Anda di halaman 1dari 19

TERAPI SUPORTIF KELOMPOK UNTUK LANSIA DENGAN

HIPERTENSI

KELOMPOK 7

1. Eka Dewa Airlangga

2. Kurnia Altiwi

3. Nanik Handayani

4. Nunung Aryanti

5. Nurul Azizah

6. Pande Komang A.A

7. Setyo Budi Nugroho

8. Sinta Widyawati

9. Siti Nurul Hikmah

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
UNGARAN
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemampuan dukungan keluarga dapat ditingkatkan dengan pemberian terapi kelompok,
seperti kelompok suportif (Hernawaty, 2009; Saddock & Saddock, 2007; Videbeck, 2007;
Stuart, 2007).Terapi kelompok suportif merupakan alternatif pilihan terapi yang ditujukan
untuk meningkatkan kemampuan keluarga menjadi sistem pendukung (McCloskey &
Bulechek, 1996 dalam Stuart & Laraia, 2008).Penelitian tentang pentingnya terapi kelompok
suportif untuk dipilih sebagai intervensi terhadap masalah psikososial keluarga (Hernawaty,
2009; Chien & Wong, 2007; Allen, Lowe, Moore & Brophy, 2007). Penelitian tentang terapi
kelompok suportif pada keluarga anak berkebutuhan khusus (ABK) pernah dilakukan oleh
Widiastuti (2010). Penelitian Widiastuti membuktikan bahwa terapi kelompok suportif sangat
berpengaruh terhadap kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor orangtua dalam
memberikan self care terhadap anak tunanetra ganda.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi terapi suportif?
2. Apa tujuan dari terapi suportif?
3. Apa macam-macam dari terapi suportif?
4. Apa metode dalam terapi suportif?

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi terapi suportif
2. Mengetahui tujuan terapi suportif
3. Mengetahui macam-macam terapi suportif
4. Mengetahui metode dalam terapi suportif
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep teori hipertensi
Pengertian hipertensi Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah suatu
peningkatan tekanan darah di dalam Arteri. Secara umum, hipertensi merupakan
suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi didalam arteri
menyebabkan peningkatannya resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung,
serangan jantung dan kerusakann ginjal. Sedangkan menurut (Triyanto,2014)
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan
darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas)
dan angka kematian / mortalitas. Tekanan darah 140/90 mmHg didasarkan pada dua
fase dalam setiap denyut jantung yaitu fase sistolik 140 menunjukan fase darah yang
sedang dipompa oleh jantung dan fase diastolik 90 menunjukan fase darah yang
kembali ke jantung (Anies, 2006).
B. Klasifikasi Hipertensi
Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik Normal Dibawah
130 mmHg Dibawah 85 mmH Normal Tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg Stadium
1 (Hipertensi ringan) 140-159 mmHg 90-99 mmHg Stadium 2 (Hipertensi sedang)
160-179 mmHg 100-109 mmHg Stadium 3 (Hipertensi berat) 180-209 mmHg 110-
119 mmHg Stadium 4 (Hipertensi maligna) 210 mmHg atau lebih 120 mmHg atau
lebih Sumber: (Triyanto,2014)
C. Etiologi Hipertensi Menurut (Widjadja,2009) penyebab hipertensi dapat
dikelompookan menjadi dua yaitu:
a. Hipertensi primer atau esensial Hipertensi primer artinya hipertensi yang
belum diketahui penyebab dengan jelas. Berbagai faktor diduga turut
berperan sebagai penyebab hipertensi primer, seperti bertambahnya usia,
sters psikologis, pola konsumsi yang tidak sehat, dan hereditas
(keturunan). Sekitar 90% pasien hipertensi diperkirakan termasuk dalam
kategori ini.
b. Hipertensi sekunder Hipertensi sekunder yang penyebabnya sudah di
ketahui, umumnya berupa penyakit atau kerusakan organ yang
berhubungan dengan cairan tubuh, misalnya ginjal yang tidak berfungsi,
pemakaiyan kontrasepsi oral, dan terganggunya keseimbangan hormon
yang merupakan faktor pengatur tekanan darah. Dapat disebabkan oleh
penyakit ginjal, penyakit endokrin, dan penyakit jantung.

D. Faktor-faktor resiko hipertensi


Faktor-faktor resiko hipertensi ada yang dapat di kontrol dan tidak dapat
dikontrol menurut (Sutanto, 2010) antara lain : a. Faktor yang dapat dikontrol : Faktor
penyebab hipertensi yang dapat dikontrol pada umumnya berkaitan dengan gaya
hidup dan pola makan. Faktor-faktor tersebut antara lain:
1. Kegemukan (obesitas) Dari hasil penelitian, diungkapkan bahwa orang yang
kegemukan mudah terkena hipertensi. Wanita yang sangat gemuk pada usia
30 tahun mempunyai resiko terserang hipertensi 7 kali lipat dibandingkan
dengan wanita langsing pada usia yang sama. Curah jantung dan sirkulasi
volume darah penderita hipertensi yang obesitas. Meskipun belum diketahui
secara pasti hubungan antara hipertensi dan obesitas, namun terbukti bahwa
daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan
hipertensi lebih tinggi dibanding penderita hipertensi dengan berat badan
normal.
2. Kurang olahraga Orang yang kurang aktif melakkukan olahraga pada
umumnya cenderung mengalami kegemukan dan akan menaikan tekanan
darah. Dengan olahraga kita dapat meningkatkan kerja jantung. Sehingga
darah bisa dipompadengan baik keseluruh tubuh.
3. Konsumsi garam berlebihan Sebagian masyarakat kita sering
menghubungkan antara konsumsi garam berlebihan dengan kemungkinan
mengidap hipertensi. Garam merupakan hal yang penting dalam mekanisme
timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi adalah
melalui peningkatan volume plasma atau cairan tubuh dan tekanan darah.
Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan ekresi (pengeluaran) kelebihan
garam sehingga kembali pada kondisi keadaan sistem hemodinamik
(pendarahan) yang normal. Pada hipertensi primer (esensial) mekanisme
tersebut terganggu, disamping kemungkinan ada faktor lain yang
berpengaruh.
a.) Tetapi banyak orang yang mengatakan bahwa mereka tidak
mengonsumsi garam, tetapi masih menderita hipertensi. Ternyata setelah
ditelusuri, banyak orang yang mengartikan konsumsi garam adalah
garam meja atau garam yang ditambahkan dalam makanan saja.
Pendapat ini sebenarnya kurang tepat karena hampir disemua makanan
mengandung garam natrium termasuk didalam bahanbahan pengawet
makanan yang digunakan.
b.) Natrium dan klorida adalah ion utama cairan ekstraseluler. Konsumsi
natrium yang berlebih menyebabkan konsetrasi natrium didalam cairan
ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya kembali, cairan
intreseluler harus ditarik keluar sehingga volume cairan ekstraseluler
meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut
menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak pada
timbulnya hipertensi.
4. Merokok dan mengonsumsi alkohol Nikotin yang terdapat dalam rokok
sangat membahayakan kesehatan selain dapat meningkatkan penggumpalan
darah dalam pembuluh darah, nikotin dapat menyebabkan pengapuran pada
dinding pembuluh darah. Mengonsumsi alkohol juga dapat membahayakan
kesehatan karena dapat meningkatkan sistem katekholamin, adanya
katekholamin memicu naik tekanan darah.
5. Stres Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara. Jika
ketakutan, tegang atau dikejar masalah maka tekanan darah kita dapat
meningkat. Tetapi pada umumnya, begitu kita sudah kembali rileks maka
tekanan darah akan turun kembali. Dalam keadaan stres maka terjadi respon
sel-sel saraf yang mengakibatkan kelainan pengeluaran atau pengangkutan
natrium. Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas
saraf simpatis (saraf yang bekerja ketika beraktivitas) yang dapat
meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Stres berkepanjanngan dapat
mengakibatkan tekanan darah menjadi tinggi. Hal tersebut belum terbukti
secara pasti, namun pada binatang percobaan yang diberikan stres memicu
binatang tersebut menjadi hipertensi.
6. Faktor yang tidak dapat dikontrol
a. Keturunan (Genetika) Faktor keturunan memang memiliki peran yang
sangat besar terhadap munculnya hipertensi. Hal tersebut terbukti dengan
ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak terjadi pada
kembar monozigot (berasal dari satu sel telur) dibandigkan heterozigot
(berasal dari sel telur yang berbeda). Jika seseorang termasuk orang yang
mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) dan tidak
melakukan penanganan atau pengobata maka ada kemungkinan
lingkungannya akan menyebabkan hipertensi berkembang dan dalam
waktu sekitar tiga puluhan tahun akan mulai muncul tanda-tanda dan
gejala hipertensi dengan berbagai komplikasinya.
b. Jenis kelamin Pada umumnya pria lebih terserang hipertensi
dibandingkan dengan wanita. Hal ini disebabkan pria banyak mempunyai
faktor yang mendorong terjadinya hipertensi seperti kelelahan, perasaan
kurang nyaman, terhadap pekerjaan, pengangguran dan makan tidak
terkontrol. Biasanya wanita akan mengalami peningkatan resiko
hipertensi setelah masa menopause.
c. Umur Dengan semakin bertambahannya usia, kemungkinan seseorang
menderita hipertensi juga semakin besar. Penyakit hipertensi merupakan
penyakit yang timbul akibat adanya interaksi dari berbagai faktor risiko
terhadap timbulnya hipertensi. Hanya elastisitas jaringan yang
erterosklerosis serta pelebaran pembulu darah adalah faktor penyebab
hipertensi pada usia tua. Pada umumnya hipertensi pada pria terjadi di
atas usia 31 tahun sedangkan pada wanita terjadi setelah berumur 45
tahun.

E. Patofisiologi
Menurut (Triyanto,2014) Meningkatnya tekanan darah didalam arteri bisa
rerjadi melalui beberapa cara yaitu jantung memompa lebih kuat sehingga
mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya arteri besar kehilangan
kelenturanya dan menjadi kaku sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat
jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Darah di setiap denyutan jantung
dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit dari pada biasanya dan menyebabkan
naiknya tekanan. inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah
menebal dan kaku karena arterioskalierosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah
juga meningkat pada saat terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arter kecil (arteriola) untuk
sementara waktu untuk mengarut karena perangsangan saraf atau hormon didalam
darah. Bertambahnya darah dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan
darah. Hal ini terjadi jika terhadap kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu
membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh meningkat sehingga tekanan
darah juga meningkat. Sebaliknya, jika aktivitas memompa jantung berkurang arteri
mengalami pelebaran, banyak cairan keluar dari sirkulasi, maka tekanan darah akan
menurun.
Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan
didalam fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang
mengatur berbagai fungsi tubuh secara otomatis). Perubahan fungsi ginjal, ginjal
mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara: jika tekanan darah meningkat,
ginjal akan mengeluarkan garam dan air yang akan menyebabkan berkurangnya
volume darah dan mengembalikan tekanan darah normal. Jika tekanan darah
menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air, sehingga volume darah
bertambah dan tekanan darah kembali normal. Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan
darah dengan menghasilkan enzim yang disebut renin, yang memicu pembentukan
hormon angiotensi, yang selanjutnya akan memicu pelepasan hormon aldosteron.
Ginjal merupakan organ peting dalam mengembalikan tekanan darah; karena itu
berbagai penyakit dan kelainan pada ginjal dapat menyebabkan terjadinya tekanan
darah tinggi. Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis
arteri renalis) bisa menyebabkan hipertensi. Peradangan dan cidera pada salah satu
atau kedua ginjal juga bisa menyebabkan naiknya tekanan darah (Triyanto 2014).
pertimbangan gerontology. Perubahan struktural dan fungsional pada system
pembuluh perifer bertanggung pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia
lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat
dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekwensinya
, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume
darah yang dipompa oleh jantung (volume secukupnya), mengakibatkan penurunan
curah jantunng dan meningkatkan tahanan perifer (Prima,2015).

F. Manifestasi klinis
Menurut (Ahmad, 2011) sebagian besar penderita tekanan darah tinggi
umumnya tidak menyadari kehadirannya. Bila ada gejala, penderita darah tinggi
mungkin merasakan keluhan-keluhan berupa : kelelahan, bingung, perut mual,
masalah pengelihatan, keringat berlebihan, kulit pucat atau merah, mimisan, cemas
atau gelisah, detak jantung keras atau tidak beraturan (palpasi), suara berdenging di
telinga, disfungsi ereksi, sakit kepala, pusing. Sedangkan menurut (Pudiastuti,2011)
gejala klinis yang dialami oleh para penderita hipertensi biasanya berupa :
pengelihatan kabur karena kerusakan retina, nyeri pada kepala, mual dan muntah
akibatnya tekanan kranial, edema dependen dan adanya pembengkakan karena
meningkatnya tekanan kapiler.

G. Komplikasi
hipertensi Menurut (Triyanto,2014) komplikasi hipertensi dapat menyebabkan
sebaga berikut :
a. Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekananan tinggi diotak, atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi.
Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang
memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah
ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak
mengalami arterosklerosis dapat menjadi lemah, sehingga meningkatkan
kemungkinan terbentukya aneurisma. Gejala tekena struke adalah sakit kepala
secara tiba-tiba, seperti orang binggung atau bertingkah laku seperti orang
mabuk, salah satu bagian tubuh terasa lemah atau sulit digerakan (misalnya
wajah, mulut, atau lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara secara jelas) serta
tidak sadarkan diri secara mendadak.
b. Infrak miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis tidak
dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk
trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut.
Hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen
miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung
yang menyebabkan infrak. Demikian juga hipertropi ventrikel dapat
menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel
sehingga terjadi distritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko
pembentukan bekuan.
c. Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi
pada kapiler-kapiler ginjal. Glomerolus. Dengan rusaknya glomerolus, darah
akan mengalir keunit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat
berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membran
glomerolus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid
plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering di jumpai pada hipertensi
kronik.
d. Ketidak mampuan jantung dalam memompa darah yang kembalinya
kejantung dengan cepat dengan mengakibatkan caitan terkumpul diparu, kaki
dan jaringan lain sering disebut edema. Cairan didalam paru-paru
menyebabkan sesak napas, timbunan cairan ditungkai menyebabkan kaki
bengkak atau sering dikatakan edema. Ensefolopati dapat terjadi terutama
pada hipertensi maligna (hipertensi yang cepat). Tekanan yang tinggi pada
kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan
kedalam ruangan intertisium diseluruh susunan saraf pusat. Neuronneuron
disekitarnya kolap dan terjadi koma. Sedangkan menurut Menurut
(Ahmad,2011) Hipertensi dapat diketahui dengan mengukur tekanan darah
secara teratur. Penderita hipeertensi, apabila tidak ditangani dengan baik, akan
mempunyai resiko besar untuk meninggal karena komplikasi kardovaskular
seperti stoke, serangan jantung, gagal jantung, dan gagal ginjal, target
kerusakan akibat hipertensi antara lain :
1) Otak : Menyebabkan stroke
2) Mata : Menyebabkan retinopati hipertensi dan dapat menimbulkan
kebutaan
3) Jantung : Menyebabkan penyakit jantung koroner (termasuk infark
jantung)
4) Ginjal : Menyebabkan penyakit ginjal kronik, gagal ginjal terminal

a. Definisi Terapi Suportif


Terapi suportif adalah suatu bentuk terapi alternatif yang mempunyai tujuan untuk
menolong pasien beradaptasi dengan baik terhadap suatu masalah yang dihadapi dan
untuk mendapatkan suatu kenyamanan hidup terhadap gangguan psikisnya. Terapi
suportif juga merupakan suatu terapi yang tidak merawat atau memperbaiki kondisi yang
mendasarinya, melainkan meningkatkan kenyamanan pasien.Psikoterapi suportif
digunakan terutama untuk memperkuat kemampuan pasien untuk mengatasi stres melalui
beberapa kegiatan utama, termasuk dengan mendengarkan perhatian penuh dan
mendorong ekspresi pikiran dan perasaan, membantu individu untuk mendapatkan
pemahaman yang lebih tentang situasi dan alternatif mereka, membantu menopang
individu harga diri dan ketahanan, dan bekerja untuk menanamkan rasa harapan.
Umumnya, pemeriksaan yang lebih dalam mengenai sejarah individu dan menyelidik
motivasi yang dihindari.Psikoterapi suportif adalah bentuk umum dari terapi yang dapat
diberikan dalam jangka pendek atau panjang, tergantung pada individu dan keadaan
tertentu.
Melalui psikoterapi suportif, terapis membantu pasien belajar bagaimana untuk
maju dan membuat keputusan atau perubahan yang mungkin diperlukan untuk
beradaptasi, baik untuk perubahan akut, seperti kehilangan orang yang dicintai atau
kekecewaan yang parah, atau situasi yang kronis, seperti penyakit yang sedang
berlangsung, misalnya, episode depresi berulang. Seringkali, sebelum hal ini dapat
dicapai, pasien perlu diberi kesempatan untuk mengekspresikan perasaan dan pikiran
mereka tentang isu-isu, dan ini merupakan bagian penting dari psikoterapi suportif.Dalam
bentuk terapi, hubungan saling percaya antara pasien dan terapis merupakan bagian
integral dari penyembuhan pasien atau kemajuan.Adalah penting bahwa seseorang
memiliki keyakinan bahwa terapis dapat memahami perasaan mereka seperti putus asa
atau marah, namun tetap mempertahankan kepercayaan dalam kemampuan mereka untuk
pulih. Terapis juga harus membantu pasien untuk memahami perbedaan antara pemulihan
dan mendapatkan kembali apa yang telah hilang. Dalam banyak kasus, mendirikan
kembali pola masa lalu atau sebelum kehidupan adalah tidak mungkin, dan pasien harus
datang untuk berdamai dengan perubahan yang perlu dibuat.

b. Tujuan Terapi Suportif


Dalam psikoterapi suportif tujuannya adalah untuk mengobati gejala pasien
sesegera mungkin dan untuk memfasilitasi keseimbangan mental integral dari
pasien.Dengan tujuan ini teknik baru yang digunakan untuk memperkuat pertahanan yang
ada, untuk mengembangkan lebih baik dan mekanisme baru untuk melanjutkan kontrol,
dan untuk membangun kembali adaptasi.Dalam psikoterapi suportif ada upaya untuk
mengubah karakter pasien dibuat tetapi ketika perubahan positif dalam pengertian ini
terjadi untuk didukung.Dalam terapi suportif, dasar tidak penuh "pemulihan" dari pasien,
tetapi penghapusan gejala yang menyebabkan dia / kesedihannya.
Bagi sebagian orang, psikoterapi suportif dapat mengarah pada peningkatan
adaptasi, fungsi interpersonal, kestabilan emosi, ketahanan, mengatasi, dan harga
diri.Bentuk terapi sering kali paling berguna dalam mendukung pasien melalui masa
krisis, tetapi juga bisa efektif dalam mencapai keuntungan dalam jangka panjang
berkaitan dengan situasi kronis.
Adapun tujuan dari terapi suportif antara lain:
- Menaikkan fungsi psikologi dan sosial
- Menyokonf harga dirinya dan keyakinan dirinya sebanyak mungkin
- Menyadari realitas, keterbatasannya, agar dapat diterima
- Mencegah terjadinya relaps
- Bertujuan agar penyesuaian baik
- Mencegah ketergantungan pada dokter
- Memindahkan ketergantungan para dokter
- Memindahkan dukungan profesional kepada keluarga
c. Macam-macam Terapi Suportif
1. Guidance/bimbingan
yakni prosedur pemberian pertolongan secara aktif dengan cara memberikan fakta
dan interpretasi' dalam bidang pendidikan, pekerjaan, hubungan sosial dan bidang-
bidang Kesehatan
2. Manipulasi Lingkungan
yakni usaha untuk menyelesaikan problem-problem emosional klien dengan cara
menghilangkan atau mengubah unsur-unsur lingkungan yang tidak menguntungkan.
3. Eksternalisasi perhatian
Yakni usaha untuk mengalihkan perhatian klien yang mengalami keeeinasan atau
depresi dengan jalan memberikan dorongan agar klien dapat memulai lagi aktivitas
yang pernah disenanginya ataupun mengembangkan kesenangan baru untuk mengisi
waktu senggangnya. Jenis-jenis eksternalisasi perhatian antara lain terapi kerja, terapi
musik,terapi gerak dan tari, terapi syair, terapi sosial.
4. Sugesti-prestis
Yakni usaha terapis untuk mensugesti klien, yakni memberikan pengaruh psikis tanpa
daya kritik
5. Meyakinkan kembali (reaasurance)
Terapi ini biasanya menyertai pada setiap terapi. Klien yang merasa dieengkam
ketakutan yang irasional perlu ditenangkan dan dihibur.Terapis perlu mendiskusikan
ketakutan-ketakutan tersebut secara terbuka dengan kliennya untuk menjelaskan
bahwa ketakutan itu tidak rasional atau tidak berdasar.
6. Dorongan dan paksaan
Yakni dengan memberikan reward dan punishment untuk menstimulasi perilaku klien
sesuai yang diharapkan. Di antaranya dengan cara klien diberi tugas untuk melawan
impuls - impuls yang menimbulkan neurotik, berusaha menghilangkan atau
mengurangi intcnsitasnya sampai di bawah titik kritis.
7. Persuasi
Mendasari diri pada anggapan bahwa dalam diri klien mempunyai sesuatu kekuatan
untuk proses emosinya yang patologis dengan kekuatan dan kemampuan ataupun
dengan menggunakan common sensenya sendiri, sebab pada umumnya orang yang
menderita gangguan jiwa dalam keadaan intelek tertutup emosi.
8. Pengakuan dan Penyaluran
Dengan cara mengeluarkan isi hati kepada orang lain. Pendekatan ini untuk
mengurangi tekanan yang ada pada klien, sebab dengan adanya pengakuan dan
penyaluran maka segala rasa tertekan yang mengganjal dapat dilepaskan (katarsis)
9. Terapi Kelompok Pemberi Inspirasi
Terapi kelompok yang terdiri dari klien yang memiliki masalah sejenis

d. Metode Terapi Suportif


Terapi suportif menggunakan sejumlah metoda, baik sendiri-sendiri atau kombinasi, :

 kepemimpinan yang kuat, hangat, dan ramah


 pemuasan kebutuhan tergantungan
 mendukung perkembangan kemandirian yang sah pada akhirnya
 membantu mengembangkan sublimasi yang menyenangkan (sebagai contohnya, hobi)
 istirahat dan penghiburan yang adekuat
 menghilangkan ketegangan eksternal yang berlebihan.jika mungkin
 perawatan di rumah sakit jika diindikasikan
 medikasi untuk menghilangkan gejala
 bimbingan dan nasehat dalam menghadapi masalah sekarang. Cara ini rnenggunakan
teknik yang membantu pasien merasa aman, diterima, terlindungi, terdorong dan
tidak merasa cemas.

e. Cara-Cara Terapi Suportif


Cara-cara psikoterapi suportif antara lain sebagai berikut:
 Ventilasi atau (psiko-) kataris
- Suatu bentuk psikoterapi suportif yang memberi kesempatan seluas-luasnya
kepada pasien untuk mengemukakan isi hatinya dan sebagai hasilnya ia akan
merasa lega serta keluhannya akan berkurang
- Sikap terapis : menjadi pendengar yang baik dan penuh pengertian
- Topik pembicaraan : permasalahan yang menjadi stres yang utama
 Persuasi atau bujukan
- Suatu bentuk psikoterapi suportif yang dilakukan dengan menerangkan secara
masuk akal tentang gejala-gejala penyakitnya yang timbul akibat cara
berpikir, perasaan, dan sikapnya terhadap masalah yang dihadapinya.
- Sikap terapis: terapis berusaha membangun, mengubah, dan menguatkan
impuls tertentu serta membebaskannya dari impuls yang mengganggu secara
masuk akal dan sesuai dengan hati nurani. Terapis berusaha meyakinkan
pasien dengan alasan yang masuk akal bahwa gejalanya akan hilang.
- Topik pembicaraan: ide dan kebiasaaan pasien yang mengarah pada terjadinya
gejala
 Sugesti
- Suatu bentuk psikoterapi suportif yang berusaha menanamkan kepercayaan
pada pasien bahwa gejala-gejala gangguannya akan hilang
- Sikap terapis: meyakinkan dengan tegas bahwa gejala pasien pasti hilang
- Topik pembicaraan: gejala-gejala bukan karena kerusakan organik/fisik dan
timbulnya gejala-gejala tersebut adalah tidak logis
 Penjaminan Kembali (Reaasurance)
- Suatu bentuk psikoterapi suportif yang berusaha meyakinkan kembali
kemampuan pasien bahwa ia sanggup mengatasi masalah yang dihadapinya
- Sikap terapis: meyakinkan secara tegas dengan menunjukkan hasil-hasil yang
telah dicapai pasien
- Topik pembicaraan: pengalaman pasien yang berhasil nyata
 Bimbingan
- Suatu bentuk psikoterapi suportif yang memberi nasihat dengan penuh
wibawa dan pengertian
- Sikap terapis : menyampaikan nasihat dengan penuh wibawa dan pengertian
- Topik pembicaraan : cara hubungan antar manusia, cara berkomunikasi, dan
cara bekerja serta belajar yang baik.
 Penyuluhan
- Penyuluhan atau konseling adalah psikoterapi suportif yang membantu pasien
mengerti dirinya sendiri secara lebih baik agar ia dapat mengatasi
permasalahannya dan dapat menyesuaikan diri.
- Sikap terapis: menyampaikan secara halus dan penuh kearifan
- Topik pembicaraan: masalah pendidikan, pekerjaan, pernikahan, dan pribadi
 Terapi Kerja
 Hipnoterapi dan narkoterapi
 Psikoterapi kelompok

Tindakan suportif meliputi:

- Menghibur (consultation), menaruh simpati


- Penganjuran (encouragement), nasehat (advice)
- Memberi petunjuk untuk kegiatan sehari-hari
- Sugesti, manipulasi lingkungan, dll

Inti prosedur suportif:

- Bentuk pemuasan deependency needs


- Bentuk abreaksi: memberi kesempatan pada penderita melepaskan bendungan
emosi dengan cara mengeluarkan isi hatinya
- Peninjauan situasi penderita secara objektif dan pemberian bantuan dalam
menilai pandangan-pandangannya
- Bentuk sokongan terhadap pertahanan neurotik penderita
- Bentuk manipulasi hidup
Menurut McCloskey & Bulechek (dalam Stuart & Laraia, 1998) pelaksanaan pemberian
terapi kelompok suportif dapat dilakukan dalam beberapa sesi, yakni:
1. Sesi pertama: Mengidentifikasi kemampuan klien dan sumber pendukung yang
ada pada diri klien.
2. Sesi kedua: Menggunakan sistem pendukung dalam diri klien, monitor, dan
hambatannya.
3. Sesi ketiga: Menggunakan sistem pendukung di luar klien, monitor, dan
hambatannya.
4. Sesi keempat: Mengevaluasi hasil dan hambatan penggunaan sumber.
Keempat sesi dilakukan dalam 4 kali pertemuan selama 2 minggu dan setiap pertemuan
dilaksanakan selama 40-50 menit.Setiap akhir sesi, klien menulis kegiatannya di buku
kerja. Setiap lembar buku kerja terdapat tanggal dan nama sesi dengan demikian setiap
klien memiliki catatan perkembangan selama mengikuti terapi kelompok suportif mulai
dari pengetahuan mengenai mengatasi perilaku kekerasan sampai monitor hasil
penggunaan sumber pendukung didalam dan diluar diri klien. Setiap akhir sesi selalu di
evaluasi untuk mengetahui perkembangan klien selama mengikuti kegiatan terapi
kelompok suportif dan dipertemuan sesi berikutnya juga selalu di monitor dan evaluasi
pada sesi selanjutnya.
ANALISIS JURNAL

1. PENGARUH TERAPI KELOMPOK SUPORTIF TERHADAP TINGKAT


ANSIETAS KELUARGA DALAM MERAWAT ANAK TUNAGRAHITA

Strenght
Weakness
Opportunity
Treatment

2. PENGARUH PSIKOEDUKASI TERHADAP PENGETAHUAN DAN DEPRESI


ORANG TUA ANAK RETARDASI MENTAL

Strenght
Weakness
Opportunity
Treatment
BAB III
PENUTUP

Keluarga merupakan lingkungan terdekat dan utama dalam kehidupan anak


dengan retardasi mental. Efektivitas berbagai program penanganan dan peningkatan
kemampuan hidup anak dan remaja yang mengalami keterbelakangan mental akan sangat
tergantung pada peran serta dan dukungan penuh dari keluarga, sebab pada dasarnya
keberhasilan program tersebut bukan hanya merupakan tanggung jawab dari lembaga
pendidikan yang terkait saja. Kemampuan dukungan keluarga dapat ditingkatkan dengan
pemberian terapi kelompok, seperti kelompok suportif.Terapi kelompok suportif
merupakan alternatif pilihan terapi yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan
keluarga menjadi sistem pendukung Terapi suportif adalah suatu bentuk terapi alternatif
yang mempunyai tujuan untuk menolong pasien beradaptasi dengan baik terhadap suatu
masalah yang dihadapi dan untuk mendapatkan suatu kenyamanan hidup terhadap
gangguan psikisnya.
DAFTAR PUSTAKA

Swaiman, K.F., 1989, Mental Retardation, Pediatric Neurology: Principles And Practice,1st ed,
Mosby, St.Louis, h. 67
Budiman Melly.(1998).Pentingnya Diagnosis Dini dan Penatalaksanaan Terpadu PadaAutisme.
Makalah Simposium, Surabaya
Betz, Cecily L. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik (Mosby’s Pediatric Nursing
Reference). Edisi 3. Jakarta: EGC
Dewi, et al. (2012).Pengaruh Terapi Kelompok Suportif terhadap Tingkat Ansietas
Keluarga dalam Merawat Anak Tunagrahita Vol. 7 (1).
Bakara, Derison Marsinova. (2014). Pengaruh Psikoedukasi terhadap Pengetahuan dan
Depresi Orang Tua Anak retardasi Mental Vol. 9 (1).
Hendriyani, Wiwin, et al. (2006). Penerimaan Keluarga terhadap Individu yang Mengalami
Keterbelakangan Mental Vol. 8 (2).

Anda mungkin juga menyukai