Anda di halaman 1dari 28

Laporan Pendahuluan Thypod Abdominalis

1. Pengertian

Thypoid Abdominalis ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran

cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna dan gangguan

kesadaran (Wijayaningsih, 2013).

Thypoid Abdominalis ialah penyakit sistemik akut yang di sebabkan oleh infeksi

bakteri negatif, genus salmonella yaitu salmonella typhi yang masuk ke dalam makanan,

minuman atau bahan-bahan lain yang dicemari bakteri tersebut (Yudi, 2008).

Thypoid Abdominalis adalah penyakit infeksi bakteri pada usus halus dan terkadang

pada aliran darah, yang di sebabkan oleh kuman salmonella typhi atau salmonella paratyphi

A, B dan C, yang terkadang juga dapat menyebabkan gastroenteritis (keracunan makanan)

dan septikemia (tidak menyerang usus). (Ardiansyah, 2012).

Demam typhoid atau Typhoid Fever ialah suatu sindrom sistemik terutama

disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam merupakan jenis terbanyak dari salmonelosis.

Jenis lain dari demam enterik adalah demam paratifoid yang disebabkan oleh S. paratyphi

A, S. schottmuelleri (semula S. paratyphi B), dan S. hirschfeldii (semula S. paratyphi C).

Thypoid Abdominalis memperlihatkan gejala lebih berat dibandingkan demam enterik yang

lain (Widagdo, 2011).

Beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa penyakit Thypoid Abdominalis

adalah suatu penyakit infeksi akut yang menyerang manusia khususnya pada saluran

pencernaan yaitu pada usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella typhi yang

masuk melalui makanan atau minuman yang tercemar dan ditandai dengan demam

berkepanjangan lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan, dan lebih di
perburuk dengan gangguan penurunan kesadaran.

2. Etiologi

Penyebab utama dari penyakit Thypoid Abdominalis adalah salmonella enteric yang

dapat hidup di lingkungan yang kering tetapi peka terhadap klorinisasi dan plepasteurisasi.

Salmonella paratypi adalah kuman penyebab penyakit demam paratifoid. Sedangkan yang

dinamakan salmonella schotmulleri dahulu disebabkan sebagai penyebab demam paratifoid

C (Ranuh 2013).

Menurut Widagdo (2011) Etiologi dari demam tifoid adalah Salmonella typhi,

termasuk genus Salmonella yang tergolong dalam family Enterobacteriaceae. Salmonella

bersifat bergerak, berbentuk spora, tidak berkapsul, gram (-). Tahan terhadap berbagai bahan

kimia, tahan beberapa hari/minggu pada suhu kamar, bahan limbah, bahan makanan kering,

bahan farmasi, dan tinja. Salmonella mati pada suhu 54,4º C dalam 1 jam atau 60º C dalam

15 menit. Salmonella mempunyai antigen O (somatik) adalah komponen dinding sel dari

lipopolisakarida yang stabil pada panas dan antigen H (flagelum) adalah protein yang labil

terhadap panas. Pada S. typhi, juga pada S. Dublin dan S. hirschfeldii terdapat antigen Vi

yaitu polisakarida kapsul.

3. Patofisiologi

Bakteri salmonella typhi masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan air yang tercemar.

Sebagian kuman dihancurkan oleh asam lambung, dan sebagian masuk ke usus halus,

mencapai plague peyeri di ileum terminalis yang hipertrofi. Salmonella typhi memiliki

fimbria khusus yang dapat menempel ke lapisan plague peyeri, sehingga bakteri dapat di

fagositosis. Setelah menempel, bakteri memproduksi protein yang mengganggu brush

bonder usus dan memaksa sel usus untuk membentuk kerutan membran yang akan melapisi

bakteri dalam vesikel. Bakteri dalam vesikel akan menyebrang melewati sitoplasma sel usus

dan di presentasikan ke makrofag (Wibisono et al, 2014).


Kuman memiliki berbagai mekanisme sehingga dapat terhindar dari serangan system imun

seperti polisakarida kapsul Vi. Penggunaan makrofag sebagai kendaraan dan gen

Salmonella patogencity Island 2 (SPI2) (Wibisono et al, 2014).

Setelah sampai kelenjar getah bening mensenterika, kuman kemudian masuk ke aliran darah

melalui duktus torasikus sehingga terjadi bakteremia pertama yang asimtomatik. Salmonella

typhi juga bersarang dalam sistem retikuloendotelial terutama hati dan limpa, dimana kuman

meninggalkan sel fagosit berkemang biak dan masuk sirkulasi darah lagi sehingga terjadi

bakteremia kedua dengan gejala sistemik. Salmonella typhi menghasilkan endotoksin yang

berperan dalam inflamasi lokal jaringan tempat kuman berkembang biak merangsang

pelepasan zat pirogendan leukosit jaringan sehingga muncul demam dan gejala sistemik

lain. Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plague

peyeri. Apabila proses patologis semakin berkembang, perorasi dapat terjadi (Wibisono et

al, 2014).

4. Manifestasi Klinik

Menurut Wibisono et al (2014) menifestasi klinik tifoid yaitu:

a) Nyeri kepala, lemah, lesu, nyeri otot pada minggu pertama,


b) Demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu, minggu pertama
peningkatan suhu tubuh berflukutasi. Biasanya suhu tubuh meningkat pada malam
hari dan menurun pagi hari. Pada minggu kedua suhu tubuh terus meningkat, dan
minggu ketiga suhu berangsurangsur turun dan kembali normal.
c) Gangguan pada saluran cerna: halitosis (bau nafas yang menusuk), bibir kering dan
pecah-pecah lidah di tutupi selaput putih kotor (coated tongue), metorismus, mual,
tidak nafsu makan, hepatomegali, splenomegali yang disertai nyeri perabaan.
d) Gangguan kesadaran: penurunan kesadaran (apatis, somnolen).
5. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Suriadi & Yuliani (2006) pemeriksaan penunjang

Thypoid Abdominalis adalah :

a) Pemeriksaan darah tepi Leokopenia, limfositosis, aneosinofilia, anemia,

trombositopenia.

b) Pemeriksaan sum-sum tulang Menunjukkan gambaran hiperaktif sumsum tulang.

c) Biakan empedu

Terdapat basil salmonella typosa pada urin dan tinja. Jika pada pemeriksaan selama

dua kali berturut-turut tidak didapatkan basil salmonella typosa pada urin dan tinja, maka

pasien dinyatakan betul-betul sembuh.

d) Pemeriksaan widal

Didapatkan titer terhadap antigen 0 adalah 1/200 atau lebih, sedangkan titer

terhadap antigen H walaupun tinggi akan akan dapat tetap tinggi setelah dilakukan imunisasi

atau bila penderita telah lama sembuh.

6. Komplikasi

Menurut Widagdo (2011) Komplikasi dari Thypoid Abdominalis dapat digolongkan

dalam intra dan ekstra intestinal. Komplikasi intestinal diantaranya ialah :

a) Perdarahan

Dapat terjadi pada 1-10 % kasus, terjadi setelah minggu pertama dengan ditandai

antara lain oleh suhu yang turun disertai dengan peningkatan denyut nadi.

b) Perforasi usus

Terjadi pada 0,5-3 % kasus, setelah minggu pertama didahului oleh perdarahan

berukuran sampai beberapa cm di bagian distal ileum ditandai dengan nyeri abdomen yang

kuat, muntah, dan gejala peritonitis.

Komplikasi ekstraintestinal diantaranya ialah :


a) Sepsis

Ditemukan adanya kuman usus yang bersifat aerobic

b) Hepatitis dan kholesistitis

Ditandai dengan gangguan uji fungsi hati, pada pemeriksaan amylase serum

menunjukkan peningkatan sebagai petunjuk adanya komplikasi pancreatitis

c) Pneumonia atau bronchitis

Sering ditemukan yaitu kira-kira sebanyak 10 %, umumnya disebabkan karena

adanya superinfeksi selain oleh salmonella

d) Miokarditis toksik

Ditandai oleh adanya aritmia, blok sinoatrial, dan perubahan segmen ST dan

gelombang T, pada miokard dijumpai infiltrasi lemak dan nekrosis

e) Trombosis dan flebitis

Jarang terjadi, komplikasi neurologis jarang menimbulkan gejala residual yaitu

termasuk tekanan intrakranial meningkat, thrombosis serebrum, ataksia serebelum akut, tuna

wicara, tuna rungu, mielitis tranversal, dan psikosis

 Komplikasi lain

Pernah dilaporkan ialah nekrosis sumsum tulang, nefritis, sindrom nefrotik,

meningitis, parotitis, orkitis, limfadenitis, osteomilitis, dan artritis.

7. Penatalaksanaan

Menurut Ngastiyah (2005) & Ranuh (2013) pasien yang di rawat dengan diagnosis

observasi Thypoid Abdominalis harus dianggap dan diperlakukan langsung sebagai pasien

Thypoid Abdominalis dan di berikan pengobatan sebagai berikut:

a) Isolasi pasien, desinfeksi pakaian dan ekskreta


b) Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang lama,
lemah, anoreksia, dan lain-lain
c) Istirahat selama demam sampai 2 minggu setelah suhu normal kembali (istirahat
total), kemudian boleh duduk, jika tidak panas lagi boleh berdiri kemudian berjalan
diruangan
d) Diet makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein.

Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak

menimbulkan gas.dianjurkan minum susu 2 gelas sehari. Apabila kesadaran pasien menurun

di berikan makanan cair, melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan anak baik

dapat juga di berikan makanan lunak.

 Pemberian antibiotik

Dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran bakteri. Obat antibiotik

yang sering di gunakan adalah :

a) Chloramphenicol dengan dosis 50 mg/kg/24 jam per oralatau dengan dosis 75

mg/kg/24 jam melalui IV dibagi dalam 4 dosis. Cloramhenicol dapat

menyembuhkan lebih cepat tetapi relapse terjadi lebih cepat pula dan obat tersebut

dapat memberikan efek samping yang serius

b) Ampicillin dengan dosis 200 mg/kg/24 jam melalui IV di bagi dalam 6 dosis.

Kemampuan obat ini menurunkan demam lebih rendah dibandingkan dengan

chloramphenicol

c) Amoxicillin dengan dosis 100mg/kg/24 jam per os dalam3 dosis

Trimethroprim-sulfamethoxazol masing-masing dengan dosis 50 mg SMX/kg/24 jam

per os dalam 2 dosis,merupakan pengobatan klinik yang efisien

d) Kotrimoksazol dengan dosis 2x 2 tablet (satu tablet mengandung 400mg

sulfamethoxazole dan 800 mg trimetroprim.Efektifitas obat ini hampir sama dengan

cloromphenicol.
TINJAUAN KASUS

1. Pengkajian

Proses keperawatan adalah rangkaian tindakan asuhan keperawatan yang harus di

lakukan perawat secara sistematis, sinambung, terencana, dan profesional. Mulai dari

mengidentifikasi masalah kesehatan klien, merencanakan tindakan, mengurangi atau

mencegah terjadinya masalah baru, melaksanakan tindakan keperawatan, hingga

mengevaluasi keberhasilan dari tindakan tersebut

Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan. Fase proses

keperawatan ini cukup dua langkah: Pengumpulan data dari sumber primer (klien) dan

sumber sekunder (keluarga, tenaga kesehatan), dan analisis data sebagai dasar untuk

diagnosa keperawatan (Rohmah, 2009).

1) Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah kegiatan untuk menghimpun informasi tentang status kesehatan

klien (Rohmah,2009).

a) Identitas klien Meliputi : nama, umur , jenis kelamin, suku/bangsa, agama,

pendidikan, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis, status

dan alamat.

b) Riwayat kesehatan

Keluhan utaman Pada penyakit Thypoid Abdominalis harus dikaji gejalandan tanda

meningkatnya suhu tubuh yang intermiten dan nyeri perut serta penurunan kesadaran. Gejala

tersebut sebagai data penunjang untuk menegakan diagnose infeksi kuman salmonella pada

tubuh.
c) Riwayat kesehatan sekarang

Meliputi pengembangan dari pengaruh utama yang terdiri dari :

 Provokative /palliative yaitu faktor penyebab keluhan pada Thypoid Abdominalis

kuman salmonella masuk ke dalam tubuh melalui makanan atau minuman yang

tercemar kemudian setelah masa inkubasi akan muncul gejala dan biasanya gejala

dirasakan semakin berat apabila kondisi tubuh dalam keadaan lemah.

 Qualitative /quantity bagaimana gejala dirasakan? Apakah menyebar atau lokal,

berapa kali gejala dirasakan?

 Region Dibagian mana gejala dirasakan , apakah gejala dirasakan menyebar

kebagian lain? Adanya nyeri perut biasanya akan terasa pada daerah perut bagian

atas.

 Skala Seberapa parah gejala dirasakan, apakah masih dalam batas normal atau terasa

nyeri hebat?

 Time Kapan gejala timbul , seberapa sering gejala timbul ?

d) Riwayat Kesehatan Dahulu

Jenis penyakit apakah yang dideritanya? apakah pernah dirawat di RS? Apakah

mempunyai riwayat alergi? Apakah pernah sebelumnya penyakit sekarang di derita di masa

lalu.

e) Riwayat kesehatan keluarga

Apakah ada anggota keluarga yang sama penyakitnya dengan pasien? Apakah

keluarga mempunyai herediter seperti diabetes melitus? di dalam riwayat kesehatan

keluarga perlu dikaji secara spesifik karena Thypoid Abdominalis merupakan penyakit

menular yang hanya memerlukan vektor yang sangat mudah yaitu air (Priharjo, 2006).

f) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan melakukan inspeksi, auskultasi, palpasi, dan


perkusi. Adapun pengkajian fisik tersebut di lakukan secara sistematis mulai dari kepala

sampai ujung kaki.

a. Sistem pernafasan
Tanda : respirator rate normal kecuali bila terjadi infeksi sekunder yaitu

bronkopneumonia, penggunaan obat bantu pernafasan kemungkinan terjadi karena tirah

baring yang lama, mukosa mulut kering.

b. Sistem Kardiovaskuler

Tanda : takikardi, respon terhadap demam, proses inflamasi dan nyeri.

c. Sistem pencernaan

Tanda : pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah lidah

ditutupi selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan, pada abdomen mungkin

ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa di sertai nyeri pada perabaan. Gejala :

lidah kotor biasanya didapat konstipasi bahkan dapat terjadi diare.

d. Sistem persyarafan

Tanda : kesadaran penderita menurun walaupun tidak seberapa dalam, yaitu apatis sampai

samnolen , jarang terjadi sopor , coma, gelisah.

e. Sistem penglihatan

Komplikasi Thypoid Abdominalis tidak mengenai system penglihatan . Apabila ada

merupakan manifestasi dari gejala penyerta.

f. Sistem Genitourinaria

Pada biakan urine di dapatkan bakterimia, pada genetalia, eksternal tidak di dapatkan

kelainan. Produksi urine normal, warna jernih dan tidak di dapatkan hematuria. Frekuensi

menurun, kandung kemih kosong.

g. Sistem musculoskeletal

Gejala : merasa lemah, kekuatan otot normal.


h. Sistem integument

Kulit hangat , warna kulit normal . Suhu tubuh meningkat, turgor kulit buruk.

 Pola kebiasaan sehari-hari

Pola makan akan berubah karena adanya mual dan muntah, adanya penurunan berat

badan , pola tidur pada pasien Thypoid Abdominalis akan berubah karena adanya nyeri

pada perut dan kecemasan, personal hygiene kurang terawat, pola BAB pada pasien

Thypoid Abdominalis berubah kemungkinan adanya diare atau konstipasi, pola BAK

mungkin terjadi anuria karena dehidrasi karena diare yang berat. Demikian pula dengan pola

aktivitas dan kebiasaan akan mengalami perubahan dikarenakan adanya gangguan pada

pola-pola tersebut diatas (Nursalam, 2008)

 Analisa Data

Analisa data merupakan tahap penting yang kita lakukan setelah data klien

terkumpul sehingga berguna untuk menegakkan masalah atau kebutuhan klien (Prihardjo,

2006).

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan yang menjelaskan respons

manusia (status kesehatan atau risiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana

perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti

untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah, dan mengubah

(Nurarif .A.H, 2015). Diagnosa yang mungkin muncul pada klien typhus abdominalis

berdasarkan prioritas masalah adalah :


Diagnosa
No Batasan Karakteristik
Keperawatan
1. Hipertermi Batasan Karakteristik:

Definisi : suhu tubuh a. kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal

naik diatas rentang normal b. serangan atau konvulsi (kejang)

c. kulit kemerahan

d. pertambahan RR

e. takikardi

f. saat disentuh tangan terasa

hangat Faktor faktor yang

berhubungan :

a. penyakit/ trauma

b. peningkatan metabolisme

c. aktivitas yang berlebih

d. pengaruh medikasi/anastesi

e. ketidakmampuan/penurunan kemampuan

untuk berkeringat

f. terpapar dilingkungan panas

g. dehidrasi

h. pakaian yang tidak tepat


2. Devisit volume cairan Batasan Karakteristik :
Definisi :
Penurunan cairan a. Kelemahan
intravaskuler,
interstisial, b. Haus
dan/atau intrasellular.
Ini c. Penurunan turgor kulit/lidah
mengarah ke dehidrasi,
kehilangan d. Membran mukosa/kulit kering
cairan
dengan pengeluaran e. Peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan

darah, penurunan volume/tekanan nadi

f. Pengisian vena menurun


sodium g. Perubahan status mental

h. Konsentrasi urine meningkat

i. Temperatur tubuh meningkat

j. Hematokrit meninggi

k. Kehilangan berat badan seketika (kecuali

pada third spacing)

Faktor yang berhubungan: Kehilangan


volume cairan secara aktif,
Kegagalan mekanisme
pengaturan.
3. Nyeri akut Batasan karakteristik :

Definisi : Sensori yang tidak a. Laporan secara verbal atau non verbal
menyenangkan dan
pengalaman emosional b. Fakta dari observasi

yang muncul secara c. Posisi antalgic untuk menghindari nyeri


aktual atau
potensial kerusakan d. Gerakan melindungi
jaringan atau
menggambarkan adanya e. Tingkah laku berhati-hati
kerusakan
(Asosiasi Studi Nyeri f. Muka topeng
Internasional): serangan
mendadak g. Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek,
atau pelan
sulit atau gerakan kacau, menyeringai)

h. Terfokus pada diri sendiri

i. Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu,

kerusakan proses berpikir, penurunan

interaksi dengan orang dan lingkungan)

j. Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan,


intensitasnya dari ringan menemui orang lain dan/atau aktivitas, aktivitas
sampai berat yang dapat berulang-ulang)
diantisipasi dengan akhir k. Respon autonom (seperti diaphoresis,
yang dapat diprediksi dan
dengan durasi kurang dari 6 perubahan tekanan darah, perubahan nafas,
bulan.
nadi dan dilatasi pupil)

l. Perubahan autonomic dalam tonus otot

(mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku)

m. Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah,

merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas

panjang/berkeluh kesah)

n. Perubahan dalam nafsu makan dan minum

Faktor yang berhubungan : Agen injuri (biologi,

kimia, fisik, psikologis)


4. Ketidakseimbangan nutrisi Batasan karakteristik :
kurang dari
kebutuhan tubuh Definisi : a. Berat badan 20 % atau lebih di bawah ideal
Intake nutrisi tidak cukup
untuk keperluan b. Dilaporkan adanya intake makanan yang
metabolisme tubuh.
kurang dari RDA (Recomended Daily

Allowance)

c. Membran mukosa dan konjungtiva pucat

d. Kelemahan otot yang digunakan

untuk menelan/mengunyah

e. Luka, inflamasi pada rongga mulut

f. Mudah merasa kenyang, sesaat

setelah mengunyah makanan


g. Dilaporkan atau fakta adanya

kekurangan makanan

h. Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa


i. Perasaan ketidakmampuan untuk mengunyah

makanan

j. Miskonsepsi

k. Kehilangan BB dengan makanan cukup

l. Keengganan untuk makan

m. Kram pada abdomen

n. Tonus otot jelek

o. Nyeri abdominal dengan atau tanpa patologi

p. Kurang berminat terhadap makanan

q. Pembuluh darah kapiler mulai rapuh

r. Diare dan atau steatorrhea

s. Kehilangan rambut yang cukup banyak


(rontok)

t. Suara usus hiperaktif

u. Kurangnya informasi, misinformasi

Faktor yang berhubungan : Ketidakmampuan


pemasukan atau mencerna makanan atau
mengabsorpsi zat-zat gizi berhubungan dengan
faktor biologis, psikologis atau ekonomi.
5. Intoleransi aktivitas Batasan karakteristik :

Definisi: a. Melaporkan secara verbal adanya kelelahan atau

Ketidakcukupan energi kelemahan.


secarafisiologis
maupun psikologis untuk b. Respon abnormal dari tekanan darah atau nadi
meneruskan atau
menyelesaikan aktifitas yang terhadap aktifitas
diminta atau aktifitas sehari
hari. c. Perubahan EKG yang menunjukkan aritmia

atau iskemia

d. Adanya dyspneu atau ketidaknyamanan saat

beraktivitas.
Faktor yang berhubungan :

a. Tirah Baring atau imobilisasi

b. Kelemahan menyeluruh

c. Ketidakseimbangan antara suplei

oksigen dengan kebutuhan

d. Gaya hidup yang dipertahankan.


6. Devisit perawatan diri : Batasan karakteristik :
mandi
Definisi : Gangguan a. Ketidakmampuan untuk membasuh tubuh
kemampuan untuk
melakukan ADL pada diri b. Ketidakmampuan mengakses kamar mandi

c. Ketidakmampuan mengambil

perlengkapan mandi

d. Ketidakmampuan mengatur air mandi

e. Ketidakmampuan menjangkau sumber air

f. Ketidakmampuan mengeringkan tubuh

Faktor yang berhubungan : ansietas, kelemahan,


nyeri, penurunan motivasi, gangguan kognitif,
gangguan muskuloskeletal, kendala lingkungan,
gangguan fungsi kognitif, ketidakmampuan
merasakan bagian tubuh.

Intervensi Keperawatan
Diagnosa Nursing Outcome Nursing Intervention
Classification
Keperawa Classification (NOC)
tan (NIC)
Hipertermia NOC : Fever treatment

Thermoregulation 1. Monitor suhu sesering mungkin

Kriteria Hasil : 2. Monitor IWL

1. Suhu tubuh dalam 3. Monitor warna dan suhu kulit

rentang normal 4. Monitor tekanan darah, nadi

2. Nadi dan RR dalam dan RR

rentang normal 5. Monitor penurunan

3. Tidak ada perubahan tingkat kesadaran

warna kulit dan tidak 6. Monitor WBC, Hb, dan Hct

ada pusing, merasa 7. Monitor intake dan output

nyaman 8. Berikan anti piretik

9. Berikan pengobatan

untuk mengatasi penyebab

demam

10. Selimuti pasien

11. Lakukan tapid sponge


12. Berikan cairan intravena

13. Kompres pasien pada lipat

paha dan aksila

14. Tingkatkan sirkulasi udara

15. Berikan pengobatan untuk

mencegah terjadinya

menggigil

Temperature regulation
16. Monitor suhu minimal tiap 2
jam

17. Rencanakan monitoring suhu

secara kontinyu

18. Monitor TD, nadi, dan RR

19. Monitor warna dan suhu kulit

20. Monitor tanda-tanda

hipertermi dan hipotermi

21. Tingkatkan intake cairan dan


nutrisi

22. Selimuti pasien untuk

mencegah hilangnya

kehangatan tubuh

23. Ajarkan pada pasien cara

mencegah keletihan akibat

panas

24. Diskusikan tentang pentingnya

pengaturan suhu dan

kemungkinan efek negatif dari

kedinginan

25. Beritahukan tentang


indikasi
terjadinya keletihan dan
penanganan emergency yang
diperlukan
26. Ajarkan indikasi dari

hipotermi dan penanganan

yang diperlukan

27. Berikan anti piretik jika


perlu Vital sign

Monitoring

28. Monitor TD, nadi, suhu, dan


RR

29. Catat adanya fluktuasi

tekanan darah

30. Monitor VS saat pasien

berbaring, duduk, atau berdiri

31. Auskultasi TD pada kedua

lengan dan bandingkan

32. Monitor TD, nadi, RR,

sebelum, selama, dan setelah

aktivitas

33. Monitor kualitas dari nadi

34. Monitor frekuensi dan

irama pernapasan

35. Monitor suara paru

36. Monitor pola pernapasan


abnormal

37. Monitor suhu, warna,

dan kelembaban kulit


38. Monitor sianosis perifer

39. Monitor adanya cushing triad

(tekanan nadi yang melebar,

bradikardi, peningkatan

sistolik)

40. Identifikasi penyebab


dari

perubahan vital sign


Devisit volume NOC: Fluid management
cairan
1. Fluid balance 1. Pertahankan catatan intake dan

2. Hydration output yang akurat

3. Nutritional Status : Food 2. Monitor status hidrasi

and Fluid Intake ( kelembaban membran

Kriteria Hasil : mukosa, nadi adekuat, tekanan

1. Mempertahankan urine darah ortostatik ), jika

output sesuai dengan usia diperlukan

dan BB, BJ urine normal, 3. Monitor hasil lab yang sesuai

HT normal dengan retensi cairan (BUN ,

2. Tekanan darah, nadi, suhu Hmt , osmolalitas urin )

tubuh dalam batas normal 4. Monitor vital sign

3. Tidak ada tanda tanda 5. Monitor masukan makanan /

dehidrasi, Elastisitas cairan dan hitung intake kalori

turgor kulit baik, harian

membran mukosa 6. Kolaborasi pemberian cairan IV

7. Monitor status nutrisi

8. Berikan cairan

9. Berikan diuretik sesuai


interuksi
lembab, tidak ada rasa haus 10. Berikan cairan IV pada
yang berlebihan
suhu ruangan

11. Dorong masukan oral

12. Berikan penggantian

nesogatrik sesuai output


13. Dorong keluarga untuk

membantu pasien makan

14. Tawarkan snack ( jus buah,

buah segar )

15. Kolaborasi dokter jika tanda

cairan berlebih muncul

meburuk

16. Atur kemungkinan tranfusi

17. Persiapan untuk tranfusi


Nyeri akut NOC 1. Lakukan pengkajian nyeri

1. Pain Level secara komprehensif termasuk

2. Pain control lokasi, karakteristik, durasi,

3. Comfort level frekuensi, kualitas dan faktor

Kriteria Hasil : presipitasi


1. Mampu mengontrol nyeri
(tahu penyebab nyeri, 2. Observasi reaksi nonverbal
mampu menggunakan
tehnik nonfarmakologi untuk dari ketidaknyamanan

3. Gunakan teknik komunikasi

terapeutik untuk mengetahui

pengalaman nyeri pasien

4. Kaji kultur yang


mempengaruhi
mengurangi nyeri, mencari respon nyeri
bantuan)
2. Melaporkan bahwa

nyeri berkurang dengan 5. Evaluasi pengalaman nyeri

menggunakan manajemen masa lampau

nyeri 6. Evaluasi bersama pasien dan

3. Mampu mengenali nyeri tim kesehatan lain


(skala, intensitas, tentang ketidakefektifan

frekuensi dan tanda nyeri) kontrol nyeri masa lampau

4. Menyatakan rasa 7. Bantu pasien dan keluarga

nyaman setelah nyeri untuk mencari dan

berkurang menemukan dukungan

5. Tanda vital dalam rentang 8. Kontrol lingkungan yang dapat

normal mempengaruhi nyeri seperti

suhu ruangan, pencahayaan

dan kebisingan

9. Kurangi faktor presipitasi nyeri

10. Pilih dan lakukan penanganan

nyeri (farmakologi, non

farmakologi dan inter

personal)

11. Kaji tipe dan sumber nyeri

untuk menentukan intervensi

12. Ajarkan tentang teknik non

farmakologi

13. Berikan analgetik


untuk

mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri

15. Tingkatkan istirahat

16. Kolaborasikan dengan dokter


jika ada keluhan dan tindakan

nyeri tidak berhasil

17. Monitor penerimaan pasien


tentang

manajemen nyeri
Ketidakseimbangan NOC : Weight Management
nutrisi kurang
dari 1. Nutritional Status : food
kebutuhan tubuh
and Fluid Intake 1. Diskusikan bersama pasien

2. Nutritional Status : mengenai hubungan antara

nutrient Intake intake makanan, latihan,

3. Weight control peningkatan BB dan

Kriteria Hasil : penurunan BB

2. Mengerti factor yang 2. Diskusikan bersama pasien

meningkatkan berat mengani kondisi medis yang

badan dapat mempengaruhi BB

3. Mengidentfifikasi 3. Diskusikan bersama pasien

tingkah laku dibawah mengenai kebiasaan, gaya

kontrol klien hidup dan factor herediter

4. Memodifikasi diet yang dapat mempengaruhi BB


dalam waktu yang lama untuk
mengontrol berat 4. Diskusikan bersama pasien

mengenai risiko yang

berhubungan dengan BB

berlebih dan penurunan

BB
badan 5. Dorong pasien untuk merubah

5. Penurunan berat badan kebiasaan makan


1-2 pounds/mgg 6. Perkirakan BB badan ideal
pasien
6. Menggunakan energy

untuk aktivitas sehari Nutrition Management

hari

1. Kaji adanya alergi makanan

2. Kolaborasi dengan ahli gizi

untuk menentukan jumlah

kalori dan nutrisi yang

dibutuhkan pasien

3. Anjurkan pasien

untuk meningkatkan intake Fe

4. Anjurkan pasien

untuk meningkatkan protein

dan vitamin C

5. Berikan substansi gula

6. Yakinkan diet yang dimakan

mengandung tinggi serat untuk

mencegah konstipasi

7. Berikan makanan yang terpilih

( sudah dikonsultasikan

dengan ahli gizi)

8. Ajarkan pasien bagaimana

membuat catatan makanan

harian.
9. Monitor jumlah nutrisi
dan
kandungan kalori

10. Berikan informasi

tentang kebutuhan nutrisi

11. Kaji kemampuan pasien

untuk mendapatkan nutrisi

yang

Dibutuhkan
Intoleransi aktivitas NOC : Energy Management

1. Energy conservation

2. Self Care : ADLs 1. Observasi adanya pembatasan

Kriteria Hasil : klien dalam melakukan

1. Berpartisipasi dalam aktivitas

aktivitas fisik tanpa 2. Dorong anal untuk

disertai peningkatan mengungkapkan perasaan

tekanan darah, nadi dan terhadap keterbatasan

RR 3. Kaji adanya faktor yang

2. Mampu melakukan menyebabkan kelelahan

aktivitas sehari hari 4. Monitor nutrisi dan sumber

(ADLs) secara mandiri energi tangadekuat

5. Monitor pasien akan adanya

kelelahan fisik dan emosi

secara berlebihan

6. Monitor respon kardivaskuler

terhadap aktivitas
7. Monitor pola tidur dan

lamanya tidur/istirahat pasien

Activity Therapy
1. Kolaborasikan dengan Tenaga

Rehabilitasi Medik dalam

merencanakan progran terapi

yang tepat

2. Bantu klien untuk

mengidentifikasi aktivitas yang

mampu dilakukan

3. Bantu untuk memilih aktivitas

konsisten yangsesuai dengan

kemampuan fisik, psikologi

dan sosial

4. Bantu untuk mengidentifikasi

dan mendapatkan sumber yang

diperlukan untuk aktivitas

yang diinginkan

5. Bantu untuk mendpatkan alat

bantuan aktivitas seperti kursi

roda

6. Bantu untu mengidentifikasi

aktivitas yang disukai

7. Bantu klien untuk membuat

jadwal latihan diwaktu luang

8. Bantu pasien/keluarga
untuk
mengidentifikasi kekurangan

dalam beraktivitas
9. Sediakan penguatan positif

bagi yang aktif beraktivitas

10. Bantu pasien

untuk mengembangkan

motivasi diri dan penguatan

11. Monitor respon fisik, emoi,


social

dan spiritual
Devisit perawatan NOC : Self Care assistane : ADLs
diri
Self care : Activity of Daily
Living (ADLs)
Kriteria Hasil : 1. Monitor kemampuan klien

1. Klien terbebas dari bau untuk perawatan diri yang

badan mandiri

2. Menyatakan 2. Monitor kebutuhan klien

kenyamanan terhadap untuk alat- alat bantu untuk

kemampuan untuk kebersihan diri, berpakaian,

melakukan ADLs berhias, toileting dan makan

3. Dapat melakukan ADLS 3. Pertimbangkan usia klien jika

dengan bantuan mendorong pelaksanaan

aktivitas sehari-hari

4. Sediakan bantuan sampai klien

mampu secara utuh untuk

melakukan self-care

5. Dorong klien untuk


melakukan
aktivitas sehari-hari yang normal

sesuai kemampuan yang

dimiliki
6. Dorong untuk melakukan

secara mandiri, tapi beri

bantuan ketika klien tidak

mampu melakukannya.

7. Ajarkan klien/ keluarga untuk

mendorong kemandirian,

untuk memberikan bantuan

hanya jika pasien tidak mampu

untuk melakukannya.

8. Berikan aktivitas rutin sehari-

hari sesuai kemampuan

9. Berikan peralatan kebersihan

pribadi (seperti: deodorant,

sikat gigi dan sabun mandi )

10. Ciptakan rutinitas


aktivitas

perawatan diri

DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah. Muhamad. 2012. Medikal Bedah untuk mahasiswa. DIVA Press: Jogjakarta
Dinas Kesehatan Kota Kendari, 2016. Laporan Data Angka Kesakitan 2016. Dinas
Kesehatan Kota Kendari: Kendari.

Dinas Kesehatan Kota Kendari, 2017. Laporan Data Angka Kesakitan 2017. Dinas
Kesehatan Kota Kendari: Kendari.

Dinas Kesehatan Provinsi Sultra, 2014. Laporan Data Angka Kesakitan 2015. Dinas
Kesehatan Provinsi Sultra: Kendari.

Debora. 2011. Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisisk. Jakarta: Salemba medika.

Inawati, 2017. Demam Tifoid. Artikel Kesehatan Departemen Patologi Anatomi Dosen
Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

Kemenkes RI, 2011. Laporan Data Angka Demam Thypoid. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia Dinas: Jakarta.
Librianty, 2014. Gangguan Metabolisme Hipertermia. Artikel kesehatan diakses di
http://www.kerjanya.net padatanggal 10 Juni 2018 pukul 20.15 WIB.

Nelwan, 2012. Tata Laksana Terkini Demam Tifoid. Jurnal penelitian CDK-192/vol. 39
no. 4 Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam,
FKUI/RSCM-Jakarta.

Ngastiyah. (2006). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.

Nursalam. (2008). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak( Untuk Perawat dan Bidan).
Jakarta : Selemba Medika Pearce.

Pearce, Evelyn C.( 2009). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta :Gramedia.

Purba, dkk, (2017). Program Pengendalian Demam Tifoid di Indonesia: tantangan dan
peluang. Jurnal Penelitian Media Litbangkes, Vol. 26 No. 2, Juni 2016, 99 –
108.

Potter & Perry. 2009. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses dan Praktik
Volume 1 Edisi 4. EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai