TINJAUAN TEORI
A. Bounding Attachment
1. Pengertian Bounding Attachment
Bounding adalah ikatan antara ibu dan bayi dalam masa awal neonatus,
sedangkan attachment adalah sentuhan. Bounding attachment adalah istilah
dalam psikologi yang artinya ikatan antara ibu dan bayi dalam bentuk kasih
sayang dan belaian. Bounding attachment adalah sentuhan awal atau kontak kulit
antara ibu dan bayi pada menit-menit pertama sampai beberapa jam setelah
kelahiran bayi. Konsep ikatan perlahan berkembang mulai dari awal kehamilan
dan berlanjut selama berbulan-bulan, bertahun-tahun, dan mungkin seumur hidup
setelah melahirkan. Bounding bukan sebuah proses magical atau seketika, juga
bukan dirangsang menurut permintaan atau pesanan. Perasan kehangatan yang
dimulai kadang sudah dirasakan, bakan sebelum konsepsi dan tentu selama
kehamilan dan akan terus berkembang selama beberapa minggu, bulan dan tahun
setelah kelahiran. (Elisabeth, Endang 2015).
Bounding attachment adalah sebuah peningkatan hubungan kasih sayang
dengan ketertarikan batin antara orang tua dan bayi. Hal ini merupakan proses
dimana sebagai hasil dari suatu interaksi terus-menerus antara bayi dan orang tua
yang bersifat saling mencintai memberikan keduanya pemenuhan emosional dan
saling membutuhkan.
2. Faktor-Faktor Bounding Attachment
Menurut Elisabeth dan Endang (2015) faktor-faktor yang mempengaruhi
bounding attachment antara lain:
a. Kesehatan emosional orang tua
Orang tua yang mengharapkan kehadiran si anak dalam kehidupannya tentu
akan memberikan respon emosi yang berbeda dengan orang tua yang tidak
menginginkan kelahiran bayi tersebut. Respon emosi yang positif ini dapat
membantu tercapainya proses bounding attachment ini.
7
8
iii. Attachment, kasih sayang merupakan hasil dari interaksi saat ibu hamil dan
terus menerus konsisten antara orang tua dan bayi serta makin menguat pada
periode awal pascapartum.
Adapun interaksi yang menyenangkan, misalnya:
a. Sentuhan pada tungkai dan muka bayi secara halus dengan tangan ibu
b. Sentuhan pada pipi dapat menstimulasi respon yang menyebabkan terjadinya
gerakan muka bayi ke arah muka ibu atau payudara sehingga bayi akan
mengusap-usap menggunakan hidung serta menjilat putingnya dan terjadilah
rangsangan untuk sekresi prolaktin.
c. Ketika mata bayi dan ibu saling tatap pandang menimbulkan perasaan saling
memiliki antara ibu dan bayi.
d. Tangis bayi.
4. Cara Melakukan Bounding Attachment
Terdapat beberapa cara untuk membangun bounding attachment, antara lain:
a. Pemberian ASI Ekslusif
Dengan dilakukannya pemberian ASI secara eksklusif segera setelah lahir,
secara langsung bayi akan mengalami kontak kulit dengan ibunya yang
menjadikan ibu merasa bangga dan diperlukan, rasa yang dibutuhkan oleh
semua manusia (Elisabeth, Endang 2015).
b. Rawat Gabung
Rawat gabung merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan agar antara
ibu dan bayu terjali proses lekat (early infant mother bounding) akibat
sentuhan badan antara ibu dan bayinya. Hal ini sangat mempengaruhi
perkembangan psikologis bayi selanjutnya karena kehangatan tubuh ibu
merupakan stimulasi mental yang mutlak dibutuhkan oleh bayi. Bayi yang
merasa aman dan terlindungi merupakan dasar terbentuknya rasa percaya diri
dikemudian hari (Elisabeth, Endang 2015).
Rawat gabung antara ibu dan bayi setelah melahirkan akan menimbulkan
kasih sayang, rasa cinta, dan kehangatan antara ibu dan bayi. Rawat gabung
juga memberanikan seorang ibu untuk dapat memberikan air susu ibu,
menyentuh dan melakukan perawatan pada bayi (Girsang, 2016).
10
c. Kontak Mata
Kontak mata merupakan komunikasi verbal yang dilakukan oleh dua orang
dengan saling melihat satu sama lain dan sangat diperlukan ibu dalam
mengembangkan komunikasi dengan bayinya. Kontak mata yang dilakukan
oleh ibu dan bayinya akan membuat mereka lebih dekat sehingga bayi dapat
mengenali ibunya dan sebaliknya (Lowdermilk,dkk. 2013).
d. Suara
Mendengar dan merespon suara antara orang tua dan bayinya sangat
penting.Orang tua menunggu tangisan pertama bayi mereka dengan tegang.
Suara tersebut membuat mereka yakin bahwa bayinya dalam keadaan sehat.
Tangis tersebut membuat mereka melakukan tindakan menghibur. Bayi dapat
mendengar sejak dalam rahim, jadi tidak mengherankan jika ia dapat
mendengar suara-siara dan membedakan nada dan kekuatan sejak lahir,
meskipun suara-suara itu terhalang selama beberapa hari oleh cairan amniotic
dari rahim yang melekat pada telinga (Elisabeth, Endang 2015).
Seperti yang dinyatakan oleh Procelli dalam Suryani, dkk.(2011) bahwa
ibu postpartum menyusui yang diberi terapi musik mengalami penurunan
kecemasan dan perubahan perilaku terhadap bayinya selama menyusui secara
bermakna dibandingkan dengan ibu postpartum menyusui yang tidak diterapi
musik. Kondisi ibu yang demikian dapat mendukung terjadi bounding
attachment yang baik. Kondisi ini ada kaitannya dengan pengaruh musik
sebagaimana yang dinyatakan oleh Rosch dan Koeditz bahwa musik
memengaruhi sistem limbik diotak yang menekan fungsi poros hipotalamus,
hipofisis dan kelenjar adrenal sehingga menghambat pengeluaran hormon
stres.
e. Aroma
Orang tua dan bayi akan melakukan perilaku untuk menjalin kedekatan
yaitu dengan cara merespon bau masing-masing. Ibu mengetahui bahwa
anaknya memiliki aroma yang unik dan bayi belajar mengetahui bau ibu
dengan cepat dari aroma air susunya (Stainton dalam Lowdermilk, dkk.
2013). Indra penciuman pada bayi baru lahir sudah berkembang dengan baik
dan masih memainkan peran dalam nalurinya untuk mempertahankan hidup.
11
rasa senang akan kehadiran bayinya serta kecocokan jenis kelamin pada bayinya.
Sedangkan interaksi negatif yang terjadi pada ibu nifas terjadi karena adanya
ketidak cocokan antara ibu dan bayi, dimana ibu tidak menginginkan jenis
kelamin anaknya selain itu ibu merasa tidak ada dukungan dari suaminya.
9. Peran Perawat Dalam Mendukung Terjadinya Bounding Attachment
Menurut Elisabet dan Endang (2015) peran perawat dalam mendukung
terjadinya bounding attachment adalah:
a. Membantu menciptakan terjadinya ikatan antara ibu dan bayi dalam jam
pertama pasca kelahiran.
b. Memberikan dorongan pada ibu dan keluarga untuk memberikan respon
positif tentang bayinya, baik melalui sikap maupun ucapan dan tindakan.
c. Sewaktu pemeriksaan ANC, perawat selalu mengingatkan untuk menyentuh
dan meraba perutnya yang semakin membesar.
d. Perawat mendorong ibu untuk selalu mengajak janin berkomunikasi.
e. Perawat juga men-support ibu agar dapat meningkatkan kemampuan dan
keterampilannya dalam merawat anak, agar saat sesudah kelahiran nanti ibu
tidak merasa kecil hati karena tidak dapat merawat bayinya sendiri dan tidak
memiliki waktu yang seperti ibu inginkan.
f. Ketika dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk melaksanakan salah
satu cara bounding attachment dalam beberapa saat setelah melahirkan,
hendaknya perawat tidak benar-benar memisahkan ibu dan bayi, melainkan
perawat mampu untuk mengundang rasa penasaran ibu untuk mengetahui
keadaan bayinya dan ingin segera memeluk bayinya. Pada kasus ibu dengan
risiko, ibu dapat tetap melakukan bounding attachment ketika ibu memberi
ASI bayinya atau ketika mengunjungi bayi di ruang perinatal.
B. Sectio Caesarea
1. Pengertian Sectio Caesarea
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi
untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Jitowiyono, Kristiyanasari, 2010).
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
15
dinding uterus melalui depan perut atau vagina atau disebut juga histerotomia
untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Mochtar, 1998 dalam Padila, 2015).
2. Etiologi Sectio Caesarea
Indikasi klasik sectio caesarea menurut Manuaba, LB, 2001 dalam Padila
(2015) yang dapat dikemukakan sebagai dasar adalah:
a. Ruptura uteri imminen
b. Fetal distress
c. Janin besar melebihi 4000 gram
d. Pendarahan antepartum
3. Indikasi dan Kontra Indikasi Sectio Caesarea
Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin
akan menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan
hal-hal yang perlu tindakan SC proses persalinan normal lama/kegagalan
proses persalinan normal (Dystasias).
a. Indikasi Sectio Caesarea antara lain: Fetal distress, his lemah/melemah, janin
dalam posisi sungsang atau melintang, bayi besar (BBL 2-4,2 kg), plasenta
previa, kelainan letak, disproporsi cevalo-pelvik (ketidakseimbangan antar
ukuran kepala dan panggul), rupture uteri mengancam, hydrocephalus, primi
muda atau tua, partus dengan komplikasi, panggul sempit dan, problema
plasenta.
b. Kontra Indikasi Sectio Caesarea
Kalau janin sudah mati atau berada dalam keadaan jelek sehingga
kemungkinan hidup kecil. Dalam keadaaan ini tidak ada alasan untuk
melakukan operasi berbahaya yang tidak diperlukan.
Kalau jalan lahir ibu mengalami infeksi yang luas dan fasilitas untuk caesarea
extrapertoneal tidak tersedia.
Kalau dokter bedahnya tidak berpengalaman, kalau keadaannya tidak
menguntungkan bagi pembedahan, dan kalau tidak tersedia tenaga asisten
yang memadai.
4. Komplikasi Sectio Caesarea
Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain (Padila,
2015):
16
ini. Ibu akan lebih percaya diri dalam menjalani peran barunya. Pendidikan
kesehatan yang kita berikan pada fase sebelumnya akan sangat berguna bagi ibu.
Ibu lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan diri dan bayinya. Dukungan
suami dan keluarga masih terus diperlukan ibu. Suami dan keluarga dapat
membantu merawat bayi, mengerjakan urusan rumah tangga sehingga ibu tidak
terlalu terbebani. Ibu memerlukan istirahat yang cukup sehingga mendapatkan
kondisi fisik yang bagus untuk dapat merawat bayinya.
Berdasarkan fase adaptasi psikologis pada ibu post partum didapatkan
hasil bahwa sebagian besar ibu memiliki adaptasi psikologis yang baik. Ibu post
partum primigravida sectio caesarea dan partus normal semua mengalami
perubahan adaptasi psikologis post partum mengarah pada perubahan psikologis
yang baik, dan mereka melewati setiap fasenya dengan baik hanya beberapa ibu
post partum yang mengalami gangguan perubahan adaptasi psikologis post
partum. Hanya saja terdapat hal yang berbeda yaitu pada fase taking in yaitu ibu
post partum sectio caesarea merasakan nyeri lebih lama untuk mobilisasi
dibanding dengan ibu post partum secara normal. Proses melahirkan melalui
sectio caesarea beresiko mengalami nyeri dan cemas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan persalinan spontan (Taviyanda Dian, dkk.2017).
C. Terapi Musik
1. Pengertian Terapi Musik
Terapi musik adalah terapi yang menggunakan musik yang bertujuan
untuk meningkatkan untuk memperbaiki kondisi fisik, emosi, kognitif, dan
sosial bagi individu dari berbagai kalangan usia (Pratiwi, 2008). Menurut
Campbell (2001) dalam Tetti dan Cecep (2015), musik merupakan suatu bentuk
seni yang menyangkut organisasi atau kombinasi dari suara atau bunyi dan
keadaan diam yang dapat menggambarkan keindahan dan ekspresi dari emosi
dalam alur waktu dan ruang tertentu.
Menurut Suryana (2012), terapi musik adalah suatu proses terencana
yang bersifat preventif dalam usaha penyembuhan terhadap penderita yang
mengalami kelainan atau hambatan dalam pertumbuhannya, baik fisik, motorik,
sosial emosional, maupun mental intelegensi. Terapi musik juga berhubungan
dengan keahlian menggunakan musik atau elemen musik oleh seorang terapis
19
bervariasi setiap saat dan subjek merasakan perubahan tiba-tiba, maka tingkat
rangsang akan menjadi tinggi karena adanya stimulasi.
5. Efektivitas Terapi Musik
Musik merupakan teknik distraksi efektif yang dapat menurunkan intensitas
nyeri, keadaan stres, dan tingkat kecemasan dengan cara mengalihkan perhatian
seseorang dari perasaan nyeri yang dirasakan. Schneider dan Workman (2000)
dalam Tetti dan Cecep (2015) menyebutkan bahwa distraksi dengan
menggunakan musik menjadi efektif karena individu berkonsentrasi pada
astimulus yang menarik atau menyenangkan daripada berfokus pada gejala yang
tidak menyenangkan.
Menurut Kemper & Denhauner (2005) dalam Tetti dan Cecep (2015), musik
dapat memberikan efek pada peningkatan kesehatan, mengurangi stress, dan
mengurangi nyeri. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa terapi musik
efektif dalam menurunkan nyeri. Penelitian Good, Stanton, Grass, Anderson, Lai
& Adler (2001) dalam Tetti dan Cecep (2015) menemukan bahwa terapi musik
dan relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri.
Terapi musik dapat meningkatkan pengeluaran hormon endorphin yang
merupakan bahan neuromedulator yang terlibat dalam sistem analgesia dan
relaksasi. Pemberian tambahan terapi musik terhadap ibu nifas pasca operasi
sectio caesarea dapat menurunkan nyeri lebih banyak dibandingkan hanya
mendapatkan asuhan nifas normal pasca operasi sectio caesarea (Marlina,
2017).
6. Persiapan
Hal-hal yang perlu disiapkan oleh perawat sebelum memberikan terapi musik
kepada pasien antara lain:
a. Menyediakan peralatan bagi pasien untuk mendengarkan musik, seperti :tape,
compact disk, MP3, MP4, MP5, dan lain-lain.
b. Memperhatikan lamanya pemberian terapi musik.
c. Pada beberapa pasien, terapi musik hanya diberikan waktu singkat dan dapat
memberikan efek positif bagi pasien (Mucci & Mucci, 2002) dalam Tetti dan
Cecep (2015).
22
Berdasarkan hasil uji statistik terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil
pretest-postest dengan tingkat signifikasi ρ value 0,001 < 0,05, yang berarti
hipnosis berpengaruh terhadap tingkat kecemasan. Penelitian ini tidak
memberi efek negatif yang merugikan bagi responden, sehingga hipnosis
dianjurkan dilakukan untuk menurunkan tingkat kecemasan ibu postsectio
caesarea.
5. Penelitian oleh Dian Taviyanda dkk.tahun 2017 dengan judul adaptasi
psikologis pada ibu post partum primigravida sectio caesarea dan partus
normal di ruang sarah (kandungan dan kebidanan) Rumah Sakit Baptis
Kediri. Sejumlah 8 responden baik ibu post partum primigravida sectio
caesarea maupun partus normal. Berdasarkan Fase adaptasi psikologis pada
ibu post partum didapatkan hasil bahwa sebagian besar ibu memiliki adaptasi
psikologis yang baik. Kesimpulan: Ibu Post Partum Primigravida sectio
caesarea dan partus normal semua mengalami perubahan adaptasi psikologis
post partum mengarah pada perubahan psikologis yang baik, dan mereka
melewati setiap fasenya dengan baik hanya beberapa ibu post partum yang
mengalami gangguan perubahan adaptasi psikologis post partum. Hanya saja
terdapat hal yang berbeda yang yaitu pada fase taking in yaitu ibu post partum
sectio caesarea merasakan nyeri lebih lama untuk mobilisasi dibanding
dengan ibu post partum secara normal.
E. Kerangka Teori
Kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Asi esklusif
2. Rawat gabung
3. Kontak mata
Bounding
4. Suara
Attachment
5. Aroma
6. Gaya Bahasaa
7. Bioritme
8. Kontak dini
9. Timbal Balik dan Sinkroni
Gambar 1.
Kerangka Teori
Sumber: Elisabeth, Endang. (2015)
26
F. Kerangka Konsep
Bonding
Bonding Attachment Attachment
Terapi Musik
sebelum diberikan setelah diberikan
terapi musik terapi musik
Bonding
Bonding Attachment Attachment pada
pada ibu Post Sectio ibu Post Sectio
Caesarea pada Caesarea setelah
kelompok kontrol 3 hari perawatan
Gambar 2.
Kerangka Konsep Penelitian
Sumber: Rancangan Non Equivalent Control Grup (Notoatmodjo, 2018)
G. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Hα
a. Ada pengaruh terapi musik terhadap bounding attachment pada ibu post
sectio caesarea di Rumah Sakit Ibu dan Anak Restu Bunda Lampung tahun
2020 pada kelompok intervensi.
b. Ada perbedaan rata-rata bounding attachment pada ibu post sectio caesarea
di Rumah Sakit Ibu dan Anak Restu Bunda Lampung tahun 2020 pada
kelompok kontrol dan kelompok intervensi.
27