LP Thypod Abdominalis - FITRIADI
LP Thypod Abdominalis - FITRIADI
1. Pengertian
Thypoid Abdominalis ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna dan gangguan
Thypoid Abdominalis ialah penyakit sistemik akut yang di sebabkan oleh infeksi
bakteri negatif, genus salmonella yaitu salmonella typhi yang masuk ke dalam makanan,
minuman atau bahan-bahan lain yang dicemari bakteri tersebut (Yudi, 2008).
Thypoid Abdominalis adalah penyakit infeksi bakteri pada usus halus dan terkadang
pada aliran darah, yang di sebabkan oleh kuman salmonella typhi atau salmonella paratyphi
Demam typhoid atau Typhoid Fever ialah suatu sindrom sistemik terutama
disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam merupakan jenis terbanyak dari salmonelosis.
Jenis lain dari demam enterik adalah demam paratifoid yang disebabkan oleh S. paratyphi
Thypoid Abdominalis memperlihatkan gejala lebih berat dibandingkan demam enterik yang
adalah suatu penyakit infeksi akut yang menyerang manusia khususnya pada saluran
pencernaan yaitu pada usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella typhi yang
masuk melalui makanan atau minuman yang tercemar dan ditandai dengan demam
berkepanjangan lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan, dan lebih di
perburuk dengan gangguan penurunan kesadaran.
2. Etiologi
Penyebab utama dari penyakit Thypoid Abdominalis adalah salmonella enteric yang
dapat hidup di lingkungan yang kering tetapi peka terhadap klorinisasi dan plepasteurisasi.
Salmonella paratypi adalah kuman penyebab penyakit demam paratifoid. Sedangkan yang
C (Ranuh 2013).
Menurut Widagdo (2011) Etiologi dari demam tifoid adalah Salmonella typhi,
bersifat bergerak, berbentuk spora, tidak berkapsul, gram (-). Tahan terhadap berbagai bahan
kimia, tahan beberapa hari/minggu pada suhu kamar, bahan limbah, bahan makanan kering,
bahan farmasi, dan tinja. Salmonella mati pada suhu 54,4º C dalam 1 jam atau 60º C dalam
15 menit. Salmonella mempunyai antigen O (somatik) adalah komponen dinding sel dari
lipopolisakarida yang stabil pada panas dan antigen H (flagelum) adalah protein yang labil
terhadap panas. Pada S. typhi, juga pada S. Dublin dan S. hirschfeldii terdapat antigen Vi
3. Patofisiologi
Bakteri salmonella typhi masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan air yang tercemar.
Sebagian kuman dihancurkan oleh asam lambung, dan sebagian masuk ke usus halus,
mencapai plague peyeri di ileum terminalis yang hipertrofi. Salmonella typhi memiliki
fimbria khusus yang dapat menempel ke lapisan plague peyeri, sehingga bakteri dapat di
bonder usus dan memaksa sel usus untuk membentuk kerutan membran yang akan melapisi
bakteri dalam vesikel. Bakteri dalam vesikel akan menyebrang melewati sitoplasma sel usus
seperti polisakarida kapsul Vi. Penggunaan makrofag sebagai kendaraan dan gen
Setelah sampai kelenjar getah bening mensenterika, kuman kemudian masuk ke aliran darah
melalui duktus torasikus sehingga terjadi bakteremia pertama yang asimtomatik. Salmonella
typhi juga bersarang dalam sistem retikuloendotelial terutama hati dan limpa, dimana kuman
meninggalkan sel fagosit berkemang biak dan masuk sirkulasi darah lagi sehingga terjadi
bakteremia kedua dengan gejala sistemik. Salmonella typhi menghasilkan endotoksin yang
berperan dalam inflamasi lokal jaringan tempat kuman berkembang biak merangsang
pelepasan zat pirogendan leukosit jaringan sehingga muncul demam dan gejala sistemik
lain. Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plague
peyeri. Apabila proses patologis semakin berkembang, perorasi dapat terjadi (Wibisono et
al, 2014).
4. Manifestasi Klinik
trombositopenia.
c) Biakan empedu
Terdapat basil salmonella typosa pada urin dan tinja. Jika pada pemeriksaan selama
dua kali berturut-turut tidak didapatkan basil salmonella typosa pada urin dan tinja, maka
d) Pemeriksaan widal
Didapatkan titer terhadap antigen 0 adalah 1/200 atau lebih, sedangkan titer
terhadap antigen H walaupun tinggi akan akan dapat tetap tinggi setelah dilakukan imunisasi
6. Komplikasi
a) Perdarahan
Dapat terjadi pada 1-10 % kasus, terjadi setelah minggu pertama dengan ditandai
antara lain oleh suhu yang turun disertai dengan peningkatan denyut nadi.
b) Perforasi usus
Terjadi pada 0,5-3 % kasus, setelah minggu pertama didahului oleh perdarahan
berukuran sampai beberapa cm di bagian distal ileum ditandai dengan nyeri abdomen yang
Ditandai dengan gangguan uji fungsi hati, pada pemeriksaan amylase serum
d) Miokarditis toksik
Ditandai oleh adanya aritmia, blok sinoatrial, dan perubahan segmen ST dan
termasuk tekanan intrakranial meningkat, thrombosis serebrum, ataksia serebelum akut, tuna
Komplikasi lain
7. Penatalaksanaan
Menurut Ngastiyah (2005) & Ranuh (2013) pasien yang di rawat dengan diagnosis
observasi Thypoid Abdominalis harus dianggap dan diperlakukan langsung sebagai pasien
Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak
menimbulkan gas.dianjurkan minum susu 2 gelas sehari. Apabila kesadaran pasien menurun
di berikan makanan cair, melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan anak baik
Pemberian antibiotik
menyembuhkan lebih cepat tetapi relapse terjadi lebih cepat pula dan obat tersebut
b) Ampicillin dengan dosis 200 mg/kg/24 jam melalui IV di bagi dalam 6 dosis.
chloramphenicol
cloromphenicol.
TINJAUAN KASUS
1. Pengkajian
lakukan perawat secara sistematis, sinambung, terencana, dan profesional. Mulai dari
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan. Fase proses
keperawatan ini cukup dua langkah: Pengumpulan data dari sumber primer (klien) dan
sumber sekunder (keluarga, tenaga kesehatan), dan analisis data sebagai dasar untuk
1) Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah kegiatan untuk menghimpun informasi tentang status kesehatan
klien (Rohmah,2009).
pendidikan, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis, status
dan alamat.
b) Riwayat kesehatan
Keluhan utaman Pada penyakit Thypoid Abdominalis harus dikaji gejalandan tanda
meningkatnya suhu tubuh yang intermiten dan nyeri perut serta penurunan kesadaran. Gejala
tersebut sebagai data penunjang untuk menegakan diagnose infeksi kuman salmonella pada
tubuh.
c) Riwayat kesehatan sekarang
kuman salmonella masuk ke dalam tubuh melalui makanan atau minuman yang
tercemar kemudian setelah masa inkubasi akan muncul gejala dan biasanya gejala
kebagian lain? Adanya nyeri perut biasanya akan terasa pada daerah perut bagian
atas.
Skala Seberapa parah gejala dirasakan, apakah masih dalam batas normal atau terasa
nyeri hebat?
Jenis penyakit apakah yang dideritanya? apakah pernah dirawat di RS? Apakah
mempunyai riwayat alergi? Apakah pernah sebelumnya penyakit sekarang di derita di masa
lalu.
Apakah ada anggota keluarga yang sama penyakitnya dengan pasien? Apakah
keluarga perlu dikaji secara spesifik karena Thypoid Abdominalis merupakan penyakit
menular yang hanya memerlukan vektor yang sangat mudah yaitu air (Priharjo, 2006).
f) Pemeriksaan fisik
a. Sistem pernafasan
Tanda : respirator rate normal kecuali bila terjadi infeksi sekunder yaitu
b. Sistem Kardiovaskuler
c. Sistem pencernaan
Tanda : pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah lidah
ditutupi selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan, pada abdomen mungkin
ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa di sertai nyeri pada perabaan. Gejala :
d. Sistem persyarafan
Tanda : kesadaran penderita menurun walaupun tidak seberapa dalam, yaitu apatis sampai
e. Sistem penglihatan
f. Sistem Genitourinaria
Pada biakan urine di dapatkan bakterimia, pada genetalia, eksternal tidak di dapatkan
kelainan. Produksi urine normal, warna jernih dan tidak di dapatkan hematuria. Frekuensi
g. Sistem musculoskeletal
Kulit hangat , warna kulit normal . Suhu tubuh meningkat, turgor kulit buruk.
Pola makan akan berubah karena adanya mual dan muntah, adanya penurunan berat
badan , pola tidur pada pasien Thypoid Abdominalis akan berubah karena adanya nyeri
pada perut dan kecemasan, personal hygiene kurang terawat, pola BAB pada pasien
Thypoid Abdominalis berubah kemungkinan adanya diare atau konstipasi, pola BAK
mungkin terjadi anuria karena dehidrasi karena diare yang berat. Demikian pula dengan pola
aktivitas dan kebiasaan akan mengalami perubahan dikarenakan adanya gangguan pada
Analisa Data
Analisa data merupakan tahap penting yang kita lakukan setelah data klien
terkumpul sehingga berguna untuk menegakkan masalah atau kebutuhan klien (Prihardjo,
2006).
2. Diagnosa Keperawatan
manusia (status kesehatan atau risiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana
perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti
(Nurarif .A.H, 2015). Diagnosa yang mungkin muncul pada klien typhus abdominalis
c. kulit kemerahan
d. pertambahan RR
e. takikardi
berhubungan :
a. penyakit/ trauma
b. peningkatan metabolisme
d. pengaruh medikasi/anastesi
e. ketidakmampuan/penurunan kemampuan
untuk berkeringat
g. dehidrasi
j. Hematokrit meninggi
Definisi : Sensori yang tidak a. Laporan secara verbal atau non verbal
menyenangkan dan
pengalaman emosional b. Fakta dari observasi
panjang/berkeluh kesah)
Allowance)
untuk menelan/mengunyah
kekurangan makanan
makanan
j. Miskonsepsi
atau iskemia
beraktivitas.
Faktor yang berhubungan :
b. Kelemahan menyeluruh
c. Ketidakmampuan mengambil
perlengkapan mandi
Intervensi Keperawatan
Diagnosa Nursing Outcome Nursing Intervention
Classification
Keperawa Classification (NOC)
tan (NIC)
Hipertermia NOC : Fever treatment
9. Berikan pengobatan
demam
mencegah terjadinya
menggigil
Temperature regulation
16. Monitor suhu minimal tiap 2
jam
secara kontinyu
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
panas
kedinginan
yang diperlukan
Monitoring
tekanan darah
aktivitas
irama pernapasan
bradikardi, peningkatan
sistolik)
8. Berikan cairan
buah segar )
meburuk
dan kebisingan
personal)
farmakologi
mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
manajemen nyeri
Ketidakseimbangan NOC : Weight Management
nutrisi kurang
dari 1. Nutritional Status : food
kebutuhan tubuh
and Fluid Intake 1. Diskusikan bersama pasien
berhubungan dengan BB
BB
badan 5. Dorong pasien untuk merubah
hari
dibutuhkan pasien
3. Anjurkan pasien
4. Anjurkan pasien
dan vitamin C
mencegah konstipasi
( sudah dikonsultasikan
harian.
9. Monitor jumlah nutrisi
dan
kandungan kalori
yang
Dibutuhkan
Intoleransi aktivitas NOC : Energy Management
1. Energy conservation
secara berlebihan
terhadap aktivitas
7. Monitor pola tidur dan
Activity Therapy
1. Kolaborasikan dengan Tenaga
yang tepat
mampu dilakukan
dan sosial
yang diinginkan
roda
8. Bantu pasien/keluarga
untuk
mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
9. Sediakan penguatan positif
untuk mengembangkan
dan spiritual
Devisit perawatan NOC : Self Care assistane : ADLs
diri
Self care : Activity of Daily
Living (ADLs)
Kriteria Hasil : 1. Monitor kemampuan klien
badan mandiri
aktivitas sehari-hari
melakukan self-care
dimiliki
6. Dorong untuk melakukan
mampu melakukannya.
mendorong kemandirian,
untuk melakukannya.
perawatan diri
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah. Muhamad. 2012. Medikal Bedah untuk mahasiswa. DIVA Press: Jogjakarta
Dinas Kesehatan Kota Kendari, 2016. Laporan Data Angka Kesakitan 2016. Dinas
Kesehatan Kota Kendari: Kendari.
Dinas Kesehatan Kota Kendari, 2017. Laporan Data Angka Kesakitan 2017. Dinas
Kesehatan Kota Kendari: Kendari.
Dinas Kesehatan Provinsi Sultra, 2014. Laporan Data Angka Kesakitan 2015. Dinas
Kesehatan Provinsi Sultra: Kendari.
Debora. 2011. Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisisk. Jakarta: Salemba medika.
Inawati, 2017. Demam Tifoid. Artikel Kesehatan Departemen Patologi Anatomi Dosen
Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
Kemenkes RI, 2011. Laporan Data Angka Demam Thypoid. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia Dinas: Jakarta.
Librianty, 2014. Gangguan Metabolisme Hipertermia. Artikel kesehatan diakses di
http://www.kerjanya.net padatanggal 10 Juni 2018 pukul 20.15 WIB.
Nelwan, 2012. Tata Laksana Terkini Demam Tifoid. Jurnal penelitian CDK-192/vol. 39
no. 4 Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam,
FKUI/RSCM-Jakarta.
Nursalam. (2008). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak( Untuk Perawat dan Bidan).
Jakarta : Selemba Medika Pearce.
Pearce, Evelyn C.( 2009). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta :Gramedia.
Purba, dkk, (2017). Program Pengendalian Demam Tifoid di Indonesia: tantangan dan
peluang. Jurnal Penelitian Media Litbangkes, Vol. 26 No. 2, Juni 2016, 99 –
108.
Potter & Perry. 2009. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses dan Praktik
Volume 1 Edisi 4. EGC : Jakarta.