OLEH :
2.2.4 Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
dipusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke
ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk implus yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin. yang akan merangsang serabut
saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokonstriktor. Indivindu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respons rangsang emosi. Kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisiol dan steroit lainya, yang
dapat memperkuat respons vasokontriksi pembuluh darah. Vasokontriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin 1 yang kemudian di ubah menjadi angiotensin II.
Suatu vasokonstrikor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi.
Pertimbangan Gerontologis. Perubahan struktural dan fungsional pada sistem
pembuluh perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada
usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi atriosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat,
dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya,
aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah
yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung
dan peningkatan tahanan perifer. (Brunner & Suddarth, 2015).
2.2.5 Manifestasi klinis
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi:
1. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. hal ini berarti
hipertensi arterial tidak akan perna terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
2. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri
kepala dan kelelahan, dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai
kebayakan pasien yang mencari pertolongan medis. Beberapa keluhan-keluhan yang tidak
spesifik pada penderita hipertensi antara lain :
a. Sakit kepala
b. Perasaan gelisah
c. Jantung berdebar-debar
d. Pusing
e. Penglihatan kabur
f. Rasa sakit di dada
g. Leher terasa tegang
h. Mudah Lelah
i. Mual muntah (Nurarif, 2015).
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang
2.2.7 Penatalaksanaan
1) Terapi non farmakologi
a) Penurunan BB (berat badan) karena obesitas
Pada pasien yang kelebihan berat badan atau obesitas, penurunan berat
badan sangat membantu dalam mengobati gangguan hipertensi, diabetes, dan
lipid. Menggantikan buah-buahan segar dan sayuran untuk diet yang lebih
tradisional mungkin memiliki manfaat luar penurunan berat badan.
Mempertahankan berat badan yang ideal sesuai Body Mass Index dengan
rentang 18,5 – 24,9 kg/m2. BMI dapat diketahui dengan rumus membagi berat
badan dengan tinggi badan yang telah dikuadratkan dalam satuan meter. Obesitas
yang terjadi dapat diatasi dengan melakukan diet rendah kolesterol kaya protein
dan serat. Penurunan berat badan sebesar 2,5 – 5 kg dapat menurunkan tekanan
darah diastolik sebesar 5 mmHg (Dalimartha, 2008).
b) Makan K dan Ca yang cukup dari Diet
Kalium menurunkan tekanan darah dengan cara meningkatkan jumlah
natrium yang terbuang bersamaan dengan urin. Konsumsi buah-buahan
setidaknya sebanyak 3-5 kali dalam sehari dapat membuat asupan potassium
menjadi cukup. Cara mempertahankan asupan diet potasium (>90 mmol setara
3500 mg/hari) adalah dengan konsumsi diet tinggi buah dan sayur.
c) Olahraga.
Aktivitas fisik yang teratur dapat membantu mengurangi tekanan darah,
dan meningkatkan kesehatan jantung. Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan
terarah yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang
mempunyai empat prinsip yaitu: Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis
seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain. Intensitas olah raga yang
baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi
maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25
menit berada dalam zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan
paling baik 5 x perminggu.
2) Terapi farmakologi
Penatalaksanaan farmakologi menurut Saferi & Mariza (2013) merupakan
penanganan menggunakan obat-obatan, antara lain :
a) Golongan Diuretik
Diuretik thiazide biasanya membantu ginjal membuang garam dan air, yang akan
mengurangi volume cairan di seluruh tubuh sehingga menurunkan tekanan darah.
b) Penghambat Adrenergik
Penghambat adrenergik, merupakan sekelompok obat yang terdiri dari alfa-
blocker, beta-blocker dan alfa-beta-blocker labetalol, yang menghambat sistem
saraf simpatis. Sistem saraf simpatis adalah istem saraf yang dengan segera akan
memberikan respon terhadap stress, dengan cara meningkatkan tekanan darah.
c) ACE-inhibitor
Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-inhibitor) menyebabkan
penurunan tekanan darah dengan cara melebarkan arteri.
d) Angiotensin II-bloker
Angiotensin II-bloker menyebabkan penurunan tekanan darah dengan suatu
mekanisme yang mirip ACE-inhibitor. Antagonis kalsium menyebabkan
melebarnya pembuluh darah dengan mekanisme yang berbeda Vasodilator
langsung menyebabkan melebarnya pembuluh darah. Vasodilator langsung
menyebabkan melebarnya pembuluh darah. Kedaruratan hipertensi (misalnya
hipertensi maligna) memerlukan obat yang menurunkan tekanan darah tinggi
dengan cepat dan segera. Beberapa obat bisa menurunkan tekanan darah dengan
cepat dan sebagian besar diberikan secara intravena : diazoxide, nitroprusside,
nitroglycerin, labetalol.
1.2.7 Komplikasi
1) Stroke
Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan darah tinggi di otak, atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh non otak otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke
dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak
mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang
diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami aterosklerosis dapat
menjadi lemah, sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma. Gejala
terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti orang bingung, limbung atau
bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian tubuh terasa lemah atau sulit
digerakan (misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara secara
jelas) serta tidak sadarkan diri secara mendadak.
2) Infark miokard
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri coroner yang arteroklerosis tidak dapat
menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang
menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut. Hipertensi kronik dan
hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat
terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga
hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik
melintasi ventrikel sehingga terjadi distritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko
pembentukan bekuan (Corwin, 2000).
3) Gagal ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada
kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Dengan rusaknya membrane glomerulus, darah akan
mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut
menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membrane glomerulus, protein akan
keluar melalui urin sehingga tekanan osmotic koloid plasma berkurang, menyebabkan
edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik.
4) Gagal jantung
Tekanan darah yang terlalu tinggi memaksa otot jantung bekerja lebih berat untuk
memompa darah yang menyebabkan pembesaran otot jantung kiri sehingga jantung
mengalami gagal fungsi. Pembesaran pada otot jantung kiri disebabkan kerja keras
jantung untuk memompa darah.
5) Kerusakan pada Mata
Tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah
dan saraf pada mata.
6) Ensefalopati (kerusakan otak)
Hal ini dapat terjadi, terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang meningkat
cepat dan berbahaya). Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan
penigkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke ruang interstisial di seluruh
sususan saraf pusat. Neuron disekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian.
1.2.8 Pencegahan
1) Mengunakan garam dapur sebagai bumbu masak maksimal 1 sendok teh dalam sehari
2) Hindari makanan yang berlemak seperti daging, mentega, keju, ayam, telur
3) Hindari alcohol, kopi dan tidak stress
4) Kontrol tekanan darah secara teratur setiap bulan
5) Minum obat secara teratur
6) Olahraga seperti : jogging, bersepada, berenang secara teratur selama 30 menit,
minimal 5 hari dalam seminggu. Hindari olahraga atau aktivitas berat seperti angkat
beban
1.3 Konsep Asuhan keperawatan Gerontik pada pasien Hipertensi
1.3.1 Pengkajian
1) Identitas klien
Hal-hal yang perlu dikaji pada bagian ini yaitu antara lain : Nama, Umur, Jenis
Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Agama, Status Mental, Suku, Keluarga/orang
terdekat, alamat, nomor registrasi.
2) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
Mengkaji tentang keluhan saat ini, penyakit yang diderita saat ini, dan penyakit yang
diderita 1 tahun yang lalu pada lansia.
b) Riwayat kesehatan lalu
Mengakaji tentang penyakit masa kanak-kanak yang pernah diderita oleh lansia,
trauma yang pernah di alami, dan pembedahan yang pernah di lakukan.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Menggambarkan silsilah (kakek, nenek, orang tua, saudara kandung, pasangan, dan
anak-anak). Pasangan (Apabila pasangan masih hidup): Status kesehatan, Umur,
Pekerjaan. Anak –anak (Apabila anak-anak masih hidup): Nama dan alamat.
Menggambarkan silsilah (kakek, nenek, orang tua, saudara kandung, pasangan, dan
anak-anak)
3) Riwayat pengobatan
Menjelaskan obat yang telah dikonsumsi, bagaimana mengonsumsinya, atas nama
dokter siapa yang menginstruksikan dan tanggal resep.
4) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum
Meliputi : adanya kelelahan, perubahan BB satu tahun yang lalu, perubahan nafsu
makan, demam, keringat malam, kesulitan tidur, sering pilek dan infeksi, penialaian
diri terhadap seluruh status kesehatan dan kemampuan melakukan ADL.
b) Kepala, mata, hidung, telingan dan leher
Untuk daerah kepala, mata, hidung, telinga dan heler penulis melakukan
pemeriksaan dengan metode Inspeksi dan Palpasi saja; saat Inspeksi terlihat bentuk
kepala, warna rambut, terdapat lesi, ketombe pada rambut dan kebersihan kepala;
pada mata bentuk mata, kesimetrisan mata kiri dan kanan, konjungtiva; bentuk
telinga kiri dan kanan, kelainan pada telinga. kelainan hidung, adanya mimisan,
kotor atau bersih; adanya kelainan pada leher, adanya lesi, edema, kemerahan dan
palpasi apakah ada pembersaran kelenjar tiroid, dan JVP; sedangka saat dilakukan
palpasi untuk mengetahui apakah terdapat nodul; apakah terjadi edema atau
pembengkakan pada mata.apakah ada nyeri tekan dan adanya kotoran di daerah
telinga; di daerah sinus hidung apakah terjadi nyeri tekan; dan pengukuran vena
jugolari pada leher.
c) Dada
Untuk dara dilakukan dengan cara Inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultas (IPPA);
saat dilakukan inspeksi terlihat bentuk dada, kesimetrisan, retraksi dinding dada;
saat dilakukan Palpasi untuk mengetahui batas jantung atas setinggi iga 2 dan bjb
setinggi iga ke 6, bjki sejajar dengan gari midklavikula sedangkan bjka sejajar
dengan garis prosesusspoideus, perkusi untuk mengetahui batas jantung dengan
bunyi ketokan padat menunjukkan adanya jantung bagia dalam, sedangkan
auskultasi untuk mendengarkan bunyi jantung I terdengar pada S1 dan S2 bunyi
jantung 2 terdengar pada S3 dan S4 bunyi janutng tambahan terndengar jika ada
kelainan pada jantung atau bunyi jantung murmur.
d) Sistem persarafan
Pada pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan tingkatan kesadaran (GCS),
pemeriksaan saraf otak (NI-NXII), fungsi motorik dan sensorik, serta pemeriksaan
reflex.
e) Abdomen
Inspeksi bentuk abdomen apakah terjadi kelainan, adanya lesi. Sedangkan
palpasi dilakuakan dengan palpasi ringan atau palpasi dalam tergantung tujuan
untuk mengetahui bentuk, ukuran, dan konsistensi organ-organ dan struktur-
struktur dalam perut, palpasi ringan dilakuakan untuk mengetahui area-area nyeri
tekan dan adanya massa, palpasi dalam dilakukan untuk mengetahui keadaan
hepar, lien, ginjal, dan kandung kemih. Lakukan perkusi di empat kuadran dan
perhatikan suara yang timbul pada saat melakukannya dan bedakan batas-batas
dari organ dibawah kulit. Organ berongga seperti lambung, usus, kandung kemih
berbunyi timpani, sedangkan bunyi pekak terdapat pada hati, limfa, pankreas,
ginjal.Tehnik perkusi yaitu pertama kali yakinkan tangan pemeriksa hangat
sebelum menyentuh perut pasien Kemudian tempatkan tangan kiri dimana hanya
jari tengah yang melekat erat dengan dinding perut. Selanjutnya diketok 2-3 kali
dengan ujung jari tengah tangan kanan. Lakukanlah perkusi pada keempat
kuadran untuk memperkirakan distribusi suara timpani dan redup. Biasanya suara
timpanilah yang dominan karena adanya gas pada saluran gastrointestinal, tetapi
cairan dan faeces menghasilkan suara redup. Pada sisi abdomen perhatikanlah
daerah dimana suara timpani berubah menjadi redup. Periksalah daerah
suprapublik untuk mengetahui adanya kandung kencing yang teregang atau uterus
yang membesar. Perkusilah dada bagian bawah, antara paru dan arkus costa, Anda
akan mendengar suara redup hepar disebelah kanan, dan suara timpani di sebelah
kiri karena gelembung udara pada lambung dan fleksura splenikus kolon. Suara
redup pada kedua sisi abdomen mungkin menunjukkan adanya asites. Auskultasi
abdomen dengan normal bising usus 15-35 x/menit:Letakkan kepala stetoskop sisi
diafragma yang telah dihangatkan di daerah kuadran kiri bawah. Berikan tekanan
ringan, minta pasien agar tidak berbicara. Bila mungkin diperlukan 5 menit terus
menerus untuk mendengar sebelum pemeriksaan menentukan tidak adanya bising
usus.
Dengarkan bising usus apakah normal, hiperaktif, hipoaktif, tidak ada
bising usus dan perhatikan frekwensi/karakternya; Bila bising usus tidak mudah
terdengar, lanjutkan pemeriksaan dengan sistematis dan dengarkan tiap kuadran
abdomen. Dan dilanjutkan dengan menggunakan gunakan sisi bel stetoskop,
untuk mendengarkan bunyi desiran dibagian epigastrik dan pada tiap kuadran
diatas arteri aortik, ginjal, iliaka, femoral dan aorta torakal. Pada orang kurus
mungkin dapat terlihat gerakan peristaltik usus atau denyutan aorta.
f) Sistem musculoskeletal
Inspeksi bentuk ekstremitas apakah ada kelainan bentuk, adanya lesi, edema, dan
kemerahan. Palpasi apakah ada nodul dan nyeri tekan pada daerah ekstremitas atas
dan bawah. Pada pemeriksaan muskuloskletal meliputi pemeriksaan kekuatan dan
kelemahan eksremitas, kesimetrisan cara berjalan.
REGITRASI
3 Sebutkan 3 buah nama benda (apel, meja, koin) tiap 4 4
benda 1 detik
4 ATENSI DAN KALKULASI
Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk setiap jawaban
benar. Hentikan selama 5 jawaban. Atau disuruh 1 1
mengeja terbalik kata “DUNIA” (nilai diberikan pada
huruf yang benar sebelum
kesalahan; misalnya “a I u n d”=3
5 MENGINGAT KEMBALI (RECALL)
Klien diminta inngat kembali nama benda diatas 3 3
BAHASA
6 Klien diminta menyebutkan nama benda yang 4
ditunjukkan (pensil, buku).
7 Klien diminta mengulang kata-kata “namun”, 1
8 “bila” 3 15
Klien diminta melakukan perintah : “ambil kertas
ini dengan tangan anda, lipatlah menjadi dua
9 bagian dan letakkan dilantai” 2
Klien disuruh membaca dan melakukan perintah
10 “pejamkan mata anda” 3
11 Klien disuruh menulis dengan spontan 2
Klien diminta menggambarkan bentuk dibawah
Ini
TOTAL
Keterangan :
Skor 24-30 : normal Nilai 18-23 : gangguan kognitif sedang
Nilai 0-17 : gangguan kognitif berat
Tabel 5 Pemeriksaan Apgar Keluarga
Selalu =2
Kadang-kadang =1
Hampir tidak pernah = 0
g) Sistem reproduksi
Pemeriksaan pada laki-laki : adanya lesi, rabas, nyeri testikular, massa testicular,
masalah prostate, penyakit kelamin.
pemeriksaan pada perempuan : adanya lesi, rabas, dispareuni, perdarahan pasca
senggama, nyeri pelvis, sistokel/rektokel/prolpas, penyakit kelamin, dan infeksi.
5) Pemeriksaan penunjang
1) Hemoglobin / hematocrit
Untuk mengkaji hubungan dari sel – sel terhadap volume cairan ( viskositas ) dan
dapat mengindikasikan factor – factor resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
2) BUN
Memberikan informasi tentang perfusi ginjal Glukosa Hiperglikemi (diabetes
mellitus adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh peningkatan
katekolamin (meningkatkan hipertensi)
3) Kalium serum
Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama ( penyebab ) atau
menjadi efek samping terapi diuretik.
4) Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi
5) Kolesterol dan trigliserid serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk / adanya pembentukan
plak ateromatosa (efek kardiovaskuler).
6) Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi
7) Kadar aldosteron urin/serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer (penyebab).
8) Urinalisa
Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya diabetes.
9) Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
10) Steroid urin
Kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
11) IVP
Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensiseperti penyakit parenkim ginjal, batu
ginjal / ureter
12) Foto dada
Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung
13) CT scan
Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati
14) EKG
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi,
peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
DAFTAR PUSTAKA