(Makalah ini disusun sebagai bahan diskusi mata kuliah Psikologi Pendidikan
Disusun Oleh:
Kelompok 11
TAHUN 2019
ABSTRAK
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan.
Makalah ini berisikan tentang prestasi dan evaluasi belajar. Dimana subbab yang akan dibahas adalah
prestasi, evaluasi belajar, penilaian formatif dan sumatif.
Pembahasan tentang prestasi dan evaluasi belajar berguna sebagai bekal bagi calon pendidik
serta untuk mengetahui tingkat pengetahuan anak dalam kegiatan belajar.
Segala puji bagi Allah SWT karena rahmat dan nikmat kesehatan baik raga maupun
pikiran sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam semoga
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah mengantarkan umat Islam dari zaman
jahiliyah menuju zaman yang terang benderang.
Diharapkan semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca. Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tak luput dari
kekurangan. Untuk itu, penyusun sangat terbuka untuk menerima kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Memiliki prestasi merupakan suatu kebanggaan bagi setiap orang. Baik, anak
SD, SMP, SMA, mahasiswa perguruan tinggi, juga orang tua yang memiliki anak
yang mempunyai prestasi. Prestasi adalah hasil usaha yang telah dilakukan seseorang.
Bagi seorang pelajar, hasil usahanya tentu saja belajar. Siswa yang berhasil
melakukan perubahan belajar baik disekolah maupun diluar sekolah, disebut sebagai
siswa yang memiliki prestasi belajar. Untuk melakukan perubahan dalam belajar dan
mendapatkan hasil yang baik tentu tidaklah mudah. Siswa tersebut harus sungguh-
sungguh berusaha belajar dengan giat guna mencapai tujuannya dalam belajar. Ketika
siswa sudah berusaha dengan giat untuk belajar, maka tugas seorang guru adalah
mengevaluasi hasil kerja keras atau usaha belajar dari siswanya. Evaluasi merupakan
suatu tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan
dari sesuatu program pendidikan, pengajaran ataupun pelatihan yang telah
dilaksanakan. Evaluasi adalah kegiatan atau proses untuk menilai sesuatu. Untuk
dapat menentukan nilai dari sesuatu yang sedang dinilai itu, dilakukanlah pengukuran,
dan wujud dari pengukuran itu adalah pengujian, dan pengujian inilah yang didalam
dunia kependidikan dikenal dengan istilah tes. Dengan tes inilah, kemampuan siswa
benar-benar diuji. Apakah ia bersungguh-sungguh atau tidak dalam belajar, akan
terlihat dari lulus atau tidaknya ia dalam menghadapi tes. Karena itu, banyak siswa
yang cemas dan khawatir akan hasil tes nya. Bahkan ada juga yang menyerah duluan
tanpa usaha sama sekali karena terlalu yakin bahwa ia akan gagal didalam tes nanti.
Siswa seperti itu disebut dengan siswa yang memiliki kecemasan dalam menghadapi
tes. Hal seperti itu tidak boleh dibiarkan. Seorang guru atau orang tua harus
menemukan strategi guna menghadapi siswa atau anak yang memiliki kecemasan
dalam menghadapi tes.
A. RUMUSAN MASALAH
1. Prestasi Belajar
a. Apa pengertian prestasi belajar?
b. Apa pengertian prestasi belajar menurut para ahli?
c. Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi prestasi belajar?
2. Evaluasi belajar
a. Apa pengertian evaluasi belajar?
b. Apa tujuan dan manfaat evaluasi belajar?
c. Apa pengaruh macam-macam evaluasi dan hasil tes hasil belajar terhadap
psikologis siswa?
3. Apa itu Formative Assessment dan Sumative Assessment?
4. Taksonomi Bloom
a. Apa pengertian Taksonomi Bloom sebelum dan sesudah direvisi?
b. Apa perbedaan Taksonomi Bloom sebelum dan sesudah direvisi?
5. Kecemasan dalam tes (Teori anxietly in test)
a. Apa yang dimaksud teori anxietly in test?
b. Strategi apa yang harus dilakukan untuk menghadapi kecemasan dalam tes
atau anxietly in test?
B. TUJUAN DAN MANFAAT
1. Untuk mengetahui pengertian prestasi belajar dan faktor apa saja yang dapat
mempengaruhinya,
2. Untuk mengetahui pengertian evaluasi belajar, tujuan, manfaat,dan pengaruh
macam-macam evaluasi belajar terhadap psikologis siswa,
3. Untuk mengetahui apa itu Formative Assessment dan Sumative Assessment,
4. Untuk mengetahui pengertian Taksonomi Bloom sebelum dan sesudah direvisi,
juga untuk mengetahui perbedaannya,
5. Untuk mengetahui pengertian kecemasan dalam tes, dan untuk mengetahui
strategi yang dilakukan dalam menghadapinya.
C. METODE PENYUSUNAN MAKALAH
Metode yang dipakai dalam penyusunan makalah ini yaitu metode pustaka.
Metode pustaka adalah metode yang dilakukan dengan mempelajari dan
mengumpulkan data dari pustaka yang berhubungan dengan alat, baik berupa buku
maupun informasi dari internet.
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Prestasi Belajar
1. Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh seseorang setelah ia melakukan
perubahanbelajar, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Di dalam webster’s New
Internasional Dictionary mengungkapkan tentang prestasi yaitu: “Achievement test a
standardised test for measuring the skill or knowledge by person in one more lines of
work a study” (Webster’s New Internasional Dictionary, 1951 : 20). Mempunyai arti
kurang lebih prestasi adalah standart test untuk mengukur kecakapan atau
pengetahuan bagi seseorang didalam satu atau lebih dari garis-garis pekerjaan
atau belajar. Dalam kamus populer prestasi ialah hasil sesuatu yang telah dicapai
(Purwodarminto, 1979 : 251).
Pengertian prestasi belajar menurut para tokoh
Drs. H. Abu Ahmadi
Menurut Drs. H. Abu Ahmadi menjelaskan Pengertian Prestasi
Belajar sebagai berikut: Secara teori bila sesuatu kegiatan dapat memuaskan
suatu kebutuhan, maka ada kecenderungan besar untuk mengulanginya.
Sumber penguat belajar dapat secara ekstrinsik (nilai, pengakuan,
penghargaan) dan dapat secara ekstrinsik (kegairahan untuk menyelidiki,
mengartikan situasi).
Disamping itu siswa memerlukan/ dan harus menerima umpan balik secara
langsung derajat sukses pelaksanaan tugas (nilai raport/nilai test) (Psikologi
Belajar DRS.H Abu Ahmadi, Drs. Widodo Supriyono 151)
Definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian prestasi belajar ialah hasil
usaha bekerja atau belajar yang menunjukan ukuran kecakapan yang dicapai
dalam bentuk nilai. Sedangkan prestasi belajar hasil usaha belajar yang
berupa nilai-nilai sebagai ukuran kecakapan dari usaha belajar yang telah
dicapai seseorang, prestasi belajar ditunjukan dengan jumlah nilai raport atau
test nilai sumatif.1
Sumadi Suryabrata, Prestasi Belajar adalah nilai sebagai rumusan yang
diberikan guru bidang studi mengenai kemajuan atau prestasi belajar selama
masa tertentu. (Sumadi Suryabrata, 1998)
Siti Pratini, Prestasi Belajar adalah suatu hasil yang dicapai seseorang dalam
melakukan kegiatan belajar. (Siti Pratini, 2005)
Kamus Bahasa Indonesia yang dinamakan Prestasi adalah hasil yang telah
dicapai, dilakukan, dikerjakan dan sebagainya.
Bukhari M.Ed, Prestasi dapat kita artikan sebagai hasil yang telah dicapai atau
hasil yang sebenarnya dicapai. (Bukhari M, 1983)
WS. Winkel, Prestasi belajar merupakan hasil belajar yang ditampakkan
oleh siswa berdasarkan kemampuan internal yang diperoleh sesuai dengan
tujuan instruksional. (Winkel WS, 1989)
Berdasarkan pendapat para ahli tentang Pengertian Prestasi Belajar,
maka dapat disimpulkan bahwa Prestasi Belajar adalah hasil yang dicapai
atau ditunjukkan oleh peserta didik sebagai hasil belajarnya yang diperoleh
melalui pengalaman dan latihan. Hal ini biasanya berupa angka-angka, huruf,
serta tindakan yang dicapai masing-masing peserta didik dalam waktu
tertentu.2
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
a. Faktor-faktor Internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari individu anak itu sendiri yang
meliputi :
- Faktor Jasmaniah (fisiologis)
Yang termasuk faktor ini antara lain: penglihatan, pendengaran, struktur
tubuh dan sebagainya.
- Faktor Psikologis
Yang termasuk faktor psikologis antara lain:
1. Intelektul (taraf intelegensi, kemampuan belajar, dan cara belajar)
1
https://belajarpsikologi.com/pengertian-prestasi-belajar/
2
https://www.wawasanpendidikan.com/2015/09/pengertian-prestasi-belajar-menurut-ahli.html
2. Non Intelektual (motifasi belajar, sikap, perasaan, minat, kondisi psikis,
dan kondisi akibat keadaan sosiokultur), dan Faktor kondisi fisik
b. Faktor-faktor eksternal
Yang termasuk faktor eksternal antara lain:
- Faktor pengaturan belajar disekolah ( kurikulum, disiplin sekolah, guru,
fasilitas belajar, dan pengelompokan siswa ).
- Faktor sosial disekolah ( sistem sosial, status sosial siswa, dan interaksiguru
dan siswa )
- Faktor situasional ( keadaan politi ekonomi, keadaan waktu dan tempat atau
iklim). (W. S. Winkel, 1983: 43)
B. Evaluasi Belajar
1. Pengertian Evaluasi Belajar
Evaluasi merupakan isilah serapan dalam bahasa Indonesia yang berasal dari
istilah bahasa Inggris evaluation. Evaluation berasal dari akar kata value yang berarti
nilai. Selanjutnya dari kata nilai terbentuklah istilah atau kata jadian “penilaian” yang
digunakan sebagai padanan dari istilah evaluasi, karena memang penilaian dapat
diartikan sebagai tindakan memberi nilai tentang kualitas sesuatu. Evaluasi dalam
bahasa Indonesia juga memiliki arti sepadan dengan asesmen yang juga berasal dari
istilah bahasa Inggris assessment. Adapun pengukuran dalam istilah bahasa
Inggrisnya adalah measurement, sedangkan penilaian adalah appraisal. Evaluasi
merupakan sebagai suatu tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
tingkat keberhasilan dari sesuatu program pendidikan, pengajaran ataupun pelatihan
yang telah dilaksanakan.4
Sebelum melanjutkan pembicaraan tentang evaluasi pendidikan secara lebih luas
dan mendalam, terlebih dahulu perlu dipahami bahwa dalam praktik acapkali terjadi
3
https://belajarpsikologi.com/faktor-yang-mempengaruhi-prestasi-belajar/
4
Junaidi, modul pengembangan evaluasi pembelajaran PAI, hlm. 10.
kerancuan atau tumpang tindih (overlap) dalam penggunaan istilah
“evaluasi”,”penilaian”, dan “pengukuran”.
Pengukuran dalam bahasa Inggris dikenal dengan measurement dan dalam bahasa
Arabnya adalah muqaayasah, dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk
“mengukur” sesuatu. Mengukur pada hakikatnya adalah membandingkan sesuatu
dengan atau atas dasar hukum tertentu. Pengukuran itu bersifat kuantitatif.
“Penilaian” berarti menilai sesuatu. Sedangkan menilai itu mengandung arti:
mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan mendasarkan diri atau berpegang pada
ukuran baik atau buruk, sehat atau sakit, pandai atau bodoh dan sebagainya. Penilaian
itu bersifat kualitatif.
Sedangkan “evaluasi” adalah mencakup dua kegiatan yang telah dikemukakan
terdahulu, yaitu mencakup “pengukuran” dan “penilaian”. Evaluasi adalah kegiatan
atau proses untuk menilai sesuatu. Untuk dapat menentukan nilai dari sesuatu yang
sedang dinilai itu, dilakukanlah pengukuran, dan wujud dari pengukuran itu adalah
pengujian, dan pengujian inilah yang didalam dunia kependidikan dikenal dengan
istilah tes.5
2. Tujuan dan manfaat evaluasi pembelajaran
Evaluasi merupakan proses yang terpadu dan berkelanjutan. Evaluasi dilakukan
pada perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Evaluasi banyak bergantung kepada
tujuan yang hendak dicapai. Hal ini sangat penting sebagai umpan balik untuk
mengadakan perbaikan. Oleh karena itu evaluasi harus dilakukan terus menerus.
Untuk dapat melakukan evaluasi pembelajaran sebaiknya diperlukan sikap dan
kemampuan guru merencanakan dan melaksanakan evaluasi. Ini sangat penting,
sehingga dapat diperoleh umpan balik pelaksanaan perencanaan pembelajaran
berdasarkan kenyataan yang dihadapi.6
Agar evaluasi sesuai dan dapat mencapai sasaran, maka evaluasi harus mengacu
kepada tujuan yang telah dirumuskan. Tujuan sebagai acuan ini harus dirumuskan
terlebih dahulu sehingga dengan jelas menggambarkan apa yang hendak dicapai. Jika
tujuan itu ditetapkan dengan menggunakan taksonomi Bloom, dapatlah dilakukan
5
Prof. Drs. Anas Sudijono, pengantar evaluasi pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada,1996),hlm . 5.
6
Drs. Lukmanul Hakiim, M.Pd., perencanaan pembelajaran, (Bandung: CV WACANA
PRIMA,2009), hlm. 161.
kajian tentang pengetahuan apa yang telah dimiliki siswa sebagai hasil belajar,
keterampilan apa yang diperoleh, serta sikap bagaimana dimiliki.7
Tujuan Evaluasi Pada dasarnya merupakan proses penyusunan deskripsi siswa,
baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Secara lugas evaluasi untuk
mengukur kemampuan ranah cipta, rasa, dan karsa siswa. Proses penerapan cipta ini
menggunakan kekuatan pikiran dan imajinasi, rasa menggunakan kekuatan perasaan
batin atau emosi jiwa, dan karsa berarti kekuatan untuk mewujudkan keinginan
tersebut menjadi nyata. Begitu juga dengan evaluasi, ada hal yang ingin diwujudkan
sehingga dapat diketahui tingkat keberhasilan dalam belajar. Evaluasi sangat
berfungsi antara lain :
a. Untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu
kurun waktu proses belajar tertentu.
b. Untuk mengetahui posisi atau kedudukan seorang siswa di dalam kelompok
kelasnya, apakah siswa tersebut termasuk kategori lambat, sedang, atau cepat.
c. Untuk mengetahui tingkat usaha yang dilakukan seorang siswa dalam belajar.
Apakah menunjukan tingkat usaha yang efisien atau tidak.
d. Untuk mengetahui hingga sejauh mana seorang siswa telah mendayagunakan
kafasitas kognitifnya.
e. Untuk mengetahui tingkat daya guna dan hasil guna metode mengajar yang
telah digunakan oleh seorang guru dalam proses belajar-mengajar.
Manfaat evaluasi pembelajaran bagi guru dan siswa adalah sebagai berikut:
Penialian sumatif dilakukan pada akhir semester atau unt instruksional untuk
menilai kualitas dan kuantitas akhir pencapaian belajar siswa atau kesuksesan dari
program instruksional (Weeden, Winter, dan Broadfoot:2002). Penilaian ini
menyediakan data untuk memberi nilai dan menentukan tingkat pencapaian
terhadap sasaran dan tujuan yang ingin dicapai.
Penilaian sumatif lebih menekankan pada hasil dan dilaksanakan satu kali
untuk satu semester atau setiap akhir dari suatu program instruksional. Hasil
penilaian sumatif ini berfungsi untuk grading, placement, promotion, dan
accountability. Penilaian sumatif merupakan penilaian yang sering digunakan oleh
para guru disekolah, dan telah berlangsung lama di negeri ini. Penilaian ini
memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Dalam hal motivasi, penialain jenis
ini sangat menguntungkan bagi siswa yang memiliki prestasi tinggi. Karena bagi
mereka, prestasi tinggi dapat menjadikan mereka lebih optimis dalam menghadapi
pembelajaran selanjutnya. Namun, bagi siswa yang memperoleh prestasi rendah,
akan memiliki sikap yang sebaliknya, yaitu pesimis. Maka, sudah sewajarnya bagi
para guru, praktisi pendidikan, dan orang tua untuk lebih mendukung perubahan
model penilaian yang terjadi disekolah, sehingga kelangsungan pendidikan bagi
anak-anak yang memiliki kurang prestasi dapat teratasi dan berjalan lebih baik.
3. Evaluasi Sumatif
Pada proses belajar mengajar, evaluasi sumatif dilakukan oleh para elevator
untuk memperoleh informasi guna menentukan keputusan para siswa selama
mengikuti proses belajar mengajar. Evaluasi sumatif dilakukan oleh para guru
setelah siswa mengikuti proses pembelajaran dengan waktu tertentu, misalnya
pada akhir proses belajar mengajar, termasuk juga akhir kuartal atau akhir
semester. Evaluasi sumatif ini secara umum bertujuan untuk menentukan posisi
siswa dalam kaitannya dengan penguasaan materi pembelajaran yang telah diikuti
selama proses pembelajaran.
4. Evaluasi Formatif
E. Taksonomi Bloom
A. Taksonomi Bloom sebelum direvisi
Sebagaimana telah dimaklumi, dalam sejarah pengukuran dan penilaian pendidikan
tercatat, bahwa pada kurun waktu empat puluhan, beberapa orang pakar pendidikan di
Amerika erikat yaitu Benjamin S. Bloom, M.D. Englehart, E. Furst, W.H. Hill, Daniel R.
Krathwohl, dan didukung pula oleh Ralph E. Taylor, mengembangkan suatu metode
pengklasifikasian tujuan pendidikan yang disebut taxsonomy. Ide untuk membuat
taksonomi itu muncul setelah kurang lebih lima tahun mereka berkumpul dan
mendiskusikan pengelompokan tujuan pendidikan yang pada akhirnya melahirkan sebuah
karya. Judul yang diberikan oleh Bloom dan kawan-kawannya yaitu: “Taxsonomy of
Educational Objectives (1956).
Benjamin S. Bloom dan kawan-kawannya itu berpendapat bahwa taksonomi atau
pengelompokan tujuan pendidikan itu harus senantiasa mengacu kepada tiga jenis domain,
yaitu14:
a. Ranah Kognitif
Ranah Kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut
Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah
kognitif. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam jenjang proses berpikir, yaitu:
1. Pengetahuan (knowladge)
Pengetahuan adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat
kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, gejala,
rumus-rumus dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk
menggunakannya. Pengetahuan atau ingatan ini adalah merupakn proses
berpikir yang paling rendah. Salah satu contoh hasil belajar kognitif pada
jenjang pengetahuan adalah: peserta didik dapat menghafal surat al-Ashr,
menerjemahkan dan menuliskannya secara baik dan benar, sebagai salah satu
materi pelajaran kedisiplinan yang diberikan oleh guru pendidikan agama
disekolah.
2. Pemahaman (comprehension)
Pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau
memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata
lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari
berbagai segi. Seorang peserta didik dapat dikatakan memahami sesuatu
apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci
tentang hak itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman
merupakan jenjang kemampuan berfikir yang setingkat lebih tinggi dari
ingatan atau hafalan. Salah satu contoh misalnya adalah: peserta didik atas
pertanyaan Guru Pendidikan Agama Islam dapat menguraikan tentang makna
kedisiplinan yang terkandung dalam surat al-Ashr secara lancar dan jelas.
3. Penerapan atau aplikasi (application)
Penerapan adalah kesanggupan untuk menerapkan atau menggunakan
ide-ide umum, tata cara attaupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-
rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret.
14
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2011),
hlm. 49-59.
eAplikasi atau penerapan ini adalah merupakan proses berpikir setingkat lebih
tinggi ketimbang pemahaman. Salah satu contoh hasil belajar kognitif jenjang
penerapan misalnya adalah: peserta didik mampu memikirkan tentang
penerapan konsep kedisiplinan yang diajarkan Islam seperti tersebut diatas,
dalam kehidupan sehari-hari, bik dilingkungan keluarga, sekolah maupun
masyarakat.
4. Analisis (anaylisis)
Analisi adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan
suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu
memahami hubungan di antara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu
dengan faktor-faktor yang lainnya. Jenjang analisi adalah setingkat lebih tinggi
ketimbang jenjang aplikasi.
Contoh: peserta didik dapat merenung dan memikirkan dengan baik
tentang wujud nyata dari kedisiplinan seorang siswa di rumah, di sekolah dan
dalam kehidupan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat, sebagai bagian dari
ajaran Islam.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis adalah kemampuan berfikir dari proses berpikir analisis.
Sintesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-
unsur secara logis, sehinggga mejelma menjadi suatu pola yang berstruktur
atau berbentuk pola baru. Jenjang sintesis kedudukannya lebih tingggi
ketimbang jenjang analisis. Salah satu contoh hasil belajar kogniitif pada
jenjang sintesis ini adalah: peserta didik dapat menulis karangan tentang
pentingnya kedisiplinan sebagaimana telah di ajarkan oleh Islam. Dalam
karangannya itu peserta didik juga dapat mengemukakan secara jelas, amanat
Bapak Presiden Soeharto dalam Upacara Peringatan Hari Kebangkitan
Nasional tanggal 20 Mei 1995 yang telah mencanangkan kedisiplinan
nasional, baik kedisiplinan kerja, kedisiplinan dalam hal kebersihan dan
menjaga kelestarian alam, maupun kedisiplinan dalam mentaati peraturan lalu
lintas, yyang pada hakikatnya adalah merupakan perintah Allah SWT
sebagaimana tersebut dalam surat al-Ashr.
6. Penilaian/penghargaan/evaluasi (Evaluation)
Penilaian adalah merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah
kognitif menurut Taksonomi Bloom. Penillaian atau evaluasi di sini
merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap
sutau situasi, nilai attau ide, misalnya jika seseorang dihadapkan pada
beberapa pilihan, maka ia akan mampu mmemilih satu pilihan yang terbaiik,
sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria yang ada. Salah sat contoh hasil
belajar kognitif jenjang evaluasi adalah: pserta didik mampu mmenimbang-
nimbang tentang manfaat yang dapat dipetik oleh seseorang yang berlaku
disiplin dan dapat menunjukan mudharat atau akibat-akibat negatif yang akan
menimpa seseorang yang bersifat malas atau tidak berdisiplin, sehingga pada
akhirnya sampai pada kesimpulan penilaian, bahwa kedisiplinan merupakan
perintah Allah SWT yang wajib dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.
Keenam jenjang berpikir yang terdapat pada ranah kognitif menurut
Taksonomi Bloom itu, jika diurutkan secara hierarki piramidal adalah
sebagaiman terlukis pada Gambar 1.
Keenanm jenjang berpikir ranah kognitif ini bersifat kontinu dan
overlap (tumpang tindih), di mana ranah yang lebih tinggi meliputi semua
ranah yang ada dibawahnya. Overlap di antara enam jenjang berpikir itu akan
lebih jelas terlihhat pada Gambar 2.
Gambar 1
c. Ranah Afektif
Taksonomi untuk daerah afektif mula-mula dikembangkan oleh David R.
Krathwohl dan kawan-kawan (1974) dalam buku yang diberi judul Taxonomy of
Educational Objectives: Affective Domain. Ranah afektif adalah ranah yang
berkaitan dengan sikap dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap
seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki
penguasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada
peserta didik dalam berbagai tingkah laku; seperti: perhatiannya terhadap mata
pelajaran pendidikan agama Islam, kedisiplinannya dalam mengikuti pelajaran
agam di sekolah, motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai
pelajaran agama Islam yang diterimanya, penghargaan atau rasa hormatnya
terhadap guru pendidikan Agama Islam, dan sebagainya.
Ranah afektif ini oleh Karthwohl (1974) dan kawan-kawan ditaksonomi
menjadi lebih rinci lagi kedalam lima jenjang, yaitu: (1) receiving (2) responding
(3) valuing (4) organization, dan (5) characterization by value or value complex.
1. Receiving atau attending (= menerima atau memperhatikan)
Receiving adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan
(stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah,
situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah:
kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan
menyeleksi gejala-gejala atau rangsanganyang datang dari luar Receiving
atau attenting juga sering diberi pengertian sebagai kamauan untuk
memperhatikan suatu kegiatan atau sutau obyek. Pada jenjang ini peserta
didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai atau nilai-nilai yang
diajarkan kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan diri ke dalam
nilai itu atau mengidentikkan diri dengan nilai itu. Contoh hasil belajara
efektif jenjang receiving, misalnya: peserta didik menyadari bahwa
disiplin wajib ditegakkan, sifat malas dan tidak berdisiplin harus
disingkirkan jau-jauh.
2. Responding (= menanggapi)
Responding mengandung arti ’’adanya patisipasi aktif’’. Jadi
kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang
untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan
membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara. Jenjang ini setingkat
lebih tinggi ketimbang jenjang receiving. Contoh hasil belajar ranah afektif
jenjang responding adalahh peserta didik tumbuh hasratnya untuk
mempelajari lebih jauh atau menggali lebih dalam lagi, ajaran-ajaran Islam
tentang kedisiplinan.
3. Valuing (menilai = menghargai)
Menilai atau mengahargai artinya memberikan nilai atau memberikan
penghargaan terhadapa suatu obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak
dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Valuing
adalah merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi dari pada receiving
dan responding. Dalam kaitan dengan proses belajar mengajar, peserta
didik disini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka
ttelah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau
buruk. Bila sesuatu ajaran yang telah mampu mereka nilai dan tekah
mampu untuk mengatakan ’’itu baik’’, maka ini berarti bahwa peserta
didik telah menjalani proses penilaian. Denga demikian maka nilai tersebut
telah stabil dalam diri peserta didik. Contoh haisl belajar afektif jenjang
valuing adalah tumbuhnya kemauan yang kuat pada diri peserta didik
untuk berlaku disiplin, baik di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah
kehidupan masyarakat.
4. Organization (= mengatur atau mengorganisasikan)
Organization adalah mempertemukan perbedaan nilai sehinga
terbentuk nilai baru yang lebih universal, yang membawa kepada
perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan
pengembangan dari nilai kedalam suatu sistem organisasi, termasuk di
dalamnya hubungan satu nilai dengan nilai lainnya, pemantapan dan
prioritas nilai yang telah dimilikinya. Contoh hasil belajar afektif jenjang
organization adalah peserta didik mendukung penegakan disiplin nasional
yang telah dicanangkan oleh Bapak Presiden Soeharto pada Peringatan
Hari Kebangkitan Nasional Tahun 1995. Mengatur atau
mengorganisasikan ini merupakan jenjang sikap atau nilai yang lebih
tinggi lagi ketimbang receiving, responding, dan vauling.
5. Characterization by a Value or Value Complex (= karakterisasi dengan
suatu nilai atau komplek nilai)
Yakni keterpaduan semua sistem nilai yyang telah dimiliki seseorang,
yang empengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Di sini proses
internalisasi nilai telah menempati tempat tertinnggi dalam suatu hierarki
nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah
mempengaruhi emosinya. Ini adalah merupakan tingkatan afektif tertinggi,
karena sikap batin peserta didik telah bena-benar bijaksana. Ia telah
memiliki philosophy of life yang mapan. Jadi pada jenjang ini peserta didik
telah memiliki sistem nilai yang mengontrol tingkah lakunya untuk suatu
waktu yang cukup lama, sehinggamembentuk karakteristik ’’pola hidup’’;
tingkah lakunya menetap, konsisten dan dapat diramalkan. Contoh hasil
belajar affektif pada jenjang ini adalah siswa telah memiliki kebulatan
sikap wujudnya peserta didik menjadikan perintah Allah SWT yang tertera
dalam al-Quran surat al-‘Ashr sebagai pegangan hidupnya dalam hal yang
menyangkut kedisiplinan, baik kedisiplinan di sekolah, di rumah maupun
di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Secara skematik kelima jenjang
afektif sebagaimana telah dikemukakan dalam pembicaraan di atas,
menurut A.J. Nitko (1983) dapat digambarkan sebagai berikut:
d. Ranah Psikomor
Ranah psikomotor adalah raah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau
kemampuan bertindak setelah sesorang menerima penagalamn belajar tertentu.
Hasil belajar ranah psikomotor dikemukakan oleh Simpson (1956) yang
menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk
keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor
ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan (memahami
sesuatu) dan hasil belajar afektif (yag baru tampak dalam bentk kecenderungan-
kecenderungan untuk berprilaku). Hasil belajar kognitif dan hasil belajar afektif
akan menjadi hasil belajar psikomotor apabila peserta didik telah menunjukan
prilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung dalam raah
kognitif dan ranah afektifnya. Jika hasil belajar kognitif dan hasil belajar afektif
dengan materi tentang kedisiplinan menurut ajaran Islam sebagaimana telah
dikemukakan pada pembicaraan terdahulu, maka wujud nyata dari hasil belajar
psikomotor yang merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan afektif itu
adalah: (1) peseta didik bertanya kepada guru pendidikan agama Islam ttentang
contoh-contoh kedisiplinan yang telah dtunujukan leh Rasulullah SAW. Para
sahabat, para ulama dan lain-lain; (2) peserta didik mencari dan membaca buku-
buku, majalah-majalah atau brosur-brosur, surat kabar dan lain-lain yang
membahas tentang kedisiplinan; (3) peserta didik dapat memberikan penjelasan
kepada teman-teman sekelasnya di sekolah, atau kepada adik-adiknya di rumah,
atau kepada anggota masyarakat lainnya, tentang pentingnya kedisiplinan
diterapkan, baik disekolah, di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan
masyarakat; (4) peserta didik menganjurkan kepada teman-teman sekolah atau
adik-adiknya, agar berlaku disiplin, baik di sekolah, di rumah maupun di dalam
kehidupan masyarakat; (5) peserta didik dapat memberikan contoh-contoh
kedisiplinan di skolah, seperti datang ke sekolah sebelum pelajaran dimulai, tertib
dalamm mengenakan pakaian seragam sekolah, tertib dan tenang dalam mengikuti
pelajaran, disiplin dalam mengikuti tata tertib yang telah ditentukan oleh sekolah,
dan lain-lain; (6) peserta didik dapat memberikan contoh kedisiplinan di rumah,
seperti disiplin dalam belajar, disiplin dalam menjalankan ibadah shalat, ibadah
puasa, disiplin dalam menjaga kebersihan rumah, pekarangan, saluran air, dan
lain-lain; (7) peserta didik dapat memberikan contoh kedisiplinan di tengah-
tengah kehidupan masyarakat, seperti menaati rambu-rambu lalu lintas, tidak
kebut-kebutan, dengan secara sukarela mau antri waktu membeli karcis, dan lain-
lain, dan (8) peserta didik mengamalkan dengan konsekuen kedisiplinan dalam
belajar, kedisiplinan dalam beribadah, kedisiplinan dalam menaati
peraturan[ CITATION Uno06 \l 1057 ] lalu lintas, dan sebagainya.
B. Revisi Taksonomi Bloom
Teori Bloom banyak dijadikan pedoman untuk membuat butir-butir soal ujian, bahkan
oleh orang-orang yang sering mengkritik taksonomi tersebut. Kritikan atas klarifikasi
kemampuan yang dikemukakan Bloom ternyata diperbaiki oleh para pakar pendidikan
dengan mengadakan revisi pada aspek kognitif.15 Hasil perbaikan tersebut dipublikasikan
pada tahun 2001 dengan nama Revisi Taksonomi Bloom. Revisi yang dibuat hanya pada
ranah kognitif dengan menggunakan kata kerja.
Perubahan ini dilakukan dengan memberi versi baru pada ranah kognitif yaitu dimensi
proses kognitif dan dimensi pengetahuan kognitif (Anderson, 2010). Selanjutnya ada
empat kategori dalam dimensi pengetahuan kognitif yaitu pengetahuan faktual,
pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan metakognitif.
Sedangkan pada dimensi proses kognitif juga dibagi menjadi 6 tingkatan yaitu: Mengingat
(remembering), memahami (understanding), mengaplikasikan (applying), menganalisis
(analyzing), Mengevaluasi (evaluating), dan mengkreasi (creating). Enam tingkatan inilah
yang sering digunakan dalam merumuskan tujuan belajar yang di kenal dengan istilah C1
sampai dengan C6.16
C. Perbedaan Taksonomi Bloom sebelum dan sesudah direvisi
Perbedaan antara Taksonomi Bloom dengan Revisi Taksonomi Bloom antara lain
sebagai berikut17 :
15
Uno B Hamzah, “Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran” Jakarta: Sinar Grafika Offset,
2006, hlm. 15.
16
Ramlan Effendi, “KONSEP REVISI TAKSONOMI BLOOM DAN IMPLEMENTASINYA PADA
PELAJARAN MATEMATIKA SMP”. Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 2 Nomor 1, hal. 73-74.
17
Lesie Owen Wilson, “Anderson and Krathwohl - Bloom’s Taxonomy Revised”. Terj. Penyusun
makalah. (https://thesecondprinciple.com/teaching-essentials/beyond-bloom-cognitive-taxonomy-revised/,
diakses pada 22 Maret 2019)
mengambil materi yang dipelajari
sebelumnya. Mengenali atau mengingat kembali
Contoh kata kerja yang berkaitan : pengetahuan dari ingatan.
Tahu Mengingat adalah ketika memori
Mengidentifikasi digunakan untuk menghasilkan atau
Mengingat [ CITATION Eff \l mengambil definisi, fakta, atau
1057 ] daftar, atau untuk membaca
Mengulang informasi yang dipelajari
sebelumnya.
1. Pemahaman : Kemampuan untuk Memahami (understanding) :
memahami atau mengkontruksi
makna dari materi. Membangun makna dari berbagai jenis
fungsi baik itu tertulis atau pesan grafik
Contoh kata kerja yang berkaitan :
atau kegiatan seperti menafsirkan,
Menyatakan
mencontohkan, mengklarifikasikan,
Melaporkan
meringkas, menyimpulkan,
Menjelaskan membandingkan, atau menjelaskan
Menyimpulkan
2. Aplikasi : Kemampuan untuk Mengaplikasikan (applying) :
menggunakan materi yang dipelajari,
atau untuk mengimplementasikan Melakukan atau menggunakan
materi dalam situasi baru dan prosedur melalui eksekusi, atau
konkret. implementasi. Mengaplikasikan
Contoh kata kerja yang berkaitan : berkaitan dengan (merujuk pada)
Menerapkan situasi dimana materi yang dipelajari
Mengoperasikan digunakan melalui produk seperti
Mempraktikan simulasi
3. Analisis : Kemampuan untuk Mengevaluasi (evaluating)
memecah atau membedakan bagian-
bagian material menjadi komponen- Membuat penilaian berdasarkan
komponennya sehingga struktur kriteria dan standar melalui
organisasinya dapat lebih dipahami. pengecekan dan kritik.
Contoh kata kerja yang berkaitan : Kritik,rekomendasi, dan laporan
Menganalisis adalah beberapa produk yang dapat
Membandingkan dibuat untuk menunjukkan proses
Mengkategorikan evaluasi. Dalam taksonomi yang
Salah satu hal yang secara jelas membedakan model baru dari yang asli tahun 1956
adalah bahwa ia meletakkan komponen dengan baik sehingga mereka dapat dipertimbangkan
dan dipergunakan. Proses kognitif, terkait dengan tugas instruksional yang dipilih, dapat
dengan mudah didokumentasikan dan dilacak. Fitur ini berpotensi membuat penilai guru,
penilaian diri guru, dan penilaian siswa lebih mudah atau lebih jelas ketika pola penggunaan
muncul. Kesalahan yang agak parah dalam pelatihan guru biasa selama kurang lebih 50 tahun
terakhir adalah guru dalam pelatihan jarang disadari adanya kritik yang diajukan terhadap
model asli Bloom.
Beliau mengidentifikasi jenis pengetahuan tertentu sebagai; terminologi, fakta spesifik,
konvensi, tren dan urutan, klasifikasi dan kategori, kriteria, metodologi, prinsip dan
generalisasi, teori dan struktur.Tingkat pengetahuan setelah dilakukan revisi yaitu sebagai
berikut:
2. Strategi yang digunakan untuk mengahadapi kecemasan dalam tes (test anxiety)
3. Bagi siswa
Sedangkan menurut Feby Meuthia Yusuf dalam jurnalnya (01 jurnal anxiety-
converted) yang berjudul “STRATEGI PENGENDALIAN KECEMASAN DALAM
PENGAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA BAHASA INGGRIS”,20 ia
mengungkapkan bahwa strategi khusus yang dapat membantu mengurangi kecemasan
adal’ah strategi relaksasi. Menurut Cornier (1995) “Relaxation training has been
used with clients who have sleep disturbance, headache, hypertension, test anxiety,
speech anxiety, asthma, excessive drinking, hyperactivity, and problem with anger
control”. Relaksasi telah digunakan untuk membantu konseli yang mengalami
gangguan tidur, sakit kepala, hipertensi, kegelisahan sebelum mengikuti tes,
kegelisahan saat berbicara didepan publik (berkomunikasi), asma, berlebihan dalam
minum, hiperaktif, dan masalah yang berkaitan dengan pengendalian kemarahan.
20
Feby Meuthia Yusuf, “STRATEGI PENGENDALIAN KECEMASAN DALAM PENGAJARAN KETERAMPILAN
BERBICARA BAHASA INGGRIS”, Jurnal Anxiety-converted no.1, hlm 9-10.
Menurut Nursalim (2005), relaksasi otot bertujuan untuk mengurangi
ketegangan dan kecemasan dengan cara melemaskan otot-otot badan. Dalam latihan
relaksasi otot, individu diminta untuk menegangkan otot dengan ketegangan tertentu
dan kemudian diminta mengendurkannya. Sebelum dikendurkan, penting dirasakan
ketegangan tersebut sehingga individu dapat membedakan antara otot yang tegang
dan yang lemas. Menurut Santoso (2001), “Latihan relaksasi pada dasarnya
merupakan pemberian kesempatan pada tubuh untuk melakukan ‘pekerjaan rumah’
sebelum pekerjaan itu diambil alih oleh pikiran rasional dan kognitif seseorang demi
sebuah ego yang tidak mampu dikendalikan.” Menurut berbagai pendapat diatas,
dapat disimpulkan bahwa relaksasi adalah salah satu strategi dalam konseling yang
merupakan suatu proses pembebasan mental dan fisik dari berbagai teknik sehingga
dihasilkan keadaan yang lebih tenang.
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tujuan dari evaluasi belajar antara lain: Untuk mengetahui tingkat kemajuan
yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu kurun waktu proses belajar tertentu,untuk
mengetahui posisi atau kedudukan seorang siswa di dalam kelompok kelasnya,
apakah siswa tersebut termasuk kategori lambat, sedang, atau cepat, untuk
mengetahui tingkat usaha yang dilakukan seorang siswa dalam belajar. Apakah
menunjukan tingkat usaha yang efisien atau tidak, untuk mengetahui hingga sejauh
mana seorang siswa telah mendayagunakan kafasitas kognitifnya, untuk mengetahui
tingkat daya guna dan hasil guna metode mengajar yang telah digunakan oleh seorang
guru dalam proses belajar-mengajar. Manfaat evaluasi belajar di bagi menjadi dua
yaitu: manfaat evaluasi belajar bagi guru dan bagi siswa.
B. Saran
Daftar Pustaka
Effendi, R. (t.thn.). KONSEP REVISI TAKSONOMI BLOOM DAN IMPLEMENTASINYA PADA
PELAJARAN MATEMATIKA SMP. Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 2
Nomor 1, 73-74.
Hamzah, U. B. (2006). Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Sinar Grafika Offset.