
87
Tahun
(1) (2)
1995 32,6
1996 38,7
1997 41,7
1998 41,1
1999 33,8

Untuk keperluan pengolahan maka tabel 3.9 ini perlu dilakukan penyesuaian sebagai berikut:

Tabel 7.9: Penghitungan Trend Linear dengan n Ganjil


Tahun X Y XY X2
(kodewaktu) Penjualan (jutaan Rp)
1989 –5 50,0 –250 25
1990 –4 36,5 –146 16
1991 –3 43,0 –129 9
1992 –2 44,5 –89 4
1993 –1 38,9 –38,9 1
1994 0 38,1 0 0
1995 1 32,6 32,6 1
1996 2 38,7 77,4 4
1997 3 41,7 125,1 9
1998 4 41,1 164,4 16
1999 5 33,8 169 25
Jumlah 0 438,9 –84,4 110
Rata-rata 0 39,9

a= Ȳ = 39,9
∑ XY =−84,4 =−0,77
b= ∑ X 2 110
Jadi persamaan garis trend nya adalah : Y = 39,9 – 0,77X. Jadi perkiraan/ramalan penjualan tahun 2000
adalah:

Y = 39,9 – 0,77(6) =35,28 artinya ramalan hasil penjualan tahun 2000 sebesar Rp 35,28 juta

Y (Penjualan dalam jutaan rupiah)

88
50 - Penjualan Hipotetis PT.Malvinas
Tahun 989-1999

.
-
-
40 -
.

.
30 -

0 Ꞌ Ꞌ Ꞌ Ꞌ Ꞌ Ꞌ Ꞌ Ꞌ Ꞌ Ꞌ X
1989 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99

Cara-2
n
∑ Xi
Pada cara 1 kita melakukan usaha agar i =1 = 0, pada cara kedua ini kita tidak perlu
melakukan hal seperti itu, namun walaupun demikian pengkodean waktu (tahun, bulan,dsb) masih
tetapdiperlukan untuk mem udahkan perhitungan. Untuk periode waktu pertama diberikon kode 1
sedangkan untuk periode waktu ke n diberi kode waktu n
Rumus yang digunakan untu menghitung koefisien garis trend linear adalah sebagai berikut

a = Ȳ +b X̄
n ∑ XY −∑ X ∑ Y
2
b=
n ∑ X 2 −( ∑ X )
Conto 6.9
Dari data pada tabel 1.9, buatlah persamaan garis trend dengan metode kuadrat terkecil (cara-2)

Tabel 1.9: PDB atas Dasar Harga Konstan 1983

Tahun 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999


T 0 1 2 3 4 5 6 7
PDB 10 164,9 11 169,2 12 054,6 12 325,4 12 842,2 13 551,5 14 180,8 14 850.1

Untuk keperluan pembuatan persamaan trend linear, tabel perlu disesuaikan sebagai berikut:

Tabel 8.9 Penghitungan Trend Dengan Metode Kuadrat Terkecil

Tahun X Y XY X2
(kode (PDB dalam

89
waktu) milyar))
1992 1 10 164,9 10 164,9 1
1993 2 11 169,2 22 338,4 4
1994 3 12 054,6 36 263,8 9
1995 4 12 325,4 49 301,6 16
1996 5 12 842,2 64 211,0 25
1997 6 13 551,5 81 069.0 36
1998 7 14 180,8 99 265,6 49
1999 8 14 805,1 118 800,8 64
Jumlah 36 101 098,7 481 315,1 204
Rata-rata 4,5 12 637,34 X X

Rumus yang digunakan tetap sama yaitu:

a= Ȳ −b X̄

n ∑ XY −∑ X ∑ Y
2
b=
n ∑ X 2 −( ∑ X )
8(481315 , 1)−(36)(101098 , 7 )
b= 8(204 )−(36 )2 = 627,88

a = 12637,34 – 627,88(4,5) = 9 811,88

Dengan hasil perhitungan ini,maka persaman trend linear adalah: Y = 9 811,88 + 627,88X
Untuk meramalkan PDB pada tahun mendatang maka kita masukkan nilai X yang mewakili
tahun dari PDB yang akan diramal.

9.3.2. Pembuatan Trend Non linear


Disadari bahwa perkembangan suatu variabel dalam jangka pendek ataupun menengah akan
mengikuti pola linear, namun dalam interval jangka panjang pola perkembangannya akan
mengalami perubahan menjadi non linear. Jika trend linear dipaksakan digunaka untuk
meramal dalam interval jangka panjang tidak jarang hasilnya sangat diragukan. Untuk itu perlu
ada alternative pembuatan persamaan trend yang tidak linear, seperti trend kuadratik ataupun
trend eksponensial.

1) Metode Trend Kuadratik


Bentuk umum persamaan trend kuadratik adalah : Y t = a + bX + cX2
Dimana X merupakan tahun kode dan X = t - t̄
Rumus koefisien trend kuadratik adalah :

(∑ Y ) (∑ X 4 )−( ∑ X 2 Y )(∑ X 2 ) ∑ XY
2
a= n ( ∑ X 4 )−( ∑ X 2 ) ; b = ∑ X2 ; c=
n ( ∑ X 2 Y ) −( ∑ X 2 ) ( ∑ Y )
2
n (∑ X 4 ) −(∑ X 2 )

90
Contoh 7.9
Nilai produksi suatu perusahaan selama 5 tahun berturut-turut sejak tahun 2007 sampai dengan
20011 adalah : 12 ; 16 ; 19 ; 21 ; dan 22 , nilai produksi dalam ($000).

Pertanyaan:
Buatlah persamaan trend kuadratik untuk nilai produksi tersebut.

Penyelesaian:
Berdasarkan informasi seperti dala soal dibuat lembar kerja sebagai berikut:

Tabel 9.9 Perhitungan Persamaan Kuadratik

Tahun Tahun Nilai


(t) (kode) Produksi XY X2 X2Y X4
X Y

2007 –2 12 –24 4 48 16
2008 –1 16 –16 1 16 1
2009 0 19 0 0 0 0
2010 1 21 21 1 21 1
2011 2 22 44 4 88 16

Jumlah 0 90 25 10 173 34

Dengan demikian maka kita akan menggunakan rumus di atas dan menghasilkan koefisien
trend sebagai berikut :

(90)(34 )−(173 )(10) 25


=19, =2,5
a = 5 (34 )−(10)2 ; b = 10 ; c =
5 (173 )−(10)(90 )
==−0,5
5(34 )−(10)2
Dengan demikian maka persamaan trend dalam bentu kode adalah: Yt = 19 + 2,5X – 0,5X2
Bentuk persamaan dalam tahun sesungguhnya adalah: Yt = 19 + 2,5(t–2009) – 0,5(t–2009)2

2). Metode Trend Eksponensial


Metode trend eksponensial akan membentuk persamaan dimana variabel waktu akan
dijadikan
sebagai pangkat. Bentuk umum dari persamaan ini adalah :
t−t̄
Yt = a ( 1+b ) atau dalam bentuk tahun (kode) adalah: Yt = a(1+ b )X
Koefisien yang akan dicari pada persamaan ini adalah nilai a dan nilai b dengan
menggunakan
logaritma sebagai berikut :
Persamaan : Yt = a(1+ b )X kita ubah berdasarka sifat logaritma menjadi: lnY t = ln a +
Xln (1+b)

Rumus untuk mendapatkan koefisien ternd adalah:

91
∑ ln Y ∑ ( X ln Y ) −1
a = anti ln n b = anti ln ∑ ( X )2
Dengan menerapkan rumus tersebut kita akan dapat mendapatkan persamaan Y t = a(1+ b )X

Contoh 8.9
PDB harga berlaku dari suatu Negara selama 6 tahun terakhir sejak tahun 1981 sampai dengan
1986 adalah: 47; 58; 68; 77; 92; 119
Pertanyaan:
a. Buatlah persamaan trend eksponensial
b. Hitunglah tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata pertahun

Penyelesaian:
Tabel 10.9 Penghitungan Trend Non Linear
Tahun Tahun PDB lnY XlnY X2
(kode X) (Y)
1981 –2,5 47 3,850 –9,6254 6,25
1982 –1,5 58 4,060 –6,0907 2,25
1983 –0,5 68 4,220 –2,1098 0,25
1984 0,5 77 4,344 2,1719 0,25
1985 1,5 92 4,522 6,7827 2,25
1986 2,5 119 4,779 11,9478 6,25
X X X 25,775 3,0765 17,50
∑ ln Y 25,775
a = anti ln n a = anti ln 6 = 73,39 ;
∑ ( X ln Y ) −1 3,0765
b = anti ln ∑ ( X )2 b = anti ln 17,50
−1
= 0,1922

Jadi persamaannya adalah: Yt = 73,393(1.1922)X atau


dalam tahun sesungguhnya adalah : Yt = 73,393(1,1922)t – 1983,5

Jenis metode eksponensial dengan persamaan : Y t = a(1+ b )X akan lebih tepat jika digunakan
untuk variabel diskret. Bagi variabel yang perubahannya kontinyu seperti data kependudukan
akan lebih tepat jika menggunakan metode eksponensial dengan persamaan Y t = a ℮bX
dimana e adalah suatu bilangan yang besarnya
e = 2,71828 (bilangan murni)

Nilai koefisien persamaan trend adalah:


Dari persamaan Yt = a ebX diubah menjadi: lnYt = ln a+ bX
∑ ln Y
Sehingga: a = anti ln n
∑ ( X ln Y )
b = anti ln ∑ ( X )2
Contoh 9.9
Jumlah penduduk suatu Negara selama 6 tahun terakhir sejak tahun 1980 adalah sebagai berikut:

92
147,5 ; 150,7 ; 154 ; 157 ; 160 ; 164
Buatlah persamaan trend eksponensial jumlah penduduk, dan berapa tingkat pertumbuhan
penduduk per tahun

Penyelesaian :
Pertumbuhan penduduk merupakan data kontinyu karena terjadi setiap saat. Oleh karena itu trend
yang cocok untuk pertumbuhan penduduk adalah persamaan Yt = a ebX
Untuk menghitung/membuat persamaan trend eksponensial Y t = a ebX langkahnya adalah
sebagai berikut:

Tabel 11.9 Penghitungan Persamaan Trend Eksponensial

Tahun Pendapatan
Tahun (t) (Kode)X Nasional Ln Y X ln Y X2
1980 –2,5 147,5 4,994 12,489 6,25
1981 –1,5 150,7 5,015 6 2,25
1982 –0,5 154 5,037 – 0,25
1983 0,5 157 5,056 7,5229 0,25
1984 1,5 160 5,075 – 2,25
1985 2,5 164 5,100 2,5185 6,25
2,5281
7,6128
12,749
7
Jumlah X X 30,277 0,364 17,50
6

Berdasarkan tabel dan rumus :


∑ ln Y
a = anti ln n
∑ ( X ln Y )
b= ∑ ( X )2
30 ,277
=155,42
maka a = anti ln 6 Dengan demikian maka persamaan trend eksponensialnya:
Y t = 155,42 e0,0208 X atau dalam tahun yang sebenarnya
0,3646
=0 ,0208
b = 17 ,50 Yt = 155,42 e0,0208(t–1982,5)
Ini berarti tingkat pertumbuhan pendapatan nasional per tahun adalah 2,08%

X. Probabilitas (Peluang)

10.1. Pengertian Probabilitas

93
Kata probabilitas sering dimaksudkan untuk mengukur kemungkinan atau kans terjadinya
sesuatu pada masa mendatang seperti :
٠ Apakah ada kans atau peluang dimasa mendatang bahwa hasil pen-
jualan akan mengalami kenaikan.
٠ Jika kita menarik sebuah kartu dalam satu set kartu bridge berapa
peluang bahwa yang kita tarik adalah kartu As.
٠ Apakah produksi pada pada musim panen yang akan datang dapat
mengalami kenaikan.

Biasannya untuk menjawab sederet pertanyaan yang berkaitan pada masa mendatang (yang akan
terjadi) seperti pertanyaan di atas pembahasannya ada pada ilmu peluang.
Pengetahuan tentang peluang akan membantu penyelesaian pada hal-hal yang belum pasti,
walaupun tidak akan mencapai kebenaran yang mutlak atau 100% tepat.
Besarnya peluang dapat dinyatakan 0≤ P ≤ 1 dengan kata lain bahwa
Besarnya peluang minimal 0 (nol) dan maksimium 1(satu). Probabilitas merupakan peluang
bahwa sesuatu akan terjadi yang dinyatakan dalam suatu uikuran yang besarnya 0≤ P ≤ 1 .
Secara umum probabilitas didefinisikan sebagai berikut :
“ Probability is measure of likelihood of the accurancy of random event” ( Mendenhall and
Reinmuth , 1982), secara bebas dapat ditrjemahkan : “ Probabilita ialah suatu nilai yang
digunakan untuk mengukur tingkat terjadinya suatu kejadian y7ang acak”
Berdasarkan besarnya nilai probabilita yaitu 0≤ P ≤ 1, maka semakin dekat nilai probabilitas ke
nilai 0 (nol), semakin kecil kemungkinan suatu kejadian akan terjadi. Namun sebaliknya
semakin dekat nilai probabilitas kenilai 1 (satu) semakin besar kemungkinannya (peluang) akan
terjadi.

10.2 Penghitungan Probabilita


Dalam menghitung besarnya suatu probabilitas atas suatu kejadian ada dua cara pendekatan , yaitu
pendekatan yang bersifat objektif dan pendekatan yang bersifat subjektif. Sementara pendekatan
yang bersifat objektif dibedakan menjadi dua, yaitu pendekatan klasik dan pendekatan frekuensi
relatif.

10.2.1.Penghitungan Probabilita Dengan Pendekatan Klasik


Perhitungan probabilita dengan pendekatan klasik didasarkan pada asumsi bahwa seluruh hasil
dari suatu eksperimen mempunyai kemungkinan atau peluang yang sama, yang pada dasarnya
sulit dilaksanakan dalam praktik. Untuk mempermudah pengertian dalam hal ini maka berikut ini
akan diberikan ilustrasi sebagai berikut: Misalkan suatu peristiwa E dapat terjadi sebanyak h cara
yang sama-sama mungkin, maka probabilitas atau kemungkinan kemunculan peristiwa tersebut
(disebut sebagai kesuksesan atau keberhasilan) dinyatakan sebagai :
h
p = Pr (E) = n , Pr (E) ≥ 0, sebab h ≥ 0 , dan n ≥ 0
Sementara probabilitas “ketidak munculan” peristiwa tersebut ( disebut sebagai kegagalan),
dinyatakan sebagai

nh h
 1
q = atau E , sehingga Pr ( E ) = n n = 1- p = 1- Pr (E)

Contoh:1.10

94
Produk suatu pabrik telah dinyatakan oleh kepala bagian produksi bahwa dari 200 barang hasil
produksinya ada 25 barang yang tidak memenuhi standar. Jika barang yng tidak memenuhi
standar itu tetap dijual dipasaran dengan kemasan yang sama, kemudian seorang pembeli
mengambil satu barang secara acak . Berapa probabilitanya bahwa pembeli tersebut
mendapatkan barang yang rusak
Penyelesaian:
Dari soal tersebut, maka jika E adalah peristiwa mendapatkan barang yang tidak memenuhi
standar , n = 200 ; h = 25. Dengan demikian maka:
h
Pr(E) = n
25
= 200 = 0,125
Jadi besarnya probabilita untuk memperoleh barang yang rusak adalah
0,125 atau 12,5 %

10.2.2. Pendekatan Frekuensi Relatif


Pendekatan frekuensi relatif perhitungan yang didasarkan atas limit dare frekuensi relatif.
Peluang suatu kejadian didasarkan pada suatu percobaan yang berulang kali , kemudian dicatat
besarnya frekuensi relatif masing-masing kejadian. Atas dasar nilai frekuensi relatif kejadian
tertentu dapat diketahui besarnya peluang kejadian tersebut.
Misalkan N adalah banyaknya pengulangan yang dilakukan pada pada suatu percobaan dan E
adalah frekuensi munculnya kejadian X dalam N pengulangan tersebut maka :
f X E

P(X) = N N (9.2)
Hal ini dapat juga diilustrasikan sebagai berikut : Misalkan X = nilai ujian mata kuliah statistik
mahasiswa FE- UMT, P(X =80) adalah probabilitas bahwa seorang mahasiswa mendapat nilai
untuk mata kuliah statistik mendapat nilai 8 . Hal ini dapat digambarkan dalam tabel sebagai
berikut:

Tabel 1.10. Frekuensi Relatif


Banyaknya Frekuensi
Xi frekuensi Relatif
fi fr
X1 f1 f1/n
X2 f2 f2/n
.... ... ....
.... ... ....
Xi fi fi/n
.... ... ....
... ...
Xk fk fk/n
fi
Jumlah Σfi n
=1
di mana fr = frekuensi relatif
Xi = Kejadian i

95
fi
n
P(Xi) =

Contoh 2.10

Pada suatu penelitian terhafdap 75 karyawan yang bekerja di suatu perusahaan suatu
karakteristik yang ditanyakan adalah besarnya pengeluaran rumahtangganya setiap bulan
.Hal ini dimaksudkan untuk acuan bagi direksi dalam pemberian tunjangan khusus bagi
karyawannya.
Gambaran hasil penelitian adalah sebagai berikut :

X 450 500 550 600 650 700 750


f 8 10 19 17 14 5 2
X = pengeluaran dalam satu bulan

Jika pada suatu saat bertemu dengan salah satu karyawan perusahaan tersebut berapa
besarnya probabilita bahwa pengeluaran bulanan karyawan tersebut sebesar Rp 650 ribu ?

Penyelesaian : Dari data tersebut diketahui bahwa :


f5
P(X = 650) = n
14
= 75
= 0,187 atau 18,7%

Contoh 3.10
Untuk data yang dikelompokkan.
Diketahui bahwa hasil ujian mata kuliah Ekonomi Manajerial pada Universitas
Muhammadiyah Tangerang Fakultas Ekonomi adalah sebagai berikut :

Tabel 2.10. Tabel Hasil ujian Mata Kuliah : E.M


Nilai Ujian (X) Banyaknya
Mahasiswa
(1) (2)
< 25 10
25 - 50 25
50 -75 50
≥ 75 15
Jumlah 100
Jika kita bertemu dengan salah seorang mahasiswa dari sekelompok mahasiswa tersebut
berapakah probabilitanya dia mendapatkan nilai : 25< X<50 ; X ≥ 75

Penyelesaian: Dari data tersebut diketahui bahwa :

96
25 15
P(25< X<50) = 100 = 0,25 atau 25% dan P(X ≥ 75) = 100 = 0,15 atau 15%

10.2.3. Pendekatan Subjektif

Dalam pendekatan subjektif probabilitanya didasarkan atas penilaian kepercayaan seseorang dalam
menyatakan tingkat kepercayaan. Besarnya peluang suatu kejadian ditetukan atas dasar intuisi.
keyakinan diri, maupun informasi tidak langsung lainnya. Jika tidak ada pengalaman / pengamatan
masa lalu sebagai dasar untuk penghitungan probabilitas,maka pernyataan probabilitas tersebut bersifat
subjektif. Sebagai contoh adalah dalam pertandingan tinju ataupun pertandingan lainnya, peluang
menang antara sang juara dengan penantangnya yang belum terkenal pasti banyak orang yang
menyatakan bahwa sang juara akan memenangkan pertandingan dengan perbandingan 80% dan 20%
untuk kemenangan sang juara.
Angka 80% ini menunjukkan besarnya peluang bagi sang juara untuk memenangkan pertandingan ,
sementara sang penantang hanya mempunyai peluang 20% untuk memenangkan pertandingan.

10.3. Dasar Penghitungan Besarnya Peluang

Dalam menghitung peluang suatu kejadian perlu dilakukan identifikasi secara cermat terhadap
kejadian dari suatu percobaan . Kalau suatu percobaan dilakukan melemparkan mata uang logam
(coin) Rp 500,- sebanyak dua kali, maka hasil percobaan itu adalah seperti berikut ini :
HH ; HT ; TH ; TT dimana :
1 2 3 4

• lemparan pertama menunjukkan gambar bunga melati (H), kedua (H)


• lemparan pertama (H), kedua gambar burung garuda (T)
• lemparan pertama burung garuda (T), kedua bunga melati (H)
• lemparan pertama dan lemparan kedua (dua-dua nya) burung garuda (T)

Kejadian paling sederhanayang merupakan hasil suatu eksperimen disebut kejadian dasar atau titik
sampel, dalam contoh ini ada empat hasil yang berbeda, jadi ada empat titik sampel .sedangkan
himpunan dari seluruh kemungkinan hasil disebut ruang sampel.
Dalam tindakan melempar sebuah dadu yang mempunyai enam sisi, dan masing-masing sisi
mempunyai mata dadu satu sampai dengan enam, maka hasil yang diperoleh dari percobaan ini adalah
adalah munculnya salah satu sisi dari mata dadu tersebut, yang disebut dengan kejadian dasar atau titik
sampel, Sebagairuang sampelnya adalah adalah banyaknya sisi dadu yaitu enam. Demikian pula
halnya, jika dua dadu kita lempar mmaka akan kita peroleh ruang sampel sebagai berikut :

Tabel 3.10: Ruang Sampel Untuk Eksperimen Pelemparan Dua Buah Dadu

II 1 2 3 4 5 6

I
1 1;1 1;2 1;3 1;4 1;5 1;6
2 2;1 2;2 2;3 2;4 2;5 2;6
3 3;1 3;2 3;3 3;4 3;5 3;6
4 4;1 4;2 4;3 4;4 4;5 4;6
5 5;1 5,2 5;3 5;4 5;5 5;6

97
6 6;1 6;2 6;3 6;4 6;5 6;6

Dua syarat yang perlu dipenuhi pada ruang sampel pada suatu eksperimen yaitu :

1. Dua hasil atau lebih tidak dapat terjadi secara bersamaan, misalnya
melempar sebuah mata uang (coin) satu kali maka hasilnya akan
muncul H atau T. Tidak mungkin akan muncul HT secara bersamaan.
Namun jika mata uang tersebut dilempar dua kali maka hasilnya akan
muncul HH atau HT atau TH atau TT

2. Harus terbagi habis (exhaustive). Artinya, ruang sampel harus memuat


seluruh kemungkinan hasil , tidak ada yang terlewat. Misalnya, jika
melempar satu mata uang satu kali, maka ruang sampelnya (S) adalah
{H ; T }. Jika melempar sebuah dadu satu kali maka ruang sampel (S)adalah {1;2;3;4;5;6;}
dan sebagainya.

Misalnya kita melemparkan mata uang logam Rp500, satu kali.Jika muncul gambar bunga melati
(H),kejadian ini diberi nilai 1 (satu), dan kalau bukan gambar bunga melati atau diistilahkan dengan
H dibaca H- bar, kita beri angka 0 (nol), Jadi X = {1;0}. Kalau mata uang logam tersebut dilempar
sebanyak 3 (tiga) kali maka akan diperoleh ruang sampel sebagai berikut :

(S= HHH ; HHT ; HTH ; HTT; THH ; THT ; TTH ; TTT), yang berarti mempunyai delapan (8)
anggota (n=8).

Kalau X = jumlah gambar bunga melati (H) untuk tiga (3) kali lemparan tersebut maka dapat
digambarkan sebagai berikut :
HHH X = 3 HHT X=2 THH X=2
HTT X = 1 HTH X=2 THT X=1
TTH X = 1 TTT X=0

Dengan demikiann X = {0; 1; 2; 3}. Hasil eksperimen dapat menghasilkan


X= 0, yaitu TTT, atau X =3 yaitu HHH,atau X = 2 yaitu (HHT, HTH, THH)
Hal seperti tersebut dapat disajikan dalam bentuk tabel frekuensi berikut ini:

Tabel:4.10
X F fr Kalau kita cari probabilitas untuk semua nilai variabel, maka nilai
1 semua probabilitas tersebut bersama- sama dengan nilai variabel
0 1 masing-masing dinamakan distribusi probabilitas
8 = 0,125 Pelemparan Mata Uang
3 Sebanyak Tiga kali Pelemparan
1 3
8 = 0,375
Contoh 4.10 distribusi probabilitas
3 Buatlah tabel distribusi probabilita, jika sebuah dadu dilemparkan
2 3
8 = 0,375 sebanyak dua kali
1 Penyelesaian :
3 1
8 = 0,125
Jumlah 8 1,00

98
Kalau kita melempar sebuah dadu sebanyak dua kali, atau melempar dua buah dadu dengan sekali
lempar dan kalau X adalah jumlah mata dadu tersebut yang muncul maka akan diperoleh:gambaran
(lihat tabel: 9.3), dan akan diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
X = 2 terjadi 1 kali (1;1) X = 8 terjadi 5 kali (62;53;44;35;26)
X = 3 terjadi 2 kali 1;12) X = 9 terjadi 4 kali (63;54;45;36)
X = 4 terjadi 3 kali (31;22;13) X = 10 terjadi 3 kali (64;55;46)
X = 5 terjadi 4 kali (41;32;23;14) X = 11 terjadi 2 kali (65;56)
X = 6 terjadi 5 kali (51;42;33;24;15) X = 12 terjadi 1 kali (6;6)
X = 7 terjadi 6 kali (61;52;48;34;25;16)

Pelemparan sebuah dadu sebanyak dua kali dapat pula diartikan dengan pelemparan dua buah dadu
satu kali, yang disimpulkan hasil pelemparannya seperti di atas.
Berdasarkan hasil tersebut maka tabel frekuensi dan distribusi probabilitas dapat dibuat
Sebagai berikut:

Tabel 5.10 :Tabel Frekuensi dari Eksperimen Pelemparan


Dua buah Dadu Dengan Sekali Pelemparan
X f fr = P(X)
2 1 1
36 = 0,028
3 2 2
36 = 0,056
4 3 3
36 = 0.083
5 4 4
36 = 0,111
6 5 5
36 = 0,139
7 6 6
36 =0,167
8 5 5
36 = 0,139
9 4 4
36 = 0,111
10 3 3
36 = 0.083
11 2 2
36 = 0,056
12 1 1
36 = 0,028
Jumlah 36 36
36 = 1,000

Dari dua contoh tersebut maka akan dengan mudah mencari probabilita dari suatu kejadia X. Jika kita
berkehendak mengetahui besarnya probabilita 3 H akan muncul pada 3 kali pelemparan mata uang ,
yang berarti P(X=3), berdasarkan tabel 9.5 dimana X=3 akan dapat diperoleh besarnya P(X=3) , yaitu
= 0,125.
Demikian halnya jika kita berkehendak mengetahui besarnya probabilita jumlah mata dadu yang
muncul itu adalah 10 (sepuluh), yang berarti P(X=10) maka dengan mudah kita dapat melihat pada
tabel 9.6 dimana X = 10 akan dapat diperoleh besarnya P(X=10) yaitu = 0,083

99
10.4. Notasi Himpunan
Untuk memudahkan pengenalan himpunan dengan anggota himpunan (elemen) dipandang perlu
memberikan notasi pengenalan tentang hal tersebut. Jika S merupakan himpunan maka objek yang
terkandung didalamnya disebut dengan anggota himpunan atau elemen yang dinotasikan
Sebagai berikut. Misalnya S = {x1, x2, x3, x4, x5}, maka x1, x2, x3, x4, dan
X5 masing-masing merupakan angota dari himpunan S atau elemen dari S. Sebuah dadu dilemparkan
keatas satu kali maka S = {1,2,3,4,5,6} maka mata dadu 1,2,3,4,5,6 adalah anggota atau elemen S.
Anggota S dapat berupa variabel diskrit dan kontinyu.
Diskrit : S = {x : x = 0, 1, 2, 3}

0 1 2 3 (nilainya berupa kumpulan beberapa titik)


Kontinyu: S = {x : 0 ≤ x ≤ 1}

0 1 (nilainya berupa garis, seluruh titik)

Simbol (:) yang memisahkan variabel dengan nilai dalam himpunan dibaca sedemikian rupa sehingga
(s.r.s). Jadi S = {x : 0 ≤ x ≤ 1} merupakan himpunan yang diwakili oleh variabel x, sedemikian rupa
sehingga x dapat mengambil nilai mulai dari 0 (satu) sampai dengan 1 (satu). Sering terjadi bahwa X =
{x: x  A dan x  B}. Artinya, sebagai anggota X, x juga anggota (A) dan anggota (B)

Miasalkan X adalah himpunan mahasiswa FE-UMT yang pernah ikut Menwa. Jika A adalah
mahasiswa FE-UMT, B adalah mahasiswa UI yang pernah ikut Menwa, maka
X= {x: x  A dan x  B}.

Himpunan Kosong
Himpunan dari seluruh kejadian yang ada disebut himpunan semesta (universal set)
Himpyuan bagian yang paling kecil dari suatu himpunan disebut himpunan kososng
(noll set).dengan simbol ø.
Himpunan kososng adalah himpunan yang tidak mempunyai anggota atau elemen, miasalkan orang
tidak akan mungkin hidup dan mati dalam satu kejadian sekaligus.
Ø = {x : x = hidup dan x =mati}

Komplemen Suatu Kejadian


Jika S adalah suatu ruang sampel yang diperoleh dari suatu eksperimen, dan A adalah himpunan
bagian dari S, maka A juga merupakan himpunan bagian dari S yang bukan A atau juga disebut
dengan komplemen dari A .

Contoh :5.10
Suatu penelitian dilakukan terhadap 150 buah dari suatu produk tertentu , ternyata terdapat 15 buah
produk yang tidak memenuhi standar, maka :
S = seluruh barang yang diteliti
A= barang yang tidak memenuhi standar ( =15)
A = barang yang memenuhi standar (150-15 = 135)
Berdasarkan rumus ,
15
maka P( A ) = 1- 150 = 0,90
Contoh 6.10

100
Dalam suatu penelitian upah terhadap karyawan suatu perusahaan dapat dikelompokkan menjadi dua
grup, yaitu para karyawan yang upahnya ≥ Rp 200 000,- per minggu dan para karyawan yang upahnya
< Rp 200 000,-. Dalam kaitan ini dapat dituliskan sebagai berikut :
S = ruang sampel ( seluruh karyawan suatu perusahaan)
A = karyawan perusahaan yang upahnya ≥ Rp 200 000,- per minggu
A = karyawan perusahaan yang upahnya < Rp 200 000,- per minggu
Dengan demikian maka :
R = { x : x  A, atau x  A }
Dapat ditunjukkan bahwa A dan A selain exhausive, juga mutually exclusive

Interseksi Dua Kejadian


Suatu kejadian yang dialami secara bersama oleh sebagian elemen dari dua buah ruang sampel..
Misalnya interseksiksi dari dua kejadian A dan B, yang biasanya ditulis dengan A  B (A interseksi
B) atau AB, terdiri dari elemen-elemen anggota S yang selain mempunyai sifat atau ciri A juga B,
artinya selain anggota A juga anggota B, dan dapat dituliskan sebagai berikut :
A  B = { x : x  A, dan x  B}
Contoh 7.10
A = { x: x = 1; 2; 3; 4; 5; 6; 7; 8; 9;}
B = { x: x = 4; 5; 6; 7; 8; 10; 11; 12}, maka A  B = {x : x = 4; 5; 6; 7; 8}

Contoh 8.10:
A = {x: 0 ≤ x ≤ 150 000 }
B = {x: x ≥ 150 000}
A  B = {x: x = 150 000)

Union Dua Kejadian


Union dua kejadian A dan B ( dibaca A unionB) atau A+B adalah himpunan yang menjadi bagian S,
yang terdiri dari elemen-elemen anggota S (ruang sampel) yang menjadi anggota saja, atau B saja, atau
menjadi anggota A dan B sekaligus
.Contoh 9.10:
A = { x : x = 1; 2; 3; 4;}, B = (x : x = 5; 6; 7; 8} , maka
A  B = {x: x = 1; 2; 3; 4; 5; 6; 7; 8}

Contoh 10.10:
A = { x: 3 ≤ x ≤ 7}, B = { x: 8 ≤ x ≤ 14}, maka A  B = { x : 3 ≤ x ≤ 14 }
Dengan demikian maka jelaslah perbedaan antara interseksi dan union dari dua kejadian

Beberapa Aturan Dalam Himpunan


1. Hukum Penutup (Law of Closure)
Untuk setiap pasang himpunan A dan B, terdapat himpunan-himpunan yang unik
(unique sets) yaitu himpunan A  B dan A  B

2. Hukum komutatif (Comutative Law)


A  B = B  A, dan A  B = B  A
3. Hukun Asiosiatif ( Assosiative Law)
(A  B)  C = A  (B  C)
(A  B)  C = A  (B  C)

4. Hukum Distributif (Distributive Law)


A  (B  C) = A  B  (A  C)

101
A  (B  C) = ( A  B)  (A  C)

5. Hukum Identitas (Identity Law)


Ada himpunan ø dan S yang unik, sedemikian rupa sehingga untuk setiap himpunan A
selalu berlaku persamaan A  S = A dan A  ø = A. ø = himpunan kosong.

6. Hukum Komplementasi (Complementation Law)


Seiring dengan setiap himpunan A ada himpunan A yang unik sedemikian rupa
Sehingga A  A = ø, dan A  A = S.

Aturan Penjumlahan
Kejadian Saling Meniadakan (( mutually exclusive)
Ada dua jenis kejadian yang perlu diperhatikan dalam aturan penjumlahan ini yaitu apakah kejadian
tersebut bersifat saling meniadakan ( mutually exclusive) ataukah tidak saling meniadakan .

Pengertian saling meniadakan (mutually exclusive)


Kejadian saling meniadakan adalah suatu kejadian, dimana jika suatu kejadian terjadi maka kejadian
yang ke dua tidak akan mungkin terjadi, atau jika kejadian pertama terjadi maka kejadian kedua adalah
kejadian yang saling meniadakan.

Contoh 11.10:
Jika sebuah dadu dilempar, munculnya mata dadu 4 dan 5 tidak bisa terjadi secara bersamaan,
sehingga munculnya mata dadu 4 akan meniadakan munculnya mata dadu yang lain.
Jika dua kejadian A dan B bersifat mutally exclusive maka aturan penjumlahan menyatakan bahwa
probabilitas terjadinya A dan B sama dengan aturan penjumlahan dari masing-masing nilai
probabilitanya, dan dituliskan dalam rumus sebagai berikut:

P(A atau B) = P(A  B) = P(A) + P(B),


demikian halnya jika ada tiga kejadian yang saling meniadakan yang dinyatakan dalam A, B, dan C;
P(A atau B atau C) = P(A  B  C) = P(A) + P(B) + P(C)

Contoh 12.10
Sebuah perusahaan perdagangan dalam pengkemasan gula curah menjadi kemasan gula dalam paket,
menunjukkan bahwa sebagian besar kantong plastik berisi gula tersebut
beratnya sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Walaupun demikian karena ada sedikit variasi
dalam ukuran kemasan, maka terjadi variasi dalam timbangan , ada yang lebih berat dan ada yang
lebih ringan dari berat standar. Pengecekan dilakukan terhadap 5000 paket gula kemasan menunjukkan
hasil seperti dibawah ini:
Tabel 6.10. Hasil Penimbangan Berat Gula
Berat Kejadian Jumlah Paket Probabilitas
Lebih ringan A 200 200
5000 = 0,04
Standar B 4500 4500
5000 = 0,90
Lebih Berat C 300 300
5000 = 0,06
Jumlah 5000 1,00

102
Hitung berapa probabilitanya sebuah paket tertentu beratnya akan lebih berat atau lebih ringan dari
berat standar ?

Penyelesaian:
Kejadian A menunjukkan paket yang lebih ringan
Kejadian C menunjukkan paket yang lebih berat
Sesuai dengan peraturan penjumlahan sebagaimana rumus 9.3 maka:

P(A atau C) = P(A  C) = P(A) + P(C),


= 0,04 + 0,06
= 0,10

Kejadian di atas adalah kejadian yang saling meniadakan,artimyasebuah paket tidak dapat memenuhi
lebi berat, standar, atau lebih ringan, namun harus salah satu dari ketiga kriteria tersebut.

Kejadian Tidak Saling Meniadakan


Kejadian tidak saling meniadakan adalah suatu kejadian, dimana jika suatu kejadian terjadi maka
kejadian yang ke dua dapat terjadi, atau jika kejadian pertama terjadi maka kejadian kedua adalah
kejadian yang tidak saling meniadakan.

Contoh 13.10
Dalam suatu penelitian terhadap 200 wisatawan yang mengunjungi Jakarta , ternyata diperoleh bahwa
ada 120 orang wisatawan telah mengunjungi Taman Mini Indonesia Indah (TMII), dan ada 100 orang
yang mengunjungi Taman Impian Jaya Ancol (TIJA).Jika aturan penjumlahan pada kejadian saling
meniadakan diterapkan maka maka probabilita seorang wisatawan terpilih telah pergi ke TMII adalah
120
200 = 0,60 , dan probabilitas seorang wisatawan telah berkunjung ke Taman Impian Jaya Ancol
100
adalah 200 = 0,50, sehingga jumlah probabilita dari dua kejadian tersebut adalah 0,60 + 0,50
>1,00, hal ini tidak mungkin Dari hasil penelitian ini ternyata ada 60 orang yang disamping
mengunjungi Taman Mini juga mengunjungi Taman Impian Jaya Ancol. Sehingga untuk menjawab
berapa probabilita seorang wisatawan terpilih mengunjungi TMII atau Taman Impian Jaya Ancol
adalah jumlah probabilita di atas (0,60 + 0,50) dikurangi dengan nilai probabilita wisatawan
mengunjungi ke dua tempat wisata tersebut. Dengan demikian maka :
P(TMII atau TIJA) = P(TMII) + P(TIJA)- P(TMII dan TIJA}
120 100 60
= 200 + 200 - 200 = 0,80

Jika ada dua kejadian saling berinterseksi (intersection event) probabilitanya disebut probabilitas
bersama (joint probability). Dan hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

P(A atau B) = P(A) + P(B) – P(A


atau
P(A B) = P(A) + P(B) – P(A  B)

Kejadian P(A  B) dapat dinyatakan dalam bentuk kalimat sebagai berikut :


“Peluang bahwa A mungkin terjadi dan B mungkin terjadi”
Kemungkinan bahwa A terjadi dan B terjadi dalam hal kejadian yang tidak saling meniadakan.

10.5. Probabilita Bersyarat: Peristiwa Bebas dan Tak Bebas

103
Jika E1 dan E2 adalah dua peristiwa, maka probabilita E2 terjadi diasumsikan bahwa E1 telah terjadi.
Atau dengan perkataan lain probabilita E2 setelah kejadian E1., dan dinyatakan sebagai P(E2|E1), dan
disebut sebagai probabilita bersyarat (Conditional Probability) dari E2 jika E1 telah terjadi

10.5.1 Peristiwa Bebas


Jika kemunculan ataupun ketidak munculan E 1 tidak mempengaruhi probabilitas kemunculan E 2 maka
P(E2|E1) = P(E2) dan dapat dikatakan bahwa E1 dan E2 adalah dua peristiwa bebas (independent event),
dan jika kemunculan atau tidak kemunculan E 1 mempengaruhi probabilita kemunculan E2 maka
disebut peristiwa tak bebas (dependent events)
Jika peristiwa dimana “ peristiwa E 1 dan E2 kedua-duanya terjadi “ dinyatakan sebagai E 1E2, seringkali
disebut sebagai peristiwa gabungan (compound events), maka :
P(E1E2) = P(E1).P(E2) (10.5)

Untuk peristiwa-peristiwa bebasE1,E2,E3, akan diperoleh rumusan sebagai berikut :


P(E1E2E3) = P(E1).P(E2).P(E3) (10.6)

10.5.2.Peristiwa Tak Bebas


Dua kejadian A dan B disebut tak bebas (dependent events), jika kejadian yang satu dipengaruhi oleh
kejadian yang lainnya. Besarnya probabilita untuk kejadian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
P(A  B) =P(A).P(B|A) dan dapat dituliskan
P  A  B
P  A
P(B|A) = (10.7)
Artinya besarnya peluang B setelah A terjadi. Sedangkan P(A|B) besarnya peluang A setelah B terjadi,
dengan demikian maka:
P  A  B
P  B
P(A|B) = (10.8)
Contoh 14.10:
Jika probabilita seorang suami (A) akan dapat hidup 20 tahun lagi adalah 0,7 dan probabilita istrinya
(B) akan dapat hidup 20 tahun lagi adalah 0,5, maka probabilita bahwa keduanya akan hidup bersama
selama 29 tahun lagi adalah:

P(AB) = P(A).P(B)
= (0,7)(0,5) = 0,35

Contoh 15.10 .
Misalkan sebuah kotak berisi 3 buah bola putih dan 2 bola hitam Jika E 1 adalah peristiwa “bola yang
diambil pertama adalah bola hitam “ dan E2 adalah peristiwa “bola yang ditarik kedua adalah hitam”
dan dalam peristiwa ini bola yang telah diambil tidak dikembalikan lagi kedalam kotak, maka
peristiwa E1 dan E2 merupakan peristiwa takbebas.
2 2

Probabilita bahwa bola yang ditarik pertama adalah hitam adalah P(E 1) =  3  2 5
Probabilitas bola yang diambil kedua juga berwarna hitam, jika bola yang ditarik pertama berwarna
1 1

hitam adalah P(E2|E1) = 
3  1 4
. Jadi probabilita bahwa kedua bola yang diambil berwarna
hitam adalah:
P(E1E2) = P(E1). P(E2|E1)

104
2 1

= 5 4
= 0,1

Contoh 16.10 :
Peluang pesawatpenerbangan reguler berangkat tepat waktu adalah 0,83.
Peluang penerbangan mendarat tepat waktu adalah 0,92, dan peluang penerbangan berangkat dan
mendarat tepat waktunya adalah 0,78

Pertanyaan : Hitung peluang suatu penerbangan :


a. Mendarat tepat waktu bila diketahui pesawat berangkat tepat waktu
b. Berangkat tepat waktu bila diketahui pesawat mendarat tepat waktu

Penyelesaian:
A = kejadian pesawat berangkat tepat waktu, P(A) = 0,83
B = kejadian pesawat mendarat tepat waktu, P(B) = 0,92
P(A  B) = 0,78

P  A  B 0, 78
P  A
a. P(B|A) = = 0,83 = 0,94
P  A  B 0, 78
P  B
b. P(A|B) = = 0,92 = 0,85

10.6. Bayesian Decision Theory


Teori keputusan berdasarkan perumusan Thomas Bayes (pakar matematika Inggris, tahun 1702-1761)
bertujuan untuk memecahkan masalah pembuatan keputusan yang mengandung ketidak pastian
(decision making under uncertanty). Banyak hal yang dijumpai didalam menghadapi ketidak pastian
ini, dan untuk itu teorema Bayes banyak diterapkan sebagai jalan keluar dalam menghadapi
problematika tersebut. Teori probabilita merupakan acuan dasar dalam penerapan teorema Bayes.
Untuk memahami teorema Bayes, berikut ini disajikan contoh aplikasi dalam menggunakan teorema
tersebut.

Contoh 17.10
Untuk menghindari terjadinya suatu kebakaran pada suatu bangunan besar yang diakibatkan oleh
kebakaran kabel, pimpinan proyek telah menghitung peluang beberapa komponen yang dapat menjadi
pemicu kebakaran yaitu:
a. Peluang terjadinya kelalaian pemasangan jaringan kabel pada suatu bangunan besar
adalah 0,025
b. Peluang terjadinya kebakaran kabel akibat ada kelalaian dalam pemasangan jaringan
adalah 0,20
c. Peluang terjadinya kebakaran kabel yang diakibatkan faktor lain (bukan karena
kelalaian pemasangan jaringan adalah 0,015

Pertanyaan : Berapa peluang akan terjadi kebakaran akibat kelalaian pada pemasangan
jaringan.
Penyelesaian:

105
Jika kejadian kelalaian pemasangan kabel disebut A, maka P(A) = 0,025, dengan demikian P( A ) =
1- P(A) = 1- 0,025, sehingga P( A ) = 0,975
Kejadian terjadinya kebakaran kabel disebut B, maka P(B) = 0,20
Kejadian terjadinya kebakaran kabel akibat faktor lain (bukan karena faktor A)
P(B| A ) = 0,015
Peluang posterior yang kita notasikan dengan P(A|B), adalah yang akan dihitug dengan teorema Bayes
atau rumus Bayes sebagai berikut:

P  A P  B A

P(A|B) =
P  A P  B A  P  A  P B A  
 0, 025   0, 20 
=
 0, 025   0, 20    0,975   0, 015 
= 0,255

Contoh 18.11 :
Untuk memproduksi sejenis alat rumahtangga suatu pabrik menggunakan mesin sebanyak empat
buah. Produksi harian dari keempat mesin yersebut masing-masing sebanyak 1000, 1200, 1800, dan
2000 buah. Produksi dari mesin pertama, kedua, ketiga, dan keempat masing-masing mempunyai
tingkat kerusakan 1%; 0,5 %; 0,5 %,dan
1%. Jika hasil produksi dipilih secara acak dan ternyata rusak.

Pertanyaan:
Berapa probabilita bahwa barang yang dipih tersebut dari mesin pertama, kedua, ketiga, dan keempat?

Penyelesaian:
Jika: R = barang rusak
S = 1000 + 1200 + 1800 + 2000 = 6 000 (ruang sampel)

Besarnya probabilita bahwa barang yang diambil itu dari mesin pertama, kedua, ketiga,
dan keempat adalah sebagai berikut:
1000 1 1200 1 1800 3 2000 1
P(M1) = 6000  6 ; P(M2) = 6000  5 ; P(M3) = 6000  10 ; P(M4) = 6000  3

Besarnya probabilita barang rusak dari mesin; 1; 2; 3; 4, adalah sebagai berikut :


P(R|M1) = 0,01 ; P(R|M2) = 0,005 ; P(R|M3) = 0,005 ; P(R|M4) = 0,01
Besarnya probabilita barang tersebut rusak yang berasal dari mesin 1, 2, 3, dan 4 adalah:

P(R) = P(RM1) + P(RM2) + P(RM3) + P(RM4)


= P(M1) P(R|M1) + P(M2) P(R|M2) + P(M3) P(R|M3) + P(M4) P(R|M4)

=
 
1
6 (0,01) +
1   3 
5 (0,005) + 10 (0,005) +
1  
3 (0,00333)
= 0,00166 + 0,001 + 0,0015 + 0,00333
P(R) = 0,00749
Dengan demikian maka besarnya probabilita barang tersebut rusak dari mesin pertama,
Dari mesin kedua, dari mesin ketiga, dan dari mesin keempat adalah:

106
a. Besarnya probabilita barang rusak dari mesin pertama
P  M1  P  R M1  0, 00167
P  R
P(M1|R) = = 0, 00749

= 0,22 3
b. Besarnya probabilita barang rusak dari mesin kedua
P M2  P R M2 
P  R
P(M2|R) =
0, 001
= 0, 00749
= 0,1335
c. Besarnya probabilita barang rusak dari mesin ketiga
P  M3  P  R M3 
P  R
P(M3|R) =
0, 0015
= 0, 00749
= 0,200
d. Besarnya probabilita barang rusak dari mesin keempat
P M4  P R M4 
P  R
P(M4|R) =
0, 0033
= 0, 00749
= 0,441

Probabilita bersarat
Probabilita bersyarat adalah probabilitas suatu peristiwa (X) akan terjadi dengan syarat ada suatu
peristiwa Y telah terjadi.

Contoh 19.10
Hitunglah probabilitas wanita yang memilih Partai G. Jumlah pemilih dapat dicerminkan pada
Tabel7.10 sebagai berikut:

Tabel 7.10Hasil Pemilihan Suara dari 200 Pemilih


Pemberi Partai Partai P Partai Jumlah
Suara G D
Lelaki (L) 30 50 40 120
Wanita (W) 40 30 10 80
Jumlah 70 80 50 200

Penyelesaian
Jumlah wanita menurut Tabel 7.10 sebanyak 80,dari jumlah ini 40 memilih partai G, sehingga
probabilitas yang diinginkan adalah :

107
40
P(G│W) = 80 = 0,5
Sebaliknya, ingin diketahui probabilitas yang memilih partai G adalah wanita. Tabel 7.10 menujukkan
ada sebanyak 70 yang memilih partai G, dari jumlah ini ada 40 adalah wanita, sehingga probabilitas
yang diinginkan adalah:

40
=0 , 57
P(W│G) = 70
Dari kedua contoh dapat disimpulkan bahwa P(G│W) mempunyai makna yang berbeda
denganP(W│G). namun besarnya P(G│W) dan P(W│G). kadang-kadang bisa sama, namun dalam
contoh inihasilnya berbeda, yaitu 0,5 dibanding 0,57

Dengan menggabungkan peristiwa bersama dan probabilitas bersyarat diperoleh :

P(GW ) 0,2 40
= =0,2
P(G│W) = P(W ) 0,4 = 0.5 ; Keterangan: P(GW) = 200 sedangkan
80
P(W) = 200 = 0,4

P(WG ) 0,2 40
= = =0,2
P(W│G) = P(G) 0 ,35 0,57 ; Keterangan: P(WG ) = 200 sedangkan P(G)
70
=
= 200 0,35

Berdasarkan hal tersebut diperoleh bentuk umum probabilitas bersyarat:

P( XY )
P(X│Y) = P(Y ) , jika di kedua ruas dikalikan dengan P(Y) maka probabilitas peristiwa
bersama

adalah
P(XY): = P(Y)P(X│Y) dan = P(X)P(Y│X)
P(YX)

Karena P(XY) = P(YX), maka : P(Y)P(X│Y) = P(X) P(Y│X)

Contoh 20.10
Sebuah kotak yang akan dikirim berisi 12 barang, 9 di antaranya baik dan sisanya cacat.

Pertanyaan:
a. Jika diambil dua barang , berapa probalitas yang pertama baik dan yang kedua cacat
b. Kotak akan ditolak jika diambil 3 barang yang sedikitnya ada satu yang cacat, berapa probabilitas
kotak ditolak.

Penyelesaian :

108
Peristiwa baik kita simbolkan dengan B dan C berarti cacat
9 3
×
a. P(BC) P(B)P(C│B) = 12 11 = 0,2045
b. P (sekurang-kurangnya satu Cacat) = 1 – P(tak ada yang cacat)
= 1 – P(semua baik)
= 1 – P(BBB)
= 1 – P(B).P(B│B).P( B│BB)
= 0,61818

XI. Distribusi Probabilita

Pada yang lalu telah dibicarakan tentang distribusi frekuensi yang merupakan hasil dari suatu
eksperimen. Distribusi frekuensi dapat digunakan sebagai acuan dan pembanding dari suatu hasil
observasi/eksperimen.Distribusi frekuensi yang sebenarnya diperoleh melalui eksperimen/observasi
memerlukan dana yang tidak murah dan juga banyak kendala sehingga terkadang sulit dilakukan,
namun disisi lain distribusi frekuensi banyak keuntungannya karena banyak hasil yang dapat diperoleh
melalui observasi tersebut. Distribusi probabilita sangat berkaitan dengan distrbusi frekuensi, yang
pada kenyataannya distribusi probabilita juga sebagai suatu distrbusi frekuensi teori. Distrbusi
probabilitasangat berkaitan dengan ekspektasi ataupun model yang sangat berguna dalam ekspektasi
pada suatu kondisi yang kurang menentu.
Beberapa distribusi probabilita yang akan dibahas antara lain : Distribusi Binomial (Binomial
Distribution),Distribusi Hipergeometris (Hipergrometrc distribution),Distribusi Poisson, Distribusi
Normal (Normal distribution),Distribusi t (t-Distribution), Kai-Kuadrat (Chi-Square),dan Distribusi-F
(F- Distribution)

11.1 Distribusi Binomial


Distribusi binomial menggambarkan data yang dihasilkan oleh suatu percobaan yang dinamakan
percobaan Bernoulli. Ciri-ciri percobaab Bernoulli diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Jika ada suatu kejadian dan dihadapkan hanya pada dua alternatif, yaitu “sukses” dan “tidak
sukses”, maka akan dapat dihitung besarnya peluang“sukses” dan “tidak sukses” dalam sekian
kali percobaan.

b. Besarnya probabilitas satu peristiwa adalah konstan untuk setiap percobaan


Jika p adalah besarnya probabilita bahwa sebuah peristiwa akan terjadi dalam suatu percobaan
tunggal ( p disebut sebagai probabilitas dari suatu keberhasilan), dan q adalah probabilitas bahwa
p eristiwa tersebut tidak terjadi (dimana besarnya probabilita q = 1-p ) dalam suatu percobaan
tunggal ( q disebut besarnya probabilita dari suatu kegagalan). Besarnya probabilita dalam suatu
peristiwa yang dimaksud akan terjadi sebanyak X kali dalam N kali percobaan ( artinya akan
terjadi sebanyak X kali keberhasilan dan N-X kegagalan). Besarnya probabilitas satu peristiwa
adalah konstan untuk setiap percobaan

c. Semua percobaan independen secara statistic, artinya peristiwa dari suatu percobaan tidak
mempengaruhi atau dipengaruhi

109
Rumus distribusi Binomial dapat ditulis sebagai berikut :
N!
C XN p X q N  X  p X qN X
P(X) = X !( N  X )! , dimana X= 1; 2; 3; 4; ......N (10.1)
N! = N(N-1)(N-2)..............(3)(2)(1)

Contoh 1.11:

Probabilitas untuk mendapatkan 2 kali tanda gambar (bunga melati) dalam 6 kali pelemparan mata
uang (coin) Rp500,- adalah :
2 6 2

C26  1   1 
P(2) = 2  2 = 0,2344
Catatan: N=6 ; X=2; dan p = q = ½

Contoh 2.11 :

Hitunglah probabilta untuk mendapatkan paling sedikitnya 4 kali tanda gambar bunga melati dalam 6
kali pelemparan sebuah koin Rp500,-

Penyelesaian : Untuk mendapatkan paling sedikitnya 4 kali tanda gambar bunga melati dalam 6 kali
pelemparan berarti munculnya sebanyak 4 kali atau 5 kali atau 6 kali. Untuk menghitung nya adalah
sebagai berikut:

P( X ≥ 4 ) = P(X=4) + P(X=5) + P(X=6)


4 6 4 5 6 5 6 66

C46  1   1  C56  1   1  C66  1   1 


= 2 2 + 2 2 + 2 2
= 0,34375
Beberapa sifat Distribusi Binomial diperlihatkan pada tabel berikut ini

Tabel Distribusi Binomial


Mean µ = Np
Varians σ2 = Npq
Standar Deviasi Npq
σ =

Contoh 3.11:

Dalam 100 kali pelemparan sebuah coin Rp500,- mean (rata-rata) banyaknya kemunculan tanda
gambar (bunga melati) adalah : µ = Np = 100 (½) = 50 , angka ini menyatakan banyaknya tanda
gambar yang diperkirakan atau diharapkan akan muncul dalam 100 kali pelemparan coin tersebut.

Adapun standar deviasi adalah: σ =


Npq

110
σ =
 2   12 
100 1
=5

Contoh 4.11 :

Seorang pengusaha mengatakan bahwa seluruh barang yang diproduksi yang telah dibungkus dengan
standar pengepakan ada yang kualitasnya dibawah standar minimum (cacat) sebanyak 20 %, jika ada
seorang pembeli sebanyak 8 unit yang dipilih secara acak. Jika X adalah banyaknya barang yang
memenuhi standar (tidak cacat):

a. Hitunglah semua probabilitas untuk memperoleh X


b. Sajikan perobabilitas komulatif
c. Berapa probabilitasnya bahwa dari 8 unit barang yang dibeli ada 5 (lima) yang cacat
d. Hitung : P(X ≤ 5); P(2 ≤ X < 5); P(X ≤ 8 ); P(X ≥ 4)

Penyelesaian:

a dan b Distribusi Probabilita Binomial dan Komulatifnya

x n-x p(x) F(x) = P(X ≤ x)


(1) (2) (3) (4)
0 8 0,0000 0,0000
1 7 0,0001 0,0001
2 6 0,0011 0,0012
3 5 0,0092 0,0104
4 4 0,0459 0,0563
5 3 0,1468 0,2031
6 2 0,2936 0,4967
7 1 0,3355 0,8322
8 0 0,1678 1,0000

Tabel Probabilita tersebut diatas dihitung berdasarkan rumus (10.1), dengan N= 8, dan p= 0,80 dan
q =1- 0,80 = 0,2
Untuk menjawab pertanyaan a : lihat tabel diatas kolom (3), sedangkan untuk untuk menjawab
pertanyaan b lihat kolom (4); F(x) (probabilita komulatif)

c. untuk menjawab pertanyaan c ada 5 yang cacat, berarti ada 3 yang bagus ( sesuai standar), lihat tabel
di atas dimana x =3 berarti P(x=3) = 0,0092
d.Sedangkan untuk menjawab pertanyaan d dapat menggunakan tabel di atas.

11.2 Distribusi Hipergeometris

Distribusi binomial sering digunakan dalam persoalan pengambilan sampel.

Contoh 5.11

111
Misalnya, suatu kotak terdiri dari 100 barang, 90 di antaranya baik dan sisanya cacat. Kemudian
dilakukan pengambilan sampel sebanyak 6 buah barang dari kotak tersebut

Pertanyaan:

Hitunglah probabilitas dalam pengambilan tersebut mendapatkan yang baik sebanyak 4


Jika kita menyelesaikan dengan rumus Binomial, ringkasaanya adalah : n = 6 ; p = 0,9, maka
P(x=4) = 6C4(0,9)4(0,1)2 = 0,098. Walaupun jawaban ini benar namun oleh karena n > 5% maka
sebaiknya penyelesaian soal ini akan lebih baik menggunakan rumus hipergeometrik yaitu :
R N −R
C r C n−r
N
P(r) = Cn
Keterangan:
N = ukuran Populasi
n = ukuran sampel
R = jumlah sukses dalam populasi
r = jumlah sukses dalam sampel

Dengan demikian oleh karena n > 5% maka penyelesaiannya adalah sebagai berikut:
90 100−90
C 4 C6−4
100
=0 , 0965
P (r =4) = C6
Berikut ini perbandingan perhitungan probabilitas hasil perhitungan dengan Probabilitas
hipergeometris dan dengan menggunakan Probabilitas Binomial

Probabilitas Hipergeometrk Probabilitas Binomial


Jumlah baik Probabilita Jumlah baik Probabilitas
dalam P(r) dalam sampel P(r)
sampel
0 0,0000 0 0,000
1 0,0000 1 0,000
2 0,0007 2 0,001
3 0,0118 3 0,015
4 0,0965 4 0,098
5 0,3687 5 0,354
6 0,5223 6 0,531

Perlu diingat bahwa jika sampling dilakukan dengan with replacement , maka syarat independensi dan
probabilitas konstan akan dipenuhi, sehingga rumus binomial harus diterapkan, meskipun n > 0,05N

11.3. Distribusi Poisson

Distribusi ini sering muncul atau sering digunakan dalam kegiatan manajemen, tidak jarang distribusi
Poisson ini diterapkan pada bidang jumlah pasien yang datang di rumah sakit, banyaknya para
nasabah yang datang di suatu bank, jumlah kecelakaan yang terjadi di suatu ruas jalan, dan lain
sebagainya . Beberapa proses kejadian dan kedatangan seperti yang disebutkan di atas itu belum pasti
mengikuti distribusin Poisson, Jika pola kejadiannya diasumsikan mengikuti proses Poisson, maka
rumus proses Poisson dapat digunakan untuk menghitung probabilita banyaknya “kedatangan”dalam
suatu selang waktu tertentu. Distribusi Poisson sering digunakan untuk pendekatan distribusi Binomial
untuk menyelasaiakan persoalan binomial dalam keadaan tertentu.

112
Distribusi Poisson Sebagai Pendekatan Distribusi Binomial

Rumus Poisson dapat digunakan untuk mendekati probabilitas jumlah sukses dalam sejumlah
percobaan, juika banyaknya percobaan (n >20) dan probabilita sukses p < 0,05 atau p > 0,95. Secara
umum, jika n makin besar, dan probabilita sukses mendekati 0 atau 1, penggunaan rumus Poisson akan
semakin baik. Rumus Poissonuntuk pendekatan probabilitas, jumlah sukses dalam sejumlah percobaan
adalah :
−μ r
ℓ μ
P(r)= r!

dimana : μ = np dan ℓ = 2,7128

Contoh 6.11
Sebuah perusahaan mempunyai 20 buah desktop . Kemungkinan setiap laptop tidak berfungsi pada
hari tertentu adalah 0,02.

Pertanyaan:
a. Berapa probabilitas 3 buah desktop harus diperbaiki karena tidak berfungsi
b. Berapa probabilitas 3 buah desktop harus diperbaiki, jika perusahaan memiliki 50
laptopdan kemungkinan setiap desktop tak berfungsi pada hari tertentu adalah 0,01

Penyelesaian : (lihat tabel berikut):

−μ r
ℓ μ
n r n−r
Pendekatan Poisson : P( r ) = r! Rumus Binomial : P( r ) = Cr p q
ℓ−0,4 (0,4 )3
3! 20!
a. P(3) = (0,02)3 (0,98)17
a. P(3) = 17!3!
= 0,0072 = 0,0065

ℓ−0,5 (0,5 )3 50!


3!
(0,01)3 (0 ,99)47
b. P(3) = b. P(3) = 3! 47!
= 0,0126 = 0,122

Proses Poisson
Rumus proses Poisson member jawaban tentang berapa probabilitas kedatangan dalam suatu interval
waktu , jika kedatangan itu mengikuti proses Poisson yang mempunyai ciri seperti berikut:

1. Tingkat kedatangan rata-rata dapat diduga berdasarkan data masa lalu.

113
2. Tingkat kedatangan rata-rata per satuan waktu adalah konstan. Ini berarti jika dalam satu
jam ada 100 kedatangan , maka dalam 30 menit terjadi 50 kedatangan , dan dalam 10
menit terjadi 16,7 kedatangan
3. Banyaknya kedatangan dalam suatu selang waktu tidak dipengaruhi oleh apa yang terjadi
dalam selang waktu sebelumnya. Independensi antar kedatangan menyebabkan proses
Poisson dikatakan tidak punya ingatan (no memory)
4. Probanbilitas suatu kedatangan dalam selang waktu yang sangat pendek adalah sangat
kecil sehingga probabilitas lebih dari satu kedatangan dalam selang waktu yang pendek
akan mendekati nol

Jika proses kedatangan memenuhi syarat –syarat seperti di atas, maka rumus proses Poisson dapat
digunakan untuk menjelaskannya. Probabilitas terjadinya sejumlah kedatangan yang mengikuti proses
Poisson dirumuskan:
ℓ−λt ( λt ) x
P(x) = x!
dimana :
t = banyaknya satuan waktu
λ = tingkat kedatangan rata-rata per satuan waktu
x = banyaknya kedatangan dalam t satuan waktu

Contoh 7.11:
Kedatangan pasien rata-rata di ruang gawat darurat adalah 5 per hari. Jika kedatangan mengikuti
proses Poisson

Pertanyaan:
a. Berapa probabilitas kedatangan 3 pasien per hari
b. Berapa probabilitas kedatangan 3 pasien pada malam hari saja

Penyelesaian:
a). t = 1 ; λ = 5 ; x = 3
ℓ−5( 1) (5. 1)3
P(3) = 3! = 0,14042
12
b), t = 24 = 0,5 ; λ = 5 ; x = 3

ℓ−( 5)( 0,5) {(5)(0,5 )}3


P(3) = 3! = 0,21375

Contoh 8.11
Suatu mesin diturunkan untuk diperbaiki rata-rata 3 kali sebulan. Penurunan mesin lebih dari
6 kali
Menyebabkan rencana produksi tak tercapai. Jika penurunan mesin mengikuti Poisson ,

Pertanyaan:
Berapa probabilita rencana produksi tak tercapai

114
Penyelesaian:
Rencana produksi tidak tercapai jika mesin diturunkan lebih dari 6 kali. Kita tahu bahwa
P(x ˃ 6) = 1 – P(x ≤ 6)
6
∑ P( x )
= 1 – x=1 → lihat tabel
= 1– 0,9665
= 0,0335

11.2 Distribusi Normal

Salah satu bentuk distribusi probabilita yang dianggap paling penting adalah distribusi normal atau
distribusi Gauss. Data hasil observasi/eksperimen mengikuti distribusi normal. Beberapa contoh hasil
eksperimen seperti nilai hasil ujian, berat badan, tinggi mahasiswa distribusinya mengikuti distribusi
normal. Hasil pengukuran tinggi badan mahasiswa disajikan dalam bentuk tabel seperti dibawah ini :

Tinggi Mahasiswa Banyaknya Frekuensi Relatif Frekuensi Komulatif


dalam cm (X) (f ) ( fr ) ( fk )
154 – 155 3 0,03 0,03
156 – 157 12 0,12 0,15
158 – 159 22 0,22 0,37
160 – 161 32 0,32 0,69
162 – 163 18 0,18 0,87
164 – 165 9 0,09 0,96
166 – 167 4 0,04 1,00
Jumlah 100 1,00 -

Jika variabel kontinu X mengikuti fungsi normal dengan rata-rata µ ,dan standar deviasi σ, biasanya
ditulis seperti : X = N(µ,σ), sedangkan fungsinya ditulis:
2
1  x 
1  
 
e 2
f(x) =  2 dimana :
π = 3,14159 ; σ = standar deviasi ; µ = rata-rata X ; e = 2,71828

Sehingga: P(- ∞ ≤ X ≤ ∞) = P(- ∞ < X < ∞)

2
 1  x 
1  
 
  2
e 2
=  dx = 1

Luas total area yang dibatasi oleh kurva dengan persamaan yang ditulis pada rumus (10.2) adalah
1(satu), sehi8ngga luas areal dibawah kurva yang berada diantara dua ordinat X = a dan X = b dimana
a < b akan mempresentasikan probabilita bahwaX berada diantara a dan b Probabilita ini dinyatakan
sebagai P(a <X < b)

Karakteristik Distribusi Probabilita Normal adalah sebagai berikut


1. Bentuk kurva dari distribusi probabilita normal hanya mempunyai satu puncak
2. Rata-rata populasi dari distribusi normal terletak ditengah-tengah kurva
3. Oleh karena bentuk kurva dari distribusi probabilita normal simetris maka median dan modus
juga terletak ditengah kurva dan juga mempunyai nilai yang sama

115
4. Ekor kanan dan kiri dari kurva distribusi probabilita normal merupakan asimptot dari
sumbu X, sehingga tidak akan pernah menyentuh sumbu X
Untuk memudahkan dalam penyelesaian masalah yang menggunakan persamaan
2
1  x  
1  
 
e 2
f(x) =  2 seorang ahli matematika telah menstandarkan menjadi :
1
1  z2
X 
e 2

Y= 2 , dimana: Z =  , dan dituliskan sebagai Z=N(0,1) = variabel normal


baku. Perubahan skala dari X menjadi Z dapat diilustrasikan sebagai beriku
2
1  x 
1  
 
e 2
Gambar kurva normal dengan persamaan : f(x) =  2

µ X

( µ-σ) (µ+σ)
(µ-2σ) (µ+2σ)
(µ-3σ) (µ+3σ)

kurva diubah dari skala X menjadi skalan Z sebagai berikut


X 
Gambar kurva normal dengan persamaan : Z = 


-1 -2 -1 μ=0 1 2 3 Z

116
Untuk keperluan perhitungan probanilita luas kurva normal disamakan
dengan satuan 100%, dan luass area dibawah ada pada tabel distribusi normal. (lihat tabel
Distribusi Normal Standar)
Penentuan Milai Peluang Pada Kurva Normal
Bagi data yang berdistribusi normal dengan menggunakan kaidah empiris diperoleh kondisi sebagai
berikut :
Sebanyak  68 % data berada pada batas X  1 Std
Sebanyak  95 % data berada pada batas X  2 Std
Sebanyak  99 % data berada pada batas X  Gambaran kurva Normal dengan skala biasa ( = X ) dan
skala baru (= Z ) sebagai berikut :

50 % 50 %
X
μ-3σ μ-2σ μ- 1σ μ μ+1σ μ+2σ μ+3σ
Z
0

68,26% ‫׀‬

95,46 %

Z = N(0;1)
99,74% disebut variabel
Normal Baku

Contoh Penghitungan Probabilita dibawah Kurva Normal


1. Misalkan suatu data sampel menyebar mengikuti distribusi normal dengan nilai rata-
rata ( X = 50) dan standar deviasi ( σ =25 ) Atas dasar informasi tersebut carilah:
a. P (50 ≤ X ≤ 62 )
b. P ( X ≥ 55 )
c. P ( X < 40)
d. P (45 ≤ X < 60 )
Penyelesaian
a. Transformasi data ke standar baku
XX 50  50
0
Z50 =  → Z50 = 25
XX 62  50
Z62 =  → Z62 = 25 = 0,48

117
Sehingga : P (50 ≤ X ≤ 62 ) = P ( 0 ≤ Z ≤ 0,48 ), dan hal ini dapat dilihat pada tabel :P ( 0 ≤ Z ≤ 0,48 )
= 0,1844
55  50
b. P ( X ≥ 55 ) → Z55 = 25 = 0,2 , maka P ( X ≥ 55 ) = P ( Z ≥ 0,2 )
Perhatikan bahwa P ( Z ≥ 0,2 ) = 0,50 - P ( Z≤ 0,2 )
= 0,50 – 0,0793
= 0,4207
40  50
 0, 4
c. P ( X≤ 40 ) → Z40 = 25 maka: P ( X≤ 40 ) = P ( Z>- 0,4 )
= 0,50 – P ( 0 ≤ 0,4 )
= 0,50 – 0,1554
= 0,3446
45  50 60  50
d. P (45 ≤ X < 60 ) → Z45 = 25 = - 0,2 sedangkan Z60 = 25 = 0,4
maka P (45 ≤ X < 60 ) = P (- 0,2 ≤ Z ≥ 0,4 )
= P (0 ≤ Z ≥ 0,2 ) + P (0 ≤ Z ≥ 0,4 )
= 0,0793 + 0,1554
= 0,2347
Contoh:
Seorang pemilik pabrik ban ingin mendapatkan perkiraan tentang rata-rata panjang jalan yang dapat ditempuh
(dalam ribuan km) oleh ban merek baru, sampai ban tersebut rusak. Asumsinya ban tersebut dipergunakan
secara wajar dalam kondisi jalan yang relatif sama. Untuk keperluan tersebut, telah dilakukan penelitian terhadap
400 ban merek baru yang telah sampai rusak. Hasil penelitian dapat disajikan dalam tabel dibawah ini :
Distribusi Frekuensi Umur Ban Merek Baru:
Batas Kelas
Jalan yang telah Banyaknya
ditempuh Ban
(1000 km) (f)
13 - 15 20
16 - 18 40
19 - 21 50
22 - 24 70
25- 27 80
28 - 30 60
31 - 33 40
34 -36 30
37 -39 10
Jumlah 400
Pertanyaan:
Buatlah distribusi normal kumulatif standar Z (Standardize Normal)

Penyelesaian:
Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu langkah-langkah berikut :
Perlu dibuat tabel sebagai berikut :

Batas Kelas
Jalan yang telah Nilai Tengah Banyaknya Ban Frekuensi Relatif Frekuensi
ditempuh (X) (f) Kumulatif
(1000 km) P (X ≤ x)
13 -15 14 20 0,050 0,050
16 -18 17 40 0,100 0,150
19 -21 20 50 0,125 0,275
22 -24 23 70 0,175 0,450

118
25 -27 26 80 0,200 0,650
28 -30 29 60 0,150 0,800
31 -33 32 40 0,100 0,900
34 -36 35 30 0,075 0,975
37 -39 38 10 0,025 1,000
Jumlah  400 1,000 -

Selanjutnya agar dapat menggunakan Tabel Distribusi Normal , maka diperlukan transformasi nilai-nilai
X 
kedalam nilai- nilai Z, dan transformasinya adalah sebagai berikut Z =  dengan menggunakan rumus ini
akan didapat tabel sebagai berikut :

Batas Kelas
Jalan yang telah Nilai Tengah Nilai Z Distribusi Normal Frekuensi
ditempuh (X) Kumulatif Kumulatif f (k)
(1000 km) F(X) (observasi)
13 -15 14 -0,185 0,0322 0,050
16 -18 17 -1,36 0,869 0,150
19 -21 20 -0,87 0,1922 0,275
22 -24 23 -0,38 0,3520 0,450
25 -27 26 0,11 0,5438 0,650
28 -30 29 0,61 0,7291 0,800
31 -33 32 1,10 0,8665 0,900
34 -36 35 1,59 0,9441 0,975
37 -39 38 2,08 0,9812 1,000

Distribusi Kai Kuadrat ( χ2 = Chi square )

Distribusi Kai Square adalah distribusi untuk variabel kontinu χ2 yang besarnya sama dengan jumlah kuadrat dari
sejumlah nilai Z untuk X yang menyebut Normal,
 n  1 S 2
2 2
 X  
  
2
  
2

   atau 2
Nilai Kai Square berawal dari nol sampai tak terhingga. Bentuk kurva kai square bermacam-macam tergantung
dari derajat bebasnya. Semakin besar derajat bebasnya semakjn simetri bentuk kurvanya Tabel distribusi kai
square diperlukan untuk menduga besarnya ragam populasi atas dasar sampel yang terambil secara acak. Selain
itu juga banyak digunakan pada statistik non para metrik, terutama untuk datayang berskala ukur nominal. Kai
square juga dapat digunakan untuk mengetahui korelasi data kualitatif dengan menggunakan koefisien bersyarat:
Cc (Contengensy Coefficient).
Untuk mengetahui korelasi data kualitatif akan menggunakan cara koefisien bersyarat Cc
(cotingency coefficien ) yang mempunyai pengertian yang sama seperti koefisien korelasi.
Digunakan untuk mengukur kuatnya hubungan data kualitatif dimana Cc sebesar nol, yang berarti tidak ada
hubungan. Besarnya Cc tidak akan sama dengan satu , namun tergantung pada fungsi banyaknya kategori
r 1
( baris dan kolom ). Batas tertinggi / batas atas nilai Cc ialah : r , dimana nilai r adalah banyaknya baris
atau kolom. Jika banyaknya baris tidak sama dengan benyaknya kolom pilih nilai terkecil .
Sedangkan untuk menghitung Cc digunakan rumus sebagai berikut :

119
p q p q p q
x2 n   fij   ni.   n. j   nij 
Cc = x 2  n , dimana i 1 j 1 i 1 j 1 i 1 j 1
(6.3)

n = jumlah observasi

f  eij 
2
p q


ij

e
χ 2 = i 1 j 1 ij , (6.4)
di mana: fij = nij = frekuensi atau banyaknya observasi baris i kolom
i = 1,2,3,..................................., p
j = 1,2,3,..................................., q
χ 2 (chi- square) dibaca kai square.
Cara penghitungan χ 2 sama dengan test hipotesis χ 2 hanya saja terbatas pada perbandingan antara perhitungan
Cc dengan batas atas saja. Jika Cc dibagi dengan batas atas lebih kecil dari 0,50 , maka hubungan dikatakan
lemah.
Berikut ini langkah-langkah untuk menghitung korelasi data kualitatif
a. hitung nilai χ2
x2
b. Hitung nilai Cc = x2  n
c. hitung batasn atas nilai Cc dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
r 1
Batas atas Cc = r
x2 r 1
d. Bandingkan Cc dengan batas atas Cc atau x 2  n dibagi dengan r
jika hasilnya < 0,50 maka dikatakan hubungan lemah, sebalikmya jika
hasil dari perbandingan tersebut lebih dari 0,50 hubungan data kualitatif
tersebut dikatakan cukup kuat. Untuk menghitung χ2 diperlukan lembar kerja sebagai berikut :

120
Keterangan :
II 1 2 .... j ........ q Jumlah
I
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 f11 f12 ........... f1j .......... f1q n1.
(e11) (e12) (e1j)
2 f21 f22 ........... f2j ........... f2q n2.
(e21) (e22) (e2j) (e2q)

. ..........

. ..........

p fp1 fp2 .......... fpj fpq np.


(ep1) (ep2) (epj) (epq)

Jumlah n.1 n .2 ......... n .j n.q n

fij = frekuensi kategori i dan j


eij = frekuensi harapan kategori i dan j
 ni.   n. j 

eij = n frekuensi harapan (expected frequency)

q p q q p q


j 1
fij   ni .  n
i

i 1
f ij   n. j  n
j 1
 n
i 1 j 1
ij n
ni. = n.j = , maka n.j =
Kalau nilai perbandingan Cc dengan batas tertinggi < 0,50 maka hubungan lemah, terletak antara 0,50 dan 0,75
maka hubungan sedang / cukup, antara 0,75 dan 0,90 maka hubungan kuat, antara 0,90 dan 1 maka hubungan
sangat kuat, sama dengan 1 (satu) maka hubungan sempurna.

Contoh 1:
Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu rumah tangga dengan tingkat pemberian
ASI kepada anak mereka , dilakukan penelitian yang hasilnya seperti dalam tabel berikut:

Pendidikan yang Ditamatkan


Pemberian ASI kepada Anak

Kurang Cukup Sangat cukup

Tidak Tamat SLA 82 65 12

Tamat SLA 59 112 24

Pernah masuk Perguruan Tinggi


37 94 42

121
Dari data seperti dalam tabel hitunglah Cc untuk mengukur hubungan antara tingkat pendidikan ibu rumahtangga
dengan pemberian ASI kepada anak mereka.

Tahapan yang harus dilaksanakan adalah:

1. mebuat lembar kerja sebagai berikut:


II 1 2 3 Jumlah
I
(1) (2) (3) (4) (5)
1 82 65 12 n1 = 159
(53,70) (81,76) (23,53)
2 59 112 24 n2 = 195
( 65,86) (100,28) (28,86)
3 37 94 42 n3 = 173
(58,43) (88,96) (25,61)
Jumlah n.1 = 178 n.2 = 271 n.3 = 78 n = 527

Dalam lembar di atas setiap cell terdiri dari dua angka , yaitu angka frekuensi kategori dan angka frekuensi
harapan ( expected frequency) yang berada dalam kurung .

2. Untuk mencari frekuensi harapan sebagai berikut :

 159   178  159   271  159   78



e11 = 527 53,70 ; e12 = 527 = 81,76 ; e13 = 527 = 23,53

 195  178   195  271  195  78


e21 = 527 = 65,86 ; e22 = 527 =100,28 ; e23 = 527 = 28,96

 173  178  173  178  173  78


e31 = 527 = 58,43 ; e32 = 527 = 58,43 ;e33 = 527 = 25,61

Selanjutnya kita akan menghitung nilai χ2 (chi-square), dengan rumus :

f  eij  f  eij 
2 2
p q 3 3

 
ij ij

2 i 1 j 1 eij 2 i 1 j 1 eij
χ = ; berdasarkan rumusm ini maka χ = , maka;

f  eij 
2
3 3


ij

i 1 j 1 eij
χ 2=
 f11  e11   f12  e12   f13  e13   f 33  e33 
2 2 2 2

χ 2=
e11 +
e13 +
e13 + ..............+
e33

 82  53, 70   65  81, 76   12  23,53  42  25, 61


2 2 2 2

χ2= 53, 70 + 81, 76 + 23,53 + ...........+ 25, 61


2
χ = 45,54 , disebut Chi- square hitung

122
Selanjutnya dihitung dihitung nilai koefisien bersyarat (contingency coefficient) dengan rumus sebagai berikut :
x2 45,54
Cc = x2  n  Cc = 45,54  527  Cc = 0,28
r 1
Kemudian dihitung batas atas Cc dengan rumus Cc = r , oleh karena jumlah baris dan jumlah kolom
3 1
sama, maka batas atas Cc = 3 = 0,82. Dengan membandingkanContingency Coefficient (Cc) dengan batas
0, 28
atas Cc yaitu 0,82 = 0,34.
Karena hasilnya lebih kecil dari 0,50, maka dapat dikatakan korelasi (hubungan) antara tingkat pendidikan ibu
rumahtangga dan tingkat pemberian ASI dapat dikatakan lemah

Ada atau tidaknya hubungan antara tingkat pendidikan dengan pemberian ASI pada anaknya dapat dilakukan
test hipotesis sebagai berikut, berdasarkan perhitungan seperti yang telah dilakukan diatas, maka hipotesisnya
adalah:

H0 : ρ = 0 tidak ada korelasi antara tingkat pendidikan ibu rumahtangga dengan

dengan pemberian ASI


Ha : ρ ≠ 0 terdapat korelasi yang nyata antara tingkat pendidikan ibu dengan pemberian
ASI
dengan α = 1 %, maka didapat nilai χ2 {0,01; (3-1)(3-1) } = 13,277 (batas critical region)
Oleh karena χ2 hasil perhitungan sebesar 45,54 lebih besar dari pada χ2 {0,01; (3-1)(3-1) } = 13,277, maka H0 ditolak.
Yang berarti Ha diterima , dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara
tingkat pendidikan ibu rumahtangga dengan pemberian ASI kepada anaknya.

Fungsi distribusi Kai Square dapat juga digunakan untuk menduga parameter ragam (varian). Karena jika sampel
acak berukura n diambil dari populasi normal dengan varian sebesar σ 2 tetapi nilainya tidak diketahui maka
penduga titik σ2 adalah S2 dan ragamnya akan menyebar mengikuti distribusi Kai Square ( χ 2 ) dengan fungsi
 n  1
2
S2
 2

2
Dengan selang kepercayaan ( 1- α ) bagi σ2 adalah :
 n  1 S 2 2 
 n  1 S 2
 2 
21 
 ,v   ,v 
2   2 
dengan derajat bebas v = n-1

Contoh 2.
Data berikut adalah volume (desi liter) 10 kaleng buah yang diproduksi oleh sebuah mesin otomatis:

46,4 46,1 45,8 47,0 46,1


45,9 45,8 46,9 45,2 46,0

Untuk mengetahui konsistensi mesin tersebut, buatlah selang kepercayaan 90% bagi ragam populasi volume
kaleng

123
Dari Tabel Kai Square ( χ 2 )akan diperoleh

 20,05;9  16,919 20,95;9   3.325


dan

Penyelesaian

S2 = 0,2862
n = 10
α = 0,10

Selang (95%) bagi ragam populasi volume kaleng adalah :

9  0, 2862  9  0, 2862 
2 
16,919 3,325

0,1552≤ σ2 ≤ 0,7748

Distribusi t Student
Distribusi t selain digunakan untuk menguji suatu hipotesis juga dapat digunakan untuk membuat dugaan interval
(interval estimate). Biasanya distribusi t digunakan untuk menguji hipotesis mengenai nilai parameter dari
paling banyak dua populasi. (jika lebih dari dua populasi, harus digunakan distribusi F dan menggunakan tabel F
) dari sampel yang tidak begitu besar (small sample size) mialnya <100, bahkan sering kali ≤ 30 Untuk n yang
yang relatif besar ( n ≥ 100, atau > 30 ) dapat digunakan distribusi normal, artinya tabel normal dapat digunakan
sebagai pengganti tabel t.
Kalau Z = N(0,1) dan χ2 = Chi Square dengan derajat kebebasan v, maka variabel dapat diperoleh dengan cara
seperti dibawah ini:
 X     X  
SX S
t= n
Variabel t dapat dapat mengambil nilai negatif maupun positif, oleh karena pada dasarnya variabel t ini
berasal darivariabel normal. Telah kita ketahui bahwa variabel normal selain mengambil nilai positif juga nilai
negatif. Variabel t ini juga mempunyai kurva yang simetris terhadap t dimana t = 0

Pendugaan Parameter .
Pendugaan bisanya dilakukan jika kita menghadapi suatu masalah yang segera diputuskn, sebagai dasar
pengambilan keputusan. Dalam statistika inferensia kita juga melakukan pendugaan. Pendugaan yang dilakukan
adalah pendugaan karakteristik populasi dengan menggunakan informasi karakteristik sampel, dan pendugaan ini
disebut pendugaan parameter .

Tipe Pendugaan
Ada dua tipe pendugaan mengenai karakteristik populasi, yaitu pendugaan titik (point estimate) dan pendugaan
interval (interval estimate). Kelemahan pendugaan titik kita dihadapkan pada masalah nilai tunggal yang mau
tidak mau kita disadarkan oleh ada suatu kienyataan benar atau salah, dengan demikian pendugaan nilai tunggal
tidak cukup, sehingga kita memerlukan suatu pendugaan dengan interval tertentu dan hal ini biasa disebut
dengan interval selang. Pada tipe pendugaan selang ini ada dua istilah yang sering digunakan yaitu tingkat
kepercayaan dan selang kepercayaan
Tingkat kepercayaan adalah persentase dugaan selang yang memenuhi parameter tang diduga, bila dilakukan
pengambilan sampel berulang.
Selang kepercayaan adalah batas-batas nilai yang memenuhi pendugaan sesuai dengan tingkat kepercayaan yang
dibuat. Disadari bahwa tingkat kepercayaan ini tidak diketahui, tetapi diganti dengan suatu nilai yang

124
disimbolkan dengan α, sehingga α = 1- (tingkat kepercayaan). Bila tingktingkat kepercayaan 95% berarti α = 5%
dan seterusnya.
Statistik sampel yang digunakan untuk menduga parameter populasi disebut penduga bagi parameter populasi;
X adalah penduga bagi rata-rata populasi (μ)
S adalah penduga bagi standar deviasi populasi σ
p adalah penduga bagi proporsi populas P

Dalam kaitan ini hanya akan dibahas pendugaan terhadap pendugaan parameter rata-rata, parameter proporsi dan
parameter ragam

Pendugaan Parameter Rata-rata Suatu Populasi

ˆ  X  X
Penduga titik bagi bagi rata-rata populasi adalah: n
Penduga selang rata-rata bila standar deviasai populasi diketahui (berdasarkan pengalaman atau penelitian
terdahulu adalah :

        
X  Z      X  Z   X  Z  
2 n  2 n  2 n 
atau ditulis dengan

Keterangan:
X = rata-rata sampel
α = 1 – (tingkat kepercayaan)
Z
2= nilai Z dari tabel Z
σ = standar deviasi populasi
n = banyaknya anggota sampel

Contoh penerapan 1
Sebuah perusahaan meluncurkan sebuah produk baru “Slimtrim” yaitu sebuah produk yang mengeluarkan
aroma untuk mengurangi berat badan . Untuk mengetahui efektifitas produk tersebut dilakukan penelitian
terhadap 7 orang wanita sebagai sampel. Berat badan ke tujuh wanita tersebut sebelum dan sesudah
menggunakan “Slimtrim” selama duaminggu adalah sebagai berikut

Wanita ke Berat Badan Berat Badan Selisih Berat


Sebelum (kg) Sesudah (kg) Badan
(d)
1 58,5 60,6 - 2,1
2 60,3 54,9 5,4
3 61,7 58,1 3,6
4 69,0 62,1 6,9
5 64,9 58.5 6,4
6 62,6 59,9 2,7
7 56,7 54,4 2,3

Dari data tersebut dapat dihitung :

d = 3,5571
Sd = 2,7760
t (0,025; 6) = 2,447
Selang 95% untuk rata-rata

125
2, 7760
3,5571 ± 2,447 7 maka: 0,9897 ≤ μd ≤ 6,1246

Artinya kita yakin 95% bahwa penurunan berat badan selama dua minggu setelah menggunakan “Slimtrim”
adalah antara 0,9897 sampai 6,1246 kg. Karena nilai nol tidak masuk dalam selang maka dapat disimpulkan
bahwa “Slimtrim” efektif

Contoh Penerapan 2 :
Suatu studi tentang pertumbuhan tanaman kaktus jenis tertentu menunjukkan bahwa dari 50 tanaman yang
dianggap sebagai sampel rata-rata tumbuh 44,8 mm dengan standar deviasi sebesar 4,7 mm selama jangka waktu
12 bulan.
Pertanyaan:
Buatlah interval konfiden 95% untuk rata-rata pertumbuhan tahunan yang sesungguhnya dari jenis kaktus
tersebut.

Penyelesaian:

n = 50 X = 44,8 mm S = 4,7 mm

Konviden Interval 95% untuk pertumbuhan tahunan yang sesungguhnya dari jenis kaktus tersebut sebagai
berikut:
Rumus selang kepercayaan bagi rata-rata populasi, dimana n > 30 dan σ (populasi) tidak diketahui:
 S   S 
x  Z      x  Z  
2 n 2 n 

Dengan demikian maka:


4, 7 4, 7
44,8 - 1,96 50 < μ < 44,8 + 1,96 50
44,8 – 1,3 < μ < 44,8 + 1,3

43,5 mm < μ < 46,1 mm

Pendugaan Parameter Proporsi


Dalam penelitian tidak jarang menggunakan sampel untuk menduga proporsi kejadian dalam populasi. Proporsi
ini selalu akan mengikuti distribusi Binomial, namun karena jumlah sampel n itu besar maka pendekatannya
dengan distribusi Normal. Dalam hal ini penduga proporsi yang akan digunakan adalah distribusi Normal ,
karena jumlah n besar.
Pada suatu populasi Binomial, dengan jumlah anggota sebanyak N , persentase suksessebesar P, diambil sampel
sebanyak n seperti pada gambar dibawahn ini

n x
N M maka penduga titik adalah : p = p

126
dimana :

x = jumlah sukses (dari kejadian yang menjadi pusat perhatian)


n = jumlah sampel
Bila jumlah n besar ( n > 30 ), maka selang ( 1 - α )100% bagi proporsi P adalah :

 pq   pq 
   P  p  Z 2  
p – Z α/2
 n   n 

dimana :

p = proporsi sukses sampel


q = 1-p

Contoh aplikasi
Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap 400 unit sampel ban mobil ternyata 40 unit diantaranya tidak memenuhi
standar kualitas. Buatlah selang kepercayaan 95% bagi proporsi ban yang tidak memenuhi standar kualitas

Penyelesaian

X = 40 ; n = 400
p = 40/400 = 0,1 ; maka q = 1- 0,1 = 0,90
Selang kepercayaan 95% :
(0,1)(0,9)

0,1 ± 1,96 400 0,1 ± 0,0294
0,0706 ≤ P ≤ 0,1294

Artinya ban mobil yang tidak memenuhi standar kualitas sebesar7,06 sampai 12,94 persen

Pendugaan Selisih Dua Proporsi


Jika kita berkehendak untuk membandingkan proporsi dari dua populasi, maka perhatikan hal-hal sebagai berikut
n1 ( dari Sampel 1) n2 ( dari sampel 2 )

P1
P2
N1
N2

Penduga bagi titik (P1- P2) adalah ( p1- p2 ). Bila jumlah sampel besar maka selisih proporsi ini akan menyebar
mengikuti distribusi Normaldengan rata-rata P1- P2 dan standar deviasi
sebesar :
 p1q1  p2 q2 
  
Sp1-p2 =  n1  n2 

127
Bila jumlah n besar ( n > 30 ), maka selang (1- α ) 100% bagi proporsi adalah :

 p1q1   p2 q2 
Z   
(p1-p2) ±
2
 n1   n2 

Contoh aplikasi
Suatu jajag pendapat dilakukan untuk mengetahui perbedaan pendapat penduduk kota dan pinggir kota atas
keberadaan suatu pasar swalayan. Dari penduduk kota diambil sampel sebanyak 2000 orang, dan 1200
diantaranya setuju. Dari penduduk pinggir kota diambil sampel secara acak sebanyak 5000 orang, diantaranya
2400 orang setuju
Pertanyaan:
Buatlah selang kepercayaan 95% bagi selisih proporsi pendapat setuju antara penduduk kota dan penduduk
pinggir kota
Penyelesaian:

n1 = 2000 (sampel 1 ) n2 = 5000 (sampel 2 )

P1 P2

N1 N2

Dari data tersebut diatas dapat diperoleh keterangamn sebagai berikut :


Penduduk Kota Penduduk Pinggir Kota
n1 = 2000 n2 = 5000
x1 = 1200 x2 = 2400
p1 = 0,6 p2 = 0,48
q1 = 0,4 q2 = 0,52

Penduga titik bagi P1 – P2 = 0,6 – 0,48 = 0,12

maka besarnya penduga selang adalah:


 p1q1   p2 q2 
Z   
(p1-p2) ±
2
 n1   n2 

 0, 6  0, 4   0, 48  0,52 
   
0,12 ± 1,96  2000   5000 

0,12 ± 1,96(0,013)
0,12 ± 0,0255 sehingga : 0,0945 ≤ ( P1-P2) ≤ 0,1455
Artinya kita yakin 95% bahwa selisih penduduk kota dan pinggir kota yang setuju terletak antara 9,45 % sampai
14,55%

Menentukan Besarnya Ukuran Sampel ( n ) Berdasarkan pendekatan Rata-rata

Dalam suatu penelitian salah satu hal yang harus dipertimbangkan adalah jumlah sampel yang harus ditentukan,
karena besarnya sampel akan sangat mempengaruhi biaya yang harus dikeluarkan untuk menghasilkan informasi

128
yang akurat. Dalam menentukan besarnya sampel ini diperlukan pendekatan berapa besarnya tingkat kesalahan
  
X  Z  
2 n 
yang masih dapat ditolerir. Pendekatan tersebut adalah : , hal ini analog X ± e
2
 Z  
    2
 2 
Z   Z2    
Dimana e =
2 n  sehingga: e2 = 2  n  maka : n =  e 
karena besarnya standar deviasi sering tidak diketahui, maka besarnya standar deviasi populasi diperkirakan
melalui tiga pendekatan, yaitu :
a. Dari penelitian yang sudah ada sebelumnya
b. Diambil beberapa sampel untuk menduga standar deviasi populasi
c. Bila dimungkinkan untuk mengetahui nilai pengamatan terkecil dan terbesar, maka
Range
standar deviasi populasi dapat didekati dengan: σ = 4
Contoh aplikasi:
Suatu sampel diambil untuk menduga gaji para eksekutif di PT. AIMTY dengan selang toleransi sebesar $500( e
= 500 )serta tingkat kepercayaan 98 %. Sebelumnya telah diketahui bahwa gaji terbesar dan terkecil dari para
eksekutif di perusahaan tersebut adalah $40000dan $26000. Berapa ukuran sampel yang dibutuhkan pada
penelitian ini.

Penyelesaian:
Diketahui :
e = 500
40000  26000
 3500
σ= 4
α/2 = 0,01, maka Z0,01 = 2,33
Dengan demikian ukuran sampel yang dibutuhkan adalah:

 2,33(3500) 
 
n=  500 
n = 266, 02 dan dibulatkan menjadi 267 unit sampel
Dengan demikian sampel yang dibutuhkan agar mencapai tingkat kepercayaan sebesar 98%, adalah sebesar 267
responden

Pengujian Hipotesis

Pernyataan mengenai sesuatu yang harus diuji kebenarannya


Hipotesis statistik adalah suatu pernyataan yang menyatakan harga sebuah/beberapa
parameter atau pernyataan yang menyatakan bentuk distribusi sebuah/beberapa variabel
random yang masih diuji secara empirik apakah pernyataan itu bisa diterima atau ditolak.
Hipotesis dapat dilambangkan H0 yang disebut hipotesis nol dan Ha yang disebut hipotesis
alternatif apabila dalam pengujian H0 ditolak maka Ha diterima. Disebut H0 berarti tidak ada
perbedaan harga parameter atau perbedaannya = 0.

Konsep Dasar Pengujian Hipotesis


Berikut ini contoh tentang dasar pengujian hipotesis untuk memutuskan satu dari dua
alternatif

129
Untuk mengetahui konsep-konsep dalam pengujian hipotesis perhatikan ilustrasi mengenai
keputusan apakah pemerintah menyetujui peluncuran jenis obat baru. Jenis obat ini menurut
produsennya mampu menurunkan tingkat kolesterol darah Departemen Kesehatan (POM)
akan menyetujui peluncurannya bila terbukti bahwa obat itu efektif. Untuk mengetahui khasiat
obat tersebut, dilakukan percobaan terhadap sampel acak yang terdiri 100 orang pria setengah
umur. Setiap peserta sampel diberi obat dengan dosis yang dianjurkan pada selang waktu
tertentu dan secara berkala kadar kolesterol mereka diukur. Pada akhir percobaan perubahan
kadar kolesterol itu dicatat. Dari ilustrasi di atas pemerintah harus memutuskan satu dari dua
alternative:
1. Batalkan (dan membutuhkan penelitian lanjutan)
2. Menyetujui peluncuran obat baru untuk umum

Hipotesa Nol Dan Hipotesis Alternatif


Keputusan tentunya harus didasari oleh efektif atau tidaknya obat tersebut. Pernyataan
mengenai efektif atau tidaknya inilah yang disebut hipotesis. Sejalan dengan dua macam
kemungkinan keputusan pemerintah. Dua macam hipotesis dalam hal ini , yaitu:
1. Obat tidak efektif
2. Obat efektif
Hipotesis pertama “ Obat tidak efektif” disebut “Hipotesa nol” (H0) karena menandkan
adanya status quo, yakni karena hasil pengujian tidak memenuhi standar yang telah
ditentukan. Karena itu hipotesa nol sering juga disebut hipotesa yang ingin ditolak, sedangkan
hipoitesa ke dua “obat efektif” disebut “hipotesis alternative” (Ha), karena merupakan
alternative dari status quo, yang sebetulnya memang diharapkan. Untuk itu hipotesis
alternative sering juga disebut hipotesis yang ingin diterima

Kemungkinan Kesalahan Pada Pengujian Hipotesis


Karena pada pengujian hipoitesis ini kita menggunakan data sampel untuk menerangkan
keadaan populasi, maka ada kemungkiunan kesalahan dari setiap kemungkinan yang dibuat,
seperti terlihat dibawah ini

Keadaan Populasi Kesimpulan Berdasarkan Sampel


Yang Sebenaenya Terima H0 Terima Ha
H0 Benar Keputusan Benar Salah Jenis I = α
Ha Benar Salah jenis ke II = β Keputusan Benar

Dari tabel di atas ada dua tipe kesalahan yang mungkin terjadi pada pengujian hipotesis:
1. Salah jenis I (α) yaitu kesalahan akibat menerima Ha padahal sesungguhnya H0 yang
benar. Pada pengujian hipotesis, tipe ini bisa dikontrol sekecil mungkin. Dengan
begitu, ketika menerima Ha kita tahu tingkat kesalahannya. Inilah salah satru sebab
mengapa Ha diharapkan diterima
2. Salah jenis II (β) yaitu kesalahan akibat menerima H 0 padahal sesungguhnya Ha yang
benar. Tipe kesalahan ini tidak bisa dikontrol pada pengujian hipotesis. Salah jenis II
ini cenderung besar. Itulah sebabnya peneliti berharap menolak H 0, sehingga kalaupun
dalam pengujian hipotesis kita menerima H0, tidak disebut bahwa H0 benar, melainkan
“tidak cukup bukti menerima Ha”

130
Pengujian Hipotesis Untuk Suatu Parameter Rata-rata (μ)
Dalam setiap pengujian hipotesis ada beberapa langkah yang harus diikuti :

1. Formulasikan H0 dan Ha , yang disebut jenis pengujian. Ada dua bagian besarjenis
pengujian ini, yaitu pengujian satu sisidan pengujian dua sisi.

a. Pengujian satu sisi


a.1. Pengujian Sisi Kiri
H0 : μ = μ0
Ha : μ < μ0
a.2. Pengujian Sisi Kanan
H0 : μ = μ0
Ha : μ > μ0

b. Pengujian dua sisi


H0 : μ = μ0
H a : μ ≠ μ0

Dari berbagai alternative pengujian ini dipilih satu saja sesuai dengan permasalahan
yang ada

2. Tentukan taraf nyata (α) yang akan digunakan yaitu tingkat kesalahan apabila
menerima Ha yang salah
3. Tentukan Statistik yang sesuai
Untuk kasus yang berbeda, bisa berbeda statistik ujinya
4. Cari nilai kritis dari tabel yang dibutuhkan
5. Bandingkan statistic uji dengan nilai kritis (nilai tabel)
6. Buat kesimpulan berdasarkan hasil perbandingan pada butir 5

Pengujian Rata-rata Bila Sampel Berukuran Besar ( n > 30 ) Atau Ragam Populasi (σ 2)
Diketahui

a. Statistik uji yang sesuai


X̄−μ0
σ
Zhitung = √n
b.Nilai kritis dilihat dari tabel Z

b.1. Pengujian Sisi Kiri


H0 : μ = μ0
Ha : μ < μ0
Nilai kritisnya adalah: – Z(α)
Tolak H0 bila Zhitung < – Z(α)

131
b.2 Pengujian sisi kanan
H0 : μ = μ0
Ha : μ > μ0
Nilai kritisnya adalah: Z(α)
Tolak H0 bila Zhitung > Z(α)

b.3 Pengujian dua sisi


H0 : μ = μ0
Ha :μ ≠ μ0
Nilai kritisnya adalah: Z(α/2)
Tolak H0 bila │Zhitung │ > Z(α/2)

Contoh Aplikasi 1
Rata-rata hasil sebuah mesin lama adalah 2200 kg/hari. Sebuah mesin baru diuji dalam 200
hari, ternyata hasil produksinya menyebar normal dengan rata-rata produksinya 2280 kg/hari
dengan σ = 520 kg/hari. Apakah data ini membuktikan bahwa mesin baru meningkatkan
produksi ?
Ujilah dengan α = 5%

Penyelesaian:
H0 : μ = 2200
Ha : μ > 2200
Taraf nyata α = 5%
X̄−μ0 2280−2200
=2 .1757
σ 520
Statistik yang sesuai : Zhitung = √n Zhitung = √200
Nilai kritis Z(α) = Z(0,05) = 1,65
Zhitung > Z(α=0,05) sehingga tolak H0
Kesimpulan : Cukup bukti yang menyatakan adanya kenaikan produksi setelah menggunakan
mesin baru
Contoh Aplikasi 2 (latihan)
Dari catatan bagian penjualan perusahaan listrik menunjukkan bahwa sebelum ada perubahan tegangan dari
110V menjadi 220V, konsumsi rata-rata untuk setiap langganan adalah 84 Kwh per bulan. Setelah tegangan
diubah menjadi 220V diadakan survai terhadap 100 langganan dan menunjukkan konsumsi rata-rata menjadi
86,5 Kwh dengan standard deviasi 14 Kwh. Berdasarkan data tersebut jika kita ingin menguji pendapat yang
menyatakan bahwa perubahan tegangan tersebut mempunyai pengaruh yang kuat di dalam pertambahan
pemakaian listrik dengan level of significance 5%.

Pengujian Rata-rata Bila sampel Berukuran kecil (<30)


dan Ragam Populasi (σ2) Tidak Diketahui
a. Statistik uji yang sesuai adalah :

132
X̄−μ0
S
thitung = √n
b. Nilai kritis dilihat dari tabel tabel t-student : t (α, v) ; v = n-1

b.1. Pengujian Sisi Kiri


H0 : μ = μ0
H a : μ < μ0
Nilai kritisnya adalah: – t(α,v)
Tolak H0 bila -thitung < – t(α,v)

b.2 Pengujian sisi kanan


H0 : μ = μ0
H a : μ > μ0
Nilai kritisnya adalah: t(α,v)
Tolak H0 bila thitung > t(α,v)

b.3 Pengujian dua sisi


H0 : μ = μ0
Ha :μ ≠ μ0
Nilai kritisnya adalah: t(α/2, v)
Tolak H0 bila │thitung │ > t(α/2 , v)

Contoh Aplikasi:
Seorang pengusaha rokok membantah keluhan pihak-pihak yang menyebutkan bahwa kadar tar produknya di
atas 3,5 ppm. Lembaga konsumen membuat penelitian untuk membuktikan kebenran pernyataan pengusaha .
Sampel acak sebanyak 15 batang rokok produknya diteliti , ternyata rata-rata kandungan tar sebesar 4,2 ppm dan
standar deviasi 1,4 ppm . Buatlah pengujian hipotesa untuk membuktikan kebenaran pernyataan pengusaha
tersebut dengan tingkat kesalahan 1%

Penyelesaian:

H0 : μ = 3,5
Ha : μ > 3,5

X̄−μ0 4,2−3,5
S 1,4
thitung = √n = √15 = 1,9365

Nilai kritis t(α,v) t(1%,14) =2,624


thitung < t(1%,14) , dengan demikian maka H0 diterima
Kesimpulan : Cukup bukti bahwa kadar tar ≤ 3,5 ppm

Pengujian hipotesis Selisih Dua Parameter Rata-rata (μ1 – μ2)


Dalam praktek tidak jarang kita berkehendak mengetahui apakah ada perbedaan rata-rata dua populasi yang
berarti (secara signifikan) antara dua populasi. Disamping itu dapat juga diuji apakah selisih rata-ratanya sama
dengan nilai tertentu
Jenis Pengujian untuk selisih dua rata-rata adalah :
a. Pengujian sisi kiri
H0 : μ1 – μ2 = D0 D0 adalah suatu bilangan nyata yang menjadi dasar pengujian
Ha : μ1 – μ2 < D0

133
b. H0 : μ1 – μ2 = D0
Ha : μ1 – μ2 > D0

c. H0 : μ1 – μ2 = D0
Ha : μ1 – μ2 ≠ D0

Pengujian Selisih Dua Rata-rata Bila Sampel Berukuran Besar (n > 30) atau Bila Standar Deviasi
Populasi Diketahui

a. Statistik Uji yang sesuai :


( x̄1 − x̄2 )− D0
σ 21 σ 22

Zhitung = √( +
n 1 n2 )
b. Nilai kritis dilihat dari tabel Z

a). Pengujian sisi kiri


H0 : μ1 – μ2 = D0
Ha : μ1 – μ2 < D0
Nilai kritisnya adalah –Z(α)
Tolak H0 bila Zhitung < – Z(α)
b). Pengujian sisi kanan
H0 : μ1 – μ2 = D0
Ha : μ1 – μ2 > D0
Nilai kritisnya adalah Z(α)
Tolak H0 bila Zhitung > Z(α)
c). Pengujian dua sisi
H0 : μ1 – μ2 = D0
Ha : μ1 – μ2 ≠ D0
Nilai kritisnya adalah Z(α/2)
Tolak H0 bila │Zhitung│ > Z(α/2)

Contoh Aplikasi
Sebuah perusahaan perakit mobil membutuhkan plat baja sebagai bahan bakunya. Ada dua pemasok plat baja
yang akan dipilih sebagai rekanan, yaitu pemasok A dan B. Untuk memilih, dilakukan pengujian terhadap
kekuatan produk masing-masing pemasok, diukur dari daya tahan pada suatu beban (kg). Hasil penelitian
menunjukkan data berikut:

Pemasok A Pemasok B

n1 = 50 n2 = 50

= 80,2 kg X̄ = 86,7 kg
Ujilah dengan α = 0,05, apakah baja dari pemasok B lebih kuat daripa
S1 = 5,61 kg S2 = 6,28 kgda pemasok A

Penyelesaian:
Jenis Pengujian Hipotesis
H0 : μ1 – μ2 = 0

134
Ha : μ1 – μ2 < 0
Taraf nyata = 5%
Statistik Uji yang sesuai
( x̄1 − x̄2 )− D0
(80 , 2−86 , 7 )−0
σ 21 σ 22

Zhitung = √( +
n 1 n2 ) √( =
5,62 6 ,28 2
+
50 50 ) = – 5,4581

Nilai kritis adalah –Zα = – Z(0,05) = – 1,65


Zhitung < – Z(0,05) maka tolak H0
Kesimpulan : Cukup bukti yang menyatakan plat baja dari pemasok B lebih kuat
dari pemasok A

Pengujian Hipotesis Selisih Dua Parameter Rata-rata Bila Ukuran Sampel


Kecil Dan Standar Deviasi Populasi Tidak Diketahui Tetapi Dianggap Sama
(σ1 = σ2)

Statistik Uji yang Sesuai:


X̄ 1 − X̄ 2
1 1
thitung =
Sp
√( +
n1 n2 )
2 2

Sp= √ (n1−1)S 1 +(n 2−1 )S 2


n1 +n 2−2
Nilai kritis dilihat dari tabel tstudent dengan v = n1+ n2 – 2

a. Pengujian sisi kiri


H 0 : μ 1 – μ2 = 0
H a : μ1 – μ2 < 0
Nilai kritisnya adalah –t(α,v)
Tolak H0 bila thitung < –t(α,v)

b. Pengujian Sisi kanan c. Pengujian dua sisi


H 0 : μ1 – μ 2 = 0 H 0 : μ1 – μ 2 = 0
Ha : μ1 – μ2 > 0 H a : μ1 – μ2 # 0
Nilai kritisnya adalah t(α,v) Nilai kritisnya adalah t(α/2,v)
Tolak H0 bila thitung > t(α,v) Tolak H0 bila│ thitung│ > t(α/2,v)

Contoh Soal
Sebuah penelitian dilakukan untuk mengetahui efektivitas metode baru.
Sebanyak 12 karyawan dipilih secara acak dan diminta bekerja dengan

135
metode biasa. Hasilnya menunjukkan pekerjaan diselesaikan dengan rata-
rata waktu 85 menit dan standar deviasi 4 menit. Kemudian 10 karyawan
lain diminta mengerjakan hal yang sama dengan menggunakan metode
baru, dan hasilnya menunjukkan rata-rata waktu penyelesaian 81 menit
dan standar deviasi 5 menit. Gunakan α = 0,05 dengan asumsi kedua
populasi normal dan mempunyai ragam yang sama.

Penyelesaian

H 0 : μ 1 – μ2 = 0
H a : μ1 – μ2 > 0
Taraf nyata = 5%
Statistik Uji yang sesuai
2 2

Sp= √ (n1−1)S 1 +(n 2−1 )S 2


n1 +n 2−2 = √ 9 ( 5 )2 +11 ( 4 )2
10+12−2
=4 , 478

X̄ 1 − X̄ 2 81−85
=−2 ,07
1 1
thitung =
Sp
√( +
n1 n2 ) = √(
4 , 478
1 1
+
10 12 )
Nilai kritis adalah –t(α,v) = – t(0,05; 20) = –1,725
thitung < – t(0,05; 20) , dengan demikian tolak H0
Kesimpulan : Cukup bukti bahwa metode baru memepe
rkecil waktu kerja (lebih efisien)

Pengujian Hipotesis Selisih Dua Rata-rata Untuk Data Berpasangan


Sama halnya pada pendugaan parameter, sampel yang diambil dari dua populasi saling tidak bebas disebut data
berpasangan. Sehingga harus dihitung dahulu selisih antar pasangan, baru dilakukan pengujian

a. Statistik uji yang sesuai adalah:

d̄−D 0
Sd
thitung = √n
d̄ = rata-rata selisih pasangan
Sd = standar deviasi selisih pasangan

b. Nilai kritis dilihat dari tabel t-student = t (α;v) ; dengan v = n-1

1. Bila pengujian sisi kiri

H0 : μd = D0
Ha : μd
< D0
Nilai kritisnya adalah –t(α,v)

136
Tolak H0 bila thitung < –t(α,v)

2. Bila pengujian sisi kanan

H0 : μd = D0
H a : μ1 > D 0
Nilai kritisnya adalah t(α,v)
Tolak H0 bila thitung > t(α,v)

3. Bila pengujian dua sisi


H0 : μ1 – μ2 = D0
.y H a : μ1 – μ2 ≠ D 0
Nilai kritisnya adalah t(α/2,v)
Tolak H0 bila│ thitung│ > t(α/2,v)

Contoh Soal
Kita ingin mengetahui apakah pemberian kridit mikro kepada para pedagang kecil dapat meningkatkan
pendapatan mereka dibanding sebelum menerima kridit mikro. Untuk itu diambil sampel secara acak
sebanyak 8 orang pedagang kecil yang menerima kridit mikro untuk diwawancarai. Hasilnya adalah
sebagai berikut:

Pedagang Kecil Keuntungan Yang diperoleh Per hari


Sebelum Setelah Menerima
Menerima Kredit Kredit
Abdi 200 250
Burhan 400 390
Cokro 350 400
Deny 250 350
Endang 250 300
Fadli 150 200
Galih 450 600
Harun 500 600

Ujilah dengan taraf signifikansi 5% bahwa kridit usaha mikro dapat meningkatkan keuntungan para
pedagang kecil yang menerima kridit usaha mikro.

Penyelesaian

Pedagang Kecil Keuntungan per hari Perbedaan


Sebelum (X1) Sesudah (X2) d = X2–X1 d2
Abdi 200 250 50 2500
Burhan 400 390 –10 100
Cokro 350 400 50 2500
Deny 250 350 100 10000
Endang 250 300 50 2500
Fadli 150 200 50 2500
Galih 450 600 150 22500
Harun 500 600 100 10000
∑d = 540 ∑d2 =52600

d̄=
∑ d =540 =67 , 5
n 8

137
2

√ ( 540 )2
(∑ d )

Sd =
H0 :
∑d −

μ2 =μ1
2

n−1
atau
n
=
μd =0
√ 52600−
8−1
8

(D = 0)
=48 ,033

H1 :
μ2 >
μ1 atau
μd
> 0 (D>0)
Nilai t-tabel: t(0,05; 8-1) = 1,895 (pengujian sisi kanan)
H0 diterima apabila thitung < 1,895
H0 ditolak apabila thitung >1,895

d̄−D 0 67 , 5
=3 , 975
Sd 48 ,033
thitung = √n thitung = √8
Dengan demikian oleh karena thitung > tabel maka H0 ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa kridit mikro dapat
meningkatkan keuntungan rata-rata pada tingkat α = 0,05

Pengujian Parameter Proporsi


Jenis pengujian hipotesis proporsi ini sering digunakan pada aplikasi statistic, terutama dalam berbagai
situasi manajerial. Penggunaan hipotesis ini sering dijumpai pada pengujian kualitas, pengujian tingkat
kesalahan yang masih bisa diterima pada proses produksi, pada keputusan pemasaran yang terkait
dengan proporsi penggunaan produk di berbagai segmen. Prosedur pengujian hipotesis proporsi sama
dengan pengujian hipotesis parameter rata-rata

Pengujian Hipotesis Suatu parameter Proporsi

P−P 0
p0 q0
a.
b.
Statistik uji yang sesuai : Zhitung =
Nilai kritis dilihat dari tabel normal Z
√ n dengan q0 = 1– p0

1. Pengujian Sisi Kiri


H 0 : P = p0
H a : P < p0
Nilai kritisnya adalah – Z(α)
Tolak H0 bila Zhitung < –Z tabel
2. Pengujian Sisi Kanan
H 0 : P = p0
H a : P > p0
Nilai kritisnya adalah Z(α)
Tolak H0 bila Zhitung > Z tabel
3. Pengujian dua sisi
H 0 : P = p0
H a : P ≠ p0
Nilai kritisnya adalah Z(α/2)
Tolak H0 bila │ Zhitung│ > Z tabel

Contoh Aplikasi
Sebuah perusahaan sabun mengklaim pangsa pasarnya 60 %. Dalam upaya meningkatkan penjualan (menguasai
pasar)perusahaan tersebut meningkatkan iklan besar-besaran. Setelah itu perusahaan mengadakan penelitian
secara acak terhadap 400 pelanggan sabun. Ternyata 280 diantaranya pemakai sabun perusahaan tersebut.
Dengan melakukan pengujian hipotesa (α = 0,05)
Pertanyaan : Adakah peningkatan pangsa pasar setelah melakukan iklan secara besar-besaran

138
Penyelesaian:
H0 : P = 0,6
Ha : P > 0,6
Taraf nyata α = 0,05
Statistik uji yang sesuai
0,7−0,6
=4 ,08
280
P = 400
=0,7
; Zhitung = √ (0,6 )(0,4 )
400

Nilai kritis Z(α) = Z(0,05) = 1,65 Zhitung > Ztabel dengan demikian maka H0 ditolak
Kesimpulan : Cukup bukti akan adanya kenaikan pangsa pasar setelah melakukan iklan besar-besaran

Pengujian Hipotesis Selisih Dua Parameter Proporsi

Seperti halnya pada pengujian parameter rata-rata, pengujian ini dilkukan bila kita ingin
membandingkan proporsi dua populasi. Untuk mengetahui apakah proporsi populasi I lebih
besar dari populasi II atau sebaliknya

a. Staistik uji yang sesuai:


( p1 − p2 )
1 1 x1+ x2
Zhitung = √ pq
( +
n1 n2 ) ; dimana: p= n1 + n2 dan q = 1-p

b. Nilai kritis dilihat dari tabel Z

1. Pengujian Sisi Kiri


H 0 : P 1 = P2
H a : P 1 < P2
Nilai kritisnya adalah – Z(α)
Tolak H0 bila Zhitung < –Z tabel
2. Pengujian Sisi Kanan
H 0 : P 1 = P2
H a : P 1 > P2
Nilai kritisnya adalah Z(α)
Tolak H0 bila Zhitung > Z tabel
3. Pengujian dua sisi
H 0 : P 1 = P2
Ha : P1 ≠ P2
Nilai kritisnya adalah Z(α/2)
Tolak H0 bila │ Zhitung│ > Z tabel

Contoh Aplikasi
Sampel acak mengenai satu jenis barang telah diambil dari dua kumpulan yang dihasilkan mesin A dan
mesin B. Dari mesin A diambil diambil 200 produk, 19 produk rusak. Dari mesin B diambil 100
produk, da 5 produk rusak. Ujilah dengan α = 0,01. Apakah ada perbedaan kualitas produk yang
dihasilkan mesin A dan mesin B

139
Penyelesaian:
Jenis Pengujian
H 0 : P 1 = P2
H a : P 1 ≠ P2

Taraf nyata α = 0,01


Statistik uji yang sesuai
P1 = 19/200 = 0,095
P 2= 5/100 = 0,05
19+5
=0 , 08
p = 300 ; q = 1 – 0,08 = 0,92 dengan demikian maka :
0,095−0, 05
=1,3543
1 1
Zhitung = √ (0,08)(0 ,92) ( +
200 100 )
Nilai kritis adalah Z(α/2) atau Z( 0,005) = 2,575
│Zhitung │ < Z(0,005) maka terima H0
Kesimpulan : belum cukup bukti untuk menyatakan adanya perbedaan kualitas produk yang
dihasilkan mesin A dan mesin B

Pengujian Parameter Ragam (Varian)

Pembuat keputusan sering dihadapkan pada pertanyaan seberapa jauh variasi dari suatu populasi ,
misalnya variasi waktu dalam mengerjakan sesuatu. Ketelitian alat laboratoriumdiukur dengan rata-
ratanya, disamping akurasinya, juga diukur varian-nya. Pada pembahasan ini dilakukan pengujian bagi
suatu ragam populasi serta pengujian bagi perbandingan dua ragam populasi

Pengujian Hipotesis Mengenai Suatu Parameter Ragam

Pengujian hipotesis tentang varians, pada dasarnya sama seperti tentang rata-rata dan proporsi, Seperti
kita ketahui,kalau suatu sampel acak ditarik dari suatu populasi dengan distribusi normal, maka rasio:
(n−1 )S 2 2
= χ (n−1)
σ2 yaitu mengikuti fungsi distribusi fungsi Chi-Square (Kai-Kuadrat) dengan derajat
bebas (n-1)
Rasio tersebut digunakan sebagai dasar pengujian hipotesis seperti halnya dengan rata-rata dan
proporsi adalah sebagai berikut:

(n−1)S 2
χ 2hitung =
a. Statistik uji yang sesuai adalah: σ2

2
b. Nilai kritis dilihat dari tabel χ (α , v) ; v = n-1
c. Bila pengujian sisi kiri:
2
H0 : σ2 = σ 0
2 2
Ha : σ < σ0
2
Nilai kritisnya adalah χ (1−α , v )

140
2 2
Tolak H0 bila χ <
hitung χ (1−α , v )
d. Bila pengujian sisi kanan
2
H0 : σ2 = σ 0
2 2
Ha : σ > σ0
2
Nilai kritisnya χ (α , v)

Tolak H0 bila χ hitung > χ 2(α , v)


e. Bila pengujian dua sisi
2
H0 : σ2 = σ 0
2
Ha : σ2 ≠ σ0
2 2
Nilai kritisnya χ (α , v) . Tolak H0 bila χ hitung < χ (1−α /2, v ) atau χ
2
hitung
>
2
χ (α /2 , v )

Contoh Aplikasi
Sebuah perusahaan aki mobil menyatakan umur aki yang diproduksa mempunyai standar deviasi 0,9
tahun Bila pemeriksaan terhadap 10 aki sampel acak menghasilkan standar dviasi 1,2 tahun, apakah
menurut anda standar deviasi aki sebenarnya > dari 0,9 tahun ( uji dengan α = 0,05)

Analisis Of Varians Satu Arah


Pada uraian terhdahulu telah dibicarakan tentang pengujian dua rata-rata, analisis varian akan nd
nrata . Walaupun disebut dengan analisis varian atau analisis ragam namun dalam kaitan ini bukan
varian populasi yang akan dibandingkan namun yang dibandingkan adalah rata-rata populasi. Disebut
analisi varian (ANOVA) karena dalam prosesnya memilah-milah keragaman menurut sumber yang
ada. Sumber keragaman inilah yang akan digunakan sebagai pembanding untuk mengetahui sumber
mana yang menyebabkan terjadinya keragaman tersebut
Dalampengujian hipotesis ada asumsi yang harus dipenuhi/djperhatikan yaitu setiap populasi
menyebar mengikuti distribusi normal dengan ragam populasi sama.
Statistik Yang Diasosiasikan Dengan Analisis Varians Satu Arah Adalah:
> eta2 (r2) Kekuatan pengaruh X (variabel independen atau faktor) terhadap Y
(variabel dependen) diukur dengan eta2 yang nilainya bervariasi antara
0 dan 1
> Statistik F Hipiotesa nol bahwa kategori dari rata-rata adalah sama dalam populasi
tersebut, diuji dengan statistik F berdasarkan rasio rata-rata kuadrat yang dengan X
dan rata-
rata kuadrat yang terkait dengan kesalahan
> Rata-ratakuadra. Rata-rata kudrat adalah jumlah kuadrat-kuadrat tersebut dibagi dengan derajat
kebebasan yang sesuai
> SSbetween Juga ditulis sebagai SSx , ini adalah variasi Y yang terkait dengan variasi
dari rata-rata dari kategori X.. Hal ini menunjukkan variasi antara
kategoriX,atau proporsi dari jumlah kuadrat dalam Y yang berhubungan

dengan X
> SS within Juga ditulis dengan SSerror , merupakan variasi nilai Y akibat variasi dalam setiap kategori
X.
Variasi ini adalah variasi yang tidak dijelaskan oleh X
> SSy. Total vatriasi dalam Y adalah SSy
Analisis Umum Dalam Menguji Beberapa Rata-Rata Populasi

141
Lembar Kerja Untuk Membuat Tabel ANOVA
Populasi Total
1 2 ................ .k
Sampel X11 X22 .......................Xk2
X12 X22 ........................Xk2
...... ...... .......
........ .... ......
X1n X2n........ ....... ....Xkn

Total T1 T2 ............ Tk T
Ukuran n1 n2 nk N
Rata-rata X1 X 2 ............... X k

Jenis Pengujian
H0 : μ1 = μ2 = μ3 =........... μk
Ha : Tidak semuanya sama (setidaknya ada μi ≠ μ j ) untuk i ≠ j
Keputusan untuk menolak atau menerima H 0 bisa ditentukan dengan membuat tabel
ANOVA sebagai berikut:

Sumber Derajat Jumlah Varian F hitung F tabel


Keragaman Bebas Kuadrat (Ragam)
Antar Kolom V1 = k-1 JKK S12
S12 F(v1,v2)
Sisaan V2 = N-k JKS 2
S 2 S22
N-1 JKT

K = jumlah populasi atau perlakuan


N = Banyaknya pengamatan = n1 + n2 +.......+ nk
JKK = Jumlah Kuadrat antar kolom

 Ti 2  T 2
 
ni  N
JKK (Jumlah kuadrat antar kolom) = 
T2
  X ij   N
2

JKT (Jumlah Kuadrat Total) =


JKS (Jumlah Kuadrat Sisaan) = JKT – JKK
JKK JKS
2 2
S = v1 sedangkan S 2 = v2
1

Statistik Uji yang digunakan adalah F hitung


Tolak H0 bila F hitung > F tabel

142
Contoh Aplikasi
Sebuah penelitian dilakukan untuk mengetahui apakah ada pengaruh perbedaan metode kerja pada
tingkat produktivitas. Ada tiga metode kerja yang akan diuji. Dari masing-masing metode kerja
diambil sampel sebanyak 5 orang karyawan untuk mengerjakan pekerjaan,selanjutnya dicatat waktu
yang digunakan sebagai berikut:
Metode Kerja Yang Diuji
Metode I Metode 2 Metode 3
(menit) (menit) (menit)
21 17 31
27 25 28
29 20 22
23 15 30
25 23 24
125 100 135

Dari tabel di atas dapat dihitung total keseluruhan nilai adalah 360
( 125 )2 ( 100 )2 ( 135 )2 ( 360 )2
+ + − =130
JKK = 5 5 5 15 JKT = (21) 2 + ((27)2 +....................+ (24)2 –
3602
15 = 298
JKS = 298 – 130 = 168

Tabel ANOVA
Sumber Derajat Jumlah Varian Fhitung Ftabel Pengujian Hipotesis
Varian Bebas Kuadrat (Ragam H0 : μ1 =μ 2 =μ 3
) Ha : Tidak semuanya sama (paling
Antar Kolom 2 130 65 4,64 F(2;12) tidak ada satu μ yang tidak sama)
Sisa/error 12 168 14 3,89
Total 14 298 Statistik uji Fhitung = 4,64
Karena Fhitung > Ftabel maka H0 ditolak
Kesimpulan ada pengaruh perbedaan metode kerja pada durasi waktu yang digunakan.
ntuk mengetahui penyebab rata-rata mana yang menyebabkan perbedaan, uji lanjutan yaitu uji Tukey
(sering disebut Honestly Significace differences)
Langkah-langkah metode Tukey adalah sebagai berikut:
a. Hitung rata-rata tiap perlakuan
b. Hitung harga mutlak selisih setiap pasangan perlakuan
√ MSE
c. Hitung kriteria Tukey dengan Bandingkan rumus: T = qα √ ni
d. qn adalah nilai kritis q, dapat dilihat pada tabel Studentized range distribution dengan db r dan
n-r
r = banyaknya perlakuan, MSE varian sisa (lihat tabel ANOVA )
x̄ − x̄ x̄ − x̄
e. Bandingkan │ i j │dengan T, bila │ i j │ T simpulkan bahwa kondisi yang
dibandingkan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan
Dari contoh di atas untuk mengetahui metode kerja mana yang saling berbeda adalah sebagai berikut:

143
a. Rata-rata Metode kerja 1, X̄ 1 = 25
Rata-rata Metode kerja 2, X̄ 2 = 20
Rata-rata Metode kerja 3. X̄ 3 = 27

b. Harga mutlak selisih rata-rata:


Metode 1 dan metode 2 = 25 – 20 = 5
Metode 1 dan metode 3 = 25 – 27 = 2
Metode 2 dan metode 3 = 20 – 27 = 7

c. α =0,05
qα = q(0,05; 3;12) = 3,77
Untuk pasangan 1 dan 2 selisih mutlak adalah 5,
Untuk pasangan 1 dan 3 selisih mutlak adalah 2
Untuk pasangan 2 dan 3 selisih mutlak adalah 7
√14
Sedangkan nilai T untuk semua pasangan adalah sama yaitu T = 3.77 √5 = 6,31
karena ukuran sampel tiap perlakuan sama

d. Hasil dari perhitungan di atas dapat dilihat pada tabel berikut:


Pasangan Harga mutlak Nilai T
perlakuan Selisih
1 dan 2 5 6,31
1 dan 3 2 6,31
2 dan 3 7* 6,31
Keterangan :
Pasangan 2 dan 3 menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan selisih mutlak > d

Analisis Of Varians Dua Arah

ANOVA dua arah dimaksudkan untuk menganalisis kejadian adanya dua faktor yang mempengaruhi
sumber keragaman.faktor Dalam ini hal perlu diperhatian agar pengaruh faktor lain itu dapat dihitung
dan dianalisis. Faktor lain ini bisa berupa perlakuan lain atau yaang sudah terkondisikan..
Pertimbangan memasukkan faktor kedua sebagai sumber keragaman ini perlu bila faktor itu
dikelompkkan ( blok), sehinggs keragaman antar kelompok sangat besar , tetapi kecil dalam
kelompoknya sendiri. Untuk memberikan wacana yang lebih jelas dapat dilihat pada tampilan table
berikut ini:

Populasi
Blok 1 2 3 4………………K Total Ukuran
1 X11 X12 X13 X14………… Xqk B1 K1
B2
2 X21 212 X23 X14………… X2k K2
B3

144
3 X11 X12 X13 X14………… Xqk K3
B4
4 X41 X42 X43 X44………… X3k K4
. --
. .
. . ..
. Br
r .Xr1 Xr2 Xr3 Xr4………… Xrk Kr

Total T1 T2 T3 T4…………… Tk T
Ukuran n1 n2 n3 n4……………nk N

Sedangkan table ANOVA -nya adalah sebagai berikut:


Sumber Derajat Jumlah Varian Fhitung Ftabel
Keragaman Bebas Kuadrat (RagaM)
Blok r-1 JKB S 21 22
( S1 ⁄ S3
F(V1; V3)

Antar Kolom )2
k-1 JKK S22
2 F(V2; V3)
Sisa (k-1)(r-1) (S 2/ S 3 )2
2
S 23
JKS
Total rk – 1 JKT
Keterangan :
k = jumlah populasi
N = Banyaknya pengamatan = n1 + n2 + n3 + n4+..……+ nk

JKB = Jumlah kuadrat antar baris


2
B 2
∑ Ki − TN
= i
JKK = jumlah kuadrat antar kolom
2 2
∑ Tn − TN
= i
JKS = JKT – JKK – JKB

T2
(∑ X 2j )− N
JKT =

JKB
S 21 = v1
JKK
S 22 =
v2

145
JKS
S 23 = v3
Statistik Uji yang digunakan adalah Fhitung

Tolak H0 bila Fhitung > Ftabel

Contoh Aplikasi

Suatu studi mengenai preferensi konsumen melakukan tiga rancangan kemasan yang dijual
pada empat pasar swalayan. Hasil penjualan selama satu bulan pengamatan adalah sebagai
berikut : dalam unit penjualan
Bentuk Kemasan
Pasar Swalayan A B C
I 17 34 23
II 15 26 21
III 1 23 8
IV 6 22 16
:
Dengan menggunakan α = 0,05 , buatlah pengujian hipotesis untuk mengetahui

a. Apakah ada pengaruh bentuk kemasan pada tingkat penjualan


b. Apakah ada pengaruh perbedaan Pasar Swalayan pada penjualan

Penyelesaian

Bentuk Kemasan Total


Pasar Swalayan A B C
I 17 34 23 74
II 15 26 21 62
III 1 23 8 32
IV 6 22 16 44
Total 39 105 68 212

742 622 322 44 2 2122


+ + + − =348
JKB = 3 3 3 3 12

392 105 2 68 2 2122


+ + − =547 ,17
JKK = 4 4 4 12

2122
− =
JKT = 172 + 152 +………+ 162 12 940,67

JKS = 940,67- 348 -547,17 = 45,5

146
TABEL ANOVA

Sumber Derajat Jumlah Vrians Fhitung Ftabel


Keragaman Bebas Kuadrat (Ragam)

Blok 3 348 116 15,30 5,14

Antar kolom 2 547,17 273,58 36.09 4,76

Sisa 6 45,50 7,58

Total 11 940,67

a. Pengujian pemgaruh pada penjualan

H0 : µ 1 = µ 2 = µ 3

Ha : : µ1 ≠ µ2 ≠ µ3

Fhitung > Ftabel , maka H0 ditolak

Kesimpulan ada pengaruh dari perbedaan bentuk kemasan pada tingkat penjualan

b. Pengujian Pengaruh pasar swalayan pada tingkat penjualan


c. Pengujian pemgaruh pada penjualan

H0 : µ 1 = µ 2 = µ 3

Ha : : Tidak semua sama

Fhitung > Ftabel , maka H0 ditolak

Kesimpulan ada pengaruh dari perbedaan pasar swalayan pada tingkat penjualan

XII. Analisis Korelasi

12.1 Pengertian Korelasi

Korelasi merupakan teknik analisis yang termasuk dalam salah satu teknik
pengukuran asosiasi / hubungan (measures of association). Pengukuran asosiasi
merupakan istilah umum yang mengacu pada sekelompok teknik dalam statistik
bivariat yang digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel.
Diantara sekian banyak teknik-teknik pengukuran asosiasi, terdapat dua teknik korelasi
yang sangat populer sampai sekarang, yaitu Korelasi Pearson Product Moment dan
Korelasi Rank Spearman. Selain kedua teknik tersebut, terdapat pula teknik-teknik
147
korelasi lain, seperti Kendal, Chi-Square, Phi Coefficient, Goodman-Kruskal, Somer,
dan Wilson. Pengukuran asosiasi mengenakan nilai numerik untuk mengetahui
tingkatan asosiasi atau kekuatan hubungan antara variabel. Dua variabel dikatakan
berasosiasi jika perilaku variabel yang satu mempengaruhi variabel yang lain. Jika
tidak terjadi pengaruh, maka kedua variabel tersebut disebut independen. Korelasi
bermanfaat untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel (kadang lebih dari
dua variabel) dengan skala-skala tertentu, misalnya Pearson data harus berskala
interval atau rasio; Spearman dan Kendal menggunakan skala ordinal; Chi Square
menggunakan data nominal. Kuat lemah hubungan diukur diantara jarak (range) 0
sampai dengan 1. Korelasi mempunyai kemungkinan pengujian hipotesis dua arah
(two tailed). Korelasi searah jika nilai koefesien korelasi diketemukan positif;
sebaliknya jika nilai koefesien korelasi negatif, korelasi disebut tidak searah. Yang
dimaksud dengan koefesien korelasi ialah suatu pengukuran statistik kovariasi atau
asosiasi antara dua variabel. Jika koefesien korelasi diketemukan tidak sama dengan
nol (0), maka terdapat ketergantungan antara dua variabel tersebut. Jika koefesien
korelasi diketemukan +1. maka hubungan tersebut disebut sebagai korelasi sempurna
atau hubungan linear sempurna dengan kemiringan (slope) positif. Jika koefesien
korelasi diketemukan -1. maka hubungan tersebut disebut sebagai korelasi sempurna
atau hubungan linear sempurna dengan kemiringan (slope) negatif. Dalam korelasi
sempurna tidak diperlukan lagi pengujian hipotesis, karena kedua variabel mempunyai
hubungan linear yang sempurna. Artinya variabel X mempengaruhi variabel Y secara
sempurna. Jika korelasi sama dengan nol (0), maka tidak terdapat hubungan antara
kedua variabel tersebut. Dalam korelasi sebenarnya tidak dikenal istilah variabel bebas
dan variabel tak bebas.Biasanya dalam penghitungan digunakan simbol X untuk
variabel pertama dan Y untuk variabel kedua. Dalam contoh hubungan antara variabel
remunerasi dengan kepuasan kerja, maka variabel remunerasi merupakan variabel X
dan kepuasan kerja merupakan variabel Y. Kegunaan Pengukuran asosiasi berguna
untuk mengukur kekuatan (strength) hubungan antar dua variabel atau lebih.

Contoh 1.12
Mengukur hubungan antara variabel: · Motivasi kerja dengan produktivitas · Kualitas
layanan dengan kepuasan pelanggan · Tingkat masing-masing kasus akan menghasilkan
keputusan, diantaranya: · kedua variabel cukup kuat · Hubungan kedua variabel kuat ·
Hubungan kedua variabel sangat kuat Penentuan tersebut didasarkan pada kriteria yang
menyebutkan jika hubungan mendekati 1, maka hubungan semakin lemah.

Karakteristik Korelasi mempunyai karakteristik-karakteristik diantaranya:

a. Kisaran Korelasi Kisaran (range) korelasi mulai dari -1 sampai dengan 1. Korelas dapat
b. P==ositif dan dapat pula Negatif

b. Korelasi Sama Dengan Nol: Korelasi sama dengan 0 mempunyai arti tidak ada hubungan antara
ini variabel X dan variabel Y

c. Korelasi Sama Dengan Satu; Korelasi sama dengan + 1 artinya kedua variabel mempunyai
hubungan linier sempurna (membentuk garis lurus) positif. Korelasi sempurna seperti ini mempunyai
makna jika nilai X naik, maka Y juga naik

148
d, Korelasi Sama Dengan minus Satu; Korelasi sama dengan -1 artinya kedua variabel mempunyai
hubungan tolak belakang yang sempurna korelasi. Korelasi yang seperti ini mempunyai maknvariabel
X naik variabel Y akan turun

Berdasarkan uraian diatas maka koefisien korelasi nilainya terletak antara -1 dan +1 . Sebagai
simbol krelasi adalah ρ ( baca “ rho”) untuk populasi dan “ r “ untuk sampel. Baik “ ρ “ ataupun
“r” nilainya dapat dituliskan sebagai berikut 1  ρ  1 atau 1  r  1 Untuk
menghitung besarnya korelasi dapat menggunakan rumus yang akan dijelaskan kemudian.

12.2 Koefisien Korelasi dan Kegunaannya (Koefisien Korelasi Pearson)

12.2.1 Koefisien Korelasi Pearson

Koeffisien Korelasi Data Kuantitatif

Hubungan keeratan antara dua variabel yang terjadi bisa positif ataupun negatif. Misalkan variabel
X dan Y, dikatakan mempunyai hubungan positif apabila kenaikan ataupun penurunan variabel X
\secara umum diikuti oleh kenaikan / penurunan variabel Y.Hal ini dapat dicontohkan sebagai berikut
:

Contoh hubungan positif

X = umur bayi; mempunyai hubungan positif dengan Y = berat badan bayi


X = pengeluaran iklan; mempunyai hubungan positif dengan Y = hasil penjualan
X = penggunaan pupuk ; mempunyai hubungan positif dengan Y = hasil panen

Contoh hubungan negatif

X = kenaikan pendapatan masyarakat mempunyai hubungan negatif dengan dengan


Y = penjualan barang inferior (inferior goods) X = banyaknya koruptor mempunyai
hubungan negatif dengan Y = kesejahteraan masyarakat
X = harga barang mempunyai hubungan negatif dengan Y = permintaan barang tersebut.

Contoh hubungan variabel (X) dengan variabel lain ( Y )


X 1 2 4 5 7 9 10 12
Y 2 4 5 7 8 10 12 14

X merupakan persentase kenaikan biaya iklan, sedangkan Y adalah persentase


kenaikanhasil penjualan penjualan. Berdsarkan tabel tersebut hitunglah koefisien korelasi X
dan Y
Untuk menghitung besarnya koefisien korelas digunakan rumus sebagai berikut

149
n n n
n X iYi   X i  Yi
r i 1
2
i i 1
2
n
 n  n
 n 
n X    X i 
i
2
n Yi    Yi  2

i 1  i 1  i 1  i 1 

dengan menggunakan lembar kerja sebagai berikut

Xi Yi X2 Y2 XY
1 2 1 4 2
2 4 4 16 8
4 5 16 25 20
5 7 25 49 35
7 8 49 64 56
9 10 81 100 90
10 12 100 144 120
12 14 144 196 168
ΣX=50 ΣY=62 ΣX2=420 ΣY2=598 ΣXY=499

Dengan memasukkan angka-angka tersebut kedalam rumus berikut

n n n
n X iYi   X i  Yi
r i 1
2
i i 1
2
n
 n  n
 n 
n X i2    X i  n Yi 2    Yi 
i 1  i 1  i 1  i 1 

Akan didapatkan koefisien korelasi r = 0,9927


Ada beberapa cara/ rumus yang digunakan dalam penghitungan korelasi seperti berikut:

x y i i
r i 1
n n

x y 2
i
2
i X
1 n
 Xi
i 1 i 1
dimana: xi  X i  X dan n i 1 (6.2)
1 n
Y   Yi
yi  Yi  Y dan n i 1
Dari hasil perhitungan tersebut menunjukkan adanya hubungan keeratan
yang sangat kuat yaitu ( r = 0,99 ), dengan menguadratkan “ r “ akan dapat dilihat Koefisien Penentu
( coefficient determination ) sebesar r2
KP = 0,99, artinya jika Y sebagai variabel tak bebas sedangkan X sebagai variabel bebas, maka dapat
dikatakan peranan X terhadap Y sebesar 99 %.
Perhitungan koefisien korelasi tersebut dan rumus yang digunakan hanya
tebatas untuk data kuantitatif

150
12.2.2. Koefisien Kontingensi (Contingency Coefficient)
Untuk mengetahui korelasi data kualitatif akan menggunakan cara koefisien bersyarat C c ( cotingency
coefficient ) yang mempunyai pengertian yang sama seperti koefisien korelasi.
Digunakan untuk mengukur kuatnya hubungan data kualitatif dimana Cc sebesar nol, yang berarti
tidak ada hubungan. Besarnya Cc tidak akan sama dengan satu , namun tergantung pada fungsi
r 1
banyaknya kategori ( baris dan kolom ). Batas tertinggi / batas atas nilai C c ialah : r , dimana
nilai r adalah banyaknya baris atau kolom. Jika banyaknya baris tidak sama dengan benyaknya kolom
pilih nilai terkecil .
Sedangkan untuk menghitung Cc digunakan rumus sebagai berikut :
p q p q p q
x2 n   f ij   ni.   n. j   nij 
Cc = x 2  n , dimana i 1 j 1 i 1 j 1 i 1 j 1
(6.3)

n = jumlah observasi

f  eij 
2
p q


ij

e
χ 2 = i 1 j 1 ij , (6.4)
di mana: fij = nij = frekuensi atau banyaknya observasi baris i kolom j

i = 1,2,3,..................................., p
j = 1,2,3,..................................., q
χ 2 (chi- square) dibaca kai square.
Cara penghitungan χ 2 sama dengan test hipotesis χ 2 hanya saja terbatas pada perbandingan antara
perhitungan Cc dengan batas atas saja. Jika Cc dibagi dengan batas atas lebih kecil dari 0,50 , maka
hubungan dikatakan lemah.
Berikut ini langkah-langkah untuk menghitung korelasi data kualitatif
a. hitung nilai χ2
x2
b. Hitung nilai Cc = x2  n
c. hitung batasn atas nilai Cc dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
r 1
Batas atas Cc = r
x2 r 1
d. Bandingkan Cc dengan batas atas Cc atau x 2  n dibagi dengan r
jika hasilnya < 0,50 maka dikatakan hubungan lemah, sebalikmya jika
hasil dari perbandingan tersebut lebih dari 0,50 hubungan data kualitatif
tersebut dikatakan cukup kuat.
Untuk menghitung χ2 diperlukan lembar kerja sebagai berikut

II 1 2 .... j ........ q Jumlah


I
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

151
1 f11 f12 ........... f1j .......... f1q n1.
(e11) (e12) (e1j)
2 f21 f22 ........... f2j ........... f2q n2.
(e21) (e22) (e2j) (e2q)

. ..........

. ..........

p fp1 fp2 .......... fpj fpq np.


(ep1) (ep2) (epj) (epq)

Jumlah n.1 n .2 ......... n .j n.q n

Keterangan :
fij = frekuensi kategori i dan j
eij = frekuensi harapan kategori i dan j
 ni.   n. j 

eij = n frekuensi harapan (expected frequency)

q p q q p q

f
j 1
ij   ni.  n
i
f
i 1
ij   n. j  n
j 1
 n
i 1 j 1
ij n
ni. = n.j = , maka n.j =
Kalau nilai perbandingan Cc dengan batas tertinggi < 0,50 maka hubungan lemah, terletak antara 0,50
dan 0,75 maka hubungan sedang / cukup, antara 0,75 dan 0,90 maka hubungan kuat, antara 0,90 dan 1
maka hubungan sangat kuat, sama dengan 1 (satu) maka hubungan sempurna.
Contoh :
Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu rumah tangga dengan tingkat
pemberian ASI kepada anak mereka , dilakukan penelitian yang hasilnya seperti dalam tabel berikut:

Pendidikan yang Pemberian ASI kepada Anak


Ditamatkan

Kurang Cukup Sangat cukup


Tidak Tamat SLA 82 65 12
Tamat SLA 59 112 24
Pernah masuk
Perguruan Tinggi 37 94 42

Dari data seperti dalam tabel hitunglah Cc untuk mengukur hubungan antara tingkat pendidikan ibu
rumahtangga dengan pemberian ASI kepada anak mereka.

Tahapan yang harus dilaksanakan adalah:


1. mebuat lembar kerja sebagai berikut:
II 1 2 3 Jumlah
I

152
(1) (2) (3) (4) (5)
1 82 65 12 n1 = 159
(53,70) (81,76) (23,53)
2 59 112 24 n2 = 195
( 65,86) (100,28) (28,86)
3 37 94 42 n3 = 173
(58,43) (88,96) (25,61)
Jumlah n.1 = 178 n.2 = 271 n.3 = 78 n = 527

Dalam lembar di atas setiap cell terdiri dari dua angka , yaitu angka frekuensi kategori dan angka
frekuensi harapan ( expected frequency) yang berada dalam kurung .

2. Untuk mencari frekuensi harapan sebagai berikut :

 159   178 
 159   271  159   78
e11 = 527 53,70 ; e12 = 527 = 81,76 ; e13 = 527 = 23,53

 195  178   195  271  195  78


e21 = 527 = 65,86 ; e22 = 527 =100,28 ; e23 = 527 = 28,86

 173  178   173  178   173  78


e31 = 527 = 58,43 ; e32 = 527 = 88,96 ; e33 = 527 = 25,61

Selanjutnya kita akan menghitung nilai χ2 (chi-square), dengan rumus :


f  eij  f  eij 
2 2
p q 3 3

 
ij ij

2 i 1 j 1 eij 2 i 1 j 1 eij
χ = ; berdasarkan rumusm ini maka χ = , maka;
f  eij 
2
3 3


ij

i 1 j 1 eij
χ 2=
 f11  e11   f12  e12   f13  e13   f 33  e33 
2 2 2 2

χ 2= e11 + e13 + e13 + ..............+ e33

 82  53, 70   65  81, 76   12  23,53  42  25, 61


2 2 2 2

χ2= 53, 70 + 81, 76 + 23,53 + ...........+ 25, 61


2
χ = 45,54 ,
Selanjutnya dihitung nilai koefisien bersyarat (contingency coefficient) dengan rumus sebagai
berikut :
x2 45,54
Cc = x2  n  Cc = 45,54  527  Cc = 0,28

153
r 1
Kemudian dihitung batas atas Cc dengan rumus Cc = r , oleh karena jumlah baris dan jumlah
3 1
kolom sama, maka batas atas Cc = 3 = 0,82. Dengan membandingkanContingency Coefficient
0, 28
(Cc) dengan batas atas Cc yaitu 0,82 = 0,34.
Karena hasilnya lebih kecil dar 0,50, maka dapat dikatakan korelasi (hubungan) antara tingkat
pendidikan ibu rumahtangga dan tingkat pemberian ASI dapat dikatakan lemah
Ada atau tidaknya hubungan antara tingkat pendidikan dengan pemberian ASI pada anaknya dapat
dilakukan test hipotesis sebagai berikut, berdasarkan perhitungan seperti yang telah dilakukan diatas.
H0 : ρ = 0 tidak ada korelasi antara tingkat pendidikan ibu rumahtangga dengan
pemberian ASI
Ha : ρ ≠ 0 terdapat korelasi yang nyata antara tingkat pendidikan ibu dengan
pemberian ASI
dengan α = 1 %, maka didapat nilai χ2 {0,01; (3-1)(3-1) } = 13,277 (batas critical region)
Oleh karena χ2 hasil perhitungan sebesar 45,54 lebih besar dari pada χ 2 {0,01; (3-1)(3-1) } = 13,277, maka H0
ditolak. Yang berarti Ha diterima , dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi yang
signifikan antara tingkat pendidikan ibu rumahtangga dengan pemberian ASI kepada anaknya.

12.2.3. Koefisien Korelasi Spearman

Koefisien korelasi Spearman ini juga disebut dengan korelasi rank, korelasi ini digunakan untuk
mengetahui derajat keeratan antara dua variabel yang memiliki skala pengukuran minimal ordinal.
Pada penghitungan koefisien korelasi Pearson yang menjadi objek penghitungan korelasinya adalah
data observasinya. Penghitungan koefisien korelasi Spearman dirumuskan sebagai berikut :
6 di2
1
n  n 2  1
rrank = , dimana: (6.5)
rrank = koefisien korelasi Spearman
di = selisih dari pasangan ke - i
n = banyaknya pengamatan contoh :

Untuk mengetahui adanya korelasi ( rank correlation ), antara tingkat kualitas udara dan penyakit
ISPA maka dilakukan survei di 11 kota. Peringkat kualitas udara yang paling bagus diberikan nilai 11
(sebelas) dan untuk Peringkat kualitas udara yang paling buruk diberikan nilai 1 (satu). Demikian pula
dengan penyakit ISPA mempunyai rank yang sama dengan peringkat kualitas udara. Hasil penelitian
adalah sebagai berikut ini:

Tabel : Peringkat Udara dan Peringkat Penyakit ISPA

Peringkat kualitas Peringkat Perbedaan dua Peringkat Perbedaan


Kota Udara Penyakit ISPA (2)–(3) kuadrat
(1) (2) (3) (4) (5)
A 6 5 1 1
B 7 4 3 9
C 9 7 2 4
D 1 3 -2 4

154
E 2 1 1 1
lF 10 11 -1 1
G 3 2 1 1
H 5 10 -5 25
I 6 8 -2 4
J 8 6 2 4
K 11 9 2 4
Best rank :11
Wosrtrank=1
d 2

=58

6 di2
1
n  n 2  1
Dengan menggunakan rumus : rrank = , maka dapat dihitung
6  58 
11 121  1
rrank = 1- , maka : rrank = 1- 0,2636, sehingga rrank = 0,7364

Selanjutnya dilakukan test hipotesis sebagai berikut :


H0 : ρ = 0 , nol hipotesis , tidak ada hubungan peringkat pada populasi
Ha : ρ ≠ 0 , hipotesis altrnatif ada hubungan peringkatpada populasi
α = 5 % , level of significance for testing these hypothesis

Dengan menggunakan test dua sisi dan menggunakan tabel Spearman’s Rank Correlation (r s ), maka ,
akan didapatkan critical region rs sebesar  0,6091, ini menunjukkan rrank yang mempunyai nilai
0,7364 berada didaerah rejected area. Dengan demikian maka hipotesis nol (H 0) yang menyatakan
bahwa ρ = 0, ditolak, dan sebaliknya Ha diterma, Kesimpulan bahwa ada hubungan peringkatantara
kualitas udara dengan penyakit ISPA.
Tabel Spearman’s Rank Correlation terbatas untuk sampel yang besarnya tidak lebih dari
30,sedangkan untuk sampel yang besarnya lebih dari 30 digunakan tabel normal dengan
rs  0 1
 rs  rs 
Z= dimana n 1

Pasangan IQ suami IQ istri Rank Rank Istri Beda rank Kolom(6)2


Suami
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 95 95 8 4,5 3,5 12,25
2 103 98 20 8,5 11,5 132,25
3 111 110 26 23 3 9,00
4 92 88 4 2 2 4,00
5 150 106 32 18 14 196,00
6 107 109 24 21,5 2,5 6,25
7 90 96 3 6 -3 9,00
8 108 131 25 32 -7 49,00
9 100 112 17,5 25,5 -8 64,00

155
10 93 95 5,5 4,5 1 1,00
11 119 112 29 25,5 3,5 12,25
12 115 117 28 30 -2 4,00
13 87 94 1 3 -2 4,00

14 105 109 21 21,5 -0,5 0,25


15 135 114 31 27 4 16,00
16 89 83 2 1 1 1,00
17 99 105 14,5 16,5 -2 4,00
18 106 115 22,5 28 -5,5 30,25
19 126 116 30 29 1 1,00
20 100 107 17,5 19 -1,5 2,25
21 93 111 5,5 24 -18,5 342,25
22 94 98 7 8,5 -1,5 2,25
23 100 105 17,5 16,5 1 1,00
24 96 103 10 15 -5 25,00
25 99 101 14,5 13 1,5 2.25
26 112 123 27 31 -4 16,00
27 106 108 22,5 20 2,5 6,25
28 98 97 12,5 7 5,5 30,25
29 96 100 10 11,5 -1,5 2,25
30 98 99 12,5 10 2,5 6,25
31 100 100 17,5 11,5 6 36
32 96 102 10 14 -4 16,00

Sum of the squared differences d 2


=1 043,50

156
Hasil penelitian IQ Terhadap Suami dan Pasangannya

Contoh test hipotesis dari rank correlation coefficients dengan besarnya sampel > 30
Apakah terdapat rank correlation yang signifikan dari IQ pasangan suami istri pada 32 pasangan yang
diambil sampel secara acak dengan hasil dalam tabel seperti di atas.

Selanjutnya untuk mengetahui apakah secara statistik ada hubungan peringkat kecerdasan seseorang
dengan dengan peringkat kecerdasan pasangannya ,perlu dilakukan test hipotesis sebagai berikut:

H0 : ρ = 0 Hipotesis nol : tidak ada hubungan peringkat dalam populasi


kecerdasan suami dan kecerdasan istri
Ha :ρ ≠ 0 Hipotesis alternatif: ada hubungan peringkat secara positif
kecerdasan seseorang dengan pasangannya
α = 1 % , level of significance for testing these hypothesis

Selanjutnya dari tabel tersebut di atas didapatkan;


6 d 2
n  n 2  1
rs = 1-
6  1, 0435 
32  1024  1
= 1-
= 1- 0,1913

= 0,8087 rank correlation coefficient


1 1
 rs  r 
Berdasarkan rumus n  1 didapatkan hasil s 32  1 = 0,1796,

didapatkan nilai Zhitung ( Zh ) berdasarkan rumus :


rs  0 0,8087
 rs
Zh = Zh = 0,1796

157
Zh= 4,503 standardized sample rank correlation coeffcient

Sementara Z(tabel, α = 1 % ) = 2.33 , yang berarti Zhitung > Z(tabel, α = 1 % )


dengan demikian maka H0 : ρ = 0, yang menyatakan tidak ada hubungan peringkatdalam populasi
kecerdasan suami dan kecerdasan istri ditolak.yang berarti menerima H a :ρ ≠ 0 , artinya ada
hubungan peringkat positif dan signifikan kecerdasan seseorang dengan pasangan

XIII. Analisis Korelasi dan Regresi Linear Sederhana

Pada bab terdahulu telah dibicarakan maslah korelasi yang berkaitan dengan dua variabel yang
sifatnya kuantitatif ataupun kualitatif. Pada bab ini akan membahas permasalahan yang sangat erat
kaitannya dengan masalah korelasi yaitu masalah regresi yang akan mempresentasikan derajat
keeratan hubungan antara variabel bebas ( independent variable) dengan variabel tak bebas (
dependent variable ). Masalah korelasi akan dapat mencerminkan baik atau tidaknya suatu persamaan
regresi linear atau persamaan matematika lainnya dalam menggambarkan dan mempresentasikan
hubungan yang ada di antara variabel-variabel tersebut.
Apabila persamaan dapat dibentuk berdasarkan variabel-variabel tersebut dan dapat memenuhi secara
nyata dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah oleh semua nilai variabel yang ada maka dapat
dikatakan variabel-variabel tersebut berkorelasi secara sempurna.
Pada hakekatnya korelasi bukan hanya satu variabel terhadap satu variabel yang lain, namun dapat
juga lebih dari dua variabel.
Ketika korelasi hanya melibatkan dua variabel disebut dengan korelasi sederhana atau regresi
sederhana, sedangkan jika korelasi melibatkan lebih dari dua varibel disebut korelasi berganda atau
regresi berganda

13.1. Korelasi linear

Jika X dan Y merupakan dua variabel yang menentukan lokasi titik-titik dalam sistem koordinat
diawali dari (X1;Y1), (X2;Y2),............,(Xn;Yn). Jika semua titik-titik terletak disekitar/ didekat sebuah
garis, maka korelasi kedua variabel X dan Y dapat dikatakan bersifat linear akan dapat dibentuk
persamaan linear

Y Y
٠ ٠
٠ ٠ ٠ ٠ ٠
٠ ٠ ٠ ٠ ٠ ٠
٠ ٠ ٠ ٠ ٠٠ ٠ ٠ ٠ ٠
٠ ٠ ٠ ٠ ٠ ٠ ٠ ٠
٠ ٠ ٠ ٠

158
٠ ٠ ٠ ٠ ٠ ٠ ٠
٠ ٠ ٠ ٠ ٠
٠ ٠ ٠ ٠
٠
X X
(a) Korelasi linear positif (b) Korelasi linear negatif

Jika nilai X bertambah dan nilai Y secara umum cenderung naik seiring bertambahnya nilai X, maka
korelasinya disebut sebagai korelasi positif , hal ini dapat dilihat pada gambaf (a), sebaliknya jika nilai
Y cenderung turun seiring dengan bertambahnya nilai X, maka korelasinya disebut korelasi negatif,
hal ini dapat ditunjukkan pada gambar (b).
Gambaran dan perhitungan korelasi yang sifatnya kuantitatif telah dijelaskan pada bab VI, yaitu butir

13.2.1 . Regresi Linear Sederhana

Korelasi ini akan lebih berarti jika dikaitkan dengan masalah regresi, jika kita berkehendak melihat
dampak kuantitatif adanya perubahan suatu variabel terhadap variabel yang lain. Gambaran seberapa
jauh dampak perubahan akibat perubahan variabel tertentu terhadap variabel lain dapat dilihat secara
sederhana dalam persamaan Y = b0 + b1X , yang dalam hal ini Y sebagai fungsi dari X dan
disimbolkan Y = f (X )
Berikut ini rumus-rumus pencarian Koefisien Korelasi Pearson dan pembentukan persamaan regresi
sederhana:

Xi X1 X2 X3 ... ... ... ... Xn


Yi Y1 Y2 Y3 ... ... ... ... Yn

Rumus untuk mencari Koefisien Korelasi Pearson adalah seperti yang telah ditulis pada rumus (6.1)
Di dalam pembentukan persamaan regresi linear sederhana Y = b 0 + b1X ,
maka didahului dengan penghitungan koefisien regresinya, yaitu b 0 dan b1
dengan menggunakan rumus sebagai berikut

n   XY     X    Y 
 XY  nXY  xy
  X    X 
2

=  = 
2
n X  nX 2 2
x 2
b1 = atau b1 atau b1 (7.1)

x X  n X 
2 2 2

dimana : i dan  xy   XY  n  X   Y 

Y  b   X 
1

b0 = n , atau b0 = Y  b1 X (7.2)

 n Y 
Untuk selanjutnya diperlukan perhitungan: 
y  Y 2 2 2

Pendugaan model regresi linear sederhana dengan satu variabel bebas dengan perhitungan seperti di
atas perlu dilakukan pengujian terhadap koefisien-koefisien regresi,termasuk pengujian terhadap
koefisien korelasi. Dengan didapatkannya nilai koefisien regresi maka dapat dihitung pula koefisien
determinasi (Coefficient Determination), dengan rumus sebagai berikut :

159
  xy 
r2  b 
  y 2 
  (7.3)

Dengan mengakarkan r2 akan didapatkan nilai koefisien korelasi antara


variabel X dan variabel Y yang pada gilirannya akan dapat diketahui lemah atau tidaknya hubungan
tersebut melalui pengujian koefisien korelasi .

Pengujian Hipotesis Tentang ρ


H0 : ρ = 0 (tak ada hubungan antara Y dan X)
a). Ha : ρ > 0 ( ada hubungan positif)
b). Ha : ρ < 0 (ada hubungan negatif)
c). Ha : ρ  0 (ada hubungan)

Selanjutnya akan dibandingkan tobservasi dengan tα(n-2),maka akan dapat ditentukan apakah H0 (hipotesis
nol) diterima atau ditolak. tobservasi atau thitung dirumuskan sebagai berikut:

1 r2 1 r2
  2

Var (r) =
r
n  2 , sehingga σ = n  2 , dengan demikian maka :
r n2

tobservasi =
 1  r  , mengikuti fungsi t dengan d.o.f = n-2
2

Pengujian Hipotesis Tentang Koefisien Regresi

Koefisien regresi (b0 dan b1) hasil dari perhitungan sebagaimana telah diterangkan pada awal bab ini
perlu dilakukan pengujian terhadap koefisien regresi tersebut, langkah-langkah pengujian ini adalah
sebagai berikut :
X i Y i

a). Hitung X = n , dan Y = n


b). Hitung koefisien b1 dan b0 gunakan rumus (7.1) dan (7.2)
c). Hitung koefisien determinasi, dengan menggunakan rumus (7.3)
d). Hitung jumlah kuadrat sisa Σ e2 dengan menggunakan rumus berikut
ini : Σ e2 = (1- r2)(Σy2) (7.4)
2
e). Hitung varian galat (error variance) Se sebagai berikut :

S 2

e 2

e
n2 (7.5)
f). Hitung galat baku (standard error) dari koefisien b0 dan b1 dengan
S X 
2
e
2

n x 2
rumus sebagai berikut : Sb0 = (7.6)

160
Se2

dan Sb1 =  x2 (7.7)


g) Lakukan uji signifikansi dari koefisien b0 dan b1untuk mengetahui
apakah parameter yang diduga itu dapat diandalkan. Pengujian
menggunakan uji t – student, sebagai berikut :

H 0 : b0 = 0
Ha : b0  0
demikian pula dengan b1
H 0 : b1 = 0
Ha : b1  0
Taraf signifikan α %
b0 b
tb 0  tb1  1
Sb 0 dan Sb1

Kriteria pengujian koefisien regresi dilakukan dengan membandingkan nilai mutlak t b0 dan tb1
terhadap nilai t dalam tabel dengan taraf signifikan α % dengan derajat bebas (n-2). Jika nilai t b0 dan
tb1 lebih besar dari t(α; n-2) menunjukkan bahwa parameter/ koefisien-koefisien regresi (b 0 dan b1)
signifikan secara statistik artinya H 0 ditolak dan menerima Ha. Dan jika nilai mutlak tb0 dan tb1 lebih
kecil dari nilai t dalam tabel ( t(α; n-2) ) pada taraf signifikan α % , maka dikatakan koefisien-koefisien
regresi itu tidak signifikan secara statistuk artinya nilai parameter dianggap sama dengan nol.

Contoh 1.13
Data berikut ini menunjukkan hubungan antara kuantitas produk (Y) dalam unit dan harga produk (X)
dalam $/unit

X 5 7 6 6 8 7 5 4 3 9
Y 100 75 80 70 50 65 90 100 110 60

Pertanyaan ;
a. Buatlah pendugaan fungsi permintaan empirik dengan menggunakan
persamaan regresi sederhana dengan X sebagai variabel bebas dan Y
sebagai variabel tak bebas.
b. Buktikan fungsi permintaan tersebut telah memenuhi konsep ekonomi
bahwa slope fungsi tersebut negatif atau slope < 0
c. Ujilah bahwa koefisien regresi tidak sama dengan nol

Penyelesaian:
Untuk menjawab pertanyaan tersebut diperlukan lembar kerja yang berupa tabel sebagai berikut :

Y X XY Y2 X2
100 5 500 10 000 25
75 7 525 5 625 49
80 6 480 6 400 36
70 6 420 4 900 36
50 8 400 2 500 64
65 7 455 4 225 49
90 5 450 8 100 25

161
100 4 400 10 000 16
110 3 330 12 100 9
60 9 540 3 6900 81
Σ = 800 Σ = 60 Σ= 4 500 Σ = 67 450 Σ = 390
Y = 80 X =6 ----- ----- ----

Untuk menjawab pertanyaan butir a) dan butir b), perlu dilakukan perhitungan dan
lamgkah-langkah sebagai berikut :
a. lakukan perhitungan perhitungan berikut :
Σ x2 = Σ X2 - n X 2 = 390 – (10)(6)2 =390 – 360 = 30
2
Σ y2 = ΣY2 - n Y = 67 450 - (10)((80)2 = 3 450
Σ xy = Σ XY - n X Y = 4 500- (10) (6)(80) = - 300
 xy 300
= 
2
x
b. b1 = 30 = -10 dan b0 = Ȳ−b 1 X̄ = 80 – (-10) (6) = 140
Dengan telah didapatkan koefisien regresi, maka pendugaan persamaan regresi
sederhananyaadalah :

Y =140– 10 X selanjutnya perlu dilakukan pengujian
terhadap koefisien regresinya , untuk mengetahui kehandalan koefisien regresinya
c, Hitung koefisien determinasi ( r2 ) dengan rumus sebagai berikut
  xy 
r2  b   10   300   0,870
  y 2 
  = 3450
d, Hitung jumlah kuadrat sisa dengan rumus sebagai berikut
Σ e2 = (1- r2)(Σy2) = (1- 0,870) (3 450) = 448,50
2
e. Hitung varian galat (error variance), Se , dengan rumus sebagai berikut

S 2

e 2
448,50
n  2 = 10  2 = 56, 0625
e

f. Hitung galat baku (standard error) dari koefisien regresi b 0 dan b1 sebagai berikut

S X 
2
e
2
 56, 0625  390   72,88125
n x 2
 10   30 
Sb0 = = = 8,537
2
S e 56, 0625
 1,86875
Sb1 = x
=
2
30 = 1,367
g. Selanjutnya dilakukan uji signifikansi koefisien regresi b0 dan b1 untuk mengetahui
apakah parameter yang diduga itu dapat diandalkan. Dalam pengujian ini akan
menggunakan uji t- student sebagai berikut

H0 : b0 = 0
Ha : b0  0
demikian pula dengan b1
H0 : b1 = 0
Ha : b1  0

162
Taraf signifikan 5 %

Hitung: t b0 dan t b1 dengan menggunakan rumus:


b0 140 b1 10
tb 0  tb1 
Sb 0 = 8,537 = 16,399 dan Sb1 = 1, 367 = - 7,315

Nilai t dalam tabel t-student dengan derajat bebas (n-2) = 8 pada tingkat kesalahan
α = 5 % adalah sebesar 2,3060. Nilai t b0 = 16,399 dan nilai mutlak t b1 = - 7,315 yang berarti lebih
besar daripada t (5%; 8) maka H0 ditolak dan menerima Ha dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
kedua koefisien regresi tersebut ( b0 dan b1) adalah signifikan secara statistik pada tingkat kesalahan
5%

XIV. Analisis Regresi Linear Berganda

14.1. Pembuatan Persamaan Regresi Berganda

Pada Bab VII telah dbahas tentang hubungan linear dari dua buah variabel X dan Y yang
menggunakan persamaan linear sederhana Y = b0 + b1X . Dari persamaan ini maka timbul suatu
pertanyaan apakah benar variabel Y hanya tergantung pada variabel tunggal X . misalnya hubungan
antara hasil panen padi (Y) yang hanya dipengaruhi oleh luas panen (X), sebenarnya ada faktor-faktor
lain yang mempengaruhi hasil panen seperti ; bibit, sistem pengairan, penggunaan pupuk, pengunaan
pestisida yang secara nyata berpengaruh pada hasil panen. Jika demikian maka hubungan linear dapat
dinyatakan dalam bentuk persamaan
Y = b0 + b1X1 + b2X2 +.......................+ bkXk , selanjutnya untuk menghitung koefisien regresi b0, b1,
b2, ............bk, dapat digunakam metode Least Of Square (LOS) , atau juga biasa disebut dengan
metode kuadrat terkecil yang menghasilkan persamaan normal sebagai berikut :

b0n + b1 ΣX1 + b2 ΣX2 + ......................+ bk ΣXk =ΣY


2
b0 ΣX1 + b1 Σ X 1 + b2 Σ X1X2 +.......................+ bk Σ X1Xk = Σ X1Y
2
b0 ΣX2 + b1Σ X2X1 + b2 Σ X 2 + ......................+ bk Σ X1Xk = Σ X2Y
......... ............. ........... .................. .........
........... ............ ............ ................. ..........
2
b0 ΣXk + b1Σ XkX1 + b2 Σ XkX2 +.........................+ b Σ X k
k =ΣXY k

Persamaan ini dapat diselesaikan dengan Metode Algoritma Doolittle atau metode lain dan
selanjutnya akan mendapatkan nilai koefisien b0, b1, b2, b3,.........................bk, dan selanjutnya akan
dapat diperoleh persamaan regresi linear berganda. Sebelum persamaan regresi tersebut digunakan
sebagai alat forcasting maka diperlukan test hipotesis terhadap koefisien regresinya. Jika hasil test
hipotesis tersebut menunjukkan adanya indikasi yang tidak memenuhi syarat, yang berarti bahwa ada
koefisien regresi yang secara statistik sama dengan nol, maka variabel bebas yang mempunyai
koefisien regresi sama dengan nol itu tidak cocok untuk dipakai dalam persamaan regresi yang telah
dibentuk. Jika variabel bebas yang mempunyai koefisien regresi sama dengan nol cukup banyak ada
kemungkinan model yang dibentuk (regresi linear berganda) tidak cocok sebagai alat proyeksi dari
data hasil penelitian. Untuk itu maka perlu melakukan pembentukan model lain yang bukan

163
merupakan persamaan linear.Sebaliknya jika koefisien regresi setelah dilakukan test hipotesis
memenuhi persyaratan, yang berarti secara statistik koefisien regresinya tidakm sama dengan nol maka
persamaan regresi tersebut dapat digunakan sebagai alat proyeksi dengan syarat jika nilai X 1, X2,
X3, ....Xk
Sebagai vriabel bebas telah diketahui.
Untuk k = 2 maka persamaan regresinya menjadi Y = b0 + b1X1 + b2X2, satu
variabel tidak bebas (Y), dan dua variabel bebas (X1 ban X2) maka koefisien regresinya ( b0, b1, b2),
dapat dengan mudah dihitung dengan menggunakan persamaan normal sebagai berikut:

b0n + b1 ΣX1 + b2 ΣX2 =ΣY


2
X
b0 ΣX1 + b1 Σ 1 + b2 Σ X1X2 = Σ X1Y (8.1)
2
b0 ΣX2 + b1Σ X2X1 + b2 Σ X 2 = Σ X2Y

dengan tiga persamaan dan tiga bilangan yang tidak diketahui, maka dengan menggunakan
penyelesaian aljabar sederhana dapat dihitung nilai b 0, b1, dan b2 yang selanjutnya persamaan linear
regresi berganda dapat dibentuk, yaitu Y = b0 + b1X1 +b2X2
Untuk mencari/menghitung koefisien regresi dari hasil penelitian dibawah ini:
Xi X11 X12 X13..............................................X1n ΣX1
X2 X21 X22 X23..............................................X2n ΣX2
Y Y1 Y2 Y3.............................................. Yn ΣY
dapat juga menggunakan rumus sebagai berikut:

b 
  x y   x     x y   x x 
1
2
2 2 1 2   x y   x     x y   x x 
2
2
1 1 1 2

  x    x    x x    x    x    x x 
1 2 2
2 2 2 2
1 2 1 2 1 2 1 2
dan b2 =

b0 = Y  b1 X 1  b2 X 2 (8.2, 8.3 dan 8.4)


dimana

 n  X1  x  n X2   n Y 
x X =   y  Y
2 2 2 2 2 2 2 2
1 1 2 X 2 2
, ,

 x y   X Y  nX Y ,  x y   X Y  n  X   Y  ,  x x   X X
1 1 1 2 2 2 1 2 1 2  nX 1 X 2

X1 
X 1
, X2 
X 2
Y 
Y
n , nn
Dengan telah dihitungnya koefisien regresi yaitu: b0, b1, dan b2, maka persamaan garis linear berganda
telah terbentuk yaitu:
Y = b0 + b1X1 + b2X2, namun persamaan ini belum layak untuk digunakan
sebagai alat proyeksi besarnya Y walaupun nilai X 1 dan X2 telah ditetapkan,
sebelum melakukan test hipotesa terhadap koefisien regresi tersebut sebagaimana telah dituliskan pada
uraian terdahulu.
14.2. Koefisien Determinasi Berganda Dan Korelasi Parsial

14.2.1 Koefisien Determinasi

164
Pada Bab VI, telah dibahas tentang korelasi yang berkaitan dengan dua variabel X dan variabel Y yang
belum dikaitkan dengan persamaan regresi linear sederhana. Sementara pada Bab VII korelasi dua
variabel X (variabel bebas) dan variabel Y (variabel tak bebas) telah dikaitkan dengan persamaan
regresi linear sederhana.
Di dalam Sub bab 8.2 ini akan dibahas hubungan yang terjadi pada variabel Y (variabel tak bebas), dan
dua variabel bebas X1 dan X2 yang dicerminkan dalam persamaan Y = b0 + b1X1 + b2X2 .
Koefisien determinasi (Coefficient of Determination), yang disimbolkan dengan r2 (CD) dirumuskan
sebagai berikut:

Koefisien Korelasi Linear Berganda (KKLB) dirumuskan dengan

r12y  r2.2y  2r1 y r2 y r12


1  r122
Ry.12 =
Ry2.12
dan jika Ry.12 dikuadratkan menjadi disebut dengan istilah Koefisien Penentuan (KP) atau
Coefficient of Determination (CD), yaitu suatu nilai untuk mengukur besarnya sumbangan (peran) dari
beberapa variabel X terhadap naik-turunnya variabel Y , jika Y dinyatakan dalam persamaan Y = b 0 +
b1X1 + b2X2 maka KP mengukur sumbangan atau peran X1 dan X2 terhadap Y sehingga

Ry2.12
KP atau CD =
Dan apabila dikalikan dengan 100 % akan peroleh sumbangan X 1 dan X2 terhadap naik atau turunnya
nilai Y.
Penghitungan Koefisien Penentuan (KP) dapat juga diperoleh melalui persamaan regresi linear
berganda Y = b0 + b1X1 + b2X2 yaitu :

b1  x1 y  b2  x2 y
y
2
R y .12
2
KP = =

dimana :

b1 dan b2 merupakan koefisien regresi dari persamaan regresi


Y = b0 + b1X1 + b2X2 untuk X1 dan X2

 x y   X Y  nX Y  x y   X Y  n  X   Y  ,  y  Y  n Y 
2 2 2
1 1 1 2 2 2
,

14.2.2. Korelasi Parsial


Dalam berbagai hal kadang-kadang perlu untuk mengukur korelasi antara sebuah variabel tak bebas
dengan satu variabel bebas tertentu sementara mempertahankan konstan semua variabel bebas yang
lain yang terkait dengan variabel tak bebas tersebut, dengan kata lain kita ingin melihat hubungan
antara variabel tak bebas yang dimaksud dengan satu variabel bebas saja dan meniadakan pengaruh
semua variabel lainnya. Permasalahan in dapat diselesaikan dengan terlebih dahulu mendefinisikan
sebuah koefisise korelasi parsial
Kalau variabel Y berkorelasi dengan X1dan X2, maka koefisien korelasi antara Y dan X1 (X2 konstan),
antara Y dan X2 (X1 konstan), dan antara X1 dan X2 (Y konstan) disebut koefisien korelasi parsial
(KKP), dengan rumus sebagai berikut :

165
1. Koefisien korelasi parsial X1 dan Y ,jika X2 konstan maka rumusnya adalah:
r1 y  r2 y r12
1  r22y 1  r122
r1y.2 =

2. Koefisien korelasi parsial X2dan Y , jika X1 konstan maka rumusnya adalah:


r2 y  r1 y r12
1  r12y 1  r122
r2y.1 =

3. Koefisien korelasi parsial X1dan X2, jika Y konstan maka rumusnya adalah:
r12  r1 y r2 y
1  r12y 1  r22y
r12.y =

Contoh Soal 1.14


Data berikut ini adalah data permintaan suatu produk (Y) dan harga produk X 1
dan data pendapatan masyarakat X2
X1 5 7 6 6 8 7 5 4 3 9
X2 1000 600 1200 500 300 400 1300 1100 1300 300
Y 100 75 80 70 50 65 90 100 110 60

Pertanyaan:
a. Buatlah fungsi permintaan empirik dengan menggunakan model linear
untuk fungsi: Y = f (X1, X2), dimana Y kuantitas suatu produk yang
diminta (dalam unit), X1 harga produk (dalam$) dan X2 adalah pendapatan
konsumen (dalam $)
b. Ujilah koefisien regresi dari fungsi permintaan empirik pada butir (a)
c. Hitunglah besarnya peran X1 dan X2 terhadap naik turunnya permintaan
hasil produk tersebut .
d. Hitunglah koefisien korelasi parsial dari variabel-variabel: Y; X 1 ; dan X2

Penyelesaian:
Untuk melakukan perhitungan-perhitungan diperlukan lembar kerja sebagai beriku :
n Y X1 X2 X1Y X2Y X1X2 Y2 X 12 X 22
1 100 5 1000 500 100000 5000 10000 25 1000000
2 75 7 600 525 45000 4200 5625 49 360000
3 80 6 1200 480 96000 7200 6400 36 1440000
4 70 6 500 420 35000 3000 4900 36 250000
5 50 8 300 400 15000 2400 2500 64 90000
6 65 7 400 455 26000 2800 4225 49 160000
7 90 5 1300 450 117000 6500 8100 25 1690000
8 100 4 1100 400 110000 4400 10000 16 1210000
9 110 3 1300 330 143000 3900 12100 9 1690000

166
10 60 9 300 540 18000 2700 3600 81 90000
Σ 800 60 8000 4500 705000 42100 67450 390 7980000
Rata- 80 6 800 - - - - - -
rata

X1 
X 1
, X2 
X 2
Y 
Y
n n , n

x X  n  X1 
2 2 2
1 1
= 390 – 10(6)2 = 30
 x22 =  X 2
2  n X2  2
= 7 980 000 – 10(800)2 = 1 580 000
 y  Y  n Y 
2 2 2

= 67 450 – 10(80)2 = 3 450


 x y   X Y  nX Y
1 1 1
= 4 500 – 10(6)(80) = - 300
 x y   X Y  n X   Y 
2 2 2
= 705 000 – 10(800)(80) = 65 000
x x X X
1 2 1 2  nX 1 X 2
= 421 000 – 10(6)(800) = - 5 900

Dengan demikian maka selanjutny akan dapat dihitungk koefisien regresi, serta menjawab pertanyaan
tersebut.
a. menghitung koefisien regresi

b 
  x y    x     x y    x x   300   1580000    65000   5900 
1
2
2 2 1 2

  x    x    x x 
1 2
 30   1580000    5900 
2 2 2
1 2 1 2
=
90500000
= 12590000 = - 7,1882

  x2 y   x12    x1 y    x1x2    65000   30    300   5900 
  x    x    x x 
2
 30   1580000    5900 
2 2 2
1 2 1 2
b2 = =
180000
= 12590000 = 0,0143
b0 = Y  b1 X 1  b2 X 2 = 80 – (-7,1882)(6) – (0,0143)(800)
= 111, 6892
maka fungsi permintaannya adalah: Y = 111, 6892 - 7,1882X1 + 0,0143X2

b. Pengujian koefisien regresi


1). Penghitungan koefisien determinasi (coefficient of determination) sebagai berikut:
b1  x1 y  b2  x2 y  7,1882   300    0, 0143  65000 
y
2
R y .12
2
3450
KP= CD = = =
2
R y .12
= 0,8945
2). Hitung jumalah kuadrat sisa, dengan rumus: Σ e2 = Σy2 – b1 Σx1y – b2 Σx2y

167
Σ e2 = 3450- (-7,1882 )(-300) – (0,0143)(65000)
= 364,04

Se2 
e 2

3). Hitung varian galat (error variance), dengan rumus:


nK
Catatan : K = banyaknya parameter yang diduga dalam kasus ini ada 3 (tiga), yaitu:
b0 , b1, dan b2

364, 04
Se2 =  10  3= 52,0057
4). Hitung galat baku (standard error) dari semua koefisien regresi: b0 , b1, dan b2


  1    2
 2
  
x1   x22   x2   x12  2  x1   x2   x1 x2 
 
 

 
x1  x2    x1 x2   
2
 n  2 2

Var (b0) = S 2

e  
 1   6  2  1580000    800  2  30   2  6   800   5900  
   
 30   1580000    5900 
2
 10  
= 52,0057
 132720000 
 0,1  12590000 
= 52,0057
= 52,0057 (0.1 + 10,541700
= 52,0057 ( 10,641700) = 553,4291
Var (b0) = 553,4291

Maka: Sb0 =
553, 4291
Sb0 = 23,5251
S x 
2
e
2
2

 x   x   x x 
2 2 2
1 2 1 2
Var(b ) =
1

 52, 0057   1580000 


 30   1580000    5900 
2

=
82169006
= 12590000 = 6,5265
Var (b1) = 6,5265

maka Sb1 =
6,5265
Sb1 = 2,5547
x 
Se2 2
1

  x    x    x x 
2 2 2
1 2 1 2
Var (b ) =
2

 52, 0057   30 
 30   1580000    5900 
2

168
1560,171
= 12590000 = 0,000124
Var (b2) = 0,000124

Maka Sb2 =
0,000124
Sb2 = 0,0111
5). Uji signifikansi untuk semua koefisien regresi ( b0, b1, b2)
Dalam pengujian ini menggunakan uji t – studeny , thitung ( th) masing-masing sebagai
berikut :
b0 111, 6892

Sb0 23.521
thitung untuk b0 sebagai t b0 = = 4,748
b1 7,1882

Sb1 2,5547
thitung untuk b1 sebagai t b1 = = -2,814
b2 0, 0143

Sb2 0, 0111
thitung untuk b2 sebagai t b2 = = 1,288
dengan tingkat kesalahan α = 5%, dan derajat kebebasan n-k = 10 -3 = 7,tabel
t – student menunjukkan critical region 2,365. Jika t- tabel dibandingkan dengan
nilai absolut koefisien regresi maka tampak bahwa koefisien regresi b 2 = 1,288 lebih
kecil daripada t-tabel artinya b2 tidak signifikan secara statistik pada tingkat tingkat
kepercayaan 95% atau tingkat kesalahan 5%
Sedangkan untuk koefisien regresi (b0,dan b1), yang masing-masing mempunyai nilai absolut 4,78
dan 2,814 lebih besar daripada nilai t- tabel yaitu 2,365 ,maka dapat disimpulkan bahwa kedua
koefisien regresi b0,dan b1 adalah signifikan secara statistik pada tingkat kesalahan 5%.
c. Untuk menjawab besarnya pengaruh variabel X1 ( harga produk) dan X2 terhadap Q
kuantitas permintaan harus menggunakan koefisien determinasi yang besarnya sudah
R2
dihitung , yaitu y .12 = 0,8945 dan jika dikalikan dengan 100% = 89,45 %, yang
artinya besarnya pengaruh variabel X 1 (harga barang) dan X2 (pendapatan konsumen)
secara bersamaan mempunyai pengaruh 89,45%, sedangkan sebesar 10,55% pengaruh
dari faktor lainnya

d.Penghitungan korelasi parsial:

1. Koefisien korelasi parsial X1 dan Y ,jika X2 konstan, maka rumusnya adalah:


r1 y  r2 y r12
1  r22y 1  r122
r1y.2 = untuk ini diperlukan perhitungan sebagai berikut:

x y 1
300
r1y = x y2
1
2
= 30 3450 =-0,9325

x y 2
65000
r2y = x y 2
2
2
= 1580000 3450 = 0,8804

169
x x 1 2 5900
2 2
x x 30 1580000 = -0,8570
r12 = =
1 2

Dengan demikian maka koefisien korelasi parsial X 1 dan Y ,jika X2 konstan adalah:
r1 y  r2 y r12
1  r22y 1  r122
r1y.2 =
0,9325   0,8804   0,8570 
1   0,8804  1   0,8570 
2 2

=
0,1779972
= 0, 244379448
= -0,7284

2. Koefisien korelasi parsial X2 dan Y, jika X1 konstan, maka rumusnya adalah


r2 y  r1 y r12
1  r12y 1  r122
r2y.1 = untuk ini diperlukan perhitungan sebagai berikut:
0,8804   0,9325   0,8570 
1   0,9325  1   0,8570 
2 2

r2y.1 =
= 0,4366

3. Koefisien korelasi parsial X1dan X2, jika Y konstan, maka rumusnya adalah
r12  r1 y r2 y
1  r12y 1  r22y
r12.y =

 0,8570    0,9325  0,8804 


1   0,9325  1   0,8804 
2 2

=
= -0,21034

Koefisien korelasi parsial yang terjadi antara variabel Y, X 1, dan X2 menunjukkan hubungan keeratan
yang terjadi antara variabel satu dengan variabel lainnya baik secara positif ataupun negatif
r1y.2 = Koefisien Korelasi Parsial antara harga produk (X 1) dan jumlah permintaan produk (Y),dimana
pendapatan masyarakat tidak diperhitungkan
r2y.1 = Koefisien Korelasi Parsial antara pendapatan masyarakat (X2) dan jumlah permintaan produk
(Y), dimana harga produk tidak diperhitungkan
r12 y = Koefisien Korelasi Parsial antara harga produk (X1) dan pendapatan masyarakat (X2), dimana
permintaan produk (Y) tidak diperhitungkan
Jika persamaan regresi linear: Y = 111, 6892 - 7,1882X1 + 0,0143X2 akan digunakan untuk meramal
nilai Y maka perlu nilai X1 dan X2 diketahui lebih dahulu.

170
14.3. Regresi Berganda Dengan Variabel Bebas Lebih Dari Dua

Untuk menghitung koefisien regresi pada regresi berganda dengan variabel bebas lebih dari dua salah
satu cara adalah dengan Metode Algoritma Doolittle.
Penggunaan Metode Algoritma Doolittle dalam Analisis Regresi denganLebih dariDua Variabel Bebas

Pendugaan fungsi empirik berdasarkan analisis regresi adalah menyangkut penyelesaian


persamaan normal untuk memperoleh koefisien regresi dalam model dugaan ini. Dalam
analisis regresi yang mengandung lebih dari dua variable bebas , biasanya pendugaan kuadrat
terkecil ( least square estimation ) terhadap parameter model dalam persamaan normal itu
menggunakan algoritma matriks. Hal ini berarti bahwa untuk memperoleh jawaban bagi
gugus persamaan normal kita perlu mengetahui cara membalik matriks setangkup (X’X)
menjadi matriks kebalikannya atau invers matriks (X’X)-1. Untuk sistem persamaan normal
yang berukuran yang berukuran besar sehingga membentuk matrik (X’X) yang berukuran
besar,, proses pembalikan matrik menjadi tidak mudah. Berdasarkan kenyataan ini,
Metode Doolittle dapat digunakan untuk memperoleh jawaban berikut:
1. Koefisien –koefisien regresi dan model yang diidentifikas
2. Jumlah kuadrat yang berkaitan dengan setiap koefisien regresi
3. Ragam (variance) dugaan dari setiap koefisien regresi, S2b
4. Peragam (covariance ) dugaan di antara pasangan koefisien regresi yang ada, cov (b 1,
..bj)
5. Elemen-elemen dari invers matrik (X’X)-1

Sebagai ilustrasi kita mempunyai masalah mengenai analisis regresi yang terdiri dari empat
variable bebas . Dengan demikian model regresi empat variable bebas adalah :
Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + ε
Dengan menggunakan berbagai asumsi model di atas dapat diduga berdasarkan persamaan
berikut :
Y^ = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e
Jika persamaan tersebut diubah dalam persamaan matriks , maka persamaan normal dalam
analisis regresi dapat ditulis sebagai berikut :
(X’X)B = X’Y , dimana B’ = ( b0, b1 , b2, b3, b4)
Untuk memudahkan penulisan , kita mengambil contoh : X’X = A dan X’Y = G ,sehingga
bentuk penulisan matrik persamaan normal menjadi lebih sederhana, yaitu : AB = G
Kemidian jika misalnya (X’X)-1 = A-1 = C, maka solusi terhadap persamaan normal dapat
dilakukan sebagai berukut: B = A-1G = CG
Penyelesaian langkah maju ( forward solution) dengan menggunakan metode Doolittle untuk
suatu analisis regresi dengan empat variable bebas ditunjukkan pada table berikut :

Skema Penggunaan Metode Algoritma Doolittle untuk matrik setangkup


5x5 dalam analisis Regresi dengan Empat variable Bebas
Matriks X’X (I) X’Y Invers Matriks (x’x)-1 Kolom Nomor
Baris b0 b1 b2 b3 b4 (II) (III) Penguj Baris
i
(0) a00 a01 a02 a03 a04 g0 1 0 0 0 0 K0

171
(1) a11 a12 a13 a14 g1 1 0 0 0 K1
(2) a22 a23 a24 g2 1 0 0 K2
(3) a33 a34 g3 1 0 K3
(4) a44 g4 1 K4

(5) = (0) A00 A01 A02 A03 A04 A0y 1 0 0 0 0 K5 T1


(6) = (5) : A0ikuti 0 1 1 B01 B02 B03 B04 B0y B’00 0 0 0 0 K6 t1
(7) = (1)-A01(6) A11 A12 A13 A13 A1y A’10 1 0 0 0 K7 T2
(8 )= (7) : A11 1 B12 B13 B14 B1y B10 B11 0 0 0 K8
t2
(9)= (2)-A02(6)-A12(8) A22 A23 A24 A2y A’20 A’21 1 0 0 K9 T3
(10)=(9) : A22 1 B23 B24 B2y B’20 B’21 B’22 0 0 K10 t3
(11)=(3)-A03(6)- A33 A3y A’30 A’31 A’32 1 0 K11 T4
A13(8)- A34 K12
A23(10) B’30 B’31 B’33 B’33 0 t4
(12) = (11) : A3 1 B34 B3y

(13)=(4)-A04(6)- A44 A4y A’40 A’41 A’42 A’43 A’44 K13 T5


A14(8)-A24(10)-A34(12) B’40 B’41 B’44
(14) = (13) : A44 1 B4y B’42 B’43 K14 t5

Penjelasan:
Bagian pertama yang berisi baris (0 ) sampai baris (4)
1. Pada kolom (1) dimasukan elemen-elemen dari matriks X’X yang setangkup dengan .

Matriks setangkup berarti elemen-elemen aij = aji ,dimana aij = i j ∑X X


2. Pada kolom (2) dimasukan elemen-elemen dari vector X’Y, yang dimaksudkan disini

adalah gi = i ∑X Y
3. Pada kolom (3) dimasukkan elemen-elemen dari matriks identitas yang bersifat
setangkup. Dalamhal ini dimasukkan bagian dari matriks segi tiga atas.
4. Pada kolom penguji dari setiap baris dimasukkan jumlah , semua nilai yang berkaitan
dengan baris itu, termasuk elemen-elemen matrks segitiga bawah yang tidak
dimasukkan ke dalam table Dooliitle karena bersifat setangkup (simetris)

Bagian ke dua yang berisi baris (5) sampai (14)


1. Setiap memasukkan nilai-nilai untuk kolom 1, kolom 2, kolom 3, dan kolom penguji ,
instruksi-instruksi yang tercantum pada kolom “baris”
2. Jumlah semua nilai yang dimasukkan dalam kolom (1), kolom (2) dan kolom (3) yang
terletak dalam kolom penguji berart i ada kesalahan dalam pengolahan baris,
sehingga perlu dikoreksi , karena apabila diteruskan akan menghasilkan kesalahan
perhitungan.

Pengolahan selanjutnya dilakukan dengan mengikuti instruksi pada kolom “baris” sampai
diperoleh Bpq yang muncul sendiri . Setiap pengolahan baris dapat diperiksa kebenarannya

172
menggunakan nilai dikolom penguji. Apabila hasil pemeriksaan menggunakan kolom penguji
telah memuaskan . berarti penyelesaian langkah maju ( forward solution) dianggap selesai.
Selanjutnya melakukan penyelesaian dengan langkah mundur atau backward solution untuk
perhitungan menentukan koefisien regresi dan nilai cij yang merupakan elemen-elemen dari
invers matrik (X’X) sebagai berikut :
(1)b0 + (B01)b1 + (B02)b2 + (B03)b3 + (B04)b4 = B0y
(1)b1 + (B12)b2 + (B13)b3 + (B14)b4 = B1y
(1)b2 + (B23)b3 + (B24)b4 = B2y
(1)b3 + (B34)b4 = B3y
(1)b4 = B4y
Dengan cara membalikan persamaan di atas secara langkah mundur akan diperoleh nilai: b4,
b3, b2, b1, dan b0

Contoh Penggunaan Metode Algoritma Doolittle

Data Produksi dan Biaya Total Dari PT. ABC Selama 12 Bulan
No Bulan Output (Q) Biaya Total
(ribuan (TC)
Unit) (jutaan
rupiah)
1 Januari 1 193
2 Februari 3 240
3 Maret 4 244
4 April 2 226
5 Mei 5 257
6 Juni 8 297
7 Juli 11 518
8 Agustus 6 260
9 Septembe 7 274
10 Oktober 9 350
11 November 12 654
12 Desember 10 420

Dari data tersebut buatlah fungsi biaya berderajat tiga (kubik) dengan menggunakan metode
Algoritma Doolittle .Untuk membuat fungsi tersebut maka perlu dilakukan langkah-langkah
sebagai berikut :
Langkah 1. Agar pendugaan model regresi kubik dapat dilakukan data dalam table di atas
perlu disusun kembali ah 1 seperti tabel berikut ini :
No. Bulan TC Q Q2 Q3

173
1 Januari 193 1 1 1
2 Februari 240 3 9 27
3 Maret 244 4 16 64
4 April 226 2 4 8
5 Mei 257 5 25 125
6 Juni 297 8 64 512
7 Juli 518 11 121 1331
8 Agustus 260 6 36 216
9 Septembe 274 7 49 343
10 Oktober 350 9 81 729
11 November 654 12 144 1728
12 Desember 420 10 100 1000

Langkah 2. Lakukan beberapa hitungan yang berkaitan dengan jumlah kuadrat dan jumlah
hasil kali untuk membangun matriks (X’X) dan matriks (X’Y). Dalam hal ini kita misalkan
TC = Y = biaya total, Q= X1 , Q2 = X2 , dan Q3= X3. Dengan demikian kita dapat
memperlakukan model regresi kbik sebagai model regresi dengan tiga variabel bebas,
sehingga kita dapat memperlakukan perhitungan sebagai berikut :

Tabel Hasil Perhitungan Jumlah Kuadrat (JK)dan Jumlah Hasil Kali (JHK)

N Y X1 X2 X3 X1 X2Y X3Y X1X2 X1X3 X2X3 X 21 2


Y2
Y X 22 X3

1 193 1 1 1 193 193 193 1 1 1 1 1 1 37249


2 240 3 9 27 720 2160 6480 27 81 243 9 81 729 57600
3 244 4 16 64 976 3904 15616 64 256 1024 16 256 4096 59536
4 226 2 4 8 452 904 1808 8 16 32 4 16 64 51076
5 257 5 25 125 1285 6435 32125 125 625 3125 25 625 15625 66049
6 297 8 64 512 2376 19008 152064 512 4096 32768 64 4096 262144 88209
7 518 11 121 1331 5698 62678 689458 1331 14641 161051 121 14641 1771561 268324
8 260 6 36 216 1560 9360 56160 216 1296 7776 36 1296 46656 67600
9 274 7 49 343 1918 13426 93982 343 2401 16807 49 2401 117649 75076
10 350 9 81 729 3150 28350 255150 729 6561 59049 81 6561 531441 122500
11 654 12 144 1728 7848 94176 1130112 1728 20736 248832 144 20736 2985984 427716
12 420 10 100 1000 4200 42000 420000 1000 10000 100000 100 10000 1000000 176400

∑ 3933 78 650 6084 30376 282584 2853148 6084 60710 630708 650 60710 6735930 1497335
2
Rata - - - - - - - - - - - - -
327,7
5
Langkah 3. Kumpulkan elemen-elemen JK dan JHK yang sesuai dari tabel di atas untuk
membangun matriks

174
(X’X) dan (X’Y)
Dari tabel JK dan JHK di atas dapat dicatat bahwa :
∑Y = 3933 ; 1 ∑X Y
= 30376 ; 2 = 282584 ; 3 ∑X Y
= 2853148 ∑X Y
Elemen-elemen ini yang akan membentuk matriks X’Y sebagai berikut :

(X'Y=¿ ∑Y¿)(∑X1Y¿)(∑X2Y¿)¿¿ (393 ¿)(30376¿)(282584¿)¿¿


¿ = ¿
Selanjutnya kumpulkan elemen-elemen untuk membangun matriks (X’X) yaitu
n = 12 ; ∑ X1 = 78 ; ∑ X2 = 650 ; ∑ X3 = 6084
2
∑ X 1 = 650 ; ∑X X = 6084 ; ; ∑X X = 60710
1 2 1 3

∑ X 22
= 60710 ; ∑X2 X3 = 630708 ; ∑ = 6735950
2
X3
Matriks (X’X) terdiri dari elemen-elemen berikut :

n ∑ X1 ∑ X2 ∑ X3 12 78 650 6084

∑ X1 ∑
X 21 ∑X1 X2 ∑X1 X3 78 650 6084 60710
2
X’X = ∑ X2 ∑X1 X2 ∑ X2 ∑X2 X3 = 650 6084 60710 630708
2
∑ X3 ∑X1 X3 ∑X2 X3 ∑ X3
6084 60710 630708 6735950

Tampak bahwa matriks X’X bersifat setangkup

Langkah 4. Masukkan elemen-elemen segi tiga atas dari matriks X’X ke dalam tabel
Doolittle dan lakukan perhitungan melalui pengolahan baris . Tabel Doolittle untuk kasus ini
ditunjukkan dalam tabel berikut :

Tabel Algoritma Metode Doolittle untuk Pendugaan Model Regresi Kubik

Baris X’X X’Y Kolom


Penguji
b0 b1 b2 b3

175
(0) 12 78 650 6084 3933 10757
(1) 650 6084 60710 30376 97898
(2) 60710 630708 282584 980736
(3) 6735950 2853148 10286600
(4)= (0) 12 78 650 6084 3933 10757
(5) = (4):12 1 6,5 54,166667 507 327,75 896,416667 √
(6)= (1) ─ 78(5) 143 1858,999974 21164 4811,5 27977,49997
(7) = (6) : 143 1 13 148 33,646853 195,646853 √
(8)= (2) – 650(5) ─ 1334,666788 26026,00385 6997,001148 34357, 67181
1858,999974(7) 1 19,500001 5,242508 25,742509 √
(9) = (8): 1334,666788
(10)= (3) ─ 6084(5) ─ 11582,8989 10573,46972 22156,36286
21164(7) ─ 26026,00385(9)
(11) = (10) : 11582,8989 1 0,912852 1,912852 √

Catatan: Tanda (√) adalah tanda periksa bahwa perhitungan pada baris telah dilakukan secara benar karena telah sama
dengan hasil dalam kolom penguji .Angka dalam tanda kurung (..) menunjukkan nomor baris, sedangkan angka
diluar kurung menunjukkan konstanta

Langkah 5 :Tentukan koefisien regresi menggunakan penyelesaian langkah mundur


(backward solution)
Sebagai berikut :
Lihat baris (5) : 1b0 + 6,5 b1 + 54,166667 b2 + 507 b3 = 327.75
Lihat baris (7) : 1 b1 + 13 b2 + 148 b3 = 33,646853
Lihat baris (9) : 1 b2 + 19,500001 b3 = 5,242508
Lihat baris (11) : 1 b3 = 0,912852

Dengan cara langkah mundur secara mudah dapat dihitung :

b3 = 0, 912852
b2 = 5,242508 ─ 19,500001(0,912852) = ─ 12,558107
b1 = 33,646853 ─ 13(─ 12,558107) ─ 148(0,912852) = 61,800148
b0 = 327,75 ─ 6,5(61,8008148) ─ 54,166667(─ 12,558107) ─ 507(0,912852) = 143,463874

Langkah 6: Lakukan analisis ragam (Analiysis of variance)untuk menguji koefisien -


koefisien regresi
1. Hitung factor koreksi yang merupakan jumlah kuadrat koefisien b0, JKR(b0) secara
langsung dari tabel Doolittle (lihat kolomX’Y)sebagai berikut: JKR(b0)= FK = A0yB0y
= (3933(327,75) = 1289040,75. Derajat bebas (db) =1
2. Hitung jumlah kuadrat total (JKT) dengan menggunakan data dalam tabel perhitungan
JK dan JHK, di mana diketahui bahwa : ∑ Y2 = 1497335. JKT = ∑Y2 ─ FK =
1497335 ─ 1289040,75.
Derajat bebas (db) = n ─ 1 = 12 ─ 1 = 11

3. Penghitungan jumlah kuadrat model regresi kubik melalui nilai-nilai dalam kolom
X’Y dari tabel Doolittle sebagai berikut:
JK (regresi) = A1yB1y + A2yB2y + A3y
= (4811,5)(33,646853) + (6997,001148)(5,242508) + (10573,46972)
(0,912852)
= 208225,6807
176
Derajat bebas (db) = K ─ 1
= banyaknya parameter yang diduga dikurangi satu
=4─1=3
Untuk keperluan pengujian pengaruh linear (X1), pengaruh kuadratik (X2), dan
pengaruh kubik (X3) dari output produksi terhadap biaya produksi , jumlah kuadrat
regresi perlu dipecah
JKR (b1) = A1yB1y = (4118,5)(33,646853) = 161891,8332 ; db = 1
KR (b2) = A2yB2y = (6997,001148)(5,242508) = 36681,83449 ; db = 1
JKR (b3) = A3yB3y = (10573,46972)(0,9128520) = 9652,012981
4. Hitung jumlah kuadratgalat (error) dari model regresi kubik, sebagai berikut :

JKG = JKT─ JKR = 208294,25 ─ 208225,6807


JKG = 68,5693 ; db = n ─ K = 12 ─ 4 = 8. K adalah banyaknya parameter yang
diduga dalam model regresi kubik.

5. Lakukan pengujian sgnifikansi koefisien regresi secara parsial dan persamaan regresi
secara serempak menggunakan uji F seperti ditunjukkan dalan tabel ANOVA sebagai
berikut

Tabel ANOVA Pengujian Koefisien Regresi Kubik


Sumber Derajat FTabel
Keragaman Bebas JK KT Fhitung

0,05 0,01
(1) (2) (3) (4)= (3) : (2) (5)= (4) : (6) (7)
KTG
Regresi 3 208225,6807 69408,56023 8097,92 ** 4,07 7,59
R(b1) 1 161891,8332 161891,8332 18887,97** 5,32 11,30
R(b2) 1 36681,83449 36881,83449 4279,68** 5,32 11,30
R(b3) 1 9652,012981 9652,012981 1126,61** 5,32 11,30
Galat 8 68,5693 8,571163

Total 11 208294,25 ─ ─ ─ ─
Catatan:
1. ** = signifikan pada tingkat kepercayaan 99% atau tingkat kesalahan 1%
KT (Re gresi)

2. Fhitung Regresi =
KT (galat ) ; Ftabel F (α; v1= db regresi, v2=db galat)
3. R2 = JKR : JKT
= 208225,6807 : 208294,25
= 0,9997 atau 99,97 %

Hasil pengujian secara statistika menunjukkan bahwa model regresi kubik dapat
diandalkan sebagai model penduga biaya produksi PT. ABC berdasarkan kuantitas
produksi, di mana pengujian terhadap koefisien-koefisien regresi bersifat signifikan
pada tingkat kesalahan 1 %.

177
Besarnya koefisien determinasi R2= 0,9997 menunjukkan bahwa model regresi
kubik mampu menerangkan total variasi dalam biaya produksi PT.ABC sebesar
99,97%

Langkah 7. Lakukan pengujian berdasarkan konsep ekonomi terhadap fungsi biaya kubik.
Dari hasil perhitungan koefisien regresi diperoleh :

b3 = 0,912852 = 0,9129 (dibulatkan)


b2 = ─ 12,558107 = ─ 12,558
b1 = 61,800148 = 61,8001
b0 = 143,463874 = 143,4639
Jika koeefisien ini disubstitusikan ke dalam model fungsi biaya kubik :
TC = b0 + b1Q + b2Q2 + b3Q3
diperoleh persamaan biaya empiric berikut:
TC = 143,4639 + 61,8001Q ─ 12,558Q2 + 0,9129Q3

Contoh penggunaan metode Algoritma Doolittle dapat juga digunakan untuk


mencari persamaan regresi non linear berpangkat seperti fungsi Cobb Douglas:

Q x = A Kα Lβ Mɣ

Dengan me-linearkan fungsi tersebut menjadi : log Q = log A +αlogK + β logL + ɣ


log M
Selanjutnya dapat diolah seperti metode di atas

Penggunaan Metode Doolittle dalam Pendugaan Fungsi Cobb-Douglas


Jika Data produksi Q (dalam ribuan unit), penggunaan input tenaga kerja L (dalam
hari orang kerja), dan penggunaan input modal K ( dalam jam mesin) PT Fidiren
selama 15 tahun terakhir ditunjukkan dala tabel dibawah ini. Lakukan pendugaan
fungsi produksi jangka panjang dengan menggunakan model Cobb Douglas. Lakukan
analisis produksi yang penting untuk memunculkan informasi yang berguna bagi
pembuatan keputusan manajerial.

No Tahun Output, Q Tenaga Modal, K


(ribu unit) Kerja,L (jam
(HOK) mesin)
1 1985 16 607 275 500 17 803
2 1086 17 511 274 400 18 096
3 1987 20 171 269 700 18 271
4 1988 20 932 267 000 19 167
5 1989 20 406 267 800 19 647
6 1990 20 831 275 000 20 803
7 1991 24 806 283 000 22 076

178
8 1992 26 465 300 700 23 445
9 1993 27 403 307 500 24 939
10 1994 28 628 303 700 26 713
11 1995 29 904 304 700 29 957
12 1996 27 508 298 600 31 585
13 1997 29 035 295 500 33 474
14 1998 29 281 299 000 34 821
15 1999 31 535 288 100 41 794

Pendugaan fungsi produksi Cobb Douglas jangka panjang menggunakan metode


Doolittle dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
Tahap 1: Agar pendugaan model Cobb Douglas dapat dilakukan dengan analisis
regresi non maka kita akan mengubah fungsi Q x = A Kα Lβ menjadi
log Q x = logA + αlogK + βlogL . Untuk itu tabel di atas perlu ditransformasikan ke
dalam logaritma (log) sebagai berikut :

n Q L K logQ log L logK


1 16 607 275 500 17 803 4,2203 5,4401 4,2505
2 17 511 274 400 18 096 4,2433 5,4384 4,2576
3 20 171 269 700 18 271 4,3047 5,4309 4,2618
4 20 932 267 000 19 167 4,3208 5,4265 4,2826
5 20 406 267 800 19 647 4,3098 5,4278 4,2933
6 20 831 275 000 20 803 4,3187 5,4393 4,3181
7 24 806 283 000 22 076 4,3946 5,4518 4,3493
8 26 465 300 700 23 445 4,4227 5,4781 4,3701
9 27 403 307 500 24 939 4,4378 5,4878 4,3969
10 28 628 303 700 26 713 4,4568 5,4824 4,4267
11 29 904 304 700 29 957 4,4757 5,4839 4,4765
12 27 508 298 600 31 585 4,4395 5.4751 4,4995
13 29 035 295 500 33 474 4,4629 5,4706 4,5247
14 29 281 299 000 34 821 4,4666 5,4757 4,5418
15 31 535 288 100 41 794 4,4988 5,4595 4,6211

Penggunaan Metode Doolittle dalam Pendugaan Fungsi Cobb-Douglas


Jika Data produksi Q (dalam ribuan unit), penggunaan input tenaga kerja L (dalam
hari orang kerja), dan penggunaan input modal K ( dalam jam mesin) PT Fidiren
selama 15 tahun terakhir ditunjukkan dala tabel dibawah ini. Lakukan pendugaan
fungsi produksi jangka panjang dengan menggunakan model Cobb Douglas. Lakukan
analisis produksi yang penting untuk memunculkan informasi yang berguna bagi
pembuatan keputusan manajerial.

179
No Tahun Output, Q Tenaga Kerja,L Modal, K
(ribu unit) (HOK) (jam
mesin)
1 1985 16 607 275 500 17 803
2 1086 17 511 274 400 18 096
3 1987 20 171 269 700 18 271
4 1988 20 932 267 000 19 167
5 1989 20 406 267 800 19 647
6 1990 20 831 275 000 20 803
7 1991 24 806 283 000 22 076
8 1992 26 465 300 700 23 445
9 1993 27 403 307 500 24 939
10 1994 28 628 303 700 26 713
11 1995 29 904 304 700 29 957
12 1996 27 508 298 600 31 585
13 1997 29 035 295 500 33 474
14 1998 29 281 299 000 34 821
15 1999 31 535 288 100 41 794

Pendugaan fungsi produksi Cobb Douglas jangka panjang menggunakan metode


Doolittle dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
Tahap 1: Agar pendugaan model Cobb Douglas dapat dilakukan dengan analisis
regresi non linear
maka kita akan mengubah fungsi Q x = A Kα Lβ menjadi log Q x = logA + αlogK
+ βlogL . Untuk itu
tabel di atas perlu ditransformasikan ke dalam logaritma (log) sebagai berikut

N Q L K logQ log L logK


1 16 607 275 500 17 803 4,2203 5,4401 4,2505
2 17 511 274 400 18 096 4,2433 5,4384 4,2576
3 20 171 269 700 18 271 4,3047 5,4309 4,2618
4 20 932 267 000 19 167 4,3208 5,4265 4,2826
5 20 406 267 800 19 647 4,3098 5,4278 4,2933
6 20 831 275 000 20 803 4,3187 5,4393 4,3181
7 24 806 283 000 22 076 4,3946 5,4518 4,3493
8 26 465 300 700 23 445 4,4227 5,4781 4,3701
9 27 403 307 500 24 939 4,4378 5,4878 4,3969
10 28 628 303 700 26 713 4,4568 5,4824 4,4267
11 29 904 304 700 29 957 4,4757 5,4839 4,4765
12 27 508 298 600 31 585 4,4395 5.4751 4,4995
13 29 035 295 500 33 474 4,4629 5,4706 4,5247
14 29 281 299 000 34 821 4,4666 5,4757 4,5418
15 31 535 288 100 41 794 4,4988 5,4595 4,6211

Tahap 2. Lakukan beberapa perhitungan yang berkaitan dengan jumlah kuadrat dan
jumlah hasil kali untuk membangun matriks (X’X) dan matriks (X’Y). Dalam hal ini
misalnya logQ = Y ; logL = X1 dan logK = X2. Dengan demikian kitra dapat
memperlakukan model Cobb-Douglas sebagai model regresi logaritma dengan dua

180
variabel bebas X1 dan X2 . Hasil perhitungan jumlah kuadrat dan jumlah hasil kakli
dari variabel – variabel : Y ; X1 ; dan X2 yang ditunjukkan dalam tabeln berikut:

Tabel Hasil Perhitungan Jumlah Kuadrat (JK) dan Jumlah Hasil Kali (JHK)
n Y X1 X2 X1Y X2Y X1X2 X 12 X22 Y2
1 4,2203 5,4401 4,2505 22,9589 17,9383 23,1232 29,5949 18,0667 17,8109
2 4,2433 5,4384 4,2576 23,0768 18,0662 23,1544 29,5760 18,1270 18,0057
3 4,3047 5,4309 4,2618 23,3784 18,3457 23,1451 29,4945 18,1626 18,5307
4 4,3208 5,4265 4,2826 23,4469 18,5041 23,2393 29,4470 18,3403 18,6694
5 4,3098 5,4278 4,2933 23,3925 18,5031 23,3032 29,4611 18,4324 18,5740
6 4,3187 5,4393 4,3181 23,4909 18,6487 23,4877 29,5863 18,6462 18,6513
7 4,3946 5,4518 4,3439 23,9582 19,0896 23,6821 29,7220 18,8696 19,3121
8 4,4227 5,4781 4,3701 24,2280 19,3273 23,9397 30.0099 19,0973 19,5600
9 4,4378 5,4878 4,3969 24,3539 19,5125 24,1294 30,1164 19,3325 19,6941
10 4,4568 5,4824 4,4267 24,4341 19,7290 24,2693 30,0572 19,5959 19,8630
11 4,4757 5,4839 4,4765 24,5443 20,0356 24,5485 30,0729 20,0390 20,0322
12 4,4395 5.4751 4,4995 243064 19,9753 24,6351 29,9766 20,2453 19,7088
13 4,4629 5,4706 4,5247 244147 20,1934 24,7527 29,9270 20,4730 19,9177
14 4,4666 5,4757 4,5418 244576 20,2865 24,8696 29,9830 20,6283 19,9504
15 4,4988 5,4595 4,6211 24,5614 20,7984 25,2292 29,8066 21,3547 20,2391
Jml 65,7729 81,8680 65,8650 359,0031 288,9448 359.5085 446,8315 289,4110 288,5192

Tahap 3. Kumpulkan elemen-elemen JK dan JHK yang sesuai dari tabel di atas
untuk memebangun matriks (X’X) dan (X’Y)
Dari tabel JK dan JHK di atas dapat dicatat bahwa :
∑ Y = 65,7729 ; ∑X1Y = 359,0031 ; ∑ X2Y = 288,9448
Elemen-elemen ini yang akan membentuk matriks X’Y sebagai berikut :

∑Y 65,7729
X’Y = ∑X1Y = 359,0031
∑X2Y 288,9448

Sedangkan untuk membangun matriks (X’X) diperlukan elemen-elemen sebagai


berikut :
n = 15 ; ∑X1 = 81,8680 ; ∑X2 = 65,8650 ; ∑X2 = 446,8315 ; ∑X1X2 = 359,5085
; ∑X22 = 289,4110

n ∑X1 ∑X2 15 81,8680 65,8650


X’X = ∑X1 ∑X12 ∑X1X2 = 81,8680 446,8315 359,5085
∑X2 ∑X1X2 ∑X22 65,8650 359,5085 289,4110

Tampak bahwa matriks X’X bersifat setangkup, dimana elemen-elemen aij = aji
(I ,j = 1, 2, 3 )
Tahap 4. Masukkan elemen-elemen segitiga atas matriks X’X ke dalam tabel
Doolittle dan lakukan perhitungan melalui pengolahan baris. Tabel Doolittle untuk
masalah ini ditunjukkan dalam tabel berikut ini:

181
Tabel Algoritma Doolittle untuk Pendugaan Fungsi Produksi Cobb Douglas
X’X
Baris b0 b1 b2 X’Y Kolom
Penguji
(0) 15 81,8680 65,8650 65,7729 228,5059
(1) 446,8315 359,5085 359.0031 1247,2111
(2) 289,4110 288,9448 1003,7293
(3) = (0) 15 81,8680 65,8650 65,7729 228,5059
(4) = (3)/15 1 5,457867 4,391000 4,384860 15,233727 v
(5) = (1)– 81,8680(4) 0,006844 0,026112 0,023382 0,056338
(6) = (5)/0,006844 1 3,815313 3,416423 8,231736 v
(7) = (2)–65,8650(4)– 0,02112(6) 0,098160 0,046786 0,144924
(8) = (7)/0,098160 1 0,476630 1,476406 v

Catatan: 1. v adalah tanda periksa bahwa perhitungan pada baris telah dilakukan
seara benar karena telah sama dengan hasil dalam kolom penguji
2 Dalam perhitungan metode Doolittle gunakan enam dijit dibelakang
koma
3. Angka dalam tanda kurung ( ) menunjukkan nomor baris , sedangkan
angka diluar kurung menunjukkan konstanta

Tahap 5. Tentukan koefisien regresi menggunakan penyelesaian langkah mundur


(backward solution) sebagai berikut :

Lihat baris (4) : 1b0 + 5,457867b1 + 4,391000b2 = 4,384860


Lihat baris (6) : 1b1 + 3,815313b2 = 3,416423
Lihat baris (8) : 1b2 = 0,476630

Dengan cara langkah mundur secara mudah dapat dihitung:


b2 = 0,476630
b1 = 3,416423 – 3,815313(0,476630) = 1,597930
b0 = 4,384860 – 5,457867(1,597930) – 4,391000(0,476630) = – 6,429312

Tahap 6. Lakukan analisius ragam (analisis of variance) untuk menguji koefisien-


koefisien regresi yang ada sebagai berikut :
1. Hitung factor koreksi yang merupakan jumlah kuadrat koefisien b0 (JKR b0) secara
langsung dari tabel Doolittle (lihat kolom X’Y) sebagai berikut : JKR = FK = A0yB0Y =
65,7729 x 4,384860 = 288,404958 dengan derajat bebas (DB) = 1

2. Hitung jumlah kuadrat total (JKT) dengan menggunakan data dalam tabel perhitungan
JK dan JHK dimana diketahui bahwa : ∑Y2 = 288,5192
JKT = ∑Y2 – FK =288,5192 – 288,404958 = 0,114242 = 0,1142 (dibulatkan),
dengan DB = n – 1

182
= 15–1 = 14
3. Hitung jumlah kuadrat model regresi logaritma melalui nilai-nilai dalam kolom X’Y
dari tabel Doolittle sebagai berikut :
JK (regresi ) = A1YB1Y + A2YB2Y
= (0,023382)( 3,416423 ) + (0,046786)( 0,476630)
= 0,1022
Dengan derajat bebas (DB) = K– 1 = banyaknya parameter yang diduga dikurangi
satu = 3 – 1 = 2
4. Untuk keperluan pengujian pengaruh penggunaan input tenaga kerja (X1) dan
pengaruh penggunaan input modal (X2) terhadap output produksi jangka panjang ,
jumlah kuadrat regresi perlu dipecah menjadi :
JKR (b1) = A1YB1Y = (0,023382)(3,416423) = 0,0799 ; dengan derajat bebas (db) = 1
JKR (b2) = A2YB2Y = (0,046786)(0,476630) = 0,0223 ;dengan derajat bebas (db) = 1
5. Hitung jumlah kuadrat galat (error) dari model regresi logaritma sebagai berikut :
JKG = JKT – JKR = 0,1142 – 0,1022 = 0,0120 ; db galat = n – K = 15 – 3 = 12
6. Lakukan pengujian signifikansi koefisien regresi secara parsial dan persamaan regresi
secara serempak menggunakan uji F (Fisher) seperti ditujukkan dalam tabel ANOVA
(Analys Of Variance) atau Analisis Ragam berikut ini :

Sumber Derajat Fhitung Ftabel 0,05 Ftabel 0,01


Keragaman Bebas JK KT = (4)/KTG
(3)/2
Regresi 2 0,1022 0,0511 51,10** 3,89 6,93
R(b1) 1 0,0799 0,0799 79,90** 4,75 9,33
R(b2) 1 0,0223 0,0223 22,30** 4,75 9,33
Galat 12 0,0120 0,0010
Total 14 0,1142
Catatan :
a. ** = signifikan pada tingkat kepercayaan 99% atau tingkat kesalahan 1%
b. Fhitung regresi = KT(regresi)/KT (galat) ; F F( α ; v1= db regresi; v2 = db
galat)
c. R2 = JKR/JKT = 0,1022/0,1142 = 0,8949 atau 89,49 %

Hasil pengujian secara statistikamenunjukkan bahwa model regresi logaritma dapat


diandalkan sebagai model penduga output produksi jangka panjang, berdasarkan
penggunaan input tenaga kerja dan modal, dimana pengujian terhadap koefisien –
koefisien regresi bersifat signifikan pada tingkat kesalahan 1% ( α = 0,01). Besarnya
koefisien determinasi R2 = 0,8949 menunjukkan bahwa model regresi logaritma
mampu menerangkan total variasi dalam output produksi jangka panjang sebesar
89,49% , sedangkan sisanya sebesar 1– R2 = 1–0,8949 = 0,1051 atau 10,51%
diterangkan oleh factor lain yang dalam model regresi logaritma ini dimasukkan
sebagai pengaruh galat atau pengaruh sisa (residual effect)

Tahap 7. Lakukan pendugaan fungsi produksi Cobb Douglas jangka panjang


sebagai berikut:
b2 = 0,476630

183
b1 = 1,597930
b0 = – 6,429312 ; antilog (b0) = (10)– 6,429312 = 0,00000037
Jika koefisien ini disubstitusikan ke dalam model fungsi produksi Cobb Douglas :
Q x = A Kα Lβ maka
diperoleh persamaan fungsi produksi Cobb Douglas jangka panjang :

Q = 0,00000037 L1,597930K0,476630

Analisis Yang Dapat Dilakukan Dari Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Cobb Douglas
Penggunaan fungsi Produksi Cobb Douglas dalam pendugaan output produksi jangka panjang
dapat disajikan seperti pada tabel berikut ini:

Ringkasan Pengunaan Fungsi Produksi Cobb Douglas dalam Penggunaan Output


No Indikator Pengukuran Fungsi Cob Douglas
1 Output Total Q =ALαKβ = 24586
2 Produktivitas rata-rata tenaga kerja (APL = Q/L) APL = A Kα–1Kβ = 0,086
3 Produktivitas rata-rata modal (APK = Q/K) APK = ALαKβ–1 = 0,964
4 Produktivitas marjinal tenaga kerja (MPL = MPL = αALα–1Kβ = 0,136
5 ΔQ/ΔL) MPK = β ALαKβ–1 = 0,459
6 Produktivitas marginal modal (MPK = ΔQ/ΔK ) α = 1,59793
7 Elastisitas output dari tenaga kerja (EL = MPL β = 0,47663
8 /APL) A = 0,00000037
9 Elastisitas output dari modal (EK = MPK/APK) α + β = 2,07456 ( perusahaan
Parameter efisiensi dalam kondisi : increasing Return
Skala output (returns to scale) to scale

Pembatasan parameter pada fungsi Cobb


Douglas
A > 0 ; α > 0 ; dan β >0

Selanjutnya berbagai informasi yang berkaitan dengan fungsi produksi Cobb Douglas jangka
panjang dapat diperoleh melalui perhitungan-perhitungan , katakanlah pada tingkat rata-rata
penggunaan input tenaga kerja (L – bar = 287 347 HOK per tahun)dan rata-rata penggunaan
input modal (K – bar = 25 506 jam mesin per tahun) selama periode 15 tahun terakhir.
Berdasarkan data rata-rata tersebut ( untuk L dan K) maka dapat dihitung indicator
oengukuran sebagai mana telah tercantum pada tabel ringkasan tersebut di atas. Berdasarkan
informasi dalam tabel di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan penting selama periode
produksi 15 tahun sebagai berikut:

1. Rata-rata produksi jangka panjang selama 15 tahun terakhir adalah 24 586 (ribu unit)
2. Produktivitas rata-rata tenaga kerja selama periode produksi jangka panjang adalah :
0,086 (ribu unit per HOK)
3. Produktivitas rata-rata modal selama periode produksi jangka panjang adalah 0,964
(ribu unit per jam mesin)

184
4. Produktivitas marjinal tenaga kerja selama periode produksi jangka panjang adalah
0,136 (ribu unit per HOK), yang menunjukkan bahwa setiap penambahan satu hari
orang kerja (1 HOK) mampu meningkatkan produksi sebesar 136 unit produksi pada
tingkat penggunaan input modal yang konstan
5. Produktivitas marjinal dari modal selama periode produksi jangka panjang adalah
0,459 (ribu unit per HOK), yang menunjukkan bahwa setiap penambahan satu input
modal (1 jam mesin) mampu meningkatkan produksi sebesar 459 unit produk pada
tingkat penggunaan input tenaga kerja yang konstan
6. Elastisitas output dari input tenaga kerja selama periode produksi jangka panjang
adalah : 1,59793, yang menunjukkan bahwa tingkat rata-rata penggunaan input tenaga
kerja dan modal , setiap penambahan 1% input tenaga kerja (HOK) akan mampu
meningkatkan produksi sebesar 1.59793% atau sekitar 1,6 % (ceteris paribus)
7. Elastisitas output dari input modal selama periode produksi jangka panjang adalah :
0,47663 yang menunjukkan bahwa tingkat rata-rata penggunaan input tenaga kerja dan
modal , setiap penambahan 1% input modal (jam mesin) akan mampu meningkatkan
produksi sebesar 0,47663% atau sekitar 0,5 % (ceteris paribus)
8. Kondisi skala produksi jangka panjang (return to scale) adalah 2,07456 yang
menujukkan bahwa system produksi berada dalam kondisi increasing returns to scale
(economies of scale). Dengan demikian manajer perlu mengembangkan pemasaran
agar terus meningkatkan produksi (kapasitas usaha) sehingga mampu meningkatkan
efisiensi produksi . Dalam situasi IRTS apabila asumsi pasar masih dapat
dikembangkan , setiap peningkatan output produksi akan menurunkan biaya rata-rata
karena produktivitas marjinal dari input yang masih meningkat

XV.Statistik Nonparametrik

Statistik non parametric merupakan kumpulan alat untuk menganalisis data yang menawarkan sebuah
pendekatan yang berbeda dengan cara-cara pengambilan keputusan yang selama ini kita pelajari.
Pendekatan ini tidak menekankan kepada asumsi-asumsisebagai mana terdapat pada statistic
parametric seperti distribusi sampel dari parameter populasi dianggap normal. Uji-uji hipotesis yang
akan dipelajari dalam kaitan jnj lebih mengasumsikan bahwa distribusi sampel dianggap tidak normal,
Untuk dapat membantu kapan kita menggunakan Statistik parametrik ataupun Statistik non parametric
dapat dilihat gambar berikut ini

Pedoman Penggunaan Statistik Non Parametrik

Mulai

Tipe 185
Data
Nominal/Ordinal

Tidak No

Kecil (< 30 )

Besar ( > 30)

Bisa pakai uji t jlka


Distribusi populasi
pasti Normal

Gambar : Pembagian Metode Statistik


(Statistik Non Parametrik (Singgih Santoso 2002)

Pegujian Non Parametrik


Pengujian non parametrik merupakan pengujian yang tidak membutuhkan asumsi mengenai
bentuk distribusi sampling statistika dan atau bentuk distribusi populasinya.

Pengujian non parametrik tidak menuntut:


1. Sampel yang diambil harus berdistribusi normal
2. Angka-angka sampel merupakan ukuran-ukuran tingkat taraf tinggi

Ukuran taraf / tingkat tinggi adalah sesuatu yang menghasilkan ukuran-ukuran/


bilangan-bilangan yang digunakan untuk menunjukkan arti penting dari perbedaan
yang terjadi. ( Ukuran tingkat penilaian, misal: 1 = jelek, 10 = bagus )

186
Misal:
Ukuran berat (kg)
Perbedaan 485 kg sama dengan perbedaan 980 kg
Dalam Non Par bisa terjadi ukuran ordinal (bukan taraf tinggi)
Misal:
- Preferensi konsumen atas 5 jenis barang (1,2,3,4,5)
3 memiliki preferensi > dari 2 tapi perbedaannya belum tentu 1
- Tingkatan eksekutif 4 manager (1,2,3,4)
Pengujian dalam ukuran taraf tinggi dapat diformulasikan dalam ukuran ordinal dengan cara
memberi rank.
Contoh:
Ukuran berat: 3,4 1,8 5,8
Rank : 2 1 3

Uji non parametrik dapat diterapkan dalam situasi seperti berikut:


1. Jika ukuran sampel begitu kecil
2. Jika digunakan data urutan atau data ordinal
3. Jika digunakan data nominal

15.1. Uji Tanda ( The Sign Test)

Uji tanda adalah salah bentuk uji yang paling sederhana dari teknik-teknik non parametric
lainnya. Umumnya digunakan untuk membandingkan dua sampel yang berpasangan. Dan
sampel itu berasal dari populasi yang sama. Dengan demikian jika hipotesis nol itu benar,
ukuran perbedaan ditandai dengan plus (jika lebihbesar) atau minus (jika lebih kecil),
seharusnya kira-kira jumlah tanda plus sama dengan tanda minus atau kesempatan sama kira-
kira 50%. Untuk itu kita dapat menggunakan pendekatan distribusi binomial atau percobaan
Bernoulli.
n x n− x
P (X; n,P) = C x P Q
Distribusi ini dapat didekati dengan pendekatan distribusi normal, terutama jika jumlah
ukuran sampel besar

X−μ
Z= σ dimana μ=nP dan σ=√ nPQ

187
Secara umum, syarat-syarat yang dipenuhi untuk menggunakan uji tanda adalah:
1. Sampel berpasangan yang diperbandingkan bersifat independen
2. Masing-masing pengamatan dlam tiap pasang terjadi karena pengaruh kondisi yang serupa
3. Pasangan yang berlainan terjadi pada kondisi yang berbeda

Prosedur menggunakan uji tanda adalah sebagai berikut :

1, Menghitung selisih Xi ― Yi dimana i = 1,2,3,………………n, n adalah banyaknya


pengamataan untuk masing-masing perlakuan

2, Menentukan tanda untuk selisihtersebut dan diberi tanda + jika Xi > Yi dan tanda ― jika
Xi < Yi dan abaikan jika Xi = Yi

3, Mislkan n1 adalah banyaknya tanda + dan n2 adalah banyaknya tanda ― ,


maka n = n1+ n2

15.2. Uji Tanda Peringkat Wilcoxon


Uji ini digunakan bila bila ingin menguji rata-rta secara non parametric. Pengujian dapat
digunakan untuk menguji rata-rata satu xpopulasi atau uji rata-rata dua populasi data
berpasangan. Padanannya pada uji parametric adalah uji t
Hipotesis Pengujian :
H0 : µ = µ0
Ha : µ ≠ µ0 atau µ > µ0 atau µ < µ0

Langkah-langkah Pengujian
1. Hitung di = Xi − µ0 untuk semua i ; X = data pengamatan
Bila ada nilai di = 0 , maka untuk selanjutnya tidak termasuk dalam perhitungan

2. Beri ranking pada │di │


3. Beri tanda ( + ) atau ( − ) pada ranking sesuai dengan tanda di
4. Tentukan T+ + yaitu jumlah ranking yang bertanda positif , dan T − − yaiti jumlah
ranking yang bertanda negative

5. Pengujian

a. Untuk µ ≠ µ0 ; maka tolak H0 bila min ( T++ ; T − − )<d


b. Untuk µ < µ0 ; maka tolak H0 bila T++ < d
c. Untuk µ > µ0 ; maka tolak H0 bila T − − < d
Nilai d lihat dari table tanda Wilcoxon

Contoh Aplikasi 1 :
Seorang manager pemasaran dari perusahaan makanan cepat saji ingin mengetahui apakah
timgkat keuntungan yang diperoleh pada cabang- cabang rumah makannya dikota-kota
dipengaruhi oleh dua advertensi yang berbeda. Hasil pengamatan terhadap hasil keuntungan
masing-masing cabang rumah makan adalah sebagai berikut
:

188
Keuntungan different Tanda
Positif (+) atau
Kot neg,ative (―)
a Adv. A Adv. Kolom (2)― Kolom
B (3)
1 15,3 14,3 +1 +
2 9,4, 8,6 + 0,8 +
3 7,3 8,0 -0 ,7 -
4 6,0 5,3 + 0,7 +
5 4,2 3,7 + 0,5 +
6 2,6 3,6 -1,0 -
7 5,0 5,0 0
8 9,8 7,3 + 1,5 +
9 4,2 4,5 -0,3 -
10 6,5 5,1 +1,4 +

Total : n1 = + 6
n2 = - 3

n= 9

Langkah langkah Penyeleseaian


1, H0 : Tidak ada perbedaan pengaruh antara dua perlakuan terhadap tingkat keuntungan,
proporsi + (P) sama dengan proporsi ―(Q) atau P = Q = 0,50
2, Ha : Ada perbedaan pengaruh antara dua perlakuan terhadap tingkat keuntungan; proporsi
+ (P) tidak sama dengan proporsi ―(Q) atau P ≠ Q ≠ 0,50
3, Menentukan taraf signifikansi α = 0,05

4. Uji hipotesis ada beberapa cara:


a. Menggunakan table Uji Tanda, C Keputusan adalah jika T ¿ C , maka H0 ditolak.
Sebaliknya jika T > C , maka H0 diterima.
T adalah jumlah tanda + atau ― yang paling lebih kecil sedikit dan C adalah nilai kritis
uji tanda untuk frekuensi + atau ― yang paling kecil
untuk uji dua arah pada α untuk binomial P =0,50
Pada α = 0,05 dan n = 9 nilai kritis C adalah 1. Oleh karena T juga = 3 maka H0 tidak
dapat ditolak. Dengan demikian tidak ada perbedaan pengaruh antara dua perlakuan
terhadap tingkat keuntungan
b. Menggunakan metode coba-coba untuk mencari nilai kritis dengan table Binomial .
Aturan : Keputusan: H0 akan ditolak jika taraf signifikan lebih kecil daripada P (X ¿
6)
plus P { (n- X) ¿ 3 } lebih kecil atau sama dengan α = 0,05. Melihat table Binomial
untuk n = 9, P = 0,50 kita menemukan bahwa P (X ¿ 6) = 0,254 dan P { (n- X) ¿
3 }=
0,254, sehingga total probabilitas 0,254 + 0,254 = 0,508. Jelas ini merupakan taraf
signifikansi yang lebih kekil dari pada yang dibutuhkan. Dengan demikian H0 diterima

Uji Wilcoxon Dengan Sampel Kecil

189
Contoh Aplikasi 1.
Sebelum pelatihan diketahui rata-rata skor kinerja karyawan adalah 85 (skala 0 − 100).
Setelah pelatihan diambil sampel sebanyak 10 orang karyawan untuk diteliti skor kinerjamya,
hasilnya adalah sebagai berikut:

Karyawan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Skor 87 85 90 95 86 85 80 84 83 86
Ujilah dengan α = 5% , apakah skor kinerja karyawan meningkat setelah mengikuti
pelatihan

Penyelesaian
Xi di = Xi − │di │ Rankin Tanda
µ0 g │di │
87 2 2 4,5 +
85 0 0
90 5 5 6,5 +
95 10 10 8 +
86 1 1 2 +
85 0 0
80 -5 5 6,5

84 -1 1 2 -
83 -2 2 4,5

86 1 1 2 +
T++ = 23 sedangkan T − − = 13
Pengujian : Ditentukan µ0 = 85

H0 : µ = 85
Ha : µ > 85

T − = 13 (diperoleh dari 6,5 + 2 + 4,5 )


d = 6 (lihat table Nilai kritis T pada Uji Tanda-peringkat Berpasangan Wilcoxon)

Oleh karena T −> d, maka H0 diterima


Kesimpulan : tidak ada peningkatan skor kinerja yang signifikan setelah pelatihan

Contoh Aplikasi 2 :
Seorang manager pemasaran dari perusahaan makanan cepat saji ingin mengetahui apakah
timgkat keuntungan yang diperoleh pada cabang- cabang rumah makannya dikota-kota
dipengaruhi oleh dua advertensi yang berbeda. Hasil pengamatan terhadap hasil keuntungan
masing-masing cabang rumah makan adalah sebagai berikut
:
Keuntungan different Tanda
Positif (+) atau
Kot negative (―)
a Adv. A Adv. Kolom (2)― Kolom
B (3)

190
1 15,3 14,3 + 12 +
2 9,4, 8,6 + 0,8 +
3 7,3 8,0 -0 ,7 -
4 6,0 5,3 + 0,7 +
5 4,2 3,7 + 0,5 +
6 2,6 3,6 -1,0 -
7 5,0 5,0 0
8 9,8 7,3 + 1,5 +
9 4,2 4,5 -0,3 -
10 6,5 5,1 +1,4 +

Total : n1 = + 6
n2 = - 3

n= 9

Langkah langkah Penyeleseaian


1, H0 : Tidak ada perbedaan pengaruh antara dua perlakuan terhadap tingkat keuntungan,
proporsi + (P) sama dengan proporsi ―(Q) atau P = Q = 0,50
2, Ha : Ada perbedaan pengaruh antara dua perlakuan terhadap tingkat keuntungan; proporsi
+ (P) tidak sama dengan proporsi ―(Q) atau P ≠ Q ≠ 0,50
3, Menentukan taraf signifikansi α = 0,05

4. Uji hipotesis ada beberapa cara:


a. Menggunakan table Uji Tanda, C Keputusan adalah jika T ¿ C , maka H0 ditolak.
Sebaliknya jika T > C , maka H0 diterima.
T adalah jumlah tanda + atau ― yang paling lebih kecil sedikit dan C adalah nilai kritis
uji tanda untuk frekuensi + atau ― yang paling kecil
untuk uji dua arah pada α untuk binomial P =0,50
Pada α = 0,05 dan n = 9 nilai kritis C adalah 6. Oleh karena T juga = 3 maka H0
tidakdapat ditolak. Dengan demikian tidak ada perbedaan pengaruh antara dua
perlakuan terhadap tingkat keuntungan
b. Menggunakan metode coba-coba untuk mencari nilai kritis dengan table Binomial .
Aturan : Keputusan: H0 akan ditolak jika taraf signifikan lebih kecil daripada P (X ¿
6)
plus P { (n- X) ¿ 3 } lebih kecil atau sama dengan α = 0,05. Melihat table Binomial
untuk n = 9, P = 0,50 kita menemukan bahwa P (X ¿ 6) = 0,254 dan P { (n- X) ¿
3 }=
0,254, sehingga total probabilitas 0,254 + 0,254 = 0,508. Jelas ini merupakan taraf
signifikansi yang lebih kil dari pada yang dibutuhkan. Dengan demikian H0 diterima

Contoh 3
Tabel dibawah ini menunjukkan data untuk uji tanda apakah resep baru lebih enak dari resep
lama dari sebuah restoran.
Tabel 3 Data Untuk Uji Tanda

191
Urutan Rasa (1=tdk.enak, Tanda Beda Urutan
Langgana 5=enak sekali) Resep Baru dan asli
n Resep asli Resep baru
A 1 4 +
B 3 4 +
C 2 3 +
D 1 2 +
E 2 5 +
F 4 2 -
G 1 1 0
H 4 3 -
I 2 3 +
J 3 4 +

Prosedur pengujiannya adalah:


Menentukan Ho dan H1
Hipotesis nol (H0) nya adalah bahwa resep baru tidak memperbaiki rasa dibanding resep asli.
Hipotesis alternative (H1) nya adalah bahwa resep baru memperbaiki rasa dibanding resep asli.
Dalam bahasa statistika
Ho: jumlah urutan tanda positif ¿ jumlah urutan tanda negatif
H1: jumlah urutan tanda positif > jumlah urutan tanda negatif

Tabel 4. Perhitungan Untuk Uji bertanda Wilcoxon


(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Langgana Urutan Urutan Beda Urutan beda Urutan Urutan
n resep asli resep baru tanpa tanda tanda
Melihat tanda Pos. Neg.
A 1 4 +3 7,5 7,5
B 3 3 0 diabaikan
C 2 3 +1 3 3
D 1 2 +1 3 3
E 2 5 +3 7,5 7,5
F 4 2 -2 6 6
G 1 1 0 Diabaikan
H 4 3 -1 3 3
I 2 3 +1 3 3
J 3 4 +1 3 3
JUMLAH 27 9

Menentukan nilai kritis


Misal digunakan tingkat signifikansi 0,05. Karena pengujiannya searah kanan dan n = 8, maka
diperoleh nilai kritis sebesar 5.

Menentukan nilai test statistik melalui tahap-tahap sebagai berikut


Menentukan besar dan tanda beda data pasangan seperti yang ditunjukkan pada kolom ke-4
192
Mengurutkan beda tanpa memperhatikan tanda (kolom 5); angka 1 dirancang untuk beda yang
terkecil. Jika terdapat beda yang sama maka digunakan angka rata-rata; pada contoh ini yang
memiliki beda sebesar 1 ada 5 observasi, karena itu diberi angka (1+2+3+4+5)/5=3; kemudian
yang memiliki beda dua diberi angka 6 dan karena yang memiliki beda 3 ada 2 observasi
maka diberi angka (7+8)/2 =7,5
Memisahkan angka yang bertanda positif dari angka nertanda negative (kolom 6 dan kolom 7)
Langkah terakhir adalah menjumlahkan semua angka positif dan semua angka negative. Yang
lebih kecil dari nilai absolute kedua jumlah itu dinamakan nilai statistika τ yang akan
menjadi dasar dalam uji Wilcoxon. Nilai statistika untuk contoh diatas adalah 9.

Membuat keputusan secara statistik


Aturannya adalah: “ Jika statistik τ ¿ nilai kritis, maka hipotesis nol ditolak.”Karena
nilai tes statistic lebih besar dari nilai kritis, maka Ho tidak ditolak berarti resep baru tidak
memperbaiki rasa dibanding resep asli.

Jika ukuran sampel n > 25, maka dapat dianggap berdistribusi normal dengan rata-rata dan
simpangan baku
n(n+ 1) n(n+1)(2 n+1)
μτ =
4 dan
Sehingga variabel normal standarnya dirumuskan
σ τ=
√ 24

( τ−μ τ )
Z=
στ
Kriteria keputusan pengujiannya adalah:
Ho: diterima apabila Z ¿ Z α /2

H1: ditolak apabila Z > Z α /2


Dari contoh diatas:
n= 8 α =0,05 nilai kritis = 5
8(8+1)
μτ = 4 = 18
8(8+1)(16+1 )
σ τ=
√ 24
=7 ,14

9−18
=−1,26
Z = 7,14
Oleh karena nilai Z (-1,26) lebih besar daripada Z 0 ,025 =-1,96 maka Ho ditolak.

Contoh Aplikasi untuk sampel besar ( n > 20 )


Untuk menentukan tingkat upah minimum, suatu lembaga penelitianmelakukan studi tentang
nilai tengah gaji tahunan yang diberikan di sejumlah perusahaan di propinsi A dan propinsi B.
Dari masing-masing propinsi diambil 40 perusahaan . Hasil survey di propinsi tersebut
disajikan seperti berikut:

193
Median Gaji Tahunan dari 40 Perusahaan
Di Dua Propinsi
Median Gaji Tahunan Median Gaji Tahunan
No (juta) No (juta)
Propinsi Propinsi Propinsi Propinsi
A B A B
1 15,7 15,0 21 19,2 19,3 Penyelesaian
2 17,2 16,3 22 20,1 21,7 1, H0 : Tidak ada perbedaan
3 18,0 18,1 23 21,8 23,0 median gaji antara propinsi A
4 19,8 20,3 24 23,1 25,5 dengan propinsi B
5 21,7 21,9 25 24,8 28,3 Proporsi + (P) sama
6 25,5 23,5 26 23,4 23,2 dengan proporsi ― (Q) atau P =
7 28,5 26,1 27 25,2 25,4 Q = 0,50
8 34,0 31,5 28 30,5 28.5
9 40,2 36,1 29 36,9 36,5 2, Ha : Ada perbedaan median
gaji antara propinsi A dengan
10 38,1 43,4 30 48,1 43,5
propinsi B, Proporsi + (P) tidak
11 56,6 63,3 31 28,8 28,7
sama dengan proporsi
12 89,8 73,1 32 34,1 36,0
― (Q ) atau P ≠ Q ≠ 0,50
13 65,7 75,5 33 41,1 39,3
14 95,3 86,1 34 57.8 55,7 3, Menentukan taraf signifikan
15 196,6 191,5 35 98,7 80,6 α = 0,01
16 14,2 12,5 36 40,7 46,3
17 15,6 14,2 37 51.1 57,9 4, Menentukan nilai kritis Z
18 16,4 15,9 38 71,6 82,8 pada taraf signifikansi α = 0,01
19 17,8 16,8 39 97,1 88,3 dan n = 40 dengan uji dua arah
20 18,7 18,0 40 179,2 173,2 ± 2,58
5. Menentukan uji hipotesis
a. Menghitung nilai median yang diharapkan µ= np. Dengan demikian np = 40 x 0,50 =20

b. Menghitumg standar deviasi σ = √ nPQ maka σ = √ 40×0,5×0,5


dengan demikian σ = 3,16
24−20
=1, 27
c. Menghitung nilai Z, dimana X =24 (tanda + ), Z = 3 ,16
d. Menentukan kesimpulan bahwa oleh karena nilai Z berada dalam range nilai-nilai
kritisnya, maka H0 tidak dapat ditolak. Tidak ada perbedaan median gaji pada
perusahaan-perusahaan di dua propinsi.

Median Gaji Tahunan dari 40 Perusahaan Di Dua Propinsi


Median Gaji Tahunan Tanda Median Gaji Tahunan Tanda
No (juta) + atau― No (juta) + atau
Propinsi Propinsi Propinsi Propinsi ―
A B A B
1 15,7 15,0 + 21 19,2 19,3 ―
2 17,2 16,3 + 22 20,1 21,7 ―

194
3 18,0 18,1 ― 23 21,8 23,0 ―
4 19,8 20,3 ― 24 23,1 25,5 ―
5 21,7 21,9 ― 25 24,8 28,3 ―
6 25,5 23,5 + 26 23,4 23,2 +
7 28,5 26,1 + 27 25,2 25,4 ―
8 34,0 31,5 + 28 30,5 28.5 +
9 40,2 36,1 + 29 36,9 36,5 +
10 38,1 43,4 ― 30 48,1 43,5 +
11 56,6 63,3 ― 31 28,8 28,7 +
12 89,8 73,1 + 32 34,1 36,0 ―
13 65,7 75,5 ― 33 41,1 39,3 +
14 95,3 86,1 + 34 57.8 55,7 +
15 196,6 191,5 + 35 98,7 80,6 +
16 14,2 12,5 + 36 40,7 46,3 ―
17 15,6 14,2 + 37 51.1 57,9 ―
18 16,4 15,9 + 38 71,6 82,8 ―
19 17,8 16,8 + 39 97,1 88,3 +
20 18,7 18,0 + 40 179,2 173,2 +

Oleh karena Zh < Ztabel maka : H0 yang menyatakan tidak ada perbedaan median gaji dapat
diterima.

Latihan Soal Uji Wilcoxon


Sebuah perusahaan rokok meggunakan tembakau yang berasal dariWonosobo dan
Bojonegoro. Selama ini tembakau yang paling tinggi kualitasnya berasal dari kedua daerah
Situ. Sebuah panel dari 10 perokok diminta untuk merasakan rokok yang dibuatdengan
tembakau yang berasal dari kedua daerah tersebut, dan mereka diminta memberikan skor
pada kedua jenis tembakau dengan skala angka 1 sampai 20 berdasarkan criteria yang yang
dikembangkan oleh para ahli tembakau. Skor hasil merasakan tembakau ditunjukkan oleh
table dibawah ini. Apakah kedua jenis tembakau ini sama-sama disukai oleh perokok itu ?
Tabel dibawah ini menunjukkan skor hasil penilaian dalam merasakan rasa tembakau dari
kedua daerah tersebut.

Hasil Penilaian Rasa Tembakau dari


Wonosobo dan Bojonegoro
Taster T. T.Bojonegoro
Wonosobo
1 15 12
2 14 13
3 12 10
4 14 14
5 15,5 12
6 12 14
7 16 11

195
8 14,5 15
9 15 11
10 13 12

Penyelesaian

1. Buatlah kertas kerja sebagai berikut :

Hasil Penilaian Rasa Tembakau dari


Wonosobo dan Bojonegoro
Taster T. T.Bojonegoro X1 - X2 Ranking
Wonosobo X2 (+)
X1
(−)
1 15 12 3 6
2 14 13 1 2,5
3 12 10 2 4,5
4 14 14 0 .
5 15,5 12 3,5 7
6 12 14 2 4,5
7 16 11 5 9
8 14,5 15 0,5 1
9 15 11 4 8
10 13 12 1 2,5

Total : 39,5 5,5


Wh : 5,5

2. Buatlah hipotesis :

H0 : Tidak ada perbedaan kesukaan antara tembakau Wonosobo dan tembakau


Bojonegoro, proporsi + (P) sama dengan proporsi − Q atau P – Q = 0,50
Ha : Ada perbedaan kesukaan antar tembakau dari Wonosobo dengan tembakau dari
Bojonegoro, proporsi + (P) tidak sama dengan proporsi – Q atau P ≠ Q ≠ 0,50

3. Menentukan taraf significan α = 5%


4. Menentukan nilai kritis Wα/2 pada taraf signifikan α = 0,05 dan n = 9 dengan uji dua
arah adalah 6 ( Tabel Uji Wilcoxon )
5. Menghitung ranking (lihat kertas kerja)
6. Mengqambil keputusa : Olkar Wh < Wtabel , maka H0 ditolak. Dengan demikian ada
perbedaan kesukaan antar kedua jenis tembakau tersebut oleh semua perokok itu

15.2. Uji -U-Mann- Whitney

Uji U dari Mann-Whitney merupakan salah tipe uji statistic non parametric yang
menggunakan skala ordinal atau ranking ( the rank-sum test ). Uji ini digunakan apakah ada

196
perbedaan ukuran pemusatan antara dua populasi Padanannya pada uji parametric adalah uji
selisih dua rata-rata populasi

Uji Mann Whitney merupakan pengujian untuk mengetahui apakah ada perbedaan nyata
antara rata-rata dua populasi yang distribusinya sama, melalui dua sampel yang independen
yang diambil dari kedua populasi.
Data untuk uji Mann Whitney dikumpulkan dari dua sampel yang independen
.
Uji U dari Mann-Whitney merupakan salah tipe uji statistic non parametric yang
menggunakan skala ordinal atau ranking ( the rank-sum test ). Uji ini digunakan apakah ada
perbedaan ukuran pemusatan antara dua populasi Padanannya pada uji parametric adalah uji
selisih dua rata-rata populasi

Langkah-langkah Penyelesaian:

1. Buatlah uji hipotesis.


H0 : µ1 = µ2
Ha : µ2 ≠ µ2 atau µ1 > µ2 , atau µ1 < µ2
2. Buatlah ranking gabungan kedua populasi
3. Hitunglah R1 dan R2 yaitu jumlah ranking untuk setiap populasi
4. Hitung Ua dan Ub dengan mrnggunakan rumus sebagai berikut :

n1 ( n1 + 1 )
−R1
Ua = n1n2 + 2

n2 ( n 2 +1 )
−R2
Ub = n1n2 + 2

U = min (Ua ; Ub)


5. Tolak H0 bila U < Utabel

Uji Mann-Whitney dengan Sampel Kecil


Tabel 1. menunjukkan gaji yang diterima oleh 5 orang sarjana ekonomi dan 4 orang insinyur
setelah 3 tahun bekerja yang diperoleh sari sampel secara random
Tabel 1 Data Untuk Uji Mann-Whitney (dalam ribu Rp )
SE Gaji Urutan Ir Gaji Urutan
A 1.710 1 O 1.850 5
B 1.820 3,5 P 1.820 3,5
C 1.770 2 Q 1.940 8

197
D 1.920 7 R 1.970 9
E 1.880 6
R2 = 25,5
R1=19,5

Penyelesaian:

1) Hipotesis nol (H0) adalah bahwa setelah tiga tahun bekerja, gaji sarjana ekonomi
μ1

tidak lebih rendah dibanding insinyur


μ2 . Hipotesis alternative (H ) adalah gaji sarjana
1

ekonomi lebih rendah dibanding gaji insinyur.


2) Menetapkan tingkat signifikan ( α ). Misalkan α = 5 %. Sementara n1 = 5 dan n2 = 4,

maka nilai kritisnya U 0,05;5;4 =2


3) Menentukan nilai test statistik melalui tahap-tahap berikut.
a. Mengurutkan data tanpa memperhatikan sampelnya; gaji yang kecil diberi angka 1 dan
yang lebih besar diberi angka 2 dan seterusnya; jika terdapat data yang sama maka
digunakan angka rata-rata, seperti gaji 820 diberi angka (3+4)/2 = 3,5.

b. Menjumlahkan urutan masing-masing sampel;


Misalkan R1: jumlah urutan sampel n1
Dan R2: jumlah urutan sampel n2
Maka R1 = 19,5 dan R2 = 25,5.

c. Menghitung statistik U melalui dua rumus


n1 (n1 +1)
n1 n 2 + −R1
Pertama U= 2

5(5+1)
5 . 4+ −19 , 5=
U = 2 15,5
n2 ( n 2 +1)
n1 n 2 + −R2
Kedua U= 2

4 (4 +1)
5 . 4+ −25 , 5=4,5
U= 2

198
Nilai U yang dipilih untuk menguji hipotesis nol adalah nilai U yang lebih kecil yaitu
4,5.
Untuk memeriksa apakah perhitungan kedua nilai U benar, dapat digunakan dengan
rumus berikut:
U terkecil = n1n2 – U terbesar
4,5 = 20 – 15,5
Jadi benar

4) Membuat keputusan secara statistik. Aturannya adalah : “Tolak Ho jika test statistik U
¿ nilai kritis. ”Karena nilai test statistik lebih besar dari nilai kritis maka Ho tak ditolak
berarti gaji sarjana ekonomi tidak lebih rendah dibanding sarjana insinyur.

Uji Mann-whitney Dengan Sampel Besar


Jika ukuran sampel yang lebih besar di antara kedua sampel yang independent, lebih besar
dari 20, maka distribusi sampling U menurut Mann & Whitney (1974), akan mendekati
distribusi normal dengan rata-rata dan standar error:

n1 n 2 ( n1 + n2 +1 )
μU =
n1 n2
2 dan
σU=
√ 12

Sehingga variabel normal standarnya dirumuskan


U −μU
Z=
σU
Dalam menghitung rata-rata, standar error dan variabel normal standar, dapat digunakan U
yang manapun.

Contoh
Kita ingin menentukan apakah volume penjualan tahunan yang dicapai salesman yang tidak
berpendidikan akademis berbeda dengan volume penjualan yang dicapai oleh salesman yang
berpendidikan akademis. Diambil sampel random 10 salesman yang tidak berpendidikan

199
akademis (n1=10), dan diambil sampel random lain yang independent 21 salesman yang
berpendidikn akademis (n2=21). Dua grup tersebut dipisahkan sebagai grup A dan grup B.
Volume penjualan dan jenjangnya ditunjukkan sebagai berikut:

Tabel 2
Volume penjualan tahunan dari salesman yang tidak berpendidikan akademis (A) dan yang
berpendidikan akademis (B) beserta jenjangnya.
Salesman Volume Jenjang Salesman Volume Jenjang
A Penjualan ( Urutan ) B Penjualan ( Urutan )
Tahunan Tahunan
(dalam (dalam
ribuan Rp) ribuan Rp)
1 82 24 1 92 31
2 75 19 2 90 29,5
3 70 15 3 90 29,5
4 65 11 4 89 28
5 60 8 5 86 27
6 58 7 6 85 26
7 50 4,5 7 83 25
8 50 4,5 8 81 22,5
9 46 3 9 81 22,5
10 42 2 10 78 21
11 76 20
12 73 18
13 72 17
14 71 16

Salesman Volume Jenjang Salesman Volume Jenjang


A Penjualan B Penjualan
Tahunan Tahunan
(dalam (dalam
ribuan Rp) ribuan Rp)
15 68 14

200
16 67 13
17 66 12
18 64 10
19 63 9
20 52 6
21 41 1
R1=98 R2=398

n1 (n1 +1) 10(10+1)


n1 n 2 + −R1 −98=167
U= 2 = 10(21)+ 2
n1 n2 10 (21)
= =105
Jumlah ini lebih besar daripada 2 2
Maka Nilai U yang digunakan :
'
U = n1 n 2−U = 10 (21) – 167 = 43
Angka ini akan diperiksa dengan:
n2 (n 2 +1) 21(21+1 )
n1 n 2 + −R2 =10 . 21+ −398=43
U= 2 2
Dalam contoh tersebut n2 > 20 maka digunakan pendekatan kurva normal
n1 n2 10(21)
μU = =105
2 = 2

n1 n 2 (n1 +n2 +1 ) 10(21)(10+21+1)


σU=
√ 12 = √ 12
=23 , 66

U −μU 43−105
Z= =−2 ,62
σU = 23 , 66
Bila digunakan α = 0,01, nilai Z = ± 2,58. Dengan demikian Ho ditolak dan
disimpulkan bahwa volume penjualan tahunan salesman yang tidak berpendidikan akademis
tidak sama dengan volume penjualan tahunan salesman yang berpendidikan akademis.

Contoh aplikasi 2 :
Sebuah lembaga penelitian bisnis melakukan penelitian tentangf perlakuan pemberian gaji
antara karyawan laki-laki dan karyawan perempuan lulusan SMU, pada sebuah industry
tekstil. Sampel diambil secara acak dari data gaji karyawan sebanyak 20 orang.terdiri dari 13
orang karyawan laki-laki dan 7 orang karyawanperempuan. Peneliti dalam lembaga itu ingin
mengetahui apakah ada keseimbangan gaji yang diberikan kepada karyawan laki-laki dan
201
karyawan perempuan. Hasil pengamatan terhadap gaji dari karyawan l;aki-laki dan karyawan
perempuan adalah sebagai berikut :

Gaji Karyawan Lulusan SMU Pada Industri Tekstil


Per Minggu
No Karyawan Laki- No Karyawan Perempuan
. laki (000)
(000)
1 31,5 1 23,0
2 25,8 2 20,5
3 24,6 3 19,5
4 24,0 4 17,8
5 23,2 5 17,5
6 22,0 6 17,0
7 21,5 7 16,0
8 21,0
9 20,8
10 19,0
11 17,7
12 17,5
13 22,3

Petunjuk penyelesaian:
a, ukuran sampel cukup besar, maka gunakan pendekatan normal
n1 n2
μU =
b, cari rata-rata distribusi U, yaitu E(U) atau mean U adalah : 2
n1 n 2 (n1 +n2 +1 )
c, Hitung standard deviasi U, yaitu
d, Nilai statistic Z adalah:
σU=
12√
U −E(U )
Z= σU
e, Tentukan taraf signifikan 5%
f, selanjutnya bandingkan Zhitung dengan
Z α /2

202
STATISTIKA DAN PROBABILITAS

Pengujian Non Parametrik

UJi Non Parametrik:

Uji Mann Whitney (U TEST)


Uji Mann Whitney merupakan pengujian untuk mengetahui apakah ada perbedaan nyata
antara rata-rata dua populasi yang distribusinya sama, melalui dua sampel yang independen
yang diambil dari kedua populasi.
Data untuk uji Mann Whitney dikumpulkan dari dua sampel yang independen.

Uji Mann-Whitney dengan Sampel Kecil


Tabel 1. menunjukkan gaji yang diterima oleh 5 orang sarjana ekonomi dan 4 orang insinyur
setelah 3 tahun bekerja yang diperoleh sari sampel secara random
Tabel 1 Data Untuk Uji Mann-Whitney (dalam ribu Rp )
SE Gaji Urutan Ir Gaji Urutan
A 1.710 1 O 1.850 5
B 1.820 3,5 P 1.820 3,5
C 1.770 2 Q 1.940 8
D 1.920 7 R 1.970 9
E 1.880 6
R2 = 25,5
R1=19,5

203
Penyelesaian:

5) Hipotesis nol (H0) adalah bahwa setelah tiga tahun bekerja, gaji sarjana ekonomi
μ1

tidak lebih rendah dibanding insinyur


μ2 . Hipotesis alternative (H ) adalah gaji sarjana
1

ekonomi lebih rendah dibanding gaji insinyur.


6) Menetapkan tingkat signifikan ( α ). Misalkan α = 5 %. Sementara n1 = 5 dan n2 = 4,

maka nilai kritisnya U 0,05;5;4 =2


7) Menentukan nilai test statistik melalui tahap-tahap berikut.
a. Mengurutkan data tanpa memperhatikan sampelnya; gaji yang kecil diberi angka 1 dan
yang lebih besar diberi angka 2 dan seterusnya; jika terdapat data yang sama maka
digunakan angka rata-rata, seperti gaji 820 diberi angka (3+4)/2 = 3,5.

b. Menjumlahkan urutan masing-masing sampel;


Misalkan R1: jumlah urutan sampel n1
Dan R2: jumlah urutan sampel n2
Maka R1 = 19,5 dan R2 = 25,5.

c. Menghitung statistik U melalui dua rumus


n1 (n1 +1)
n1 n 2 + −R1
Pertama U= 2

5(5+1)
5 . 4+ −19 , 5=
U = 2 15,5
n2 ( n 2 +1)
n1 n 2 + −R2
Kedua U= 2

4 (4 +1)
5 . 4+ −25 , 5=4,5
U= 2
Nilai U yang dipilih untuk menguji hipotesis nol adalah nilai U yang lebih kecil yaitu
4,5.
Untuk memeriksa apakah perhitungan kedua nilai U benar, dapat digunakan dengan
rumus berikut:

204
U terkecil = n1n2 – U terbesar
4,5 = 20 – 15,5
Jadi benar

8) Membuat keputusan secara statistik. Aturannya adalah : “Tolak Ho jika test statistik U
¿ nilai kritis. ”Karena nilai test statistik lebih besar dari nilai kritis maka Ho tak ditolak
berarti gaji sarjana ekonomi tidak lebih rendah dibanding sarjana insinyur.

Uji Mann-whitney Dengan Sampel Besar


Jika ukuran sampel yang lebih besar di antara kedua sampel yang independent, lebih besar
dari 20, maka distribusi sampling U menurut Mann & Whitney (1974), akan mendekati
distribusi normal dengan rata-rata dan standar error:

n1 n 2 ( n1 + n2 +1 )
μU =
n1 n2
2 dan
σU=
√ 12

Sehingga variabel normal standarnya dirumuskan


U −μU
Z=
σU
Dalam menghitung rata-rata, standar error dan variabel normal standar, dapat digunakan U
yang manapun.

Contoh:
Kita ingin menentukan apakah volume penjualan tahunan yang dicapai salesman yang tidak
berpendidikan akademis berbeda dengan volume penjualan yang dicapai oleh salesman yang
berpendidikan akademis. Diambil sampel random 10 salesman yang tidak berpendidikan
akademis (n1=10), dan diambil sampel random lain yang independent 21 salesman yang
berpendidikn akademis (n2=21). Dua grup tersebut dipisahkan sebagai grup A dan grup B.
Volume penjualan dan jenjangnya ditunjukkan sebagai berikut:

205
Tabel 2
Volume penjualan tahunan dari salesman yang tidak berpendidikan akademis (A) dan yang
berpendidikan akademis (B) beserta jenjangnya.
Salesman Volume Jenjang Salesman Volume Jenjang
A Penjualan ( Urutan ) B Penjualan ( Urutan )
Tahunan Tahunan
(dalam (dalam
ribuan Rp) ribuan Rp)
1 82 24 1 92 31
2 75 19 2 90 29,5
3 70 15 3 90 29,5
4 65 11 4 89 28
5 60 8 5 86 27
6 58 7 6 85 26
7 50 4,5 7 83 25
8 50 4,5 8 81 22,5
9 46 3 9 81 22,5
10 42 2 10 78 21
11 76 20
12 73 18
13 72 17
14 71 16

15 68 14
16 67 13
17 66 12
18 64 10
19 63 9
20 52 6
21 41 1
R1=98 R2=398

n1 (n1 +1) 10(10+1)


n1 n 2 + −R1 −98=167
U= 2 = 10(21)+ 2
n1 n2 10 (21)
= =105
Jumlah ini lebih besar daripada 2 2
Maka Nilai U yang digunakan :
'
U = n1 n 2−U = 10 (21) – 167 =43
Angka ini akan diperiksa dengan:
n2 (n 2 +1) 21(21+1 )
n1 n 2 + −R2 =10 . 21+ −398=43
U= 2 2

206
Dalam contoh tersebut n2 > 20 maka digunakan pendekatan kurva normal
n1 n2 10(21)
μU = =105
2 = 2

n1 n 2 (n1 +n2 +1 ) 10(21)(10+21+1)


σU=
√ 12 = √ 12
=23 , 66

U −μU 43−105
Z= =−2 ,62
σU = 23 , 66
Bila digunakan α = 0,01, nilai Z = ± 2,58. Dengan demikian Ho ditolak dan
disimpulkan bahwa volume penjualan tahunan salesman yang tidak berpendidikan akademis
tidak sama dengan volume penjualan tahunan salesman yang berpendidikan akademis.

Uji Wilcoxon
Uji Wilcoxon digunakan jika besar maupun arah perbedaan diperhatikan dalam
menentukan apakah ada perbedaan nyata antara data pasangan yang diambil dari satu
sampel atau sampel yang berhubungan.

Uji Wilcoxon Dengan Sampel Kecil


Tabel 3 menunjukkan data untuk uji tanda apakah resep baru lebih enak dari resep lama
dari sebuah restoran.
Tabel 3 Data Untuk Uji Tanda
Urutan Rasa (1=tdk.enak, 5=enak sekali) Tanda Beda Urutan
Langganan Resep asli Resep baru
Resep Baru dan asli
A 1 4 +
B 3 4 +
C 2 3 +
D 1 2 +
E 2 5 +
F 4 2 -
G 1 1 0
H 4 3 -
I 2 3 +
J 3 4 +

207
Prosedur pengujiannya adalah:
1) Menentukan Ho dan H1
Hipotesis nol (H0) nya adalah bahwa resep baru tidak memperbaiki rasa dibanding resep
asli. Hipotesis alternative (H1) nya adalah bahwa resep baru memperbaiki rasa dibanding
resep asli. Dalam bahasa statistika
Ho: jumlah urutan tanda positif ¿ jumlah urutan tanda negatif
H1: jumlah urutan tanda positif > jumlah urutan tanda negatif

Tabel 4. Perhitungan Untuk Uji bertanda Wilcoxon


(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Langgana Urutan Urutan Beda Urutan beda Urutan Urutan
n resep asli resep baru tanpa tanda tanda
Melihat tanda Pos. Neg.
A 1 4 +3 7,5 7,5
B 3 3 0 diabaikan
C 2 3 +1 3 3
D 1 2 +1 3 3
E 2 5 +3 7,5 7,5
F 4 2 -2 6 6
G 1 1 0 Diabaikan
H 4 3 -1 3 3
I 2 3 +1 3 3
J 3 4 +1 3 3
JUMLAH 27 9

2) Menentukan nilai kritis


Misal digunakan tingkat signifikansi 0,05. Karena pengujiannya searah kanan dan n = 8,
maka diperoleh nilai kritis sebesar 5.

3) Menentukan nilai test statistik melalui tahap-tahap sebagai berikut


a. Menentukan besar dan tanda beda data pasangan seperti yang ditunjukkan pada
kolom ke-4

208
b. Mengurutkan beda tanpa memperhatikan tanda (kolom 5); angka 1 dirancang untuk
beda yang terkecil. Jika terdapat beda yang sama maka digunakan angka rata-rata;
pada contoh ini yang memiliki beda sebesar 1 ada 5 observasi, karena itu diberi
angka (1+2+3+4+5)/5=3; kemudian yang memiliki beda dua diberi angka 6 dan
karena yang memiliki beda 3 ada 2 observasi maka diberi angka (7+8)/2 =7,5
c. Memisahkan angka yang bertanda positif dari angka nertanda negative (kolom 6 dan
kolom 7)
d. Langkah terakhir adalah menjumlahkan semua angka positif dan semua angka
negative. Yang lebih kecil dari nilai absolute kedua jumlah itu dinamakan nilai
statistika τ yang akan menjadi dasar dalam uji Wilcoxon. Nilai statistika untuk
contoh diatas adalah 9.

4) Membuat keputusan secara statistik


Aturannya adalah: “ Jika statistik τ ¿ nilai kritis, maka hipotesis nol ditolak.”Karena
nilai tes statistic lebih besar dari nilai kritis, maka Ho tidak ditolak berarti resep baru tidak
memperbaiki rasa dibanding resep asli.

Jika ukuran sampel n > 25, maka dapat dianggap berdistribusi normal dengan rata-rata
dan simpangan baku

n(n+ 1) n(n+1)(2 n+1)


μτ =
4 dan
σ τ=
√ 24
Sehingga variabel normal standarnya dirumuskan

( τ−μ τ )
Z=
στ
Kriteria keputusan pengujiannya adalah:

Ho: diterima apabila Z ¿ Z α /2

H1: ditolak apabila Z > Z α /2

Dari contoh diatas:


n= 8 α =0,05 nilai kritis = 5

209
8(8+1)
μτ = 4 = 18

8(8+1)(16+1 )
σ τ=
√ 24
=7 ,14

9−18
=−1,26
Z = 7,14

Oleh karena nilai Z (-1,26) lebih besar daripada Z 0 ,025 =-1,96 maka Ho ditolak.

Uji ranking Spearman

Koefisien korelasi urutan Spearman (Spearman rank correlation coefficient)


rs
mengukur kedekatan hubungan antara dua variabel ordinal.
Besarnya nilai koefisien korelasi urutan Spearman, adalah:
2
6∑ d
r s =1−
n( n2 −1)
Dimana d = beda urutan dalam satu pasangan
n = banyaknya pasangan
1-
¿ rs ¿ 1
1 korelasi sempurna +
rs = 0 tidak berkorelasi
-1 korelasi sempurna -

Langkah-langkah pengujian:
1. Hipotesis statistik

Ho: ρ=0 Ho: ρ≤0 Ho: ρ≥0


H1: ρ≠0 H1: ρ >0 H1: ρ<0

2. Nilai Kritis:
α=±Z α ; ±Z α /2

210
Statistik Uji: Z = s√
r n−1
3. Aturan Keputusan Ho ditolak jika Z statistik > nilai kritis
4. Kesimpulan
Contoh:
Sebuah perusahaan minuman ingin mengetahui hubungan antara suhu harian dengan
penjualan per hari. Karena pembukuan yang kurang baik, perusahaan itu hanya mampu
membuat urutan data tentang penjualan di mana angka 1 dirancang untuk penjualan
terbanyak, sementara suhu tertinggi diberi angka 1.
Sampel random selama 12 hari menghasilkan data berikut:

Tabel 5

Data untuk perhitungan


rs
2
Hari ke Urutan Urutan d d
Suhu penjualan
1 6 5 1 1
2 11 12 -1 1
3 4 2 2 4
4 7 7 0 0
5 1 4 -3 9
6 12 11 1 1
7 8 10 -2 4
8 2 1 1 1
9 5 3 2 4
10 10 9 1 1
11 9 8 1 1
12 3 6 -3 9
JUMLAH 36

216
r s =1− =0 ,874 rs berkisar antara -1 dan 1
1716

1) Ho :
ρs ≤0 dan H1:
ρs >0

211
2) Misalkan tingkat signifikan 5%, karena pengujian searah kanan maka nilai kritis Z

0 ,05 =1,64

3) Nilai test statistik Z = 0,874 √ 11 = 2,898


4) Karena statistik Z lebih besar dari nilai kritis maka Ho ditolak; berarti terdapat hubungan
positif antara tingkat penjualan minuman dengan suhu harian

15.3.Koefisien Korelasi Jenjang dari Spearman


Selain korelasi seperti telah ditterangkan terdahulu seperti korelasi antara dua variable dengan
asumsi berdistribusi normal, dan data yang dipakai memiliki skala interval atau rasio. Namun
jika data tersebut tida k normal dan variabelnya memiliki skala ordinal maka sebaiknya
menggunakan pengukuran korelasi dilakukan dengan Koefisien Korelasi Jenjang Spearman
dan penulisan koefisien ini dituliskan sebagai berikut :

6∑ d2
1−
RS = n ( n2 −1 )
Contoh Aplikasi
Seorang pimpinan pemasaran daerah dan perusahaan ingin mengetahui apakah ada hubungan
antara kepribadian dan kemampuan menjual produk perusahaan bagi para pramuniaga atau
salesman di daerah itu. Hasil uji kepribaianpara pramuniaga dituangkan dalam nilai ranking
dengan urutan terkecil ke urutan terbesar, seperti dituangkan pada table berikut:

Rank Penjualan Rank


Salesman Kepribadian (000 000)Rp Penjualam d 2i
A 7 200 7 0
B 2 190 3 1
C 4 210 4 0
D 9 400 10 1
E 3 175 2 1
F 10 310 9 1
G 6 240 5 1
H 1 90 1 0
I 5 250 6 1
Jxs 8 300 8 0
6

Langkah –langkah penyelesaian

a. Buatlah hipotes H0 : Tidak ada pertautan antara kepribadian dengan kemampuan

212
menjual bagi para pramuniaga
b. Ha : ada pertautan antara kepribadian dengan kemampusn menjual bagi para
pramuniaga
c. Menggunakan taraf signifikan α = 5% dan n = 10 , nilai kritis korelasi Spearman
rt = 0,5515 ( lihat Uji Korelasi Jenjang Spearman)
2
6∑ d
1− 2
d. Menentukan nilai statistic rs = n ( n −1 )
6(6 )
1−
rs = 10 ( 102 −10 ) = 0,96
e. Menentukan kesimpulan . Olkar nilai statistic rs > dari nilai kritisnya , maka H0
ditolak. Dengan demikian terdapat pertautan antara nilai kepribadian pramuniaga
dengan kemampuan menjual dari pramuniaga tersebut

15.4. Uji Kruskal –Wallis ( Uji KW )


Uji Kruskal-Wallis ini digunakan apabila kita ingin membandingkan ukuran pemusatan
lebih dari dua populasi. Padanannya dengan uji parametric adalah ANO VA satu arah.

Hipotesis Pengujian
H0 : µ1 = µ2 =………..µk
Ha : Tidak semua µ sama ( paling tidak ada µi ≠ µj untuk i ≠ j )

Langkah-langkah pengujian
a. Beri ranking gabungan data pengamatan
b. Hitung nilai H dengan rumus :

R 2i

H=
12
n(n+1)
.∑
ni( )−3(n+1 )

Di mana :
ni = jumlah sampel dari kelompok sampel ke i
n = jumlah seluruh sampel: ni + n2 + ………..+ nk
Ri = Total ranking kelompok sampel ke i

Uji KW disebut dengan uji H. Jika hipotesis nol ( H0) m bahwa k buah sampel yang ditarik
dari populasi yang sama adalah benar dan masing-masing sampel yang sama adalah benar
dan masing-masing sampel berukuran lima atau lebih, distribusi sampel statistic H dapat
didekati dengan distribusi Chi-Square χ 2 dengan derajat bebas db = k-1 dengan demikian
kita menggunakan table Chi- Square.
Contoh Penerapan:

213
Seorang peneliti sedang melakukan penelitian tentang upah buruh di sebuah kota . Ia
mengambil sampel sebanyak 13 orang dengan klasifikasiupah menurut menurut jenis keahlian
sebagai berikut :
Perbandingan Upah Para Tukang Profesional Bangunan
Sampe Tukang Tukang Kayu Tukang Cat
l Gibsum
Upah Rank Upah Rank Upah Rank
1 65 5 72 7,5 52 1
2 69 6 74 9,5 53 2
3 72 7,5 75 11 55 3
4 74 9,5 76 12 56 4
5 - - 78 13 - -
Total 280 R1=28 375 R2 = 216 R3= 10
53
X̄ 70 4 75 10,6 54 2,5
n = 13
Langkah-langkah penyelesaian

a. Buat hipotesis Pengujian

H0 : Tidak ada perbedaan rata-rata upah antara tukang gibsum, tukang kayu, dan tukang cat
Ha : Ada perbedaan rata-rata upah

b.Menentukan taraf signifikan α =5%, dan d.b = 3 -1 = 2nilai kritis H atau χ 2 = 5,991
R 2i

c. Menentukan nilai statistic H berdasarkan rumus H=


12
n(n+1)
.∑
ni( )−3(n+1 )

12 282 532 10 2
{
H = 13 ( 13+1 ) 4
+ +
5 4 }
−3 ( 13+1 )=9 ,61
2
d, Kesimpulan. Olkar nilai statistic H = 9,61 lebih besar daripada nilai χ = 5,991 , maka
H0
ditolak. Dengan demikian maka rata-rata upah untuk ke tiga profesi tukang bangunan
tersebut tidak sama..

Untuk mengetahui anlisis lebih lanjut , sebagaimana ANOVA setelah kita menolak H0 ( yang
menyatakan tidak ada perbedaan upah diantara ketiga profesi) maka diperlukan analisis
lanjutan . Kelompok mana berbeda dengan kelompokmana, di sini kita akan menggunakan
prosedur yang serupa dengan metode Tukey HSD, untuk analisis lebih lanjut dari ANOVA.
Untuk setiap pasang populasi (populasi yang dibandingkan), lebih dulu kita menghitung rata-
rata ranking dari masing-masing sampelnya, misalnya R̄i dan R̄ j

214
Ri R̄ j
R̄i= R̄ j=
ni dan nj
di mana Ri dan Rj masing-masing adala jumlah ranking dari
sampel ke - i dan sampel ke – j yang masing-masing telah kita hitung dari bagian uji KW.
Selanjutnya kita akan mendefinisikan:

D = │ R̄i− R̄ j │
Selanjutnya statistic D ini kita bandingkan dengan nilai kritis Kruskal-Wallis yang kita
peroleh dengan rumus:

√ 2
C KW = χ( α ;k −1) ({ 12n( n+1 ) )( n1 + n1 )}
1 2

Di mana :
CKW adalah nilai kritis Kruskal-Willis
χ 2(α ;k−1) adalah nilai kritis H selruh uji
Dengan membandingkan nilai statistic D untuk setiap pasang kelompok atau populasi, kita
dapat melakukan perbandingan – perbandingan seluruh pasangan dengan bersama-sama pada
taraf signifikansi α . Kita dapat menolak hipotesis nol jika dan hanya jika (if and only if)
D > CKW . Dalam hal ini kita akan membandingkan antara upah tukang gibsum dan tukang
kayu sebagai berikut :


C KW = 5 ,991
{( 13(14 )
12 )( 14 + 15 )}=6 ,39
Statistik D dari sampel upah tukang gibsum dan upah tukang kayu adalah : D = │4− 10,6 │
D = 6,6. Olkar statistic D > daripada C KW pada taraf signifikan α = 5% maka terdapat cukup
bukti bahwa antara antara populasi upah tukang gibsum dengan populasi upah tukang
kayuberbeda secara signifikan. Perbandingan serupa kita peroleh untukpopulasi upah tukang
kayu dengan populasi upah tukang cat, karena D = │10,6 – 2,5 │. Sementara itu untuk
populasi upah antara tukang gibsum dengan tukang cat perbedaanya tidak signifikan , karena
D = │4− 2,5│= 1,5 dan ini lebih kecil daripada CKW

15.5. Uji Friedman


Uji Fiedman digunakan untuk menguji ukuran pemusatan lebih dari dua populasi, analog
dengan ANOVA dua arah

215
Hipotesis Pengujian
H0 : µ1 = µ2 =………..µk
Ha : Tidak semua µ sama ( paling tidak ada µi ≠ µj untuk i ≠ j )

Langkah-langkah Pengujian
a, Beri ranking tiap-tiap blok (per blok)
b, Hitung Fr dengan rumus :
12
∑ T 2j −3 b (k+1)
Fr = b×k(k+1 )
Keterangan:
b = banyaknya blok
k = banyaknya populasi
Tj = jumlah ranking poipulasi ke j
2
χ
c, Tolak H0 bila Fr > (α ;v) v= k−1, k = banyaknya populas
Contoh aplikasi:

Suatu percobaan dilakukan untuk mengetahui perbedaan persepsi penguji rasa terhadap rasa
terhadap 3 merk kopi yang harganya relative sama.Enam orang penguji rasa diminta
melakukan penilaian dengan criteria skor : 0 = biasa ; 1 = menarik ; 2 = terpuji. Hasilnya
sebagai berikut :

Skor Rasa Untuk


Penguji Rasa Merk
A B C
Nauval 0 2 1
Fauzan 1 1 0
Fia 0 1 2
Sherene 0 2 1
Daffa 1 0 0
Nadira 0 2 1
Ujilah dengan α = 5% apakah ada perbedaan skor rasa terhadap ketiga merek kopi tersebut

Penyelesaian:
a, Membuat lembar kerja sebagai berikut:

Merek A Merek B Merek C


Blok Skor Ranking Skor Ranking Skor Ranking
1 0 1 2 3 1 2
2 1 2,5 1 2,5 0 1
3 0 1 1 2 2 3
4 0 1 2 3 1 2
5 1 3 0 1,5 0 1,5
6 0 1 2 3 1 2
Tj 9,5 15 11,5

216
12
( 9,52 +152 +11, 52) −3(6 )(3+1)
Fr = 6×3 ( 3+1 )
Fr = 2,56

Pengujian:
H0 : µ1 = µ2 = µ3
Ha : Tidak semua sama
2
Fr = 2,56 <
χ
(α ;v) = 5,99. Olkar demikian maka H0 diterima
Kessimpulan , tidak terbukti ada perbedaan rasadari ketiga merek kopi

Ikhtisar Penggunaan Uji Non Parametrik

Masalah Yang Jenis Non Para Statistik Hitung Statistik Tabel Kesimpulan
akan diuji metik
Membandingkan Uji Tanda (The a.Sampel Kecil
Dua sampel Yang Sign Test)
IIIIIBerpasangan
Dari Populasi
Yang sama

217

Anda mungkin juga menyukai