Anda di halaman 1dari 6

KELARUTAN SUATU ZAT

Risky Bima Purnawan

Abstrak

Pada peroses pelarutan suatu bahan dipengaruhi oleh kepolaran bahan. Kelarutan suatu senyawa dalam pelarut
tergantung pada sifat polaritas senyawa dan solvent tersebut. Bahan-bahan dan senyawa kimia akan mudah larut
dalam bahan solvent yang sama polaritasnya dengan bahan yang akan dilarutkan. besaran kuantitatif kelarutan
didefinisikan sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif
didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler homogen.
Kelarutan suatu zat juga bergantung pada struktur molekulnya seperti perbandingan gugus polar dan gugus non
polar dari molekul. Semakin panjang rantai non polar dari alkohol alifatis, semakin kecil kelarutannya dalam air.
Kelarutan zat terlarut dalam pelarut juga dipengaruhi oleh polaritas atau momen dipol pelarut Suatu larutan tidak
jenuh atau hampir jenuh adalah larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi di bawah konsentrasi yang
dibutuhkan untuk penjenuhan yang sempurna pada temperatur tertentu. Bahan utama yang digunakan ialah air,
aseton, etanol, klorofom dengan 3 jenis minyak yaitu minyak goreng,minyak kelapa dan magarin. Pada air minyak
goreng 0,9 mL,minyak kelapa 2,5 mL,margarin 2 mL,aseton minyak goreng 3 mL,minyak kelapa 18 mL,margarin
0,5 mL,etanol minyak goreng 0,5 mL,minyak kelapa 0,5 mL,margarin 1 mL,klorofom minyak goreng 2 mL,minyak
kelapa 3 mL dan margarin 3,5 mL

Kata kunci: Gugus nonpolar; Zat terlarut; Etanol; Minyak kelapa

1. PENDAHULUAN
Dalam besaran kuantitatif kelarutan didefinisikan sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh
pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih
zat untuk membentuk dispersi molekuler homogen. Suatu larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah
larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi di bawah konsentrasi yang dibutuhkan untuk
penjenuhan yang sempurna pada temperatur tertentu. Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat
terlarut berada dalam keadaan setimbang dengan fase padat. Sedangkan larutan lewat jenuh adalah suatu
larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi lebih banyak dari yang seharusnya pada
temperatur tertentu terdapat juga zat terlarut yang tidak larut, keadaan lewat jenuh mungkin terjadi
apabila inti kecil zat terlarut yang dibutuhkan untuk pembentukan kristal permulaan lebih mudah larut
daripada kristal besar, sehingga menyebabkan sulitnya inti terbentuk dan tumbuh dengan akibat
kegagalan kristalisasi [1].
Bila suatu zat melarut, kekuatan tarik-menarik antar molekul dari zat terlarut harus diatasi oleh
kekuatan tarik-menarik antara zat terlarut dengan pelarut. Ini menyebabkan pemecahan kekuatan ikatan
antar zat terlarut dan pelarut untuk mencapai tarik-menarik zat pelarut [1].
Kelarutan obat sebagian besar disebabkan oleh polaritas dari pelarut, yaitu momen dipolnya. Pelarut polar
melarutkan zat terlarut ionik dan zat polar lain. Sesuai dengan itu, air bercampur dengan alkohol dengan
segala perbandingan dan melarutkan gula dan senyawa polihidroksi lain. Air melarutkan fenol, alkohol,
aldehid, keton amina dan senyawa lain yang mengandung oksigen dan nitrogen yang dapat membentuk
ikatan hidroksi dalam air[2].
Aksi pelarut dari cairan non polar seperti hidrokarbon berbeda dengan zat polar. Pelarut non polar
tidak dapat mengurangi gaya tarik-menarik antara ion elektrolit kuat dan lemah, karena tetapan dielektrik
pelarut yang rendah. Pelarut 8 juga tidak dapat memecahkan ikatan kovalen dan elektrolit dan berionisasi
lemah karena pelarut non polar tidak dapat membentuk jembatan hidrogen dengan non elektrolit. Oleh
karena itu, zat terlarut ionik dan polar tidak dapat larut atau hanya dapat larut sedikit dalam pelarut non
polar[2].
Pelarutan suatu bahan dipengaruhi oleh kepolaran bahan. Bahan yang cenderung lebih larut dalam air
disebut memiliki sifat yang polar dan sebaliknya bahan yang cenderung lebih larut dalam pelarut organik
disebut non-polar. Tingkat polaritas ini dapat ditunjukkan dengan lebih pasti melalui pengukuran
konstanta dielektrikum suatu bahan solvent. Semakin besar nilai konstanta dielektrikum yang dimiliki
oleh suatu solvent, maka solvent disebut semakin polar[3].
Kelarutan suatu senyawa dalam pelarut tergantung pada sifat polaritas senyawa dan solvent tersebut.
Bahan-bahan dan senyawa kimia akan mudah larut dalam bahan solvent yang sama polaritasnya dengan
bahan yang akan dilarutkan. Melarut tidaknya suatu zat dalam suatu sistem tertentu dan besarnya
kelarutan, sebagian besar tergantung pada sifat serta intensitas kekuatan yang ada pada zat terlarut-pelarut
dan resultan interaksi zat terlarut-pelarut [3].

2. MATERIAL DAN METODE


2.1 Material
Adapun bahan-bahan yang digunakan yaitu minyak goreng, minyak kelapa, margarin, klorofom,
etanol, aseton dan air.
2.2 Alat/Instrumen
Adapun alat yang digunakan yaitu,erlenmeyer, gelas ukur, pengaduk, pipet tetes, gelas beker.
3.3 Prosedur Kerja
Siapkan macam-macam pelarut yaitu Air, aseton, etanol, dan kloroform, masing-masing 50 mL
dalam Erlenmeyer buat masing-masing 4 contoh untuk melarutkan 4 macam minyak titik Lalu
siapkan 4 macam minyak sebanyak 50 gr dan Panaskan minyak hingga mencair dan ukur volume
awalnya kemudian penambahan solut yaitu minyak dalam masing-masing pelarut dilakukan dengan
pipet tetes dan dihentikan sampai larutan jenuh yang ditandai dengan minyak sudah tidak larut lagi
Kemudian Hitung berapa mL minyak yang dapat larut dengan mengukur sisa minyak yang belum
dilarutkan

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel 1. Kelarutan suati zat

Jenis minyak
No Jenis pelarut
Minyak goreng Minyak kelapa Margarin

1. Air 0.9 mL 2,5 mL 2 mL

2. Aseton 3 mL 18 mL 0,5 mL

3. Etanol 0,5 mL 0,5 mL 1 mL

4. Klorofom 2 mL 3 mL 3,5mL

Pada kondisi Kelarutan suatu zat juga bergantung pada struktur molekulnya seperti perbandingan
gugus polar dan gugus non polar dari molekul. Semakin panjang rantai non polar dari alkohol alifatis,
semakin kecil kelarutannya dalam air. Kelarutan zat terlarut dalam pelarut juga dipengaruhi oleh polaritas
atau momen dipol pelarut. Pelarut-pelarut polar dapat melarutkan senyawa-senyawa ionik serta senyawa-
senyawa polar lainnya pada umumnya, tekanan mempunyai efek sangat kecil terhadap kelarutan zat cair
atau zat padat dalam pelarut zat cair. Namun apabila terjadi perubahan tekanan dapat ditunjukkan dengan
prinsip Le Chatelier karena ia tergantung pada volume relatif larutan dan penyusun zat. Pada umumnya
perubahan volume larutan kecil dikarenakan tekanan, sehingga tekanan yang diperlukan akan sangat
besar untuk mengubah kelarutan zat [1].
Pada umumnya, tekanan mempunyai efek sangat kecil terhadap kelarutan zat cair atau zat padat
dalam pelarut zat cair. Namun apabila terjadi perubahan tekanan dapat ditunjukkan dengan prinsip Le
Chatelier karena ia tergantung pada volume relatif larutan dan penyusun zat. Pada umumnya perubahan
volume larutan kecil dikarenakan tekanan, sehingga tekanan yang diperlukan akan sangat besar untuk
mengubah kelarutan zat. Perubahan kelarutan suatu zat terlarut karena pengaruh suhu erat hubungannya
dengan panas kelarutan dari zat tersebut. Panas kelarutan didefinisikan sebagai banyaknya panas yang
dibebaskan atau diperlukan apabila satu mol zat terlarut dilarutkan dalam suatu pelarut untuk
menghasilkan suatu larutan jenuh [2]
Sifat dari surfaktan adalah menambah kelarutan senyawa organik dalam sistem berair. Sifat ini
tampak hanya pada cairan dan diatas konsentrasi misel kritis. Ini menunjukkan bahwa misel adalah
bersangkutan dengan fenomena ini. Berbagai bahan tambahan dalam produk obat juga dapat
mempengaruhi kinetika kelarutan obat itu sendiri [3]
Setiap Kosolven seperti etanol, propilen glikol, polietilen glikol dan glikofural telah rutin digunakan
sebagai zat untuk meningkatkan kelarutan obat dalam larutan pembawa berair. Pada beberapa kasus,
penggunaan kosolven yang tepat dapat meningkatkan kelarutan obat hingga beberapa kali lipat, namun
bisa juga peningkatan kelarutannya sangat kecil, bahkan dalam beberapa kasus penggunaan kosolven
dapat menurunkan kelarutan solut dalam larutan berair. Efek peningkatan kelarutan terutama disebabkan
oleh polaritas obat terhadap solven (air) dan kosolven. Pemilihan sistem kosolven yang tepat dapat
menjamin kelarutan semua komponen dalam formulasi dan meminimalkan resiko pengendapan karena
pendinginan atau pengenceran oleh cairan darah. Akibatnya, 12 hal ini akan mengurangi iritasi jaringan
pada tempat administrasi obat [4].
Bahan utama yang digunakan pada praktikum ini ialah air, aseton, etanol, klorofom dengan 3 jenis
minyak yaitu minyak goreng , minyak kelapa dan magarin. Pada air minyak goreng 0,9 mL, minyak
kelapa 2,5 mL, margarin 2 mL, aseton minyak goreng 3 mL, minyak kelapa 18 mL, margarin 0,5 mL,
etanol minyak goreng 0,5 mL, minyak kelapa 0,5 mL, margarin 1 mL, klorofom minyak goreng 2 mL,
minyak kelapa 3 mL dan margarin 3,5 mL.

4. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan pada pratikum ini ialah, Pada suatu peroses kondisi Kelarutan suatu zat juga
bergantung pada struktur molekulnya seperti perbandingan gugus polar dan gugus non polar dari molekul.
Semakin panjang rantai non polar dari alkohol alifatis, semakin kecil kelarutannya dalam air. Kelarutan
zat terlarut dalam pelarut juga dipengaruhi oleh polaritas atau momen dipol pelarut. Pelarut-pelarut polar
dapat melarutkan senyawa-senyawa ionik serta senyawa-senyawa polar lainnya pada umumnya, tekanan
mempunyai efek sangat kecil terhadap kelarutan zat cair atau zat padat dalam pelarut zat cair. Namun
apabila terjadi perubahan tekanan dapat ditunjukkan dengan prinsip Le Chatelier karena ia tergantung
pada volume relatif larutan dan penyusun zat.
Hasil data yang didapat dari kelarutan suatu zat adalah pada air minyak goreng 0,9 mL, minyak
kelapa 2,5 mL, margarin 2 mL, aseton minyak goreng 3 mL, minyak kelapa 18 mL, margarin 0,5 mL,
etanol minyak goreng 0,5 mL, minyak kelapa 0,5 mL, margarin 1 mL, klorofom minyak goreng 2 mL,
minyak kelapa 3 mL dan margarin 3,5 mL
REFERENSI
[1]. Irawan, B. 2010. Peningkatan Mutu Minyak Nilam dengan Ekstraksi dan Destilasi pada Berbagai Komposisi
Pelarut. Teknik Kimia Universitas Diponegoro. Semarang
[2]. Ketaren, S. 2003. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
[3]. Oktara, R, D. 2007.ekstraksi oleoresin dari jahe, Widya Teknik Vol. 6 (131-141).
[4]. Mursalin, M. (2003). “Materi Kuliah Farmasi Fisika”, Jurusan farmasi Universitas Hasanuddin. Makassar.
.

LAMPIRAN

Jurnal 1
Jurnal 2

Jurnal 3
Jurnal 4

Anda mungkin juga menyukai