Anda di halaman 1dari 35

PRESTASI DAN EVALUASI BELAJAR

(Makalah ini disusun sebagai bahan diskusi mata kuliah Psikologi Pendidikan

Jurusan Pendidikan Matematika semester 2 kelas 2A)

Dosen Pengampu: Maolidah, M. Psi

Disusun Oleh:

Kelompok 11

Nama: Farhatul Qolbaini NIM: 11180170000009

Nama: Fikri Ananta Baharudin NIM: 11180170000025

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

TAHUN 2019
ABSTRAK

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan.
Makalah ini berisikan tentang prestasi dan evaluasi belajar. Dimana subbab yang akan dibahas adalah
prestasi, evaluasi belajar, penilaian formatif dan sumatif.

Pembahasan tentang prestasi dan evaluasi belajar berguna sebagai bekal bagi calon pendidik
serta untuk mengetahui tingkat pengetahuan anak dalam kegiatan belajar.

Kata Kunci : prestasi, evaluasi belajar, penilaian formatif, penilaian sumatif.


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT karena rahmat dan nikmat kesehatan baik raga maupun
pikiran sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam semoga
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah mengantarkan umat Islam dari zaman
jahiliyah menuju zaman yang terang benderang.

Penyusun mengucapkan terimakasih kepada Ibu Maolidah, M. Psi selaku dosen


Psikologi Pendidikan. Karena dengan bimbingan beliau kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Prestasi Dan Evaluasi Belajar”.

Diharapkan semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca. Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tak luput dari
kekurangan. Untuk itu, penyusun sangat terbuka untuk menerima kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Tangeran Selatan, Juni 2019

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Memiliki prestasi merupakan suatu kebanggaan bagi setiap orang. Baik, anak
SD, SMP, SMA, mahasiswa perguruan tinggi, juga orang tua yang memiliki anak
yang mempunyai prestasi. Prestasi adalah hasil usaha yang telah dilakukan seseorang.
Bagi seorang pelajar, hasil usahanya tentu saja belajar. Siswa yang berhasil
melakukan perubahan belajar baik disekolah maupun diluar sekolah, disebut sebagai
siswa yang memiliki prestasi belajar. Untuk melakukan perubahan dalam belajar dan
mendapatkan hasil yang baik tentu tidaklah mudah. Siswa tersebut harus sungguh-
sungguh berusaha belajar dengan giat guna mencapai tujuannya dalam belajar. Ketika
siswa sudah berusaha dengan giat untuk belajar, maka tugas seorang guru adalah
mengevaluasi hasil kerja keras atau usaha belajar dari siswanya. Evaluasi merupakan
suatu tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan
dari sesuatu program pendidikan, pengajaran ataupun pelatihan yang telah
dilaksanakan. Evaluasi adalah kegiatan atau proses untuk menilai sesuatu. Untuk
dapat menentukan nilai dari sesuatu yang sedang dinilai itu, dilakukanlah pengukuran,
dan wujud dari pengukuran itu adalah pengujian, dan pengujian inilah yang didalam
dunia kependidikan dikenal dengan istilah tes. Dengan tes inilah, kemampuan siswa
benar-benar diuji. Apakah ia bersungguh-sungguh atau tidak dalam belajar, akan
terlihat dari lulus atau tidaknya ia dalam menghadapi tes. Karena itu, banyak siswa
yang cemas dan khawatir akan hasil tes nya. Bahkan ada juga yang menyerah duluan
tanpa usaha sama sekali karena terlalu yakin bahwa ia akan gagal didalam tes nanti.
Siswa seperti itu disebut dengan siswa yang memiliki kecemasan dalam menghadapi
tes. Hal seperti itu tidak boleh dibiarkan. Seorang guru atau orang tua harus
menemukan strategi guna menghadapi siswa atau anak yang memiliki kecemasan
dalam menghadapi tes.
A. RUMUSAN MASALAH
1. Prestasi Belajar
a. Apa pengertian prestasi belajar?
b. Apa pengertian prestasi belajar menurut para ahli?
c. Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi prestasi belajar?
2. Evaluasi belajar
a. Apa pengertian evaluasi belajar?
b. Apa tujuan dan manfaat evaluasi belajar?
c. Apa pengaruh macam-macam evaluasi dan hasil tes hasil belajar terhadap
psikologis siswa?
3. Apa itu Formative Assessment dan Sumative Assessment?
4. Taksonomi Bloom
a. Apa pengertian Taksonomi Bloom sebelum dan sesudah direvisi?
b. Apa perbedaan Taksonomi Bloom sebelum dan sesudah direvisi?
5. Kecemasan dalam tes (Teori anxietly in test)
a. Apa yang dimaksud teori anxietly in test?
b. Strategi apa yang harus dilakukan untuk menghadapi kecemasan dalam tes
atau anxietly in test?
B. TUJUAN DAN MANFAAT
1. Untuk mengetahui pengertian prestasi belajar dan faktor apa saja yang dapat
mempengaruhinya,
2. Untuk mengetahui pengertian evaluasi belajar, tujuan, manfaat,dan pengaruh
macam-macam evaluasi belajar terhadap psikologis siswa,
3. Untuk mengetahui apa itu Formative Assessment dan Sumative Assessment,
4. Untuk mengetahui pengertian Taksonomi Bloom sebelum dan sesudah direvisi,
juga untuk mengetahui perbedaannya,
5. Untuk mengetahui pengertian kecemasan dalam tes, dan untuk mengetahui
strategi yang dilakukan dalam menghadapinya.
C. METODE PENYUSUNAN MAKALAH
Metode yang dipakai dalam penyusunan makalah ini yaitu metode pustaka.
Metode pustaka adalah metode yang dilakukan dengan mempelajari dan
mengumpulkan data dari pustaka yang berhubungan dengan alat, baik berupa buku
maupun informasi dari internet.
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Prestasi Belajar
1. Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh seseorang setelah ia melakukan
perubahanbelajar, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Di dalam webster’s New
Internasional Dictionary mengungkapkan tentang prestasi yaitu: “Achievement test a
standardised test for measuring the skill or knowledge by person in one more lines of
work a study” (Webster’s New Internasional Dictionary, 1951 : 20). Mempunyai arti
kurang lebih prestasi adalah standart test untuk mengukur kecakapan atau
pengetahuan bagi seseorang didalam satu atau lebih dari garis-garis pekerjaan
atau belajar. Dalam kamus populer prestasi ialah hasil sesuatu yang telah dicapai
(Purwodarminto, 1979 : 251).
Pengertian prestasi belajar menurut para tokoh
 Drs. H. Abu Ahmadi
Menurut Drs. H. Abu Ahmadi menjelaskan Pengertian Prestasi
Belajar sebagai berikut: Secara teori bila sesuatu kegiatan dapat memuaskan
suatu kebutuhan, maka ada kecenderungan besar untuk mengulanginya.
Sumber penguat belajar dapat secara ekstrinsik (nilai, pengakuan,
penghargaan) dan dapat secara ekstrinsik (kegairahan  untuk menyelidiki, 
mengartikan situasi).
Disamping itu siswa memerlukan/ dan harus menerima umpan balik secara
langsung derajat sukses pelaksanaan tugas (nilai raport/nilai test) (Psikologi
Belajar DRS.H Abu Ahmadi, Drs. Widodo Supriyono 151)
Definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian prestasi belajar ialah hasil
usaha bekerja atau belajar yang menunjukan ukuran kecakapan yang dicapai
dalam bentuk nilai. Sedangkan prestasi belajar hasil usaha belajar  yang
berupa nilai-nilai sebagai ukuran kecakapan dari usaha belajar yang telah
dicapai seseorang, prestasi belajar ditunjukan dengan jumlah nilai raport atau
test nilai sumatif.1
 Sumadi Suryabrata, Prestasi Belajar adalah nilai sebagai rumusan yang
diberikan guru bidang studi mengenai kemajuan atau prestasi belajar selama
masa tertentu. (Sumadi Suryabrata, 1998)
 Siti Pratini, Prestasi Belajar adalah suatu hasil yang dicapai  seseorang dalam
melakukan kegiatan belajar. (Siti Pratini, 2005)
 Kamus Bahasa Indonesia yang dinamakan  Prestasi adalah hasil yang telah
dicapai, dilakukan, dikerjakan dan sebagainya.
 Bukhari M.Ed, Prestasi dapat kita artikan sebagai hasil yang telah dicapai atau
hasil yang sebenarnya dicapai. (Bukhari M, 1983)
 WS. Winkel,  Prestasi  belajar  merupakan  hasil belajar  yang  ditampakkan
oleh  siswa berdasarkan  kemampuan  internal yang diperoleh sesuai dengan
tujuan instruksional.  (Winkel WS, 1989)
Berdasarkan pendapat para ahli tentang Pengertian Prestasi  Belajar,
maka dapat disimpulkan bahwa Prestasi Belajar adalah hasil yang dicapai
atau ditunjukkan oleh peserta didik sebagai hasil belajarnya yang diperoleh
melalui pengalaman dan latihan. Hal ini biasanya berupa angka-angka, huruf,
serta tindakan yang dicapai masing-masing peserta didik dalam waktu
tertentu.2
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
a. Faktor-faktor Internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari individu anak itu sendiri yang
meliputi :
- Faktor Jasmaniah (fisiologis)
Yang termasuk faktor ini antara lain: penglihatan, pendengaran, struktur
tubuh dan sebagainya.
- Faktor Psikologis
Yang termasuk faktor psikologis antara lain:
1. Intelektul (taraf intelegensi, kemampuan belajar, dan cara belajar)
1
https://belajarpsikologi.com/pengertian-prestasi-belajar/
2
https://www.wawasanpendidikan.com/2015/09/pengertian-prestasi-belajar-menurut-ahli.html
2. Non Intelektual (motifasi belajar, sikap, perasaan, minat, kondisi psikis,
dan kondisi akibat keadaan sosiokultur), dan Faktor kondisi fisik
b. Faktor-faktor eksternal
Yang termasuk faktor eksternal antara lain:
- Faktor pengaturan belajar disekolah ( kurikulum, disiplin sekolah, guru,
fasilitas belajar, dan pengelompokan siswa ).
- Faktor sosial disekolah ( sistem sosial, status sosial siswa, dan interaksiguru
dan siswa )
- Faktor situasional ( keadaan politi ekonomi, keadaan waktu dan tempat atau
iklim). (W. S. Winkel, 1983: 43)

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pada


dasarnya faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa dapat
dibedakan menjadi dua golongan, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri
individu dan faktor yang berasal dari luar diri individu. Kedua faktor ini akan
saling mendukung dan saling berinteraksi sehingga membuahkan sebuah hasil
belajar.3

B. Evaluasi Belajar
1. Pengertian Evaluasi Belajar
Evaluasi merupakan isilah serapan dalam bahasa Indonesia yang berasal dari
istilah bahasa Inggris evaluation. Evaluation berasal dari akar kata value yang berarti
nilai. Selanjutnya dari kata nilai terbentuklah istilah atau kata jadian “penilaian” yang
digunakan sebagai padanan dari istilah evaluasi, karena memang penilaian dapat
diartikan sebagai tindakan memberi nilai tentang kualitas sesuatu. Evaluasi dalam
bahasa Indonesia juga memiliki arti sepadan dengan asesmen yang juga berasal dari
istilah bahasa Inggris assessment. Adapun pengukuran dalam istilah bahasa
Inggrisnya adalah measurement, sedangkan penilaian adalah appraisal. Evaluasi
merupakan sebagai suatu tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
tingkat keberhasilan dari sesuatu program pendidikan, pengajaran ataupun pelatihan
yang telah dilaksanakan.4
Sebelum melanjutkan pembicaraan tentang evaluasi pendidikan secara lebih luas
dan mendalam, terlebih dahulu perlu dipahami bahwa dalam praktik acapkali terjadi

3
https://belajarpsikologi.com/faktor-yang-mempengaruhi-prestasi-belajar/
4
Junaidi, modul pengembangan evaluasi pembelajaran PAI, hlm. 10.
kerancuan atau tumpang tindih (overlap) dalam penggunaan istilah
“evaluasi”,”penilaian”, dan “pengukuran”.
Pengukuran dalam bahasa Inggris dikenal dengan measurement dan dalam bahasa
Arabnya adalah muqaayasah, dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk
“mengukur” sesuatu. Mengukur pada hakikatnya adalah membandingkan sesuatu
dengan atau atas dasar hukum tertentu. Pengukuran itu bersifat kuantitatif.
“Penilaian” berarti menilai sesuatu. Sedangkan menilai itu mengandung arti:
mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan mendasarkan diri atau berpegang pada
ukuran baik atau buruk, sehat atau sakit, pandai atau bodoh dan sebagainya. Penilaian
itu bersifat kualitatif.
Sedangkan “evaluasi” adalah mencakup dua kegiatan yang telah dikemukakan
terdahulu, yaitu mencakup “pengukuran” dan “penilaian”. Evaluasi adalah kegiatan
atau proses untuk menilai sesuatu. Untuk dapat menentukan nilai dari sesuatu yang
sedang dinilai itu, dilakukanlah pengukuran, dan wujud dari pengukuran itu adalah
pengujian, dan pengujian inilah yang didalam dunia kependidikan dikenal dengan
istilah tes.5
2. Tujuan dan manfaat evaluasi pembelajaran
Evaluasi merupakan proses yang terpadu dan berkelanjutan. Evaluasi dilakukan
pada perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Evaluasi banyak bergantung kepada
tujuan yang hendak dicapai. Hal ini sangat penting sebagai umpan balik untuk
mengadakan perbaikan. Oleh karena itu evaluasi harus dilakukan terus menerus.
Untuk dapat melakukan evaluasi pembelajaran sebaiknya diperlukan sikap dan
kemampuan guru merencanakan dan melaksanakan evaluasi. Ini sangat penting,
sehingga dapat diperoleh umpan balik pelaksanaan perencanaan pembelajaran
berdasarkan kenyataan yang dihadapi.6
Agar evaluasi sesuai dan dapat mencapai sasaran, maka evaluasi harus mengacu
kepada tujuan yang telah dirumuskan. Tujuan sebagai acuan ini harus dirumuskan
terlebih dahulu sehingga dengan jelas menggambarkan apa yang hendak dicapai. Jika
tujuan itu ditetapkan dengan menggunakan taksonomi Bloom, dapatlah dilakukan

5
Prof. Drs. Anas Sudijono, pengantar evaluasi pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada,1996),hlm . 5.
6
Drs. Lukmanul Hakiim, M.Pd., perencanaan pembelajaran, (Bandung: CV WACANA
PRIMA,2009), hlm. 161.
kajian tentang pengetahuan apa yang telah dimiliki siswa sebagai hasil belajar,
keterampilan apa yang diperoleh, serta sikap bagaimana dimiliki.7
Tujuan Evaluasi Pada dasarnya merupakan proses penyusunan deskripsi siswa,
baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Secara lugas evaluasi untuk
mengukur kemampuan ranah cipta, rasa, dan karsa siswa. Proses penerapan cipta ini
menggunakan kekuatan pikiran dan imajinasi, rasa menggunakan kekuatan perasaan
batin atau emosi jiwa, dan karsa berarti kekuatan untuk mewujudkan keinginan
tersebut menjadi nyata. Begitu juga dengan evaluasi, ada hal yang ingin diwujudkan
sehingga dapat diketahui tingkat keberhasilan dalam belajar. Evaluasi sangat
berfungsi antara lain :
a. Untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu
kurun waktu proses belajar tertentu.
b. Untuk mengetahui posisi atau kedudukan seorang siswa di dalam kelompok
kelasnya, apakah siswa tersebut termasuk kategori lambat, sedang, atau cepat.
c. Untuk mengetahui tingkat usaha yang dilakukan seorang siswa dalam belajar.
Apakah menunjukan tingkat usaha yang efisien atau tidak.
d. Untuk mengetahui hingga sejauh mana seorang siswa telah mendayagunakan
kafasitas kognitifnya.
e. Untuk mengetahui tingkat daya guna dan hasil guna metode mengajar yang
telah digunakan oleh seorang guru dalam proses belajar-mengajar.

Manfaat evaluasi pembelajaran bagi guru dan siswa adalah sebagai berikut:

1. Manfaat evaluasi bagi guru


Bagi guru evaluasi merupakan hal yang sangat penting dilakukan, sebab
dengan adanya kegiatan tersebut sangat memudahkan guru untuk dapat
mengetahui siswa manakah yang menguasai pelajaran dan siswa mana pula yang
belum. Dalam hal ini hendaknya guru memberikan perhatian kepada siswa yang
belum berhasil sehingga pada akhirnya siswa mencapai keberhasilan yang
diharapkan. Karena evaluasi, guru Dapat mengetahui apakah tujuan dan materi
pelajaran yang telah disampaikan itu dikuasai oleh siswa atau belum.
Dapat mengetahui ketepatan metode yang digunakan dalam menyajikan bahan
pelajaran tersebut.
7
Ibid., hlm. 159.
Bila dari hasil evaluasi itu tidak berhasil, maka dapat dijadikan bahan remidial.
Jadi, evaluasi dapat dijadikan umpan balik pengajaran. Guru juga Dapat
mengetahui mana siswa berprestasi dan memahami pelajaran, Dapat mengetahui
apakah siswa telah mengetahui dan menguasai materi yang diajarkan, metode
yang digunakan dalam mengajar sudah tepat atau belum, dan Sebagai umpan balik
pembelajaran.
2. Manfaat evaluasi bagi siswa
Bagi siswa evaluasi yang dilakukan akan bermamfaat untuk mengukur
pencapaian keberhasilannya dalam mengikuti pelajaran yang telah diberikan oleh
guru. Dalam hal ini ada dua kemungkinan:
 Hasil bagi siswa yang memuaskan
Jika siswa memperoleh hasil yang memuaskan, tentunya kepuasan ini ingin
diperolehnya kembali pada waktu yang akan datang. Untuk ini siswa akan
termotivasi untuk belajar lebih giat agar perolehannya sama bahkan meningkat
pada masa yang akan datang. Namun, dapat pula terjadi sebaliknya, setelah
memperoleh hasil yang memuaskan siswa tidak rajin belajar sehingga pada
waktu berikutnya hasilnya menurun.
 Hasil bagi siswa yang tidak memuaskan
Jika siswa memperoleh hasil yang tidak memuaskan, maka pada kesempatan
yang akan datang dia akan berusaha memperbaikinya. Oleh karena itu, siswa
akan giat belajar. Tetapi bagi siswa yang kurang motivasi atau lemah
kemauannya akan menjadi putus asa.
Di samping itu, mamfaat evaluasi bisa juga dirasakan oleh sekolah atau
institusi pendidikan.8
C. Pengaruh macam-macam evaluasi dan tes hasil belajar terhadap psikologis siswa
1. Dampak evaluasi terhadap psikologi anak didik
Sebagai kegiatan yang bertujuan untuk menilai keberhasilan anak didik,
evaluasi mempunyai pengaruh dan memegang peranan yang sangat penting. Sebab,
melalui evaluasi guru dapat menentukan apakah siswa yang diajarnya sudah memiliki
kompetensi yang telah ditetapkan, sehingga mereka layak diberikan program
pembelajaran baru; atau malah sebaliknya siswa belum bisa mencapai standar
minimal, sehingga mereka perlu diberikan program remedial9
8
https://steemit.com/artikel/@dedifariadi/mamfaat-melakukan-evaluasi-bagi-siswa-dan-guru
9
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana,
2010), hlm. 32.
Sedangkan pengaruh dari hasil evaluasi itu sendiri ada dua kemungkinan yang
dapat kita lihat, diantaranya yaitu; jika hasil evaluasi seorang anak didik memuaskan
evaluasi dapat menimbulkan rasa bangga dan lebih percaya diri terhadap
kemampuannya, bahkan tidak sedikit juga dengan hasil memuaskan tersebut, evaluasi
menimbulkan rasa sombong dan besar hati pada diri peserta didik tersebut.
Dan jika hasil tersebut belum mencapai kepada hal yang ditargetkan, sangat
signifikan hal ini sering menimbulkan rasa minder, dan mungkin juga hilang
kepercayaan dirinya. Namun tidak menutup kemungkinan juga dari hasil yang tidak
memuaskan tersebut timbul motivasi pada peserta didik untuk menjadi lebih baik dari
sebelumnya.10
D. Formative Assessment dan Sumative Assessment
Assessment atau disebut juga dengan penilaian adalah suatu penerapan dan
penggunaan berbagai cara dan alat untuk mendapatkan serangkaian informasi tentang hasil
belajar dan penc[ CITATION Win10 \l 1057 ]apaian kompetensi dari peserta didik. Pengertian
lain dari assesment yaitu proses untuk memperoleh data atau informasi dari proses
pembelajaran dan juga memberikan umpan biak terhadap guru ataupun kepada peserta
didik. Yang pada dasarnya, assessment yaitu istilah lain dari penilaian. Istilah sangat
berkaitan dengan istilah evaluasi yaitu metode untuk mendapatkan hasil belajar siswa.
Sehingga proses assessment ini dilaksanakan bertujuan untuk mengetahui sejauh apa
presatasi belajar dari para peserta didik.11
Berdasarkan tujuan, menurut buku Penilaian Hasil Belajar, karya Drs. Harun Rasyid,
dan Drs. Mansur, M.Pd.,12 assessment atau penilaian dalam kelas terbagi kedalam tiga
kategori, yaitu penilaian formatif, penilaian sumatif (assessment of learning), dan
penilaian untuk belajar (assessment for learning).
1. Penilaian Formatif (Assesment Formative)
Penilaian formatif merupakan penilaian yang menyediakan informasi kepada
siswa dan guru untuk digunakan dalam memperbaiki kegiatan belajar dan
mengajar. Hal ini sering dilaksanakan secara informal dan berkelanjutan, meski
mereka tidak menyadarinya. Data dari penilaian-penilaian sumatif dapat
digunakan dalam langkah formatif (Atkin., at all, 2000).
10
M. Sulthon Masyhud, dan [ CITATION MSu03 \l 1057 ]Moh Khusnurdilo, Manajemen Pondok
Pesantren, (Jakarta: Diva Pustaka, 2003), hlm. 108.
11
https://www.seputarpengetahuan.co.id/2017/09/pengertian-assessment-fungsi-tujuan-jenis-jenis-
contoh.html
12
Drs. Harun Rasyid., dan Drs. Mansur, M.Pd., Penilaian Hasil Belajar, (Bandung: CV WACANA
PRIMA,2009), hlm. 62-76.
Untuk membantu mendesain dan mengimplementasikan sistem penilaian kelas
yang efektif dan efisien, (Atkin., at all, 2000) memberikan ciri-ciri penilaian
formatif dalam bentuk pertanyaan, yaitu:
a. Kemana tujuan anda?
Untuk menjawab pertanyaan ini, seorang guru yang baik, yaitu guru
yang komitmen untuk membantu siswa memahami pelajaran yang diampu,
hendaknya melakukan persiapan yang matang sebelum memulai
pembelajaran. Persiapan yang dimaksud diantaranya menetapkan tujuan
pembelajaran dan kriteria penilaian dengan jelas. Untuk itu, jawaban
terhadap pertanyaan tersebut terletak pada penetapan kriteria penilaian
dengan jelas dan harus diinformasikan kepada siswa pada awal
pembelajaran.
Stiggins (2001) menulis, kualitas dari setiap pemilaian bergantung
sekali pada kejelasan dan kepantasan dari definisi-definsi kita tentang hasil
yang diperoleh untuk dinilai. Kita tidak bisa menilai prestasi akademis
secara efektif jika kita tidak mengenal dan memahami apa arti nilai sutau
hasil.
Pernyataan Stiggins tersebut menunjukan betapa pentingnya para guru
memiliki kriteria kemampuan yang jelas dalam benaknya sebelum menilai
pekerjaan dan tanggapan siswa. Kejadian tentang keseluruhan hasil
hanyalah suatu langkah pertama. Sepanjang hasil-hasil tersebut jelas, guru
harus membantu para siswa mencapai kejelasan yang lebih besar. Salah
satu tujuan ditetapkannya standar dalam penilaian misalnya semua siswa
menjadi pelajar yang mandiri seumur hidupnya. Standar ini menekankan
pentingnya penilaian diri sendiri sebagai sarana untuk mecapai tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya. Atkin, Black, dan Covey (2000) mengatakan
bahwa “Para siswa perlu diberi kesempatan untuk menilai dan
mereflesikan pemahaman dan kemampuan ilmiah mereka sendiri. Sebelum
para siswa melakukan hal ini, mereka perlu memahami tujuan mempelajari
suatu pelajaran. Kemampuan untuk menilai pemahaman diri sendiri adalah
suatu alat penting untuk mengarahkan diri belajar sendiri”.
b. Dimana anda sekarang?
Setelah para siswa dengan jelas telah mengetahui kemana mereka ingin
pergi, para guru dan para siswa perlu untuk mengetahui dimana para siswa
saat ini berdiri dan apa hubungannya dengan hasil yang dicapai. Untuk
mencapai hal itu, hal yang dilakukan oleh guru adalah:
 Melakukan variasi
Melalui aktivitas yang bervariasi, para guru mampu melihat
bagaimana para siswa bisa mengartikan data, kondisi dimana mereka
menempatkan data, seperti juga peluang untuk mengevaluasi dan membantu
para siswa akan kemampuan untuk mengartikulasi pemahaman-pemahaman
dan pendapat-pendapat mereka dalam suatu format tertulis atau dengan
menyatukan pemahaman kedalam sebuah rancangan.
 Bertanya
Saat duduk-duduk, berbiacara, bertanya, dan mendengarkan, para
siswa memberikan peluang kepada para guru untuk menggunakan strategi
tanya jawab yang manjur sebagai suatu salat penilaian. Pertanyaan tidak
selamanya terjadi semata-mata hanya dalam diskusi kelompok yang utuh,
tetapi juga dapat terjadi secara terbuka seperti ketika guru sedang berkeliling
disekitar ruangan. Tanya jawab yang efektif dan menimbulkan sebuah
kualitas tidaklah mudah, hal tersebut memerlukan masa penantian optimal,
memerlukan suatu pemahaman yang solid pada pokok materi, pertimbangan
penuh perhatian dari tiap keterangan siswa, dan kemahiran bertanya lebih
lanjut.
 Memeriksa pekerjaan siswa
Pekerjaan yang telah dilakukan oleh siswa, baik ujian, kuis, tugas-
tugas projek, maupun tugas pekerjaan rumah sebaiknya diperiksa, agar siswa
mendapatkan umpan balik, sehingga siswa memperoleh gambaran apakah
pekerjaan mereka telah memnuhi kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya
atau tidak.
 Bentuk padanan tujuan
Untuk merencanakan pengajaran dan untuk menemukan kebutuhan-
kebutuhan siswa mereka, para guru perlu mengenali jika seorang siswa
memahami konsep tertentu tetapi mengalami kesulitan dalam penerapannya
atau jika seorang siswa tidak memahami konsep dasar dari gagasan-gagasan
pokok. Satu hal yang sangat perlu dalam pelaksanaan penilaian adalah
bagaimana seorang guru mampu memperoleh informasi tentang kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki siswa pada pelajaran yang diampunya. Dengan
pengetahuan tentang kekuatan-kekuatan siswa, seorang guru dapat membantu
memastikan setiap penilaian tertentu yang mengizinkan siswa untuk
menunjukan pemahaman dan bisa menilai apakah informasi akan menjadi
lebih baik, dan dikumpulkan didalam sebuah bentuk yang berbeda untuk
memberikan kesempatan berfikir dengan cepat dengan berbagai cara. Dengan
demikian, bentuk penilaian mengambil peran yang penting. Bentuk dan isi
dari penialian harus konsisten dengan tujuan yang diharapkan.
c. Bagaimana anda bisa kesana?
Guru mampu melihat apakah para siswa sedang berusaha keras dalam suatu
kegiatan yang ditugaskan, apakah mereka sudah mengembangkan pemahaman-
pemahaman dasar, apakah mereka butuh untuk meninjau lagi gagasan terntu atau
butuh lebih dari sekedar praktik untuk mengembangkan keterampilan-
keterampilan terntu. Para guru perlu memahami prinsip-prinsip penilaian yang
dapat diandalkan dan menerapkan prinsip-prinsip tersebut sebagai suatu kegiatan
praktik sehari-hari.
Dengan pengetahuan yang diperoleh dari data penilaian, seorang guru dapat
membuat aneka pilihan. Jadi, penilaian tidak hanya melayani sebagai pemandu
untuk mengajarkan metode-metode juga untuk memilih dan mengembangkan
kurikulum agar semakin baik dalam pemenuhan minat dan kebutuhan-kebutuhan
para siswa.

2. Penilaian Sumatif (assessment sumative)

Penilaian sumatif (assessment of learning) merupakan jenis penilaian yang


orientasinya adalah pengumpulan informasi tentang pembelajaran yang dilakukan
pada rentang waktu tertentu atau pada akhir suatu unit pelajaran. Informasi
tersebut biasa digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penetapan posisi
siswa seperti pemberian label lulus atau tidak lulus atau sukses gagal.

Penialian sumatif dilakukan pada akhir semester atau unt instruksional untuk
menilai kualitas dan kuantitas akhir pencapaian belajar siswa atau kesuksesan dari
program instruksional (Weeden, Winter, dan Broadfoot:2002). Penilaian ini
menyediakan data untuk memberi nilai dan menentukan tingkat pencapaian
terhadap sasaran dan tujuan yang ingin dicapai.

Penilaian sumatif lebih menekankan pada hasil dan dilaksanakan satu kali
untuk satu semester atau setiap akhir dari suatu program instruksional. Hasil
penilaian sumatif ini berfungsi untuk grading, placement, promotion, dan
accountability. Penilaian sumatif merupakan penilaian yang sering digunakan oleh
para guru disekolah, dan telah berlangsung lama di negeri ini. Penilaian ini
memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Dalam hal motivasi, penialain jenis
ini sangat menguntungkan bagi siswa yang memiliki prestasi tinggi. Karena bagi
mereka, prestasi tinggi dapat menjadikan mereka lebih optimis dalam menghadapi
pembelajaran selanjutnya. Namun, bagi siswa yang memperoleh prestasi rendah,
akan memiliki sikap yang sebaliknya, yaitu pesimis. Maka, sudah sewajarnya bagi
para guru, praktisi pendidikan, dan orang tua untuk lebih mendukung perubahan
model penilaian yang terjadi disekolah, sehingga kelangsungan pendidikan bagi
anak-anak yang memiliki kurang prestasi dapat teratasi dan berjalan lebih baik.

Sedangkan menurut buku Evaluasi pendidikan prinsip dan operasionalnya,


karya Prof. H.M. Sukardi, MS., Ph.D.13 Formative Assessment dan Sumative
Assessment disebut juga dengan model evaluasi sumatif dan formatif. Model
evaluasi ini, berpijak pada prinsip evaluasi model Tyler. Aplikasi evaluasi sumatif
dan formatif sudah banyak dipahami oleh para guru, karena model ini dianjurkan
oleh pemerintah melalui menteri pendidikan dan termasuk dalam lingkup evaluasi
pembelajaran dikelas. Dua model yang sangat populer dalam kaitannya dengan
evaluasi pembelajaran adalah evaluasi sumatif dan formatif.

3. Evaluasi Sumatif

Pada proses belajar mengajar, evaluasi sumatif dilakukan oleh para elevator
untuk memperoleh informasi guna menentukan keputusan para siswa selama
mengikuti proses belajar mengajar. Evaluasi sumatif dilakukan oleh para guru
setelah siswa mengikuti proses pembelajaran dengan waktu tertentu, misalnya
pada akhir proses belajar mengajar, termasuk juga akhir kuartal atau akhir
semester. Evaluasi sumatif ini secara umum bertujuan untuk menentukan posisi
siswa dalam kaitannya dengan penguasaan materi pembelajaran yang telah diikuti
selama proses pembelajaran.

Fungsi evaluasi sumatif adalah sebagai laporan pertanggung jawaban


pelaksaan proses pembelajaran, disamping juga untuk menentukan pencapaian
hasil belajar yang telah diikuti oleh para siswa. Siswa yang memiliki posisi
dengan hasil yang baik dapat dikatakan berhasil dan dapat melanjutkan ke jenjang
13
Prof. H.M. Sukardi, MS., Ph.D., Evaluasi Pendidikan prinsip dan operasionalnya, (Jakarta Timur: PT Bumi
Aksara, 2008), hlm 57-58.
kelas yang lebih tinggi, sedangkan siswa yang gagal dalam pencapaian hasil
belajar, diberi remidi lagi atau tetap mengulang dikelas yang sama.

4. Evaluasi Formatif

Selain evaluasi sumatif yang bertujuan untuk menentukan derajat penguasaan


materi siswa pada satu proses pembelajaran, juga ada evaluasi lain yang dikenal
dengan evaluasi formatif. Evaluasi formatif bertujuan untuk memperoleh
informasi yang diperlukan oleh seorang evaluator tentang siswa guna menentukan
tingkat perkembangan siswa dalam satuan unit proses belajar mengajar. Evaluasi
formatif dilakukan secara periodik melalui blok atau unit-unit dalam proses
belajar mengajar. Fungsi evaluasi formatif merupakan evaluasi yang dilakukan
guru untuk memperbaiki proses pembelajaran maupun strategi pengajaran yang
telah ditetapkan. Pelaksanaan evaluasi ini dapat dilakukan secara kontinu atau
periodik tertentu dalam satu proses belajar mengajar. Yang dimaksud periodik
disini yaitu termasuk pada awal, tengah, atau akhir dari proses pembelajaran.
Fokus evaluasi berkisar pada pencapaian hasil belajar mengajar pada setiap unit
atau blok material yang telah direncanakan untuk di evaluasi. Informasi yang
diperoleh dari evaluasi formatif ini secepatnya dianalisis guna memberikan
gambaran kepada guru atau administrator, tentang perlu tidaknya dilakukan
program-program perbaikan bagi para siswa yang memerlukan.

E. Taksonomi Bloom
A. Taksonomi Bloom sebelum direvisi
Sebagaimana telah dimaklumi, dalam sejarah pengukuran dan penilaian pendidikan
tercatat, bahwa pada kurun waktu empat puluhan, beberapa orang pakar pendidikan di
Amerika erikat yaitu Benjamin S. Bloom, M.D. Englehart, E. Furst, W.H. Hill, Daniel R.
Krathwohl, dan didukung pula oleh Ralph E. Taylor, mengembangkan suatu metode
pengklasifikasian tujuan pendidikan yang disebut taxsonomy. Ide untuk membuat
taksonomi itu muncul setelah kurang lebih lima tahun mereka berkumpul dan
mendiskusikan pengelompokan tujuan pendidikan yang pada akhirnya melahirkan sebuah
karya. Judul yang diberikan oleh Bloom dan kawan-kawannya yaitu: “Taxsonomy of
Educational Objectives (1956).
Benjamin S. Bloom dan kawan-kawannya itu berpendapat bahwa taksonomi atau
pengelompokan tujuan pendidikan itu harus senantiasa mengacu kepada tiga jenis domain,
yaitu14:
a. Ranah Kognitif
Ranah Kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut
Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah
kognitif. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam jenjang proses berpikir, yaitu:
1. Pengetahuan (knowladge)
Pengetahuan adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat
kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, gejala,
rumus-rumus dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk
menggunakannya. Pengetahuan atau ingatan ini adalah merupakn proses
berpikir yang paling rendah. Salah satu contoh hasil belajar kognitif pada
jenjang pengetahuan adalah: peserta didik dapat menghafal surat al-Ashr,
menerjemahkan dan menuliskannya secara baik dan benar, sebagai salah satu
materi pelajaran kedisiplinan yang diberikan oleh guru pendidikan agama
disekolah.
2. Pemahaman (comprehension)
Pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau
memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata
lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari
berbagai segi. Seorang peserta didik dapat dikatakan memahami sesuatu
apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci
tentang hak itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman
merupakan jenjang kemampuan berfikir yang setingkat lebih tinggi dari
ingatan atau hafalan. Salah satu contoh misalnya adalah: peserta didik atas
pertanyaan Guru Pendidikan Agama Islam dapat menguraikan tentang makna
kedisiplinan yang terkandung dalam surat al-Ashr secara lancar dan jelas.
3. Penerapan atau aplikasi (application)
Penerapan adalah kesanggupan untuk menerapkan atau menggunakan
ide-ide umum, tata cara attaupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-
rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret.

14
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2011),
hlm. 49-59.
eAplikasi atau penerapan ini adalah merupakan proses berpikir setingkat lebih
tinggi ketimbang pemahaman. Salah satu contoh hasil belajar kognitif jenjang
penerapan misalnya adalah: peserta didik mampu memikirkan tentang
penerapan konsep kedisiplinan yang diajarkan Islam seperti tersebut diatas,
dalam kehidupan sehari-hari, bik dilingkungan keluarga, sekolah maupun
masyarakat.
4. Analisis (anaylisis)
Analisi adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan
suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu
memahami hubungan di antara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu
dengan faktor-faktor yang lainnya. Jenjang analisi adalah setingkat lebih tinggi
ketimbang jenjang aplikasi.
Contoh: peserta didik dapat merenung dan memikirkan dengan baik
tentang wujud nyata dari kedisiplinan seorang siswa di rumah, di sekolah dan
dalam kehidupan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat, sebagai bagian dari
ajaran Islam.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis adalah kemampuan berfikir dari proses berpikir analisis.
Sintesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-
unsur secara logis, sehinggga mejelma menjadi suatu pola yang berstruktur
atau berbentuk pola baru. Jenjang sintesis kedudukannya lebih tingggi
ketimbang jenjang analisis. Salah satu contoh hasil belajar kogniitif pada
jenjang sintesis ini adalah: peserta didik dapat menulis karangan tentang
pentingnya kedisiplinan sebagaimana telah di ajarkan oleh Islam. Dalam
karangannya itu peserta didik juga dapat mengemukakan secara jelas, amanat
Bapak Presiden Soeharto dalam Upacara Peringatan Hari Kebangkitan
Nasional tanggal 20 Mei 1995 yang telah mencanangkan kedisiplinan
nasional, baik kedisiplinan kerja, kedisiplinan dalam hal kebersihan dan
menjaga kelestarian alam, maupun kedisiplinan dalam mentaati peraturan lalu
lintas, yyang pada hakikatnya adalah merupakan perintah Allah SWT
sebagaimana tersebut dalam surat al-Ashr.
6. Penilaian/penghargaan/evaluasi (Evaluation)
Penilaian adalah merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah
kognitif menurut Taksonomi Bloom. Penillaian atau evaluasi di sini
merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap
sutau situasi, nilai attau ide, misalnya jika seseorang dihadapkan pada
beberapa pilihan, maka ia akan mampu mmemilih satu pilihan yang terbaiik,
sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria yang ada. Salah sat contoh hasil
belajar kognitif jenjang evaluasi adalah: pserta didik mampu mmenimbang-
nimbang tentang manfaat yang dapat dipetik oleh seseorang yang berlaku
disiplin dan dapat menunjukan mudharat atau akibat-akibat negatif yang akan
menimpa seseorang yang bersifat malas atau tidak berdisiplin, sehingga pada
akhirnya sampai pada kesimpulan penilaian, bahwa kedisiplinan merupakan
perintah Allah SWT yang wajib dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.
Keenam jenjang berpikir yang terdapat pada ranah kognitif menurut
Taksonomi Bloom itu, jika diurutkan secara hierarki piramidal adalah
sebagaiman terlukis pada Gambar 1.
Keenanm jenjang berpikir ranah kognitif ini bersifat kontinu dan
overlap (tumpang tindih), di mana ranah yang lebih tinggi meliputi semua
ranah yang ada dibawahnya. Overlap di antara enam jenjang berpikir itu akan
lebih jelas terlihhat pada Gambar 2.

Gambar 1
c. Ranah Afektif
Taksonomi untuk daerah afektif mula-mula dikembangkan oleh David R.
Krathwohl dan kawan-kawan (1974) dalam buku yang diberi judul Taxonomy of
Educational Objectives: Affective Domain. Ranah afektif adalah ranah yang
berkaitan dengan sikap dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap
seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki
penguasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada
peserta didik dalam berbagai tingkah laku; seperti: perhatiannya terhadap mata
pelajaran pendidikan agama Islam, kedisiplinannya dalam mengikuti pelajaran
agam di sekolah, motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai
pelajaran agama Islam yang diterimanya, penghargaan atau rasa hormatnya
terhadap guru pendidikan Agama Islam, dan sebagainya.
Ranah afektif ini oleh Karthwohl (1974) dan kawan-kawan ditaksonomi
menjadi lebih rinci lagi kedalam lima jenjang, yaitu: (1) receiving (2) responding
(3) valuing (4) organization, dan (5) characterization by value or value complex.
1. Receiving atau attending (= menerima atau memperhatikan)
Receiving adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan
(stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah,
situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah:
kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan
menyeleksi gejala-gejala atau rangsanganyang datang dari luar Receiving
atau attenting juga sering diberi pengertian sebagai kamauan untuk
memperhatikan suatu kegiatan atau sutau obyek. Pada jenjang ini peserta
didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai atau nilai-nilai yang
diajarkan kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan diri ke dalam
nilai itu atau mengidentikkan diri dengan nilai itu. Contoh hasil belajara
efektif jenjang receiving, misalnya: peserta didik menyadari bahwa
disiplin wajib ditegakkan, sifat malas dan tidak berdisiplin harus
disingkirkan jau-jauh.
2. Responding (= menanggapi)
Responding mengandung arti ’’adanya patisipasi aktif’’. Jadi
kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang
untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan
membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara. Jenjang ini setingkat
lebih tinggi ketimbang jenjang receiving. Contoh hasil belajar ranah afektif
jenjang responding adalahh peserta didik tumbuh hasratnya untuk
mempelajari lebih jauh atau menggali lebih dalam lagi, ajaran-ajaran Islam
tentang kedisiplinan.
3. Valuing (menilai = menghargai)
Menilai atau mengahargai artinya memberikan nilai atau memberikan
penghargaan terhadapa suatu obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak
dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Valuing
adalah merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi dari pada receiving
dan responding. Dalam kaitan dengan proses belajar mengajar, peserta
didik disini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka
ttelah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau
buruk. Bila sesuatu ajaran yang telah mampu mereka nilai dan tekah
mampu untuk mengatakan ’’itu baik’’, maka ini berarti bahwa peserta
didik telah menjalani proses penilaian. Denga demikian maka nilai tersebut
telah stabil dalam diri peserta didik. Contoh haisl belajar afektif jenjang
valuing adalah tumbuhnya kemauan yang kuat pada diri peserta didik
untuk berlaku disiplin, baik di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah
kehidupan masyarakat.
4. Organization (= mengatur atau mengorganisasikan)
Organization adalah mempertemukan perbedaan nilai sehinga
terbentuk nilai baru yang lebih universal, yang membawa kepada
perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan
pengembangan dari nilai kedalam suatu sistem organisasi, termasuk di
dalamnya hubungan satu nilai dengan nilai lainnya, pemantapan dan
prioritas nilai yang telah dimilikinya. Contoh hasil belajar afektif jenjang
organization adalah peserta didik mendukung penegakan disiplin nasional
yang telah dicanangkan oleh Bapak Presiden Soeharto pada Peringatan
Hari Kebangkitan Nasional Tahun 1995. Mengatur atau
mengorganisasikan ini merupakan jenjang sikap atau nilai yang lebih
tinggi lagi ketimbang receiving, responding, dan vauling.
5. Characterization by a Value or Value Complex (= karakterisasi dengan
suatu nilai atau komplek nilai)
Yakni keterpaduan semua sistem nilai yyang telah dimiliki seseorang,
yang empengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Di sini proses
internalisasi nilai telah menempati tempat tertinnggi dalam suatu hierarki
nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah
mempengaruhi emosinya. Ini adalah merupakan tingkatan afektif tertinggi,
karena sikap batin peserta didik telah bena-benar bijaksana. Ia telah
memiliki philosophy of life yang mapan. Jadi pada jenjang ini peserta didik
telah memiliki sistem nilai yang mengontrol tingkah lakunya untuk suatu
waktu yang cukup lama, sehinggamembentuk karakteristik ’’pola hidup’’;
tingkah lakunya menetap, konsisten dan dapat diramalkan. Contoh hasil
belajar affektif pada jenjang ini adalah siswa telah memiliki kebulatan
sikap wujudnya peserta didik menjadikan perintah Allah SWT yang tertera
dalam al-Quran surat al-‘Ashr sebagai pegangan hidupnya dalam hal yang
menyangkut kedisiplinan, baik kedisiplinan di sekolah, di rumah maupun
di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Secara skematik kelima jenjang
afektif sebagaimana telah dikemukakan dalam pembicaraan di atas,
menurut A.J. Nitko (1983) dapat digambarkan sebagai berikut:
d. Ranah Psikomor
Ranah psikomotor adalah raah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau
kemampuan bertindak setelah sesorang menerima penagalamn belajar tertentu.
Hasil belajar ranah psikomotor dikemukakan oleh Simpson (1956) yang
menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk
keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor
ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan (memahami
sesuatu) dan hasil belajar afektif (yag baru tampak dalam bentk kecenderungan-
kecenderungan untuk berprilaku). Hasil belajar kognitif dan hasil belajar afektif
akan menjadi hasil belajar psikomotor apabila peserta didik telah menunjukan
prilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung dalam raah
kognitif dan ranah afektifnya. Jika hasil belajar kognitif dan hasil belajar afektif
dengan materi tentang kedisiplinan menurut ajaran Islam sebagaimana telah
dikemukakan pada pembicaraan terdahulu, maka wujud nyata dari hasil belajar
psikomotor yang merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan afektif itu
adalah: (1) peseta didik bertanya kepada guru pendidikan agama Islam ttentang
contoh-contoh kedisiplinan yang telah dtunujukan leh Rasulullah SAW. Para
sahabat, para ulama dan lain-lain; (2) peserta didik mencari dan membaca buku-
buku, majalah-majalah atau brosur-brosur, surat kabar dan lain-lain yang
membahas tentang kedisiplinan; (3) peserta didik dapat memberikan penjelasan
kepada teman-teman sekelasnya di sekolah, atau kepada adik-adiknya di rumah,
atau kepada anggota masyarakat lainnya, tentang pentingnya kedisiplinan
diterapkan, baik disekolah, di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan
masyarakat; (4) peserta didik menganjurkan kepada teman-teman sekolah atau
adik-adiknya, agar berlaku disiplin, baik di sekolah, di rumah maupun di dalam
kehidupan masyarakat; (5) peserta didik dapat memberikan contoh-contoh
kedisiplinan di skolah, seperti datang ke sekolah sebelum pelajaran dimulai, tertib
dalamm mengenakan pakaian seragam sekolah, tertib dan tenang dalam mengikuti
pelajaran, disiplin dalam mengikuti tata tertib yang telah ditentukan oleh sekolah,
dan lain-lain; (6) peserta didik dapat memberikan contoh kedisiplinan di rumah,
seperti disiplin dalam belajar, disiplin dalam menjalankan ibadah shalat, ibadah
puasa, disiplin dalam menjaga kebersihan rumah, pekarangan, saluran air, dan
lain-lain; (7) peserta didik dapat memberikan contoh kedisiplinan di tengah-
tengah kehidupan masyarakat, seperti menaati rambu-rambu lalu lintas, tidak
kebut-kebutan, dengan secara sukarela mau antri waktu membeli karcis, dan lain-
lain, dan (8) peserta didik mengamalkan dengan konsekuen kedisiplinan dalam
belajar, kedisiplinan dalam beribadah, kedisiplinan dalam menaati
peraturan[ CITATION Uno06 \l 1057 ] lalu lintas, dan sebagainya.
B. Revisi Taksonomi Bloom
Teori Bloom banyak dijadikan pedoman untuk membuat butir-butir soal ujian, bahkan
oleh orang-orang yang sering mengkritik taksonomi tersebut. Kritikan atas klarifikasi
kemampuan yang dikemukakan Bloom ternyata diperbaiki oleh para pakar pendidikan
dengan mengadakan revisi pada aspek kognitif.15 Hasil perbaikan tersebut dipublikasikan
pada tahun 2001 dengan nama Revisi Taksonomi Bloom. Revisi yang dibuat hanya pada
ranah kognitif dengan menggunakan kata kerja.
Perubahan ini dilakukan dengan memberi versi baru pada ranah kognitif yaitu dimensi
proses kognitif dan dimensi pengetahuan kognitif (Anderson, 2010). Selanjutnya ada
empat kategori dalam dimensi pengetahuan kognitif yaitu pengetahuan faktual,
pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan metakognitif.
Sedangkan pada dimensi proses kognitif juga dibagi menjadi 6 tingkatan yaitu: Mengingat
(remembering), memahami (understanding), mengaplikasikan (applying), menganalisis
(analyzing), Mengevaluasi (evaluating), dan mengkreasi (creating). Enam tingkatan inilah
yang sering digunakan dalam merumuskan tujuan belajar yang di kenal dengan istilah C1
sampai dengan C6.16
C. Perbedaan Taksonomi Bloom sebelum dan sesudah direvisi
Perbedaan antara Taksonomi Bloom dengan Revisi Taksonomi Bloom antara lain
sebagai berikut17 :

No Taksonomi Bloom (1956) Anderson dan Krathwohl


Taksonomi (2001)
1. Pengetahuan : Mengingat atau Mengingat (remembering)

15
Uno B Hamzah, “Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran” Jakarta: Sinar Grafika Offset,
2006, hlm. 15.
16
Ramlan Effendi, “KONSEP REVISI TAKSONOMI BLOOM DAN IMPLEMENTASINYA PADA
PELAJARAN MATEMATIKA SMP”. Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 2 Nomor 1, hal. 73-74.
17
Lesie Owen Wilson, “Anderson and Krathwohl - Bloom’s Taxonomy Revised”. Terj. Penyusun
makalah. (https://thesecondprinciple.com/teaching-essentials/beyond-bloom-cognitive-taxonomy-revised/,
diakses pada 22 Maret 2019)
mengambil materi yang dipelajari
sebelumnya. Mengenali atau mengingat kembali
Contoh kata kerja yang berkaitan : pengetahuan dari ingatan.
 Tahu Mengingat adalah ketika memori
 Mengidentifikasi digunakan untuk menghasilkan atau
 Mengingat [ CITATION Eff \l mengambil definisi, fakta, atau
1057 ] daftar, atau untuk membaca
 Mengulang informasi yang dipelajari
sebelumnya.
1. Pemahaman : Kemampuan untuk Memahami (understanding) :
memahami atau mengkontruksi
makna dari materi. Membangun makna dari berbagai jenis
fungsi baik itu tertulis atau pesan grafik
Contoh kata kerja yang berkaitan :
atau kegiatan seperti menafsirkan,
 Menyatakan
mencontohkan, mengklarifikasikan,
 Melaporkan
meringkas, menyimpulkan,
 Menjelaskan membandingkan, atau menjelaskan
 Menyimpulkan
2. Aplikasi : Kemampuan untuk Mengaplikasikan (applying) :
menggunakan materi yang dipelajari,
atau untuk mengimplementasikan Melakukan atau menggunakan
materi dalam situasi baru dan prosedur melalui eksekusi, atau
konkret. implementasi. Mengaplikasikan
Contoh kata kerja yang berkaitan : berkaitan dengan (merujuk pada)
 Menerapkan situasi dimana materi yang dipelajari
 Mengoperasikan digunakan melalui produk seperti

 Mengilustrasikan model, presentasi, wawancara atau

 Mempraktikan simulasi
3. Analisis : Kemampuan untuk Mengevaluasi (evaluating)
memecah atau membedakan bagian-
bagian material menjadi komponen- Membuat penilaian berdasarkan
komponennya sehingga struktur kriteria dan standar melalui
organisasinya dapat lebih dipahami. pengecekan dan kritik.
Contoh kata kerja yang berkaitan : Kritik,rekomendasi, dan laporan
 Menganalisis adalah beberapa produk yang dapat
 Membandingkan dibuat untuk menunjukkan proses
 Mengkategorikan evaluasi. Dalam taksonomi yang

 Menyurvei terbaru, evaluasi dilakukan sebelum


menciptakan karena seringkali itu
merupakan bagian penting dari
perilaku pendahuluan sebelum
seseorang menciptakan sesuatu.
4. Evaluasi : Kemampuan menilai, Mengkreasi (creating)
memeriksa, dan bahkan mengkritik
nilai materi untuk tujuan tertentu. Menyatukan elemen untuk
Contoh kata kerja yang berkaitan : membentuk keseluruhan yang
 Menilai koheren atau fungsional; mengatur
 Membandingkan ulang elemen menjadi pola atau

 Mengevaluasi struktur baru melalui menghasilkan,

 Mengkritik atau memproduksi. Mengkreasi


mengharuskan pengguna untuk
menempatkan bagian-bagian
bersama-sama dengan cara yang
baru atau mensintesis bagian
menjadi sesuatu yang baru dan
berbeda bentuk baru atau produk.
Proses ini merupakan fungsi mental
paling sulit dalam taksonomi baru.

Salah satu hal yang secara jelas membedakan model baru dari yang asli tahun 1956
adalah bahwa ia meletakkan komponen dengan baik sehingga mereka dapat dipertimbangkan
dan dipergunakan. Proses kognitif, terkait dengan tugas instruksional yang dipilih, dapat
dengan mudah didokumentasikan dan dilacak. Fitur ini berpotensi membuat penilai guru,
penilaian diri guru, dan penilaian siswa lebih mudah atau lebih jelas ketika pola penggunaan
muncul. Kesalahan yang agak parah dalam pelatihan guru biasa selama kurang lebih 50 tahun
terakhir adalah guru dalam pelatihan jarang disadari adanya kritik yang diajukan terhadap
model asli Bloom.
Beliau mengidentifikasi jenis pengetahuan tertentu sebagai; terminologi, fakta spesifik,
konvensi, tren dan urutan, klasifikasi dan kategori, kriteria, metodologi, prinsip dan
generalisasi, teori dan struktur.Tingkat pengetahuan setelah dilakukan revisi yaitu sebagai
berikut:

a. Pengetahuan faktual, pengetahuan yang mendasar untuk disiplin ilmu terntu.


Dimensi ini merujuk pada fakta, terminologi, detail atau elemen penting yang harus
diketahui oleh siswa agar dapat memahami disiplin atau memecahkan masalah di
dalamnya.
b. Pengetahuan konseptual, pengetahuan tentang klarifikasi, prinsip, generalisasi, teori,
model, atau struktur yang berkaitan dengan bidang disiplin ilmu.
c. Pengetahuan prosedural, mengacu pada informasi atau pengetahuan yang membantu
siswa untuk melakukan sesuatu yang spesifik untuk suatu disiplin, subjek, atau
bidang studi. Ini juga merujuk pada metode penyelidikan, keterampilan yang sangat
spesifik atau terbatas, algoritma, teknik, dan metodologi terntentu.
d. Pengetahuan metakognitif, kesadaran akan kognisi seseorang dan proses kognitif
tertentu. Ini adalah pengetahuan strategis atau reflektik tentang bagaimana cara
menyelesaikan masalah, tugas kognitif, untuk memasukkan pengetahuan kontekstual
dan kondisional serta pengetahuan tentang diri.
D. Kecemasan dalam tes (teori enxietly in test) dan strateginya
1. Pengertian Test Anxiety (kecemasan dalam tes)
Secara terminologi, test anxiety berasal dari dua kata, yaitu test yang berarti tes
dan anxiety yang berarti cemas. Jadi secara harifah, test anxiety adalah kecemasan
menghadapi tes atau ujian.
Kecemasan jika dilihat dari kaca mata psiklogi adalah gelaja yang normal ketika
seseorang menghadapi sesuatu yang dipandang penting dalam hidupnya. Kecemasan
bukanlah sesuatu yang membahayakan. Pada kondisi tertentu, kecemasan bahkan
dapat memotivasi seseorang untuk menghasilkan karya yang lebih baik. Kecemasan
merupakan emosi yang tidak menyenangkan berwujud seperti rasa takut, sedih, dan
perasaan tidak tentram.
Taylor dalam Taylor Manifest Anxiety Scale (TMAS) mengemukan bahwa
kecemasan merupakan suatu perasan subyektif mengenai ketegangan mental yang
menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah
atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu ini pada umumnya tidak
menyenangkan dan menimbulkan atau disertai perubahan fisiologis seperti gemetar,
berkeringat, detak jantung meningkat dan psikologis seperti panik, tegang, bingung,
tidak bisa konsentrasi).
Sedangkan Carlson menjelaskan kecemasan sebagai rasa takut dan antisipasi
terhadap nasib buruk di masa akan datang, kecemasan ini memiliki bayangan bahwa
ada bahaya yang mengancam dalam suatu aktifitas dan obyek, yang jika seseorang
melihat gejala itu maka ia akan merasa cemas. Perasaan cemas ini akan mengganggu
kinerja seseorang dalam suatu aktifitas karena selalu diliputi perasaan takut gagal dan
bahaya yang mengancam.
Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah suatu
perasaan subyektif yang bentuk dan intensitasnya muncul dari perasaan karena
terancam keselamatannya, sedangkan orang yang terancam tersebut tidak mengetahui
langkah dan cara yang harus diambil untuk menyelamatkan dirinya. Namun, bila
perasaan cemas ini berfungsi adaptif, maka orang yang diliputi perasaan cemas
mampu untuk mengantisipasi segala sesuatu yang menyebabkan kegagalan dan
mereka berupaya untuk meminimalisir kemungkinan gagal.
Gejala munculnya kecemasan dibedakan menjadi dua yaitu gejala fisik dan gejala
mental. Gejala fisik meliputi peningkatan detak jantung dan nafas, tekanan darah naik,
gatal-gatal, keringat bercucuran, tidur tidak nyenyak, nafsu makan hilang, kepala
pusing, otot tegang, mual dan sakit perut. Sedangkan gejala mental, meliputi takut,
tegang, bingung, gugup, sulit memusatkan perhatian, tidak berdaya, rendah diri tidak
tentram, mudah tersinggung dan ingin lari dari kenyataan hidup. Gejala-gejala
tersebut bisa muncul ringan atau sangat kuat dan berbeda pada masing-masing orang.
Menurut Spilberger yang dimaksud dengan test anxiety adalah kecemasan yang
timbul ketika individu menghadapi situasi yang mengandung penilaian. Namun dalam
menentukan definisi test anxiety ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan.
Pertama, definisi umum dari test anxiety adalah “perasaan yang tidak
menyenangkan atau emotional state yang memiliki dampak fisiologis dan tingkah
laku secara bersamaan dan dialami saat menghadapi ujian formal atau situasi- situasi
penilaian lain.” Kebanyakan teori kecemasan membedakan antara komponen kognitif
yang biasanya disebut worry component, dengan emosional atau affective, komponen
dari test anxiety. Komponen kognitif atau worry mengarah pada pikiran yang
membarengi kecemasan seperti kekuatiran tentang gagal tes, kemudian berpikir
tentang konsekuensinya jika gagal dalam tes seperti dimarahi orang tua, tidak lulus,
drop out dari sekolah, kekuatiran tentang tidak dapat menyelesaikan tes, kemudian
berpikir tentang salah satu soal yang tidak dapat dijawab, dan berpikir tentang
malunya karena mendapat nilai yang rendah. Hal tersebut adalah contoh dari pikiran-
pikiran yang dapat muncul ketika seseorang cemas menghadapi tes. Sedangkan
komponen emosional atau affective menggambarkan reaksi fisiologis dan emosional
yang timbul saat seseorang menghadapi tes. Perlu dicatat bahwa sebagian besar orang
merasakan kecemasan saat mereka ada dalam situasi harus menunjukkan kinerjanya.
Pada test Anxiety yang dialami oleh seseorang, kecemasannya menjadi tumpang tindih
dan bercampur dengan kemampuan mereka untuk menyelesaikan sebuah tugas yang
telah mereka kuasai pada situasi tanpa penilaian.
Hal kedua yang berhubungan dengan definisi test anxiety berkenaan dengan
stabilitas test anxiety. Sebagian besar model tes anxiety menunjukkan adanya trait
test anxiety dan a state test anxiety. Trait test anxiety mewakili ciri/sifat yang stabil
seperti perbedaaan individu; beberapa individu memiliki test anxiety lebih tinggi pada
beberapa situasi yang berbeda dibandingkan dengan mereka yang memiliki tes
anxiety yang lebih rendah. Di sisi lain state test anxiety merupakan situasi yang lebih
spesifik dan mungkin dialami oleh banyak atau sebagian besar orang pada situasi
tertentu yang penuh stress. Seperti saat mengikuti tes masuk Perguruan Tinggi atau
persyaratan tes lainnya yang merupakan sesuatu yang penting bagi seseorang.18

2. Strategi yang digunakan untuk mengahadapi kecemasan dalam tes (test anxiety)

Menurut Lina Revilla, M.Si., dalam jurnalnya (287-745-1-SM) yang berjudul


“KECEMASAN MENGHADAPI TES (TEST ANXIETY) DAN DAMPAKNYA
TERHADAP AKTIVITAS BELAJAR”,19 Kecemasan menghadapi tes menjadi
persoalan karena memiliki akibat luas, baik pada wilayah akademik maupun personal
siswa. Secara akademik, kecemasan ini berakibat pada kegagalan hingga penolakan
terhadap sekolah (school refusal). Sedangkan secara personal, kecemasan ini
menyebabkan rendahnya harga diri siswa, ketergantungan, serta perilaku pasif dalam
kehidupan sehari-hari. Ada beberapa pendekatan umum untuk mengurangi kecemasan
siswa dalam menghadapi tes yang dapat dilakukan baik oleh sekolah, orang tua dan
siswa itu sendiri.
18
Lina Revilla, M.Si., “KECEMASAN MENGHADAPI TES (TEST ANXIETY) DAN DAMPAKNYA
TERHADAP AKTIVITAS BELAJAR”, 287-745-1-SM, hlm. 3-6.
19
Lina Revilla, M.Si., “KECEMASAN MENGHADAPI TES (TEST ANXIETY) DAN DAMPAKNYA
TERHADAP AKTIVITAS BELAJAR”, 287-745-1-SM, hlm. 11-13.
1. Bagi sekolah

a. Perekayasaan iklim sekolah yang memungkinkan siswa memilki motivasi


berprestasi yang tinggi.

b. Perlu adanya komitmen yang kuat untuk menggunakan energi secara


bersama-sama ke arah optimalisasi perkembangan siswa diantara kepala
sekolah, guru bidang studi dan bimbingan konseling.

2. Bagi orang tua

a. Perhatian orang tua terhadap pendidikan anaknya, semestinya tidak hanya


sebatas pada penyediaan dana dan alat-alat sekolah saja. Namun
seharusnya orang tua juga memperhatikan aspek mental anaknya dengan
jalan tidak menuntut lebih banyak dan apa yang ada pada anaknya.
Harapan-harapan tentang anaknya harus realistik dan sesuai dengan
potensi anak.

b. Pentingnya keterlibatan orang tua dengan sekolah melalui berbagai forum


yang dimaksudkan untuk saling memberi masukan untuk peningkatan
pendidikan bagi anaknya.

3. Bagi siswa

a. Belajar materi yang akan diujikan, mengenai dengan baik model-model


soal, aturan-aturan dalam ujian, ketersediaan waktu yang ditetapkan.

b. Mengembangkan cara hidup yang sehat, dengan prioritas tercapainya


kondisi baik fisik maupun mental yang siap menghadapi tes atau ujian.

c. Memiliki manajemen waktu yang efektif.

d. Berpikir positif tentang ujian yang akan dihadapi.

e. Berbagi dengan orang lain (terutama teman-teman) jika mengalami


hambatan-hambatan, berkonsultasi pada guru atau BK, meminta dukungan
pada orang-orang terdekat, mohon doa restu orang tua dan jangan lupa
berdoa dan berserah diri kepada Allah.

Hill dan Wigfield menyimpulkan beberapa studi yang mencoba untuk


mengubah sekolah atau kelas dalam menggunakan tes. Studi-studi ini menyarankan
hal-hal yang sederhana seperti memperpanjang batas waktu pada saat tes dapat
membantu siswa yang cemas bekerja dengan lebih baik. Namun, di samping
mengubah iklim dan struktur kelas, terdapat banyak penelitian yang mencoba untuk
mengubah strategi coping siswa untuk mengatasi kecemasan. Beberapa studi tentang
intervensi menekankan pada emotionality component biasanya mencoba beberapa
jenis desensitization pada perasaan negatif seperti yang dilakukan dengan
desensitization of phobics dalam terapi behavioral. Beberapa studi juga menggunakan
teknik self-directed relaxation untuk membantu siswa mengatasi perasaan negatif dan
kecemasan.

Tryon menyarankan agar dilakukan penggabungan antara emotionality dan


worry component. Intervensi yang ditujukan pada worry component telah meliputi
pelatihan ketrampilan strategi dan belajar, self-regulation untuk mengendalikan
pikiran- pikiran yang mengganggu, dan pelatihan motivasi atau atribusi untuk
membantu siswa mengendalikan dan mengatur kecemasan mereka.

Sedangkan menurut Feby Meuthia Yusuf dalam jurnalnya (01 jurnal anxiety-
converted) yang berjudul “STRATEGI PENGENDALIAN KECEMASAN DALAM
PENGAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA BAHASA INGGRIS”,20 ia
mengungkapkan bahwa strategi khusus yang dapat membantu mengurangi kecemasan
adal’ah strategi relaksasi. Menurut Cornier (1995) “Relaxation training has been
used with clients who have sleep disturbance, headache, hypertension, test anxiety,
speech anxiety, asthma, excessive drinking, hyperactivity, and problem with anger
control”. Relaksasi telah digunakan untuk membantu konseli yang mengalami
gangguan tidur, sakit kepala, hipertensi, kegelisahan sebelum mengikuti tes,
kegelisahan saat berbicara didepan publik (berkomunikasi), asma, berlebihan dalam
minum, hiperaktif, dan masalah yang berkaitan dengan pengendalian kemarahan.

20
Feby Meuthia Yusuf, “STRATEGI PENGENDALIAN KECEMASAN DALAM PENGAJARAN KETERAMPILAN
BERBICARA BAHASA INGGRIS”, Jurnal Anxiety-converted no.1, hlm 9-10.
Menurut Nursalim (2005), relaksasi otot bertujuan untuk mengurangi
ketegangan dan kecemasan dengan cara melemaskan otot-otot badan. Dalam latihan
relaksasi otot, individu diminta untuk menegangkan otot dengan ketegangan tertentu
dan kemudian diminta mengendurkannya. Sebelum dikendurkan, penting dirasakan
ketegangan tersebut sehingga individu dapat membedakan antara otot yang tegang
dan yang lemas. Menurut Santoso (2001), “Latihan relaksasi pada dasarnya
merupakan pemberian kesempatan pada tubuh untuk melakukan ‘pekerjaan rumah’
sebelum pekerjaan itu diambil alih oleh pikiran rasional dan kognitif seseorang demi
sebuah ego yang tidak mampu dikendalikan.” Menurut berbagai pendapat diatas,
dapat disimpulkan bahwa relaksasi adalah salah satu strategi dalam konseling yang
merupakan suatu proses pembebasan mental dan fisik dari berbagai teknik sehingga
dihasilkan keadaan yang lebih tenang.
BAB 3

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan untuk menjawab rumusan masalah dapat


ditarik kesimpulan bahwa Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh seseorang
setelah ia melakukan perubahanbelajar, baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yatiu faktor internal dan eksternal.
Evaluasi adalah kegiatan atau proses untuk menilai sesuatu. Sedangkan evaluasi
belajar adalah kegiatan atau proses untuk menilai hasil pembelajaran.

Tujuan dari evaluasi belajar antara lain: Untuk mengetahui tingkat kemajuan
yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu kurun waktu proses belajar tertentu,untuk
mengetahui posisi atau kedudukan seorang siswa di dalam kelompok kelasnya,
apakah siswa tersebut termasuk kategori lambat, sedang, atau cepat, untuk
mengetahui tingkat usaha yang dilakukan seorang siswa dalam belajar. Apakah
menunjukan tingkat usaha yang efisien atau tidak, untuk mengetahui hingga sejauh
mana seorang siswa telah mendayagunakan kafasitas kognitifnya, untuk mengetahui
tingkat daya guna dan hasil guna metode mengajar yang telah digunakan oleh seorang
guru dalam proses belajar-mengajar. Manfaat evaluasi belajar di bagi menjadi dua
yaitu: manfaat evaluasi belajar bagi guru dan bagi siswa.

B. Saran
Daftar Pustaka
Effendi, R. (t.thn.). KONSEP REVISI TAKSONOMI BLOOM DAN IMPLEMENTASINYA PADA
PELAJARAN MATEMATIKA SMP. Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 2
Nomor 1, 73-74.

Hamzah, U. B. (2006). Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Sinar Grafika Offset.

Sudijono, A. (2011). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA.

Anda mungkin juga menyukai