Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Infark miokard akut merupakan bagian dari sindrom koroner akut

(SKA), yang terdiri dari angina pectoris tidak stabil (APTS) dan infark

miokard akut (IMA) baik dengan atau tanpa adanya ST elevasi. IMA

merupakan penyakit paling banyak yang menyebabkan kematian di dunia.

Karena terjadi akibat kurangnya perfusi ke miokardium sehingga sel

kekurangan oksigen sehingga menjadi iskemik miokardium. Jika keadaan

tersebut terjadi terus menerus sel akan mengalami nekrosis (Boateng &

Sanborn, 2013).

Infark miokard akut memiliki angka kematian 2.470.000 (9,4%) di

negara berkembang. Menurut Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013

prevenlensi penyakit jantung koroner di Indonesia 0,5% yang telah

terdiagnosis oleh dokter sedangkan 15% masih mengalami gejala dari

keseluruhan kasus penyakit tidak menular (Budiman, Sihombing, & Pradina,

2015). Berdasarkan data kesehatan provinsi Jawa Tengah terdapat kasus

penyakit jantung sebanyak 42,854 (4,54%) peringkat keempat dari

keseluruhan kasus penyakit tidak menular. Sedangkan peringkat kedua

sebesar 16,42% mengalami DM (Dinkes, 2016).

Infark miokard akut mempunyai beberapa faktor resiko diantaranya

faktor resiko yang dapat dikendalikan dan tidak dapat dikendalikan. Faktor

resiko yang dapat dikendalikan antara lain usia, jenis kelamin, dan riwayat

1
2

keluarga. Sedangkan yang tidak dapat dikendalikan obesitas, hipertensi,

dislipidemia, dan diabetes melitus (Zahara, Syafri, & Yerizel, 2013). Diabetes

masuk dalam trombolisis pada infark miokard (TIMI) skor risiko pada

STEMI dan NSTEMI (Perki, 2015). Selain menggunakan skor TIMI untuk

menentukan faktor resiko infark miokard dapat menggunakan skor

Framingham. Skor Framingham ditentukan dengan beberapa faktor antara

lain kadar kolesterol total, kadar HDL, riwayat merokok, usia serta tekanan

darah (Arsana, et al., 2015). Kadar kolesterol total, trigliserid, Low Density

Lipoprotein (LDL) yang tinggi serta rendahnya kadar High Density

Lipoprotein (HDL) dapat mengakibatkan dislipidemia, yang merupakan

faktor resiko terjadinya infark miokard akut (Zahara, Syafri, & Yerizel,

2013).

Pasien dengan diabetes melitus merupakan faktor resiko

berkembangnya infark miokard. Populasi penduduk Asia Selatan, komplikasi

kardiovaskular terjadi pada usia muda (Rafique & Khan, 2015). Berdasarkan

studi Framingham diabetes dapat meningkatkan dua kali lipat resiko

terjadinya penyakit kardiovaskular pada pria mulai usia 40 tahun dan tiga kali

lipat pada wanita mulai usia 45 tahun. Peningkatan kolesterol total dapat

mengakibatkan infark miokard (Kamstrup, Hansen, Steffensen, &

Nordestgaard, 2009). Pada suatu studi epidemiologi terdapat hubungan antara

kadar LDL dengan diabetes mellitus, yang disimpulkan ketiga penyakit

tersebut saling berhubungan (Rutter & Nesto, 2011).


3

Angka mortalitas STEMI lebih tinggi dibandingkan NSTEMI pada 6

bulan pertama (Perki, 2015). Menurut the Organization toAssess Strategies

for Ischemic Syndroms (OASIS) penderita STEMI dan NSTEMI yang telah

diobservasi terjadi peningkatan komplikasi post-MI dan kematian dengan

diabetes dibandingkan tanpa diabetes (Donahoe, et al., 2007).

Pada penelitian dengan menggunakan subjek penelitian 71 kasus

infark miokard akut dan 71 subjek sebagai kontrol. Dari hasil penelitian

didapatkan pasien mengalami dislipidemia sebanyak 56 (78,9%) dan pada

subjek kontrol sebanyak 22 (31%), pasien mengalami hipertensi sebanyak

41(57,7%) dan pada subjek kontrol sebanyak 58 (81,7%), dan pasien

mengalami diabetes sebanyak 63 (88,7%) dan pada subjek kontrol sebanyak

14 (19,7%) (Budiman, Sihombing, & Pradina, 2015).

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas kadar kolesterol total

dan diabetes melitus tipe 2 berkaitan dengan kejadian infark miokard akut di

Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang. Oleh karena itu, perlu dilakukan

penelitian mengenai hubungan kadar kolesterol total dan diabete melitus tipe

2 dengan kejadian infark miokard akut di Rumah sakit Islam Sultan Agung

Semarang.

1.2. Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan antara kadar kolesterol total dan diabetes

melitus tipe 2 dengan kejadian infark miokard akut periode tahun 2016-2017

di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang?


4

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara kadar kolesterol total dan

diabetes melitus tipe 2 dengan kejadian infark miokard akut periode

tahun 2016-2017 di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang.

1.3.2. Tujuan Khusus

1.3.2.1. Mengetahui nilai rata-rata kadar kolesterol total pada

kejadian infark miokard akut periode tahun 2016-2017 di

Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang.

1.3.2.2. Mengetahui angka kejadian infark miokard pada pasien

diabetes tipe 2 periode tahun 2016-2017 di Rumah Sakit

Islam Sultan Agung Semarang.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

1.4.1.1. Memberikan sumber pengetahuan kepada bidang ilmu

kedokteran.

1.4.1.2. Sebagai acuan untuk peneliti selanjutnya tentang hubungan

kadar kolesterol totaldan diabetes melitus tipe 2 dengan

kejadian infark miokard akut.

1.4.2. Manfaat Praktis

Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai

hubungan kadar kolesterol total dan diabetes melitus tipe 2 dengan

kejadian infark miokard akut.

Anda mungkin juga menyukai