[1]
Media massa atau Pers adalah suatu istilah yang mulai digunakan pada tahun 1920-an
untuk mengistilahkan jenis media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat
yang sangat luas. Dalam pembicaraan sehari-hari, istilah ini sering disingkat menjadi media.
Seorang gadis kecil membaca berita melalui surat kabar (koran) yang diantarkan kerumahnya tentang pendaratan di
Seorang gadis kecil membaca berita melalui surat kabar (koran) yang diantarkan kerumahnya tentang pendaratan di
bulan pada tahun 1969
2. Pers dalam arti luas, yaitu memasukkan di dalamnya semua media mass
communications yang memancarkan pikiran dan perasaan seseorang baik dengan kata-
kata tertulis maupun dengan lisan.
Kamus Umum Bahasa Indonesia
Pers berarti:
1. alat cetak untuk mencetak buku atau surat kabar
Pada tahun 1615 atas perintah Jan Pieterzoon Coen, yang kemudian pada tahun 1619
menjadi Gubernur Jenderal VOC, diterbitkan “Memories der Nouvelles”, yang ditulis dengan
tangan. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa “surat kabar” pertama di Indonesia
ialah suatu penerbitan pemerintah VOC.
Pada Maret 1688, tiba mesin cetak pertama di Indonesia dari negeri Belanda. Atas intruksi
pemerintah, diterbitkan surat kabar tercetak pertama dan dalam nomor perkenalannya
dimuat ketentuan-ketentuan perjanjian antara Belanda dengan Sultan Makassar. Setelah
surat kabar pertama kemudian terbitlah surat kabar yang diusahakan oleh pemilik
percetakan-percetakan di beberapa tempat di Jawa. Surat kabar tersebut lebih berbentuk
koran iklan. fungsinya untuk membantu pemerintahan kolonial belanda
Masa Pendudukan Jepang
Pada masa ini, surat kabar-surat kabar Indonesia yang semula berusaha dan berdiri sendiri
dipaksa bergabung menjadi satu, dan segala bidang usahanya disesuaikan dengan rencana-
rencana serta tujuan-tujuan tentara Jepang untuk memenangkan apa yang mereka namakan
“Dai Toa Senso” atau Perang Asia Timur Raya. Dengan demikian, pada zaman pendudukan
Jepang pers merupakan alat Jepang. Kabar-kabar dan karangan-karangan yang dimuat
hanyalah pro-Jepang semata.
Peranan yang telah dilakukan oleh pers kita di saat-saat proklamasi kemerdekaan
dicetuskan, dengan sendirinya sejalan dengan perjuangan rakyat Indonesia. Bahkan tidak
sedikit dari para wartawan yang langsung turut serta dalam usaha-usaha proklamasi.
Semboyan “Sekali Merdeka Tetap Merdeka” menjadi pegangan teguh bagi para wartawan.
Periode tahun 1945 sampai 1949 yang biasa dinamakan periode “revolusi fisik”, membawa
coraknya tersendiri dalam sifat dan fungsi pers kita. Dalam periode ini pers kita dapat
digolongkan ke dalam dua kategori, yaitu pertama, pers yang terbit dan diusahakan di daerah
yang dikuasai oleh pendudukan sekutu, kemudian Belanda, dan kedua pers yang terbit
diusahakan di daerah yang dikuasai oleh RI yang kemudian turut bergerilya.
Dalam aksi-aksi ini peranan yang telah dilakukan oleh pers republik sangat besar. Republik
Indonesia Serikat yang tidak sesuai dengan keinginan rakyat akhirnya bubar dengan
terbentuknya kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950.
Pada masa ini untuk memperoleh pengaruh dan dukungan pendapat umum, pers kita yang
pada umumnya mewakili aliran-aliran politik yang saling bertentangan, menyalahgunakan
kebebasan pers (freedom of the press), yang kadang-kadang melampaui batas-batas
kesopanan.
Periode yang terjadi pada masa demokrasi terpimpin sering disebut sebagai zaman Orde
Lama. Periode ini terjadi saat terbentuknya Kabinet Kerja yang dipimpin oleh Presiden
Soekarno, sebagai tindak lanjut dikeluarkannya Dekret Presiden 5 Juli 1959 hingga
meletusnya Gerakan 30 September 1965.
Masa Orde Baru
Seperti yang kita ketahui bahwa keadaan pers di Indonesia pada masa Orde Baru merupakan
bersifat otoriter, hal itu dapat diketahui bahwa pers selalu mendapatkan tekanan dari
pemerintah. Pers tidak diperbolehkan untuk berita-berita miring seputar pemerintah. Sistem
pers model otoriter tersebut memaksa pers untuk selalu tunduk kepada pemerintah,
keberadaan pers di Indonesia, diawasi secara ketat oleh pemerintah dibawah naungan
departemen penerangan. Hal ini dilakukan mengantisipasi hal-hal buruk di dalam
pemerintahan orde baru sampai ditelinga masyarakat. Pers tidak dapat melakukan apapun
selain patuh kepada pemeintah. Dengan demikian, hal yang terjadi adalah aspirasi dari
masyarakat untuk pemerintah tidak dapat tersalurkan sama sekali. Kehidupan pers pada
masa orba sangat memprihatinkan karena selalu diawasi oleh pemerintah. Lembaga media
yang ada pada umumnya tidak diberikan kesempatan untuk mengembangkan kreasinya
dalam mengangkat suatu realitas, terlebih lagi pemerintah melakukan fungsi kontrol
terhadap jalannya pers.[2]
Ketika alam Orde Baru ditandai dengan kegiatan pembangunan di segala bidang, kehidupan
pers kita pun mengalami perubahan dengan sendirinya karena pers mencerminkan situasi
dan kondisi dari kehidupan masyarakat di mana pers itu bergerak. Pers sebagai sarana
penerangan/komunikasi merupakan salah satu alat yang vital dalam proses pembangunan.
Pada masa Orde Baru, ternyata tidak berarti kehidupan pers mengalami kebebasan yang
sesuai dengan tuntutan dan aspirasi masyarakat. Terjadinya pembredelan pers pada masa-
masa ini menjadi penghalang bagi rakyat untuk menyampaikan aspirasi dan
memperjuangkan hak-hak asasinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
Masa Reformasi
Salah satu jasa pemerintahan B.J. Habibie pasca Orde Baru yang harus disyukuri ialah pers
yang bebas. Pemerintahan Presiden Habibie mempunyai andil besar dalam melepaskan
kebebasan pers, sekalipun barangkali kebebasan pers ikut merugikan posisinya sebagai
presiden.
Perkembangan pers di Indonesia berawal pada penerbitan surat kabar pertama, yaitu
Bataviasche Novelles en Politique Raisonemnetan yang terbit 7 Agustus 1774.
Kemudian muncul beberapa surat kabar berbahasa Melayu, antara lain Slompet Melajoe,
Bintang Soerabaja (1861), dan Medan Prijaji (1907).
Majalah tertua ialah Panji Islam (1912-an)
Surat kabar terbitan peranakan Tionghoa pertama kali muncul adalah Li Po (1901),
kemudian Sin Po (1910).
Sesudah itu, surat kabar nasional yang memuat teks proklamasi adalah surat kabar Tjahaja
(Bandung), Asia Raja (Jakarta), dan Asia Baroe (Semarang).
Corak kehidupan politik, ideologi, kebudayaan, tingkat kemajuan suatu bangsa sangat
mempengaruhi sistem pers di suatu negara.
Secara umum, di seluruh dunia terdapat pola kebijakan pemerintah terhadap pers yang
otoriter dan demokratis. Di antarakeduanya terdapat variasi dan kombinasi, bergantung
tingkat perkembangan masing-masing negara. Ada yang quasi otoriter, ada yang quasi
demokratis, dan sebagainya.
Media massa tradisional adalah media massa dengan otoritas dan memiliki organisasi yang
jelas sebagai media massa. Secara tradisional media massa digolongkan sebagai berikut:
surat kabar, majalah, radio, televisi, film (layar lebar). Dalam jenis media ini terdapat ciri-ciri
seperti:
2. Media massa menjadi perantara dan mengirim informasinya melalui saluran tertentu.
3. Penerima pesan tidak pasif dan merupakan bagian dari masyarakat dan menyeleksi
informasi yang mereka terima.
Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan teknologi dan sosial budaya, telah
berkembang media-media lain yang kemudian dikelompokkan ke dalam media massa seperti
internet dan telepon seluler. Dalam jenis media ini terdapat ciri-ciri seperti:
1. Sumber dapat mentransmisikan pesannya kepada banyak penerima (melalui SMS atau
internet misalnya)
2. Isi pesan tidak hanya disediakan oleh lembaga atau organisasi namun juga oleh
individual
Fungsi Pers
Berdasarkan ketentuan pasal 33 UU No. 40 tahun 1999 tentang pers, fungsi pers adalah
sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial. Sementara itu Pasal 6 UU
Pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut ;
Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui menegakkan nilai nilai dasar demokrasi dan
mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia. Selain itu pers juga
harus menghormati kebinekaan mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi
yang tepat, akurat dan benr melakukan pengawasan.[1]
Pers itu memberi dan menyediakan informasi tentang peristiwa yang terjadi kepada
masyarakat, dan masyarakat membeli surat kabar karena memerlukan informasi.
Fungsi Pendidikan
Pers itu sebagi sarana pendidikan massa (mass Education), pers memuat tulisan-tulisan
yang mengandung pengetahuan sehingga masyarakat bertambah pengetahuan dan
wawasannya.
Fungsi Hiburan
Pers juga memuat hal-hal yang bersifat hiburan untuk mengimbangi berita-berita berat (hard
news) dan artikel-artikel yang berbobot. Berbentuk cerita pendek, cerita bersambung, cerita
bergambar, teka-teki silang, pojok, dan karikatur.
Fungsi ini terkandung makna demokratis yang didalamnya terdapat unsur-unsur sebagai
berikut:
Pers adalah suatu perusahaan yang bergerak di bidang pers dapat memamfaatkan keadaan
di sekiktarnya sebagai nilai jual sehingga pers sebagai lembaga sosial dapat memperoleh
keuntungan maksimal dari hasil prodduksinya untuk kelangsungan hidup lembaga pers itu
sendiri.
3. Tindakan main hakim sendiri masyarakat kepada media: kebebasan pers yang dijamin
oleh UU No.40 tahun 1999 ternyata digunakan secara tidak bertanggungjawab oleh
sebagian media massa. Kebebasan tersebut dimanfaatkan untuk mengumbar sensasi.
Sejumlah individu atau kelompok masyarakat merasa dirugikan oleh pemberitaan
tersebut. mereka menghukum pers dengan cara mendatangi kantor media kemudian
melakukan ancaman dan teror, melakukan pemganiayaan terhadap wartawan, hingga
perusakan kantor media. Contoh: pada saat pemilu presiden berlangsung pada tahun
2014 yang lalu, hasil pemungutan suara yang diberitakan pada stasiun TVOne dengan
stasiun TV yang lain mengalami perbedaan hasil polling suara. Sehingga masyarakat
mengalami kebingungan dalam perhitungan cepat tersebut, dan pada akhirnya terdapat
masyarakat yang melakukan aksi protes kepada stasiun TVOne dengan mengkritiknya.
4. Perilaku pers sendiri. dalam praktiknya, ternyata tidak hanya faktor diluar pers yang
potensial mengendalikan kekerasan pers, seperti perundang-undangan, tindakaan
aparat, pengendalian kebebasan pers ternyata bersumber dari perusahaan pers itu
sendiri. Media tersebut cenderung menyajikan sisi hiburan daripada memberikan
informasi, berita politik cenderung disajikan mengupas pribadi politisi ketimbang
pemikiran dan kinerjanya, berita yang disajikan cenderung miskin makna dan
menjadikan pembaca bersikap sinis terhadap realitas kehidupan sehari-hari. Contoh:
seperti media elektronik MNCTV, pada media tersebut selalu menyajikan mengenai
kelebihan pemilik dari media tersebut yaitu Harry Tanoesodibjo, hal tersebut dilakukan
oleh media tersebut karena sang pemilik ingin mencalonkan presiden pada periode
pemilihan berikutnya. Namun setelah terkuat kasus Antasari yang menyeret namanya,
maka citra baik dari Harry Tanoesodibjo di masyarakat sedikit tercoreng. Hal tersebut
dapat dipastikan bahwa media tersebut kurang adanya profesionalisme dalam hal
penyiaran iklan dan selalu memihak kepada pemiliknya sendiri dan tidak bersikap netral.
Menurut Karl Erik Rosengren pengaruh media cukup kompleks, dampak bisa dilihat dari:
2. kecepatannya, yaitu cepat (dalam hitungan jam dan hari) dan lambat (puluhan tahun/
abad) dampak itu terjadi.
Pengaruh media bisa ditelusuri dari fungsi komunikasi massa, Harold Laswell pada artikel
klasiknya tahun 1948 mengemukakan model sederhana yang sering dikutip untuk model
komunikasi hingga sekarang, yaitu:
1. Siapa (who)
2. Fungsi penghubungan (correlation), di mana terjadi penyajian pilihan solusi untuk suatu
masalah.
Pertama, media memperlihatkan pada pemirsanya bagaimana standar hidup layak bagi
seorang manusia, dari sini pemirsa menilai apakah lingkungan mereka sudah layak, atau
apakah ia telah memenuhi standar itu - dan gambaran ini banyak dipengaruhi dari apa yang
pemirsa lihat dari media.
Kedua, penawaran-penawaran yang dilakukan oleh media bisa jadi memengaruhi apa yang
pemirsanya inginkan, sebagai contoh media mengilustrasikan kehidupan keluarga ideal,
dan pemirsanya mulai membandingkan dan membicarakan kehidupan keluarga tersebut,
di mana kehidupan keluarga ilustrasi itu terlihat begitu sempurna sehingga kesalahan
mereka menjadi menu pembicaraan sehari-hari pemirsanya, atau mereka mulai
menertawakan prilaku tokoh yang aneh dan hal-hal kecil yang terjadi pada tokoh tersebut.
Ketiga, media visual dapat memenuhi kebutuhan pemirsanya akan kepribadian yang lebih
baik, pintar, cantik/ tampan, dan kuat. Contohnya anak-anak kecil dengan cepat
mengidentifikasikan mereka sebagai penyihir seperti Harry Potter, atau putri raja seperti
tokoh Disney. Bagi pemirsa dewasa, proses pengidolaaan ini terjadi dengan lebih halus,
mungkin remaja ABG akan meniru gaya bicara idola mereka, meniru cara mereka
berpakaian. Sementara untuk orang dewasa mereka mengkomunikasikan gambar yang
mereka lihat dengan gambaran yang mereka inginkan untuk mereka secara lebih halus.
Mungkin saat kita menyisir rambut kita dengan cara tertentu kita melihat diri kita mirip
"gaya rambut lupus", atau menggunakan kacamata a'la "Catatan si Boy".
Keempat, bagi remaja dan kaum muda, mereka tidak hanya berhenti sebagai penonton
atau pendengar, mereka juga menjadi "penentu", di mana mereka menentukan arah media
populer saat mereka berekspresi dan mengemukakan pendapatnya.
Penawaran yang dilakukan oleh media bisa jadi mendukung pemirsanya menjadi lebih baik
atau mengempiskan kepercayaan dirinya. Media bisa membuat pemirsanya merasa senang
akan diri mereka, merasa cukup, atau merasa rendah dari yang lain.
Dengan adanya kebebasan media massa maka akhirnya mengalami pergeseran ke arah
liberal pada beberapa tahun belakangan ini. Ini merupakan kebebasan pers yang terdiri dari
dua jenis: Kebebasan Negatif dan Kebebasan Positif.
Kebebasan positif merupakan kebebasan yang dimiliki media massa secara organisasi
dalam menentukan isi media. Hal ini berkaitan dengan pengendalian yang dijalankan oleh
pemilik media dan manajer media terhadap para produser, penyunting serta kontrol yang
dikenakan oleh para penyunting terhadap karyawannya.[4]
Kedua jenis kebebasan tersebut, bila melihat kondisi media massa Indonesia saat ini pada
dasarnya bisa dikatakan telah diperoleh oleh media massa kita. Memang kebebasan yang
diperoleh pada kenyataannya tidak bersifat mutlak, dalam arti media massa memiliki
kebebasan positif dan kebebasan negatif yang kadarnya kadang-kadang tinggi atau bisa
dikatakan bebas yang bebas-sebebasnya tanpa kontrol sedikitpun.
Pers dan jurnalistik merupakan suatu kesatuan yang bergerak dalam bidang penyiaran
informasi, hiburan, keterangan, dan penerangan. Artinya adalah bahwa antara pers dan
jurnalistik mempunyai hubungan yang erat. Pers sebagai media komunikasi massa tidak
akan berguna apabila sajiannya jauh dari prinsip-prinsip jurnalistik. Sebaliknya karya
jurnalistik tidak akan bermanfaat tanpa disampaikan oleh pers sebagai medianya, bahkan
boleh dikatakan bahwa pers adalah media khusus untuk digunakan dalam mewujudkan dan
menyampaikan karya jurnalistik kepada khalayak (Kustadi Suhandang, 2004:40).
Referensi
1. http://www.scribd.com/kinjat/d/25964065-Fungsi-Dan-Peranan-Pers
4. Abdullah, Irwan, 2001, Seks, Gender dan Reproduksi Kekuasaan, Tarawang Press, Yogyakarta
Pranala luar
(Inggris) C. Wright Mills, The Mass Society, Chapter in the Power Elite,1956 (http://www.thir
dworldtraveler.com/Book_Excerpts/MassSociety_PE.html)
Diperoleh dari
"https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Media_massa&oldid=18366986"
Terakhir disunting 5 bulan yang lalu oleh InternetArchiveBot