Anda di halaman 1dari 19

ASKEP GANGGUAN KEBUTUHAN KESEIMBANGAN SUHU

TUBUH AKIBAT PATOLOGIS SISTEM TUBUH :


HIPERTERMIA

MAKALAH
Untuk mengetahui tugas matakuliah Keperawatan Medikal Bedah II
Yang dibina oleh Bapak Dr. Arif Bachtiar, M.Kep ,

Disusun Oleh :
Kelompok 5D

1. Valentina Febrianti Fatma (P17210204154)


2. Dila Rosita (P17210204157)
3. Iva Dea Fahila (P17210204169)
4. Sukma Angela Ramaningrum (P17210204166)
5. Frisca Ilma Silvia (P17210204178)
6. Aprilia Puji Handayani (P17210204181)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN MALANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Askep gangguan kebutuhan keseimbangan tubuh akibat patologis sistem tubuh”
dengan baik.

Selama penyusunan makalah ini penulis mendapatkan bantuan dari berbagai


pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada
dosen mata kuliah KMB II.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Penulis mengucapkan


maaf jika makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena penulis menyadari
dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Kritik serta saran yang
membangun sangat penulis harapkan.

Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua khususnya pembaca sebagai tambahan pengetahuan.

Malang, 7 Agustus 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
BAB I............................................................................................................................3
PENDAHULUAN.........................................................................................................3
1.1 Latar belakang.................................................................................................3
1.2 Rumusan masalah............................................................................................4
1.3 Tujuan...............................................................................................................4
1.4 Manfaat.............................................................................................................5
BAB II...........................................................................................................................6
KONSEP HIPERTERMIA..........................................................................................6
2.1 Pengertian Hipertermia...................................................................................6
2.2 Prevalensi Hipertermia....................................................................................6
2.3 Etiologi Hipertermia........................................................................................8
2.4 Manifestasi Klinis Hipertermia.......................................................................8
2.5 Patofisiologi Hipertermia.................................................................................8
2.6 Penatalaksanaan Hipertermia.........................................................................9
BAB III.......................................................................................................................11
ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTERMIA DENGAN INFEKSI.......................11
3.1 Pengkajian......................................................................................................11
3.2 Diagnosa Keperawatan..................................................................................14
3.3 Intervensi Keperawatan.................................................................................14
3.4 Implemestasi dan Evaluasi Keperawatan.....................................................16
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................18

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan
ketidakmampuan tubuh untuk menghilangkan panas ataupun mengurangi
produksi panas. Hipertermi terjadi karena adanya ketidakmampuan
mekanisme kehilangan panas untuk mengimbangi produksi panas yang
berlebihan sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh.Hipertermi tidak
berbahaya jika dibawah 39oC.Selain adanya tanda klinis, penentuan
hipertermi juga didasarkan pada pembacaan suhu pada waktu yang berbeda
dalam satu hari dan dibandingkan dengan nilai normal individu tersebut.
Hipertermia yang berhubungan dengan infeksi yang dapat berupa infeksi
lokal atau sistemik harus ditangani dengan benar karena terdapat beberapa
dampak negatif yang ditimbulkan. Hipertermi disebabkan karena berbagai
faktor. Jika tidak di manajemen dengan baik, hipertermi dapat menjadi
hipertermi berkepanjangan. Hipertermi berkepanjangan merupakan suatu
kondisi suhu tubuh lebih dari 38℃ yang menetap selama lebih dari delapan
hari dengan penyebab yang sudah atau belum diketahui. Tiga penyebab
terbanyak demam pada anak yaitu penyakit infeksi (60%-70%), penyakit
kolagen-vaskular, dan keganasan.Walaupun infeksi virus sangat jarang
menjadi penyebab demam berkepanjangan, tetapi 20% penyebab adalah
infeksi virus.
Dampak yang ditimbulkan hipertermia dapat berupa penguapan cairan
tubuh yang berlebihan sehingga terjadi kekurangan cairan dan
kejang.Hipertermi berat (suhu lebih dari 41℃) dapat juga menyebabkan
hipotensi,kegagalan organ multipel, koagulopati, dan kerusakan otak yang
irreversibel. Hipertermia menyebabkan peningkatan metabolisme selular dan
konsumsi oksigen. Detak jantung dan pernapasan meningkat untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi tubuh. Metabolisme ini menggunakan energi yang
menghasilkan panas tambahan. Jika klien tersebut menderita masalah jantung
atau pernapasan, maka demam menjadi berat. Demam dalam jangka panjang
akan menghabiskan simpanan energi klien dan membuatnya lemah.
Metabolisme yang meningkat membutuhkan oksigen tambahan.Jika tubuh

3
tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen tambahan, maka terjadi hipoksia
selular.Hipoksia miokardial menimbulkan angina (nyeri dada) dan 4 hipoksia
serebral menimbulkan cemas. Dengan demikian, hipertermi harus diatasi
dengan teknik yang tepat.
Menurut (Potter & Perry, 2005), selama hidup yang dialami manusia,
kebutuhan dasar manusia seorang individu mungkin tidak terpenuhi, terpenuhi
sebagian, atau terpenuhi seluruhnya. Seseorang yang seluruh kebutuhannya
terpenuhi merupakan orang yang sehat, dan seseorang dengan satu atau lebih
kebutuhan yang tidak terpenuhi merupakan orang yang berisiko untuk sakit
atau mungkin tidak sehat pada satu atau lebih dimensi manusia. Kebutuhan
manusia yang harus dipenuhi dan dipertahankan oleh manusia salah satunya
adalah kebutuhan fisiologis yang mencakup termoregulasi (temperatur).
Tubuh manusia dapat berfungsi secara normal hanya dalam rentang
temperaturyang terbatas atau sempit yaitu 37 ° C ( 96,6 ° F ) ± 1 ° C. Temperatur
tubuh di luar rentang dapat menimbulkan kerusakan dan efek yang permanen
seperti kerusakan otak atau bahkan kematian. Secara sementara tubuh dapat
mengatur temperatur melalui mekanisme tertentu. Terpajan pada panas yang
berkepanjangan dapat meningkatkan aktivitas metabolik tubuh dan
meningkatkan kebutuhan oksigen jaringan. (Sarwan, n.d.)
1.2 Rumusan masalah
1. Apa pengertian Hipertermia?
2. Bagaimana Prevalensi dari Hipertermia?
3. Bagaimana Etiologi dari Hipertermia?
4. Bagaiamana Menifestasi klinis Hipertermia?
5. Bagaiamana Patofisiologi Hipertermia?
6. Bagaimana Penatalaksanaan Hipertermia ?
7. Bagaimana Asuhan keperawatan Hipertermia dengan infeksi?

1.3 Tujuan
Setelah mengikuti seminar tentang Asuhan Keperawatan Hipertermia
maka diharapkan mahasiswa mampu untuk :
1. Mendefinisikan Hipertermia

4
2. Menemukan bukti prevalensi Hipertermia
3. Menyebutkan etiologi Hipertermia
4. Menyebutkan manisfestasi klinis Hipertermia
5. Menjelaskan patofisiologi Hipertermia
6. Melakukan penatalaksanaan Hipertermia
7. Melakukan asuhan keperawatan kepada pasien Hipertermia
1.4 Manfaat
Menambah wawasan keilmuan mahasiswa sehingga peningkatan ilmu
pengetahuan dalam mencari pemecahan permasalahan klien pada kasus
hipertermi dengan infeksi.

5
BAB II
KONSEP HIPERTERMIA
2.1 Pengertian Hipertermia
Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan
ketidakmampuan tubuh untuk menghilangkan panas ataupun mengurangi
produksi panas. Hipertermi terjadi karena adanya ketidakmampuan
mekanisme kehilangan panas untuk mengimbangi produksi panas yang
berlebihan sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh.Hipertermi tidak
berbahaya jika di bawah 39°C.Selain adanya tanda klinis, penentuan
hipertermi juga didasarkan pada pembacaan suhu pada waktu yang berbeda
dalam satu hari dan dibandingkan dengan nilai normal individu tersebut
(Potter & Perry,2010). Hipertermi adalah suatu keadaan dimana seseorang
mengalami atau berisiko untuk mengalami kenaikan suhu tubuh secara lebih
tinggi dari 37°C (per oral) atau 38.8°C terus-menerus (per rektal) karena
peningkatan kerentanan terhadap faktor-faktor eksternal . Hipertermi adalah
peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal (NANDA International 2009-
2011).
Suhu tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas yang diproduksi oleh
proses tubuh dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar.adapun tempat
pengukuran suhu tubuh:suhu inti yaitu suhu jaringan dalam relatif konstan
seperti rektum, membran timpani, esofagus, arteri pulmoner, kandung kemih
dan suhu permukaan seperti kulit, aksila, oral. Rasa suhu mempunyai dua sub
modalitas yaitu rasa dingin dan rasa panas. Reseptor dingin/panas berfungsi
mengindrai rasa panas dan refleks pengaturan suhu tubuh. Reseptor ini
dibantu oleh reseptor yang terdapat di dalam system syaraf pusat. Dengan
pengukuran waktu reaksi, dapat dinyatakan bahwa kecepatan hantar untuk
rasa dingin lebih cepat dibandingkan dengan kecepatan hantaran rasa panas.
2.2 Prevalensi Hipertermia
Prevalensi Pada kasus hipertemi dengan demam thypoid sebesar 5,13%.
Negara yang paling tinggi terkena demam thypoid adalah negara di kawasan
Asia Tengah (Pakistan,Bangladesh, India) dan Asia Tenggara (Indonesia dan
Vietnam), di Indonesia Demam thypoid adalah penyakit infeksi akut yang

6
selalu ada di masyarakat (endemik), mulai dari usia balita, anak-anak dan
dewasa. Insiden thypoid rate di Indonesia masih tinggi yaitu 358 per 100.000
penduduk pedesaan dan 810 per 100.000 penduduk perkotaan per tahun
dengan rata-rata kasus per tahun 600.000-1.500.000 penderita. Angka
kematian demam tifoid di Indonesia masih tinggi dengan CFR sebesar 10%
(Nainggolan, R, 2011). Data World Health Organization (WHO) tahun 2003
memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia
dengan kejadian 600.000 kasus kematian tiap tahun. Angka kejadian demam
tifoid diketahui lebih tinggi pada negara berkembang khususnya di daerah
tropis. Di Indonesia kasus demam tifoid tercatat ada 900.000 kasus, 20.000
diantaranya berakhir dengan kematian. Dari sumber lain disebutkan bahwa
angka kejadian penyakit ini antara 350 - 810 kasus per 100.000 penduduk
setiap tahunnya. Hasil Riset Dasar Kesehatan tahun 2007 menunjukkan bahwa
persentase penduduk yang terjangkit demam tifoid dibandingkan dengan
seluruh penduduk (prevalensi) di Indonesia sebesar 1,6% (Rahmawati &
Winarto, 2010; Hadinegoro, Tumbelaka, & Satari, 2001).

Prevalensi nasional Tifoid (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan


keluhan responden) adalah (1,60%). Sebanyak 14 provinsi di Indonesia
mempunyai prevalensi Tifoid diatas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh
Darussalam (2,96%), Bengkulu (2,58%), Jawa Barat (2,14%), Jawa
Tengah(1,61%), Banten (2,24%), Nusa Tenggara Barat (1,93%), Nusa
Tenggara Timur(2,33%), Kalimantan Selatan (1,95%), Kalimantan Timur
(1,80%), Sulawesi Tengah (1,65%), Sulawesi Selatan (1,80%), Gorontalo
(2,25%), Papua Barat(2,39%) dan Papua (2,11%) (Riskesdas, 2007)

7
8

2.3 Etiologi Hipertermia


Etiologi Hipertermi dapat disebabkan gangguan otak atau akibat bahan
toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu. Zat yang dapat
menyebabkan efek perangsangan terhadap pusat pengaturan suhu sehingga
menyebabkan demam disebut pirogen. Zat pirogen ini dapat berupa protein,
pecahan protein dan zat lain. Terutama toksin polisakarida yang dilepas oleh
bakteri toksik / pirogen yang dihasilkan dari degenerasi jaringan tubuh dapat
menyebabkan demam selama keadaan sakit. Faktor penyebabnya :
1. Dehidrasi.
2. Penyakit atau trauma
3. Ketidakmampuan atau menurunnya kemampuan untuk berkeringat.
4. Pakaian yang tidak tepat.
5. Kecepatan metabolisme meningkat.
6. Terpajan pada lingkungan yang panas (jangka panjang).
7. Aktivitas yang berlebihan.
8. Pengobatan/anesthesia.
2.4 Manifestasi Klinis Hipertermia
1. Frekuensi denyut nadi meningkat (10 point untuk peningkatan 1 derajat
kenaikan suhu tubuh)
2. Frekuensi pernafasan meningkat
3. Suhu tubuh meningkat
4. Membran mukosa kering
5. Kulit memerah
6. Demam piloreksi
7. Turgor kulit menurun
8. Konsentrasi urin pekat dan jumlah urin menurun
2.5 Patofisiologi Hipertermia
Demam terjadi sebagai respon tubuh terhadap peningkatan set point, tetapi
ada peningkatan suhu tubuh karena pembentukan panas berlebihan tetapi tidak
disertai peningkatan set point.
Demam adalah sebagai mekanisme pertahanan tubuh (respon imun) anak
terhadap infeksi atau zatasing yang masuk ke dalam tubuhnya. Bila ada infeksi
9

atau zat asing masuk ke tubuh akan merangsang sistem pertahanan tubuh
dengan dilepaskannya pirogen. Pirogen adalah zat penyebab demam, ada yang
berasal dari dalam tubuh (pirogen endogen) dan luar tubuh (pirogen eksogen)
yang bisa berasal dari infeksi oleh mikroorganisme atau merupakan reaksi
imunologik terhadap benda asing (non infeksi). Pirogen selanjutnya membawa
pesan melalui alat penerima (reseptor) yang terdapat pada tubuh untuk
disampaikan ke pusat pengatur panas di hipotalamus.
Dalam hipotalamus pirogen ini akan dirangsang pelepasan asam
arakidonat serta mengakibatkan peningkatan produksi prostaglandin (PGEZ).
Ini akan menimbulkan reaksi menaikkan suhu tubuh dengan cara
menyempitkan pembuluh darah tepi dan menghambat sekresi kelenjar
keringat. Pengeluaran panas menurun, terjadilah ketidakseimbangan
pembentukan dan pengeluaran panas. Inilah yang menimbulkan demam pada
anak. Suhu yang tinggi ini akan merangsang aktivitas "tentara" tubuh (sel
makrofag dan sel limfosit T) untuk memerangi zat asing tersebut dengan
meningkatkan proteolisis yang menghasilkan asam amino yang berperan
dalam pembentukan antibodi atau sistem kekebalan tubuh. (Sinarty,2003)
Sedangkan sifat-sifat demam dapat berupa menggigil atau krisis/flush.
Menggigil. Bila pengaturan termostat dengan mendadak diubah dari tingkat
normal ke nilai yang lebih tinggi dari normal sebagai akibat dari kerusakan
jaringan, zat pirogen atau dehidrasi. Suhu tubuh biasanya memerlukan
beberapa jam untuk mencapai suhu baru. Krisis/flush. Bila faktor yang
menyebabkan suhu tinggi dengan mendadak disingkirkan, temostat
hipotalamus dengan mendadak berada pada nilai rendah, mungkin malahan
kembali ke tingkat normal.
2.6 Penatalaksanaan Hipertermia
Menurut Wardiyah, Aryanti, dkk (2016) dalam jurnal ilmu keperawatan,
penanganan terhadap hipertermia dapat dilakukan dengan tindakan
farmakologis, tindakan non farmakologis maupun kombinasi keduanya.
1. Tindakan farmakologis yaitu memberikan obat antipiretik.
2. Tindakan non farmakologis yaitu tindakan tambahan dalam menurunkan
panas setelah pemberian obat antipiretik. Tindakan non farmakologis
10

terhadap penurunan panas seperti memberikan minuman yang banyak,


ditempatkan dalam ruangan bersuhu normal, menggunakan pakaian yang
tidak tebal, dan memberikan kompres. kompres dingin adalah tindakan
denganmenggunakan kain atau handuk yang telah dicelupkan pada air
dingin, yang ditempelkan pada bagian tubuh tertentu sehingga dapat
memberikan rasa nyaman dan menurunkan suhu tubuh, Terapi kompres
dingin pada daerah pembuluh darah yang besar yaitu pada lipatan paha
dan aksila terbukti efektif untuk menurunkan panas anak secara bertahap
sehingga dapat mencegah terjadinya kejang dan sudah dibuktikan juga
oleh asuhan keperawatan gangguan termoregulasi (hipertermia) yang
sebelumnya telah dilakukan Aliya Ramadhona. Tindakan lain yang
digunakan untuk menurunkan panas adalah tepid sponge. Tepid sponge
merupakan suatu proseduruntuk meningkatkan kontrol kehilangan panas
tubuh melalui evaporasi dan konduksi, yang biasanyadilakukan pada
pasien yang mengalami demam tinggi. Tujuan dilakukan tindakan tepid
sponge yaitu untuk menurunkan suhu tubuh pada pasien yang mengalami
hipertermia.
11

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTERMIA DENGAN INFEKSI

3.1 Pengkajian
3.1.1 Pengumpulan data
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses
keperawatan yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu: data yang
akurat dan Pengumpulan data yang akurat dan sistemik akan
membantu dalam menentukan status kesehatan dan E pola pertahanan
penderita, mengidentifikasi, kekuatan dan kebutuhan penderita yang di
peroleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
Demografi menggambarkan identitas klien tentang pengkajian
mengenai nama, umur dan jenis kelamin perlu di kaji pada penyakit
status hipertermi. Umumnya demam (hipertermi) adalah suatu keadaan
dimana suhu tubuh lebih tinggi dari biasanya, dan merupakan gejala
dari suatu penyakit. Hal ini yang perlu di kaji tentang tanggal MRS,
nomor rekam medik, dan Diagnosis Keperawatan Medik
3.1.2 Keluhan Utama
Kaji gejala tanda meningkatnya suhu tubuh, terutama pada malam
hari, nyeri kepala, tidak ada nafsu makan, epistaksis, penurunan
kesadaran.
3.1.3 Riwayat penyakit sekarang
Mengapa pasien masuk rumah sakit dan apa keluhan utama
pasien, sehingga dapat di tegakkan prioritas masalah keperawatan yang
dapat muncul.
3.1.4 Riwayat penyakit dahulu
Sebelumnya pernah mengalami penyakit demam yang berulang atau
ber minggu-minggu atau tidak.
3.1.5 Riwayat penyakit keluarga
Dalam keadaan sehat dan tidak ada menderita penyakit yang serius,
adakah penyakit serius yang di alami oleh keluarga.
3.1.6 Riwayat psikososial
12

Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang


dialami penderita sambungan dengan penyakitnya keluarga terhadap
penyakit penderita.
3.1.7 Pola fungsi kesehatan
1. Pola persepsi
Pola persepsi menggambarkan persepsi klien terhadap penyakitnya
tentang pengetahuan dan penatalaksanaan penderita demam.
2. Pola nutrisi
Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan
pada usus halus.
3. Pola BAB
Pasien mengatakan sebelum sakit dan setelah sakit pola BAB
pasien selalu dengan pola 1x/hari yaitu pagi hari. Pola BAK serta
tanggapan pasien mengatakan pola buang air kecil pasien baik
sebelum sakit pola BAK 5-7 kali setelah sakit pasien jarang BAK.
4. Pola tidur dan istirahat
Sering muncul perasaan tidak enak efek dari gangguan yang
berdampak pada gangguan tidur (insomnia).
5. Pola aktivitas
Pada pasien dengan demam gejala yang di alami kletihan, malaise,
dan susah untuk tidur.
6. Nilai dan keyakinan
Gambaran pasien demam tentang penyakit yang dideritanya
menurut agama dan kepercayaan, kecemasan akan kesembuhan,
tujuan dan harapan akan sakitnya
3.1.8 Pemeriksaan fisik
1. Kepala
Inspeksi bentuk kepala normal,rambut beruban atau tidak,adakah
benjolan dan lesi,bentuk wajah simetris.
2. Mata
Inspeksi: mata simetris,pupil isokor,sclera normal,konjugtiva
pucat,pergerakan bola mata normal,alis mata.
13

3. Hidung
Inspeksi: kesimetrisan, fungsi penciuman,adakah scret,adakah
pernafasan cuping hidung,nafas spontan yang di deritanya akan
kesembuhan,
4. Mulut dan gigi
Inspeksi mukosa bibir lidah kotor atau tidak,karies gigi,nafsu
makan,adakah nyeri telan gusi berdarah atau tidak,adakah gigi
palsu.
5. Leher
Inspeksi: adakah benjolan,adakah lesi
Palpasi adakah pembesaran kelenjar tiroid.
6. Thorax
Inspeksi bentuk dada,pergerakan dinding dada,adakah keluhan
sesak,adakah penarikan intercoste batuk (-/-),adakah nyeri saat
bernafas,pola nafas.
Palpasi adakah nyeri tekan pada daerah dada.
7. Abdomen
Inspeksi: simetris,mual (+/-),muntah (+/-)
Palpasi adakah nyeri tekan
Perkusi timpani
Auskultasi bising usus (normal: 8-12 x/menit).
8. Ekstremitas
Ekstremitas atas: dapat digerakkan dengan baik dan ekstremitas
atas dekstra terpasang infuse. Ekstremitas bawah: keduanya dapat
digerakkan dengan baik tapi keadaan klien yang lemah terpaksa
klien istirahat total ditempat tidur.
3.1.9 Pemeriksaan penunjang
1. pemeriksaan darah lengkap (leukosit, trombosit, eritrosit,
hematokrit, HB).
2. Kultur darah: kadang-kadang terlihat seperti banyak darah diambil
untuk dilakukan kultur, tetapi penting bahwa darah cukup untuk
mendapatkan hasil yang akurat. Darah yang diambil mungkin
14

kurang dari satu sendok teh (5 mL) pada bayi dan 1-2 sendok teh
(5-10 mL) pada anak-anak yang lebih tua. Jumlah darah yang
diambil sangat kecil dibandingkan dengan jumlah darah dalam
tubuh, dan itu akan diperbaharui dalam waktu 24-48 jam.
3. Pemeriksaan urin dan feses
4. Pemeriksaan widal
a. Antigen O
Antigen O merupakan somatik yang terletak di lapisan luar
tubuh kuman. Struktur kimianya terdiri dari lipopolisakarida.
Antigen ini tahan terhadap pemanasan 100 °C selama 2-5 jam,
alkohol dan asam yang encer. selama 2-5 jam, alkohol
b. Antigen H
Antigen H merupakan antigen yang terletak di flagela, fimbriae
atau fili S. typhi dan berstruktur kimia protein. S. typhi
mempunyai antigen H phase-1 tunggal yang juga dimiliki
beberapa Salmonella lain. Antigen ini tidak aktif pada
pemanasan di atas suhu 60 °C dan pada pemberian alkohol atau
asam.
c. Antigen Vi
Antigen Vi terletak di lapisan terluar S. typhi (kapsul) yang
glikolipid, akan rusak bila dipanaskan selama 1 jam pada suhu
60 °C, dengan pemberian asam dan fenol. Antigen ini
melindungi kuman dari fagositosis dengan struktur kimia
digunakan untuk mengetahui adanya karier.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Hipertemi berhubungan dengan proses infeksi ditandai dengan ibu pasien
mengatakan demam sudah berlangsung 3 hari, An. A rewel suhu tubuh
39◦C.
3.3 Intervensi Keperawatan

No Hari/ Diagnosis Tujuan (Luaran& Intervensi


Tanggal Keperawatan Kriteria Hasil) (SIKI)
15

(SLKI)
1. Senin, 1 Hipertermi Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia :
asuhan keperawatan
Juli berhubungan Tindakan Observasi
selama 3 x 24 jam,
2021 dengan proses diharapkan - Identifikasi penyebab
termoregulasi
infeksi Hipertermia
membaik, dengan
kriteria hasil : (mis.dehidrasi,
1. Menggigil menurun
terpapar lingkungan
2. Kulit merah
menurun panas, penggunaan
3. Pucat menurun
inkubator)
4. Suhu tubuh
membaik - Monitor suhu tubuh
5. Suhu kulit membaik
- Monitor kadar
6. Tekanan darah
membaik. elektralit
[ CITATION Timri \l
- Monitor pengeluaran
1033 ]
7. urine
- Monitor komplikasi
akibat hipertermia
Tndakan Terapeutik
- Sediakan lingkungan
dingin
- Longgarkan atau
lepaskan pakaian
- Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
- berikan cairan oral
- Ganti linen setiap hari
atau lebih sering jika
mengalami
hiperhidrosis
(keringat berlebih)
- Lakukan pendinginan
eksternal (mis.selimut
hipotermia atau
kompres dingin pada
16

dahi leher, dada,


abdomen, aksila)
- Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
- Berikan oksigen, jika
perlu.
Tindakan Edukasi
- Anjurkan tirah baring
Tindakan Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu.
[ CITATION Tim18 \l
1033 ]

3.4 Implemestasi dan Evaluasi Keperawatan

Tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi (SOAP)


Keperawatan
Senin, 1 Hipertermi 1. Identifikasi penyebab S:
- Ibupasien mengataka
Juli berhubungan Hipertermia
badan An. A terasa
2021 dengan proses 2. Monitor suhu tubuh. panas.
infeksi 3. Sediakan lingkungan
O:
yang dingin. - Tampak lemas dan sidikit
pucat.
4. Longgarkan atau
- An.A tampak rewel
lepaskan pakaian. - Suhu tubuh 37℃
5. Basahi dan kipasi
A:
permukaan tubuh - Masalah Hipertermia
6. Lakukan pendinginan teratasi sebagian
(suhu tubuh menurun
eksternal namun belum dalam
7. Berikan cairan oral. rentang normal, An.A
masih pucat)
17

8. Anjurkan tirah baring. P:


- Intervensi dilanjutkan
9. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena.
18

DAFTAR PUSTAKA
Potter, & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses,
dan Praktik (4th ed.; Y. Asih, Ed.). Jakarta: EGC.

Sarwan. (n.d.). Konsep Kebutuhan Dasar Manusia. Retrieved from


https://www.kompasiana.com/www.sarwan.com/54f927efa33311d33b8b4e0
2/konsep-kebutuhan-dasar-manusia

Suratun dan Lusiana. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan


Sistem Gastrointestinal. Jakarta: TIM

Herlman, T. Heather. 2009. NANDA International Diagnosis Keperawatan


:Definisi dan Klasifikasi. 2009-2011. Jakarta : EGC

Potter , P. A. Dan Perry, A. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperwatan vol.


3.Jakarta : EGC

Sinarty hartanto.(2003).Anak Demam Perlu


Kompres.www.Pediateik.Com/knal.php

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia . September :


Dewan Pengurus Pusat PPNI.

PPNI, T. P. (Januari). Standart Luaran Keperawatan Indonesia 2019. Jakarta


Selatan : Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Anda mungkin juga menyukai