Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

“HIPERTENSI”

DISUSUN OLEH:

FARDI PESSU
20.04.020

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


STIKES PANAKUKANG MAKASSAR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2021/2022
BAB 1
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep dasar lansia


1. Pengertian Lansia
Masa dewasa tua (lansia) dimulai setelah pensiun, biasanya antara usia
65-75 tahun (Potter, 2005). Proses menua merupakan proses sepanjang hidup,
tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua (Nugroho, 2008).
Penuaan adalah suatu proses yang alamiah yang tidak dapat dihindari,
berjalan secara terus-manerus, dan berkesinambungan (Depkes RI, 2001).
Menurut Keliat (1999) dalam Maryam (2008), Usia lanjut dikatakan sebagai
tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia sedangkan menurut
pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998 Tentang Kesehatan dikatakan
bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun
(Maryam, 2008). Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah
laku yang dapat diramalkan dan terjadi pada semua orang pada saat mereka
mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu (Stanley, 2006).
2. Klasifikasi Lansia
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia.
a. Pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b. Lansia yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia Resiko Tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau
lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan
(Depkes RI, 2003).
d. Lansia Potensial yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003).
e. Lansia Tidak Potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003).
3. Karakteristik Lansia
Menurut Keliat (1999) dalam Maryam (2008), lansia memiliki
karakteristik sebagai berikut:
a. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 Ayat (2) UU No. 13
tentang kesehatan).
b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari
kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaftif hingga
kondisi maladaptif.
c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi (Maryam, 2008).
4. Tipe Lansia
Di zaman sekarang (zaman pembangunan), banyak ditemukan
bermacam-macam tipe usia lanjut. Yang menonjol antara lain:
a. Tipe arif bijaksana
Lanjut usia ini kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri
dengan perubahan zaman, mempunyai diri dengan perubahan zaman,
mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan,
memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan
baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan teman pergaulan, serta memenuhi
undangan.
c. Tipe tidak puas
Lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang proses
penuaan, yang menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik
jasmani, kehilangan kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah, tidak
sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani dan pengkritik.
d. Tipe pasrah
Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai
konsep habis (“habis gelap datang terang”), mengikuti kegiatan beribadat,
ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan.
e. Tipe bingung
Lansia yang kagetan, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa
minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh (Nugroho, 2008).
5. Tugas Perkembangan Lansia 
Menurut Erickson, kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan
diri terhadap tugas perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh proses tumbuh
kembang pada tahap sebelumnya. Adapun tugas perkembangan lansia adalah
sebagai berikut :
a. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun.
b. Mempersiapkan diri untuk pensiun.
c. Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya.
d. Mempersiapkan kehidupan baru.
e. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial/masyarakat secara santai.
f. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan (Maryam,
2008).
B. Konsep dasar Hipertensi
1. Definisi Hipertensi
Menurut WHO, penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan
sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama
atau lebih besar 95 mmHg (Kodim Nasrin, 2003).
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi atau istilah kedokteran
menjelaskan hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan pada
mekanisme pengaturan tekanan darah (Mansjoer,2000)
Hipertensi adalah keadaan menetap tekanan sistolik melebih dari 140
mmHg atau tekanan diastolic lebih tinggi dari 90 mmHg. Diagnostic ini dapat
dipastikan dengan mengukur rata-rata tekanan darah pada 2 waktu yang terpisah
(FKUI, 2001)
2. Etiologi
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2
golongan besar yaitu : ( Lany Gunawan, 2001 )
a. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya,
b. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain.
Hipertensi primer terdapat pada lebih dari 90 % penderita hipertensi,
sedangkan 10 % sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Meskipun
hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data
penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan
terjadinya hipertensi.
Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi
terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan
perifer.
Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:
a. Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atautransport
Na.
b. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang
mengakibatkantekanan darah meningkat.
c. Stress Lingkungan.
d. Hilangnya Elastisitas jaringan and arterisklerosis pada orang tua
sertapelabaran pembuluh darah.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan – perubahan pada :
a. Elastisitas dinding aorta menurun
b. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun. 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
e. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer. Meskipun hipertensi primer
belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian telah
menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi.
Faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1) Faktor keturunan. Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan
memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika
orang tuanya adalah penderita hipertensi. Ciri perseorangan. Ciri
perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah: Umur
( jika umur bertambah maka TD meningkat ), Jenis kelamin ( laki-laki
lebih tinggi dari perempuan ), Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari
kulit putih )
2) Kebiasaan hidup. Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya
hipertensi adalah : Konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr ),
Kegemukan atau makan berlebihan, Stress, Merokok, Minum alkohol,
Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin)
Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah :
a. Ginjal : Glomerulonefritis, Pielonefritis, Nekrosis tubular akut, Tumor\
b. Vascular : Aterosklerosis, Hiperplasia, Trombosis, Aneurisma, Emboli
kolestrol, Vaskulitis
c. Kelainan endokrin : DM, Hipertiroidisme, Hipotiroidisme
d. Saraf : Stroke, Ensepalitis, SGB
e. Obat – obatan : Kontrasepsi oral, Kortikosteroid

3. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke
bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhirespon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi.
Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak
diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan
dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons
rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,
menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I
yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi untuk pertimbangan gerontology.
Perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh perifer
bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut.
Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup),
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer
( Brunner & Suddarth, 2002 ).
4. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi : (Menurut : Edward K
Chung, 1995)
a. Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa.
Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan
arteri tidak terukur.
b. Gejala yang lazim Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai
hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini
merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari
pertolongan medis.
Menurut Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi klinis beberapa pasien yang
menderita hipertensi yaitu :
1) Mengeluh sakit kepala, pusing
2) Lemas, kelelahan
3) Sesak nafas
4) Gelisah
5) Mual muntah
6) Epistaksis
7) Kesadaran menurun
5. Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan
pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Prinsip
pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis
penatalaksanaan:
a. Penatalaksanaan Non Farmakologis.
1) Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB
dapat menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas
rennin dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma.
2) Aktivitas.
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan
dengan batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan,
jogging, bersepeda atau berenang.
b. Penatalaksanaan Farmakologis.
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
1) Mempunyai efektivitas yang tinggi.
2) Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
3) Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
4) Tidak menimbulakn intoleransi.
5) Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.\
6) Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
Golongan obat – obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi
seperti golongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium,
golongan penghambat konversi rennin angitensin.
6. Pemeriksaan penunjang
a. Hemoglobin / hematokritUntuk mengkaji hubungan dari sel – sel terhadap
volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor – factor resiko
seperti hiperkoagulabilitas, anemia. BUN : memberikan informasi tentang
perfusi ginjal
b. Glukosa. Hiperglikemi (diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh peningkatan katekolamin (meningkatkan hipertensi)
c. Kalium serum. Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama
(penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
d. Kalsium serum. Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan
hipertensi
e. Kolesterol dan trigliserid serum. Peningkatan kadar dapat mengindikasikan
pencetus untuk / adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiovaskuler)
f. Pemeriksaan tiroid. Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan
hipertensi
g. Kadar aldosteron urin/serum. Untuk mengkaji aldosteronisme primer
(penyebab)
h. Urinalisa. Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau
adanya diabetes.
i. Asam urat. Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
j. Steroid urin. Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
k. IVP. Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensiseperti penyakit parenkim
ginjal, batu ginjal / ureter
l. Foto dada. Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran
jantung
m. CT scan. Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati
n. EKG. Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan
konduksi, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit
jantung hipertensi.
7. Komplikasi
Dalam perjalannya penyakit ini termasuk penyakit kronis yang dapat
mengakibatkan berbagai macam komplikasi antara lain :
a. Gagal jantung
b. Gagal Ginjal kronik dan
c. Stroke
d. Retinopati
DAFTAR PUSTAKA

Kumar, Vinay. Et.al. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins. Vol.2 Ed. 7.
Jakarta : EGC.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Jakarta : EGC.
N. Richard. Mitchell. Et.al. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins
dan Coutran. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta : EGC
Zul Dahlan. 2000. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Reevers, Charlene J, et all. 2000. Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : Salemba
Medica. http://nurse87.wordpress.com. Asuhan Keperawatan Pada
Lansia Dengan Hipertensi. Regards
ASUHAN KEPERAWATAN
GANGGUAN FUNGSI KARDIOVASKULER
HIPERTENSI PADA Ny”K”

DISUSUN OLEH:

FARDI PESSU
20.04.020

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


STIKES PANAKUKANG MAKASSAR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2021/2022
PENGKAJIAN INDIVIDU (LANSIA)

A. IDENTITAS
1. Nama : Ny.K
2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Usia : 65 Tahun
4. Agama : Islam
5. Status Perkawinan: Menikah
6. Pendidikan Terakhir : SMA
7. Pekerjaan (sebelum tinggal di PSTW) : Ibu rumh tangga
8. Alamat Rumah / Keluarga : Monumen Emisyeilan

B. ALASAN MASUK PANTI : -


C. KELUHAN UTAMA :
Klien mangeluh nyeri di kepala dan leher yang di rasakan sudah 1 tahun
D. RIWAYAT KESEHATAN
1. Masalah kesehatan yang pernah dialami :
Klien mengeluh nyeri di kepala,dan leher sudah 1 tahun klien juga
mengeluh pusing ketika berdiri terlalu lama,masalah kesehatan yang di
alami HIPERTENSI
2. Masalah kesehatan yang dialami / dirasakan saat ini :
Klien mengalami tekanan darah tinggi (HIPERTENSI)
3. Masalah kesehatan keluarga / keturunan :
Ibu klien mengalami hipertensi

E. PEMERIKSAAN FISIK
1. TTV
 Keadaan Umum : Baik
 Kesadaran : Composmentis
 Suhu : 36 0C
 Nadi : 80x/menit
 TD : 200/120 mmHg
 TB : 156 Cm
 BB : 60 Kg
2. Kebersihan Perorangan
 Rambut : Bersih dan rambut terlihat sudah memutih
 Mata : Penglihatan sudah mulai menurun
 Hidung : Penciuman masih bagus dan tidak ada
kelainan
 Mulut : Bersih,Ny.K rutin sikat gigi 2x sehari
 Telinga : Bersih,pendengaran Ny.K masih bagus dan
tidak ada kelainan di telinga
 Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening
 Dada : simestris kiri dan kanan
 Kebersihan lingkungan : lingkungan rumah bersih dan depan
rumah di tanami bunga di pot
 Lain-lain :

F. PENGKAJIAN FUNGSI TUBUH


1. Fungsi Biologis
 Pola makan : Ny.K makan 3 kali sehari dengan porsi di
habiskan
 Pola Minum : Ny.K minum 7 gelas sehari
 Pola Tidur :
 Pola Eliminas (BAB / BAK) : Lancar
 ADL :
 Reakreasi : Ny.K setiap minggu pergi liburan ke pantai
dengan anak-anaknya
 Tingkat Kemandirian : Ny.K melakukan aktivitasnya dan
sedikit di bantu anak-anaknya
2. Fungsi Psikososial :
 Skala Depresi (Yesavage) :-
 Fungsi Intelektual (Isaac Walkey) :-
3. Fungsi Sosial
 Dukungan keluarga : Ny.K mendapat dukungan dari
keluarga dan anak-anaknya
 Hubungan dengan keluarga : Ibu kandung
 Hubungan sdengan orang lain :
4. Fungsi Spiritual / Kultural
 Pelaksanaan ibadah : Ny.K sholat 5 waktu
 Keyakinan tentang kesehatan : Kesehatan itu penting
5. Fungsi Fisik
 Fungsi pendengaran : Ny.K pendengarannya masih bagus
dan tidak ada keliainan di bagian telinga
 Fungsi penglihatan : lapang pandang klien sudah mulai
berkurang
 Fungsi Digestif dan Nutrisi : bagus
 Fungsi urinaria : lancar
 Fungsi Kardiovaskular : klien mengalami hipertensi
 Fungsi Respirasi : Bagus
 Fungsi mobilisasi dan keamanan : Masih normal
 Fungsi Integumen : Normal
 Istirahat dan tidur : Pola tidur Ny.K Suka terbangun
tengah malam
 Termoregulasi : Normal
 Fungsi seksual : Normal
G. INFORMASI PENUNJANG
1. Diagnosa Medis : HIPERTENSI
2. Hasil Pemeriksaan Laboratorium : -
3. Terapi Medikasi :
a. Terapi non farmakologi
1. Berikan tehnik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi nyeri
yang di rasakan Ny.K
2. Amlodipine (Oral) 1 x 10 mg

H. ANALISA DATA
DS :
1. Klien mengeluh nyeri di kepala dan leher
DO :
1. Klien nampak meringis karena nyeri
2. Klien nampak gelisa
3. TTV
Td : 200/120 mmHg
S : 36 0C
N : 80x/menit
P : 20x/menit
I. MASALAH KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d peningkatan tekanan vaskuler serebral dan iskemia
INTERVENSI KEPERAWTAN

No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan


1 Nyeri akut b/d Setelah di lakuakan tindakan Manajemen nyeri :
peningkatan tekanan
keperawatan selama 2x24 jam Observasi :
vaskuler serebral dan
iskemia di harapkan tingkat nyeri klien 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
menurun dengan kriteria hasil : durasi, frekuensi, kualitas,
1. Keluhan nyeri dari intensitas nyeri
meningkat menjadi 2. Identifikasi factor yang
cukup menurun memperberat dan memperingan
2. Gelisa dari meningkat nyeri
menjadi cukup menurun Terapeutik :
3. Tekanan darah dari 3. Berikan teknik nonfarmakologis
memburuk menjadi untuk mengurangi rasa nyeri
cukup membaik Edukasi
4. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
5. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No Hari / Tanggal Diagnosa Jam Implementasi keperawatan
keperawatan
1. Rabu Nyeri akut b.d 09:20 1. Melakukan pengkajian terhadap lokasi dan skala nyeri
29/09/2021 peningkatan tekanan
pasien
vaskuler serebral dan
Hasil :
iskemia
a) Pasien mengatakan nyeri didaerah belakang

(oksipital) kepala dan leher

b) Skala nyeri 5

2. Melakukan pengukuran
09:24
vital sign sebelum tindakan relaksasi nafas dalam

Hasil :

a) TD : 200/120 mmHg

b) N : 80×/ menit

c) P : 20×/ menit

d) S : 36°C

10:09 3. Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam

Hasil :

11:00 a. Pasien nampak belum terlalu mengerti dalam


melakukan nafas dalam sesuai yang diajarkan

4. Melakukan pengukuran tekanan darah dan


menanyakan skala nyeri setelah dilakukan tindakan

nafas dalam Hasil :

a) TD : 200/120

mmHg

b) N : 80×/ menit

c) S : 36°C

d) P : 20×/ menit

e) Skala nyeri 5

5. Pemberian therapi paracetamol 1 tablet,

amlodivin 1 tablet dan valesco 1 tablet.

Hasil :

a) Belum terdapat perubahan penurunan tekanan

darah

b) Pasien mengatakan masih lemas

EVALUASI KEPERAWATAN
No Hari /Tanggal Diagnosa keperawatan Jam Evaluasi
1 Rabu Nyeri akut b.d peningkatan 12:30 S:
29/09/2021 tekanan vaskuler serebral
dan iskemia a) Pasien mengatakan masih merasa nyeri

b) Pasien mengatakan masih merasa lemas

P : Nyeri ketika beraktivitas

Q : berdenyut

R : Oksipital kepala

S : skala nyeri 5 (sedang)

T : Hilang timbul

DO :

a) TD : 200/120 mmHg

b) N :80×/m

c) S :36°C

d) P : 20×/menit

e) Nampak pasien belum paham dengan cara


nafas dalam yang benar (pasien
menghembuskan nafas tidak melalui mulut,
tetapi melalui hidung)

A:

Masalah belum teratasi P :

a) Monitor vital sign

b) Lanjutkan intervensi pelatihan

relaksasi nafas dalam

c) Anjurkan pasien untuk tidak banyak pikiran

(HE)

f) Anjurkan untuk selalu mengomsumsi


amlodipin secara teratur 1x1

Anda mungkin juga menyukai