Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI

OLEH :

NAMA : CATURING A. S. PALI


NIM : PO530321119213
KELAS : PPN TINGKAT 3
Dosen Pembimbing: Domianus Namuwali, S.Kep, Ns, M.Kep

POLTEKKES KEMENKES KUPANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran gambaran umum tentang asuhan keperawatan pada
lansia dengan masalah utama hipertensi.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Melakukan proses pengkajian asuhan keperawatan pada lansia yang menderita
hipertensi.
2. Menentukan diagnosa asuhan keperawatan pada lanisa yang menderita hipertensi.
3. Menentukan intervensi asuhan keperawatan pada lansia yang menderita
hipertensi.
4. Melaksanakan implementasi asuhan keperawatan pada lansia yang menderita
hipertensi.
5. Melaksanakan evaluasi asuhan keperawatan pada lansia yang menderita
hipertensi.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
KONSEP LANSIA DAN KONSEP HIPERTENSI

2.1 Konsep Lansia


2.1.1 Definisi Lansia
Lanjut usia adalah seseorang yang memiliki usia lebih dari atau sama dengan 55
tahun (WHO,2013). Lansia dapat juga diartikan sebagai menurunnya kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur serta fungsi normalnya,
sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (Darmojo, 2015).
Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia (lansia)
apabila usianya 65 tahun ke atas (Setianti, 2004).
Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses
kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan
stres lingkungan (Pudjiastuti, 2003).
Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk
mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan
dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara
individual (Hawari, 2001). .
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya
dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua
merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan,
yaitu anak, dewasa dan tua (Nugroho, 2006).
2.1.2 Batasan Lansia
Di Indonesia lanjut usia adalah usia 60 tahun keatas. Hal ini dipertegas dalam
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1
Pasal 1 Ayat 2 (Nugroho, 2008). Beberapa pendapat para ahli tentang batasan usia adalah
sebagai berikut :
1) Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ada empat tahapan yaitu:
a) Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun
b) Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun
c) Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun
d) Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun
2) Menurut Kementerian Kesehatan RI (2015) lanjut usia dikelompokan menjadi usia
lanjut(60-69 tahun) dan usia lanjut dengan risiko tinggi (lebih dari 70 tahun atau lebih
dengan masalah kesehatan)
2.1.3 Klasifikasi Lansia
Menurut Depkes RI (2013) klasifikasi lansia terdiri dari:
1) Pra lansia yaitu seorang yang berusia antara 45-59 tahun
2) Lansia ialah seorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3) Lansia risiko tinggi ialah seorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah
kesehatan
4) Lansia potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan kegiatan
yang dapat menghasilkan barang atau jasa
5) Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan oranglain.
2.2 Konsep Teori Hipertensi
2.2.1 Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah keadaan seseorang yang mengalami peningkatan tekanan darah
diatas normal sehingga mengakibatkan peningkatan angka morbiditas maupun
mortalitas, tekanan darah fase sistolik 140 mmHg menunjukkan fase darah yang sedang
dipompa oleh jantung dan fase diastolik 90 mmHg menunjukkan fase darah yang kembali
ke jantung (Triyanto,2014).
Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal.
disebut sebagai “pembunuh diam-diam” karena orang dengan hipertensi sering tidak
menampakan gejala (Nurarif, 2015).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah
sistoliknya ≥140 mmHg dan tekanan diastolik ≥ 90 mmHg. Pada populasi manula
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90
mmHg (Brunner & Suddart, 2015).
Seseorang dinyatakan menderita hipertensi bila tekanan darahnnya tinggi,
melampaui nilai tekanan darah yang normal yaitu 120/80 mmHg. Pada pemeriksaan
tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi diperoleh saat jantung
berkonstraksi (sistolik) dan angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung
berelaksasi (diastolik). (Dorothy M. Russel, 2011).
2.2.2 Etiologi
1) Faktor predisposisi
a) Usia
Hipertensi bisa terjadi pada semua usia, tetapi semakin bertambah usia
seseorang maka resiko terkena hipertensi semakin meningkat. Penyebab
hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan–perubahan
pada, elastisitas dinding aorta menurun, katub jantung menebal dan menjadi kaku,
kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur
20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan
menurunnya kontraksi dan volumenya, kehilangan elastisitas pembuluh darah.
Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk
oksigenasi, meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer (Smeltzer, 2009).
Penambahan usia dapat meningkatkan resiko terjangkitnya penyakit
hipertensi. Walaupun penyakit hipertensi bisa terjadi pada segala usia, tetapi
paling sering menyerang orang dewasa yang berusia 35 tahun atau lebih.
Meningkatnya tekanan darah seiring dengan bertambahnya usia memang sangat
wajar. Hal ini disebabkan adanya perubahan alami pada jantung, pembuluh darah,
hormon. Namun, jika perubahan ini disertai dengan faktor resiko bisa memicu
terjadinya hipertensi.
b) Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria dan wanita sama, akan tetapi
wanita pramenopause (sebelum menopause) prevalensinya lebih terlindung dari
pada pria pada usia yang sama. Wanita yang belum menopause dilindungi oleh
oleh hormone estrogen yang berperan meningkatkan kadar High Density
Lipoprotein (HDL). Kadar kolestrol HDL yang tinggi merupakan faktor
pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis yang dapat
menyebabkan hipertensi (Price & Wilson, 2006)
Di antara orang dewasa dan setengah baya, ternyata kaum laki-laki lebih
banyak menderita hipertensi. Namun, hal ini akan terjadi sebaliknya setelah
berumur 55 tahun ketika sebagian wanita mengalami menopause. Hipertensi lebih
banyak dijumpai pada wanita.
c) Genetika dan penyakit jantung bawaan
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga
itu mempunyai resiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan
peningkatan kadar Sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara Potassium
terhadap Sodium, individu dengan orang tua yang menderita hipertensi
mempunyai resiko dua kali lebih besar daripada orang yang tidak mempunyai
keluarga dengan riwayat hipertensi (Anggraini dkk, 2009)
Hipertensi merupakan penyakit keturunan. Jika salah satu dari orang tua
kita menderita penyakit hipertensi, sepanjang hidup kita memiliki resiko terkena
hipertensi sebesar 25%. Jika kedua orang tua kita menderita hipertensi,
kemungkinan kita terkena penyakit ini sebesar 60%. Penelitian terhadap penderita
hipertensi dikalangan orang kembar dan anggota keluarga yang sama
menunjukkan ada faktor keturunan yang berperan pada kasus tertentu. Namun,
kemungkinan itu tidak selamanya terjadi. Ada seseorang yang sebagian besar
keluarganya menderita hipertensi, tetapi dirinya tidak terkena penyakit tersebut.
2) Factor pencetus
a) Stress
Stres tidak menyebabkan hipertensi permanen (menetap). Namun, stres
berat dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah menjadi sangat tinggi
sementara waktu. Jika sering mengalami stres, akan terjadi kerusakan pembuluh
darah, jantung, dan ginjal seperti hipertensi permanen. Stres dapat memicu
timbulnya hipertensi karena akan membawa pada kebiasaan buruk yang terbukti
akan meningkatnya resiko hipertensi.
b) Pola makan
Tubuh membutuhkan natrium untuk menjaga keseimbangan cairan dan
mengatur tekanan darah. Tetapi bila asupannya berlebihan, tekanan darah akan
meningkat akibat adanya retensi cairan dan bertambahnya volume darah.
Kelebihan natrium diakibatkan dari kebiasaan menyantap makanan instan yang
telah menggantikan bahan makanan yang segar. Gaya hidup serba cepat menuntut
segala sesuatunya serba instan, termasuk konsumsi makanan. Padahal makanan
instan cenderung menggunakan zat pengawet seperti natrium berzoate dan
penyedap rasa seperti monosodium glutamate (MSG). Jenis makanan yang
mengandung zat tersebut apabila dikonsumsi secara terus menerus akan
menyebabkan peningkatan tekanan darah karena adanya natrium yang berlebihan
di dalam tubuh.
Kebanyakan orang dewasa pola makan penduduk yang tinggal di kota-
kota besar berubah dimana fast food dan makanan yang kaya kolesterol menjadi
bagian yang dikonsumsi sehari-hari.Hal ini dapat berbahaya bagi kesehatan,
apalagi jika disertai stres.Kadar kolesterol darah dapat membumbung tinggi dan
sulit dikontrol. Lemak yang didapat dari makanan tidak seluruhnya merupakan
kolesterol. Lemak merupakan penyumbang kolesterol terbesar. Kolesterol yang
berlebihan ini akan menempel pada permukaan sebelah dalam dinding pembuluh
darah yang sudah terluka akibat gesekan tekanan darah pada hipertensi. Proses
penumpukan kolesterol ini disebut proses aterosklerosis.
c) Obesitas
Obesitas adalah kelebihan lemak tubuh. Obesitas dikaitkan dengan
kolesterol "jahat" dan tingkat trigliserida yang lebih tinggi yang menurunkan
kadar kolesterol "baik". Selain tekanan darah tinggi, obesitas juga dapat
menyebabkan penyakit jantung dan diabetes. Berat badan normal menurut AHA
(2013) adalah mereka yang memiliki indeks massa tubuh 18,5 – 24,9 kg/m2
Kelebihan berat badan meningkatkan resiko seseorang terserang penyakit
hipertensi. Semakin besar massa tubuh, semakin banyak darah yang dibutuhkan
untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Berarti, volume darah
yang beredar melalui pembuluh darah meningkat sehingga akan memberi tekanan
lebih besar ke dinding arteri. Selain itu, obesitas dapat meningkatkan frekuensi
denyut jantung dan kadar insulin dalam darah.
Saat asupan natrium berlebih, tubuh sebenarnya dapat membuangnya
melalui air seni. Tetapi proses ini bisa terhambat, karena kurang minum air putih,
berat badan berlebihan, kurang gerak atau ada keturunan hipertensi maupun
diabetes mellitus. Berat badan yang berlebih akan membuat aktifitas fisik menjadi
berkurang. Akibatnya jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah.Obesitas
dapat ditentukan dari hasil indeks massa tubuh (IMT). IMT merupakan alat yang
sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan
dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Penggunaan IMT hanya berlaku
untuk orang dewasa berumur diatas 18 tahun. IMT tidak dapat diterapkan pada
bayi, anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan (Supariasa, 2012).
2.2.3 Klasifikasi
Secara klinis derajat hipertensi dapat dikelompokkan sesuai dengan rekomendasi dari
“The Sixth Report of The Join National Committee, Prevention, Detection and Treatment
of High Blood Pressure “(JNC – VII, 2003) sebagai berikut:
Tabel Klasifikasi Tekanan Darah
Klasifikasi tekanan darah orang dewasa berusia 18 tahun keatas
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Optimal < 120 < 80
Normal 120-129 80-84
Pre-hipertensi 130-139 85-89
Hipertensi
Stadium 1 (ringan) 140-159 90-99
Stadium 2 (sedang) 160-179 100-109
Stadium 3 (berat) 180-209 110-119
Stadium 4 (sangat berat) ≥ 210 ≥ 120
Sumber: Kemenkes RI (2017).

2.2.4 Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
dipusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke
ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk implus yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin. yang akan merangsang serabut
saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokonstriktor. Indivindu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respons rangsang emosi. Kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisiol dan steroit lainya, yang
dapat memperkuat respons vasokontriksi pembuluh darah. Vasokontriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin 1 yang kemudian di ubah menjadi angiotensin II.
Suatu vasokonstrikor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi.
Pertimbangan Gerontologis. Perubahan struktural dan fungsional pada sistem
pembuluh perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada
usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi atriosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat,
dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya,
aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah
yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung
dan peningkatan tahanan perifer. (Brunner & Suddarth, 2015).
2.2.5 Manifestasi klinis
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi:
1. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. hal ini berarti
hipertensi arterial tidak akan perna terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
2. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri
kepala dan kelelahan, dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai
kebayakan pasien yang mencari pertolongan medis. Beberapa keluhan-keluhan yang tidak
spesifik pada penderita hipertensi antara lain :
a. Sakit kepala
b. Perasaan gelisah
c. Jantung berdebar-debar
d. Pusing
e. Penglihatan kabur
f. Rasa sakit di dada
g. Leher terasa tegang
h. Mudah Lelah
i. Mual muntah (Nurarif, 2015).
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang
2.2.7 Penatalaksanaan
1) Terapi non farmakologi
a) Penurunan BB (berat badan) karena obesitas
Pada pasien yang kelebihan berat badan atau obesitas, penurunan berat
badan sangat membantu dalam mengobati gangguan hipertensi, diabetes, dan
lipid. Menggantikan buah-buahan segar dan sayuran untuk diet yang lebih
tradisional mungkin memiliki manfaat luar penurunan berat badan.
Mempertahankan berat badan yang ideal sesuai Body Mass Index dengan
rentang 18,5 – 24,9 kg/m2. BMI dapat diketahui dengan rumus membagi berat
badan dengan tinggi badan yang telah dikuadratkan dalam satuan meter. Obesitas
yang terjadi dapat diatasi dengan melakukan diet rendah kolesterol kaya protein
dan serat. Penurunan berat badan sebesar 2,5 – 5 kg dapat menurunkan tekanan
darah diastolik sebesar 5 mmHg (Dalimartha, 2008).
b) Makan K dan Ca yang cukup dari Diet
Kalium menurunkan tekanan darah dengan cara meningkatkan jumlah
natrium yang terbuang bersamaan dengan urin. Konsumsi buah-buahan
setidaknya sebanyak 3-5 kali dalam sehari dapat membuat asupan potassium
menjadi cukup. Cara mempertahankan asupan diet potasium (>90 mmol setara
3500 mg/hari) adalah dengan konsumsi diet tinggi buah dan sayur.
c) Olahraga.
Aktivitas fisik yang teratur dapat membantu mengurangi tekanan darah,
dan meningkatkan kesehatan jantung. Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan
terarah yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang
mempunyai empat prinsip yaitu: Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis
seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain. Intensitas olah raga yang
baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi
maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25
menit berada dalam zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan
paling baik 5 x perminggu.
2) Terapi farmakologi
Penatalaksanaan farmakologi menurut Saferi & Mariza (2013) merupakan
penanganan menggunakan obat-obatan, antara lain :
a) Golongan Diuretik
Diuretik thiazide biasanya membantu ginjal membuang garam dan air, yang akan
mengurangi volume cairan di seluruh tubuh sehingga menurunkan tekanan darah.
b) Penghambat Adrenergik
Penghambat adrenergik, merupakan sekelompok obat yang terdiri dari alfa-
blocker, beta-blocker dan alfa-beta-blocker labetalol, yang menghambat sistem
saraf simpatis. Sistem saraf simpatis adalah istem saraf yang dengan segera akan
memberikan respon terhadap stress, dengan cara meningkatkan tekanan darah.
c) ACE-inhibitor
Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-inhibitor) menyebabkan
penurunan tekanan darah dengan cara melebarkan arteri.
d) Angiotensin II-bloker
Angiotensin II-bloker menyebabkan penurunan tekanan darah dengan suatu
mekanisme yang mirip ACE-inhibitor. Antagonis kalsium menyebabkan
melebarnya pembuluh darah dengan mekanisme yang berbeda Vasodilator
langsung menyebabkan melebarnya pembuluh darah. Vasodilator langsung
menyebabkan melebarnya pembuluh darah. Kedaruratan hipertensi (misalnya
hipertensi maligna) memerlukan obat yang menurunkan tekanan darah tinggi
dengan cepat dan segera. Beberapa obat bisa menurunkan tekanan darah dengan
cepat dan sebagian besar diberikan secara intravena : diazoxide, nitroprusside,
nitroglycerin, labetalol.
1.2.7 Komplikasi
1) Stroke
Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan darah tinggi di otak, atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh non otak otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke
dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak
mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang
diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami aterosklerosis dapat
menjadi lemah, sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma. Gejala
terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti orang bingung, limbung atau
bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian tubuh terasa lemah atau sulit
digerakan (misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara secara
jelas) serta tidak sadarkan diri secara mendadak.
2) Infark miokard
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri coroner yang arteroklerosis tidak dapat
menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang
menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut. Hipertensi kronik dan
hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat
terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga
hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik
melintasi ventrikel sehingga terjadi distritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko
pembentukan bekuan (Corwin, 2000).
3) Gagal ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada
kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Dengan rusaknya membrane glomerulus, darah akan
mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut
menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membrane glomerulus, protein akan
keluar melalui urin sehingga tekanan osmotic koloid plasma berkurang, menyebabkan
edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik.
4) Gagal jantung
Tekanan darah yang terlalu tinggi memaksa otot jantung bekerja lebih berat untuk
memompa darah yang menyebabkan pembesaran otot jantung kiri sehingga jantung
mengalami gagal fungsi. Pembesaran pada otot jantung kiri disebabkan kerja keras
jantung untuk memompa darah.
5) Kerusakan pada Mata
Tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah
dan saraf pada mata.
6) Ensefalopati (kerusakan otak)
Hal ini dapat terjadi, terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang meningkat
cepat dan berbahaya). Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan
penigkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke ruang interstisial di seluruh
sususan saraf pusat. Neuron disekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian.
1.2.8 Pencegahan
1) Mengunakan garam dapur sebagai bumbu masak maksimal 1 sendok teh dalam sehari
2) Hindari makanan yang berlemak seperti daging, mentega, keju, ayam, telur
3) Hindari alcohol, kopi dan tidak stress
4) Kontrol tekanan darah secara teratur setiap bulan
5) Minum obat secara teratur
6) Olahraga seperti : jogging, bersepada, berenang secara teratur selama 30 menit,
minimal 5 hari dalam seminggu. Hindari olahraga atau aktivitas berat seperti angkat
beban
1.3 Konsep Asuhan keperawatan Gerontik pada pasien Hipertensi
1.3.1 Pengkajian
1) Identitas klien
Hal-hal yang perlu dikaji pada bagian ini yaitu antara lain : Nama, Umur, Jenis
Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Agama, Status Mental, Suku, Keluarga/orang
terdekat, alamat, nomor registrasi.
2) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
Mengkaji tentang keluhan saat ini, penyakit yang diderita saat ini, dan penyakit yang
diderita 1 tahun yang lalu pada lansia.
b) Riwayat kesehatan lalu
Mengakaji tentang penyakit masa kanak-kanak yang pernah diderita oleh lansia,
trauma yang pernah di alami, dan pembedahan yang pernah di lakukan.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Menggambarkan silsilah (kakek, nenek, orang tua, saudara kandung, pasangan, dan
anak-anak). Pasangan (Apabila pasangan masih hidup): Status kesehatan, Umur,
Pekerjaan. Anak –anak (Apabila anak-anak masih hidup): Nama dan alamat.
Menggambarkan silsilah (kakek, nenek, orang tua, saudara kandung, pasangan, dan
anak-anak)
3) Riwayat pengobatan
Menjelaskan obat yang telah dikonsumsi, bagaimana mengonsumsinya, atas nama
dokter siapa yang menginstruksikan dan tanggal resep.
4) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum
Meliputi : adanya kelelahan, perubahan BB satu tahun yang lalu, perubahan nafsu
makan, demam, keringat malam, kesulitan tidur, sering pilek dan infeksi, penialaian
diri terhadap seluruh status kesehatan dan kemampuan melakukan ADL.
b) Kepala, mata, hidung, telingan dan leher
Untuk daerah kepala, mata, hidung, telinga dan heler penulis melakukan
pemeriksaan dengan metode Inspeksi dan Palpasi saja; saat Inspeksi terlihat bentuk
kepala, warna rambut, terdapat lesi, ketombe pada rambut dan kebersihan kepala;
pada mata bentuk mata, kesimetrisan mata kiri dan kanan, konjungtiva; bentuk
telinga kiri dan kanan, kelainan pada telinga. kelainan hidung, adanya mimisan,
kotor atau bersih; adanya kelainan pada leher, adanya lesi, edema, kemerahan dan
palpasi apakah ada pembersaran kelenjar tiroid, dan JVP; sedangka saat dilakukan
palpasi untuk mengetahui apakah terdapat nodul; apakah terjadi edema atau
pembengkakan pada mata.apakah ada nyeri tekan dan adanya kotoran di daerah
telinga; di daerah sinus hidung apakah terjadi nyeri tekan; dan pengukuran vena
jugolari pada leher.
c) Dada
Untuk dara dilakukan dengan cara Inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultas (IPPA);
saat dilakukan inspeksi terlihat bentuk dada, kesimetrisan, retraksi dinding dada;
saat dilakukan Palpasi untuk mengetahui batas jantung atas setinggi iga 2 dan bjb
setinggi iga ke 6, bjki sejajar dengan gari midklavikula sedangkan bjka sejajar
dengan garis prosesusspoideus, perkusi untuk mengetahui batas jantung dengan
bunyi ketokan padat menunjukkan adanya jantung bagia dalam, sedangkan
auskultasi untuk mendengarkan bunyi jantung I terdengar pada S1 dan S2 bunyi
jantung 2 terdengar pada S3 dan S4 bunyi janutng tambahan terndengar jika ada
kelainan pada jantung atau bunyi jantung murmur.
d) Sistem persarafan
Pada pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan tingkatan kesadaran (GCS),
pemeriksaan saraf otak (NI-NXII), fungsi motorik dan sensorik, serta pemeriksaan
reflex.
e) Abdomen
Inspeksi bentuk abdomen apakah terjadi kelainan, adanya lesi. Sedangkan
palpasi dilakuakan dengan palpasi ringan atau palpasi dalam tergantung tujuan
untuk mengetahui bentuk, ukuran, dan konsistensi organ-organ dan struktur-
struktur dalam perut, palpasi ringan dilakuakan untuk mengetahui area-area nyeri
tekan dan adanya massa, palpasi dalam dilakukan untuk mengetahui keadaan
hepar, lien, ginjal, dan kandung kemih. Lakukan perkusi di empat kuadran dan
perhatikan suara yang timbul pada saat melakukannya dan bedakan batas-batas
dari organ dibawah kulit. Organ berongga seperti lambung, usus, kandung kemih
berbunyi timpani, sedangkan bunyi pekak terdapat pada hati, limfa, pankreas,
ginjal.Tehnik perkusi yaitu pertama kali yakinkan tangan pemeriksa hangat
sebelum menyentuh perut pasien Kemudian tempatkan tangan kiri dimana hanya
jari tengah yang melekat erat dengan dinding perut. Selanjutnya diketok 2-3 kali
dengan ujung jari tengah tangan kanan. Lakukanlah perkusi pada keempat
kuadran untuk memperkirakan distribusi suara timpani dan redup. Biasanya suara
timpanilah yang dominan karena adanya gas pada saluran gastrointestinal, tetapi
cairan dan faeces menghasilkan suara redup. Pada sisi abdomen perhatikanlah
daerah dimana suara timpani berubah menjadi redup. Periksalah daerah
suprapublik untuk mengetahui adanya kandung kencing yang teregang atau uterus
yang membesar. Perkusilah dada bagian bawah, antara paru dan arkus costa, Anda
akan mendengar suara redup hepar disebelah kanan, dan suara timpani di sebelah
kiri karena gelembung udara pada lambung dan fleksura splenikus kolon. Suara
redup pada kedua sisi abdomen mungkin menunjukkan adanya asites. Auskultasi
abdomen dengan normal bising usus 15-35 x/menit:Letakkan kepala stetoskop sisi
diafragma yang telah dihangatkan di daerah kuadran kiri bawah. Berikan tekanan
ringan, minta pasien agar tidak berbicara. Bila mungkin diperlukan 5 menit terus
menerus untuk mendengar sebelum pemeriksaan menentukan tidak adanya bising
usus.
Dengarkan bising usus apakah normal, hiperaktif, hipoaktif, tidak ada
bising usus dan perhatikan frekwensi/karakternya; Bila bising usus tidak mudah
terdengar, lanjutkan pemeriksaan dengan sistematis dan dengarkan tiap kuadran
abdomen. Dan dilanjutkan dengan menggunakan gunakan sisi bel stetoskop,
untuk mendengarkan bunyi desiran dibagian epigastrik dan pada tiap kuadran
diatas arteri aortik, ginjal, iliaka, femoral dan aorta torakal. Pada orang kurus
mungkin dapat terlihat gerakan peristaltik usus atau denyutan aorta.
f) Sistem musculoskeletal
Inspeksi bentuk ekstremitas apakah ada kelainan bentuk, adanya lesi, edema, dan
kemerahan. Palpasi apakah ada nodul dan nyeri tekan pada daerah ekstremitas atas
dan bawah. Pada pemeriksaan muskuloskletal meliputi pemeriksaan kekuatan dan
kelemahan eksremitas, kesimetrisan cara berjalan.

Tabel 1. Tes koordinasi/keseimbangan


No. Aspek penilaian Keterangan Nilai
1 Berdiri dengan postur normal 4
2 Berdiri dengan postur normal (dengan mata
tertutup)
3 Berdiri dengan satu kaki Kanan : 1
Kiri :
4 Berdiri, fleksi trunk, dan berdiri ke posisi 3
Netral
5 Berdiri, lateral dan fleksi trunk 3
6 Berjalan, tempatkan salah satu tumit di 3
depan jari kaki yang lain
7 Berjalan sepanjang garis lurus 4
8 Berjalan mengikuti tanda gambar pada lantai 3
9 Berjalan mundur 3
10 Berjalan mengikuti lingkaran 3
11 Berjalan dengan tumit 2
12 Berjalan dengan ujung kaki 1
JUMLAH 29
Kriteria penilaian:
4 : melakukan aktifitas dg lengkap
3 : sedikit bantuan (untuk keseimbangan)
2 : dengan bantuan sedang – maksimal
1 : tidak mampu melakukan aktivitas
Keterangan:
42 – 54 : Melakukan aktifitas dengan lengkap
28 – 41 : Sedikit bantuan (untuk keseimbangan)
14 – 27 : Dengan bantuan sedang sampai maksimal
Table.2 Pemeriksaan Indeks Barthel
No Jenis aktivitas Nilai Penilaian
Bantuan Mandiri
1 Makan/minum 5 10 10
2 Berpindah dari kursi roda ke 5-10 15
15
tempat tidur/sebaliknya
3 Kebersihan diri: cuci muka, 0 5
5
menyisir, dll
4 Keluar/masuk kamar mandi 5 10 10
5 Mandi 0 5 5
6 Berjalan (jalan datar) 10 15 15
7 Naik turun tangga 5 10 5
8 Berpakaian/bersepatu 5 10 10
9 Mengontrol defekasi 5 10 10
10 Mengontrol berkemih 5 10 10
Jumlah 95
Keterangan :
0 – 20 : Ketergantungan penuh/total
21 – 61 : Ketergantungan berat
62 – 90 : Ketergantungan moderat
91 – 99 : Ketergantungan ringan
100 : Mandiri

Tabel 3. Pemeriksaan short table mental status questsionare


Benar Salah No Pertannyaan
1 Tanggal berapa hari ini
2 Hari apa sekarang
3 Apa nama tempat ini
4 Dimana alamat anda
5 Kapan anda lahir
6 Berapa umur anda
7 Siapa presiden Indonesia sekarang
8 Siapa presiden Indonesia sebelumnya
9 Siapa nama ibu anda
10 Angka 20 dikurangi 3=? Dan seterusnya
dikurangi
3
Keterangan :
Salah 0-3 : fungsi intelektual utuh
Salah 4-5 : kerusakan intelektual ringan
Salah 6-8 : kerusakan intelektual sedang
Salah 9-10: kerusakan intelektual berat

Tabel 4 Mini mental status exam (MMSE)


ITEM TES NILAI NILAI
MAX
ORIENTASI
1 Sekarang (tahun), (musim), (bulan), (tanggal), hari 2
apa? 4
2 Kita berada dimana? (Negara), (provinsi), (kota), 2
(rumah sakit), (lantai/kamar)

REGITRASI
3 Sebutkan 3 buah nama benda (apel, meja, koin) tiap 4 4
benda 1 detik
4 ATENSI DAN KALKULASI
Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk setiap jawaban
benar. Hentikan selama 5 jawaban. Atau disuruh 1 1
mengeja terbalik kata “DUNIA” (nilai diberikan pada
huruf yang benar sebelum
kesalahan; misalnya “a I u n d”=3
5 MENGINGAT KEMBALI (RECALL)
Klien diminta inngat kembali nama benda diatas 3 3
BAHASA
6 Klien diminta menyebutkan nama benda yang 4
ditunjukkan (pensil, buku).
7 Klien diminta mengulang kata-kata “namun”, 1
8 “bila” 3 15
Klien diminta melakukan perintah : “ambil kertas
ini dengan tangan anda, lipatlah menjadi dua
9 bagian dan letakkan dilantai” 2
Klien disuruh membaca dan melakukan perintah
10 “pejamkan mata anda” 3
11 Klien disuruh menulis dengan spontan 2
Klien diminta menggambarkan bentuk dibawah
Ini
TOTAL
Keterangan :
Skor 24-30 : normal Nilai 18-23 : gangguan kognitif sedang
Nilai 0-17 : gangguan kognitif berat
Tabel 5 Pemeriksaan Apgar Keluarga
Selalu =2
Kadang-kadang =1
Hampir tidak pernah = 0

NO Pernyataan Kriteria Nilai


Selalu Kadang Hampir
-kadang tdk
pernah
1 Saya puas bisa kembali pada keluarga 0
(teman) saya untuk membantu saya
pada waktu sesuatu menyusahkan
saya.
2 Saya puas dgn cara keluarga (teman) saya 1
membicarakan sesuatu dan
mengungkapakan masalah dengan saya.
3 Saya puas bahwa keluarga (teman) saya 2
menerima dan mendukung keinginan
saya dalam melakukan aktivitas
4 Saya puas dgn cara keluarga (teman) saya 1
mengekspresikan afek dan berespon
terhadap emosi saya seperti marah,
sedih,
atau mencintai
5 Saya puas dengan cara teman saya 1
menyediakan waktu bersama-sama
Keterangan :
Nilai < 3 : disfungsi keluarga tinggi
Nilai 4 – 6 : disfungsi keluarga sedang

g) Sistem reproduksi
Pemeriksaan pada laki-laki : adanya lesi, rabas, nyeri testikular, massa testicular,
masalah prostate, penyakit kelamin.
pemeriksaan pada perempuan : adanya lesi, rabas, dispareuni, perdarahan pasca
senggama, nyeri pelvis, sistokel/rektokel/prolpas, penyakit kelamin, dan infeksi.
5) Pemeriksaan penunjang
1) Hemoglobin / hematocrit
Untuk mengkaji hubungan dari sel – sel terhadap volume cairan ( viskositas ) dan
dapat mengindikasikan factor – factor resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
2) BUN
Memberikan informasi tentang perfusi ginjal Glukosa Hiperglikemi (diabetes
mellitus adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh peningkatan
katekolamin (meningkatkan hipertensi)
3) Kalium serum
Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama ( penyebab ) atau
menjadi efek samping terapi diuretik.
4) Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi
5) Kolesterol dan trigliserid serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk / adanya pembentukan
plak ateromatosa (efek kardiovaskuler).
6) Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi
7) Kadar aldosteron urin/serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer (penyebab).
8) Urinalisa
Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya diabetes.
9) Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
10) Steroid urin
Kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
11) IVP
Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensiseperti penyakit parenkim ginjal, batu
ginjal / ureter
12) Foto dada
Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung
13) CT scan
Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati
14) EKG
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi,
peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

1.3.2 Diagnosa Keperawatan


1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisiologis : peningkatan tekanan
vaskuler serebral (D.0077)
2) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen (D.0056)
3) Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload (D.0011)
4) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi atau keterbatasan kognitif.
1.3.3 Perencanaan keperawatan
Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
Nyeri akut Tujuan: Setelah MANAJEMEN NYERI (I. 08238)
berhubungan dilakukan tindakan 1. Observasi
dengan keperawatan selama …x  lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
peningkatan 24 jam, maka nyeri kualitas, intensitas nyeri
tekanan vascular menurun dengan kriteria  Identifikasi skala nyeri
Cerebral hasil:  Identifikasi respon nyeri non verbal
(D.0077) Tingkat Nyeri (L.08066)  Identifikasi faktor yang memperberat dan
menurun: memperingan nyeri
1. Keluhan nyeri  Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
menurun tentang nyeri
2. Meringis menurun  Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
3. Gelisah menurun nyeri
4. Kesulitan tidur  Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
menurun hidup
5. Tekanan darah  Monitor keberhasilan terapi komplementer
membaik yang sudah diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
2. Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi
pijat, aroma terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
 Control lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
3. Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

Intoleransi Tujuan: Setelah A. MANAJEMEN ENERGI (I. 05178)


aktifitas dilakukan tindakan 1. Observasi
berhubungan keperawatan selama …x  Identifkasi gangguan fungsi tubuh yang
dengan 24 jam, maka intoleransi mengakibatkan kelelahan
ketidakseimbang aktivitas membaik  Monitor kelelahan fisik dan emosional
an antara suplai dengan kriteria hasil:  Monitor pola dan jam tidur
dan kebutuhan Toleransi ativitas  Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
oksigen (L.05047) meningkat: melakukan aktivitas
(D.0056) 1. Kemudahan dalam 2. Terapeutik
melakukan aktivitas  Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
sehari-hari stimulus (mis. cahaya, suara, kunjungan)
meningkat  Lakukan rentang gerak pasif dan/atau aktif
2. Keluhan lelah  Berikan aktivitas distraksi yang
menurun menyenangkan
 Fasilitas duduk di sisi tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau berjalan
3. Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
 Anjurkan menghubungi perawat jika tanda
dan gejala kelelahan tidak berkurang
 Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
kelelahan
4. Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
B. TERAPI AKTIVITAS (I.05186)
1. Observasi
 Identifikasi deficit tingkat aktivitas
 Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam
aktivotas tertentu
 Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang
diinginkan
 Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi
dalam aktivitas
 Identifikasi makna aktivitas rutin (mis.
bekerja) dan waktu luang
 Monitor respon emosional, fisik, social, dan
spiritual terhadap aktivitas
2. Terapeutik
 Fasilitasi focus pada kemampuan, bukan
deficit yang dialami
 Sepakati komitmen untuk meningkatkan
frekuensi danrentang aktivitas
 Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan
tujuan aktivitas yang konsisten sesuai
kemampuan fisik, psikologis, dan social
 Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai usia
 Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
 Fasilitasi transportasi untuk menghadiri
aktivitas, jika sesuai
 Fasilitasi pasien dan keluarga dalam
menyesuaikan lingkungan untuk
mengakomodasikan aktivitas yang dipilih
 Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis. ambulansi,
mobilisasi, dan perawatan diri), sesuai
kebutuhan
 Fasilitasi aktivitas pengganti saat mengalami
keterbatasan waktu, energy, atau gerak
 Fasilitasi akvitas motorik kasar untuk pasien
hiperaktif
 Tingkatkan aktivitas fisik untuk memelihara
berat badan, jika sesuai
 Fasilitasi aktivitas motorik untuk merelaksasi
otot
 Fasilitasi aktivitas dengan komponen memori
implicit dan emosional (mis. kegitan
keagamaan khusu) untuk pasien dimensia, jika
sesuai
 Libatkan dalam permaianan kelompok yang
tidak kompetitif, terstruktur, dan aktif
 Tingkatkan keterlibatan dalam
aktivotasrekreasi dan diversifikasi untuk
menurunkan kecemasan (mis. vocal group,
bola voli, tenis meja, jogging, berenang, tugas
sederhana, permaianan sederhana, tugas rutin,
tugas rumah tangga, perawatan diri, dan teka-
teki dan kart)
 Libatkan kelarga dalam aktivitas, jika perlu
 Fasilitasi mengembankan motivasi dan
penguatan diri
 Fasilitasi pasien dan keluarga memantau
kemajuannya sendiri untuk mencapai tujuan
 Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari
 Berikan penguatan positfi atas partisipasi
dalam aktivitas
3. Edukasi
 Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari,
jika perlu
 Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
 Anjurkan melakukan aktivitas fisik, social,
spiritual, dan kognitif, dalam menjaga fungsi
dan kesehatan
 Anjurka terlibat dalam aktivitas kelompok
atau terapi, jika sesuai
 Anjurkan keluarga untuk member penguatan
positif atas partisipasi dalam aktivitas
4. Kolaborasi
 Kolaborasi dengan terapi okupasi dalam
merencanakan dan memonitor program
aktivitas, jika sesuai
 Rujuk pada pusat atau program aktivitas
komunitas, jika perlu
Resiko Tujuan: Setelah PERAWATAN JANTUNG (I.02075)
penurunan curah dilakukan tindakan 1. Observasi
jantung keperawatan selama …x  Identifikasi tanda/gejala primer Penurunan
berhubungan 24 jam, maka curah curah jantung (meliputi dispenea, kelelahan,
dengan jantung meningkat adema ortopnea paroxysmal nocturnal
perubahan dengan kriteria hasil: dyspenea, peningkatan CPV)
afterload Curah jantung  Identifikasi tanda /gejala sekunder penurunan
(D.0011) (L.02008): curah jantung (meliputi peningkatan berat
1. Lelah menurun badan, hepatomegali ditensi vena jugularis,
2. Tekanan darah palpitasi, ronkhi basah, oliguria, batuk, kulit
membaik pucat)
 Monitor tekanan darah (termasuk tekanan
darah ortostatik, jika perlu)
 Monitor intake dan output cairan
 Monitor berat badan setiap hari pada waktu
yang sama
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor keluhan nyeri dada (mis. Intensitas,
lokasi, radiasi, durasi, presivitasi yang
mengurangi nyeri)
 Monitor EKG 12 sadapoan
 Monitor aritmia (kelainan irama dan
frekwensi)
 Monitor nilai laboratorium jantung (mis.
Elektrolit, enzim jantung, BNP, Ntpro-BNP)
 Monitor fungsi alat pacu jantung
 Periksa tekanan darah dan frekwensi
nadisebelum dan sesudah aktifitas
 Periksa tekanan darah dan frekwensi nadi
sebelum pemberian obat (mis. Betablocker,
ACEinhibitor, calcium channel blocker,
digoksin)
2. Terapeutik
 Posisikan pasien semi-fowler atau fowler
dengan kaki kebawah atau posisi nyaman
 Berikan diet jantung yang sesuai (mis. Batasi
asupan kafein, natrium, kolestrol, dan
makanan tinggi lemak)
 Gunakan stocking elastis atau pneumatik
intermiten, sesuai indikasi
 Fasilitasi pasien dan keluarga untuk
modifikasi hidup sehat
 Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi
stres, jika perlu
 Berikan dukungan emosional dan spiritual
 Berikan oksigen untuk memepertahankan
saturasi oksigen >94%
3. Edukasi
 Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
 Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
 Anjurkan berhenti merokok
 Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat
badan harian
 Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake
dan output cairan harian
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
 Rujuk ke program rehabilitasi jantung
Defisit Tujuan: Setelah Edukasi Kesehatan (I.12383)
pengetahuan dilakukan tindakan 1. Observasi:
berhubungnya keperawatan selama …x  Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
dengan kurang 24 jam, maka tingkat informasi
informasi atau penegetahuan meningkat  Identifikasi factor-faktor yang dapat
keterbatasan dengan kriteria hasil: meningkatkan dan menurunkan motivasi
kognitif Tingkat pengetahuan perilaku-perilaku hidup bersih dan sehat
(D.0111) (L.12111) 2. Terapeutik
1. Perilaku sesuai  Sediakan materi dan media pendidikan
anjuran meningkat kesehatan
2. Kemampuan  Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
menjelaskan kesepakatan
pengetahuan tentang  Berikan kesempatan untuk bertanya
suatu topic meningkat 3. Edukasi
3. Perilaku sesuai dengan  Jelaskan factor risiko yang dapat mempengaruhi
pengetahuan kesehatan
meningkat
 Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
4. Pertanyaan tentang
 Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
masalah yang dihadapi
meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat
menurun
5. Persepsi yang keliru
terhadap masalah
menurun

1.3.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari perencanaan keperawatan
yang telah dibuat oleh untuk mencapai hasil yang efektif dalam pelaksanaan implementasi
keperawatan, penguasaan dan keterampilan dan pengetahuan harus dimiliki oleh setiap
perawat sehingga pelayanan yang diberikan baik mutunya. Dengan demikian rencana yang
telah ditentukan tercapai.
1.3.5 Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa
jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian proses
menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan poses mulai dari pengkajian,
diagnose , perencanaan, tindakan dan evaluasi itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Azizah,Lilik Ma’rifatul.  2011. Keperawatan Lanjut Usia. Edisi 1. Garaha Ilmu. Yogyakarta.


Corwin, J Corwin (2009), Buku Saku Patologis, edisi 3, EGC, Jakarta
Gunawan, Lany.  2001. Hipertensi : Tekanan Darah Tinggi. Yogyakarta, Penerbit Kanisius
Padila, 2013. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika.
PPNI, T. P. 2018. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI). Jakarta: Persatuan Perawat
Indonesia
PPNI, T. P. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Jakarta: Edisi 1. Persatuan
Perawat Indonesia
PPNI, T. P. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI). Jakarta: Edisi 1. Persatuan
Perawat Indonesia
Stanley, Mickey.  2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Alih Bahasa; Nety Juniarti, Sari
Kurnianingsih. Editor; Eny Meiliya, Monica Ester. Edisi 2. EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai