Anda di halaman 1dari 6

SEJARAH BERDIRINYA DAULAH TURKI UTSMANI

Kesultanan Utsmaniyah, nama resmi Daulat/Negara Agung Utsmaniyah (Turki


Utsmaniyah: ‫دولت عليه عثمانیه‬ Devlet-i ʿAliyye-yi ʿOsmâniyye; sering disebut dalam bahasa Turki
modern sebagai Osmanlı İmparatorluğu (Kekaisaran Utsmaniyah) atau Osmanlı Devleti (Negara
Utsmaniyah); kadang disebut Kesultanan Turki atau Turki saja; (sering pula disebut Kekaisaran
Ottoman yang diambil dari ejaan Barat) adalah kekaisaran lintas benua yang didirikan oleh suku-
suku Turki di bawah pimpinan Osman Bey di barat laut Anatolia pada tahun 1299. Setelah 1354,
Utsmaniyah melintasi Eropa dan memulai penaklukkan Balkan, mengubah negara Utsmaniyah
yang hanya berupa kadipaten kecil menjadi negara lintas benua. Utsmani mengakhiri
riwayat Kekaisaran Romawi Timur seiring penaklukan Konstantinopel oleh Mehmed II tahun
1453.

Peta bersejarah yang memperlihatkan eyalet (wilayah administratif) Kesultanan Utsmaniyah di


Eropa dan Asia tahun 1890.

Sepanjang abad ke-16 dan 17, tepatnya pada puncak kekuasaannya di bawah
pemerintahan Suleiman Al-Qanuni, Kesultanan Utsmaniyah adalah salah satu negara terkuat di
dunia, imperium multinasional dan multibahasa yang mengendalikan sebagian besar Eropa
Tenggara, Asia Barat/Kaukasus, Afrika Utara, dan Tanduk Afrika.

Pada awal abad ke-17, kesultanan ini terdiri dari 32 provinsi dan sejumlah negara vasal,
beberapa di antaranya dianeksasi ke dalam teritori kesultanan, sedangkan sisanya diberikan
beragam tingkat otonomi dalam kurun beberapa abad dengan Konstantinopel sebagai ibu
kotanya dan kekuasaannya atas wilayah yang luas di sekitar cekungan Mediterania, Kesultanan
Utsmaniyah menjadi pusat interaksi antara dunia Timur dan Barat selama lebih dari enam abad.
Kesultanan ini bubar pasca Perang Dunia I, tepatnya pada 1 November 1922. Pembubarannya
berujung pada kemunculan rezim politik baru di Turki, serta pembentukan Balkan dan Timur
Tengah yang baru.

Setelah penaklukkan Mesir oleh Utsmaniyah pada 1517, Khalifah Al-Mutawakkil III
menyerahkan kedudukan khalifah kepada Sultan Selim I. Hal ini menjadikan penguasa
Utsmaniyah tidak hanya berperan sebagai sultan (kepala negara Utsmaniyah), tetapi juga sebagai
pemimpin dunia Islam secara simbolis. Setelah Kesultanan Utsmaniyah dibubarkan, Wangsa
Utsmaniyah sempat mempertahankan status mereka sebagai khalifah selama beberapa saat
sampai kekhalifahan juga dibubarkan pada 3 Maret 1924.

Dalam bahasa Turki Utsmaniyah, kesultanan ini disebut Devlet-iʿAliyye-yi ʿOsmâniyye (


ِ َ‫)دَوْ ل‬,[6]yangs ecara harfiah berarti Daulat/Negara Agung Utsmaniyah, atau juga
‫ ٔه عُث َمانِیّه‬OOّ‫ت َعلِي‬
disebut Osmanlı Devleti (‫تى‬OO‫انلى دول‬OO‫ )عثم‬yang berarti Daulat/Negara Utmaniyah. Dalam bahasa
Turki Modern, kesultanan ini dikenal dengan sebutan Osmanlı Devleti atau Osmanlı
İmparatorluğu atau Kekaisaran Utsmaniyah. Di Indonesia, negara ini juga kerap disebut
Ottoman yang diambil dari ejaan Barat. Di sejumlah tulisan Barat, nama "Ottoman" dan
"Turkey" dipakai bergantian. Dikotomi ini secara resmi berakhir pada tahun 1920–23 ketika
rezim Turki yang beribu kota di Ankara memilih Turki sebagai satu-satunya nama resminya.
Nama tersebut sudah digunakan penduduk Eropa sejak zaman Seljuk. Para sejarawan sendiri
menghindari untuk menggunakan istilah "Turki" atau "bangsa Turki" untuk merujuk Kesultanan
Utsmaniyah karena sifat negara ini yang multi-etnis yang terdiri dari beragam suku bangsa.

A. SEJARAH

Pasca pembubaran Kesultanan Rum yang dipimpin dinasti Seljuq Turki,


pendahulu Utsmaniyah, pada tahun 1300-an, Anatolia terpecah menjadi beberapa negara
merdeka (kebanyakan Turki) yang disebut emirat Ghazi. Salah satu emirat Ghazi dipimpin
oleh Osman I (1258 – 1326) dan namanya menjadi asal usul nama Utsmaniyah. Osman I
memperluas batas permukiman Turki sampai pinggiran Kekaisaran Bizantium. Tidak jelas
bagaimana Osman I berhasil menguasai wilayah tetangganya karena belum banyak diketahui
soal sejarah Anatolia abad pertengahan. Pada abad setelah kematian Osman I, kekuasaan
Utsmaniyah mulai meluas sampai Mediterania Timur dan Balkan. Putra Osman, Orhan,
menaklukkan kota Bursa pada tahun 1324 dan menjadikannya ibu kota negara Utsmaniyah.
Kejatuhan Bursa menandakan berakhirnya kendali Bizantium atas Anatolia Barat Laut.
Kota Thessaloniki direbut dari Republik Venesia pada tahun 1387. Kemenangan Utsmaniyah
di Kosovo tahun 1389 secara efektif mengawali kejatuhan pemerintahan Serbia di wilayah itu
dan membuka jalan untuk perluasan wilayah Utsmaniyah di Eropa. Pertempuran Nicopolis tahun
1396 yang dianggap luas sebagai perang salib besar terakhir pada Abad Pertengahan gagal
menghambat laju bangsa Turki Utsmaniyah.

Seiring meluasnya kekuasaan Turki di Balkan, penaklukan strategis


Konstantinopel menjadi tugas penting. Kesultanan ini mengendalikan nyaris seluruh bekas tanah
Bizantium di sekitar kota, namun warga Yunani Bizantium sempat luput ketika penguasa Turk-
Mongolia, Tamerlane, menyerbu Anatolia dalam Pertempuran Ankara tahun 1402. Ia menangkap
Sultan Bayezid I. Penangkapan Bayezid I menciptakan kekacauan di kalangan penduduk Turki.
Negara pun mengalami perang saudara yang berlangsung sejak 1402 sampai 1413 karena para
putra Bayezid memperebutkan takhta. Perang berakhir ketika Mehmet I naik sebagai sultan dan
mengembalikan kekuasaan Utsmaniyah. Kenaikannya juga mengakhiri Interregnum yang
disebut Fetret Devri dalam bahasa Turki Utsmaniyah.

Sebagian teritori Utsmaniyah di Balkan (seperti Thessaloniki, Makedonia, dan Kosovo)


sempat terlepas setelah 1402, tetapi berhasil direbut kembali oleh Murad II antara 1430-an dan
1450-an. Pada tanggal 10 November 1444, Murad II mengalahkan pasukan Hongaria, Polandia,
dan Wallachia yang dipimpin Władysław III dari Polandia (sekaligus Raja Hongaria) dan János
Hunyadi di Pertempuran Varna, pertempuran terakhir dalam Perang Salib Varna. Empat tahun
kemudian, János Hunyadi mempersiapkan pasukannya (terdiri dari pasukan Hongaria dan
Wallachia) untuk menyerang Turki, namun dikalahkan oleh Murad II dalam Pertempuran
Kosovo Kedua tahun 1448.
B. PERKEMBANGAN (1453–1683)

Perluasan dan puncak (1453–1566)

Angkatan Darat Utsmaniyah di Konstantinopel tahun 1453, Biara Moldovița

Putra Murad II, Mehmed II, menata ulang negara dan militernya, lalu
menaklukkan Konstantinopel pada tanggal 29 Mei 1453. Mehmed mengizinkan Gereja
Ortodoks mempertahankan otonomi dan tanahnya dengan imbalan mengakui pemerintahan
Utsmaniyah. Karena hubungan yang buruk antara negara-negara Eropa Barat dan Kekaisaran
Romawi Timur, banyak penduduk Ortodoks yang mengakui kekuasaan Utsmaniyah alih-alih
Venesia.

Pada abad ke-15 dan 16, Kesultanan Utsmaniyah memasuki periode ekspansi. Kesultanan
ini berhasil makmur di bawah kepemimpinan sejumlah Sultan yang tegas dan efektif.
Ekonominya juga maju karena pemerintah mengendalikan rute-rute perdagangan darat utama
antara Eropa dan Asia.

Sultan Selim I (1512–1520) memperluas batas timur dan selatan Kesultanan Utsmaniyah


secara dramatis dengan mengalahkan Shah Ismail dari Persia Safawiyah dalam Pertempuran
Chaldiran. Selim I mendirikan pemerintahan Utsmaniyah di Mesir dan mengerahkan angkatan
lautnya ke Laut Merah. Setelah ekspansi tersebut, persaingan pun pecah antara Kekaisaran
Portugal dan Kesultanan Utsmaniyah yang sama-sama berusaha menjadi kekuatan besar di
kawasan itu.
Pertempuran Mohács, 1526

Suleiman Agung (1520–1566) mencaplok Beograd tahun 1521, menguasai wilayah


selatan dan tengah Kerajaan Hongaria sebagai bagian dari Peperangan Utsmaniyah–Hongaria.
Setelah memenangkan Pertempuran Mohács tahun 1526, ia mendirikan pemerintahan Turki di
wilayah yang sekarang disebut Hongaria (kecuali bagian baratnya) dan teritori Eropa Tengah
lainnya. Ia kemudian mengepung Wina tahun 1529, tetapi gagal. Tahun 1532, ia
melancarkan serangan lain ke Wina, namun dikalahkan pada Pengepungan Güns.
Transylvania, Wallachia, dan Moldavia (sementara) menjadi kepangeranan bawahan Kesultanan
Utsmaniyah. Di sebelah timur, bangsa Turk Utsmaniyah merebut Baghdad dari Persia pada tahun
1535, menguasai Mesopotamia, dan mendapatkan akses laut ke Teluk Persia.

Prancis dan Kesultanan Utsmaniyah bersatu karena sama-sama menentang


pemerintahan Habsburg dan menjadi sekutu yang kuat. Penaklukan Nice (1543) dan Korsika
(1553) oleh Prancis adalah hasil kerja sama antara pasukan raja Francis I dari Prancis dan
Suleiman I yang Agung. Pasukan tersebut dipimpin oleh laksamana Utsmaniyah Khairuddin
Barbarossa dan Turgut Reis. Satu bulan sebelum pengepungan Nice, Prancis membantu
Utsmaniyah dengan mengirimkan satu unit artileri pada penaklukan Esztergom tahun 1543.
Setelah bangsa Turk membuat serangkaian kemajuan tahun 1543, penguasa Habsburg Ferdinand
I secara resmi mengakui pemerintahan Utsmaniyah di Hongaria pada tahun 1547.

Pada tahun 1559, setelah perang Ajuuraan-Portugal pertama, Kesultanan Utsmaniyah


menganeksasi Kesultanan Adal yang lemah ke dalam wilayahnya. Ekspansi ini mengawali
pemerintahan Utsmaniyah di Somalia dan Tanduk Afrika. Aneksasi tersebut juga meningkatkan
pengaruh Utsmaniyah di Samudra Hindia untuk bersaing dengan Portugal.

Pada akhir masa kekuasaan Suleiman, jumlah penduduk Kesultanan Utsmaniyah


mencapai 15.000.000 orang dan tersebar di tiga benua.  Selain itu, kesultanan ini menjadi
kekuatan laut besar yang mengendalikan sebagian besar Laut Mediterania. Saat itu, Kesultanan
Utsmaniyah adalah bagian utama dari lingkup politik Eropa. Kesuksesan politik dan militernya
sering disamakan dengan Kekaisaran Romawi, salah satunya oleh cendekiawan Italia Francesco
Sansovino dan filsuf politik Prancis Jean Bodin.

Anda mungkin juga menyukai