PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
setengah cair, dan kandungan air lebih banyak dari feses pada
muntah dan frekuensi dari buang air besar lebih dari 3 kali dalam
sehari.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
b. Tujuan Khusus
nfeksi
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi.
Gastroenteritis ( Diare Akut ) adalah defekasi encer lebih dari 3x sehari dengan atau
tanpa darah dan lendir dalam tinja, terjadi secara mendadak dan berlangsung kurang dari 7
hari pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat (Mansjoer Arif, 2000).
Gastroenteritis (Diare akut ) adalah buang air ( defekasi )dengan tinja berbentuk cair
atau setengah cair lebih dari 200 gram atau 200 ml / 24 jam ( Sudoyo aru, 2009).
Diare akut adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali sehari pada bayi
dan lebih dari 3 kali pada anak, dengan konsistensi encer , dapat berwarna hiaju / dapat pula
B. Etiologi
1. Diare akut
salmonella, Yersisia
2. Diare kronik
da
B. Etiologi
C. Patogenesis
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare.
1. Gangguan osmotik
2. Gangguan sekresi
D. Manifestasi klinik
1. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
2. Kram perut
3. Demam
4. Mual
5. Muntah
6. Kembung
7. Anoreksia
8. Lemah
9. Pucat
A B C
Yang dinilai
(Tanpa dehidrasi) (dehidrasi tak berat) (Dehidrasi
berat)
Riwayat <4x /hari cair 4-10 x / hari cair >10 x / hari cair
Diare sedikit/ tidak beberapa kali haus sangat sering
Muntah minum biasa tidak sekali , rakus ingin tidak dapat
Rasa haus haus minum banyak minum
Sebagian besar diare akut di sebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang
terjadi karena infeksi saluran cerna antara lain: pengeluaran toksin yang dapat
menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorbsi cairan dan elektrolit dengan akibat
dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit dan gangguan keseimbangan asam
basa. Invasi dan destruksi padasel epitel, penetrasi ke lamina propia serta
kerusakan mikrovili yang dapat menimbulkan keadaan mal digesti dan mal
absorbsi, dan apabila tidak mendapatkan penanganan yang adekuat pada akhirnya
dapat mengalami invasi sistemik. Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya
virus (Rotavirus, Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin
(Compylobacter, Salmonella, Escherichia coli, Yersinia danlainnya), parasit
(Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini
menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau sitotoksin
dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada Gastroenteritis
akut.
Peningkatan percepatan kontak antara makanan dan air dengan mukosa usus
Penyerapan makanan, air, dan elektrolit terganggu
2. Syok
3. Kejang
4. Sepsis
6. Ileus paralitik
7. Malnutrisi
G. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan feses
Darah samar mungkin positis (erosi mukosa), steatorea dan garam empedu
dapat ditemukan.
2. Foto
Menelan barium dapat menunjukkan penyempitan lumen pada ileum
terminal, kekakuan dinding usus, mukosa mudah terangsang atau ulkus.
3. Enema barium
Usus halus hampir selalu terkena, tetapi area rektal dipengaruhi hanya 50%.
Fistula sering dan biasanya ditemukan pada ujung ileum tetapi hanya ad
apada segmen sepanjang saluran gastrointestinal.
4. Pemeriksaan sigmoideskopi
Dapat menunjukkan edema hiperemik mukosa kolon, celah transversal atau
ulkus longitudinal.
5. Endoskopi
Memberikan visualisasi area yang terlibat
6. Darah lengkap
Anemia (hipokromik, kadang-kadang makrositik) dapat terjadi karena
malnutrisi atau malabsorbsi atau tekanan fungsi sumsum tulang (proses
inflamasi kronis), peningkatan sel darah putih.
7. ESR Peningkatan menunjukkan inflamasi
1. Terapi Rehidrasi
a. Jenis cairan
Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan
pilihan karena tersedia cukup banyak di pasaran,
meskipun jumlah kaliumnya lebih rendah bila 11
dibandingkan dengan kadar Kalium cairan tinja. Apabila
tidak tersedia cairan ini, boleh diberikan cairan NaCl
isotonik. Sebaiknya ditambahkan satu ampul Na
bikarbonat 7,5% 50 ml pada setiap satu liter infus NaCl
isotonik. Asidosis akan dapat diatasi dalam 1-4 jam. Pada
keadaan diare akut awal yang ringan, tersedia di pasaran
cairan/bubuk oralit, yang dapat diminum sebagai usaha
awal agar tidak terjadi dehidrasi dengan berbagai
akibatnya. Rehidrasi oral (oralit) harus mengandung
garam dan glukosa yang dikombinasikan dengan air.
b. Jumlah Cairan
N KELUHAN score
o
1 Rasa haus/muntah 1
Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg 1
Tekanan darah sistolik < 60 mmHg 2
Frekuensi nadi > 120 x/menit 1
Kesadaran apatis 1
Kesadaran somnolen, sopor, atau 2
koma
Frekuensi napas > 30 x/menit 1
Facies cholerica 2
Vox cholerica 2
Turgor kulit menurun 1
Sianosis 1
Washer’s woman’s hand 2
Umur 50-60 tahun -1
Rute pemberian cairan pada orang dewasa terbatas pada oral dan intravena.
Untuk pemberian per oral diberikan larutan oralit yang komposisinya
berkisar antara 29g glukosa, 3,5g NaCl, 2,5g Na bikarbonat dan 1,5g KCI
setiap liternya. Cairan per oral juga digunakan untuk memperlahankan
hidrasi setelah rehidrasi inisial.
2. Terapi Simtomatik
3. Terapi Antibiotik
1. Pengkajian
Menurut Doenges, dkk (2000) fokus pengkajian yang didapatkan pada pasien dengan
masalah hipovolemi adalah sebagai berikut :
a. Aktivitas atau istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, malaise cepat lelah, perasaan gelisah dan
ansietas, pembatasan aktivitas atau kerja sehubungan dengan proses penyakit
b. Integritas ego
Gejala : Ansietas, ketakutan, emosi kesal, perasaan tak berdaya atau tak ada
harapan, faktor stres akut/ kronis , misal hubungan keluarga/ pekerjaan,
pengobatan yang mahal
g. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga berpenyakit inflamasi usus
Pertimbangan rencana pemulangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat ;
7,1 hari. Bantuan dalam program diet, program obat, dukungan psikologis.
2. Diagnosa keperawatan
Menurut Doenges (2000), diagnosa keperawatan yang muncul pada
pasien dengan Gastroenteritis, adalah:
a. Diare berhubungan dengan inflamasi, iritasi atau malabsorpsi usus.
e. Nyeri akut berhubungan dengan hiperperistaltik, diare lama, iritasi kulit atau
jaringan.
Intervensi :
1) Observasi dan catat frekuensi defekasi, karakteristik, jumlah dan faktor
pencetus.
- Sulfasalazin (Azulfidine)
erbasi ringan/sedang. Penggunaan jangka panjang dapat mengurangi
lamanya. Catatan : Dianjurkan untuk berlapis enterik
- Mesalamin (Rowasa)
Rasional : Diberikan sebagai enema dengan Azulfidin untuk pasien
yang sensitif terhadap obat sulfa.
- Psillium (Metamucil)
- Antibiotik
Rasional : Mengobati infeksi supuratif lokal.Kolaborasi dengan
dokter : bantu atau siapkan intervensi bedah
Rasional : Mungkin perlu bila perforasi atau obstruksi usus terjadi
atau penyakit tidak berespons terhadap pengobatan medik.
Anti diare
Rasional : Menurunkan kehilangan cairan dari usus.
Vitamin K (Mephyton)
Rasional : Merangsang pembentukan protrombin hepatik,
menstabilisasi koagulasi dan menurunkan risiko perdarahan.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan absorpsi nutrisi, status hipermetabolik, secara medik masukan
dibatasi (takut makanan menyebabkan diare).
9) Kolaborasi
Analgesik
Rasional : Nyeri bervariasi dari ringan sampai berat dan perlu
penanganan untuk memudahkan istirahat adekuat dan
penyembuhan.
Antikolinergik
Rasional : Menghilangkan spasme saluran GI dan berlanjutnya
nyeri kolik.
Anodin supositoria
Rasional : Merelaksasikan otot rektal, menurunkan nyeri
spasme.
- Kolaborasi : Bantu mandi rendam duduk sesuai indikasi.
Rasional : Memberikan kesejukan lokal dan kenyamanan untuk area
iritasi rektal.
DO
1. Klien hanya makan sebanyak 3
sendok setiap makan selama sakit
2. Klien tampak mual
3. Klien tampak muntah berisi makanan
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan lab
Hasil HB 11,7 g/dl
B. Diagnosa Keperawatan
muntah )
C. Intervensi Keperawatan
21.00 - Mengidentifikasi
adanya nyeri saat
bergerak atau
keluhan fisik
lainnya
- Memonitor TTV
TD = 140/80 mmHg
N = 51x/mnt
S = 34,3°C
RR = 20x/mnt
- Menanyakan
keluhan klien
24 September Gangguan S = Keluarga Klien mengatakan
2019 08.10 komunikasi - Menanyakan masih sulit bicara dan bicara
verbal b.d keluhan klien pelo.
penurunan O=
sirkulasi serebral - Menganjurkan -Klien tampak sulit saat
d.d disorientasi klien berbicara berbicara
perlahan. -Klien tampak Tidak ada
16.00 kontak mata (apatis)
- Memonitor TTV A = Diagnosa gg. Komunikasi
TD = 138/87 mmHg Verbal belum teratasi.
N = 55x/mnt P = Intervensi dilanjutkan
S = 35°C - Gunakan metode
RR = 16x/mnt komunikasi alternatif
- Anjurkan berbicara
21.15 perlahan
- Memonitor TTV
TD = 140/80 mmHg
N = 51x/mnt
S = 34,3°C
RR = 20x/mnt
- Menanyakan
keluhan klien
- Mengganti cairan
20.00 infus
05.00 - Memonitor TTV
TD = 140/80 mmHg
N = 51x/mnt
S = 34,3°C
RR = 20x/mnt
24 September Risiko defisit
2019 08.00 nutrisi d.d - Memberikan obat S = keluarga Klien mengatakan
ketidakmampua melalui IV nafsu makan menurun.
n menelan :Ranitidhin 50mg-klien mengatakan masih tidak
12.00 makanan - Memberikan enak saat menelan.
makan siang oleh O=
petugas gizi - Klien tampak
kesulitan menelan.
- Pemeriksaan lab
(HB
16.00 - Memberikan obat 11,7
melalui IV: g/dl)
Ranitidhin 50mg -
17.00 - Memberikan A = Diagnosa Risiko defisit
makan malam nutrisi belum teratasi.
oleh petugas gizi P = Intervensi dilanjutkan
05.00 - Ajarkan pengaturan diet
- Memberikan yang tepat (makanan
sarapan oleh lunak)
petugas gizi. - Kolaborasi dengan ahli
gizi dan dokter tentang
target BB, kebutuhan
kalori, pilihan makanan
dan obat mual.
25 September Gangguan - Mengidentifikasi S = klien mengatakan lemah
2019 08.00 mobilitas fisik adanya nyeri atau anggota gerak kanan.
b.d penuruan keluhan fisik Klien mengatakan tubuh
11.00 kekuatan otot lainnya sebelah kanannya sudah
d.d motorik - Memonitor TTV mulai bisa bergerak sedikit
hemiparase TD = 146/97 mmHg sedikit
dextra N = 53x/mnt O=
S = 36,2°C - Hasil TTV (TD = 146/97
RR = 20x/mnt mmHg,
- Melakukan ROM - N= 58x/mnt,
pasif - S = 35,1°C, RR =
21x/mnt
14.00 - Motorik Hemiparase
Dextra
- Mengidentifikasi A = Diagnosa gg. Mobilitas fisik
adanya nyeri saat teratasi sebagian.
17.00 bergerak atau
P = Intervensi dilanjutkan
keluhan fisik sebagian
lainnya - Monitor TD sebelum
- Memonitor TTV memulai ambulasi.
TD = 126/80 mmHg - Fasilitasi melakukan
19.00 N = 56x/mnt mobilisasi fisik.
S = 36°C - Anjurkan melakukan
RR = 20x/mnt ambulasi dini
- Melakukan ROM
pasif
21.00
- Mengidentifikasi
adanya nyeri saat
bergerak atau
05.00 keluhan fisik
lainnya
- Memonitor TTV
TD =126/87 mmHg
N = 56x/mnt
S = 36°C
RR = 20x/mnt
- Menanyakan
keluhan klien
25 September Gangguan S=
2019 08.00 komunikasi - Menanyakan -Keluarga Klien mengatakan
verbal b.d keluhan klien dengan gerakan isyarat saat
08.00 penurunan - Memonitor TTV komunikasi.
sirkulasi serebral TD = 146/97 mmHg -Klien mengatakan masih sulit
d.d disorientasi N = 53x/mnt berbicara dan hanya dengan
S = 36,2°C isyarat.
RR = 20x/mnt
- Menganjurkan O =
klien berbicara -Klien tampak masih sulit
perlahan saat berbicara.
Klien tampak menggunakan
14.00 TD = 126/80 mmHg
N = 56x/mnt kontak mata saat
15.00 S = 36°C komunikasi.
RR = 20x/mnt -Klien tampak bisa diajak
- Melakukan ROM komunikasi dengan isyarat.
pasif A = Diagnosa gg. Komunikasi
Verbal teratasi sebagian.
21.00 - Mengidentifikasi P = Intervensi dilanjutkan
adanya nyeri saat - Gunakan metode
bergerak atau komunikasi alternatif
keluhan fisik - Anjurkan berbicara
lainnya perlahan
- Memonitor TTV
TD =126/87 mmHg
N = 56x/mnt
S = 36°C
RR = 20x/mnt
Menanyakan keluhan
klien
25 September Risiko perfusi S = Klien mengatakan sudah
2019 08.00 serebral tidak - Pemberian obat tidak pusing lagi.
efektif d.d melalui IV:
aterosklerosis 1. Citicholin O =
(IV) 200 mg Hasil TTV (TD = 120/87
2. Clopidogrel mmHg
(PO) 75 mg N = 53x/mnt,
3. Lonovex (SC) - GCS = 13
0,4 mg (E=4, V=4, M=5)
11.00 - Monitor TTV
TD = 146/97 mmHgA = Diagnosa Resiko perfusi
N = 53x/mnt serebral tidak efektif
S = 36,2°C teratasi.
RR = 20x/mnt
14.00 - Berikan posisi
P = intervensi dihentikan.
semi fowler
- Memberikan
cairan infus
17.00 RL/12 jam
- Pemberian obat
melalui IV:
4. Citicholin (IV)
19.00 200 mg
5. Clopidogrel
(PO) 75 mg
6. Lonovex (SC)
0,4 mg
21.00
- Memonitor TTV
TD = 126/80 mmHg
N = 56x/mnt
05.00 S = 36°C
RR = 20x/mnt
- Mengganti cairan
infus
- Memonitor TTV
TD = 120/87 mmHg
N = 53x/mnt
S = 36°C
RR = 20x/mnt
A. Pengkajian
Hari, tanggal : Kamis, 02 Januari 2014
Waktu : Pukul 24.00 WIB
Tempat : Bangsal Candi Sambisari, kamar 6A
Oleh : Vinda Astri Permatasari
Sumber Data : Pasien, keluarga pasien, catatan medis dan keperawatan, tim
kesehatan lain
Metode : Wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan studi dokumen
I. Identitas
a.Pasien
Nama : Ny. “A”
Umur : 44 tahun
Tanggal lahir : 14 September 1969
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status perkawinan : Kawin
Suku : Jawa
Alamat : Gunung Gebang, Sumberharjo,
Prambanan
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Dagang
Tanggal Masuk RS : Rabu, 01 Januari 2014
No. CM 035985
b. Penanggung jawab
Nama : Bp. “S”
Umur : 48 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Advokat/ pengacara
Alamat : Gunung Gebang, Sumberharjo,
Prambanan
Hubungan dgn pasien : Suami
c. Diagnosis Medis : Gastroenteritis Akut (GEA)
Keterangan :
= perempuan
= laki-laki
= pasien
= garis pernikahan
= garis keturunan
2. Personal hygiene
a. Frekuensi mandi : Sebelum sakit 2x sehari, selama di rumah
sakit 2x sehari setiap pagi dan sore, pasien menyatakan mandi
hanya dilap dengan air hangat.
3. Aktivitas.
a) Sebelum sakit
Kemampuan
perawatan 0 1 2 3 4
diri
Makan dan
minum
Mandi
Toiletting
Berpakaian
Mobilitas di
tempat tidur
Berpindah
ROM
Keterangan :
1 :Tergantung total
3 :Alat bantu
4 :Mandiri
Makan dan
minum
Mandi
Toiletting
Berpakaian
Mobilitas di
tempat tidur
Berpindah
ROM
Keterangan :
1 : Tergantung total
3 : Alat bantu
4 : Mandiri
3) Hubungan interpersonal
Hubungan dengan anggota keluarga sangat harmonis walaupun
berjarak jauh. Hubungan dengan tetangga dan kerabat terjalin
silturahmi dengan sangat baik.
4) Mekanisme koping
Pasien menganggap penyakit ini sebagai cobaan dari Allah SWT. Dan
pasien menganggap cobaan ini pasti ada hikmahnya.
5) Support system
Saudara-saudara pasien selalu mendoakan pasien agar segera
sembuh dari sakit dan pulang kembali ke rumah. Begitu pula dengan
suami pasien, yang setia menunggu pasien.
7) Aspek intelegensi
Ketika dilakukan pengkajian pasien mampu menjawab pertanyaan
yang diberikan dengan baik dan lancar. Pasien masih mengingat
kejadian sebelum sakit.
8) Hubungan sosial
Pasien menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia dalam
kehidupan sehari – hari. Pasien tinggal di rumahnya sendiri.
Lingkungan pasien berada di wilayah pedesaan. Air yang digunakan
dan dikonsumsi sehari – hari menggunakan air sumur. BAB, BAK dan
dan kegiatan MCK dilakukan di rumah. Hubungan pasien dan keluarga
dengan para perawat dan pasien lain yang satu ruangan dengan
pasien terjalin dengan baik.
1. Pemeriksaan cepalo-kaudal
a. Kepala : Bentuk kepala normal, terlihat bekas luka jahitan di dahi
sebelah kiri.
a) Mata : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, mata
terlihat sayu.
b) Telinga : Bersih, simetris, tidak keluar secret, tidak ada
gangguan pendengaran.
c) Hidung : Bersih, simetris, fungsi pembauan baik.
d) Mulut : Bibir terlihat kering, gigi bagian depan terlihat
karies gigi.
b. Leher
Tidak terlihat benjolan dan pembesaran kelenjar tiroid.
c. Dada
Bentuk normal chest, simetris, pernafasan dada, gerakan paru
simetris, ekspansi dada simetris, suara paru sonor, suara nafas
vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan.
d. Punggung
Punggung tidak ada lesi, tidak ada nyeri dan kelainan tulang
belakang.
e. Abdomen
Bising usus 34 x/menit, hiperperistaltik. Pasien menyatakan perutnya
bersuara secara terus-menerus dan terdengar keras, pasien
menyatakan sakit pada perut
P : Nyeri abdomen
Q : Diremas-remas
R : Abdomen
S : 8 (1-10)
T : Hilang timbul
f. Genetalia
Tidak terpasang kateter
g. Ekstrimitas :
a) Atas
Lengkap, pasien bisa menggerakkan tangan kiri dan kanan, tidak
terdapat oedem, tidak terlihat atrofi, infus RL 40 tpm makro
terpasang di tangan kanan pasien sejak 01 Januari 2014 kondisi
balutan bersih, tidak terlihat tanda-tanda infeksi.
b) Bawah
Lengkap, kaki kiri dan kanan bisa digerakkan dan tidak ada
gangguan. Tidak terdapat oedema. Otot kaki tidak atrofi.
C. Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil Pemeriksaan Laboratorium hematologi (darah)
Pemeriksaan tanggal 01 Januari 2014
Komponen Hasil Nilai normal Satuan
L : 14,0-18,0
P : 12,0-16,0
Hemoglobin 11,7 An (1-4 thn) : gr/dL
12,0-14,0
Bayi : 13,5-19,5
Dws : 4,0-11,0
An (1-4 thn) : 5,0
Leukosit 5,8 – 13,5 ribu/mm3
Bayi : 10,0 –
26,0
L : 4,5-6,2
Eritrosit 4,31 juta/mm3
P : 4,0-5,4
Dws : 150,0-
Trombosit 202 450,0 ribu/mm3
Bayi : 100-450
L : 42-52
Hematokrit 39,4 %
P : 37-47
Netrofil Segmen 78,2 50-65 %
Dws : 20-40
Limfosit 12,7 %
Anak : 45-65
D. Program terapi
1. Infus RL 40 tpm makro terpasang di tangan kanan pasien sejak 01
Januari 2014 kondisi balutan bersih, tidak terlihat tanda-tanda infeksi.
2. Injeksi ethiferan (metoclopramide HCI) 10mg/ 8jam
3. Injeksi ranitidin 50mg/ 8jam
4. Obat oral antasida 4x 2 sendok teh
5. Obat oral sukralfat 3x 500mg
6. Obat oral lansoprazol 3x 30mg
7. Diet lunak tanpa serat tanpa buah (Diet LTSTB)
ANALISA DATA
- Tanda-tanda vital
Suhu : 36,3º C
Nadi : 80 x/menit
TD : 100/70 mmHg
RR : 20 x/menit
- Pemeriksaan lab
Hematokrit : 39,4 %
DS :
DS :
P : Nyeri abdomen
Q : Diremas-remas
R : Abdomen
S : 8 (1-10)
T : Hilang timbul
- Selama di rumah sakit pasien
menyatakan tidak bisa tidur,
tidur hanya sebentar dan tidak
Pulas
DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS MASALAH
- Tanda-tanda vital
Suhu : 36,3º C
Nadi : 80 x/menit
TD : 100/70 mmHg
RR : 20 x/menit
- Pemeriksaan lab
Hematokrit : 39,4 %
DS :
- Tanda-tanda vital :
Suhu : 36,3º C
Nadi : 80 x/menit
TD : 100/70 mmHg
RR : 20 x/menit
DIAGNOSA PERENCANAAN
KEPERAWATAN TUJUAN RENCANA TINDAKAN RASIONAL
mengatakan
5. Mulai lagi pemasukan 5. Memberikan istirahat
sehari sudah
cairan per oral secara kolon dengan
BAB 3x
bertahap. Tawarkan menghilangkan atau
dengan
minuman jernih tiap jam menurunkan rangsang
konsistensi cair
: Hindari minuman makanan atau cairan.
dan berwarna
dingin Makan kembali secara
hijau, tanpa
bertahan cairan
lendir dan
mencegah kram dan
darah
diare berulang : namun
cairan dingin dapat
menimbulkan reaksi
stress yang dapat
meningkatkan motilitas
usus.
Vinda
tidak pulas
8. Dapat menunjukan
8. Observasi/ catat
distensi abdomen, terjadinya obstruksi
peningkatan suhu, usus karena inflamasi,
penurunan tekanan edema dan jaringan
darah. parut.
9. Kolaborasi : 9. Kolaborasi :
Antikolinergik Menghilangkan
spasme saluran GI
Vinda
dan berlanjutnya
nyeri kolik.
.
Vinda
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada Ny. A ada beberapa
masalah yang belum teratasi, ada pula yang sebagian teratasi.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. FKUI : Jakarta
Whaley and Wong. 1995. Nursing Care of Infants and Children. St.Louis : Mosby
Year Book