Anda di halaman 1dari 45

PEDOMAN TIM TESTING,TRACING ,ISOLASI

DI UPTD PUSKESMAS SUSUKAN

Nomor PDM/
Terbit
No.Revisi
Mulaiberlaku
Disahkan
oleh
Kepala UPTD
Puskesmas Susukan

Dr. Esha Krestriana


NIP.196803312002121004

PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG


DINAS KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG
UPTD PUSKESMAS SUSUKAN
JL. K.H. UMAR IMAM PURO NO 96 SUSUKAN 50777
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2). SARS-CoV-2
merupakan coronavirus jenis baru yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada
manusia. Ada setidaknya dua jenis coronavirus yang diketahui menyebabkan penyakit
yang dapat menimbulkan gejala berat seperti Middle East Respiratory Syndrome
(MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Tanda dan gejala umum
infeksi COVID-19 antara lain gejala gangguan pernapasan akut seperti demam, batuk
dan sesak napas. Masa inkubasi rata-rata 5-6 hari dengan masa inkubasi terpanjang 14
hari. Pada kasus COVID-19 yang berat dapat menyebabkan pneumonia, sindrom
pernapasan akut, gagal ginjal, dan bahkan kematian.
Berkaitan dengan kebijakan penanggulangan wabah penyakit menular, Indonesia telah
memiliki Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular,
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penangulangan Wabah Penyakit
Menular, dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501/Menkes/Per/X/2010 tentang
Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya
Penanggulangan. Untuk itu dalam rangka upaya penanggulangan dini wabah COVID-
19, Menteri Kesehatan telah mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
HK.01.07/MENKES/104/2020 tentang Penetapan Infeksi Novel Coronavirus (Infeksi
2019-nCoV) sebagai Jenis Penyakit Yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya
Penanggulangannya. Penetapan didasari oleh pertimbangan bahwa Infeksi Novel
Coronavirus (Infeksi 2019-nCoV) telah dinyatakan WHO sebagai Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMMD)/Public Health Emergency of International
Concern (PHEIC). Selain itu meluasnya penyebaran COVID-19 ke berbagai negara
dengan risiko penyebaran ke Indonesia terkait dengan mobilitas
Peningkatan jumlah kasus berlangsung cukup cepat, dan menyebar ke berbagai negara
dalam waktu singkat. Sampai dengan tanggal 9 Juli 2020, WHO melaporkan
11.84.226 kasus konfirmasi dengan 545.481 kematian di seluruh dunia (Case
Fatality Rate/CFR 4,6%). Indonesia melaporkan kasus pertama pada tanggal 2 Maret
2020. Kasus meningkat dan menyebar dengan cepat di seluruh wilayah Indonesia.
Sampai dengan tanggal 9 Juli 2020 Kementerian Kesehatan melaporkan 70.736 kasus
konfirmasi COVID-19 dengan 3.417 kasus meninggal (CFR 4,8%).
Dilihat dari situasi penyebaran COVID-19 yang sudah hampir menjangkau seluruh
wilayah provinsi di Indonesia dengan jumlah kasus dan/atau jumlah kematian semakin
meningkat dan berdampak pada aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan
keamanan, serta kesejahteraan masyarakat di Indonesia, Pemerintah Indonesia telah
menetapkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Keputusan
Presiden tersebut menetapkan COVID-19 sebagai jenis penyakit yang menimbulkan
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat (KKM) dan menetapkan KKM COVID-19 di
Indonesia yang wajib dilakukan upaya penanggulangan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. Selain itu, atas pertimbangan penyebaran COVID-19 berdampak
pada meningkatnya jumlah korban dan kerugian harta benda, meluasnya cakupan
wilayah terdampak, serta menimbulkan implikasi pada aspek sosial ekonomi yang luas di
Indonesia, telah dikeluarkan juga Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang
Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)
Sebagai Bencana Nasional.
Penanggulangan KKM dilakukan melalui penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan baik
di pintu masuk maupun di wilayah. Dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan di
wilayah, setelah dilakukan kajian yang cukup komprehensif Indonesia mengambil
kebijakan untuk melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang pada
prinsipnya dilaksanakan untuk menekan penyebaran COVID- 19 semakin meluas,
didasarkan pada pertimbangan epidemiologis, besarnya ancaman, efektifitas, dukungan
sumber daya, teknis operasional, pertimbangan politik, ekonomi, sosial, budaya,
pertahanan dan keamanan. Pengaturan PSBB ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah
Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka
Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), dan secara teknis
dijabarkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman
Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan.
Sampai saat ini, situasi COVID-19 di tingkat global maupun nasional masih dalam risiko
sangat tinggi. Selama pengembangan vaksin masih dalam proses, dunia dihadapkan
pada kenyataan untuk mempersiapkan diri hidup berdampingan dengan COVID-19. Oleh
karenanya diperlukan pedoman dalam upaya pencegahan dan pengendalian COVID-19
untuk memberikan panduan bagi petugas kesehatan agar tetap sehat, aman, dan
produktif, dan seluruh penduduk Indonesia mendapatkan pelayanan yang sesuai
standar. Pedoman pencegahan dan pengendalian COVID-19 disusun berdasarkan
rekomendasi WHO yang disesuaikan dengan perkembangan pandemi COVID-19, dan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
B. Tujuan Pedoman
1. Tujuan Umum
Melaksanakan pencegahan dan pengendalian COVID-19 di Kecamatan Susukan.
2. Tujuan Khusus
Memahami strategi dan indikator penanggulangan
Melaksanakan surveilans epidemiologi
Melaksanakan diagnosis laboratorium
Melaksanakan manajemen klinis
Melaksanakan pencegahan dan pengendalian penularan
Melaksanakan komunikasi risiko dan pemberdayaan masyarakat
Melaksanakan penyediaan sumber daya
Melaksanakan pelayanan kesehatan esensial

C. Ruang Lingkup Pelayanan


Pedoman ini meliputi beberapa pokok bahasan yaitu: strategi dan indikator
penanggulangan, surveilans epidemiologi, diagnosis laboratorium, manajemen klinis,
pencegahan dan pengendalian penularan, komunikasi risiko dan pemberdayaan
masyarakat, penyediaan sumber daya, dan pelayanan kesehatan esensial
Pada bagian ini, dijelaskan definisi operasional kasus COVID-19 yaitu Kasus Suspek,
Kasus Probable, Kasus Konfirmasi, Kontak Erat, Pelaku Perjalanan, Discarded, Selesai
Isolasi, dan Kematian. Untuk Kasus Suspek, Kasus Probable, Kasus Konfirmasi, Kontak
Erat, istilah yang digunakan pada pedoman sebelumnya adalah Orang Dalam
Pemantauan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP), Orang Tanpa Gejala (OTG).

1. Kasus Suspek
Seseorang yang memiliki salah satu dari kriteria berikut:
Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)* DAN pada 14 hari terakhir
sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di negara/wilayah
Indonesia yang melaporkan transmisi lokal**.
Orang dengan salah satu gejala/tanda ISPA* DAN pada 14 hari terakhir sebelum timbul
gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi/probable COVID-19.
Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat*** yang membutuhkan perawatan di rumah
sakit DAN tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan.
Catatan:

Istilah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) saat ini dikenal


kembali dengan istilah kasus suspek.
* ISPA yaitu demam (≥38oC) atau riwayat demam; dan
disertai salah satu gejala/tanda penyakit pernapasan
seperti: batuk/sesak nafas/sakit
tenggorokan/pilek/pneumonia ringan hingga berat
** Negara/wilayah transmisi lokal adalah negara/wilayah
yang melaporkan adanya kasus konfirmasi yang
sumber penularannya berasal dari wilayah yang
melaporkan kasus tersebut.
Negara transmisi lokal merupakan negara yang
termasuk dalam klasifikasi kasus klaster dan transmisi
komunitas, dapat dilihat melalui situs
https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-
coronavirus-2019/situation-reports
Wilayah transmisi lokal di Indonesia dapat dilihat
melalui situs https://infeksiemerging.kemkes.go.id.
*** Definisi ISPA berat/pneumonia berat dan ARDS dapat
dilihat pada tabel 5.1 di BAB V.

2. Kasus Probable
Kasus suspek dengan ISPA Berat/ARDS***/meninggal dengan gambaran klinis yang
meyakinkan COVID-19 DAN belum ada hasil pemeriksaan laboratorium RT-PCR.

3. Kasus Konfirmasi
Seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi virus COVID-19 yang dibuktikan dengan
pemeriksaan laboratorium RT-PCR.
Kasus konfirmasi dibagi menjadi 2:
Kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik)
Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik)
4. Kontak Erat
Orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probable atau konfirmasi COVID-19.
Riwayat kontak yang dimaksud antara lain:
Kontak tatap muka/berdekatan dengan kasus probable atau kasus konfirmasi dalam radius
1 meter dan dalam jangka waktu 15 menit atau lebih.
Sentuhan fisik langsung dengan kasus probable atau konfirmasi (seperti bersalaman,
berpegangan tangan, dan lain-lain).
Orang yang memberikan perawatan langsung terhadap kasus probable
atau konfirmasi tanpa menggunakan APD yang sesuai standar.
Situasi lainnya yang mengindikasikan adanya kontak berdasarkan penilaian risiko lokal
yang ditetapkan oleh tim penyelidikan epidemiologi setempat (penjelasan sebagaimana
terlampir).
Pada kasus probable atau konfirmasi yang bergejala (simptomatik), untuk menemukan
kontak erat periode kontak dihitung dari 2 hari sebelum kasus timbul gejala dan hingga 14
hari setelah kasus timbul gejala.
Pada kasus konfirmasi yang tidak bergejala (asimptomatik), untuk menemukan kontak erat
periode kontak dihitung dari 2 hari sebelum dan 14 hari setelah tanggal pengambilan
spesimen kasus konfirmasi.

5. Pelaku Perjalanan
Seseorang yang melakukan perjalanan dari dalam negeri (domestik) maupun luar negeri
pada 14 hari terakhir.

6. Discarded
Discarded apabila memenuhi salah satu kriteria berikut:
Seseorang dengan status kasus suspek dengan hasil pemeriksaan RT- PCR 2 kali negatif
selama 2 hari berturut-turut dengan selang waktu >24 jam.
Seseorang dengan status kontak erat yang telah menyelesaikan masa karantina selama
14 hari.

7.Selesai Isolasi
Selesai isolasi apabila memenuhi salah satu kriteria berikut:
Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik) yang tidak dilakukan pemeriksaan follow
up RT-PCR dengan ditambah 10 hari isolasi mandiri sejak pengambilan spesimen
diagnosis konfirmasi. Kasus probable/kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik) yang
tidak dilakukan pemeriksaan follow up RT-PCR dihitung 10 hari sejak tanggal onset
dengan ditambah minimal 3 hari setelah tidak lagi menunjukkan gejala demam dan
gangguan pernapasan.
Kasus probable/kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik) yang mendapatkan hasil
pemeriksaan follow up RT-PCR 1 kali negatif, dengan ditambah minimal 3 hari setelah
tidak lagi menunjukkan gejala demam dan gangguan pernapasan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria selesai isolasi pada kasus probable/kasus
konfirmasi dapat dilihat dalam Bab Manajemen Klinis

8. Kematian
Kematian COVID-19 untuk kepentingan surveilans adalah kasus konfirmasi/probable
COVID-19 yang meninggal.

9. KLB
Jika ditemukan satu kasus konfirmasi COVID-19 di suatu daerah maka dinyatakan sebagai
KLB di daerah tersebut

10. Manajemen Klinis


serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh tenaga medis dan tenaga kesehatan untuk
menegakkan diagnosis, melaksanakan tata laksana pengobatan dan tindakan terhadap
pasien COVID-19 sesuai indikasi klini
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Pada saat Pandemi Covid-19, Kepala UPTD Puskesmas Susukan membuat kebijakan bahwa semua karyawan baik tenaga medis maupun tenaga non
medis ikut terlibat dalam kegiatan pencegahan dan pengendalian covid-19. Dan yang menjadi ujung tombak dari kegiatan ini Kepala puskesmas membentuk tim
tanggap covid yang didalamnya ada tenaga medis, paramedis, tenaga Kesehatan lingkungan, tenaga surveillance dan bidan desa.
Standar Ketenagaan Dalam rangka pencegahan dan pengendalian Covid-19 di UPTD Puskesmas Susukan adalah sebagai berikut :
Standar Keadaan Riil
No Nama Jabatan Uraian Tugas
Kompetensi Kompetensi
Pendidikan S1 Pendidikan S1 1. Menjadi kordinator dalam semua kegiatan
Kedokteran Kedokteran kewaspadaan dan pencegahan dan pengendalian
Umum Umum covid-19
Memiliki Surat Memiliki Surat 2. Membuat perencanaan dan jadwal kegiatann
Tanda Registrasi Tanda Registrasi testing tracing dan Isolasi serta membagi tugas
(STR), Surat Izin (STR), Surat Izin kegiatan kepada bawahannya
Praktek (SIP) dan Praktek (SIP) dan 3.Melakukan monitoring perkembangan kasus covid
Telah mengikuti Telah mengikuti di kecamatan Susukan
pelatihan tentang pelatihan tentang 4. Mengusulkan kepada atasan kegiatan apa saja
kegawatdaruratan kegawatdaruratan yang mendukung program pencegahan dan
Ketua Tim
(Minimal BTCLS) (Minimal BTCLS) pengendalian covid baik kegitan dalam Gedung
Testing,
1 Drg. Desty P.W Mempunyai Mempunyai maupun kegiatan di luar gedung
Tracig dan
SK/SPdari Kepala SK/Spdari Kepala 5. Melakukan pelaporan perkembangan Suspect,
Isolasi
Puskesmas Puskesmas probable,pasien terkonfirmasi beserta tindak lanjutnya
6. Melakukan koordinasi dengan Tim Mutu, Tim PPI
dan semua karyawan dalam rangka pencegahan dan
pengendalian covid 19
7. Senantiasa melakukan perbaikan dan update
kasus covid beserta kebijakan pemerintah tentang
covid-19
8. Mengusulkan sarpras beserta peralatan yang
diperlukan dalam menunjang program kewaspaadn
covid-19
Berlatar belakang Pendidikan S1 Membantu Dan Berkoordinasi dengan Ketua tim
pendidikan paling Kesehatan untuk :
sedikit tenaga Masyarakat 1. Menjadi kordinator dalam semua kegiatan
medis atau Belum pernah kewaspadaan dan pencegahan dan pengendalian
sarjana mengikuti covid-19
kesehatan pelatihan 2. Membuat perencanaan dan jadwal kegiatann serta
lainnya Keluarga Sehat membagi tugas kegiatan kepada bawahannya
Pernah mengikuti Trampil / Cekatan 3.Melakukan monitoring perkembangan kasus covid
penataran, serta di kecamatan Susukan
pendidikan, dan berpengetahuan 4. Mengusulkan kepada atasan kegiatan apa saja
pelatihan luas tentang yang mendukung program pencegahan dan
Koordinato fungsional sesuai program yang pengendalian covid baik kegitan dalam Gedung
2 Linda Achilea SKM
r program dan dibidangi maupun kegiatan di luar gedung
bersertifikat bila Memiliki SK dari 5. Melakukan pelaporan perkembangan Suspect,
ada Kepala probable,pasien terkonfirmasi beserta tindak lanjutnya
Trampil / cekatan Puskesmas 6. Melakukan koordinasi dengan Tim Mutu, Tim PPI
serta dan semua karyawan dalam rangka pencegahan dan
berpengetahuan pengendalian covid 19
luas tentang 7. Senantiasa melakukan perbaikan dan update
Distribusi Ketenagaan
Dalam rangka pencegahan dan pengendalian covid-19 maka Kepala UPTD Puskesmas Susukan membuat jadwal yang melibatkan seluruh karyawan untuk ikut
menata jalannya pelayanan di dalam Gedung, dan juga memaksimalkan segala upaya untuk dilakukan perputaran jaga di rawat jalan. Hal itu disebabkan karena
selama pandemic pasien rawat jalan yang dilayani di UPTD Puskesmas Susukan melalui alur pelayanan yang berbeda.
BAB III
STANDAR FASILITAS

Denah Ruang
Denah Puskesmas Susukan Lantai 1 1

2
Timur

TERAS UGD

BP R.DOK BP.U BED 1 BED 1


GIGI TER MUM UGD UGD

W GARA
C BED 1 SI
W UGD AMBU
C LANCE

GUDA BED 1
LABO NG
KIA LOKET UGD
RAT OBAT

APOTEK
SEKRET
AULA PUSKESMAS ARIAT
TIM
MUSHOLA
MUTU
R R.STERI
. LISASI
A
S
I R. R.ANGGRE
PERSALI K1 W
NAN R.ME C R.
R.MEL
LATI W DA
R.P.PER R.ANGGRE ATI 1
1 C PU
SALINA K2
W
R
N
GUDAN C
R.JAGA R.MA T.S
G R.MA W
PERAWAT WAR C ET
INFUS WAR 1
w cuci 2 LA
RIK
U
c N A
T. D
GUDAN MU W R
G SH U Y

KASUR OL DH
A WU
C R.T
B
Denah Puskesmas Susukan Lantai 2
GU
GU DA WC
GUD GUD R.KO
DA NG R.KA.T
ANG ANG NSUL WC
NG BH U Timur
P
GUD r
ANG

W R.TAM
C U
W
C

R. R.KAP
R.KEUANGAN R.ADM IMUNI R. IVA US
SASI

Keterangan
Kotak yang berwarna merah adalah ruangan yang dibuat atau dialihfungsikan selama covid
19 sebagai
Simbol no 1 adalah Ruang untuk desinfeksi petugas perujuk suspect,probable,dan pasien
terkonfirmasi,serta petugas tracing kontak erat
Simbol no 2 adalah ruang screening awal pasien.
Simbol biru adalah penambahan wastafel dengan air mengalir, dilengkapi sarana cuci
tangan
Ruang Gudang Obat dijebol dan dijadikan satu dengan ruang tunggu agar physical
distancing terjaga
Ruang Sekretariat Mutu dialih fungsikan untuk tempat penyimpanan APD Tim Tanggap
covid dan tempat ganti pakaian untuk karyawan serta untuk tempat pemakaian APD

Standar Fasilitas
Pada saat Pandemi covid 19 ada standar baru yang ditetapkan oleh kepala puskesmas
diantaranya Penambahan sarana pencegahan pengendalian infeksi untuk beberapa unit
pelayanan diantaranya
N NAMA JENIS SARANA DAN FUNGSI PENANGGUNG
O KEGIATA PRASARANA JAWAB
N
1 Tempat Wastafel,Air CTPS semua Bagian
CTPS mengalir,sabun,tissue,tempa pasien dan Sarpras,Kesling,PP
t sampah injak karyawan I
yang akan
masuk ke
dalam
puskesmas
Susukan
2 Screening Termogun 1. Untuk PJ UKP
awal Form screening deteksi awal PPI
Pasien Masker pasien yang
Nomor antrean pendaftaran suhu 37
keatas akan
diarahkan ke
tempat
pelayanan di
UGD
2. Untuk
mengecek
kepatuhan
pasien
memakai
masker, jika
ada yang tidak
pakai masker,
dilakukan
edukasi dan
diberi masker
3. Nomor
antrean
pendaftaran
disiapkan
sampai
dengan 20
nomor,
dengan
harapan
pasien tidak
berkerumun
3 Ruang 1.Kursi tunggu ditata Untuk PJ UKP, CS,PPI
Tunggu sedemikian hingga ada jarak menerapkan
Pasien 1 meter atas pasien, dan physical
petugas ditempat ini ada 1 distancing
yang bertugas untuk
mengatur tempat duduk, dan
mencegah pasien
berkerumun
4 Tracer 1. Form Laporan 1. untuk Ketua Tim, PPI
Kronologis mencegah
2. ATK droplet kontak
3. Masker bedah dan aerosol
4. Faceshild secara
langsung dari
pasien ke
petugas tracer

5 Swab Test 1. Set APD level 3 1. APD PJ UKP


Perlindungan Koordinator UGD
2. Set desifektan semprot petugas PPI
(alcohol dan naoCl 5%, wipol 2 Desifektan
3. 4. Exhaust fan/pengatur NaOCl 5%
sirkulasi udara masuk/keluar untuk
desinfektan
alat/instrumen
t yang terkena
darah, Alkohol
desinfektan
yang
berhubungan
dengan cairan
dari pasien,
wipol untuk
desinfektan
sarpras non
medis yang
kontak
dengan
pasien
4 Rdt 1. Set APD level 2 1. APD Ketua Tim ,PPI
Antigen 2. Set desifektan semprot Perlindungan
(alcohol dan naoCl 5%, wipol petugas
3. Hanger atau plasti/cover 2 Desifektan
penggantung gown NaOCl 5%
untuk
desinfektan
alat/instrumen
t yang terkena
darah, Alkohol
desinfektan
yang
berhubungan
dengan cairan
dari pasien,
wipol untuk
desinfektan
sarpras non
medis yang
kontak
dengan
pasien
5 Ambulan 1. Set desifektan semprot 1 Desifektan Sopir
(alcohol dan naoCl 5%, wipol NaOCl 5%
untuk
desinfektan
alat/instrumen
t yang terkena
darah, Alkohol
desinfektan
yang
berhubungan
dengan cairan
dari pasien,
wipol untuk
desinfektan
sarpras non
medis yang
kontak
dengan
pasien
2. Set
Emerge
nsi kit
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN

A. MANAJEMEN PUSKESMAS

Pandemi COVID-19 merupakan situasi yang terjadi secara mendadak dan cepat. Kondisi ini tentu sangat
berpengaruh kepada perencanaan yang telah disusun oleh Puskesmas. Oleh karena itu, Puskesmas perlu
menyesuaikan tahapan manajemen Puskesmas yang telah disusun dan direncanakan sebelumnya dengan
kebutuhan pelayanan dalam menghadapi pandemi COVID-19.

1. Perencanaan (P1)
Melakukan penyesuaian target kegiatan yang telah disusun (kegiatan yang tidak bisa dilaksanakan, bisa
dilaksanakan dengan metode yang berbeda atau ditunda waktunya).
Mencari akar penyebab masalah tidak tercapai indikator program selain diakibatkan oleh situasi
pandemi COVID-19 dan merencanakan upaya inovasi yang akan dilakukan bila masa pandemi COVID-19 telah
berakhir guna perbaikan capaian kinerja.
Pelaksanaan revisi sesuai kebutuhan pandemi COVID-19 mengacu pada juknis/ pedoman yang berlaku
melalui pembinaan dan koordinasi dengan dinas kesehatan daerah kabupaten/kota.
Puskesmas menentukan target sasaran kasus terkait COVID-19 dengan angka prevalensi dari dinas
kesehatan daerah kabupaten/kota guna memperkirakan kebutuhan logistik, termasuk APD, BMHP untuk
pengambilan spesimen Reverse Transcription - Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) dan pelaksanaan rapid
test.
Puskesmas menentukan populasi rentan (Lansia, orang dengan komorbid, ibu hamil, bersalin, nifas dan
bayi baru lahir) untuk menjadi sasaran pemeriksaan.

2. Penggerakan dan Pelaksanaan (P2)


Penggerakan dan pelaksanaan melalui forum khusus yaitu lokakarya mini (Lokmin) bulanan dan lokmin
triwulanan tetap dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah pada saat pandemi COVID-19 seperti
physical distancing, atau dapat memanfaatkan teknologi informasi/daring.
Lokmin bulanan juga membahas bersama berbagai pedoman terkait pelayanan pada masa pandemi COVID-
19 yang penyusunan/terbitnya hampir bersamaan.
Lokmin triwulanan juga menjadi forum untuk menyampaikan informasi mekanisme pelayanan Puskesmas
pada masa pandemi COVID-19, hasil pemetaan wilayah terkait COVID-19, serta peran lintas sektor pada saat
pandemi COVID-19.
Pelaksanaan kegiatan (pemantauan/sweeping orang dengan riwayat perjalanan dari daerah transmisi lokal/zona
merah, pemantauan harian suspect, probable, dan tracing jika ditemukan kasus konfirmasi COVID-19)
dilakukan bersama lintas sektor dengan melibatkan Gugus Tugas yang ada di tingkatan.
Dapat dikembangkan sistem pelaporan/pendataan untuk memantau orang dengan riwayat perjalanan dari
daerah transmisi lokal di wilayah kerjanya
Dalam kondisi dimana jejaring Puskesmas menemukan kasus COVID-19, maka Jejaring Puskesmas
berkoordinasi dengan Puskesmas untuk pelaporan dan penemuan kasus. Jejaring Puskemas seperti klinik
pratama yang ada di wilayah kerjanya harus aktif melakukan pemantauan harian isolasi diri dari peserta
JKN
yang terdaftar pada klinik tersebut dan mengkoordinasikan hasilnya dengan Puskesmas. Peran dinas
kesehatan daerah kabupaten/kota sangat penting dalam menggerakkan jejaring Puskemas tersebut.

3. Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian Kinerja Puskesmas (P3)

Tetap melakukan pemantauan terhadap pencapaian target-target prioritas pembangunan kesehatan di


tingkat kabupaten/kota.
Menetapkan target indikator keberhasilan penanganan COVID-19 di wilayah kerjanya untuk dinilai tiap
bulan seperti misalnya:
Persentase suspect, p r obable terkonfirmasi, dan kasus meninggal positif covid/negatif yang
ditemukandi temukan, persentase yang telah sembuh, tidak ada suspect, probable yang
meninggal di rumah, persentase pasien konfirmasi yang dilakukan tracking.
Suspect dan Probable dengan gejala ringan yang d iisolasi mandi diri di rumah dilakukan pemantauan
harian sebesar 100%
OTG yang karantina mandiri di rumah dilakukan pemantauan harian sebesar 100%.

a. Pembiayaan

Pembiayaan pelaksanaan layanan pada masa pandemi COVID-19 bersumber dari Anggaran Pendapatan
Belanja Daerah (APBD), Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan sumber lainnya yang sah serta
penggunaannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

b. Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dan pelaporan dilaksanakan dengan mengacu kepada Sistem Informasi Puskesmas (SIP)
. Pencatatan dan pelaporan kasus COVID-19 mengacu pada format dalam Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19) pada revisi 5 /terakhir atau format pelaporan lainnya yang
ditetapkan oleh pemerintah melalui sistem yang digunakan di Gugus Tugas Nasional khusus untuk pelaporan
COVID-19. Kasus terkait COVID-19 (Suspect, probable, Konfirmasi) di wilayah kerja Puskesmas baik dari segi
jumlah maupun diuraikan berdasarkan kondisi biologi (seperti jenis kelamin dan kelompok umur), psikologi,
sosial (seperti tingkat pendidikan, pekerjaan) dan budaya direkapitulasi dan dipantau laju perkembangannya
dari hari ke hari..

c. Manajemen Sumber Daya


Kepala Puskesmas dapat meninjau ulang pembagian tugas SDM/petugas Puskesmas antara lain
mempertimbangkan resiko tertular COVID-19 seperti keberadaan penyakit komorbid, usia petugas dan
lain sebagainya.
Puskesmas diharapkan melakukan peningkatan kapasitas internal misalnya terkait situasi pandemi termasuk
cara penularan COVID-19, tentang perubahan alur pelayanan, physical distancing, Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi (PPI) bagi seluruh staf Puskesmas, serta alih keterampilan cara rapid test serta pengambilan
sampel swab Nasofaring bagi tenaga kesehatan.
Melakukan monitoring atau audit internal untuk menilai kesesuaian atau ketaatan pelaksanaan prinsip PPI,
termasuk penggunaan APD.
Jika terdapat petugas yang terkontak, menjadi suspect, probable atau kasus konfirmasi COVID-19,
kepala Puskesmas segera berkoordinasi dengan dinas kesehatan daerah kabupaten/kota untuk mengambil
langkah-langkah antisipasi agar masyarakat di wilayah kerja Puskesmas tersebut tetap mendapatkan
pelayanan kesehatan.

B. UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT

Pada masa pandemi COVID-19, upaya kesehatan masyarakat tetap dilaksanakan dengan
memperhatikan skala prioritas. Puskesmas tetap melaksanakan pelayanan dasar untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan dan dalam rangka pencapaian SPM kab/kota
bidang kesehatan sebagaimana diatur pada Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar
Pelayanan Minimal dan Permenkes Nomor 4 Tahun 2019 tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu
Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan. Selain itu, pemerintah daerah
dapat menambahkan pelayanan sesuai permasalahan kesehatan lokal spesifik terutama dalam hal
mengantisipasi terjadinya kejadian luar biasa (KLB) yang pernah dialami daerah tersebut pada tahun
sebelumnya di periode yang sama seperti malaria, demam berdarah (DBD) dan lain sebagainya.
Pelaksanaan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) yang sudah terjadwal sebaiknya dilihat kembali
apakah tetap dapat dilaksanakan seperti biasa, dilaksanakan dengan metode atau teknik yang berbeda,
ditunda pelaksanaannya, atau sama sekali tidak dapat dilaksanakan, tentunya dengan memperhatikan
kaidah-kaidah Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) dan physical distancing guna memutus mata
rantai penularan.

A. Promosi Kesehatan

Ruang lingkup Peran Promosi Kesehatan di Puskesmas dalam penanggulangan COVID-19 adalah:
1. Melakukan kemitraan untuk mendapat dukungan dan menjalin kerjasama kegiatan Puskesmas
dalam pencegahan COVID-19 di wilayah kerja Puskesmas. Sasaran kemitraan diantaranya gugus
tugas tingkat RW atau Relawan Desa, Ormas, TP PKK, swasta, SBH, tokoh masyarakat,
tokoh agama dan mitra potensial lainnya. Puskemas perlu melakukan identifikasi status
psikologis diri atau kondisi masyarakat di wilayah kerjanya dalam menghadapi kondisi pandemi
ini seperti pembagian zona pada gambar 7.
Gambar 7. Zonasi situasi masyarakat pada masa Pandemi COVID-19

2. Melakukan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi (KIS) dengan lintas sektor, Ormas serta
mitra potensial lainnya dalam optimalisasi kegiatan penanggulangan COVID-19 di wilayah kerja
Puskesmas, termasuk sinkronisasi data terkait dengan kelompok/individu berisiko antara data
Puskesmas (PIS- PK dan pelayanan perorangan) dan data dari gugus tugas tingkat RW dan/atau
Relawan Desa.
3. Melakukan advokasi kepada penentu kebijakan untuk mendapatkan dukungan terhadap
optimalisasi kegiatan pencegahan COVID-19 di wilayah kerja Puskesmas. Sasaran advokasi
dilakukan kepada Kepala Desa/Lurah, Ketua RW, Ketua RT, Ketua TP PKK Kecamatan, Ketua TP
PKK Desa/Kelurahan, Ketua Ormas, Pimpinan Perusahaan dll. Langkah-langkah advokasi
dijelaskan dalam lampiran Juknis ini.
4. Meningkatkan literasi serta kapasitas kader, toma, toga, dan kelompok peduli kesehatan agar
mendukung upaya penggerakan dan pemberdayaan keluarga dalam pencegahan COVID-19 di
wilayah kerja Puskesmas. Peningkatan literasi serta kapasitas dapat dilakukan melalui media
daring seperti grup Whatsapp/ SMS/Video Call/telepon atau melalui interaksi langsung dengan
memperhatikan PPI dan physical distancing.
5. Melakukan pengorganisasian dan memobilisasi potensi/sumber daya masyarakat untuk
mengoptimalkan kegiatan Promkes dan pemberdayaan keluaga dalam pencegahan COVID-19 di
wilayah kerja Puskesmas, termasuk melaksanakan Survei Mawas Diri (SMD) dan Musyawarah
Masyarakat Desa (MMD) yang dilaksanakan dengan tetap menerapkan prinsip PPI dan physical
distancing. Puskesmas dapat menggerakkan masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan
kesehatan tradisional dalam pengendalian COVID-19. Upaya yang dapat dilakukan diantaranya
asuhan mandiri kesehatan tradisional melalui pemanfaatan Taman Obat Keluarga (TOGA) dan
akupresur, yang dapat digunakan untuk meningkatkan daya tahan tubuh serta mengatasi
beberapa gangguan kesehatan ringan seperti meningkatkan nafsu makan, mengatasi susah tidur,
mengatasi stres, dan mengurangi keinginan merokok. Lima tips meningkatkan daya tahan tubuh
dengan cara kesehatan tradisional dapat dilihat pada lampiran bagian UKM.
6. Membuat media promosi kesehatan lokal spesifik dengan berdasarkan kepada protokol-protokol
yang ada seperti cara pencegahan di level individu, keluarga dan masyarakat, kelompok rentan
dan apa yang harus dilakukannya dll. Media tersebut disebarluaskan melalui media daring
seperti grup Whatsapp atau secara langsung seperti poster, stiker, spanduk, baliho, dll.
7. Melakukan KIE bersama kader, tokoh masyarakat, tokoh agama, ormas, kelompok peduli
kesehatan, UKBM serta mitra potensial lainnya guna meningkatkan literasi dan
memberdayakan kelompok/individu/anggota keluarga agar mau melakukan PHBS pencegahan
COVID-19. Sangat penting untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat dan lintas sektor
terkait bahwa pemutusan rantai penularan COVID-19 adalah tanggung jawab bersama mulai dari
masyarakat, tokoh masyarakat, lintas sektor, bidang kesehatan dan Pemerintah mulai dari
pemerintah daerah sampai pemerintah Pusat.
8. Melakukan tata kelola manajemen kegiatan promosi kesehatan dalam pencegahan COVID-
19 (P1, P2 dan P3).

Semua kegiatan ini diintegrasikan dengan tugas dari Gugus Tugas tingkat RW atau Relawan
Desa.

Posyandu dapat dilaksanakan dengan persyaratan ketat seperti menerapkan prinsip PPI dan physical
distancing sesuai Surat Menteri Dalam Negeri kepada Gubernur dan Bupati/Walikota No. 094/1737/BPD
tanggal 27 April 2020 tentang Operasional Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dalam Pencegahan
Penyebaran COVID-19.

C. Pencegahan Dan Pengendalian

Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) di Puskesmas bertujuan untuk untuk
memutus siklus penularan penyakit infeksi melalui kewaspadaan standar dan kewaspadaan
berdasarkan transmisi. Agar pelaksanaan PPI dapat terlaksana dengan baik, maka petugas
Puskesmas perlu memahami enam komponen rantai penularan yaitu:
1. Agen infeksi (infectious agent) adalah mikroorganisme penyebab infeksi. Agen penyebab infeksi
COVID-19 berupa virus severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-C0V-2).
2. Reservoir atau wadah tempat/sumber agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang-biak dan
siap ditularkan kepada manusia. Reservoir COVID-19 adalah saluran napas atas.
3. Pintu keluar adalah lokasi tempat agen infeksi (mikroorganisme) meninggalkan
reservoir. Pada COVID-19 melalui saluran napas, hidung dan mulut.

4. Cara penularan (Metode Transmisi) adalah metode transport mikroorganisme dari wadah/reservoir
ke pejamu yang rentan. Pada COVID-19 metode penularannya yaitu: (1) kontak: langsung dan
tidak langsung, (2) droplet, (3) airborne
5. Pintu masuk adalah lokasi agen infeksi memasuki pejamu yang rentan. Virus COVID-19
melalui saluran napas, hidung, mulut, dan mata.
Pejamu rentan adalah seseorang dengan kekebalan tubuh menurun sehingga tidak mampu melawan agen
infeksi. Faktor yang dapat mempengaruhi kekebalan adalah umur, status gizi, status imunisasi,
penyakit kronis.
Gambar 14. Mata rantai penularan penyakit

A. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Puskesmas

1. Kewaspadaan Standar

Kewaspadaan standar dilakukan melalui 11 langkah sesuai pedoman yang berlaku, untuk
kasus COVID-19 terdapat penekanan-penekanan sebagai berikut:
1) Kebersihan tangan

Kebersihan tangan dilakukan dengan cara 6 langkah benar cuci tangan dan 5 Momen kapan
harus dilakukan cuci tangan.
Harus tersedia sarana cuci tangan seperti wastafel dengan air mengalir, sabun cair agar
setiap pengunjung/pasien melakukan cuci tangan pakai sabun (CTPS) saat datang dan
pulang dari Puskesmas

Gambar 15. Cara cuci tangan menggunakan desifektan dan air mengalir
2) Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

Penggunaan APD memerlukan 4 unsur yang harus dipatuhi yaitu, menetapkan indikasi
penggunaan APD, cara memakai dengan benar, cara melepas dengan benar, cara mengumpulkan
(disposal) setelah dipakai. Cara tersebut dilakukan sesuai pedoman yang berlaku.
Penetapan indikasi penggunaan APD dilakukan dengan mempertimbangkan resiko terpapar, dimana
APD digunakan oleh orang yang berisiko terpajan dengan pasien atau material infeksius; dinamika
transmisi, yaitu droplet dan kontak, transmisi secara airborne dapat terjadi pada tindakan yang
memicu terjadinya aerosol misalnya resusitasi jantung paru, pemeriksaan gigi seperti
penggunaan scaler ultrasonik dan high speed air driven, pemeriksaan hidung dan tenggorokan,
pemakaian nebulizer dan pengambilan swab. Jenis APD yang digunakan pada kasus COVID-19,
berdasarkan tempat layanan kesehatan, profesi dan aktivitas petugas, cara pemakaian dan
pelepasan APD dapat dilihat pada lampiran.
3) Kesehatan lingkungan

a. Pembersihan area sekitar pasien menggunakan klorin 0,05%, atau H2O2 0,5-1,4%, bila ada cairan
tubuh menggunakan klorin 0,5%:
- Pembersihan permukaan sekitar pasien harus dilakukan secara rutin setiap hari, termasuk
setiap kali pasien pulang/keluar dari fasyankes (terminal dekontaminasi).
- Pembersihan juga perlu dilaksanakan terhadap barang yang sering tersentuh tangan,
misalnya: nakas disamping tempat tidur, tepi tempat tidur dengan bed rails,tiang infus, tombol
telpon, gagang pintu, permukaan meja kerja, anak kunci, dll.
b. Ventilasi dan kualitas udara

Sistem Ventilasi adalah sistem yang menjamin terjadinya pertukaran udara di dalam gedung dan luar
gedung yang memadai, sehingga konsentrasi droplet nuklei menurun. Sistem ventilasi campuran
mengkombinasikan antara ventilasi alamiah dan penggunaan peralatan mekanis. Misalnya, kipas
angin yang berdiri atau diletakkan di meja dapat mengalirkan udara ke arah tertentu, hal ini dapat
berguna bila dipasang pada posisi yang tepat, yaitu dari petugas kesehatan ke arah pasien.
4) Penempatan pasien

Penempatan pasien termasuk di sini penyesuaian alur guna menempatkan pasien infeksius terpisah
dengan pasien non infeksius. Disamping itu, penempatan pasien disesuaikan dengan pola
transmisi infeksi penyakit pasien (kontak, droplet, airborne) sebaiknya ruangan tersendiri.
5) Etika batuk dan bersin

Petugas, pasien dan pengunjung dengan gejala infeksi saluran napas harus menerapkan etika batuk.
Edukasi terkait hal ini disampaikan melalui media
/secara langsung oleh petugas. Disamping itu bagi pengunjung/pasien harus menggunakan
masker sesuai ketentuan yang berlaku.
6) Penyuntikan yang aman

7) Pengelolaan Limbah Hasil Pelayanan Kesehatan

8) Dekontaminasi Peralatan Perawatan Pasien


9) Penanganan dan pencucian linen yang sudah dipakai dengan aman 10)Perlindungan
Kesehatan Petugas
a. Semua petugas Kesehatan menggunakan APD saat berisiko terjadi paparan darah, produk darah,
cairan tubuh, bahan infeksius atau bahan berbahaya
b. Dilakukan pemeriksaan berkala terhadap semua petugas kesehatan terutama pada area risiko
tinggi
c. Tersedia kebijakan pelaksanaan akibat tertusuk jarum/benda tajam

bekas pakai pasien

d. Tata laksana pasca pajanan

2. Kewaspadaan berdasarkan transmisi/infeksi

Sesuai cara penularannya, jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi yang berlaku pada kasus suspek dan
COVID-19 adalah kewaspadaan berdasarkan transmisi droplet, kontak, dan airborne pada kondisi
tertentu yang dilaksanakan mengacu pada pedoman yang berlaku.

Terkait kewaspadaan berdasarkan transmisi melalui airborne pengaturan penempatan posisi pemeriksa,
pasien dan ventilasi mekanis di dalam suatu ruangan dengan memperhatikan arah suplai udara bersih
yang masuk dan keluar. Pada saat pemeriksaan fisik arahkan muka pasien berlawanan arah dengan
muka pemeriksan. WHO merekomendasikan natural ventilasi, boleh kombinasi dengan mekanikal
ventilasi menggunakan kipas angin untuk mengarahkan dan menolak udara yang tercemar menuju area
ruangan yang dipasang exhaust van/jendela/lubang angin sehingga dapat membantu mengeluarkan udara.
Posisi duduk petugas juga diatur agar aliran udara bersih dari arah belakang petugas ke arah pasien atau
memotong antara pasien dan petugas.

Gambar 16. Contoh aliran udara antara pasien dan petugas Sumber: Pedoman Teknis Bangunan Dan Prasarana
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama Untuk Mencegah Infeksi Yang Ditransmisikan Melalui Udara (Airborne
Infection), Kemenkes 2014
B. Manajemen Kesehatan Masyarakat
Manajemen kesehatan masyarakat merupakan serangkaian
kegiatan kesehatan masyarakat yang dilakukan terhadap kasus.
Kegiatan ini meliputi kegiatan karantina/isolasi, pemantauan,
pemeriksaan spesimen, penyelidikan epidemiologi, serta komunikasi
risiko dan pemberdayaan masyarakat. Pembahasan mengenai masing-
masing kegiatan dibahas pada bagian tersendiri. Ringkasan manajemen
kesehatan masyarakat sebagaimana terlampir.

Karantina adalah proses mengurangi risiko penularan dan


identifikasi dini COVID-19 melalui upaya memisahkan individu yang
sehat atau belum memiliki gejala COVID-19 tetapi memiliki riwayat
kontak dengan pasien konfirmasi COVID-19 atau memiliki riwayat
bepergian ke wilayah yang sudah terjadi transmisi lokal.

Isolasi adalah proses mengurangi risiko penularan melalui upaya


memisahkan individu yang sakit baik yang sudah dikonfirmasi
laboratorium atau memiliki gejala COVID-19 dengan masyarakat
luas.

Upaya karantina/isolasi dilakukan sesuai kondisi dan status kasus.


Ringkasan upaya dijelaskan pada bagian Manajemen Klinis (BAB V).

1. Manajemen Kesmas pada Kasus Suspek


Apabila menemukan kasus Suspek maka dilakukan manajemen
kesmas meliputi:
1) Dilakukan isolasi sesuai dengan kriteria sebagaimana terlampir. Isolasi
dilakukan sejak seseorang dinyatakan sebagai kasus suspek. Isolasi dapat
dihentikan apabila telah memenuhi kriteria discarded.
2) Pengambilan spesimen untuk penegakan diagnosis
Pengambilan spesimen dilakukan oleh petugas laboratorium
setempat yang berkompeten dan berpengalaman baik di
fasyankes atau lokasi pemantauan. Jenis spesimen dan waktu
pengambilan dapat dilihat pada tabel 4.1 dan tabel 4.2 di BAB
IV. Pengiriman spesimen disertai formulir penyelidikan
epidemiologi sebagaimana terlampir.
3) Pemantauan sejak mulai munculnya gejala
Pemantauan terhadap suspek dilakukan berkala selama
menunggu hasil pemeriksaan laboratorium. Pemantauan dapat
melalui telepon atau melalui kunjungan secara berkala (harian)
dan dicatat pada formulir pemantauan harian sebagaimana
terlampir. Pemantauan dilakukan dalam bentuk pemeriksaan
suhu tubuh dan skrining gejala harian. Pada suspek yang
melakukan isolasi mandiri di rumah, pemantauan dilakukan
oleh petugas FKTP dan berkoordinasi dengan dinas kesehatan
setempat.
Pemantauan dapat dihentikan apabila hasil pemeriksaan RT-
PCR selama 2 hari berturut-turut dengan selang waktu >24
jam menunjukkan hasil negatif.
Kasus suspek yang sudah selesai isolasi dan pemantauan,
dapat diberikan surat pernyataan selesai masa pemantauan
sebagaimana formulir terlampir.
4) Komunikasi risiko
Petugas kesehatan memberikan komunikasi risiko pada kasus
termasuk kontak eratnya berupa informasi mengenai COVID-
19, pencegahan penularan, tatalaksana lanjut jika terjadi
perburukan, dan lain-lain. Suspek yang melakukan isolasi
mandiri harus melakukan kegiatan sesuai dengan protokol
isolasi mandiri.
5) Penyelidikan epidemiologi
Penyelidikan epidemiologi dilakukan sejak seseorang dinyatakan
sebagai suspek, termasuk dalam mengidentifikasi kontak erat.

2. Manajemen Kesmas pada Kasus Probable


Apabila menemukan kasus probable maka dilakukan manajemen
kesmas meliputi:
1) Dilakukan isolasi sesuai dengan kriteria sebagaimana terlampir.
Isolasi pada kasus probable dilakukan selama belum dinyatakan
selesai isolasi sesuai dengan pembahasan di manajemen klinis
(BAB V).
2) Pemantauan terhadap kasus probable dilakukan berkala selama belum
dinyatakan selesai isolasi sesuai dengan definisi operasional selesai
isolasi. Pemantauan dilakukan oleh petugas FKRTL. Jika sudah selesai
isolasi/pemantauan maka dapat
diberikan surat pernyataan sebagaimana formulir terlampir.
3) Apabila kasus probable meninggal, tatalaksana pemulasaraan
jenazah sesuai protokol pemulasaraan jenazah kasus konfirmasi
COVID-19.
4) Penyelidikan epidemiologi
Penyelidikan epidemiologi tetap dilakukan terutama untuk
mengidentifikasi kontak erat.
5) Komunikasi risiko
Petugas kesehatan memberikan komunikasi risiko kepada
kontak erat kasus berupa informasi mengenai COVID-19,
pencegahan penularan, pemantauan perkembangan gejala,
dan lain-lain.

3. Manajemen Kesmas pada Kasus Konfirmasi


Apabila menemukan kasus konfirmasi maka dilakukan manajemen
kesmas meliputi:
1) Dilakukan isolasi sesuai dengan kriteria sebagaimana terlampir.
Isolasi pada kasus konfirmasi dilakukan selama belum
dinyatakan selesai isolasi sesuai dengan pembahasan
di manajemen klinis BAB V.
2) Pengambilan spesimen pada kasus dengan gejala berat/kritis untuk
follow up pemeriksaan RT-PCR dilakukan di rumah sakit. Pada kasus
tanpa gejala, gejala ringan, dan gejala sedang tidak perlu dilakukan
follow up pemeriksaan RT-PCR.
3) Pengambilan spesimen dilakukan oleh petugas laboratorium setempat
yang berkompeten dan berpengalaman baik di fasyankes atau lokasi
pemantauan. Jenis spesimen dapat dilihat pada tabel 4.1 di BAB IV
Pengiriman spesimen disertai formulir penyelidikan epidemiologi
sebagaimana terlampir.
4) Pemantauan terhadap kasus konfirmasi dilakukan berkala
selama belum dinyatakan selesai isolasi sesuai dengan definisi
operasional selesai isolasi. Pada kasus konfirmasi yang
melakukan isolasi mandiri di rumah, pemantauan dilakukan
oleh petugas FKTP/FKRTL berkoordinasi dengan dinas
kesehatan setempat. Pemantauan dapat melalui telepon atau
melalui kunjungan secara berkala (harian) dan dicatat pada
formulir pemantauan harian sebagaimana terlampir.
Pemantauan dilakukan dalam bentuk pemeriksaan suhu
tubuh dan skrining gejala harian. Jika sudah selesai
isolasi/pemantauan maka dapat diberikan surat pernyataan
sebagaimana formulir terlampir. Pasien tersebut secara
konsisten juga harus menerapkan protokol kesehatan.
5) Komunikasi risiko
Petugas kesehatan memberikan komunikasi risiko pada kasus
termasuk kontak eratnya berupa informasi mengenai COVID-
19, pencegahan penularan, tatalaksana lanjut jika terjadi
perburukan, dan lain-lain. Kasus konfirmasi yang melakukan
isolasi mandiri harus melakukan kegiatan sesuai dengan
protokol isolasi mandiri.
6) Penyelidikan epidemiologi
Penyelidikan epidemiologi pada kasus konfirmasi juga termasuk
dalam mengidentifikasi kontak erat.

4. Manajemen Kesmas pada Kontak Erat


Apabila menemukan kontak erat maka dilakukan manajemen
kesmas meliputi:
1) Dilakukan karantina sesuai dengan kriteria sebagaimana terlampir
Karantina dilakukan sejak seseorang dinyatakan sebagai kontak
erat selama 14 hari sejak kontak terakhir dengan dengan kasus
probable atau konfirmasi COVID-19. Karantina dapat dihentikan
apabila selama masa karantina tidak menunjukkan gejala
(discarded).
2) Pemantauan dilakukan selama masa karantina. Pemantauan terhadap
kontak erat dilakukan berkala untuk memantau perkembangan gejala.
Apabila selama masa pemantauan muncul gejala yang memenuhi
kriteria suspek maka dilakukan tatalaksana sesuai kriteria.
Pemantauan dapat melalui telepon atau melalui kunjungan secara
berkala (harian) dan dicatat pada formulir pemantauan harian
sebagaimana terlampir. Pemantauan dilakukan dalam bentuk
pemeriksaan suhu tubuh dan skrining gejala harian. Pemantauan
dilakukan oleh petugas FKTP dan berkoordinasi dengan dinas
kesehatan setempat.
3) Kontak erat yang sudah selesai karantina/pemantauan, dapat
diberikan surat pernyataan sebagaimana formulir terlampir.
4) Bagi petugas kesehatan yang memenuhi kriteria kontak erat yang tidak
menggunakan APD sesuai standar, direkomendasikan untuk segera
dilakukan pemeriksaan RT-PCR sejak kasus dinyatakan sebagai kasus
probable atau konfirmasi.
a. Apabila hasil positif, petugas kesehatan tersebut melakukan isolasi
mandiri selama 10 hari. Apabila selama masa isolasi, muncul gejala
dilakukan tata laksana sesuai kriteria kasus konfirmasi simptomatik.
b. Apabila hasil negatif, petugas kesehatan tersebut tetap melakukan
karantina mandiri selama 14 hari. Apabila selama masa karantina,
muncul gejala dilakukan tata laksana sesuai kriteria kasus suspek.
5) Komunikasi risiko
Petugas kesehatan memberikan komunikasi risiko pada kontak
erat berupa informasi mengenai COVID-19, pencegahan
penularan, tatalaksana lanjut jika muncul gejala, dan lain-lain.
6) Penyelidikan epidemiologi
Penyelidikan epidemiologi dilakukan ketika kontak erat
mengalami perkembangan gejala sesuai kriteria kasus
suspek/konfirmasi.

5. Manajemen Kesmas pada Pelaku Perjalanan


Dalam rangka pengawasan pelaku perjalanan dalam negeri
(domestik) maupun luar negeri, diharuskan untuk mengikuti
ketentuan sesuai protokol kesehatan ataupun ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagi pelaku
perjalanan yang akan berangkat ke luar negeri harus mengikuti
protokol yang sudah ditetapkan negara tujuan. Protokol
kesehatan dilakukan sesuai dengan penerapan kehidupan
masyarakat produktif dan aman terhadap COVID-19.

Seluruh penumpang dan awak alat angkut dalam melakukan


perjalanan harus dalam keadaan sehat dan menerapkan prinsip-
prinsip pencegahan dan pengendalian COVID-19 seperti
menggunakan masker, sering mencuci tangan pakai sabun atau
menggunakan hand sanitizer, menjaga jarak satu sama lain
(physical distancing), menggunakan pelindung mata/wajah, serta
menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Selain
menerapkan prinsip-prinsip tersebut, penumpang dan awak alat
angkut harus memiliki persyaratan sesuai dengan peraturan
kekarantinaan yang berlaku.

Petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) di bandar udara atau


pelabuhan keberangkatan/kedatangan melakukan kegiatan
pemeriksaan suhu tubuh terhadap penumpang dan awak alat
angkut, pemeriksaan lain yang dibutuhkan serta melakukan
verifikasi kartu kewaspadaan kesehatan atau Health Alert Card
(HAC) secara elektronik maupun non elektronik. Untuk,
peningkatan kewaspadaan, dinas kesehatan daerah
provinsi/kabupaten/kota dapat mengakses informasi kedatangan
pelaku perjalanan yang melalui bandara atau pelabuhan ke
wilayahnya melalui aplikasi electronic Health Alert Card (eHAC).

Penemuan kasus di pintu masuk dapat menggunakan formulir


notifikasi penemuan kasus pada pelaku perjalanan sebagaimana
terlampir. Penekanan pengawasan pelaku perjalanan dari luar
negeri dilakukan untuk melihat potensi risiko terjadinya kasus
importasi sehingga perlu adanya koordinasi antara KKP dengan
dinas kesehatan.

C. Penyelidikan Epidemiologi
Setiap kasus suspek, kasus probable dan kasus konfirmasi harus
dilakukan penyelidikan epidemiologi menggunakan formulir sebagaimana
terlampir. Hasil penyelidikan epidemiologi dapat digunakan untuk
memberikan masukan bagi pengambil kebijakan dalam rangka
penanggulangan atau pemutusan penularan secara lebih cepat. Selain
penyelidikan epidemiologi, kegiatan penanggulangan lain meliputi
tatalaksana penderita, pencegahan, pemusnahan penyebab penyakit,
penanganan jenazah, komunikasi risiko, dan lain-lain yang dijelaskan
pada masing-masing bagian.
1. Definisi KLB
Jika ditemukan satu kasus konfirmasi COVID-19 di suatu daerah
maka dinyatakan sebagai KLB di daerah tersebut.
2. Tujuan Penyelidikan Epidemiologi
Penyelidikan epidemiologi dilakukan dengan tujuan mengetahui besar
masalah KLB dan mencegah penyebaran yang lebih luas. Secara
khusus tujuan penyelidikan epidemiologi sebagai berikut:
1) Mengetahui karakteristik epidemiologi, gejala klinis dan virus
2) Mengidentifikasi faktor risiko
3) Mengidentifikasi kasus tambahan
4) Mengidentifikasi kontak erat
5) Memberikan rekomendasi upaya penanggulangan
3. Tahapan Penyelidikan Epidemiologi
Tahapan penyelidikan epidemiologi secara umum meliputi:
1) Konfirmasi awal KLB
Petugas surveilans atau penanggung jawab surveilans
puskesmas/Dinas Kesehatan melakukan konfirmasi awal untuk
memastikan adanya kasus konfirmasi COVID-19 dengan cara
wawancara dengan petugas puskesmas atau dokter yang
menangani kasus.
2) Pelaporan segera
Mengirimkan laporan W1 ke Dinkes Kabupaten/Kota dalam
waktu <24 jam, kemudian diteruskan oleh Dinkes
Kabupaten/Kota ke Provinsi dan PHEOC.
3) Persiapan penyelidikan
a. Persiapan formulir penyelidikan sebagaimana terlampir.
b. Persiapan Tim Penyelidikan
c. Persiapan logistik (termasuk APD) dan obat-obatan jika diperlukan
4) Penyelidikan epidemiologi
a. Identifikasi kasus
b. Identifikasi faktor risiko
c. Identifikasi kontak erat
d. Pengambilan spesimen di rumah sakit rujukan
e. Penanggulangan awal
Ketika penyelidikan sedang berlangsung petugas sudah
harus memulai upaya pengendalian pendahuluan dalam
rangka mencegah terjadinya penyebaran penyakit
kewilayah yang lebih luas. Upaya ini dilakukan
berdasarkan pada hasil penyelidikan epidemiologi yang
dilakukan saat itu. Upaya tersebut dilakukan terhadap
masyarakat maupun
lingkungan, antara lain dengan:
- Menjaga kebersihan/higiene tangan, saluran pernapasan.
- Sedapat mungkin membatasi kontak dengan kasus yang sedang
diselidiki dan bila tak terhindarkan buat jarak dengan kasus.
- Asupan gizi yang baik guna meningkatkan daya tahan tubuh.
- Apabila diperlukan untuk mencegah penyebaran penyakit dapat
dilakukan tindakan isolasi dan karantina.
- Penggunaan APD sesuai risiko pajanan sesuai tabel 3.1

Tabel 3. 1. Penggunaan APD dalam Melakukan Penyelidikan Epidemiologi

Pelaksana Kegiatan APD yang Digunakan


Petugas Wawancara Tidak perlu
investigas/TGC kasus menggunakan APD
suspek atau jika wawancara
konfirmasi dilakukan melalui
COVID-19 telepon. Wawancara
maupun melalui telepon
kontak erat merupakan metode
yang disarankan
Wawancara Masker bedah.
langsung
Menjaga jarak minimal 1
dengan kasus
meter
suspek atau
konfirmasi Wawancara harus
COVID-19 dilakukan diluar
tanpa rumah atau di luar
melakukan ruangan dan kasus
kontak suspek atau
langsung konfirmasi COVID-19
menggunakan masker
bedah
Jaga kebersihan tangan
Pelaksana Kegiatan APD yang Digunakan
Wawancara Masker bedah
langsung
Sarung tangan karet
dengan kasus
sekali pakai (jika
suspek atau
harus kontak dengan
konfirmasi
cairan tubuh pasien).
COVID-19
dengan Menjaga jarak
melakukan minimal 1 meter
kontak Wawancara sebaiknya
langsung dilakukan di ruang
terbuka dan jika
diperlukan untuk
masuk ke dalam
rumah maka jaga
jarak minimal 1
meter, jangan
menyentuh apapun di
dalam rumah, dan cek
suhu kontak erat
untuk memastikan
tidak demam.

5) Pengolahan dan analisis data


Pengolahan dan analisis data dilakukan sesuai
dengan ketentuan pada Huruf H Bagian
Pencatatan dan Pelaporan.

6) Penyusunan laporan penyelidikan epidemiologi


Setelah selesai melakukan penyelidikan epidemiologi maka
dibuat laporan tertulis meliputi:
a. Latar belakang dan tujuan
b. Metodologi
c. Hasil penyelidikan epidemiologi meliputi:
- Data umum
- Analisis kasus COVID-19 berupa gambaran karakteristik kasus
menurut variabel epidemiologi (waktu kejadian, tempat dan orang)
- Analisis faktor risiko
- Analisis kontak kasus
- Hasil pemeriksaan laboratorium
- Upaya yang sudah dilakukan seperti tatalaksana kasus,
pemeriksaan laboratorium, tindakan pengendalian faktor
lingkungan dan sebagainya
d. Kesimpulan dan rekomendasi
D. Pelacakan Kontak Erat
Pelacakan kontak erat yang baik menjadi kunci utama dalam
memutus rantai transmisi COVID-19. Elemen utama pada implementasi
pelacakan kontak adalah pelibatan dan dukungan masyarakat,
perencanaan yang matang dengan mempertimbangkan situasi wilayah,
masyarakat dan budaya, dukungan logistik, pelatihan dan supervisi,
serta sistem manajemen data pelacakan kontak. Upaya pelacakan
kontak harus diikuti dengan peningkatan kapasitas laboratorium untuk
melakukan pemeriksaan swab pada kontak erat.

Pelibatan masyarakat juga sangat penting untuk memastikan tidak


adanya stigma yang muncul pada orang-orang yang masuk kategori
kontak erat. Komunikasi yang baik dan jelas dengan mengharapkan
kesukarelaan pada kontak erat untuk dilakukan wawancara, melakukan
karantina mandiri, pemeriksaan swab, pemantauan (atau melaporkan
ada/tidaknya gejala setiap hari) dan untuk dilakukan isolasi jika muncul
gejala.

Petugas yang akan melakukan pelacakan kontak sebaiknya


berasal dari masyarakat setempat yang memiliki kedekatan baik
secara sosial maupun budaya, yang kemudian mendapatkan
pelatihan. Pelatihan yang diberikan minimal terkait informasi umum
COVID-19, cara pencegahan, pelaksanaan pelacakan kontak,
pemantauan harian, karantina/isolasi, etika dan kerahasiaan data
serta komunikasi dalam konteks kesehatan masyarakat.

Tahapan pelacakan kontak erat terdiri dari 3 komponen utama yaitu


identifikasi kontak (contact identification), pencatatan detil kontak
(contact listing) dan tindak lanjut kontak (contact follow up).

1. Identifikasi Kontak
Identifikasi kontak sudah dimulai sejak ditemukannya kasus
suspek, kasus probable dan/kasus konfirmasi COVID-19.
Identifikasi kontak erat ini bisa berasal dari kasus yang masih hidup
ataupun kasus yang sudah meninggal. Proses identifikasi kontak
merupakan proses kasus mengingat kembali orang-orang yang
pernah berkontak dengan kasus dalam 2 hari sebelum kasus
timbul gejala dan hingga
14 hari setelah kasus timbul gejala. Konsep epidemiologi: waktu,
tempat dan orang diterapkan disini.
Gambar 3. 2. Contoh Hubungan Kontak Erat

Selalu lakukan pengecekan ulang untuk memastikan konsistensi


dan keakuratan data. Untuk membantu dalam melakukan
identifikasi kontak dapat menggunakan tabel berikut.

Tabel 3. 2. Contoh Cara Melakukan Identifikasi Kontak Erat


Tanggal 28 29 Mei 2020 30 Mei 31 Mei 1 Dst
Mei 2020 2020 Jun
2020 (Ons i
et 202
gejal 0
a)
Tempat Ruma Restora Sekola Rumah Puskesma Rumah Dst Dst
yang h A n h Teman s sakit
dikunjun
gi
Oran Nama A Nama C … … dr. dr Dst Dst
g/ (mis)
konta
k
Nama B Nama D … … perawat perawat Dst Dst
(mis)

Dst. Dst. … … Dst. Dst. Dst. Dst


.

2. Pendataan Kontak Erat


Semua kontak erat yang telah diidentifikasi selanjutnya dilakukan
wawancara secara lebih detail. Berikut tahap pendataan kontak
erat:
1) Wawancara dapat dilakukan baik wawancara langsung maupun via
telepon/media komunikasi lainnya.
2) Sampaikan maksud dan tujuan pelaksanaan pelacakan kontak
3) Catat data-data kontak seperti nama lengkap, usia, alamat lengkap,
nomer telepon, tanggal kontak terakhir dan sebagainya sesuai dengan
formulir pemantauan harian sebagaimana terlampir. Sampaikan teknis
pelaksanaan monitoring harian
4) Sampaikan kepada kontak erat untuk melakukan hal-hal
berikut ini:
a. Melakukan karantina mandiri
b. Laporkan sesegera mungkin jika muncul gejala seperti batuk, pilek,
sesak nafas, dan gejala lainnya melalui kontak tim monitoring.
Sampaikan bahwa semakin cepat melaporkan maka akan semakin
cepat mendapatkan tindakan untuk mencegah perburukan.
c. Apabila kontak erat menunjukkan gejala dan harus dibawa ke
fasyankes dengan kendaraan pribadi, perhatikan hal-hal sebagai
berikut:
- Beritahu petugas fasyankes bahwa kontak yang memiliki gejala
akan dibawa.
- Saat bepergian untuk mencari perawatan, kontak harus memakai
masker medis.
- Hindari menggunakan transportasi umum ke
fasyankes jika memungkinkan. Ambulans dapat
dipanggil, atau kontak yang sakit dapat diangkut
dalam kendaraan pribadi dengan semua jendela
terbuka, jika memungkinkan.
- Kontak dengan gejala harus disarankan untuk selalu
melakukan kebersihan pernapasan dan tangan.
Misalnya berdiri atau duduk sejauh mungkin dari
orang-orang di sekitar (setidaknya 1 meter) saat
bepergian dan ketika berada di fasilitas perawatan
kesehatan.
- Setiap permukaan yang terkena sekret pernapasan
atau cairan tubuh lainnya selama proses transfer
harus dibersihkan dengan sabun atau deterjen dan
kemudian didisinfeksi dengan produk rumah tangga
biasa yang mengandung larutan pemutih encer 0,5%.

3. Follow up Kontak Erat (Pemantauan dan Karantina)


1) Petugas surveilans yang telah melakukan kegiatan identifikasi
kontak dan pendataan kontak akan mengumpulkan tim baik dari
petugas puskesmas setempat, kader, relawan dari PMI dan
pihak-pihak lain terkait. Pastikan petugas yang memantau
dalam kondisi fit dan tidak memiliki penyakit komorbid.
Alokasikan satu hari untuk menjelaskan cara melakukan
monitoring, mengenali gejala, tindakan observasi rumah,
penggunaan APD, tindakan pencegahan penularan penyakit
lain serta promosi kesehatan untuk masyarakat di lingkungan.
2) Komunikasi risiko harus secara pararel disampaikan kepada
masyarakat untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan
seperti munculnya stigma dan diskriminasi akibat
ketidaktahuan.
3) Petugas surveilans provinsi bertindak sebagai supervisor bagi
petugas surveilans kabupaten/kota. Petugas surveilans
kabupaten/kota bertindak sebagai supervisor untuk petugas
puskesmas.
4) Laporan dilaporkan setiap hari untuk menginformasikan
perkembangan dan kondisi terakhir dari kontak erat. Seluruh
kegiatan pelacakan kontak sebaiknya dilakukan di ruangan
terbuka untuk meminimalkan potensi penularan.
5) Pemeriksaan laboratorium kontak erat dilakukan ketika
menunjukkan gejala.
6) Setiap petugas harus memiliki pedoman pencegahan dan
pengendalian COVID-19 yang didalamnya sudah tertuang
pelacakan kontak dan tindakan yang harus dilakukan jika
kontak erat muncul gejala. Petugas juga harus proaktif
memantau dirinya sendiri.
4. Pelacakan kontak pada petugas kesehatan
1) Petugas kesehatan yang melakukan perawatan langsung kepada
pasien sebaiknya dilakukan penilaian risiko secara berkala.
2) Pada petugas kesehatan yang memenuhi kriteria kontak erat
direkomendasikan untuk:
a. Berhenti bekerja sementara
b. Segera dilakukan pemeriksaan RT-PCR sejak kasus dinyatakan sebagai
kasus probable atau konfirmasi
c. Melakukan karantina dan monitoring secara mandiri selama 14 hari
3) Petugas yang terpapar tetapi tidak memenuhi kriteria kontak erat
maka dapat terus bekerja.
4) Petugas sebaiknya melaporkan secara rutin kondisi pribadinya (ada
atau tidak gejala, komorbid, kemungkinan paparan dan
sebainya) kepada penanggung jawab di fasyankes masing-
masing.
5) Petugas kesehatan yang kemungkinan terpapar COVID-19 dari luar
(bukan dari fasyankes) tetap harus mengikuti prosedur yang sama.
5. Alat yang perlu disiapkan ketika akan melakukan pelacakan kontak
termasuk monitoring:
1) Formulir pemantauan harian sebagaimana terlampir
2) Alat tulis
3) Termometer (menggunakan thermometer tanpa sentuh
jika tersedia)
4) Hand sanitizer (cairan untuk cuci tangan berbasis alkohol)
5) Informasi KIE tentang COVID-19
6) Panduan pencegahan penularan di lingkungan rumah
7) Panduan alat pelindung diri (APD) untuk kunjungan rumah
8) Daftar nomor-nomor penting
9) Masker bedah
10) Identitas diri maupun surat tugas
11) Alat komunikasi (grup Whatsapp dan lain-lain)
6. Seluruh kegiatan tatalaksana kontak ini harus dilakukan dengan penuh
empati kepada kontak erat, menjelaskan dengan baik, dan tunjukkan
bahwa kegiatan ini adalah untuk kebaikan kontak erat serta mencegah
penularan kepada orang-orang terdekat (keluarga, saudara, teman dan
sebagainya). Diharapkan tim promosi kesehatan juga berperan dalam
memberikan edukasi dan informasi yang benar kepada masyarakat.
7. Petugas surveilans kabupaten/kota dan petugas survelans provinsi
diharapkan dapat melakukan komunikasi, koordinasi dan evaluasi setiap
hari untuk melihat perkembangan dan pengambilan keputusan di
lapangan.

E. Penilaian Risiko
Berdasarkan informasi dari penyelidikan epidemiologi maka
dilakukan penilaian risiko cepat meliputi analisis bahaya,
paparan/kerentanan dan kapasitas untuk melakukan karakteristik risiko
berdasarkan kemungkinan dan dampak. Hasil dari penilaian risiko ini
diharapakan dapat digunakan untuk rekomendasi dan rencana operasi
penanggulangan kasus COVID-19. Penilaian risiko ini dilakukan secara
berkala sesuai dengan perkembangan penyakit. Penjelasan lengkap
mengenai penilaian risiko cepat dapat mengacu pada pedoman WHO
Rapid Risk Assessment of Acute Public Health.

F. Pencatatan, Pelaporan, dan Distribusi Data dan Informasi


Berdasarkan Permenkes Nomor 45 Tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan, disebutkan bahwa Surveilans
Kesehatan adalah kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus
menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit atau
masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya
peningkatan dan penularan penyakit atau masalah kesehatan untuk
memperoleh dan memberikan informasi guna mengarahkan tindakan
pengendalian dan penanggulangan secara efektif dan efisien.
Selanjutnya disebutkan pula bahwa kegiatan surveilans kesehatan
diselenggarakan melalui pengumpulan data, pengolahan data, analisis
data, dan diseminasi sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan
untuk menghasilkan informasi yang objektif, terukur, dapat
diperbandingkan antar waktu, antar wilayah, dan antar kelompok
masyarakat sebagai bahan pengambilan keputusan.

Penyelenggaraan surveilans COVID-19 juga dilakukan sesuai amanat


Permenkes Nomor 45 Tahun 2014 meliputi pencatatan, pelaporan,
pengolahan data, hingga distribusi data dan informasi berdasarkan
kebutuhan nasional dan wilayah sebagai bahan pengambilan kebijakan
pencegahan dan pengendalian COVID-19.

1. Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan dan pelaporan kasus terkait COVID-19 harus menjadi
alat komunikasi efektif antara petugas kesehatan baik di daerah
maupun di pusat, agar terjadi kesinambungan informasi dan upaya
pengendalian kasus dapat tercapai. Oleh karena itu sistem
pencatatan dan pelaporan COVID-19 harus dilaksanakan secara
cepat, tepat, lengkap dan valid, dengan tetap memperhatikan
indikator kinerja surveilans yaitu kelengkapan dan ketepatan
laporan.

Pencatatan dan pelaporan COVID-19 terbagi menjadi laporan


notifikasi kasus, laporan pengiriman dan pemeriksaan spesimen,
laporan penyelidikan epidemiologi, pelacakan dan
pemantauan kontak, dan laporan harian agregat.

Secara umum, pencatatan dan pelaporan kasus COVID 19


dilaksanakan terkomputerisasi dengan cara online
berbasis aplikasi. Beberapa wilayah yang tidak bisa
melaporkan secara online, pengiriman pelaporan dilakukan
secara offline menggunakan formulir-formulir terlampir
melalui mekanisme yang disepakati. Laporan offline dari
fasyankes akan diinput ke aplikasi online oleh dinas
kesehatan kabupaten/kota.

Aplikasi online yang sudah disiapkan sebagai sistem


pencatatan dan pelaporan COVID-19 adalah: All Record
TC-19 (https://allrecord- tc19.kemkes.go.id), dan Sistem
Online Pelaporan Harian COVID-19
(https://s.id/laporhariancovid).

Unit-unit yang melakukan pencatatan kasus COVID-19


diantaranya:

1) Puskesmas
2) Rumah sakit
3) Klinik dan fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) lainnya
4) Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP)
5) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
6) Laboratorium Kesehatan yang ditunjuk:
BAB V
LOGISTIK

Kebutuhan dana dan logistik untuk pelaksanaan kegiatan Pencegahan


Dan Pengendalian Penyakit Covid-19 dibahas oleh tim mutu, tim perencanaan dan
penganggaran, tim PPI, Penanggung Jawab UKP,Penanggung Jawab UKM, dan
Bagian Manajemen untuk menentukan prioritas pengadaan barang medis dan non
medis yang diperlukan oleh tim tanggap covid dan untuk mendukung pelayanan
selama Pandemi Covid-19.
Setelah didapatkan prioritas yang dibutuhkan maka tim menetapkan apa saja
yang akan dibeli dan dibuat dalam rangka mendukung pelayanan. Dan Bagian
Perencanaan dan penganggaran membuat usulan pembelian barang dan jasa
tersebut. Di Puskesmas Susukan terdapat anggaran BLUD dan BOK yang akan
dipakai untuk menyiapkan logistic.
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN DAN SASARAN

Dalam perencanaan sampai dengan pelaksanaan kegiatan program dan


layanan baik dalam Gedung maupun luar Gedung, perlu diperhatikan keselamatan
pasien dan sasaran dengan melakukan identifikasi risiko terhadap segala
kemungkinan yang dapat terjadi pada saat pelaksanaan kegiatan program dan
pelayanan. Upaya pencegahan risiko terhadap pasien sasaran harus dilakukan
untuk tiap-tiap kegiatan yang akan dilaksanakan.
Pada saat Pandemi Covid -19 sedikit berbeda dengan pada waktu
sebelumnya dimana peran PPI dimaksimalkan dalam semua bidang. Program PPI
dapat dilihat dihalaman sebelumnya dimana proses pelayanan baik di dalam
Gedung dan diluar Gedung harus melalui monitoring dan evaluasi dari tim PPI untuk
menekan pencegahan dan pengendalian infeksi virus Covid-19 dan juga menjamin
keselamatan pasien dan sasaran.
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
Tim Pencegahan dan pengendalian infeksi disini sangat dimaksimalkan
dalam melakukan perencanaan sarpras yang dibutuhkan untuk pencegahan dan
pengendalian infeksi covid-19. Dalam hal ini tim PPI menetapkan sarpras yang
harus dipersiapkan. Jenis APD dan levelnya yang digunakan pada saat kegiatan di
Analisa efisien dan efektifitas dalam rangka pencegahan penularan ke karyawan.
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Pada saat Pandemi covid-19 maka proses pengendalian mutu diprioritaskan dalam
rangka pencegahan dan pengendalian infesci Covid-19 baik kegiatan dalam gedung
maupun luar gedung. Dan proses pengendalian mutu adalah sesuai dengan juknis
pelayanan di puskesmas selama pandemic.
Tim PPI berperan dalam monitoring dan evaluasi kepatuhan petugas terhadap
kegiatan selama pelayanan dan melakukan tindak lanjut terhadap ketidak patuhan
yang dilakukan baik karyawan maupun masyarakat kecamatan Susukan
BAB IX
PENUTUP

Pedoman ini disusun sebagai acuan bagi seluruh petugas Puskesmas dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya pada situasi pandemi COVID-19. Pembinaan
dan pendampingan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota secara terencana,
terpadu, berkala dan berkesinambungan akan sangat membantu Puskesmas dalam
menjalankan fungsinya selama pandemi Covid-19.

Akhir kata, saya ucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada seluruh petugas di
Puskemas, Dinas kesehatan dan semua pihak untuk dedikasi dan pengabdiannya
dalam menjalankan tugas di masa pandemi COVID-19 ini. Semoga Allah SWT
senantiasa menaungi langkah kita semua untuk dapat bersama-sama berkontribusi
optimal dalam menghadapi Pandemi COVID-19.

Mari bersatu lawan COVID-19.

Anda mungkin juga menyukai