Anda di halaman 1dari 6

Analisis Perjanjian BPJS dengan Fasilitas Kesehatan Ditinjau Dari Segi Perdata

Apakah Terjadi Keseimbangan Antara Hak dan Kewajiban

OLEH:

dr. Samuel Willyarto

NIM : 20030006

SEKOLAH TINGGI HUKUM MILITER

PASCASARJANA

BANDUNG, SEPTEMBER 2021


Keadaan jasa pelayanan kesehatan saat ini semakin meluas dan penuh

dinamika permasalahan. Permasalahan Kesehatan di Indonesia saat ini pun juga penuh

permasalahan baik dari segi pelayanan, Sumber Daya Manusia pemberi pelayanan,

manajemen pelayanan. Pelayanan kesehatan di masa mendatang memperoleh

tantangan yang berat, termasuk juga di negara Indonesia.

Perwujudan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh Pemerintah

yaitu perintah dari Undang-Undang No. 40 tahun 2004 mengenai Sistem Jaminan

Sosial Nasional, kemudian pada tahun 2011 terbitlah Undang-undang No. 24 tentang

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) selanjutnya yang disebut BPJS adalah

badan penyelenggara program JKN yang mengawalinya dari bulan Januari tahun

2014. Berdasarkan Permenkes RI No. 28 tahun 2014, manfaat yang diperoleh dari

BPJS yaitu layanan yang bersifat komprehensif meliputi promotif, preventif, kuratif

dan rehabilitatif. Setiap rakyat Indonesia berhak memperoleh pelayanan kesehatan,

sehingga Pemerintah mentargetkan Universal Health Coverage (UHC) akan terlaksana

pada tahun 2019 (Ratnawati, 2016).

Menurut Pasal 36 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang

Jaminan Kesehatan, yang selanjutnya menyebutkan bahwa “Penyelenggaraan

pelayanan kesehatan meliputi seluruh fasilitas kesehatan yang mewujudkan

kerjasama dengan pihak BPJS Kesehatan”. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan

meliputi seluruh fasilitas kesehatan yang mewujudkan kerjasama dengan BPJS

Kesehatan baik fasilitas milik Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan swasta yang

memenuhi ketentuan.

Pelaksanaan diadakannya klinik di Indonesia sudah diatur dalam Peraturan

Menteri Kesehatan (PMK_ No. 28 than 2011 tentang Klinik. Yang dimaksud dengan

Klinik merupakan pelayanan medis atau spesialistik yang diselenggarakan pelayanan


kesehatan yang bersifat perorangan dan dipimpin oleh satu orang tenaga medis. Maka

dari itu, sebuah klinik wajib menentukan pelayanan yang akan disediakan , karena

dapat memperngaruhi strata sebuah klinik yang diselenggarakan (Yustiawan, 2013).

Belakangan ini ramai diberitakan mengenai kebijakan BPJS Kesehatan yang memutus

kontrak kerjasama sejumlah faskes. BPJS Kesehatan mencatat per 1 Januari 2019

sebanyak 19 Rumah Sakit dan 3 klinik tidak diperpanjang kontraknya. Salah satu

alasan pemutusan kerjasama itu karena faskes belum memenuhi persyaratan seperti

akreditasi. Tapi pemutusan kontrak kerjasama itu bakal tertunda karena Menteri

Kesehatan, Nila F Moeloek, telah menerbitkan 2 surat rekomendasi yang intinya

memperpanjang kontrak kerjasama. Berdasarkan uraian di atas,membuat Penulis

tertarik melakukan penelitian terkait dengan prosedur pembayaran, pelaksanaan

hubungan kerja dan upaya jika mengalami kendala.

Pasal 23 ayat (1) UU SJSN menentukan bahwa manfaat jaminan kesehatan

diberikan pada fasilitas kesehatan milik Pemerintah atau swasta yang menjalin

kerjasama dengan BPJS. Hanya dalam keadaan darurat, pelayanan kesehatan dimaksud

dapat diberikan pada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerjasama dengan BPJS.

Yang dimaksud dengan fasilitas kesehatan meliputi rumah sakit, dokter praktek, klinik,

laboratorium, apotek dan fasilitas kesehatan lainnya. Jalinan kerjasama antara BPJS

Kesehatan dengan fasilitas kesehatan dilakukan berbasis kontrak, yaitu perjanjian

tertulis antara BPJS Kesehatan dengan fasilitas kesehatan yang bersangkutan. Kontrak

antara BPJS Kesehatan dengan fasilitas kesehatan akan semakin meningkat

menyongsong mulai beroperasinya BPJS Kesehatan pada 1 Januari 2014 dan

pencapaian target Universal Coverage Jaminan Kesehatan Tahun 2014. Kontrak

tersebut harus dipersiapkan dengan baik, agar saling menguntungkan para pihak. Sesuai

dengan asas hukum, perjanjian kontrak yang sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi
para pihak yang membuatnya atau dikenal dengan asas pacta sunt servanda. Salah satu

kewenangan BPJS menurut Pasal 11 huruf e UU BPJS adalah membuat atau

menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan. Wewenang tersebut menurut

Pasal 24 ayat (3) UU BPJS dilaksanakan oleh Direksi. Direksi BPJS hendaknya sejak

dini telah mempersiapkan diri untuk melakukan perundingan dengan fasilitas kesehatan

dalam rangka penyusunan kontrak dalam rangka pemberian manfaat program jaminan

kesehatan.

FUNGSI & BENTUK KONTRAK

Fungsi kontrak ada 3 yaitu:

1. sebagai alat bukti; Kontrak dikategorikan sebagai alat bukti surat ialah segala sesuatu

yang memuat tanda-tanda bacaan yang bisa dimengerti dan mengandung suatu pikiran

tertentu.

2. Untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam peraturan perundang-

undangan; dan/atau dalam hal ini kontrak antara BPJS dengan fasilitas kesehatan untuk

memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Pasal 23 ayat (1) UU SJSN.

3. Untuk menjamin kepastian hukum. Kontrak menjamin kepastian hukum tentang isi

perjanjian yang mengikat para pihak. Karena paling tidak memuat para pihak, kapan

dan dimana dibuat, kapan mulai berlaku dan kapan berakhir, hak dan kewajiban para

pihak dan cara penyelesaian sengketa yang dipilih para pihak.

Menurut bentuknya, perjanjian dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu perjanjian lisan

dan perjanjian tertulis yang lazim disebut kontrak. Dalam hukum perjanjian dikenal dua

macam kontrak, yaitu kontrak di bawah tangan yang dibuat dan ditandatangani oleh

para pihak, serta kontrak tertulis dalam bentuk akta otentik yang dibuat oleh/atau

dihadapan notaris (pejabat pembuat akta). Masing-masing jenis kontrak tersebut


mempunyai kekuatan hukum yang berbeda. Kontrak dibawah tangan mempunyai

kekuatan hukum yang sempurna seperti akta otentik, jika tanda tangan yang tertera

dalam akta dibawah tangan itu diakui atau dianggap diakui oleh penanda tangan.

Sedangkan kontrak yang dibuat oleh atau dihadapan notaris mempunyai kekuatan

pembuktian yang mengikat dan sempurna. Artinya apa yang dimuat dalam kontrak

notariil tersebut harus dipercaya kebenarannya, sampai dapat dibuktikan sebaliknya.

Dengan kata lain konrak notariil sudah cukup membuktikan tentang peristiwa atau

perbuatan hukum yang dimuat di dalamnya, tanpa perlu penambahan alat bukti lainnya.

Dalam kontrak paling tidak harus dirumuskan secara jelas pokok transaksi. Dalam hal

ini pelayanan apa yang diberikan oleh fasilitas kesehatan untuk peserta program

jaminan kesehatan, hak dan kewajiban masing-masing pihak, tata cara untuk

pelaksanaan hak dan kewajiban, masa berlakunya kontrak dan perpanjangannya,

wanprestasi dan klausul lain yang umum terdapat dalam suatu kontrak.

Analisis perjanjian BPJS dengan fasilitas kesehatan ditinjau dr segi perdata

apakah terjadi keseimbangan antara hak dan kewajiban

Jika dilihat dari segi hukum terkadang perjanjian Kerjasama antara faskes dan

pihak penjamin Kesehatan sering kali sepihak dalam hal ini seperti :

1. Pemutusan kontrak kerja sama masih secara sepihak

2. Pembayaran klaim terutama penentuan diagnosa dengan Tindakan yang perlu

dilakukan tidak sesuai dan tim audit terkadang bukan dari ahli yang mengerti.

3. Pembayaran pada setiap klaimnya dibayarkan tidak sesuai dengan angka yang

diajukan biasanya hanya sekitar 80-90% dari total klaim.

4. Penuntutan fasilitas yang berlebih namun tidak disesuaikan dengan apa yang

diberikan kepada fasilitas Kesehatan oleh BPJS


Sehingga dari segi perdata ini sering kali tidak terjadi keseimbangan antara hak yang

didapat dan pemenuhan kewajiban yang dimana dari pihak pemerintah sering sekali

merugikan pihak penyelengara layanan Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai