Anda di halaman 1dari 37

MEDIKASI

A. Pengertian Medikasi
Zat yang digunakan dalam diagnosis, terapi, penyembuhan, penurunan dan pencegahan
penyakit yang disebut medikasi. Nomenklatur (nama) obat adalah :
1. Kimia : memberi gambaran pasti komposisi.
2. Generik : diberikan oleh pabrik yang pertama kali memproduksi obat sebelum
mendapat izin dan dilindungi hukum
3. Offisial
4. Dagang : nama yang digunakan pabrik untuk memasarkan obat
B. Standar Obat
Standar yang diterima masyarakat harus memenuhi kriteria :
1. Kemurnian : Memenuhi standar kemurnian tipe dan konstentrasi zat lain dalam obat.
2. Potensi : Konsentrasi obat aktif daam preparat obat potensi obat
3. Bioavailability: Kemampuan obat lepas dari dosis, larut, diabsorpsi dam diedarkan tubuh.
4. Kemanjuran
5. Keamanan : Dinilai menurut efek samping obat
C. Penggunaan Obat Nonterapeutik
Pengunaan yang keliru atau penyalahgunaan obat berhubungan dengan penggunaan untuk
efek terapeutik, misalnya untuk meredam nyeri atau menurunkan cemas. Saat perawat
merawat klien dengan penyalahgunaan obat, perawat harus menyadari nilai dan sikap mereka
terhadap penggunaan sengaja tersebut. Perawat dengan pengetahuan perubahan fisik,
psikologi dan social karena drug abuse, akan mudah mengindentifikasi klien dengan masalah
obat.
D. Farmakokinetik
Merupakan ilmu tentang cara obat masuk ke tubuh, mencari tepat kerja, dimetabolisme dan
keluar dari tubuh, terdiri dari absorpsi, distribusi, metabolism dan eksresi.
1. Absorpsi
Molekol obat masuk dalam darah. Dipengaruhi oleh rute pemberian obat, daya larut obat,
dan kondisi di tempat absorpsi. Rute pemberian obat dipengaruhi sturuktur fisik jaringan.
Kulit sulit ditembus zat kimia dan absorpsi obat lambat. Injeksi intravena memiliki
absorpsi obat yang cepat. Larutan, suspense mudah diabsorpsi. Obat bersifat basa tidak
terabsorpsi sebelum di usus halus. Kulit yang tergores, adanya edema merupakan kondisi
yang tidak baik untuk absorpsi obat. Obat oral mudah diabsorpsi diberikan saat anatara
waktu makan.
2. Distribusi
Laju dan luas distribusi bergantung pada sifat fisik dan kimia obat dan fisiologis individu.
Obat diberikan berdasarkan berat dan komposisi tubuh dewasa. Obat mudah keluar dari
ruang intersisial ke intravaskuler. Latihan fisik, udara hangat, badan menggigil akan
mengubah sirkulasi lokal. Konsentrasi obat bergantung pada jumlah pembuluh darah
dalam jaringan. Derajat ikatan protein dan protein serum mempengaruhi distribusi obat.
Obat yang terkait protein akan sulit menghasilkan aktivitas farmakologis.
3. Metabolisme
Biotransformasi dipengaruhi enzim yang mendetoksifikasi, memecah dan melepas zat
kimia dan biologis. Terjasi di hati, paru-paru, ginjal, darah dan usus.

4. Ekskresi
Obat keluar dari tubuh melalui ginjal, hati, usus, paru dan kelenjar eksokrin. Kelenjar
eksokrin mengekskresi obat larut lemak. Saluran cerna menjadi jalur lain ekskresi obat.
E. Efek Obat
1. Efek Terapeutik
Respon fisiologis obat yang diharapkan mucul
2. Efek Samping
Efek sekunder yang tidak diharapkan pada obat. Efek samping di anggap tidak
berbahaya. Bila efek samping ini sampai menghilangkan efek terapeutik maka obat dapat
dihentikan.
3. Efek Toksik
Terjadi setelah klien minum dengan dosis tinggi. Obat berlebuhan dalam tubuh
memberikan efek mematikan.
4. Reaksi Idiosintrik
Timbulnya efek yang tidak diperkirakan, meliputi klien bereaksi berlebihan, tidak
berlebihan atau berlebihan tidak normal.
5. Reaksi Alergi
Reaksi obat 5-10% merupakan reaksi alergi. Alergi obat bersifat ringan dan berat. Reaksi
dapat berupa utrikaria, ruam, pruritus dan rhinitis.
6. Toleransi Obat
Klien yang sering memakai obat nyeri hanya memiliki toleransi obat. Sehingga klien
perlu meningkatkan dosis untuk meredakannya.
7. Interaksi Obat
Terjadi pada individu dengan konsumsi beberapa obat. Efek sinergis dapat terjadi pada
konsumsi 2 obat atau lebih. Interksi obat selalu diharapkan.
8. Respon dosis obat
Obat memiliki waktu paruh serum yakni waktu yang dibutuhkan proses sekresi untuk
menurunkan konsentrasi serum sampai setengahnya. Perawat dapat mengantisipasi efek
obat jika mengetahui interval waktu kerja obat :
a. Awitan kerja obat : periode waktu setelah obat diberikan
b. Kerja puncak obat : waktu yang dibutuhkan sampai konsentrasi tertinggi pada obat.
c. Durasi Kerja obat : lamanya obat untuk menghasilkan respon.
d. Plateu : Konsentrasi serum dipertahankan setelah obat kembali diberikan
F. Faktor Yang Mempengaruhi Kerja Obat
1. Perbedaan genetic
2. Variabel Fisiologis
3. Kondisi Lingkungan
4. Faktor Psikologis
5. Diet
Rute pemberian obat
1. Oral : melalui multu dan ditelan
2. Intavenous : melalui vena
3. Intramuscular : Kedalam otot tubuh
4. Subcutaneous : ke dalam jaringan tepat di bawah lapisan dermis kuit.
5. Topical : Kulit, mata, hidung, telinga, rectum dan vagina
6. Transdermal
7. Inhalasi
Prinsip Pemberian Obat
1. Benar obat
2. Benar pasien
3. Benar dosis
4. Benar cara
5. Benar waktu
6. Benar dokumentasi
SOP IC
No Aspek Yang Dinilai Nilai Ket
1 2 3
1 Persiapan alat :
 Buku catatan obat
 Kapas alkohol
 Sarung tangan disposable
 Obat yang sesuai
 Spuit 1 ml
 Pulpen / spidol
 Bak spuit
 Baki obat
 Bengkok
2 Cuci tangan
3 Siapkan obat
4 Identifikasi klien
5 Beritahu klien dan jelaskan prosedur
6 Atur klien pada posisi yang nyaman
7 Pilih area penusukan
8 Pakai sarung tangan
9 Bersihkan area penusukan dengan kapas alcohol
10 Pegang kapas alkohol pada jari tangan non dominan
11 Buka tutup jarum
12 Tempatku ibu jari tangan non dominan 2,5 cm dibawah area
penusukan dan tarik kulit
13 Dengan ujung jarum menghadap keatas dan dengan tangan
dominan, masukkan jarum tepat di bawah kulit dengan sudut 15
14 Masukkan obat berlahan – lahan perhatikan adanya jendalan
15 Cabut jarum sesuai sudut memasukkannya
16 Usap pelan – pelan area penusukan dengan kapas alkohol
17 Buat lingkaran dengan pulpen pada daerah jendalan dengan
diameter 2,5 cm
18 Observasi kulit adanya kemerahan dan bengkak atau reaksi
sistematik
19 Kembalikan posisi klien
20 Buang peralatan yang sudah tidak dipakai
21 Buka sarung tangan
22 Cuci tangan
23 Dokumentasikan
24 Kaji kembali klien setelah diinjeksi
SOP SC
No Aspek Yang Dinilai Nilai Ket
1 2 3
1 Persiapan alat :
 Buku catatan obat
 Kapas alcohol
 Sarung tangan disposable
 Obat yang sesuai
 Spuit 2 Ml
 Bak spuit
 Baki obat dan plester
 Kassa steril k/p
 Bengkok
2 Cuci tangan
3 Siapkan obat
4 Identifikasi klien
5 Beritahu klien dan jelaskan prosedur
6 Aturklien pada posisi yang nyaman
7 Pulih area penusukan
8 Pakai sarung tangan
9 Bersihkan area penusukan dengan kapas alcohol
10 Pegang kapas alcohol pada jari tangan non dominan
11 Buku tutup jarum
12 Tarik kulit dan jaringan lemak dengan ibu jari tangan non dominan
13 Dengan ujung jarum menghadap keatas, dan dengan tangan
dominan, maukkan jarum tepat dibawah kulit dengan sudut 45
atau 90 derajat untuk orang gemuk
14 Lepaskan tarikan tangan non dominan
15 Tarik plunger dan observasi adanya darah pada spuit
16 Jika tidak ada darah masukkan obat pelan - pelan
17 Cabut jarum sesuai sudut memasukkanya sambil melakukan
penekanan dengan menggunakan kipas alkohol pada area
penusukan
18 Jika terjadi pendrahan tekan dengan kassa sampai pendarahan
terhenti
19 Kembalikan posisi klien
20 Buang peralatan yang sudah tidak dipakai
21 Buka sarung tangan
22 Cuci tangan
23 Dokumentasi
24 Kaji kembali setelah injeksi
SOP IV
No Aspek Yang Dinilai Nilai Ket
1 2 3
1 Persiapan alat :
 Buku catatan obat
 Kapas alcohol
 Sarung tangan disposibel
 Obat yang sesuai
 Spuit 2-5 Ml
 Bak spuit
 Baki obat
 Plester
 Kassa steril k/p
 Pengalas
 Torniker
 Betadine
 Bengkok
2 Cuci tangan
3 Siapkan obat
4 Identifikasi klien
5 Beritahu klien dan jelaskan prosedur
6 Atur klien pada posisi nyaman
7 Bebaskan lengan klien dari baju / kemeja
8 Letakkan torniket 15 cm ditas daerah penusukan
9 Pilih area penusukan
10 Pakai sarung tangan
11 Bersihkan area penusukan dengan lapas alcohol
12 Pegang kapas alcohol pada jari tangan non dominan
13 Buka tutup jarum
14 Tarik kebawah kurang lebih 2,5 cm dibawah area penusukan
dengan tangan non dominan
15 Pegang jarum pada posi 30o sejajar vena yang akan di tusuk pelan
dan pasti
16 Rendahkan posisi jaru sejajar vena dan teruskan jarus kedalam
vena
17 Lakukan aspirasi dengan tanan non dominan menarik plunger
18 Aspirasi adanya darah pada spuit
19 Jika ada darah, lepaskan torniket dan masukkan obat perlahan
20 Cabut jarum sesuai sudut memasukkanya sambil melakukan
penekanan dengan menggunakan kapas alcohol
21 Tutup daerah penusukan dengan kassa steril yang sudah diberi
betadin
22 Kembalikan posisi klein
23 Buang peralatan yang sudah tidak dipakai
24 Buka sarung tangan
25 Cuci tangan
26 Dokumentasikan
27 Kaji kembali klien setelah di injeksi
SOP IM
No Aspek Yang Dinilai Nilai Ket
1 2 3
1 Persiapan alat:
 Buku catatan obat
 Kapas alcohol
 Sarung tangan disposable
 Obat yang sesuai spuit 2-5 Ml
 Bak spuit
 Baki obat
 Plester
 Kassa steril k/p
 Bengkok
2 Cuci tangan
3 Siapkan obat
4 Identifikasi klien
5 Beritahu klein dan jelaskan prosedur
6 Atur klien pada posisi yang nyaman
7 Pilih area penusukan
8 Pakai sarung tangan
9 Bersihkan area penusukan dengan kapas alcohol
10 Pegang kapas alcohol pada jari tangan non dominan
11 Buka tutup jarum
12 Tarik kulit ke bawah kurang lebih 2,5 cm dibawah area penusukan
dengan tangan non dominan
13 Dengan cepat masukkan ujung jarum dengan sudut 90o dengan
tangan dominan, masukkan sampai jaringan otot
14 Dengan tangan non dominan menahan barel, dan tangan dominan
menarik plunger
15 Observasi adanya darah masukkan obat pelan pelan
16 Jika tidak ada darah masukkan obat pelan-pela
17 Cabut jarum sesuai sudut memasukkannya sambil melakukan
penekanan dengan emnggunakan kapas alcohol pada area
penusukan
18 Jika terjadi pendarahan tekan dengan kassa sampai pendarahan
terhenti
19 Kembalikan posisi klein
20 Buang peralatan yang sudah tdidak di pakai
21 Buka sarung tangan
22 Cuci tangan
23 Dokumentasikan
24 Kaji kembali klein setelah diinjeksi
SOP SUPOSITORIA
Penilaian Ket
No Aspek Yang Dinilai
1 2 3
Persiapan alat:
a. Buka obat
b. Sarung tangan
1.
c. Supositoria rectal
d. Jely
e. Tissu
2. Cek instruksi dokter dalam buku obat
Siapkan klien:
a. Identifikasi klien
b. Sediaan asisten k/p
3.
c. Atur posisi klien sims dengan tungkai bagian atas fleksi
kedepan
d. Tutup dengan selimut hanya ekspose pada area perieal
4. Pakai sarung tangan
5. Buka supositoria dalam kemasan dan olesi pelumas ujungnya
6. Minta klien untuk nafas panjang
Regangkan bokong klien menggunakan tangan non dominan
dam masukkan supositoria kedalam anus melalui spinter ani,
7.
melalui dinding rectal 10cm pada dewasa dan 5 cm pada
anak-anak
8. Tarik bel dekat klien k/p
9. Anjurkan klien pada posisi ini selama 5 menit
Letakkan bel dekat klien k/p
10.
Buang sarung tangan
11.
12. Cuci tangan
13. Kaji respon klien
14 Dokumentasi seluruh tindakan
Daftar Pustaka
Sujono R, Harmoko (2012) Standar Operating Procedure dalam Praktik Klinik Keperawatan
dasar,
Teknik Relaksasi
A. Definisi Relaksasi
Relaksasi dapat di artikan sebagai teknik yang dilakukan untuk mengatasi stress dimana akan
terjadi peningkatan aliran darah sehingga perasaan cemas dan khawatir akan berkurang
(Abbasi et al,. 2018).
Relaksasi merupakan proses merilekskan otototot yang mengalami ketegangan atau
mengendorkan otot-otot tubuh dan pikiran agar tercapai kondisi yang nyaman atau berada
pada gelombang otak alfa-teta (Yunus, 2014).
B. Manfaat Relaksasi
Relaksasi memiliki beberapa manfaat diantaranya adalah mengurangi tingkat stres pada
seseorang yang memiliki masalah kesehatan (Tsitsi et al., 2017). Manfaat yang sama juga
dijelaskan oleh peneliti lain bahwasannya relaksasi dapat mengurangi tingkat stres, dimana
teknik relaksasi berguna untuk meregulasi emosi dan fisik individu dari kecemasan,
ketegangan, stres dan lainnya, serta secara fisiologis, pelatihan relaksasi memberikan respons
relaks, dimana dapat diidentifikasikan dengan menurunnya tekanan darah, detak jantung dan
meningkatkan resisten kulit (Sari & Subandi, 2015)
Manfaat relaksasi secara umum menurut (Utami, 2001) meliputi :
1. Relaksasi dapat membuat seseorang lebih mampu menghindari reaksi berlebih akibat
stres.
2. Masalah – masalah yang timbul akibat stres seperti, sakit kepala, tekanan darah tinggi,
insomnia, dan perilaku – perilaku buruk dapat berkurang.
3. Mengurangi tingkat kecemasan pada seseorang dan menunjukkan efek fisiologis yang
positif.
4. Meningkatkan semangat pada seseorang dalam melakukan aktifitas.
5. Meningkatkan hubungan interpersonal dan harga diri pada seseorang.
Jika kita simpulkan dari beberapa penjelasan diatas manfaat relaksasi sendiri meliputi
mengurangi perasaan cemas, meningkatkan perasaan tenang dan damai, mengurangi
ketegangan otot, serta meningkatkan energi dan memperbaiki fisiologis tubuh.
C. Jenis-Jenis Relaksasi
Menurut Miltenberger (2004) relakasasi dibedakan menjadi empat macam yaitu
1. relaksasi otot (progressive muscle relaxation),
2. relaksasi pernafasan (diaphragmatic breathing),
3. relaksasi dengan cara meditasi (attention focussing exercises),
4. relaksasi perilaku (behavioural relaxation training) dan lain sebagainya.
SOP Teknik Relaksasi
No. ASPEK YANG DINILAI NILAI
1. Posisi klien diatur sedemikian rupa hingga rilex, dapat KET
duduk atau berbaring
2. Instruksikan klien untuk menghirup nafas dalam hingga
rongga dada berisi udara bersih
3. Pasien perlahan menghembuskan nafas dan
membiarkannya keluar dari semua bagian tubuh, saat itu
suruh klien merasakan betapa rasanya.
4. Pasien bernafas normal beberapa saat (1-2 menit)
5. Pasien bernafas dalam dan menghembuskan perlahan dan
rasakan udara mengalir dari tangan, kaki dan menuju ke
paru. Ulangi lagi
6. Setelah klien rilek kemudian irama nafas ditambah
gunakan pernafasan dada dan abdomen
Teknik Distraksi
A. Pengertian Distraksi
Distraksi adalah mengalihkan perhatian klien ke hal yang lain sehingga dapat menurunkan
kewaspadaan terhadap nyeri, bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Stimulus sensori
yang menyenangkan akan merangsang sekresi endorphin. Perawat dapat mengkaji aktivitas-
aktivitas yang dinikmati klien sehingga dapat dimanfaatkan sebagai distraksi. Aktivitas
tersebut dapat meliputi kegiatan menyanyi, berdoa, menceritakan foto atau gambar dengan
suara keras, mendengarkan musik, dan bermain (Young Koopsen 2007)
B. Tujuan dan Manfaat Distraksi
Tujuan penggunaan teknik distraksi dalam intervensi keperawatan adalah untuk pengalihan
atau menjauhi perhatian terhadap sesuatu yang sedang dihadapi, misalnya rasa sakit nyeri.
Sedangkan manfaat dari penggunaan teknik ini, yaitu agar seseorang yang menerima teknik
ini merasa lebih nyaman, santai, dan Universitas Sumatera Utara merasa berada pada situasi
yang lebih menyenangkan dan nyaman selama mungkin (Young Koopsen 2007).
C. Jenis tehnik distraksi
Beberapa jenis distraksi menurut Young Koopsen 2007 antara lain:
1. Distraksivisual Melihat pertandingan, menonton televisi, membaca koran, melihat
pemandangan,dan gambar termasuk distraksi visual.
2. Distraksipendengaran Mendengarkan musik yang disukai, suara burung, atau gemercik
air. Kliendianjurkan untuk memilih musik yang disukai dan musik yang tenang,
sepertimusik klasik. Klien diminta untuk berkonsentrasi pada lirik dan irama lagu. Klien
juga diperbolehkan untuk menggerakkan tubuh mengikuti irama lagu, seperti bergoyang,
mengetukkan jari atau kaki.
3. Distraksi bernafas ritmik Bernafas ritmik, anjurkan klien untuk memandang fokus pada
satu objek atau memejamkan mata dan melakukan inhalasi perlahan melalui hidung
dengan hitungan satu sampai empat dan kemudian menghembuskan nafas melalui mulut
secara perlahan dengan menghitungan satu sampai empat dalam hati. Anjurkan klien
untuk berkosentrasi pada sensasi pernafasan dan terhadap gambar yang memberi
ketenangan, lanjutkan tehnik ini hingga terbentuk pola pernafasan ritmik. Bernafas ritmik
dan massase, instruksikan klien untuk melakukan pernafasan ritmik dan pada saat yang
bersamaan lakukan massase pada bagian Universitas Sumatera Utara tubuh yang
mengalami nyeri dengan melakukan pijatan atau gerakan memutar di area nyeri.
4. Distraksi intelektual Antara lain dengan mengisi teka-teki silang, bermain kartu,
melakukan kegemaran ditempat tidur seperti mengumpulkan perangko, menulis cerita.
5. Distraksi imajinasi terbimbing Adalah kegiatan klien membuat suatu bayangan yang
menyenangkan dan mengonsentrasikan diri pada bayangan tersebut serta berangsur-
angsur membebaskan diri dari perhatian terhadap nyeri.
SOP TEKNIK DISTRAKSI
No
ASPEK YANG DINILAI NILAI
. KET
1. Membina Hubungan saling percaya
2. Menjelaskan prosedur
3. Anjurkan klien untuk mengatur posisi yang nyaman
4. Duduk dengan klien tapi tidak mengganggu
Melakukan bimbingan kepada klien :
a. Meminta klien memikirkan hal-hal yang menyenangkan
b. Ketika klien relaxing berfokus pada bayangannya,
perawat jangan bicara lagi
c. Jika klien menunjukkan tanda agitas, gelisah dan tidak
nyaman hentikan latihan dan mulai lagi ketika klien siap
5.
d. Relaksasi akan mempengaruhi klien selama 15 menit,
catat daerah yang tegang dan biasanya klien akan rilex
setelah menutup matanya dan mendengarkan music
yang lembut
e. Catat hal-hal yang membantu klien untuk rilex untuk
digunakan pada latihan berikutnya
Teknik Guided Imagery
A. Pengertian Guided Imagery
Guided imagery adalah teknik yang melibatkan visualisasi tempat dengan situasi tenang dan
damai. Teknik ini dapat mengurangi gejala stres dan kecemasan, serta membantu agar tubuh
serta pikiran menjadi lebih rileks.
Guided imagery merupakan salah satu teknik relaksasi atau meditasi, yang mengharuskan
Anda berkonsentrasi pada objek, suara, maupun pengalaman tertentu untuk menenangkan
pikiran. Melalui teknik ini, Anda akan diajak untuk meredakan gejala stres serta kecemasan
dengan memikirkan atau membayangkan tempat atau situasi yang damai.
B. manfaat guided imagery
Guided imagery adalah teknik relaksasi yang mempunyai beragam manfaat untuk kesehatan.
Manfaat yang didapatkan tidak hanya secara psikologis, melainkan juga baik untuk kesehatan
fisik Anda. Sejumlah manfaat yang bisa diperoleh dari menerapkan teknik guided imagery
adalah sebagai berikut:
1. Mengatasi stres dan kecemasan
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, guided imagery dapat membantu mengatasi
stres dan kecemasan. Dalam studi yang dirilis tahun 2014 disebutkan bahwa
menambahkan teknik ini pada perawatan wanita penderita fibromyalgia setiap hari
selama periode 10 minggu dapat mengurangi stres lebih signifikan daripada pasien yang
hanya melakukan perawatan biasa.
2. Meningkatkan kualitas tidur
Stres dan kecemasan kerap membuat kualitas tidur berkurang. Menerapkan teknik ini
dapat membantu meningkatkan kualitas tidur Anda. Para peneliti mengatakan, hal ini
terjadi karena meditasi kesadaran seperti guided imagery membuat tubuh bisa merespons
stres dengan baik. Saat stres direspons dengan baik, Anda tidak akan mengalami
kesulitan untuk beristirahat.
3. Meredakan sakit atau nyeri
Guided imagery bisa membantu mengurangi rasa sakit atau nyeri yang tengah Anda
rasakan. Stres sendiri dapat memperburuk rasa sakit. Saat Anda berhasil mengelola stres
dengan baik, nyeri yang dirasakan akan berkurang dengan sendirinya.
Menurut sebuah studi di tahun 2017, teknik ini berhasil membantu mengelola rasa sakit
pada pasien yang baru selesai menjalani bedah ortopedi. Studi lain pada tahun 2019
mengatakan bahwa penerapan guided imagery turut membantu mengurangi rasa sakit
yang dirasakan oleh anak-anak pascaoperasi.
4. Mengurangi gejala depresi
Teknik ini diketahui dapat membantu mengurangi gejala depresi. Dalam sebuah studi
yang dirilis pada tahun 2019, menerapkan meditasi guided imagery secara rutin setiap
hari selama 1 minggu dikaitkan dengan berkurangnya gejala depresi pada penderita
kanker. Para peserta juga melaporkan bahwa kecemasan dan rasa sakit yang mereka
derita juga turut berkurang.
Cara melakukan guided imagery dengan benar
Supaya memperoleh manfaat dari teknik guided imagery, Anda harus mengetahui bagaimana
cara melakukannya dengan benar. Sebelum melakukan teknik ini untuk mengatasi stres dan
kecemasan, Anda perlu mempersiapkan:
1. Tempat yang sepi dan tenang
2. Tempat duduk atau berbaring yang nyaman, bisa kasur, sofa atau matras
3. Rekaman audio mengenai guided imagery (opsional, boleh iya boleh tidak)
4. Setelah semuanya siap, berikut ini langkah-langkah yang harus dilakukan:
5. Duduk atau berbaring di tempat yang nyaman dan tenang
6. Tutup mata, lalu terapkan teknik pernapasan dalam untuk bernapas
7. Bayangkan tempat yang bisa memberi Anda ketenangan dan perasaan damai, misal hutan,
pantai, padang rumput, atau pegunungan
8. Bayangkan aroma, suara, dan sensasi berada di tempat yang bisa membuat Anda rileks
tersebut
9. Bayangkan Anda tengah menelusurinya, rasakan suara dan perhatikan juga detail di
sekitarnya
10. Nikmati situasi tersebut hingga perasaan menjadi lebih tenang dan damai, sambil terus
menerapkan teknik pernapasan dalam
11. Setelah 15 menit, buka mata Anda dan rasakan perbedaannya
SOP GUIDED IMAGERY
Tujuan : Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan relaksasi otot dan
mengurangi nyeri pada pasien
Manfaat : Manfaat dari terapi ini untuk memberikan rasa nyaman pada
pasien
Judul Jurnal acuan : Effectiveness of Guided Imagery Relaxation on Levels Of Pain and
Depression in Patient Diagnosed With Fibromyalgia

Penilaian Ket
No Aspek Yang Dinilai
1 2 3
A. Tahap Pre Interaksi
1. Pastikan tindakan sesuai dengan advis
dalam catatan medis klien
2. Siapkan peralatan
a. Pulpen
b. Kertas Dokumentasi
3. Cuci tangan
B Sikap dan Perilaku
1. Berikan salam, panggil klien dengan
namanya dan memperkenalkan diri
2. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan
yang akan dilakukan kepada klien dan
keluarga
3. Beri kesempatan klien untuk bertanya
4. Atur posisi klien agar nyaman
5. Teruji tanggap terhadap reaksi klien
6. Teruji sabar dan teliti
C Tahap Kerja

1. Mengkaji skala nyeri pasien sebelum


melakukan tindakan
2. Bantu pasien ke posisi yang nyaman
yaitu posisi bersandar dan minta klien
untuk menutup matanya selama prosedur
3. Menganjurkan pasien untuk menarik
nafas dalam melalui hidung,
menghembuskannya melalui mulut
perlahan selama 3 kali untuk
merelaksasikan semua otot dengan mata
terpejam
4. Anjurkan pasien memikirkan dan
menggambarkan rasa sakit pasien
dengan mata terpejam untuk membantu
penggunaan semua indera
5. Dengan mata terpejam, anjurkan
pasien untuk membentuk cangkir
menggunakan telapak tangan, minta
pasien untuk memasukkan objek rasa
nyeri ke dalam cangkir tersebut
Minta pasien untuk mengubah bentuk,
ukuran, warna dan tekstur dan meminta
pasien untuk memutuskan bagaimana
dan apa yang ingin dia lakukan terhadap
rasa nyeri tersebut
6. Pasien dapat membuang rasa sakit
yang dirasakan atau menempatkannya
kembali dimana dia menemukannya
dengan fokus terhadap untuk
menghilangkan rasa nyeri tersebut
7. Jika pasien menunjukkan tanda-tanda
gelisah atau tidak nyaman, hentikan
latihan dan memulainya lagi ketika pasien
sudah siap
8. Relaksasi akan mengenai seluruh
tubuh. Setelah 15 menit pasien dipandu
keluar dari khayalannya
9. Mengkaji skala nyeri setelah dilakukan
tindakan dan tanyakan apakah pasien
sudah merasa nyaman
D Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil yang dicapai (subjektif
dan objektif)
2. Beri reinforcement positif pada pasien.
3. Mengakhiri pertemuan dengan baik
4. Cuci tangan

E Dokumentasi
1. Dokumentasi tindakan yang sudah
dilakukan beserta respon pasien untuk
digunakan pada latihan selanjutnya (jika
pasien masih memerlukan terapi) dengan
menggunakan informasi spesifik yang
diberikan pasien
Tehnik
1. Berkomunikasi dengan pendekatan yang
tepat sesuai dengan kondisi pasien
F 2. Bekerja dengan hati-hati dan cermat
3. Mengahagai privasi atau budaya pasien
4. Bekerja secara sistematis
Daftar Pustaka
Abbasi B, Mirzakhany N, Oshnari LA, Irani A, Hosseinzeadeh S, Tabatabei SM, et al (2018).
The effect of relaxation tehniques on edema, anxiety and depression in post-mastectomy
lymphedema patien undergoing comprehensive decongestive theraphy: A clinical trial.
Plos One;13(1):1-12
Yunus A(2014) Desain Sistem Pembelajaran Dalam konteks Kurukulum 2013. Bandung: Refika
Aditama
Sari A & Subandi (2015). Pelatihan Teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan pada
primary caregiver pada penderitam kanker payudara program magister profesi psikologi
fakultas psikologi universitas Gadjah mada. Volume 1, no 3. Desember 2015: 173-192
ISSN: 2407-7801
Young & Koopsen, 2007, Spiritualitas, Kesehatan dan Penyembuhan. Medan: Bina Media
Perintis
Komunikasi Terapeutik
A. Definisi Komunikasi Terapeutik
Menurut Stuart G.W Komunikasi Terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara
konselor dan klien melalui hubungan ini, konselor dan klien memperoleh pengalaman belajar
bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien. Menurut Suryani di kutip
oleh Etik Anjar Fitriarti Komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan
konselor untuk membantu klien beradaptasi terhadap stress, mengatasi gangguan psikologis,
serta belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain. Dapat saya simpulkan bahwa
komunikasi terapeutik adalah hubungan antara konselor dan klien untuk membantu klien
mengatasi gangguan psikologis dan memperoleh pengalama belajar bersama untuk
memperbaiki emosional klien.
B. Tujuan Komunikasi Terapeutik
Menurut Suryani yang dikutip oleh Etik Anjar Fitriarti Komunikasi terapeutik bertujuan
untuk mengembangkan pribadi klien kearah yang lebih positif atau adaktif. Adapun tujuan
lain dari Komunikasi terapeutik itu yaitu:
1. Realisasi diri, penerimaan diri, dan peningkatan penghormatan komunikasi terapeutik
diharapkan dapat mengubah sikap dan prilaku klien. Klien yang merasa rendah diri,
setelah berkomunikasi terapeutik dengan konselor akan mampu menerima dirinya.
2. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak super fsisial dan saling
bergantung dengan orang lain melalui komunikasi terapeutik, klien belajar cara menerima
dan diterima orang lain.
3. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan
yang realistik klien terkadang menetapkan standar diri terlalu tinggi tanpa mengukur
kemampuannya sehingga ketika tujuannya tidak tercapai klien akan merasa rendah diri
dan kondisi nya memburuk.
4. Peningkatan identitas dan integritas diri keadaan sakit terlalu lama cenderung
menyebabkan klien mengalami gangguan identitas dan integritas dirinya sehingga tidak
memiliki rasa percaya diri dan merasa rendah diri.
C. Karakteristik Komunikasi Terapeutik
Tiga hal mendasar dari citi-ciri komunikasi terapeutik menurut Carl Rogerb yaitu keikhlasan,
empati dan kehangatan.
1. Keikhlasan
Dalam hal keikhlasan perawat diharapkan untuk tetap bersikap secara baik sehingga
perawat dapat mengeluarkan segala perasaan yang dimiliki secara tepat dalam menyikapi
segala sikap dan perilaku pasien tanpa menyalahkan atau menghukum pasien. Dengan
demikian hubungan saling menguntungkan akan meningkat secara bermakna.
2. Empati
Empati merupakan suatu perasaan yang jujur, sensitif, dan tidak dibuat-buat (Objektif).
Dalam proses keperawatan tentu saja ada suka maupun duka, hal tersebut yang
ditekankan kepada perawat agar bias mengendalikan emosinya secara baik, sehingga
tidak terlihat oleh pasien. Perasaan yang timbul akibat mengetahui keadaan pasien dalam
kondisi yang buruk pun diharapkan perawat bisa mengontrolnya dengan baik. Perawat
yang empati dengan orang lain dapat menghindari perasaan dri kata hati tentang
seseorang pada umumnya, dengan empati perawat akan lebih sensitive dan ikhlas. Sikap
empati memperbolehkan perawat untuk berpartisipasi terhadap sesuatu yang terkait
dengan emosi pasien.
3. Kehangatan
Hubungan saling percaya antara perawat dengan pasien akan membuat rasa keterbukaan
terhadap pasien. Suasana yang hangat dalam komunikasi anatara perawat dengan pasien
akan menunjukan rasa penerimaan perawat terhadap pasien. Sehingga pasien akan
mengeksplor perasaannya secara mendalam. Pada saat ini perawat lebih mudah
mengetahui segala kebutuhan pasien. Kehangatan juga dapat dikomunikasikan secara
nonverbal. Dengan penampilan yang tenang, suara yang menyakinkan, dan pegangan
tangan yang halus menunjukkan rasa kasih sayang terhadap pasien.
D. Jenis komunikasi yang dimanifestasikan secara terapeutik
Menurut Cangara Hafied, ada dua jenis komunikasi yaitu verbal dan non verbal yang
dimanifestasikan secara terapeutik.
1. Komunikasi Verbal
Jenis komunikasi verbal yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di
rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pada saat berbicara tatap
muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kata-kata yang
digunakan adalah alat atau symbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau
perasaan, membangkitkan respon emosional. Keuntungan dalam komunikasi verbal tatap
muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung.
Komunikasi verbal yang efektif :
a. Jelas dan ringkas
Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Kejelasan dapat
dicapai dengan berbicara secara lambat dan mengucapkannya dengan jelas. Ulangi
bagian penting dari pesan yang di sampaikan.
b. Perbendaharaan Kata (Mudah dipahami)
Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu menerjemahkan
kata dan ucapan. Istilah teknis yang digunakan dalam keperawatan dan kedokteran
tidak dapat dimengerti pasien, hal ini membuat perawat perlu menggunakan istilah
yang dimengerti pasien.
c. Denotatif dan Konotatif
Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan,
sedangkan arti konotatif adalah pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam suatu
kata. Ketika berkomunikasi dengan pasien harus hati-hati memilih kata-kata sehingga
tidak mudah untuk disalah tafsirkan, terutama penting ketika menjelaskan tujuan
terapi dan kondisi pasien.
d. Selaan dan kesempatan dalam berbicara
Kecepatan serta tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan komunikasi
verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada suatu pembicaraan lain
mungkin akan menimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan sesuatu
terhadap pasien. Perawat sebaliknya tidak berbicara dengan cepat sehingga kata-kata
yang diucapkan menjadi jelas.
e. Waktu dan Relevansi
Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila klien sedang
menangis kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan. Pesan diucapkan secara jelas
dan singkat, tetapi jika waktu yang tidak tepat dapat menghalangi penerimaan pesan
secara akurat. Oleh sebab itu perawat harus peka terhadap waktu untuk
berkomunikasi.

2. Komunikasi Non verbal


Komunikasi non verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan kata-kata.
Komunikasi non verbal merupakan cara yang meyakinkan untuk menyampaikan pesan
kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non verbal yang di
sampaikan pasien mulai dan saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan karna
isyarat non verbal menambah arti terhadap pesan verbal. Perawat yang mendeteksi suatu
kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan keperawatan. Menurut Liliweri, komunikasi
non verbal dibagi menjadi enam bagian yakni :
a. Kinesik
Kinesik adalah pesan non verbal yang diimplementasikan dalam bentuk bahasa
isyarat tubuh atau anggota tubuh. Perhatikan bahwa dalam pengalihan informasi
mengenai kesehatan, para penyuluh tidak saja menggunakan kata-kata secara verbal
tetapi juga memperkuat pesanpesan itu dengan bahasa isyarat seperti, cara mengaduk
obat, dll.
b. Haptik
Haptik artinya tidak ada lagi jarak diantara dua orang waktu berkomunikasi. Atas
dasar itu maka ahli komunikasi non verbal yang mengatakan haptik itu sama dengan
menepuk-neouk, meraba-raba, memegang, mengelus dan mencubit. Haptik
mengkomunikasikan relasi anda dengan seseorang.
c. Paralingustik
Paralinguistik meliputi setiap penggunaan suara sehingga dia bermanfaat jika hendak
menginterprestasikan simbol verbal. Sebagai contoh orang-orang jawa yang tidak
mengungkapkan kemarahan dengan suara yang keras, berbeda dengan orang Batak
dan Timor yang mengungkapkan segala sesuatu dengan menggunakan suara keras.
d. Tampilan Fisik Tubuh
Seringkali pasien mempunyai kesan tertentu terhadap tampilan fisik tubuh dari lawan
bicara. Salam satu keutamaan pesan atau informasi kesehatan adalah persuasive,
artinya bagaimana perawat merancang pesan sedemikian rupa sehingga mampu
mempengaruhi orang lain (pasien) agar dapat mengetahui informasi tersebut.
E. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi terapeutik
Adapun langkah-langkah yang dapat ditempuh oleh konselor dalam membina hubungan yang
baik dengan klien, antara lain:
1. Menerima klien secara ikhlas
Dalam hal ini, konselor harus mewujudkan sikap-sikap yang ramah dan bersahabat
dimata klien. Ia harus menerima klien apa adanya, tanpa prasangka, curiga, apalagi
underestimate (meremehkan) yang dapat menyebabkan hubungan jauh dari akrab,
ketulusan ataupun keiklasan ini adalah sebuah komitmen dalam upaya menyembuhkan
pasien dari penyakitnya.
2. Menumbuhkan kepercayaan klien
Dalam diri klien harus ada rasa percaya bahwa konselor akan mampu menyelesaikan
permasalahan yang dialami klien. Klien juga harus percaya bahwa rahasianya dijamin
oleh konselor, sehingga tak satu orang pun yang mengetahui hal ini. Apa yang dilakukan
konselor diyakinkan sebagai sebuah perbuatan yang tujuannya untuk kebaikan klien.
3. Mewujudkan Keterbukaan diri
Dalam sebuah proses komunikasi terapeutik, kadang-kadang klien tidak terbuka dengan
konselor dan cenderung untuk menutupi masalahnya. Hal ini memunkinkan klien merasa
malu, jika hal ini terjadi, maka proses komunikasi akan menjadi sulit sehingga treatment
yang dilakukan mungkin harus bisa menolong klien untuk berbicara banyak, tidak hanya
mengangguk dan menggeleng. Intinya semakin banyak klien terbuka untuk berbicara,
semakin mudah konselor untuk membantu menyelesaikan masalah.
F. Teknik Komunikasi Terapeutik
Stuar dan Sundeen menyatakan dalam sebuah komunikasi terapeutik dapat menerapkan
beberapa teknik tertentu. teknik- teknik tersebut antara lain:
1. Mendengarkan dengan penuh perhatian
Mendengarkan merupakan hal yang utama dalam komunikasi terapeutik. Dalam teknik
ini, seseorang akan terlibat dalam proses aktif dalam penerimaan informasi serta
penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima. Seseorang ahli terapi harus
memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada klien untuk berbicara dan memposisikan
dirinya sebagai pendengar yang aktif yang penuh perhatian. Beberapa hal yang
merupakan keterampilan mendengarkan penuh perhatian :
a. Tataplah klien ketika mereka berbicara
b. Pertahankan kontak mata dengan klien yang memancarkan keinginan untuk
mendengarkan
c. Tidak menyilangkan kaki atau tangan
d. Hindarkan gerakan yang tidak perlu
e. Anggukkan kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan umpan
balik.
f. Condongkan tubuh ke arah lawan bicara, bila perlu duduk atau minimal sejajar
dengan klien.
2. Bertanya
Bertanya adalah teknik untuk merangsang klien agar mengungkapkan perasaan dan
pikirannya. Beberapa model pertanyaan yang mungkin diterapkan dalam situasi
komunikasi terapeutik :
a. Pertanyaan fasilitatif
Pertanyaan fasilitatif terjadi jika ahli terapi sensitif terhadap pikiran dan perasaan
serta secara langsung berhubungan dengan masalah klien. Adapun pertanyaan non
fasilitatif adalah pertanyaan yang tidak efektif karna membericarakan pertanyaan
yang tidak fokus pada masalah atau pembicaraan. Pertanyaan ini bersifat mengancam
dan mencerminkan situasi ketidak pengertian terhadap klien.
b. Pertanyaan terbuka (Open Question) atau pertanyaan tertutup (Closed question).
Pertanyaan terbuka digunakan untuk menggali informasi yang banyak dari klien.
Dengan pertanyaan ini, semua ekspresi klien akan terlihat dihadapan ahli terapi.
Adapun pertanyaan tertutup digunakan untuk mendapatkan jawaban yang singkat.
c. Penerimaan
Penerimaan adalah kondisi dimana muncul situasi mendukung dan menerima
informasi serta tingkah laku dari klien. Dalam situasi ini, penerap tidak melakukan
penilaian. Namun demikian penerimaan bukan berarti persetujuan. Penerimaan berarti
bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau tidak
setuju.
1) Gerakan tubuh dan ekspresi wajah yang tidak menunjukkan kesetujuam sebaiknya
dihindarkan dalam situasi ini, seperti mengerutkan kening atau menggelengkan
kepala seakan tidak percaya.
2) Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan
3) Memberikan umpan balik
d. Mengulangi (Restating)
Mengulangi artinya mengulang pokok pikiran yang diiungkapkan klien dengan
menggunakan ungkapan klien sehingga menunjukkan bahwa ahli terapi mengikuti
proses komunikasi, memberikan perhatian dan mengharapkan komunikasi bisa lanjut.
e. Klarifikasi (Clarificion)
Klarifikasi adalah menjelaskan kembali ide-ide yang diungkapkan klien klien yang
tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya. Hal ini
dilakukan ketika penerapi ragu, tidak jelas, atau tidak mendengar. Mungkin juga bisa
terjadi klien merasa malu mengemukakan informasi, sehingga informasi yang
diungkapkan cenderung meloncat-loncat ataupun tidak lengkap. Pada situasi ini,
penerapi tidak boleh menambah, mengurangi, atau menginterpretasi apa yang
dikatakan klien. Fokus utama hanyalah pada perasaan sehingga terjadi pemahaman
yang optimal.
f. Memfokuskan (Focusing)
Memfokuskan bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada klien untuk
membahas masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien pada pencapaian tujuan.
Untuk bisa melakukan fokus maka pembicaraan harus dispesifikasi dan diarahkan,
agar tidak melebar kemana-mana.
g. Diam (Silence)
Diam digunakan untuk memberikan kesempatan kepada klien dan penerapi untuk
memikirkan pertanyaan dan jawaban selama proses komunikasi berlangsung.
h. Memberikan Informasi (Informing)
Memberikan informasi yang dimaksudkan adalah informasi tambahan kepada klien
dalam rangka mengajarkan kesehatan atau pendidikan tentang aspek-aspek yang
relevan dalam rangka penyembuhan klien. Klien harus benar-benar mendapatkan
alternatif bagi solusi terhadap masalahnya.
i. Menyimpulkan (summerizing)
Menyimpulkan merupakan teknik untuk membantu klien dalam mengeksplorasi poin
penting dari interaksi dengan penerapi. Hasil teknik ini adalah melakukan penyamaan
persepsi terhadap ide dan perasaan pada saat mengakhiri pertemuan.
j. Mengubah cara pandang (reframing)
Teknik ini memberikan pandangan pada klien untuk tidak saja melihat permasalahnya
sebagai seseuatu hal yang negatif semata. Sehingga klien cenderung menyalahkan
dirinya tetapi juga melihat persoalan dari aspek lainnya. Teknik ini memungkinkan
klien untuk melakukan perencanaan yang lebih baik untuk mengatasi masalahnya.
k. Humor
Dalam penelitian dalam bidang kesehatan, sebuah humor dapat merangsang produksi
catecholamine dan humor dapat menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi
terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas, dan memfasilitasi relaksasi pernafasan.
Dengan demikian humor dalam teknik terapeutik akan mampu mengatsi rasa takut
dan tidak enak dan mengatasi ketidakmampuan penerapi untuk berkomunikasi
dengan klien.
l. Memberikan pujian (reinforcement)
Pemberian pujian akan berguna meningkatkan diri dan menguatkan perilaku klien.
Teknik ini bisa diungkapkan dengan kata-kata maupun dengan komunikasi non
verbal, misalnya acungan jempol
SOP Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik menyebutkan bahwa komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang
terstruktur yang terdiri dari empat tahap yaitu :
1. Fase Pra-Interaksi Prainteraksi dimulai sebelum kontrak pertama dengan klien. Perawat
mengumpulkan data tentang klien, mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan diri dan
membuat rencana pertemuan dengan klien.
2. Fase Orientasi atau Perkenalan Fase ini dimulai ketika Pekerja sosial dengan klien bertemu
untuk pertama kalinya. Hal utama yang perlu dikaji adalah alasan klien meminta pertolongan
yang akan mempengaruhi terbinanya hubungan Pekerja sosialklien.
3. Fase Kerja Pada kerja dalam komunikasi terapeutik, kegiatan yang dilakukan adalah
memberi kesempatan pada klien untuk bertanya, menanyakan keluhan utama, memulai
kegiatan dengan cara baik, melakukan kegiatan sesuai rencana.
4. Fase Terminasi Tahap terminasi dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir.
Teknik Komunikasi Terapeutik Menurut Stuart & Sundeen yang dikutip Damaiyanti dalam
bukunya yang berjudul Komunikasi Terapeutik Dalam Praktik Keperawatan menyebutkan teknik
- teknik komunikasi terapeutik terdiri dari :
1. Mendengarkan (Listening)
Dalam hal ini perawat berusaha mengerti klien dengan cara mendengarkan apa yang
disampaikan klien.
2. Menunjukkan Penerimaan Menerima tidak berarti menyetujui.
Menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau
ketidaksetujuan.
3. Menanyakan Pertanyaan Yang Berkaitan
Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai apa
yang disampaikan oleh klien.
4. Pertanyaan Terbuka (OpenEnded Question)
Pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban “ya” dan “Mungkin”, tetapi pertanyaan
memerlukan jawaban yang luas, sehingga pasien dapat mengemukakan masalahnya,
Perasaannya dengan kata-kata sendiri, atau dapat memberikan informasi yang diperlukan
5. Mengulang Ucapan Klien Dengan Menggunakan kata-kata sendiri
Melalui pengulangan kembali kata-kata klien, perawat memberikan umpan balik bahwa ia
mengerti pesan klien dan berharap komunikasi di lanjutkan.
6. Mengklarifikasi
Klarifikasi terjadi saat perawat berusaha untuk menjelaskan dalam kata-kata, ide atau pikiran
yang tidak jelas dikatakan oleh klien. Tujuan dari teknik ini adalah untuk menyamakan
pengertian.
7. Memfokuskan
Metode ini bertujuan untuk membatasi bahan pembicaraan sehingga percakapan menjadi
lebih spesifik dan dimengerti.
8. Menyatakan Hasil Observasi
Perawat harus memberikan umpan balik kepada klien dengan menyatakan hasil
pengamatannya.
9. Menawarkan Informasi
Memberikan tambahan informasi merupakan tindakan penyuluhan kesehatan untuk klien.
10. Diam ( Memelihara Ketenangan)
Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisir
pikirannya. Penggunaan metode ini memerlukan keterampilan dan ketepatan waktu , jika
tidak akan menimbulkan perasaan tidak enak.
11. Meringkas
Meringkas adalah pengulangan ide utama telah dikomunikasikan secara singkat.
12. Memberikan penghargaan
Penghargaan jangan sampai menjadi beban untuk klien. Jangan samoai klien berusaha keras
dan melakukan segalanya demi untuk mendapatkan pujian atau persetujuan atas
perbuatannya.
13. Menawarkan Diri
Perawat menyediakan diri tanpa respon bersyarat atau respon yang diharapkan.
14. Memberikan Kesempatan Pada Pasien UntukMemulai Pembicaraan.
Memberikan kesempatan kepada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik pembicaraan.
15. MenganjurkanUntuk Meneruskan Pembicaraan
Teknik ini memberikan kesempatan kepada klien untuk mengarahkan hampir seluruh
pembicaraan.
16. Menempatkan Kejadian Secara Berurutan
Mengurutkan kejadian secara teratur akan membantu perawat dan klien untuk melihatnya
dalam suatu perspektif.
17. Memberikan Kesempatan Kepada KlienUntuk Menguraikan Persepsinya
Apabila perawat ingin mengerti klien, maka ia harus melihat segala sesuatunya dari
perspektif klien. Klien harus merasa bebas untuk menguraikan persepsinya kepada perawat.
Sementara itu perawat harus waspada terhadap gejala ansietas yang mungkin muncul.
18. Refleksi
Refleksi ini memberikan kesempatan kepada klien untuk mengemukakan dan menerima ide
atau perasaan sebagai bagian dari dirinya sendiri.
19. Assertive
Assertive adalah kemampuan dengan cara meyakinkan dan nyaman mengekspresikan pikiran
dan perasaan diri dengan tetap menghargai orang lain.
20. Humor
Humor sebagai hal yang penting dalam komunikasi verbal dikarenakan tertawa mengurangi
ketegangan dan rasa sakit akibat stress dan meningkatkan keberhasilan asuhan keperawatan.
Pesan komunikasi terapeutik.
Daftar Pustaka
Oktaria, Gina (2017): Komunikasi terapeutik perawatan dalam proses penyembuhan pasien
psikosis di upt bina laras provinsi riau, jom FISIF volume 4 no 2 Oktober 2017
PENATALAKSANAAN PROSES KEHILANGAN

A. Pengertian Kehilangan Dan Berduka


Kehilangan adalah suatu keadaan individu mengalami kehilangan sesuatu yang
sebelumnya ada dan dimiliki. Kehilangan merupakan sesuatu yang sulit dihindari (Stuart,
2005), seperti kehilangan harta, kesehatan, orang yang dicintai, dan kesempatan. Berduka
adalah reaksi terhadap kehilangan, yaitu respons emosional normal dan merupakan suatu
proses untuk memecahkan masalah. Seorang individu harus diberikan kesempatan untuk
menemukan koping yang efektif dalam melalui proses berduka, sehingga mampu menerima
kenyataan kehilangan yang menyebabkan berduka dan merupakan bagian dari proses
kehidupan.
Kehilangan dapat terjadi terhadap objek yang bersifat aktual, dipersepsikan, atau
sesuatu yang diantisipasi. Jika diperhatikan dari objek yang hilang, dapat merupakan objek
eksternal, orang yang berarti, lingkungan, aspek diri, atau aspek kehidupan. Berbagai hal
yang mungkin dirasakan hilang ketika seseorang mengalami sakit apalagi sakit kronis antara
lain sebagai berikut.
Berduka merupakan respons terhadap kehilangan. Berduka dikarakteristikkan sebagai
berikut.
1. Berduka menunjukkan suatu reaksi syok dan ketidakyakinan.
2. Berduka menunjukkan perasaan sedih dan hampa bila mengingat kembali kejadian
kehilangan.
3. Berduka menunjukkan perasaan tidak nyaman, sering disertai dengan menangis, keluhan
sesak pada dada, tercekik, dan nafas pendek.
4. Mengenang orang yang telah pergi secara terus-menerus.
5. Mengalami perasaan berduka.
6. Mudah tersinggung dan marah.
B. TAHAPAN PROSES KEHILANGAN DAN BERDUKA
Kehilangan meliputi fase akut dan jangka panjang.
1. Fase akut
Berlangsung selama 4 sampai 8 minggu setelah kematian, yang terdiri atas tiga proses,
yaitu syok dan tidak percaya, perkembangan kesadaran, serta restitusi.
a. Syok dan tidak percaya
Respons awal berupa penyangkalan, secara emosional tidak dapat menerima pedihnya
kehilangan. Akan tetapi, proses ini sesungguhnya memang dibutuhkan untuk
menoleransi ketidakmampuan menghadapi kepedihan dan secara perlahan untuk
menerima kenyataan kematian.

b. Perkembangan kesadaran
Gejala yang muncul adalah kemarahan dengan menyalahkan orang lain, perasaan
bersalah dengan menyalahkan diri sendiri melalui berbagai cara, dan menangis untuk
menurunkan tekanan dalam perasaan yang dalam.
c. Restitusi
Merupakan proses yang formal dan ritual bersama teman dan keluarga membantu
menurunkan sisa perasaan tidak menerima kenyataan kehilangan.
2. Fase jangka Panjang
a. Berlangsung selama satu sampai dua tahun atau lebih lama.
b. Reaksi berduka yang tidak terselesaikan akan menjadi penyakit yang tersembunyi dan
termanifestasi dalam berbagai gejala fisik. Pada beberapa individu berkembang
menjadi keinginan bunuh diri, sedangkan yang lainnya mengabaikan diri dengan
menolak makan dan menggunakan alkohol. Menurut Schulz (1978), proses berduka
meliputi tiga tahapan, yaitu fase awal, pertengahan, dan pemulihan.
1) Fase awal
Pada fase awal seseoarang menunjukkan reaksi syok, tidak yakin, tidak percaya,
perasaan dingin, perasaan kebal, dan bingung. Perasan tersebut berlangsung
selama beberapa hari, kemudian individu kembali pada perasaan berduka
berlebihan. Selanjutnya, individu merasakan konflik dan mengekspresikannya
dengan menangis dan ketakutan. Fase ini akan berlangsung selama beberapa
minggu.
2) Fase pertengahan
Fase kedua dimulai pada minggu ketiga dan ditandai dengan adanya perilaku
obsesif. Sebuah perilaku yang yang terus mengulang-ulang peristiwa kehilangan
yang terjadi.
3) Fase pemulihan
Fase terakhir dialami setelah tahun pertama kehilangan. Individu memutuskan
untuk tidak mengenang masa lalu dan memilih untuk melanjutkan kehidupan.
Pada fase ini individu sudah mulai berpartisipasi kembali dalam kegiatan sosial.
C. Tahapan Proses Kehilangan
Proses kehilangan terdiri atas lima tahapan, yaitu penyangkalan (denial), marah (anger),
penawaran (bargaining), depresi (depression), dan penerimaan (acceptance) atau sering
disebut dengan DABDA.
Setiap individu akan melalui setiap tahapan tersebut, tetapi cepat atau lamanya sesorang
melalui bergantung pada koping individu dan sistem dukungan sosial yang tersedia, bahkan
ada stagnasi pada satu fase marah atau depresi.
1. Tahap Penyangkalan (Denial)
Reaksi awal seorang individu ketika mengalami kehilangan adalah tidak percaya, syok,
diam, terpaku, gelisah, bingung, mengingkari kenyataan, mengisolasi diri terhadap
kenyataan, serta berperilaku seperti tidak terjadi apa-apa dan pura-pura senang.
Manifestasi yang mungkin muncul antara lain sebagai berikut.
a. “Tidak, tidak mungkin terjadi padaku.”
b. “Diagnosis dokter itu salah.”
c. Fisik ditunjukkan dengan otot-otot lemas, tremor, menarik napas dalam, panas/dingin
dan kulit lembap, berkeringat banyak, anoreksia, serta merasa tak nyaman.
d. Penyangkalan merupakan pertahanan sementara atau mekanisme pertahanan (defense
mechanism) terhadap rasa cemas.
e. Pasien perlu waktu beradaptasi.
f. Pasien secara bertahap akan meninggalkan penyangkalannya dan menggunakan
pertahanan yang tidak radikal.
g. Secara intelektual seseorang dapat menerima hal-hal yang berkaitan dengan kematian,
tapi tidak demikian dengan emosional.
Suatu contoh kasus, saat seseorang mengalami kehilangan akibat kematian orang
yang dicintai. Pada tahap ini individu akan beranggapan bahwa orang yang
dicintainya masih hidup, sehingga sering berhalusinasi melihat atau mendengar suara
seperti biasanya. Secara fisik akan tampak letih, lemah, pucat, mual, diare, sesak
napas, detak jantung cepat, menangis, dan gelisah. Tahap ini membutuhkan waktu
yang panjang, beberapa menit sampai beberapa tahun setelah kehilangan.
2. Tahap Marah (Anger)
Tahap kedua seseorang akan mulai menyadari tentang kenyataan kehilangan. Perasaan
marah yang timbul terus meningkat, yang diproyeksikan kepada orang lain atau benda di
sekitarnya. Reaksi fisik menunjukkan wajah memerah, nadi cepat, gelisah, susah tidur,
dan tangan mengepal. Respons pasien dapat mengalami hal seperti berikut.
a. Emosional tak terkontrol. “Mengapa aku?”
“Apa yang telah saya perbuat sehingga Tuhan menghukum saya?”
b. Kemarahan terjadi pada Sang Pencipta, yang diproyeksikan terhadap orang atau
lingkungan.
c. Kadang pasien menjadi sangat rewel dan mengkritik.
“Peraturan RS terlalu keras/kaku.” “Perawat tidak becus!”
d. Tahap marah sangat sulit dihadapi pasien dan sangat sulit diatasi dari sisi pandang
keluarga dan staf rumah sakit.
e. Perlu diingat bahwa wajar bila pasien marah untuk mengutarakan perasaan yang akan
mengurangi tekanan emosi dan menurunkan stres.
3. Tahap Penawaran (Bargaining)
Setelah perasaan marah dapat tersalurkan, individu akan memasuki tahap tawar-
menawar. Ungkapan yang sering diucapkan adalah “....seandainya saya tidak melakukan
hal tersebut.. mungkin semua tidak akan terjadi ......” atau “misalkan dia tidak memilih
pergi ke tempat itu ... pasti semua akan baik-baik saja”, dan sebagainya. Respons pasien
dapat berupa hal sebagai berikut.
a. Pasien mencoba menawar, menunda realitas dengan merasa bersalah pada masa
hidupnya sehingga kemarahan dapat mereda.
b. Ada beberapa permintaan, seperti kesembuhan total, perpanjangan waktu hidup,
terhindar dari rasa kesakitan secara fisik, atau bertobat.
c. Pasien berupaya membuat perjanjian pada Tuhan. Hampir semua tawar-menawar
dibuat dengan Tuhan dan biasanya dirahasiakan atau diungkapkan secara tersirat atau
diungkapkan di ruang kerja pribadi pendeta.
“Bila Tuhan memutuskan untuk mengambil saya dari dunia ini dan tidak menanggapi
permintaan yang diajukan dengan marah, Ia mungkin akan lebih berkenan bila aku
ajukan permintaan itu dengan cara yang lebih baik.”
“Bila saya sembuh, saya akan…….”
d. Pasien mulai dapat memecahkan masalah dengan berdoa, menyesali perbuatannya,
dan menangis mencari pendapat orang lain.
4. Tahap Depresi
Tahap depresi merupakan tahap diam pada fase kehilangan. Pasien sadar akan
penyakitnya yang sebenarnya tidak dapat ditunda lagi. Individu menarik diri, tidak mau
berbicara dengan orang lain, dan tampak putus asa. Secara fisik, individu menolak
makan, susah tidur, letih, dan penurunan libido.
Fokus pikiran ditujukan pada orang-orang yang dicintai, misalnya “Apa yang terjadi pada
anak-anak bila saya tidak ada?” atau “Dapatkah keluarga saya mengatasi
permasalahannya tanpa kehadiran saya?”
Depresi adalah tahap menuju orientasi realitas yang merupakan tahap yang penting dan
bermanfaat agar pasien dapat meninggal dalam tahap penerimaan dan damai. Tahap
penerimaan terjadi hanya pada pasien yang dapat mengatasi kesedihan dan
kegelisahannya.
5. Tahap Penerimaan (Acceptance)
Tahap akhir merupakan organisasi ulang perasaan kehilangan. Fokus pemikiran terhadap
sesuatu yang hilang mulai berkurang. Penerimaan terhadap kenyataan kehilangan mulai
dirasakan, sehingga sesuatu yang hilang tersebut mulai dilepaskan secara bertahap dan
dialihkan kepada objek lain yang baru. Individu akan mengungkapkan, “Saya sangat
mencintai anak saya yang telah pergi, tetapi dia lebih bahagia di alam yang sekarang dan
saya pun harus berkonsentrasi kepada pekerjaan saya.........”
Seorang individu yang telah mencapai tahap penerimaan akan mengakhiri proses
berdukanya dengan baik. Jika individu tetap berada di satu tahap dalam waktu yang
sangat lama dan tidak mencapai tahap penerimaan, disitulah awal terjadinya gangguan
jiwa. Suatu saat apabila terjadi kehilangan kembali, maka akan sulit bagi individu untuk
mencapai tahap penerimaan dan kemungkinan akan menjadi sebuah proses yang
disfungsional.

D. BENTUK KEHILANGAN
1. Kehilangan orang bermakna, misalnya seseorang yang dicintai meninggal atau dipenjara.
2. Kehilangan kesehatan bio-psiko-sosial, misalnya menderita suatu penyakit, amputasi
bagian tubuh, kehilangan pendapatan, kehilangan perasaan tentang diri, kehilangan
pekerjaan, kehilangan kedudukan, dan kehilangan kemampuan seksual.
3. Kehilangan milik pribadi, misalnya benda yang berharga, uang, atau perhiasan.
Perawatan menjelang ajal
A. Pengertian Menjelang Ajal
Menjelang ajal adalah proses menuju akhir dari kehidupan atau kematian. Kematian
adalah apabila seseorang tidak lagi teraba denyut nadinya, tidak bernafas selama beberapa
menit, dan tidak menunjukan beberapa reflek serta tidak ada kegiatan otak (Alshaikh, 2015).
Pemenuhan kebutuan klien menjelang ajal adalah (Alshaikh, 2015) :
1. Kebutuhan jasmaniah yaitu kemampuan toleransi terhadap rasa sakit berbeda pada setiap
orang. Tindakan yang memungkinkan rasa nyaman bagi pasien (misalnya : sering
mengubah posisi tidur, perawatan fisik, dan sebagainya).
2. Kebutuhan emosi.untuk menggambarkan unggkapan sikap dan perasaan klien lanjut usia
dalam menghadapi kematian.
a. Pada pasien menjelang ajal akan mengalami ketakutan yang hebat (ketakutan yang
timbul akibat menyadari bahwa dirinya bahwa dirinya tidak mampu mencegah
kematian).
b. Mengkaji hal yang diinginkan penderita selama mendampinginya. Misalnya, lanjut
usia ingin memperbincangkan tentang kehidupan dimasa lalu dan kemudian hari. Bila
pembicaraan tersebut berkenaan, luangkan waktu sejenak. Ingat, tidak semua orang
senang membicarakan kematian.
c. Mengkaji pengaruh kebudayaan atau agama terhadap pasien.
Dalam proses menjelang ajal, ada beberapa ciri-ciri atau tanda-tanda seseorang lansia menuju
kematian yakni ( Schroeder, 2018):
1. Gerakan dan pengindraan menghilang secara berangsur-angsur. Biasanya dimulai pada
anggota tubuh, khususnya kaki dan ujung kaki.
2. Gerakan peristaltik usus menurun
3. Tubuh klien lanjut usia tampak menggembung
4. Badan dingin dan lembap, terutama pada kaki, tangan, dan ujung hidung,
5. Kulit tampak pucat, berwarna kebiruan atau kelabu
6. Denyut nadi mulai tidak teratur,
7. Nafas mendengkur berbunyi keras (stridor) yang disebabkan oleh adanya lender pada
saluran pernafasan yang tidak dapat dikeluarkan oleh klien lanjut usia,
8. Tekanan darah menurun
9. Terjadi gangguan kesadaran atau ingatan menjadi kabur
SOP PERAWATANA JENAZAH
Penilaian Ket
No Aspek Yang Dinilai
1 2 3
A Tahap Pre Interaksi
1. Pastikan tindakan sesuai dengan advis dalam catatan
medis klien
2. Siapkan alat-alat:
a. Celemek
b. Kapas
c. Pakaian bersih
d. Penutup/selimut
e. Verband
f. Plester
g. Gunting perban
h. Label/formulir jenazah
i. Sarung tangan
j. Bengkok
k. Tempat pakaian kotor/ember
l. Washlap
m. Waskom air bersih
3. Cuci tangan

B Sikap & Perilaku


1. Berikan salam, perkenalkan diri kepada keluarga pasien
2. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan
dilakukan kepada keluarga
3. Atur posisi klien agar nyaman saat tindakan
4. Sabar & Teliti

C Tahap Kerja
a. Pertahankan privasi pasien selama tindakan
b. Menyiapkan alat dan mendekatkan ke jenazah
c. Memakai celemek
d. Menggunakan sarung tangan

e. Ambil gigi palsu jika diperlukan dan tutup mulut. Jika


mulut tetap tidak mau tertutup, tempatkan gulungan
handuk dibawah dagu agar mulut tertutup. Tempatkan
bantal dibawah kepala.
f. Lepaskan perhiasan dan barang berharga dihadapan
keluarga. Beri label identitas.
g. Melepaskan peralatan invasif (selang, kateter, NGT,
tube, infus, dll).
h. Melepaskan pakaian kotor jenazah letakan kedalam
ember

i. Membersihkan jenazah dengan washlap dan


mengganti dengan pakaian bersih
j. Luruskan badan, dengan lengan diletakkan diatas dada
k. Merapatkan kelopak mata dan mentup lobang-lobang
pada tubuh (hidung, telinga, dll) dengan kassa ata
kapas lembab
l. Merapatkan mulut dengan cara mengikat dagu ke
kepala dengan verband.
m. Merapatkan dan mengikat tangan yang dletakan diatas
dada dengan verband
n. Merapatkan kedua kaki dengan cara kedua
pergelangan kaki diikat dengan verband pada lutut dan
jempul kaki
o. Menutup jenazah dengan kain penutup
p. Mengisi lengkap formulir jenazah (nama, jenis kelamin,
tanggal/jam meninggal, asal ruangan, dll)
q. Mengikat label pada kaki jenazah
r. Membawa jenazah ke kamar mayat oleh petugas
sesuai peraturan rumah sakit
s. Membereskan peralatan
t. Melepaskan sarung tangan
u. Cuci tangan

D Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil yang dicapai (subyektif dan obyektif)
2. Mengakhiri pertemuan dengan baik
3. Cuci tangan

E Dokumentasi
1. Dokumentasikan tindakan yang sudah dilakukan

F Teknik
1. Berkomunikasi dengan pendekatan yang tepat sesuai
dengan kondisi klien.
2. Bekerja dengan pencegahan infeksi
3. Bekerja dengan hati – hati dan cermat
4. Menghargai privasi atau budaya klien
5. Bekerja secara sistematis

Daftar Pustaka
Alkshaikh, Z., Alhodari, M., Sormunen, T & Hilleras, P. (2015). Nurses Knowladge about
palliative care in an intensive care unit in saudia arabia. Middle East Journal of nursing.
Vol. 9. No. 1
Stuart & Laraia. 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai