Kelompok 5 - 2D - Asuhan Keperawatan Hipertermia
Kelompok 5 - 2D - Asuhan Keperawatan Hipertermia
MAKALAH
Untuk mengetahui tugas matakuliah Keperawatan Medikal Bedah II
Yang dibina oleh Bapak Dr. Arif Bachtiar, M.Kep ,
Disusun Oleh :
Kelompok 5D
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Askep gangguan kebutuhan keseimbangan tubuh akibat patologis sistem tubuh”
dengan baik.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua khususnya pembaca sebagai tambahan pengetahuan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
BAB I............................................................................................................................3
PENDAHULUAN.........................................................................................................3
1.1 Latar belakang.................................................................................................3
1.2 Rumusan masalah............................................................................................4
1.3 Tujuan...............................................................................................................4
1.4 Manfaat.............................................................................................................5
BAB II...........................................................................................................................6
KONSEP HIPERTERMIA..........................................................................................6
2.1 Pengertian Hipertermia...................................................................................6
2.2 Prevalensi Hipertermia....................................................................................6
2.3 Etiologi Hipertermia........................................................................................8
2.4 Manifestasi Klinis Hipertermia.......................................................................8
2.5 Patofisiologi Hipertermia.................................................................................8
2.6 Penatalaksanaan Hipertermia.........................................................................9
BAB III.......................................................................................................................11
ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTERMIA DENGAN INFEKSI.......................11
3.1 Pengkajian......................................................................................................11
3.2 Diagnosa Keperawatan..................................................................................14
3.3 Intervensi Keperawatan.................................................................................14
3.4 Implemestasi dan Evaluasi Keperawatan.....................................................16
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................18
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan
ketidakmampuan tubuh untuk menghilangkan panas ataupun mengurangi
produksi panas. Hipertermi terjadi karena adanya ketidakmampuan
mekanisme kehilangan panas untuk mengimbangi produksi panas yang
berlebihan sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh.Hipertermi tidak
berbahaya jika dibawah 39oC.Selain adanya tanda klinis, penentuan
hipertermi juga didasarkan pada pembacaan suhu pada waktu yang berbeda
dalam satu hari dan dibandingkan dengan nilai normal individu tersebut.
Hipertermia yang berhubungan dengan infeksi yang dapat berupa infeksi
lokal atau sistemik harus ditangani dengan benar karena terdapat beberapa
dampak negatif yang ditimbulkan. Hipertermi disebabkan karena berbagai
faktor. Jika tidak di manajemen dengan baik, hipertermi dapat menjadi
hipertermi berkepanjangan. Hipertermi berkepanjangan merupakan suatu
kondisi suhu tubuh lebih dari 38℃ yang menetap selama lebih dari delapan
hari dengan penyebab yang sudah atau belum diketahui. Tiga penyebab
terbanyak demam pada anak yaitu penyakit infeksi (60%-70%), penyakit
kolagen-vaskular, dan keganasan.Walaupun infeksi virus sangat jarang
menjadi penyebab demam berkepanjangan, tetapi 20% penyebab adalah
infeksi virus.
Dampak yang ditimbulkan hipertermia dapat berupa penguapan cairan
tubuh yang berlebihan sehingga terjadi kekurangan cairan dan
kejang.Hipertermi berat (suhu lebih dari 41℃) dapat juga menyebabkan
hipotensi,kegagalan organ multipel, koagulopati, dan kerusakan otak yang
irreversibel. Hipertermia menyebabkan peningkatan metabolisme selular dan
konsumsi oksigen. Detak jantung dan pernapasan meningkat untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi tubuh. Metabolisme ini menggunakan energi yang
menghasilkan panas tambahan. Jika klien tersebut menderita masalah jantung
atau pernapasan, maka demam menjadi berat. Demam dalam jangka panjang
akan menghabiskan simpanan energi klien dan membuatnya lemah.
Metabolisme yang meningkat membutuhkan oksigen tambahan.Jika tubuh
3
tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen tambahan, maka terjadi hipoksia
selular.Hipoksia miokardial menimbulkan angina (nyeri dada) dan 4 hipoksia
serebral menimbulkan cemas. Dengan demikian, hipertermi harus diatasi
dengan teknik yang tepat.
Menurut (Potter & Perry, 2005), selama hidup yang dialami manusia,
kebutuhan dasar manusia seorang individu mungkin tidak terpenuhi, terpenuhi
sebagian, atau terpenuhi seluruhnya. Seseorang yang seluruh kebutuhannya
terpenuhi merupakan orang yang sehat, dan seseorang dengan satu atau lebih
kebutuhan yang tidak terpenuhi merupakan orang yang berisiko untuk sakit
atau mungkin tidak sehat pada satu atau lebih dimensi manusia. Kebutuhan
manusia yang harus dipenuhi dan dipertahankan oleh manusia salah satunya
adalah kebutuhan fisiologis yang mencakup termoregulasi (temperatur).
Tubuh manusia dapat berfungsi secara normal hanya dalam rentang
temperaturyang terbatas atau sempit yaitu 37 ° C ( 96,6 ° F ) ± 1 ° C. Temperatur
tubuh di luar rentang dapat menimbulkan kerusakan dan efek yang permanen
seperti kerusakan otak atau bahkan kematian. Secara sementara tubuh dapat
mengatur temperatur melalui mekanisme tertentu. Terpajan pada panas yang
berkepanjangan dapat meningkatkan aktivitas metabolik tubuh dan
meningkatkan kebutuhan oksigen jaringan. (Sarwan, n.d.)
1.2 Rumusan masalah
1. Apa pengertian Hipertermia?
2. Bagaimana Prevalensi dari Hipertermia?
3. Bagaimana Etiologi dari Hipertermia?
4. Bagaiamana Menifestasi klinis Hipertermia?
5. Bagaiamana Patofisiologi Hipertermia?
6. Bagaimana Penatalaksanaan Hipertermia ?
7. Bagaimana Asuhan keperawatan Hipertermia dengan infeksi?
1.3 Tujuan
Setelah mengikuti seminar tentang Asuhan Keperawatan Hipertermia
maka diharapkan mahasiswa mampu untuk :
1. Mendefinisikan Hipertermia
4
2. Menemukan bukti prevalensi Hipertermia
3. Menyebutkan etiologi Hipertermia
4. Menyebutkan manisfestasi klinis Hipertermia
5. Menjelaskan patofisiologi Hipertermia
6. Melakukan penatalaksanaan Hipertermia
7. Melakukan asuhan keperawatan kepada pasien Hipertermia
1.4 Manfaat
Menambah wawasan keilmuan mahasiswa sehingga peningkatan ilmu
pengetahuan dalam mencari pemecahan permasalahan klien pada kasus
hipertermi dengan infeksi.
5
BAB II
KONSEP HIPERTERMIA
2.1 Pengertian Hipertermia
Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan
ketidakmampuan tubuh untuk menghilangkan panas ataupun mengurangi
produksi panas. Hipertermi terjadi karena adanya ketidakmampuan
mekanisme kehilangan panas untuk mengimbangi produksi panas yang
berlebihan sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh.Hipertermi tidak
berbahaya jika di bawah 39°C.Selain adanya tanda klinis, penentuan
hipertermi juga didasarkan pada pembacaan suhu pada waktu yang berbeda
dalam satu hari dan dibandingkan dengan nilai normal individu tersebut
(Potter & Perry,2010). Hipertermi adalah suatu keadaan dimana seseorang
mengalami atau berisiko untuk mengalami kenaikan suhu tubuh secara lebih
tinggi dari 37°C (per oral) atau 38.8°C terus-menerus (per rektal) karena
peningkatan kerentanan terhadap faktor-faktor eksternal . Hipertermi adalah
peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal (NANDA International 2009-
2011).
Suhu tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas yang diproduksi oleh
proses tubuh dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar.adapun tempat
pengukuran suhu tubuh:suhu inti yaitu suhu jaringan dalam relatif konstan
seperti rektum, membran timpani, esofagus, arteri pulmoner, kandung kemih
dan suhu permukaan seperti kulit, aksila, oral. Rasa suhu mempunyai dua sub
modalitas yaitu rasa dingin dan rasa panas. Reseptor dingin/panas berfungsi
mengindrai rasa panas dan refleks pengaturan suhu tubuh. Reseptor ini
dibantu oleh reseptor yang terdapat di dalam system syaraf pusat. Dengan
pengukuran waktu reaksi, dapat dinyatakan bahwa kecepatan hantar untuk
rasa dingin lebih cepat dibandingkan dengan kecepatan hantaran rasa panas.
2.2 Prevalensi Hipertermia
Prevalensi Pada kasus hipertemi dengan demam thypoid sebesar 5,13%.
Negara yang paling tinggi terkena demam thypoid adalah negara di kawasan
Asia Tengah (Pakistan,Bangladesh, India) dan Asia Tenggara (Indonesia dan
Vietnam), di Indonesia Demam thypoid adalah penyakit infeksi akut yang
6
selalu ada di masyarakat (endemik), mulai dari usia balita, anak-anak dan
dewasa. Insiden thypoid rate di Indonesia masih tinggi yaitu 358 per 100.000
penduduk pedesaan dan 810 per 100.000 penduduk perkotaan per tahun
dengan rata-rata kasus per tahun 600.000-1.500.000 penderita. Angka
kematian demam tifoid di Indonesia masih tinggi dengan CFR sebesar 10%
(Nainggolan, R, 2011). Data World Health Organization (WHO) tahun 2003
memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia
dengan kejadian 600.000 kasus kematian tiap tahun. Angka kejadian demam
tifoid diketahui lebih tinggi pada negara berkembang khususnya di daerah
tropis. Di Indonesia kasus demam tifoid tercatat ada 900.000 kasus, 20.000
diantaranya berakhir dengan kematian. Dari sumber lain disebutkan bahwa
angka kejadian penyakit ini antara 350 - 810 kasus per 100.000 penduduk
setiap tahunnya. Hasil Riset Dasar Kesehatan tahun 2007 menunjukkan bahwa
persentase penduduk yang terjangkit demam tifoid dibandingkan dengan
seluruh penduduk (prevalensi) di Indonesia sebesar 1,6% (Rahmawati &
Winarto, 2010; Hadinegoro, Tumbelaka, & Satari, 2001).
7
8
atau zat asing masuk ke tubuh akan merangsang sistem pertahanan tubuh
dengan dilepaskannya pirogen. Pirogen adalah zat penyebab demam, ada yang
berasal dari dalam tubuh (pirogen endogen) dan luar tubuh (pirogen eksogen)
yang bisa berasal dari infeksi oleh mikroorganisme atau merupakan reaksi
imunologik terhadap benda asing (non infeksi). Pirogen selanjutnya membawa
pesan melalui alat penerima (reseptor) yang terdapat pada tubuh untuk
disampaikan ke pusat pengatur panas di hipotalamus.
Dalam hipotalamus pirogen ini akan dirangsang pelepasan asam
arakidonat serta mengakibatkan peningkatan produksi prostaglandin (PGEZ).
Ini akan menimbulkan reaksi menaikkan suhu tubuh dengan cara
menyempitkan pembuluh darah tepi dan menghambat sekresi kelenjar
keringat. Pengeluaran panas menurun, terjadilah ketidakseimbangan
pembentukan dan pengeluaran panas. Inilah yang menimbulkan demam pada
anak. Suhu yang tinggi ini akan merangsang aktivitas "tentara" tubuh (sel
makrofag dan sel limfosit T) untuk memerangi zat asing tersebut dengan
meningkatkan proteolisis yang menghasilkan asam amino yang berperan
dalam pembentukan antibodi atau sistem kekebalan tubuh. (Sinarty,2003)
Sedangkan sifat-sifat demam dapat berupa menggigil atau krisis/flush.
Menggigil. Bila pengaturan termostat dengan mendadak diubah dari tingkat
normal ke nilai yang lebih tinggi dari normal sebagai akibat dari kerusakan
jaringan, zat pirogen atau dehidrasi. Suhu tubuh biasanya memerlukan
beberapa jam untuk mencapai suhu baru. Krisis/flush. Bila faktor yang
menyebabkan suhu tinggi dengan mendadak disingkirkan, temostat
hipotalamus dengan mendadak berada pada nilai rendah, mungkin malahan
kembali ke tingkat normal.
2.6 Penatalaksanaan Hipertermia
Menurut Wardiyah, Aryanti, dkk (2016) dalam jurnal ilmu keperawatan,
penanganan terhadap hipertermia dapat dilakukan dengan tindakan
farmakologis, tindakan non farmakologis maupun kombinasi keduanya.
1. Tindakan farmakologis yaitu memberikan obat antipiretik.
2. Tindakan non farmakologis yaitu tindakan tambahan dalam menurunkan
panas setelah pemberian obat antipiretik. Tindakan non farmakologis
10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTERMIA DENGAN INFEKSI
3.1 Pengkajian
3.1.1 Pengumpulan data
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses
keperawatan yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu: data yang
akurat dan Pengumpulan data yang akurat dan sistemik akan
membantu dalam menentukan status kesehatan dan E pola pertahanan
penderita, mengidentifikasi, kekuatan dan kebutuhan penderita yang di
peroleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
Demografi menggambarkan identitas klien tentang pengkajian
mengenai nama, umur dan jenis kelamin perlu di kaji pada penyakit
status hipertermi. Umumnya demam (hipertermi) adalah suatu keadaan
dimana suhu tubuh lebih tinggi dari biasanya, dan merupakan gejala
dari suatu penyakit. Hal ini yang perlu di kaji tentang tanggal MRS,
nomor rekam medik, dan Diagnosis Keperawatan Medik
3.1.2 Keluhan Utama
Kaji gejala tanda meningkatnya suhu tubuh, terutama pada malam
hari, nyeri kepala, tidak ada nafsu makan, epistaksis, penurunan
kesadaran.
3.1.3 Riwayat penyakit sekarang
Mengapa pasien masuk rumah sakit dan apa keluhan utama
pasien, sehingga dapat di tegakkan prioritas masalah keperawatan yang
dapat muncul.
3.1.4 Riwayat penyakit dahulu
Sebelumnya pernah mengalami penyakit demam yang berulang atau
ber minggu-minggu atau tidak.
3.1.5 Riwayat penyakit keluarga
Dalam keadaan sehat dan tidak ada menderita penyakit yang serius,
adakah penyakit serius yang di alami oleh keluarga.
3.1.6 Riwayat psikososial
12
3. Hidung
Inspeksi: kesimetrisan, fungsi penciuman,adakah scret,adakah
pernafasan cuping hidung,nafas spontan yang di deritanya akan
kesembuhan,
4. Mulut dan gigi
Inspeksi mukosa bibir lidah kotor atau tidak,karies gigi,nafsu
makan,adakah nyeri telan gusi berdarah atau tidak,adakah gigi
palsu.
5. Leher
Inspeksi: adakah benjolan,adakah lesi
Palpasi adakah pembesaran kelenjar tiroid.
6. Thorax
Inspeksi bentuk dada,pergerakan dinding dada,adakah keluhan
sesak,adakah penarikan intercoste batuk (-/-),adakah nyeri saat
bernafas,pola nafas.
Palpasi adakah nyeri tekan pada daerah dada.
7. Abdomen
Inspeksi: simetris,mual (+/-),muntah (+/-)
Palpasi adakah nyeri tekan
Perkusi timpani
Auskultasi bising usus (normal: 8-12 x/menit).
8. Ekstremitas
Ekstremitas atas: dapat digerakkan dengan baik dan ekstremitas
atas dekstra terpasang infuse. Ekstremitas bawah: keduanya dapat
digerakkan dengan baik tapi keadaan klien yang lemah terpaksa
klien istirahat total ditempat tidur.
3.1.9 Pemeriksaan penunjang
1. pemeriksaan darah lengkap (leukosit, trombosit, eritrosit,
hematokrit, HB).
2. Kultur darah: kadang-kadang terlihat seperti banyak darah diambil
untuk dilakukan kultur, tetapi penting bahwa darah cukup untuk
mendapatkan hasil yang akurat. Darah yang diambil mungkin
14
kurang dari satu sendok teh (5 mL) pada bayi dan 1-2 sendok teh
(5-10 mL) pada anak-anak yang lebih tua. Jumlah darah yang
diambil sangat kecil dibandingkan dengan jumlah darah dalam
tubuh, dan itu akan diperbaharui dalam waktu 24-48 jam.
3. Pemeriksaan urin dan feses
4. Pemeriksaan widal
a. Antigen O
Antigen O merupakan somatik yang terletak di lapisan luar
tubuh kuman. Struktur kimianya terdiri dari lipopolisakarida.
Antigen ini tahan terhadap pemanasan 100 °C selama 2-5 jam,
alkohol dan asam yang encer. selama 2-5 jam, alkohol
b. Antigen H
Antigen H merupakan antigen yang terletak di flagela, fimbriae
atau fili S. typhi dan berstruktur kimia protein. S. typhi
mempunyai antigen H phase-1 tunggal yang juga dimiliki
beberapa Salmonella lain. Antigen ini tidak aktif pada
pemanasan di atas suhu 60 °C dan pada pemberian alkohol atau
asam.
c. Antigen Vi
Antigen Vi terletak di lapisan terluar S. typhi (kapsul) yang
glikolipid, akan rusak bila dipanaskan selama 1 jam pada suhu
60 °C, dengan pemberian asam dan fenol. Antigen ini
melindungi kuman dari fagositosis dengan struktur kimia
digunakan untuk mengetahui adanya karier.
(SLKI)
1. Senin, 1 Hipertermi Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia :
asuhan keperawatan
Juli berhubungan Tindakan Observasi
selama 3 x 24 jam,
2021 dengan proses diharapkan - Identifikasi penyebab
termoregulasi
infeksi Hipertermia
membaik, dengan
kriteria hasil : (mis.dehidrasi,
1. Menggigil menurun
terpapar lingkungan
2. Kulit merah
menurun panas, penggunaan
3. Pucat menurun
inkubator)
4. Suhu tubuh
membaik - Monitor suhu tubuh
5. Suhu kulit membaik
- Monitor kadar
6. Tekanan darah
membaik. elektralit
[ CITATION Timri \l
- Monitor pengeluaran
1033 ]
7. urine
- Monitor komplikasi
akibat hipertermia
Tndakan Terapeutik
- Sediakan lingkungan
dingin
- Longgarkan atau
lepaskan pakaian
- Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
- berikan cairan oral
- Ganti linen setiap hari
atau lebih sering jika
mengalami
hiperhidrosis
(keringat berlebih)
- Lakukan pendinginan
eksternal (mis.selimut
hipotermia atau
kompres dingin pada
16
DAFTAR PUSTAKA
Potter, & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses,
dan Praktik (4th ed.; Y. Asih, Ed.). Jakarta: EGC.