Anda di halaman 1dari 33

TUGAS INDIVIDU KEPERAWATAN KELUARGA

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA Tn. S

DENGAN HIPERTENSI

Disusun oleh :
Juliawati
NIM. SNR212250030

Dosen pembimbing :
Ns. Tri wahyuni, M.Kep

PRODI NERS KEPERAWATAN


INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN MUHAMMADIYAH
KALIMANTAN BARAT
TAHUN 2022

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perilaku hidup sehat merupakan kebutuhan manusia yang paling dasar agar
tubuh tetap sehat serta terbebas dari segala macam penyakit, sehingga manusia dapat
mempertahankan hidupnya dengan baik. salah satu penyakit yang dapat muncul
akibat dari kurang baiknya perilaku dalam hidup sehat yaitu hipertensi (Sufa et al,
2017).
Hipertensi merupakan salah satu dari sepuluh penyakit terbesar di dunia
khususnya di Indonesia. Hipertensi merupakan The Silent Killer, karena penyakit ini
dapat mengenai semua organ tubuh dan apabila tidak terkendali maka dapat timbul
komplikasi terjadinya penyakit lain salah satunya yaitu stroke (Sonyorini & Sulastri,
2022).
Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah menjadi naik
karena gangguan pada pembuluh darah yang mengakbatkan suplai oksigen dan nutrisi
terganggu sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya (Puspita et al, 2019).
Menurut Achsan dan Anurogo (2013), hipertensi atau tekanan darah tinggi
adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik 140 mmhg (tekanan darah yang
diukur dengan tensimeter dan terdengar sebagai denyutan pertama), sedangkan
tekanan darah diastolik 90 mmhg (denyutan paling akhir saat diperiksa dengan
tensimeter). Atau secara singkat, hipertensi terjadi apabila tekanan darah
140/90mmhg.
Berdasarkan penyebab terjadinya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan.
Pertama,hipertensi esensial atau hipertensi primer dimana tidak diketahui secara pasti
penyebabnya, namun terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya seperti : faktor
genetika/ keturunan, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, sistem renin
angiotensin, efek dari ekskresi Natrium (Na), Obesitas, merokok dan stres (Bachrudin
& Najib, 2016).
Kedua, hipertensi sekunder. Hipertensi golongan ini disebabkan oleh kondisi lain,
seperti penggunaan hormon estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal
(kelainan pembuluh darah ginjal), hiperaldosteronisme primer (kelebihan hormon
aldosteron), penyakit sindrom Cushing serta hipertensi yang berhubungan dengan
kehamilan (Achsan dan Anurogo, 2013).
Berdasarkan data WHO tahun 2019 diketahui bahwa jumlah orang dewasa
dengan hipertensi meningkat dari 594 juta pada tahun 1975 menjadi 1,13 miliar pada
tahun 2015. Penyakit ini berkembang dengan pesat di negara-negara berpenghasilan
rendah dan menengah. Peningkatan ini disebabkan oleh peningkatan faktor risiko
hipertensi pada populasi tersebut. Prevalensi hipertensi tertinggi di Afrika mencapai
27% sedangkan prevalensi hipertensi terendah di Amerika sebesar 18% (WHO,
2019).
Estimasi jumlah kasus hipertensi di Indonesia sebesar 63.309.620 orang,
sedangkan angka kematian di Indonesia yang diakibatkan oleh hipertensi sebesar
427.218 kematian. Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), umur
45-54 tahun (45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%)(Andri et al 2021).
Hasil penelitian oleh Fernalia, Keraman & satrio (2021) yang berjudul
“Faktor-faktor yang berhubungan dengan self care management pada pasien
hipertensi” menunjukkan bahwa dari 42 pasien hipertensi mayoritas responden
dengan seelf care management baik yaitu sebanyak 24 orang(57,1%), 14 orang
(33,3%) dengan pengetahuan kurang, 22 orang (52,4%) dengan nilai individu baik,
dan 25 orang (59,5%) dengan efikasi diri yang baik. Jadi dapat disimpulkan bahwa
ada hubungan antara pengetahuan, nilai individu dan efikasi diri dengan self care
management pada pasien dengan hipertensi.
Perilaku hidup yang tidak sehat pada pasien hipertensi dapat membuat
perencanaan dan tindakan asuhan keperawatan yang dilakukan diantaranya,
memantau tanda-tanda vital, pembatasan aktivitas fisik, istirahat yang cukup, pola
hidup sehat seperti diet rendah garam, gula dan lemak, dan berhenti mengkonsumsi
alkohol , mengurangi merokok serta mengurangi /mengontrol stres (Aspiani, 2019).
Lingkungan keluarga sangat penting dalam pelaksanaan tatalaksana yang
kompleks pada penderita hipertensi ini, jika motivasi dari penderita kurang dan
dukungan dari keluarga pun kurang dalam menjalankan regimen terapi maka akan
timbul masalah keperawatan manajemen kesehatan keluarga tidak efektif (Fadilah,
2018).
Keluarga mempunyai peranan penting dalam upaya peningkatan dan
pengurnagan risiko penyakit dalam masyarakat karena keluarga merupakan unit
terkecil dalam masyarakat, peran keluarga sangat dibutuhkan dalam setiap aspek
keperawatan kesehatan keluarga. Untuk itulah keluarga yang lebih berperan dalam
menentukan cara asuhan yang diperlukan oleh keluarganya(Yohanes & Betan, 2013).
Perawat keluarga memiliki peran yaitu membantu keluarga untuk dapat
menyelesaikan maalah kesehatan dengan cara meningkatkan kesanggupan keluarga
melakukan fungsi dan tugas perawat kesehatan. Adapun peran yang dapat dilakukan
perawat dalam membantu keluarga dengan anggota keluarga yang menderita
hipertensi antara lain: memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga mengenai
penyakit yang didertia sehingga keluarga dapat melakukan asuhan keperawatan secara
mandiri, sebagai koordinator untuk mengatur program kegiatan atau dari berbagai
disiplin ilmu, sebagai pengawas kesehatan, sebagai konsultan dalam mengenal dan
mengatasi masalah, sebagai fasilitator asuhan keperawatan dasar pada keluarga yang
menderita penyakit hipertensi (Muhlisin, 2012).

B. Tujuan

1. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan keluarga pada pasien dengan
hipertensi.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan keluarga pada pasien
dengan hipertensi
b. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan keluarga pada pasien
dengan hipertensi
c. Mampu menyusun perencanaan keperawatan keluarga pada pasien
dengan hipertensi
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan keluarga pada pasien
dengan hipertensi
e. Mampu melaksanakan evaluasi tindakan keperawatan keluarga yang
telah dilakukan pada pasien dengan hipertensi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Hipertensi

1. Pengertian

Hipertensi merupakan salah satu dari sepuluh penyakit terbesar di


dunia khususnya di Indonesia. Hipertensi merupakan The Silent Killer,
karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan apabila tidak
terkendali maka dapat timbul komplikasi terjadinya penyakit lain salah
satunya yaitu stroke (Sonyorini & Sulastri, 2022).
Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah menjadi
naik karena gangguan pada pembuluh darah yang mengakbatkan suplai
oksigen dan nutrisi terganggu sampai ke jaringan tubuh yang
membutuhkannya (Puspita et al, 2019).
Menurut Achsan dan Anurogo (2013), hipertensi atau tekanan darah
tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik 140 mmhg
(tekanan darah yang diukur dengan tensimeter dan terdengar sebagai
denyutan pertama), sedangkan tekanan darah diastolik 90 mmhg (denyutan
paling akhir saat diperiksa dengan tensimeter). Atau secara singkat,
hipertensi terjadi apabila tekanan darah 140/90mmhg.
Dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah suatu keadaan dimana
seseorang memiliki tekanan darah diatas batas normal yaitu 140/90 mmhg.

2. Etiologi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibedakan menjdi dua golongan.


a. Hipertensi esensial atau Hipertensi primer
Hipertensi yang belum diketahui penyebabnya. Hampir 95% kasus
yang ada adalah hipertensi primer. Hipertensi ini dapat terjadi
karena peningkatan persisten tekanan arteri akibat ketidakteraturan
mekanisme kontrol homeostatik normal. Beberapa faktor yang
mempengaruhi hipertensi primer yaitu :
1) Faktor genetik / faktor keturunan
Seseorang berkemungkinan besar menderita hipertensi jika
orang tuanya penderita hipertensi juga.
2) Faktor lingkungan
Gaya hidup sangat berpengaruh terhadap peningkatan resiko
hipertensi.
3) Jenis kelamin
Pada umumnya tekanan darah pria lebih tinggi dibanding
tekanan darah pada wanita.
4) Usia
Apabila usia seseorang bertambah, maka akan menyebabkan
bertambahnya tekanan darah pula pada orang tersebut.
5) Kebiasaan merokok
Merokok dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah.
Perokok berat dapat dihubungkan dengan peningkatan
insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya stenosis
arteri renal yang mengalamai ateriosklerosis.
b. Hipertensi sekunder
Sekitar 5 % hipertensi yang disebabkan oleh hipertensi sekunder.
Yaitu hipertensi yang disebabkan oleh kondisi lain seperti
penggunaan hormon estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular
renal (kelainan pembuluh darah ginjal), hiperaldosteronisme primer
(kelebihan hormon aldosteron), penyakit sindrom Cushing serta
hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.
Berdasarkan tinggi rendahnya tekanan darah, hipertensi
diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Hipertensi borderline : tekanan darah antara 140 / 90 mmHg
dan 160/95 mmHg.
2) Hipertensi ringan : tekanan darah antara 160/95 mmHg dan
200/110 mmHg.
3) Hipertensi moderate : tekanan darah antara 200/110 mmHg
dan 230/120 mmHg.
4) Hipertensi berat : tekanan darah antara 230/120 mmHg dan
280/140 mmHg.
Nilai Normal Tekanan Darah

Kategori Sistolik Diastolik


Normal Di bawah 130 mmHg Di bawah 85 mmHg
Normal Tinggi 130 – 139 mmHg 85 – 89 mmHg
Hipertensi Ringan 140 – 159 mmHg 90 – 99 mmHg
Hipertensi Sedang 160 – 179 mmHg 100 – 109 mmHg
Hipertensi Berat 180 – 209 mmHg 110 – 119 mmHg
Hipertensi Maligna 210 mmHg atau lebih 120 mmHg atau lebih
Sumber : Fauziah Fitri Tambunan, dkk. 2021

3. Manifestasi Klinis

Peningkatan tekanan darah terkadang merupakan satu-satunya gejala


hipertensi. Banyak penderita hipertensi yang tidak mengetahui jika dirinya
menderita hipertensi dan baru mengetahuinya setelah tekanan darahnya
diukur. Adapun beberapa gejala yang sering dikeluhkan oleh penderita
hipertensi antara lain :
a. Sakit pada bagian belakang kepala.
b. Leher terasa kaku.
c. Sering kelelahan bahkan mual.
d. Pandangan jadi kabur karena adanya kerusakan pada otak, mata,
jantung dan ginjal.
e. Bahkan sebagian besar hipertensi tidak memiliki gejala.

4. Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah


yang terletak dipusat vasomotor pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula impuls saraf simpatis, yang berlanjut kebawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang
bergerak kebawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik
ini, neuron preganglion melepaskan Asetil Kolin yang akan merangsang
serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor, seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respons pembuluh darah terhadap rangsang 21 vasokonstiktor. Klien dengan
Hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui
dengan jelas mengapa hal tersebut dapat terjadi (Aspiani, 2016). Pada saat
bersamaan ketika sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai
respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
aktivitas vasokonstriksi. Medula adrenal menyekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal menyekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriksi pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan darah ke ginjal, menyebabkan
pelepasan renin (Aspiani, 2016). Renin yang dilepaskan merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiontensin II,
vasokonstriktor, yang pada akhirnya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut
cenderung mencetuskan Hipertensi (Aspiani, 2016).

5. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai pengobatan


bertujuan untuk menentukan ada tidaknya kerusakan organ target (otak, mata,
jantung, dan ginjal), serta mencari faktor penyebab hipertensi. Biasanya pasien
akan dilakukan pemeriksaan :

a. Urine rutin lengkap


b. Darah perifer lengkap (Hb, Ht. Leukosit, dan Trombosit)
c. Kimia darah (Kalium, Natrium, Ureum, Kreatinin, Gula darah sewaktu,
Kolesterol total, HDL, Trigliserid, dan asam urat)
d. EKG
6. Komplikasi

Apabila seseorang memiliki tekanan darah tinggi, maka kemungkinan besar


akan menyebabkan terjadinya berbagai penyakit antara lain :

a. Stroke
Stroek dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan
tinggi.
b. Infark Miokard
Dapat terjadi apabila arteri koroner yang ateroskeloris tidak dapat
menyuplai oksigen yang cukup kemiokardium atau apabila terbentuk
trombus yang menghambat aliran darah melalui pembeuluh darah
tersebut.
c. Gagal Ginjal
Dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada
kapiler-kapiler ginjal dan glomerolus. Rusaknya glomerolus
mengakibatkan darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron
akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian.
d. Gagal Jantung
Gagal jantung atau ketidakmampuan jantung dalam memompa darah
kembalinya ke jantung dengan cepat mengakibatkan cairan terkumpul di
paru, kaki, dan jaringan lain. Penumpukan cairan tersebut sering disebut
edema. Cairan di dalam paru-paru menyebabkan sesak nafas, dan
penumpukan cairan pada tungkai dapat menyebabkan ekstremitas bawah
menjadi bengkak.

7. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan secara non farmakologis


1) Jika TD lebih dari normal
a) Mengonsumsi makanan sehat
b) Mengurangi konsumsi garam (cukup 6 gram / hari) dan kafein
c) Berhenti merokok (jika merokok)
d) Berolahraga secara teratur (30 – 45 menit/ hari)
e) Menurunkan berat badan, jika diperlukan
f) Mengurangi konsumsi minuman keras/alkohol
g) Teratur memeriksakan diri ke petugas kesehatan.

2) Jika TD kurang dari normal


a) Konsumsi banyak lemak nabati
b) Kurangi gula dan alkohol
c) Banyak minum air putih
d) Bangunlah dari tidur atau duduk secara perlahan
e) Hindari mandi air panas dan spa terlalu lama
f) Lakukan Olahraga ringan secara teratur ( berjalan kaki, lari
ditempat, senam, dll)
g) Hindari mengangkat beban yang terlalu berat
h) Tidur berkualitas selama 8 jam sehari
i) Monitor tekanan darah secara rutin
j) Teratur memeriksakan diri ke petugas kesehatan.

b. Penatalaksanaan secara farmakologis


Tujuan pengobatan hipertensi adalah untuk mencegah terjadinya angka
kesakitan (morbiditas) dan mortalitas akibat tekanan darah tinggi.
Berikut obat-obatan yang digunakan sebagai penatalaksanaan hipertensi:
1) Diuretic
2) Penghambat adrenergic
3) Penyekat alfa 1
4) Penyekat beta
5) Vasodilator
6) Penghambat ACE
7) Penghambat Kalsium

B. Konsep Keluarga

1. Pengertian Keluarga

Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran dan


adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan
meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional serta sosial dari tiap
anggota keluarga (Friedman, 2013). Menurut Safrudin (2015), keluarga
merupakan kumpulan beberapa orang yang karena terikat oleh suatu ikatan
perkawinan, lalu mengerti dan merasa berdiri sebagai suatu gabungan yang khas
dan bersama-sama memperteguh gabungan itu untuk kebahagiaan, kesejahteraan
dan ketentraman semua anggota yang ada didalam keluarga tersebut. Sedangkan
menurut Zakaria (2017), keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan
oleh ikatan-ikatan kebersamaan dan ikatan emosional dan mengidentifikasikan
diri mereka sebagai bagian dari keluarga.

Jadi dapat disimpulkan dari beberapa pengertian diatas bahwa keluarga


merupakan kumpulan dua orang atau lebih yang disebabkan dari hubungan
pernikahan, kelahiran dan adopsi yang hidup bersama dan saling melindungi.

2. Tipe Keluarga

a. Tipe keluarga Tradisional


1) The Nuclear Family (Keluarga Inti)
Yaitu keluarga yang terdiri atas suami, ibu, dan anak. Baik anak
kandung maupun anak angkat.
2) The Dyad Family ( Keluarga Dyad)
Yaitu suatu rumah tangga yang terdiri atas suami dan istri, tanpa
anak.
3) Single Parent
Yaitu keluarga yang hanya terdiri atas satu orang dewasa dan anak.
4) Single Adult
Yaitu keluarga yang hanya terdiri atas satu orang dewasa tanpa
adanya ikatan pernikahan.
5) Extended Family
Yaitu keluarga yang terdiri atas keluarga inti ditambah dengan
keluarga lain seperti paman, bibi, kakek, dan sebagainya.
6) Midle Age or Elderly Couple
Yaitu orang tua yang tinggal sendiri dirumah.
7) Kin Network Family
Yaitu beberapa keluarga yang tinggal bersama atau saling berdekatan
dan menggunakan barang-barang pelayanan, seperti dapur dan kamar
mandi yang sama.
b. Tipe Keluarga Non Tradisional
a. Unmarried parent and child family
Yaitu keluarga yang terdiri atas orang tua dan anak dari hubungan
tanpa nikah.
b. Cohabitating couple
Yaitu orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan perkawinan
karena beberapa alasan tertentu.
c. Gay and lesbian family
Yaitu seseorang yang mempunyai persamaan jenis kelamin tunggal
dalam satu rumah sebagaimana pasangan suami istri.
d. The nonmarital heterosexual cohabiting family
Yaitu keluarga yang hidup bersama berganti-ganti pasangan tanpa
melalui pernikahan.
e. Foster family
Yaitu keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan
keluarga/saudara dalam waktu sementara, pada saat orang tua anak
tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali
keluarga yang aslinya.

3. Fungsi Keluarga

Menurut Friedman (2013) terdapat lima fungsi keluarga, yaitu:

a. Fungsi Afektif
Fungsi ini meliputi persepsi keluarga tentang pemenuhan kebutuhan
psikososial anggota keluarga. Melalui pemenuhan fungsi ini, maka
keluarga akan dapat mencapai tujuan psikososial yang utama,
membentuk sifat kemanusiaan dalam diri anggota keluarga, stabilisasi
kepribadian dan tingkah laku, kemampuan menjalin secara lebih akrab,
dan harga diri.
b. Fungsi sosialisasi dan penempatan sosial
Sosialisasi dimulai saat lahir dan hanya diakhiri dengan kematian.
Sosialisasi merupakan suatu proses yang berlangsung seumur hidup,
karena individu secara lanjut mengubah perilaku mereka sebagai
respon terhadap situasi yang terpola secara sosial yang mereka alami.
Sosialisasi merupakan proses perkembangan atau perubahan yang
dialami oleh seorang individu sebagai hasil dari interaksi sosial dan
pembelajaran peran-peran sosial.
c. Fungsi reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambah
sumber daya manusia.
d. Fungsi ekonomi
Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara
ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu
meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
e. Fungsi perawatan kesehatan.
Menyediakan kebutuhan fisik dan perawatan kesehatan. Perawatan
kesehatan dan praktik-praktik sehat ( yang mempengaruhi status
kesehatan anggota keluarga secara individual ) merupakan bagian yang
paling relevan dari perawatan kesehatan.

4. Tahap Perkembangan Keluarga

Tahap perkembangan keluarga menurut Friedman dan Marylin (2010) adalah :

a. Tahap I (Tahap keluarga dengan pasangan baru)

Tugas perkembangan keluarga tahap I adalah membentuk pernikahan yang


memuaskan bagi satu sama lain, berhubungan secara harmonis dengan
jaringan kekerabatan, perencanaan keluarga.

b. Tahap II (Childbearing family)

Tahap ini dimulai dari kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai berusia
30 bulan. Transisi ke masa menjadi orang tua adalah salah satu kunci
menjadi sklus kehidupan keluarga. Tugas perkembangan pada tahap II ini
adalah membentuk keluarga muda sebagai suatu unit yang stabil
(menggabungkan bayi yang baru kedalam keluarga), memperbaiki
hubungan setelah terjadinya konflik mengenai tugas perkembangan dan
kebutuhan berbagai keluarga, mempertahankan hubungan pernikahan yang
memuaskan, memperluas hubungan dengan keluarga besar dengan
menambah pean menjadi orang tua dan menjadi kakek / nenek.

c. Tahap III (Keluarga dengan anak prasekolah)


Tahap ketiga siklus kehidupan keluarga dimulai ketika anak pertama
berusia 2,5 tahun dan diakhiri ketika anak berusia 5 tahun. Keluarga saat ini
dapat terdiri dari tiga sampai lima orang dengan posisi pasangan suami-istri,
istri-ibu, putra-saudara laki-laki, dan putri – saudara perempuan serta
suami-ayah. Tugas perkembangan pada tahap ini adalah memenuhi
kebutuhan anggota keluarga kan rumah, ruang, privasi dan keamanan yang
memadai, mensosialisasikan anak, mengintegrasi anak kecil sebagai
anggota keluarga baru sementara tetap memenuhi kebutuhan anak lain,
mempertahankan hubungan yang sehat didalam keluarga dan diluar
keluarga.
d. Tahap IV (Keluarga dengan anak sekolah)
Tahapan ini dimulai ketika anak pertama memasuki sekolah dalam waktu
penuh, biasanya dimulai pada usia 5 tahun dan diakhiri ketika mencapai
usia pubertas sekitar usia 13 tahun. Keluarga biasanya mencapai jumlah
anggota keluarga maksimal dan hubungan keluarga pada tahap ini juga
sudah maksimal. Tugas perkembangan yang ada pada tahap ini yaitu
mensosialisasikan anak – anak termasuk meningkatkan prestasi,
mempertahankan hubungan pernikahan yang memuaskan.
e. Tahap V (Keluarga dengan anak remaja)
Ketika anak pertama berusia 13 tahun, tahap kelima dari siklus kehidupan
keluarga dimulai. Biasanya tahap ini berlngsung selama enam atau tujuh
tahun, walaupun dapat lebih singkat jika anak meninggalkan keluarga lebih
awal atau lebih lama, jika anak tetap tinggal dirumah pada usia lebih dari 19
atau 20 tahun. Tujuan utama pada tahap ini adalah melonggarkan ikatan
keluarga untuk memberikan tanggung jawab dan kebebasan remaja yang
lebih besar dalam mempersiapkan diri menjadi seorang dewasa muda.
f. Tahap VI (Keluarga melepaskan anak dewasa muda)
Permulaan pada fase kehidupan keluarga ditandai dengan perginya anak
pertama dari rumah orang tua dan berakhir dengan kosongnya rumah.
Ketiak anak jig telah meninggalkan rumah. Tuga keluarga padaa tahap ini
yaitu memperluas lingkaran keluarga terhadap anak dwasa muda termasuk
memasukkan anggota keluarga baru yang berasal dari pernikahan nakan-
anaknya, melanjutkan untuk memperbarui dan menyesuaikan kembali
hubungan pernikahan, membantu orang tua suami dan istri yang sudah
menua dan sakit.
g. Tahap VII (Keluarga paruh baya)
Merupakan tahap masa pertengahan bagi orang tua, dimulai ketika anak
terakhir meninggalkan rumah dan berakhir dengan pensiun atau
meninggalnya salah satu pasangan. Tugas perkembangan pada tahap ini
yaitu menyediakan lingkungan yang meningkatkan kesehatan,
mempertahankan kepuasan dan hubungan yang bermakna antara orangtua
yang telah menua dan anak mereka, memperkuat hubungan pernikahan.
h. Tahap VIII (keluarga Lanjut usia / pensiunan)
Tahap terakhir dari siklus kehidupan keluarga dimulai dengan pensiun salah
saty atau kedua pasangan berlanjut sampai kehilangan salah satu pasangan
dan berakhir dengan kematian pasangan lain. Tujuan pada tahap
perkembangan ini ialah mempertahankan penataan kehidupan yang
memuaskan.

5. Peran Perawat Keluarga

a. Sebagai pelaksana
Yaitu memberikan pelayanan keperawatan dengan pendekatan proses
keperawatan, mulai dari pengkajian sampai evaluasi.
b. Pendidik
Yaitu dengan mengidentifikasi kebutuhan, menentukan tujuan,
mengembangkan, merencanakan, dan melaksanakan pendidikan kesehatan
agar keluarga dapat berperilaku secara mandiri.
c. Konselor
Yaitu memberikan konseling atau bimbingan kepada individu atau
keluarga dalam menghadapi masalah kesehatan.
d. Kolaborator
Melaksanakan kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait dalam
menangani masalah kesehatan yang dialami keluarga.
Selain peran perawat yang telah disebutkan diatas, ada juga peran perawat
keluarga dalam pencegahan primer, sekunder dan tersier.
a. Pencegahan primer
Peran perawat dalam pencegahan primer yaitu sebagai upaya dalam
pencegahan terjadinya penyakit dan memelihara perilaku hidup sehat.
b. Pencegahan sekunder
Upaya yang dilakukan perawat dalam pencegahan sekunder adalah
mendeteksi dini terjadinya penyakit pada kelompok risiko, diagnosis, dan
penanganan segera yang dapat dialihkan oleh perawat. Peran yang dapat
dilakukan yaitu merujuk semua anggota keluarga untuk skrining,
melakukan pemeriksaan dan mengkaji riwayat kesehatan.
c. Pencegahan tersier
Tujuan dari peran perawat dalam pencegahan tersier adalah mengurangi
luasnya dan keparahan masalah kesehatan dalam keluarga, sehingga dapat
menimbulkan ketidakmampuan dan memulihkan atau memelihara fungsi
tubuh. Fokus utama rehabilitasi. Rehabilitasi me;iputi pemulihan terhadap
individu yang cacat akibat penyalit dan luka, sehingga mereka dapat
berguna pada tingkat yang paling tinggi secara fisik, sosial, emosional
(Kholifah & Widagdo, 2016).

C. Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga

Pada keperawatan keluarga perawat dapat mengkonseptualisasikan keluarga sebagai


konteks dimana fokus dan proses perawatannya berorientasi pada anggota keluarga
secara individu (Susanto, 2012).

Dalam memberikan asuhan keperawatan keluarga, beberapa poin yang perlu


dilakukan oleh perawat, yaitu:
1. Pengkajian Keperawatan Keluarga

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Pengkajian ini


meliputi 6 kategori yaitu : data identifikasi, tahapan dan riwayat
perkembangan, data lingkungan, struktur keluarga, fungsi keluarga, stres,
koping dan adaptasi keluarga, dan harapan keluarga (Friedman dalam
Nadirawati, 2018).

Asuhan keperawatan keluarga menurut teori aplikasi model pengkajian


Friedman (2013) dalam kasus keluarga dengan penyakit Hipertensi yaitu :

a. Data Umum

Anggota keluarga dan hubungan dengan kepala keluarga, meliputi nama


kepala keluarga, jenis kelamin, usia, agama, pendidikan alamat dan nomor
telepon yang dapat dihubungi. Data tersebut berdasarkan dengan KK yang
sama dengan penderita Hipertensi.

b. Genogram Dengan adanya genogram dapat diketahui faktor genetik atau


faktor bawaan yang sudah ada pada diri manusia untuk timbulnya
penyakit Hipertensi.
c. Tipe Keluarga
Menyebutkan dan menjelaskan tipe keluarga pada kasus Hipertensi.
d. Suku Bangsa
Jelaskan asal suku bangsa keluarga, kemudian jelaskan bahasa yang sering
digunakan keluarga serta kebiasaan keluarga yang dipengaruhi suku yang
dapat mempengaruhi kesehatan sehingga menyebabkan Hipertensi.
e. Status Sosial Ekonomi
Pada pengkajian status sosial ekonomi berpengaruh pada tingkat kesehatan
seseorang. Dampak dari ketidakmampuan keluarga membuat seseorang
memiliki kesadaran untuk memeriksakan diri ke dokter dan fasilitas
kesehatan lainnya. Pendapatan keluarga juga berpengaruh untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan yang akan dikeluarkan keluarga dengan kasus
Hipertensi.
f. Aktivitas Reaksi Keluarga
Bagaimana pola aktivitas rekreasi keluarga dalam memanfaatkan waktu
luang untuk mengurangi kekambuhan yang akan terjadi pada kasus
Hipertensi.
g. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga
Tahap perkembangan keluarga saat ini dilihat dari anak tertua atau anak
pertama serta tahap perkembangan yang belum terpenuhi, riwayat keluarga
seperti penyakit Hipertensi yang diderita dikeluarga apakah disebabkan
oleh faktor keturunan atau tidak serta adakah penyakit penyerta yang
lainnya.
h. Karakteristik Lingkungan
Karakteristik rumah beserta lingkungan sekitarnya, mobilitas geografis
keluarga, perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat, sistem
pendukung keluarga jika terdapat masalah dengan keluarga khususnya
pada masalah Hipertensi.
i. Struktur Keluarga
Pola komunikasi, struktur kekuatan keluarga, struktur peran keluarga serta
nilai dan norma keluarga yang dapat mempengaruhi kesehatan bagi
penderita Hipertensi.
j. Fungsi Keluarga
1) Fungsi Afektif
Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga, perasaan
memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga terhadap
anggota keluarga dan bagaimana anggota keluarga mengembangkan
sikap saling mengerti. Semakin tinggi dukungan keluarga terhadap
anggota keluarga yang sakit, semakin mempercepat kesembuhan dari
penyakitnya. Fungsi ini merupakan basis sentral bagi pembentukan
dan kelangsungan unit keluarga. Fungsi ini berhubungan dengan
persepsi keluarga terhadap kebutuhan emosional para anggota
keluarga. Apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi akan mengakibatkan
ketidakseimbangan keluarga dalam mengenal tanda-tanda gangguan
kesehatan selanjutnya.
2) Fungsi Perawatan Kesehatan
Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengenal masalah
kesehatan sejauh mana keluarga mengetahui fakta-fakta dari masalah
kesehatan yang meliputi pengertian, faktor penyebab tanda dan gejala
serta yang mempengaruhi keluarga terhadap masalah, kemampuan
keluarga dalam mengenal masalah, tindakan yang dilakukan oleh
keluarga akan sesuai dengan tindakan keperawatan, karena Hipertensi
memerlukan perawatan yang khusus yaitu mengenai pengaturan
makanan dan gaya hidup. Jadi disini keluarga perlu tahu bagaimana
cara pengaturan makanan yang benar serta gaya hidup yang baik
untuk penderita Hipertensi.
Untuk mengetahui kemampuan keluarga dalam mengambil
keputusan yang perlu dikaji adalah bagaimana cara keluarga
mengambil keputusan apabila anggota keluarga menderita Hipertensi.
Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga merawat
keluarga yang sakit. Yang perlu dikaji sejauh mana keluarga
mengetahui keadaan penyakitnya dan cara merawat anggota keluarga
yang sakit Hipertensi.
Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga
memelihara lingkungan rumah yang sehat. Yang perlu dikaji
bagaimana keluarga mengetahui keuntungan atau manfaat
pemeliharaan lingkungan kemampuan keluarga untuk memodifikasi
lingkungan akan dapat mecegah kekambuhan dari pasien Hipertensi.
Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga
menggunakan fasilitas kesehatan yang mana akan mendukung
kesehatan pasien Hipertensi.
3) Fungsi Sosialisasi
Pada kasus penderita Hipertensi yang sudah mengalami komplikasi
stroke, dapat mengalami gangguan fungsi sosial baik didalam
keluarga maupun didalam komunitas sekitar keluarga.
k. Stres dan Koping Keluarga
Stres yang dapat mempengaruhi kesehatan bagi pasien Hipertensi sangat
berpengaruh, oleh karena itu koping keluarga yang baik dapat membuat
stresor yang baik untuk pasien Hipertensi. Yang perlu dikaji dikeluarga
yaitu bagaimana keluarga mengatasi stres yang muncul didalam keluarga
untuk mengurangi kekambuhan Hipertensi.
l. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik keluarga perlu memperhatikan tanggal pemeriksaan yang
dilakukan, sesuai dengan format yang ada. Pemeriksaan kesehatan
dilakukan pada seluruh anggota keluarga termasuk pasien Hipertensi.
Aspek pemeriksaan fisik meliputi vital sign (tanda – tanda vital), rambut,
kepala, mata, mulut, telinga hidung tenggorokan (THT), leher, thorax,
abdomen, ekstremitas atas dan bawah, serta sistem genitalia.

2. Diagnosa Keperawatan Keluarga

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai individu, keluarga


atau masyarakat yang diperoleh dari suatu proses pengumpulan data dan
analisis cermat dan sistematis, memberikan dasar untuk menetapkan tindakan-
tindakan dimana perawat bertanggung jawab melaksanakannya (Shoemaker
dalam Murwani, A, & Setyowati, S, 2011).

Perumusan diagnosis keperawatan keluarga dapat diarahkan pada sasaran


individu atau keluarga. Komponen diagnosis keperawatan meliputi masalah
(Problem), penyebab (Etiologi) dan atau tanda (Sign). Sedangkan etiologi
mengacu pada 5 tugas keluarga yaitu:

a. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah.


1) Persepsi terhadap keparahan penyakit.
2) Pengertian.
3) Tanda dan gejala.
4) Faktor penyebab.
5) Persepsi keluarga terhadap masalah.
b. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan.
1) Sejauh mana keluarga mengerti mengenai sifat dan luasnya masalah.
2) Masalah dirasakan keluarga atau keluarga menyerah terhadap
masalah yang dialami.
3) Sikap negatif terhadap masalah kesehatan.
4) Kurang percaya terhadap tenaga kesehatan.
5) Informasi yang salah.
c. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
1) Bagaimana keluarga mengetahui keadaan keluarga yang sakit.
2) Sifat dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan.
3) Sumber – sumber yang ada dalam keluarga.
4) Sikap keluarga terhadap yang sakit.
d. Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan.
1) Keuntungan/ manfaat pemeliharaan lingkungan.
2) Pentingnya kebersihan lingkungan.
3) Upaya pencegahan penyakit.
e. Ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan.
1) Keberadaan fasilitas kesehatan.
2) Keuntungan yang didapat.
3) Kepercayaan keluarga terhadap petugas kesehatan.
4) Pengalaman keluarga yang kurang baik.
5) Pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh keluarga.
Setelah data dianalisis dan ditetapkan masalah keperawatan keluarga,
selanjutnya masalah kesehatan keluarga yang ada, perlu diprioritaskan bersama
keluarga dengan memperhatikan sumber daya dan sumber dana yang dimiliki
keluarga. Prioritas masalah asuhan keperawatan keluarga sebagai berikut :

No Kriteria Skor Bobot


1 Sifat masalah
Skala : Aktual 3
Risiko 2
Keadaan sejahtera / diagnosis sehat 1
2 Kemungkinan masalah dapat diubah
Skala : Mudah 2
Sebagian 1
Tidak dapat 0
3 Potensi masalah untuk dicegah
Skala : Tinggi 3
Sebagian 2
Rendah 1
4 Menonjolnya masalah
Skala : Masalah dirasakan dan harus 2
segera ditangani
Ada masalah tapi tidak perlu 1
ditangani
Masalah tidak dirasakan 0
Sumber : Maglaya (2009) dalam IPKKI (2017)

Skoring :
a. Tentukan skor untuk tiap kriteria
b. Skor dibagi dengan angka tertinggi dan kalikan dengan nilai bobot

Skor
x Nilai Bobot
Angka tertinggi

c. Jumlahkan skor untuk semua kriteria, skor tertinggi 5 sama dengan


seluruh bobot.

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada keluarga dengan


masalah hipertensi berdaasarkan Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia (SDKI) menurut PPNI, 2017 yaitu :
a. (D.0077) Nyeri Akut berhubungan dnegan ketidakmampuan
keluarga mengenal masalah.
b. (D.0074) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga mengenal masalah.
c. (D.0111) Defisit pengetahuan berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga mengenal masalah.
d. (D.0115) Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif berhubungan
dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang
sakit.
e. (D.0080) Ansietas berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
mengenal masalah.
f. (D.0096)Koping tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga mengambil keputusan.
g. (D.0056) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
katidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas keluarga.

3. Intervensi Keperawatan Keluarga

Effendi dalam Harmoko (2012), intervensi keperawatan keluarga adalah


sekumpulan tindakan yang ditentukan perawat untuk dilaksanakan dalam
memecahkan masalah kesehatan dan keperawatan yang telah didefinisikan.
Menurut Friedman (2013) intervensi keperawatan keluarga memiliki beberapa
tingkat tujuan, yaitu :

a. Tingkat Pertama, meliputi : tujuan-tujuan jangka pendek yang sifatnya


dapat diukur, langsung dan spesifik.
b. Tingkat Kedua, yang merupakan tujuan jangka panjang yang
menyatakan maksud-maksud luas yang diharapkan oleh perawat maupun
keluarga agar dapat tercapai yang merupakan tingkatan terakhir yang
menyatakan maksud-maksud luas yang diharapkan oleh perawat maupun
keluarga agar dapat tercapai. Dalam menyusun kriteris evaluasi dan
standar evaluasi disesuaikan dengan sumber daya yang mendasar dalam
keluarga pada umumnya yaitu biaya, pengetahuan dan sikap keluarga
sehingga dapat diangkat tiga respon yang meliputi respon verbal, respon
afektif atau perilaku. Tujuan jangka pendek pada penderita hipertensi
yaitu : Setelah diberikan informasi kepada keluarga mengenai hipertensi
keluarga mampu mengambil keputusan dalam melakukan tindakan yang
tepat untuk anggota keluarga yang menderita hipertensi dengan respon
verbal keluarga mampu menyebutkan pengertian, tanda dan gejala,
penyebab serta perawatan hipertensi. Dengan respon afektif, keluarga
mampu menetukan cara penanganan atau perawatan bagi anggota
keluarganya yang menderita hipertensi secara tepat baik secara
farmakologis maupun secara tradisional. Sedangkan pada respon
psikomotor ditunjukkan dengan keluarga mampu memberikan perawatan
secara tepat dan mampu memodifikasi lingkungan yang sehat dan
nyaman bagi penderita hipertensi. Standar evaluasi yang digunakan
adalah pengertian, tanda dan gejala, penyebab, perawatan, komplikasi
dan pengobatan hipertensi (Effendi dalam Harmoko, 2012).
Tujuan jangka pamjang yang ingin dicapai adalah masalah dalam
keluarga dengan penderita hipertensi dapat teratasi atau dikurangi setelah
dilakukan tindakan keperawatan. Tahap intervensi diawali dengan
menyeleseiakan perencanaan keperawatan.
Intervensi keperawatan keluarga dengan hipertensi menggunakan
Standar Intrevensi Keperawatan Indonesia (SIKI) dan Standar Luaran
Keperawatan Indonesia (SLKI) adalah sebagai berikut:

No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawat Umum Khusus Kriteria Standar
an
1 (D.0077) (L.08066) Setelah Respon 1. Klien mampu (I.1239)
Nyeri akut Setelah dilakukan dilakukan Verbal mengidentifikasi Edukasi
berhubung tindakan tindakan nyeri manajemen nyeri.
an dengan keperawatan keperawat 2. Keluarga mampu 1. Identifikasi
ketidakma diharapkan an menyebutkan kesiapan dan
mpuan tingkat nyeri keluarga tindakan kemampuan
keluarga menurun mampu nonfarmakologis menerima
mengenal mengenal yang dianjurkan. informasi
masalah masalah. 3. Keluarga mampu 2. Sediakan
menyebutkan materi dan
pilihan tindakan media
yang dilakukan pendidikan
untuk anggota kesehatan
keluarga yang 3. Jadwalkan
mengalami nyeri pendidikan
4. Keluarga mampu kesehatan
merawat anggota sesuai
keluarga yang kesepakatan
sakit dengan 4. Berikan
pemberian kesempatan
kompres dan klien untuk
terapi relaksasi bertanya
untuk 5. Jelaskan
mengurangi nyeri penyebab,
Respon 5. Klien mampu periode, dan
Psikomotor mempraktikkan strategi dalam
teknik relaksasi mengurangi
dalam nyeri
mengurangi 6. Anjurkan
nyeri. memonitor
nyeri secara
mandiri
7. Najurkan
menggunakan
analgetik
untuk
mengurangi
nyersi secara
tepat
8. Ajarkan
teknik
nonfarmakolo
gis untuk
mengurangi
nyeri.

2 (D.0074) (L.08066) Setelah Respon 1. Klien mampu (I.1239)


Gangguan Setelah dilakukan dilakukan Verbal mengidentifikasi Edukasi
rasa tindakan tindakan nyeri manajemen nyeri.
nyaman keperawatan keperawat 1. Identifikasi
nyeri diharapkan an 2. Keluarga mampu kesiapan dan
berhubung tingkat nyeri keluarga menyebutkan kemampuan
an dengan menurun mampu tindakan menerima
ketidakmm mengenal nonfarmakologis informasi
apuan masalah yang dianjurkan. 2. Sediakan
keluarga 3. Keluarga mampu materi dan
mengenal menyebutkan media
masalah pilihan tindakan pendidikan
yang dilakukan kesehatan
untuk anggota 3. Jadwalkan
keluarga yang pendidikan
mengalami nyeri kesehatan
4. Keluarga mampu sesuai
Respon merawat anggota kesepakatan
Psikomotor keluarga yang 4. Berikan
sakit dengan kesempatan
pemberian klien untuk
kompres dan bertanya
terapi relaksasi 5. Jelaskan
untuk penyebab,
mengurangi nyeri periode, dan
Klien mampu strategi dalam
mempraktikkan mengurangi
teknik relaksasi nyeri
dalam 6. Anjurkan
mengurangi memonitor
nyeri. nyeri secara
mandiri
7. Najurkan
menggunakan
analgetik
untuk
mengurangi
nyersi secara
tepat
8. Ajarkan
teknik
nonfarmakolo
gis untuk
mengurangi
nyeri.

3 (D.0111) (L.12111) Setelah Respon 1. Klien dan (I.12444)


Defisit Setelah dilakukan dilakukan Verbal keluarga siap dan 1. Identifikasi
pengetahu tindakan tindakan mampu kesiapan dan
an keperawatan keperawat menerima kemampuan
berhubung diharapkan an menerima
an dengan tingkat keluarga informasi informasi
ketidakma pengetahuan mampu 2. Klien dan 2. Sediakan
mpuan keluarga mengenal keluarga mampu materi dan
keluarga meningkat masalah menyebutkan media
mengenal tentang penyakit pendidikan
masalah hipertensi kesehatan
3. Berikan
kesempatan
bertanya
4. Jelaskan
penyebab dan
faktor resiko
penyakit
5. Jelaskan
proses
timbulnya
penyakit
6. Jelaskan tanda
dan gejala
penyakit
7. Jelaskan
kemungkinan
terjadinya
komplikasi
8. Informasikan
kondisi klien
saat ini

4 (D.0115) (L.012105) Setelah Respon Klien dan (I.13477) dukungan


Manajeme Setelah dilakukan dilakukan verbal keluarga mampu keluarga
n tindakan tindakan merawat anggota merencanakan
kesehatan keperawatan keperawat keluarga perawatan
keluarga diharapkan an, 1. Identifikasi
tidak manajemen keluarga kebutuhan dan
efektif kesehatan mampu harapan
berhubung keluarga merawat keluarga
an dengan meningkat anggota tentang
ketidakma keluarga kesehatan
mpuan yang sakit 2. Identifikasi
keluarga konsekuensi
merawat bila tidak
anggota melakukan
keluarga tindakan
yang sakit bersama
keluarga
3. Identifikasi
tindakan yang
dapat
dilakukan
keluarga
4. Gunakan
sarana dan
fasilitas yang
ada dalam
keluarga
5. Informasikan
fasilitas
kesehatan
yang ada
dilingkungan
keluarga
6. Anjurkan
menggunakan
fasilitas
kesehatan
yang ada

5 (D.0080) (L.09093) Setelah Respon Klien dan (I.09259) dukungan


Ansietas Setelah dilakukan dilakukan verbal keluarga mampu keyakinan
berhubung tindakan tindakan menjelaskan 1. Identifikasi
an dnegan keperawatan keperawat bahaya akibat keyaknan,
ketidakma diharapkan an keyakinan negatif masalah dan
mpuan tingkat ansietas keluarga yang tujuan
keluarga menurun. mampu dipercayainya. perawatan
mengenal mengenal 2. Berikan
masalah masalah. harapan
realistis sesuai
prognosis
penyakit
3. Jelaskan
bahaya atau
resiko yang
terjadi akibat
keyakinan
negatif

6 (D.0096) (L.09088) Setelah Respon Klien dan (I.09312) promosi


Koping Setelah dilakukan dilakukan verbal keluarga paham koping
tidak tindakan tindakan terkait proses 1. Identifikasi
efektif keperawatan keperawat penyakit yang pemahaman
berhubung diharapkan status an diderita proses
an dengan koping keluarga keluarga penyakit
ketidakma membaik mampu 2. Identifikasi
mpuan mengamb penyelesaian
keluarga il masalah
mengambil keputusan 3. Diskusikan
keputusan perubahan
peran yang
dialami
4. Fasilitasi
dalam
memperoleh
informasi
yang
dibutuhkan
5. Motivasi
untuk
menentukan
harapan yang
realistis
6. Anjurkan
keluarga
terlibat
7. Latih
penggunaan
teknis
relaksasi

7 (D.0056) Setelah dilakukan Setelah Respon Klien ammpu (I.0518)


Intoleransi tindakan dilakukan verbal melakukan Promosi dukungan
aktivitas keperawatan tindakan aktivitas keluarga
berhubung diharapkan keperawat 1. Identifikasi
an dengan toleransi aktivitas an defisit
ketidakma meningkat. keluarga aktifitas
mpuan mampu 2. Identifikasi
keluarga memodifi kebutuhan dan
memodifik kasi harapan
asi lingkunga keluarga
lingkungan n 3. Identifikasi
tentang
situasi,
pemicu
kejadian,
perasaan dan
perilaku klien
4. Fasilitas fokus
pada
kemampuan
bukan defisit
yang dialami
5. Libatkan
keluarga
dalam
aktivitas
6. Sediakan
lingkungan
yang nyaman
7. Fasilitas
program
perawatan dan
pengobatan
yang dijalani
anggota
keluarga
8. Hargai
keputusan
yang
dibutuhkan
keluarga
9. Anjurkan
melakukan
aktivitas fisik,
sosial,
spiritual dan
kognitif dalam
menjaga
fungsi dan
kesehatan
10. Anjurkan
keluarga
untuk
memberikan
penguatan
positif atas
partisipasi
dalam
aktivitas
11. Jelaskan
kepada
keluarga
tentang
perawatan dan
pengobatan
yang dijalani
klien
12. Rujuk pada
pusat atau
program
aktivitas
komunitas,
jika perlu.

5. Implementasi Keperawatan Keluarga

Menurut Kholifah & Widagdo (2016), tindakan perawat merupakan suatu


upaya untuk membantu kepentingan klien, keluarga, dan komunitas yang bertujuan
untuk meningkatkan kondisi fisik, emosional, psikososial, serta budaya dan
lingkunhgan tempat mereka mencari bantuan. Sedangkan menurut Friedman (2013),
tindakan keperawatan adalah implementasi atau pelaksanaan dari rencana tindakan
untuk mencapai tujuan yang spesifik. Implementasi dapat dilakukan oleh banyak
orang seperti klien baik individu maupun keluarga, perawat dan anggota tim
perawatan kesehatan lain, keluarga luas dan orang lain dalam jaringan kerja sosial
keluarga .

adat istiadat dan kebudayaan yang berlaku dalam keluarga akan mempengaruhi
pengambilan keputusan keluarga tentang pola pengobatan dan penatalaksanaan
penderita hipertensi.

Demikian juga repson dan penerimaan keluarga terhadap keluarga yang sakit
akan mempengaruhi keluarga dalam memberikan perawatan kepada anggota yang
sakit tersebut. selain beberapa faktor diatas, sarana dan prasarana yang baik dalam
keluarga atau masyarakat juga merupakan hal terpenting dalam perawatan dan
pengobatan hipertensi. Sarana dan prasarana yang dimaksud dapat berupa
kemampuan keluarga dalam menyediakan makanan yang sesuai dengan kondisi
anggota keluarganya yang menderita hipertensi dan menjaga diit, kemamapuan
keluarga mengatur pola makan rendah garam, menciptakan suasana yang tenang dan
cara keluarga dalam membuat penderita hipertensi dapat mengontrol emosinya. Dan
sarana yang mendukung seperti sumber makanan sehat yang terjangkau, tersedianya
tempat latihan / area untuk berolahraga, serta fasilitas kesehatan yang terjangkau dan
memadai (Harmoko, 2012).

6. Evaluasi Keperawatan Keluarga

Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil implementasi


dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilan.
Evaluasi dapat dilaksanakan secara Subjektif (S) yaitu ungkapan perasaan dan
keluhan yang dirasakan oleh keluarga setelah diberikan tindakan keperawatan.
Secara Objektif (O) yaitu dengan identifikasi atau observasi secara visual kepada
keluarga dan anggotanya oleh perawat atau petugas kesehatan lain. Selanjutnya yaitu
menganalisa atau mengetahui respon keluarga secara subjektif dan objektif (A) dan
yang terkahir yaitu perencanaan lanjutan setelah perawat melakukan tindakan
keperawatan (P). Dalam melakukan evaluasi, perawat harus dapat melihat tujuan
yang sudah dibuat sebelumnya. Bila tujuan tersebut belum tercapai atau terlaksanakan
dnegan baik maka dibuat rencana tindak lanjut yang masih searah dengan tujuan
(Suprajitno, 2016).

Anda mungkin juga menyukai