Oleh:
Tanti 462013035
Salatiga
2015
BAB I
Pendahuluan
Cedera kepala merupakan gangguan traumatik dari fungsi otak yang sering di jumpai di
lapangan. Di dunia kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000
kasus. Bahkan di temukan bahwa 10% dari jumlah kasus yang ada mengalami kematian sebelum
dapat di tangani. Ditemukan fakta juga bahwa lebih dari 100.000 pasien yang mengalami cedera
kepala mengalami berbagai tingkat kecacatan (Depkes, 2012).
Pada kebanyakan kasus, kejadian seperti cedera kepala atau bahkan yang lebih beratnya
yaitu cedera otak lebih banyak di derita oleh pria dibandingkan oleh wanita. Perbandingan angka
kejadiannya 2:1. Resiko tinggi cedera kepala juga terdapat pada individu yang tinggal pada
lingkungan yang termasuk dalam golongan sosioekonomi rendah (Okie, 2005). Tingkat
mortalitas/kematian pada kasusu ini dipengaruhi oleh tingkat keparahan trauma, respon pasca
trauma, dan treatment yang didapat.
Menurut Narayan (1991) dalam Saanin (2007), diperkirakan lebih dari separuh kematian
karena cedera, cedera kepala berperan nyata atas autcome. Pada pasien dengan cedera berganda,
kepala adalah yang paling sering mengalami cedera, dan pada kecelakaan lalu lintas yang fatal,
otopsi memperlihatkan bahwa cedera otak ditemukan pada 75% penderita untuk setiap kematian
terhadap dua kasus dengan cacat tetap biasanya sekunder terhadap cedera kepala.
BAB II
Tinjauan Teori
A. Pengertian
Trauma/cedera kepala digambarkan sebagai trauma/cedera yang mengenai otak
yang dapat mengakibatkan perubahan pada fisik, intelektual, emosional, sosial atau
vokasional (Fritzell et al, 2001). Pada cedera kepala tidak menutup kemungkinan akan
mengenai otak sehingga menyebabkan terjadinya pergeseran otak atau cedera pada
bagian otak. Cedera otak merupakan kerusakan akibat perdarahan atau pembengkakakn
otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intra cranial
(Smeltzer, 2000).
Cedera otak di bagi menjadi 3 klasifikasi berdasarkan nilai kesadarannya yaitu:
cedera otak ringan (GCS 13 – 15), cedera otak sedang (GCS 9 – 12), dan cedera otak
berat (GCS 3 – 8). Pada cedera otak sedang terjadi penurunan kesadaran dalam 1 – 24
jam, amnesia post trauma selama 1 – 7 hari.
B. Fisiologi
Otak merupakan bagian yang sangat lunak dari bagian tubuh manusia. Otak
memiliki pelindung yang berjumlah 3 lapisan selaput meninges. Tiga lapisan yang
melindungi otak antara lain: duramater, arachnoidea mater, dan piameter. Otak (serebral)
memiliki lima bagian utama, yaitu : otak besar (serebrum), otak tengah (mensefalon),
otak kecil (serebelum), sumsum sambung (medula oblongata), dan jembatan varol.
1. Otak besar (serebrum)
Otak besar memiliki fungsi dalam pengaturan semua aktivitas mental,
yaitu yang berkaitan dengan kepandaian (intelegensi), ingatan (memori),
kesadaran, dan pertimbangan.
2. Otak tengah (mesenfalon)
Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol.di depan otak
tengah terdapat thalamus dan kelenjar hipofisis yang mengatur kerja kelenjar-
kelenjar endokrin. Bagian atas (dorsal) otak tengah merupakan lobus optikus
yang mengatur refleks mata seperti penyempitan pupil mata, dan juga
merupakan pusat pendengaran.
3. Otak kecil (serebelum)
Serebelum mempunyai fungsi utama dalam koordinasi gerakan otot yang
terjadi secara sadar, keseimbangan, dan posisi tubuh. Bila ada rangsangan
yang merugikan atau berbahaya maka gerakan sadar yang normal tidak
mungkin dilaksanakan.
4. Sumsum sambung (medulla oblongata)
Sumsum tulang belakang berfungsi menghantarkan impuls yang datang
dari medulla spinalis menuju ke otak.
5. Jembatan varol.
Jembatan varol berisi serabut saraf yang menghubungkan otak kecil
bagian kiri dan kanan, juga menghubungkan otak besar dan sumsum tulang
belakang.
C. Etiologi
Ada beberapa faktor pemicu terjadinya cedera kepala sehingga cedera kepala
dikelompokan menjadi beberapa mekanisme antara lain:
- Cedera akselerasi terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak
bergerak (mis., alat pemukul menghantam kepala)
- Cedera deselerasi terjadi jika kepalayang bergerak membentur objek diam (mis.,
tabrakan mobil ketika kepala membentur kaca depan mobil)
- Cedera akselerasi-deselerasi sering terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan
bermotor dan kekerasan fisik
- Cedera Coup-countre coup terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan otak
bergerak dalam ruang cranial dan dengan kuat mengenai area tulang tengkorak.
D. Manifestasi Klinis
Pada pemeriksaan klinis biasa yang dipakai untuk menentukan cedera kepala ada
beberapa tanda dan gejala, diantaranya:
- Penurunan kesadaran
- Kebingungan
- Irritable
- Pucat
- Mual dan muntah
- Pusing kepala, vertigo
- Terdapat hematoma
- Kecemasan
- Sukar untuk dibangunkan
- Adanya cairan serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea), telinga
(otorrhea) bila fraktur temporal.
- Penurunan reflek pupil, reflek kornea
- Keabnormalan pada sistem pernafasan
- Edema
- Perubahan TTV (peningkatan frekuensi nafas, peningkatan tekanan darah,
bradikardi, takikardi, hipotermi, atau hipertermi)
- Amnesia
- Kejang
E. Pathway
F. Pemeriksaan Penunjang
CT Scan : untuk melihat adanya dan letak perdarahan, massa, lesi pada
saraf, perubahan kepadatan jaringan, kejadian iskemik, atau fraktur.
Lumbal pungsi: untuk mengetahui adanya perdarahan atau peningkatan TIK
melalui analsisa CSF.
EEG : menganalisis gelombang otak. Pada kasus contusion akan
ditemukan gelombang teta dan delta dengan amplitude yang tinggi
X-Ray : untuk mengetahui aliran darah otak atau adanya fraktur pada
tulang tengkorak.
MRI : untuk mengetahui adanya massa diotak atau perubahan struktur
dalam otak.
AGD (Analisa Gas Darah)
Komponen Gas Hasil Arteri Normal Vena Normal
darah
pH 7,20 7,35-7,45 7,31-7,41
PO2 60 mm Hg 80-100 mm Hg 35-40 mm Hg
PCO2 48 mm Hg 35-45 mm Hg 41-51 mm Hg
HCO3 28 mEqL 22-26 mEq/L atau 22-26 mEq/L
mmol/L atau mmol/L
Base Excess (BE) -2 mEq/L -2 sampe +2 mEq/L -2 sampe +2
atau mmol/L mEq/L atau
mmol/L
Saturnasi O2 85% 95-100% 68-77%
Normal A. Hasil dua sisi otak menunjukkan pola serupa dari aktivitas elektrik
B. Tidak ada gambaran gelombang abnormal dari aktivitas elektrik dan
tidak ada gelombang yang lambat
C. Jika pasien dirangsang dengan cahaya (photic) selama test maka hasil
gelombang tetap normal.
A. Abnormal A. Hasil dua sisi otak menunjukkan pola tidak serupa dari aktivitas
elektrik
B. Berbagai keadaan dapat mempengaruhi gambaran EEG. EEG yang
abnormal dapat disebabkan kelainan di dalam otak yang tidak hanya
terbatas pada satu area khusus di otak, misalnya intoksikasi obat, infeksi
otak (ensefalitis), atau penyakit metabolisme (Diabetik ketoasidosis)
C. EEG menunjukkan gElombang delta atau gelombang teta pada orang
dewasa yang terjaga. Hasil ini menandai adanya injuri otak
D. EEG tidak menunjukkan aktivitas elektrik di dalam otak ( a “ flat/”
atau “ garis lurus” ). Menandai fungsi otak telah berhenti, yang mana
pada umumnya disebabkan oleh tidak adanya (penurunan) aliran darah
atau oksigen di dalam otak. Dalam beberapa hal, pemberian obat
penenang dapat menyebabkan gambaran EEG flat. Hal ini juga dapat
dilihat di status epilepsi setelah pengobatan diberikan.
Pemeriksaan lab
Pemeriksaan Urine
Kuning muda-
Warna Kuning
kuning
PH 6 4,0-7,8
Protein +1 Negatif
Sedimen - Negatif
Sell epitel + +1
G. Penatalaksanaan Medis
- Airway
Jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang dengan posisi
kepala ekstensi, kalau perlu dipasang pipa orofaring atau pipa endotrakheal,
bersihkan sisa muntahan, darah, lender atau gigi palsu.
- Breathing
Tindakan dengan pemberian oksigen kemudian cari dan atasi faktor
penyebab dan kalau perlu memakai ventilator.
- Circulation
Hentikan sumber perdarahan jika terjadi perdarahan, perbaikan fungsi
jantung dan mengganti darah yang hilang dengan plasma, hydroxyethyl starch
atau darah.
- Pemeriksaan radiologi
- Hiperventilasi, jika tidak berhasil lakukan drainase
- Observasi 24 jam
- Jika pasien masih muntah dipuasakan terlebih dahulu
- Berikan terapi intravena bila ada indikasi
- Klien diistirahatkan atau tirah baring
- Profilaksis diberikan jika ada indikasi.
- Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
- Pemberian obat-obat analgetik
- Pembedahan bila ada indikasi.
BAB III
Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian
A. Biodata
a. Identitas Pasien
1. Nama klien : Tn. N
2. Usia/tanggal lahir : 34 tahun / 24 Maret 1981
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Agama/ keyakinan : Islam
5. Suku/ bangsa : Jawa/Indonesia
6. Status pernikahan : Menikah
7. Pekerjaan : Wiraswasta
8. Alamat : Jl. Kartini No. 11 A
9. No. MR : 14014243
10. Tanggal masuk Rumah Sakit : 23 September 2015
11. Tanggal pengkajian : 23 September 2015
b. Penanggung Jawab
1. Nama : Ny.A
2. Jenis kelamin : Perempuan
3. Hubungan dengan klien : Istri
B. Survey Primer
1. Airway : Suara nafas klien stridor, klien tampak gelisah karena susah nafas.
2. Breathing : Frekuensi nafas klien terlihat cepat dan tidak ada suara tambahan.
3. Circulation : Klien mengalami hipertensi, takikardi, pucat, kapilari refill > 2detik.
4. Disability : Klien mengalami penurunan kesadaran.
C. Survey Sekunder
1. Exposure : Adanya jejas pada bagian temporalis.
2. Fluid, Fahrenheit
Sebelum masuk Rumah Sakit (RS) istri klien mengatakan klien biasa
makan 3x sehari, minum 6-8 gelas sehari. Sejak masuk rumah sakit klien tidak
bisa makan dan minum karena mual dan muntah. Klien sudah muntah 4x berisi
sisa makanan, darah (-). Siang ini klien sempat makan bubur 3 sendok tetapi
berhenti karena mual dan muntah. Minum dari tadi pagi ± 100cc air putih. Suhu :
37,5oC.
Gangguan metabolisme
Edema otak
Kolaborasi
1.Berikan cairan IV melalui 1.Cairan dapat
alat kontrol dihubungkan untuk
mencegah dehidrasi
meskipun pembatasan
cairan mungkin
diperlukan bila pasien
GGK
John Gibson.2002.Fisiologi & Anatomi Modern untuk Perawat Edisi 2. Jakarta: EGC
Lewis, Heitkemper & Dirkssen (2000). Medical –Surgical Mursing ; Assessment and
management of clinical problems. St.louis : Mosby. P : 1720 – 171624 – 1630