Anda di halaman 1dari 4

A.

Identitas Klien
Nama : Tn. S
Umur : 67 tahun

B. Diagnosa Medis : gagal ginjal kronis (CKD)


C. Dasar Pemikiran
CKD (Chronik Kidney Disease) adalah salah satu penyakt renal tahap akhir. CKD
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible. Dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan elekrolit yang
menyebabkan uremia atau retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (smeltzer
dan Bare, 2002).
Menurut Mansjoer (2007), gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan laju filtrasi
glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan berat. Biasanya
penyakit ini disertai oliguria (pengeluaran kemih < 400 ml/hari). Karena pada CKD
terjadi penurunan sirkulasi ginjal mengakibatkan peningkatan tonusitas medular yang
selanjutnya memperbesar reabsorbsi dari cairan tubular distal. Oleh karenanya perubahan
urine tipikal pada keadaan perfusi rendah. Volume urine menurun sampai kurang dari
400 ml/hari. Sehingga perlu dilakukan pemasangan kateter urethra untuk memantau
volume urine dan balance cairan pasien.

D. Analisa Sintesa
Penurunan laju filrasi glumerolus

Oliguria (pengeluaran kemih < 400 ml/hari)

Urine tipikal dalam keadaan perfusi rendah

Butuh pemantauan volume urine dan balance cairan

Dilakukan pemasangan kateter urine


E. Tindakan dan Rasional
Ti ndakan : pemasangan Kateter Urin
Rasional : Meminimalisir terjadinya pergeseran fragmen tulang
F. Diagnosa Keperawatan
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan retensi cairan
dan natrium

G. Data Fokus
Tn. S, 67 tahun dibawa ke IGD mengeluh lemas, terdapat oedem pada kedua kaki dan
tangan kanan. Tingkatan kesadaran, GCS : E4, M6, V5, TD : 110/69 mmHg, N : 54 x/m,
S : 36,0 oC, RR : 26 x/mnt , SpO2 : 96 %.

H. Prinsip-Prinsip Tindakan Keperawatan


a. Proteksi diri dengan masker dan handscoon steril
Rasional : meminimalkan resiko kontaminasi dan cega masuknya kuman ke tubuh
pasien.
b. Tangan kiri memegang penis lalu repusium ditarik sedikit kepangkalnya dan bersihkan
dengan kapas sublimat
Rasional :
c. Kateter diberi minyak pelumas atau jelli pada ujungnya ±12,5-17,5 cm, lalau masukan
perlahan-lahan ±17,5-20 cm dan sambil memberi ntruksi pasien untuk mengambil nafas
dalam untuk mengurangi rasa nyeri.
Rasional : memudahkan dalam memasukkan selang dan agar selang kateter tidak
tersangkut.
d. Jika tertahan jangan dipaksakan
Rasional : memasukkan dengan paksa akan memungkinkan terjadinya lecet pada uretra
e. Setelah kateter masuk, isi balon dengan cairan aquads atau sejenisnya untuk mengunci
kateter supaya menetap dan tidak lepas dan bila intermiten tarik kembali sambil
intruksikan pasien untuk menarik nafas dalam untuk mengurangi  rasa nyeri.
Rasional : mengunci kateter dengan memasukkan cairan agar tidak mudah lepas
f. Sambungkan kateter dengan kantung penampung dan fiksasi kearah atas paha atau
abdomen.
Rasional : menyambungkan kateter dengan kantung agar urin tertampung dalam satu
wadah dan tidak merembes.
g. Pelester kateter diatas pubis atau paha supaya tidak tertarik
Rasional : agar kateter tidak mudah lepas atau tertarik
h. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
Rasional : agar terhindar dari kuman dan bakteri.
I. Tujuan Tindakan
a. Menghilangkan ketidak nyamanan karena distraksi kandung kemih
b. Mendapat urine steril untuk spesement
c. Mengkaji residu urine
d. Penatalaksanaan pasien yang dirawat karena trauma medula spinalis, gangguan
neuromuskuler atau inkompeten kemih, serta paskah operasi besar
e. Mengatasi obstrukasi aliran urine
f. Mengatasi retensi perkemihan

J. Bahaya yang Mungkin Terjadi dan Pencegahannya


a. Infeksi Saluran Kemih
Antisipasi : Untuk mencegah infeksi pada pasien yang memerlukan pemasangan
kateter dalam jangka waktu lama, maka perlu dilakukan penggantian kateter secara
berkala. Interval pergantiannya tergantung jenis kateter yang digunakan, jika kateter
karet / lateks biasa sebaiknya diganti sedikitnya seminggu sekali, tetapi jika kateter
yang dari silikon/telfon umumnya diganti kira-kira 2-3 minggu sekali.
b. Parafimosis, yang disebabkan oleh kegagalan kulit preputium untuk kembali ke posisi
awal setelah dilakukan pemasangan kateter
c. Alergi pada pasien yang senstif dengan bahan dasar kateter
d. Terjadinya pembentukan saluran baru
e. Striktur uretra
Antisipasi : (1) sistem kateter hasus tetap tertutup, (2) durasi pemasangan kateter
haruslah seminimal mungkin, (3) antiseptik atau antibiotik topical pada kateter, uretra,
atau meatus tidak direkomendasikan, (4) walaupun keuntungan profilaksis antibiotik
dan antiseptik telah terbukti, tidak direkomendasikan, (5) pelepasan kateter sebelum
tengah malam setelah prosedur operasi non-urologi mungkin bermakna, (6) pada
pemasangan jangka panjang sebaiknya kateter diganti secara teratur, walaupun belum
ada bukti ilmiah interval penggantian kateter, dan (7) terapi antibiotik kronik tidak
disarankan.
f. Perforasi uretra
g. Perdarahan
h. Batu saluran kemih
i. Kerusakan ginjal (biasanya terjadi pada pasien yang menggunakan kateter dalam
jangka waktu yang lama.
K. Evaluasi
S: -
O : Terpasang oksigen, infus, kateter urin dan bed site monitor.
Terdapat oedema di kedua kaki dan tangan kanan.
GCS : E4, M6, V5
TD : 101/76 mmHg
N : 74 x/m,
S : 36,0 oC,
RR : 24 x/m,
SpO2 : 99 %
Masalah eliminasi klien teratasi sebagian dengan dilakukannya
pemasangan kateter urin.
Pantau kateter urin secara berkala serta catat pemasukan cairan
melalui infus dan pengeluaran cairan melalui kateter urin. Jaga
agar klien tidak mencabut selang kateter urin klien.
A : Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervesi

Anda mungkin juga menyukai