Anda di halaman 1dari 28

LABORATORIUM FARMAKOLOGI-BIOFARMASETIKA

PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA
JURUSAN FARMASI
PERCOBAAN VIII
“PENETAPAN PERMEASI OBAT IN VITRO
MENGGUNAKAN METODE SEL DIFUSI FRANS (DIFUSI OBAT)”

DISUSUN OLEH
NAMA : IKLIMA
STAMBUK : G 701 18 045
KELAS / KELOMPOK : C/V (LIMA)
HARI / TANGGAL : RABU, 28 MARET 2021
ASISTEN : IDRIS

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2021
A. Latar Belakang
Obat didefinisikan sebagai bahan atau paduan bahan termasuk produk biologi
yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi untuk
manusia. Definisi untuk obat hewan menurut Peraturan Pemerintah, 2017
adalah sediaan yang dapat digunakan untuk mengobati hewan, membebaskan
gejala atau memodifikasi proses kimia dalam tubuh yang meliputi sediaan
biologi, farmakoseutika, premix, dan sediaan obat hewan alami. Pemberian
obat dapat diberikan dengan berbagai cara seperti berefek sistemik mulai dari
injeksi, per-oral (PO), sublingual, implantasi subkutan dan rektal, sedangkan
berefek local intranasal, intra okuler, intra urokuler, intavaginal, kulit dan intra
pulmonal (Rinidar, Isa, and Armansyah 2021).

Tablet adalah sediaan padat yang dibuat dengan cara kompresi atau
dipadatkan. Tablet terdiri dari zat aktif dan bahan tambahan lain atau hanya
terdiri dari zat aktif saja tanpa bahan tambahan. Tablet dapat digunakan untuk
terapi pengobatan baik yang bersifat local maupun sistemik. Tablet
konvensional atau tablet pada umumnya digunakan secara oral, menggunakan
bantuan air minum untuk menelannya. Sediaan tablet telah diformulasikan
menjadi berbagai jenis dan tipe sesuai kebutuhan terapi dan lokasi penggunaan
seperti tablet sublingual, tablet bukal, tablet effervescent, tablet kunyah dan
tablet salut (Edy., J,E, 2019).

Aplikasi dalam bidang farmasi yaitu seorang farmasis dapat mengetahui


bagaimana penetapan permeasi obat in vitro mrnggunakan metode sel difusi
franz (difusi obat) yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam bidang farmasi.
Sehingga hal inilah yang dapat melatarbelakangi percobaan pada praktikum
ini.
B. Maksud Percobaan
1. Memahami permeasi in vitro dengan berbagai formulasi transdermal
2. Memahami permeasi in vitro gel diklofenak menggunakan sel difusi franz
3. Memahami pengaruh variable formulasi terhadap permeasi obat
4. Mengetahui dan memprediksi fluks (kecepatan difusi dalam satuan luas)
dan koefisien permeasi

C. Tujuan Percobaan
1. Mengetahui permeasi in vitro dengan berbagai formulasi transdermal
2. Mengetahui permeasi in vitro gel diklofenak menggunakan sel difusi franz
3. Mengetahui pengaruh variable formulasi terhadap permeasi obat
4. Mengetahui dan memprediksi fluks (kecepatan difusi dalam satuan luas)
dan koefisien permeasi

D. Manfaat Percobaan
Manfaat dari percobaan ini yaitu kita dapat memahami dan mengetahui
permeasi in vitro dengan berbagai formulasi transdermal, permeasi in vitro gel
diklofenak menggunakan sel difusi franz, pengaruh variable formulasi
terhadap permeasi obat dan memprediksi fluks (kecepatan difusi dalam satuan
luas) dan koefisien permeasi.

E. Prinsip Percobaan
Prinsip percobaan ini yaitu melakukan pengamatan penetapan permeasi obat
in vitro menggunakan metode sel difusi franz (difusi obat), dimana sampel
salep Natrium Diklofenak dilakukan uji difusi dengan menggunakan alat
difusi. Kemudian, dilakukan pengukuran absorbansi pada panjang gelombang
270 nm.
F. Dasar Teori
Obat merupakan benda asing bagi tubuh. Walaupun terbuat dari bahan alami,
tetap saja obat akan dianggap sebagai benda asing yang akan memengaruhi
kerja organ tubuh tertentu. Banyak yang beranggapan bahwa dengan minum
obat kimiawi, efek penyembuhannya lebih cepat dan langsung bisa dirasakan.
Efek ini seperti mengurangi rasa sakit maupun menyembuhkan penyakit.
Padahal, banyak obat warung yang dijual bebas merupakan obat keras yang
berbahaya bila dosisnya berlebihan. Dosis yang biasa digunakan lama-
kelamaan menjadi tidak tepat lagi karena tubuh telah toleran terhadap dosis
tersebut. Akibatnya, pada pengobatan berikutnya, diperlukan dosis yang lebih
tinggi lagi. Kondisi ini akan merugikan tubuh jika berlangsung dalam waktu
lama (Suranto, 2011).

Difusi didefinisikan sebagai suatu proses perpindahan massa molekul suatu


zat yang dibawa oleh gerakan molekular secara acak dan berhubungan dengan
adanya perbedaan konsentrasi aliran molekul melalui suatu batas, misalnya
suatu membran polimer. Studi terhadap sifat difusi dari berbagai substrat dan
kekuatan fisik dari suatu membran sangat penting bagi pengembangan sistem
pelepasan substrat terkendali yang menggunakan membran hidrogel. Kinerja
membran ini dapat ditentukan dari nilai fluks dan selektivitasnya (Sugita, P.,
et al. 2018).

Uji difusi dilakukan menggunakan sel difusi Franz. Kompartemen cairan


penerima diisi dengan larutan bufer pH 7,4 sampai penuh (50 ml). Sebanyak 2
g krim dioleskan secara merata pada membran alat sel difusi Franz tersebut.
Suhu diatur pada 37 ± 1°C dan kecepatan 120 rpm. Pengambilan cuplikan
dilakukan pada interval 5, 10, 15, 30, 45, 60, dan 90 menit sebanyak 3 mL.
Sampel diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang maksimum 445,5 nm. Dihitung jumlah kumulatif flavonoid yang
terpenetrasi persatuan, dihitung dari persamaan regresi yang diperoleh dari
kurva baku (Sapra et al., 2019).
Uji permeasi secara in vitro dilakukan dengan menggunakan aparatus I untuk
disolusi menggunakan tube silinder yang dimodifikasi, atau menggunakansel
difusi Franz. Metode ini dilakukan dengan menggunakan kulit bagian
abdomen dari tikus,membran lepasan kulit ular, atau kulit mayat manusia.
Kulit yang dipakai dicuci bersih dan dipisahkan untuk bagian kompartemen
donor dan resipien dari sel difusi Franz, dimana bagian stratum
corneummenghadap pada kompartemen donor dan bagian dermal menghadap
pada kompartemen resipien (Purnama & Mita, 2018).

Transfer massa atau perpindahan massa juga dapat disebut sebagai


perpindahan suatu komponen dari satu lokasi ke lokasi lain dikarenakan
adanya ketidakseimbangan konsentrasi. Pada peristiwa difusi ada driving force
yaitu adanya perbedaan (gradien) konsentrasi. Perpindahan massa adalah
perpindahan suatu komponen dari konsentrasinya tinggi menuju ke
konsentrasi yang rendah. Transfer massa atau perpindahan massa juga dapat
didefinisikan sebagai gerakan molekul-molekul dari elemen fluida yang
disebabkan adanya suatu gaya pendorong (driving force). Misalnya yaitu
difusi molekuler, difusi olakan dan transfer massa konveksi (Utami & Azhar,
2017).
G. Uraian Bahan
1. Alkohol (FI Edisi III, 1979 : 65)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Etanol, Alkohol
RM/BM : C2H5OH / 46.07
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan


mudah bergerak; bau khas; rasa panas. Mudah
terbakar dengan memberikan nyala api biru yang
tidak berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, kloroform P dan
dalam eter P.
Khasiat : Zat tambahan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya; ditempat sejuk, jauh dari nyala api.
2. Aquadest (FI III, 1979 : 96)
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Nama lain : Air Suling
RM/BM : H2O / 18,02
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau;


tidak mempunyai rasa.
Kelarutan : -
Khasiat : Zat tambahan
Penyimpanan : Dalam wadah terrurup baik
Persyaratan kadar : -
3. Natrium Diklofenak (FI VI, 2020 : 417-418)
Nama resmi : DIKLOFENAK NATRIUM
Nama lain : Diclofenac Sodium
RM/BM : C14H10Cl2NNaO2 / 318,13
Rumus struktur :

Pemerian : Serbuk hablur putih hingga hampir putih;


higroskopik. Melebur pada suhu 284.
Kelarutan : Mudah larut dalam metanol; larut dalam etanol;
agak sukar larut dalam air; praktis tidak larut
dalam kloroform dan dalam eter.
Khasiat : Zat tambahan.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat dan tidak tembus
cahaya.
Persyaratan kadar : Diklofenak Natrium mengandung tidak kurang
dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,0%
C14H10Cl2NnaO2, dihitung terhadap zat
kering.
4. Kalium Dihidrogen Fosfat (FI III, 1979 : 687-688)
Nama resmi : POTASSIUM DIHYDROGEN PHOSPHATE
Nama lain : Kalium dihidrogen fosfat
RM/BM : KH2PO4 / 136,086
Rumus struktur :

Pemerian : Serbuk hablur; putih.


Kelarutan : Mudah larut dalam air.
Khasiat : Zat tambahan.
Kegunaan : Sebagai pereaksi.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Persyaratan kadar : Kalium dihidrogen fosfat mengandung tidak
kurang dari 99,5% KH2PO4.
H. Uraian Sampel
1. Natrium Diklofenak (Medscape, 2021)
Indikasi : Artritis rheumatoid, osteoartritis, spondilitis
ankilosa, dismenore, nyeri akut ringan hingga
sedang, migrain akut.
Kontraindikasi : Hipersensitivitas terhadap diklofenak, riwayat
aspirin triad, pengobatan nyeri perioperatif yang
berhubungan dengan CABG; perdarahan
gastrointestinal aktif.
Dosis : Dewasa: 50 mg PO setiap 8 jam atau 75 mg PO
setiap 12 jam.
Efek Samping : Perut kembung dan perut kembung, sakit perut
atau kram, sembelit, diare, pening, dispepsia,
edema, retensi cairan, sakit kepala, mual, tukak
lambung atau perdarahan gi, pruritus, ruam,
tinnitus, hepatitis akut, agranulositosis, asma,
anemia aplastik, asimtomatik hepatitis, kolestasis,
hepatitis aktif kronis, gagal jantung kongestif
(CHF), penurunan hemoglobin, epistaksis,
hepatitis fulminan yang fatal, anemia hemolitik
(mungkin autoimun), nekrosis hepatoseluler,
hipertensi, penyakit kuning, leukopenia,
nefrotoksisitas, purpura, trombositopenia.
Farmakokinetik : Absorbsi : ~100% terserap. BA 50-60%
Distribusi : Terikat protein 99-99,8%.
Metabolisme : Dimetabolisme di hati dengan
hidroksilasi dan konjugasi dengan asam
glukuronat, taurin amida, asam sulfat, dan ligan
biogenik lainnya, serta konjugasi obat yang tidak
berubah.
Ekskresi : Melalui urine (50-70%), feses (30-35%).
Waktu paruh: 1.2-2 jam.
Mekanisme Kerja : Menghambat siklooksigenase (COX) -1 dan COX2,
sehingga menghambat sintesis prostaglandin; juga
dapat menghambat agregasi/aktivasi neutrofil,
menghambat kemotaksis, menurunkan tingkat
sitokin proinflamasi, dan mengubah aktivitas
limfosit.
Golongan Obat : Obat Keras (NSAID).

I. Klasifikasi Hewan
1. Ular (Python reticulatus) (Mattison.2017)
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Ordo : Squamata
Subordo : Serpentes
Famili : Pythonidae
Genus : Python
Spesies : Python reticulatus
J. Prosedur Kerja (Tim Dosen, 2020)
1. Pembuatan dapat fosfat pH7,4
- Pembuatan larutan A : Timbang 3,5 g disodium hydrogen fosfat dan
larutkan dalam 100 ml airsuling.
- Pembuatan larutan B : Timbang 2,76 g natrium dihydrogen fosfat dan
larutkan dalam 100 ml airsuling
- Campur 40,5 ml larutan A dengan 9,5 ml larutan B dan cukupkan
volume hingga 100ml
2. Pembuatan larutan stock standar
a. Timbang secara akurat 100 mg natrium Dikofenak p.a dan pindahkan
kedalam labu ukur 100 ml dn cukupkan volumenya dengan air suling
(Stok I, 1 mg/ml). pindahkan 10 ml stok I ke labu ukur 100 ml yang lain
kemudian cukupkan volume (Stok II, 100g/ml).
b. Dari larutan stok II, pipet 0,4 ; 0,8; 1,2; 1,6;, 2 dan 2,4 ml ke dalam labu
ukur 10 ml dan cukupkan volume untuk mendapatkan konsentrasi
dalam kisaran 4-24µg/ml
c. Pengukuran absorbansi : ukur absorbansi dari masing masing
pengenceran pada panjang gelombang maksimum 270 nm
menggunakan spektrofotometer UV-Visible. Plot grafik absorbansi
natrium diklofenak versus konsentrasi. Tentukan slop dan intersep dari
grafik di MS Exel.
3. Pelepasan in vitro danpermeasi
a. Penentuan permeasi obat menggunakan sel difusi Franz dengan
menggunakan sel difusi franz dengan luas area difusi 4,7 cm2 dan
kapasitas 37ml
b. Letakan membrane selofan diantara kompratemen donor danreseptor
c. Isi kompratemen reseptor dengan sekitar 37 ml buffer fosfat (pH 7,4).
Pertahankan suhu sel pada 37oC dengan cara menyirkulasikan isi bak air
termostatis dengan pompa melalui lapisan sekeliling sel. Adukisi
kompartemen reseptor pada 600 rpm dengan magnetic stirrer yang
ditempatkan di dalam sel selama percobaan.
d. Pastikan membrane harus bersentuhan dengan mediareseptor
e. Letakkan 1 gram gel diklofenak dalam kompartemen donor dan tutup
sel donor dengan aluminium foil untuk menghindaripenguapan.
f. Ambil 2 ml sampel dari kompartemen reseptor pada interval waktu
yang telah ditentukan dan segera ganti dengan 2 ml larutan reseptor,
pada suhu yangsama.
g. Encerkan sampel yang diambil jika diperlukan dan analisis secara
spektrofotmetri pada panjang gelombang 270nm.
h. Gunakan kurva kalibrasi untuk menentukan jumlah natrium diklofenak
yangterdifusi.
i. Plot grafik jumlah obat yang tersebar per satuan luas terhadap waktu
dan tentukan kemringan garis darigrafik.
j. Hitung koefisin permeabilitas dengan menggunakan rumus berikut:
Kp = Jss/Cv
Dimana,
K = koefisien permebilitas(cm/jam)
Jss = fluks (mg/cm2/jam), slop dari garis linier plot jumlah
obat yang terdifusi per satuan luas versus waktu
A = luas membrane difusi(cm2)
C = konsentrasi awal obat dalam kompartemen
donor(mg).
K. Alat dan Bahan
1. Alat
- Sel difusi Franz - Magnetic stirrer
- Spektrofotometer UV-Vis - Water Bath
- Timbangan - Spidol
- Labu ukur - Lap kasar
- Pipet tetes - Stopwatch
- Tabung reaksi - Alat tulis

2. Bahan
- Aquadest
- Alkohol 70%
- Kalium dihidrogen fosfat
- Membran selofan
- Aluminium foil
- Masker
- Handscoon
- Koran
- Kapas/Tissue

3. Sampel
- Natrium diklofenak

4. Hewan Uji
- Membran kulit ular (Python reticulatus)
L. Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Disiapkan alat difusi.
3. Diletakkan membrane diantara kompartemen donor dan reseptor.
4. Diisi 15 ml komponen reseptor dengan larutan buffer fosfat pH 7,4
dan water bath (aquadest suhu 37℃).
5. Diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer 600 rpm.
6. Diletakkan 1 gram salep Na-diklofenak pada kompartemen donor.
7. Diambil 3-4 ml sampel dari kompartemen reseptor pada menit ke 5,
10, 15.
8. Diisi kembali larutan buffer fosfat pada saat selesai pengambilan.
9. Dihitung absorbansi dengan spektrofotometri 270 nm.
10. Dilakukan analisis data.
M. Skema Kerja

Alat dan Bahan

- Disiapkan

Alat difusi

- Diletakkan

Membran diatara kompartemen


donor dan reseptor
- Diisi

15 ml komponen reseptor dengan


larutan buffer fosfar pH 7,4 dan
water bath (aquadest suhu 37℃)
- Diaduk

Magnetic stirrer 600 rpm

- Diletakkan

1 gram salep Na-diklofenak


pada kompartemen donor
- Diambil

3-4 mL sampel dari kompartemen


reseptor pada menit ke 5, 10, 15
- Di isi kembali

Larutan buffer fosfat pada


saat selesai pengambilan
- Dihitung

Absorbansi dengan
Spektrofotometri 270 nm
- Dilakukan

Analisis Data
N. Hasil Pengamatan
1. Tabel Pengamatan
a. Tabel Larutan Baku
Konsentrasi (PPM) Absorbansi
5 0,181
10 0,299
15 0,395
20 0,523
25 0,754
Slope 0,0201
Intercept 0,0914

No. C(x) Abs (y) X2 Y2 X.Y


1 5 ppm 0,181 25 0,032761 0,905
2 10 ppm 0,299 100 0,089401 2.99
3 15 ppm 0,395 225 0,156025 5.925
4 20 ppm 0,523 400 0,273529 10,46
5 25 ppm 0,754 625 0,329476 14,35
∑ 75 1,972 1375 0,88192 34,63

b. Perhitungan

Kurva:
0,8

0,6 y = 0,0202x + 0,0914


R = 0,7143
0,4

0,2
0 10 20 30

Persamaan

- Untuk 5’
Y1 = 0,137
X1 =

- Untuk 10’
Y2 = 0,495

X1 =

- Untuk 15’
Sampel rusak
2. Permeasi In Vitro Melalui Membran Selofan

Jumlah
Jumlah
komulatif obat
Konsentrasi Kumulatif yang terdifusi
Waktu Absorbansi
(ppm) obat yang
pada satuan
terdifusi
luas
5’ 0,137 11 1,237 0,02
10’ 0,495 29 3,262 0,05
15’ - - - -

Faktor pengenceran =

Fp = = 7,5 kali

Luas Membran Selofan

cm
2

Jumlah komulatif obat yang terdifusi :


 Untuk 5’

1,237

 Untuk 10’
Jumlah komulatif obat yang terdifusi pada satuan luas
 Untuk 5’

0,019 dibulatkan menjadi 0,02

 Untuk 10’

0,05
O. Pembahasan
Transfer massa atau perpindahan massa juga dapat disebut sebagai
perpindahan suatu komponen dari satu lokasi ke lokasi lain dikarenakan
adanya ketidakseimbangan konsentrasi. Pada peristiwa difusi ada
driving force yaitu adanya perbedaan (gradien) konsentrasi (Utami &
Azhar, 2017).

Tujuan dari percobaan ini adalah agar dapat mengetahui permeasi in


vitro dengan berbagai formulasi transdermal, mengetahui permeasi in
vitro gel diklofenak menggunakan sel difusi franz, mengetahui pengaruh
variable formulasi terhadap permeasi obat, serta mengetahui cara
memprediksi fluks (kecepatan difusi dalam satuan luas) dan koefisien
permeasi.

Prinsip pada percobaan ini yaitu melakukan pengamatan penetapan


permeasi obat in vitro menggunakan metode sel difusi franz (difusi
obat), dimana sampel salep Natrium Diklofenak dilakukan uji difusi
dengan menggunakan alat difusi. Kemudian, dilakukan pengukuran
absorbansi pada panjang gelombang 270 nm.

Cara kerja, disiapkan alat dan bahan, termasuk alat difusi. Kemudian,
diletakkan membrane diantara kompartemen donor dan reseptor. Diisi
15 ml komponen reseptor dengan larutan buffer fosfat pH 7,4 dan water
bath (aquadest suhu 37℃). Lalu, diaduk dengan menggunakan magnetic
stirrer 600 rpm. Diletakkan 1 gram salep Na-diklofenak pada
kompartemen donor. Diambil 3-4 ml sampel dari kompartemen reseptor
pada menit ke 5, 10, 15. Diisi kembali larutan buffer fosfat pada saat
selesai pengambilan. Selanjutnya, dihitung absorbansi dengan
spektrofotometri 270 nm dan dilakukan analisis data.
Alasan penggunaan kulit ular adalah sebagai hewan uji yang akan
diamati. Alasan penggunaan salep Na-diklofenak yaitu sampel uji yang
akan diamati. Alasan penggunaan spektrofotometer UV-Vis yaitu
sebagai alat untuk mengetahui nilai absorbansi sampel.

Hasil pengamatan absorbansi kurva baku pada sampel Na Diklofenak


yang diperoleh berturut-turut dengan konsentrasi 5; 10; 15; 20; dan 25
ppm yaitu 0,181; 0,299; 0,395; 0,523; dan 0,574. Serta nilai slope
0,0202 dan intercept 0,0914.

Berdasarkan hukum Lambert-Beer, hubungan antara absorbansi


terhadap konsentrasi akan linier (A≈C) apabila nilai absorbansi larutan
antara 0,2-0,8 (0,2 ≤ A < 0,8) (Suhartati, 2017).

Berdasarkan literature diatas, maka nilai absorbansi yang baik yaitu


dengan rentang antara 0,2-0,8 yang dimana absorbansi memiliki
hubungan linier dengan konsentrasi. Oleh karena itu, hasil pengamatan
yang diperoleh sesuai dengan literature.

Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis yaitu apabila cahaya


monokromatik melalui suatu media (larutan), maka sebagian cahaya
tersebut diserap (I), sebagian dipantulkan (Ir), dan sebagian lagi
dipancarkan (It) (Yanlinastuti, Y., & Fatimah, S. 2016).

Tujuan pemberian sediaan transdermal adalah untuk meningkatkan


kadar rutin dalam plasma sehingga efek farmakologi yang diharapkan
dapat diperoleh secara maksimal (Ratnasari., et al. 2016).

Ada beberapa faktor yang memengaruhi kecepatan difusi yaitu ukuran


partikel, ketebalan membrane, luas suatu area, jarak, suhu, konsentrasi
obat, koefisien difusi, viskositas, dan koefisien partisi (Sinila, 2016).
Mekanisme kerja asetosal yaitu natrium diklofenak yaitu menghambat
siklooksigenase (COX) -1 dan COX2, sehingga menghambat sintesis
prostaglandin; juga dapat menghambat agregasi/aktivasi neutrofil,
menghambat kemotaksis, menurunkan tingkat sitokin proinflamasi, dan
mengubah aktivitas limfosit (Medscape, 2021).

Aplikasi dalam bidang farmasi yaitu seorang Farmasis dapat mengetahui


cara menetapkan permeasi obat in vitro menggunakan metode sel difusi
franz (difusi obat), serta mengetahui tujuan pemberian obat secara
transdermal.

P. Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan :
1. Transfer massa atau perpindahan massa juga dapat disebut sebagai
perpindahan suatu komponen dari satu lokasi ke lokasi lain
dikarenakan adanya ketidakseimbangan konsentrasi.
2. Ada beberapa faktor yang memengaruhi kecepatan difusi yaitu
ukuran partikel, ketebalan membrane, luas suatu area, jarak, suhu,
konsentrasi obat, koefisien difusi, viskositas, dan koefisien partisi
3. Hasil pengamatan absorbansi kurva baku pada sampel Na
Diklofenak yang diperoleh berturut-turut dengan konsentrasi 5; 10;
15; 20; dan 25 ppm yaitu 0,181; 0,299; 0,395; 0,523; dan 0,574.
Serta nilai slope 0,0202 dan intercept 0,0914.

Q. Saran
Diharapkan di percobaan selanjutnya, praktikan dapat lebih
memperhatikan lagi dalam melakukan perlakuan dan pengamatan agar
terhindar dari kesalahan data, serta dapat lebih tenang.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope Indonesia


Edisi III. Kementrian Kesehatan Republik Indonsia: Jakarta.

Edy., J,E, (2019). Teknologi Dan Formulasi Sediaan Padat, Penerbit


Lakeisha; Jawa Tengah.

Isa, M., & Armansyah, T. (2021). Pengantar Farmakologi: Analgesik-


Antipiretik-Anti Inflamasi. Syiah Kuala University Press.

Purnama, H., & Mita, S. R. (2016). Studi In-Vitro Ketoprofen Melalui Rute
Transdermal. Farmaka, 14(1), 70-81.

RATNASARI, D., ANWAR, E., & CHANY, F. (2017). Uji Penetrasi In-
Vitro Sediaan Gel yang Mengandung Transfersom “Rutin” Serta Uji
Aktivitas Anti Artritis Reumatoid. JURNAL ILMU KEFARMASIAN
INDONESIA, 14(2), 174-180.

Suhartati, T. (2017). Dasar-dasar spektrofotometri UV-Vis dan spektrometri


massa untuk penentuan struktur senyawa organik. Lampung : CV.
Anugrah Utama Raharja.

Sugita, P., Bintang, M., Achmadi, S. S., Pradono, D. I., Irawadi, T. T., &
Darusman, L. K. (2018). Segi Kimiawi dan Biokimiawi dari Sistem
Pengantaran Obat. PT Penerbit IPB Press.

Yanlinastuti, Y., & Fatimah, S. (2016). Pengaruh Konsentrasi Pelarut Untuk


Menentukan Kadar Zirkonium Dalam Paduan U-zr Dengan
Menggunakan Metode Spektrofotometri Uv-vis. Pengelolaan
Instalasi Nuklir, 9(17), 156444.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai