Anda di halaman 1dari 12

PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

PEMANFAATAN SPEKTROSKOPI REFLEKTANSI DALAM PENGINDRAAN JAUH


SENSOR OPTIS UNTUK EKSPLORASI MINERAL

Arie Naftali Hawu Hede*, Syafrizaldan Mohamad Nur Heriawan

Kelompok Keahlian Eksplorasi Sumber Daya Bumi, Fakultas Teknik Pertambangan dan
Perminyakan, Institut Teknologi Bandung
*E-mail: naftali@mining.itb.ac.id

ABSTRAK

Spektroskopi reflektansi merupakan salah satu metode non-desktruktif dan tanpa kontak yang cepat
dalam mengidentifikasi material dalam hal ini mineral dan batuan. Teknik ini menggunakan sifat
reflektansi yang terjadi pada rentang gelombang elektromagnetik tampak hingga inframerah
gelombang pendek (0,4–2,5 µm) dimana rentang gelombang ini juga memiliki kesesuaian dengan
produk sensor optis seperti foto udara dan citra satelit multi-/hiperspektral. Tujuan dari kajian ini
adalah untuk menganalisis pemanfaatan spektroskopi reflektansi yang digunakan dalam
pengindraan jauh (indraja) dengan tujuan untuk eksplorasi mineral. Analisis terhadap respon
spektral seperti bentuk absorpsi, posisi, dan reflektansi absolut untuk interpretasi jenis material
dilakukan terhadap hasil pengukuran langsung menggunakan spektroradiometer. Hasil ini
selanjutnya menjadi basis data dan disesuaikan guna keperluan pencitraan spektroskopi disamping
menggunakan basis data yang sudah tersedia. Penelitian mengambil studi kasus pemetaan alterasi
hidrotermal dan identifikasi mineral ikutan timah termasuk mineral pembawa unsur tanah
jarang.Teknik pemetaan spektral yang didemonstrasikan antara lain spectral angle mapper, linear
spectral unmixing, perbandingan dan komposit band, serta metode berbasis principal component
analysis. Hasil kajian memperlihatkan kapabilitas penggunaan metode indraja berdasar prinsip
reflektansi dalam memetakan daerah potensi mineral khususnya pada daerah terbuka. Hal yang
perlu mendapat perhatian adalah pada daerah yang ditutupi tumbuhan penggunaan metode berbasis
reflektansi memerlukan perlakuan khusus terutama untuk penekanan reflektansi tumbuhan terhadap
mineral guna mengekstrak peta sebaran mineral. Dengan menggunakan metode analisis dan
pemilihan citra dengan panjang gelombang yang tepat, pemetaan indraja menggunakan prinsip
spektroskopi reflektansi menjadi salah satu inovasi dalam eksplorasi mengingat teknologi
pencitraan yang juga terus berkembang.

Kata kunci: spektroskopi reflektansi, mineral, indraja, citra satelit

ABSTRACT

Reflectance spectroscopy is a rapid, non-destructive, and contact-free method of identifying


materials like minerals and rocks. This technique uses the reflectance properties in the visible to
shortwave infrared (0.4–2.5 µm) range of electromagnetic waves; this wave range is also
compatible with optical sensor products such as aerial photographs and multi- or hyperspectral
satellite imagery. The purpose of this study is to analyze the use of reflectance spectroscopy in
remote sensing for mineral exploration. Analysis of elements of the spectral response, such as
absorption shape, position, and absolute reflectance for material type interpretation, was carried
out on reflectance measurement results using a spectroradiometer. These results then became a
database that supplements existing spectral databases and can be used for remote detection using
optical satellite imagery. Several case studies are reported, such as the mapping of hydrothermal
alteration zones and tin-associated minerals including rare earth element-bearing minerals. The
spectral mapping techniques demonstrated include the spectral angle mapper, linear spectral
unmixing, band ratios and composites, and principal-component analysis-based methods. The

1
PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

results demonstrate the possibility of using remote detection based on the reflectance principle in
mapping areas with mineral potential, especially open areas. One point of concern is areas
covered by vegetation; they require special treatment, especially for vegetation reflectance
suppression in order to enhance mineral features and extract mineral distribution maps. By using
the correct method of analysis and selecting the appropriate imagery in accordance with the band
requirements, remote detection using the reflectance spectroscopy-based method is promising. This
method could become a valuable innovation in exploration, given that imaging technology is also
constantly evolving.

Keywords: reflectance spectroscopy, mineral exploration, remote sensing, satellite imagery

A. PENDAHULUAN

Terminologi spektroskopi mengacu pada ilmu yang mempelajari interaksi energi dalam bentuk
radiasi elektromagnetik dengan material. Interaksi radiasi ini merupakan fungsi dari panjang
gelombang yang dipantulkan (refleksi), diserap (emisi), atau dipancarkan (scattered) oleh material
(Hauff, 2008). Spektroskopi reflektansi secara khusus mempelajari radiasi dalam bentuk reflektansi
yang terjadi rentang spektrum gelombang tampak–inframerah dekat (visible–near-
infrared/VNIR;0,4–1,3 µm) hingga inframerah gelombang pendek (shortwave infrared/SWIR; 1,3–
2,5 µm). Spektroskopi reflektansi merupakan salah satu metode non-destruktif yang cukup ampuh
dalam untuk mengetahui informasi mineralogi.Spektra reflektansi setiap material memiliki
bentuk/pattern yang berbeda. Spektroskopi reflektansi akan melihat secara detail dari bentuk ini
baik dari nilai reflektansinya maupun perilaku absorpsi pada setiap panjang gelombang baik itu
dalam rentang visible, near-infrared, dan shortwave infrared.

Prinsip dasar karakteristik pola spektral reflektansi setiap material yang dapat berbeda
disebabkanatom-atom dan molekul-molekul tertentu menyerap energi sebagai fungsi dari struktur
atom(Hauff, 2008). Properti spektral pada rentang VNIR disebabkan oleh transisi elektron,
sedangkan pada SWIR fitur absorpsi merupakan fungsi dari komposisi mineral termasuk ikatan
mineral. Penelitian spektral pada skala laboratorium telah mengidentifikasikan bahwa beberapa
parameter pada respon spektral seperti bentuk absorpsi, posisi minimum, kedalaman absorpsi,
lebar, luas daerah, reflektansi absolut, dan kombinasi dari berbagai parameter tersebut dapat
digunakan untuk menganalisis informasi fisik material dan properti kimia seperti unsur mayor dan
minor (pada beberapa kasus), kelimpahan, kelembaban, ukuran butir, dan lain-lain, baik secara
kualitatif maupun kuantitatif.

Spektroskopi reflektansi memiliki beberapa keunggulan seperti sifatnya yang sensitif terhadap
benda yang berbentuk kristal maupun amorf dan dapat digunakan dengan jarak sangat dekat
(laboratorium) maupun jarak sangat jauh (satelit). Hal ini dikarenakan rentang spektrum VNIR–
SWIR sesuai dengan mayoritas citra sensor optis multi- dan hiperspektral dan data reflektansi dapat
diturunkan dari digital number citra satelit. Kajian spektroskopi reflektansi inilah yang menjadi
dasar untuk eksplorasi mineral dengan metode pengindraan jauh (indraja)(Hede et al., 2017;
Sabins, 1999; van der Meer et al., 2012). Pencitraan spektroskopi saat ini semakin berkembang
seiring dengan perkembangan citra satelit sensor optis. Data reflektansi pada rentang VNIR–SWIR
telah banyak digunakan dalam eksplorasi, baik di bumi maupun eksplorasi luar angkasa, dan telah
dikembangkan selama lebih dari tiga dekade ini untuk berbagai aplikasi pemetaan geologi sehingga
telah dipertimbangkan sebagai teknik yang terbukti.Dengan berbagai citra sensor optis yang telah
dikembangkan maupun direncanakan seperti Landsat 8, Sentinel-2, Hyperion (misi sudah
berakhir), dan EnMAP (2020, Jerman), teknologi non-desktruktif ini dapat tersedia secara global
untuk dapat memantau dan memetakan permukaan bumi yang kompleks ini, khususnya untuk

2
PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

keperluan ekstraksi informasi parameter kimia dan fisika dari tanah dan batuan (Pour et al., 2013;
Salamba et al., 2019; Werner et al., 2020).Jenis mineral/batuan yang terdapat dipermukaan dapat
terindikasikan melalui kenampakan spektral dan distribusinya dapat dipetakan.

Kajian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik spektroskopi reflektansidan menganalisis


pemanfaatan spektroskopi reflektansi yang digunakan dalam indraja dengan tujuan untuk
eksplorasi mineral. Database yang dihasilkan juga dapat mendukung keperluan penelitian lanjutan
termasuk integrasinya dengan metode eksplorasi lainnya. Untuk hal ini, database reflektansi
didapatkan dengan menggunakan data yang diambil secara langsung menggunakan
spektroradiometer Analytical Spectral Device (ASD) FieldSpec4pada rentang spektrum VNIR–
SWIR untuk sampel yang telah dikumpulkan. Selain itu data reflektansi juga menggunakan data
spectral librabry USGS yang digunakan sebagai pembanding. Selanjutnya database ini menjadi
dasar dalam aplikasi indraja menggunakan sensor optis multi- dan hiperspektral untuk pemetaan
mineral.

Studi kasus yang menjadi fokus penelitian ini adalah analisis mineral alterasi hidrotermal dan
identifikasi mineral ikutan timah yang didalamnya termasuk mineral pembawa unsur tanah jarang
(rare earth element/REE). Pemilihan kedua jenis analisis ini atas dasar beberapa pertimbangan
antara lain sebagai berikut. Analisis alterasi hidrotermal merupakan salah satu kunci dalam
mengindentifikasi kehadiran endapan yang terkait dengan hidrotermal termasuk endapan logam
dan geothermal. Mineral penciri alterasi terbukti berhasil diidenfikasi melalui spektroskopi
reflektansi terutama dalam rentang SWIR. Sedangkan pemilihan analisis mineral ikutan timah
termasuk mineral pembawa unsur tanah jarang adalah beberapa mineral kelompok ini sensitive
terhadap interaksi radiasi elektromagnetik dalam rentang VNIR.

B. LOKASI DAERAH PENELITIAN

B.1. Lapangan Panas Bumi Wayang Winduuntuk Analisis Mineral Alterasi

Analisis alterasi hidrotermal dilakukan pada lapangan panas bumi Wayang Windu, Pangalengan,
Jawa Barat (Gambar 1a). Daerah ini memiliki tataguna dan tutupan lahan yang bervariasi, mulai
dari perkebunan teh, lahan pertanian, pemukiman dan hutan. Secara geologi, lapangan panas bumi
Wayang Windu merupakan daerah transisi antara dominasi uap dan cair (Bogie et al., 2008) dan
terletak di bagian selatan lereng Gunung Malabar (gunung strato besar berkomposisi andesitik).
Pada daerah ini merupakan rangkaian gunung api kecil yang membentang utara ke selatan yang di
dalamnya ada Gunung Wayang, Gunung Windu dan Gunung Bedil. Tubuh gunungapi yang disusun
oleh batuan-batuan volkanik berkomposisi andesit hingga basaltik. Terdapat tiga pola struktur
dominan di lapangan panas bumi Wayang Windu antara lain sebagai berikut. Struktur pertama
berarah timur laut-barat daya yang konsisten dengan sesar geser regional, struktur kedua berarah
barat laut-tenggara yang memotong struktur timur laut sehingga membentuk ortogonal, dan struktur
yang ketiga berarah utara timur laut-selatan barat daya yang teridentifikasi melalui kelurusan
struktur permukaan dan formation imaging log. Sesar pengontrol persebaran mata air panas dan
fumarol di daerah ini adalah sesar yang berarah timur laut-barat daya dan barat laut-tenggara.
Alterasi hidrotermal yang berkembang adalah alterasi argilik lanjut dan propilitik (Salamba et al.,
2019).

B.2. Bangka Selatan untuk Analisis Mineral Ikutan Timah

Studi kasus analisis mineral ikutan timah termasuk mineral pembawa REE dilakukan di daerah
Bangka Selatan, Bangka Belitung (Gambar 1b). Sampel diambil dari beberapa lokasi diantaranya
Nudur, Pompong, Gadung, dan Pengarem yang meliputi material aluvial timah, tailing, dan

3
PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

konsentrat. Secara geologi, Pulau Bangka secara umum telah diketahui termasuk sebagai bagian
dari sabuk timah Asia Tenggara yang berada pada Paparan Sunda. Secara geologi, pada daerah ini
terdapat beberapa tubuh granit besar maupun kecil seperti formasi Granit Klabat yang
merupakanterdiri dari granit biotit, granodiorit, dan granit genesan. Granit biotit merupakan granit
tipe-S yang memiliki mineralisasi utama seperti kasiterit, monasit, xenotim, dan zirkon.

Gambar 1. (a) Peta lokasi daerah penelitian lapangan panas bumi Wayang Windu dan (b) lokasi
penelitian di Bangka Selatan. Lingkaran kuning tua menunjukan sebaran pengambilan sampel.

C. METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian ini dibagi menjadi dua bagian penting yaitu (1) kajian dan pembuatan
database spektroskopi reflektansidan (2) pemetaan mineral dan batuan menggunakan indraja.
Beberapa tahapan penelitian yang dilakukan antara lain pengambilan sampel batuan dan analisis
laboratorium yang meliputi preparasi sampel batuan dan pengukuran untuk analisis reflektansi dan
kandungan unsur serta mineral. Analisis reflektansi digunakan untuk mengidentifikasi kandungan
mineral pada sampel secara cepat dan praktis serta tanpa merusak sampel (non-destructive) dengan
menggunakan alat Analitical Spectral Device (ASD) FieldSpec4 yang diproduksi oleh Malvern
Panalytical. Spesifikasi teknis ASD FieldSpec4 memiliki resolusi 3 nm pada 700 nm dan 8 nm
pada 1400/2100 nm dengan rentang panjang gelombang keseluruhan 350–2500 nm. Pengambilan
data reflektansi oleh ASD FieldSpec4 yang dilakukan pada suasana gelap dengan sumber energi
berasal dari cahaya lampu halogen pada contact probe ukuran penyinaran diameter 1 cm (Gambar
2a). Sampel yang telah digerus hingga ukuran butir <0,25 mm agar homogen ditempatkan pada
tempat gelas diameter 6 cm untuk pengukuran reflektansi (Gambar 2b).

Hasil pengukuran reflektansi selanjutnya digunakan dalam penyusunan database reflektansi


spektroskopi termasuk mengukur data pita-pita spektrum (spectral bands) sampel. Selain itu juga
dilakukan analisis pola absorpsi sampel untuk mengetahui kandungan mineral yang terdapat pada
sampel yang hasilnya dicocokkan dengan data kuantitatif yang berasal dari analisis unsur dan
mineral. Proses standar pengolahan data reflektansi sebagaimana yang ditunjukan pada Gambar 3a.
Selain data primer, penelitian ini juga menggunakan basis data spektral milik United States
Geological Survey (USGSspectral library) (Gambar 3b). Basis data USGS spectral library
merupakan basis data yang paling banyak digunakan dalam penelitian mengenai reflektansi
spektroskopi dan relatif lebih lengkap dibandingkan basis data yang lain.

4
PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

Gambar 2. (a) Alat ASD FieldSpec4 (Malvern Panalytical) dan (b) contoh beberapa sampel yang
ditempatkan pada gelas kaca.

Gambar 3. (a) Diagram alir pemrosesan data reflektansi. (b) Beberapa reflektansi mineral berdasar
basis data USGS spectral library yang menjadi referensi.

Selanjutnya data reflektansi spektroskopi hiperspektral yang didapatkan akan menjadi basis bagi
pemetaan daerah potensi mineral dengan menggunakan metode indraja. Beberapa metode
pemetaan berbasis indraja yang dilakukan antara lain spectral angle mapper (SAM), linear spectral
unmixing(LSU), dan berdasar metode principal component analysis(PCA). Secara singkat dapat
dijelaskan metode-metode ini adalah sebagai berikut. SAM adalah metode klasifikasi yang
digunakan untuk pemetaan dengan cara menghitung kesamaan spektral antara spektrum image
(tidak diketahui) dengan referensi spektrum reflektansi. Metode LSU seringkali diimplementasikan
terhadap permasalahan pixel campuran, meskipun secara teori tidak sempurna karena efek
hamburan berlipat (multiple scattering) antar tipe tutupan lahan selalu diabaikan. Sedangkan
metode berdasar PCA menggunakan kombinasi beberapa band atau perbandingan band untuk dapat
meningkatkan reflektansi band-band yang berhubungan dengan material target(Carranza & Hale,
2002; Fraser & Green, 1987).

5
PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

D.1. Spektroskopi Reflektansi Mineral Alterasi di Daerah Wayang Windu

Sampel yang berasal dari pemboran dangkal (0–3 m) dari beberapa lokasi dan mewakili beberapa
formasi/satuan batuan antara lain Satuan Batuan Gunungapi Malabar-Tilu (Qmt), Satuan Batuan
Gunungapi Muda (Qyw), Satuan Endapan Rempah Lepas Gunungapi Tua tak Teruraikan (Qopu),
Satuan Andesit Waringin-Bedil atau Malabar Tua (Qwb), dan Satuan Batuan Gunungapi Muda
(Qyw) (lihat Gambar 1a). Sampel-sampel tersebut dilakukan analisis mineralogi baik menggunakan
metode spektroskopi reflektansi yang kemudian divalidasi dengan menggunakan analisis X-ray
diffraction (XRD) memberikan hasil sebagai berikut. Berdasarkan hasil analisis XRD terhadap
conto lapangan, didapat mineral silikat (albit, kaolinit, halosit, dan andesin), oksida (magnetit,
gibsit, hematit, goetit, dan kristobalit) dan mineral sulfat. Sedangkan untuk data reflektansi
dilakukan analisis dan pengelompokan data reflektansi (Gambar 4). Pengelompokan ini
berdasarkan pertimbangan data hasil analisis XRD dan interpretasi mineral berdasar spektroskopi
reflektansi. Kelompok 1 mewakili pola spektral mineral tipe alterasi argilik lanjut dengan penciri
utama kaolinit dan monmorilonit. Kelompok 2 mewakili pola mineral tipe alterasi propilitik dengan
penciri utama albit dan epidot. Sedangkan kelompok 3 mewakili pola spektral bukan termasuk
keduanya (alterasi argilik lanjut maupun propilitik) yang mungkin berasal dari zona pelapukan
dengan mineral pencirinya berupa halosit. Sebagai informasi tambahan data reflektansi juga
dilakukan penyesuaian (resample) menurut band citra ASTER yang digunakan dalam analisis
indraja (lihat Gambar 4).

Gambar 4. Hasil pengukuran reflektansi sampel dalam bentuk spektrum penuh (kiri) dan setelah di-
resample menurut band citra ASTER (kanan).

6
PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

Berdasarkan hasil tersebut, basis data reflektansi tersebut selanjutnya dilakukan pemetaan mineral
sebaran alterasi menggunakan beberapa metode antara lain SAM, LSU, dan PCA. Data citra yang
digunakan adalah citra sensor optis Advanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection
Radiometer (ASTER) yang diakuisisi pada 22 Agustus 2003. Citra ASTER adalah citra yang
memiliki resolusi spasial antara hingga 15 m dan memiliki jumlah 9 band pada rentang VNIR–
SWIR. Pemilihan citra ini didasarkan pada kemampuannya dalam mengindentifikasi mineral
lempung yang sensitif pada rentang SWIR dibanding citra optis multispektral lainnya.

Hasil pemetaan dengan menggunakan metode SAM dan LSU memberikan hasil yang hampir
serupa, meski dalam hal ini metode LSU memberikan sebaran spasial alterasi yang relatif lebih
baik dibanding SAM (Gambar 5). Hal ini dikarenakan sebagian besar daerah merupakan daerah
bervegetasi sedang hingga rapat. Metode SAM hanya berhasil mengindentifikasi sebaran mineral
penciri pada daerah terbuka sedangkan metode LSU sudah mempertimbangan reflektansi vegetasi.
Lebih lanjut, indikasi zona alterasi juga terkonfirmasi pada beberapa lokasi baik berdasar hasil
analisis sampel di laboratorium. Indikasi zona sebaran tipe alterasi argilik lanjut, propilitik, dan
pelapukan terpetakan hampir di semua formasi. Selain dari analisis sampel, indikasi zona sebaran
argilik lanjut juga terkonfirmasi pada beberapa lokasi. Keberadaan zona sebaran tersebut berada
pada zona sesar maupun di daerah manifestasi panas bumi.

Gambar 5. Peta sebaran zona alterasi berdasar (a) metode SAM dan (b) metode LSU.

Selain metode SAM dan LSU, juga teknik peningkatan citra yang digunakan adalah metode
directed PCA (DPCA) atau sering dikenal dengan teknik software defoliant dari dua buah band
rasio citra yang lebih spesifik (Carranza & Hale, 2002; Fraser & Green, 1987). Input perbandingan
band yang dipilih dalam metode ini merupakan cerminandua komponen, dimana komponen
pertama mengandung informasi yang berhubungan dengan komponen-komponen yang menarik
(seperti alterasi hidrotermal) dan komponen kedua mengandung informasi mengenai komponen
yang mengganggu dalam hal ini indeks vegetasi. Penggunaan metode ini dilatarbelakangi oleh
kemampuan metode tersebut dalam meminimalisir pengaruh dari vegetasi dalam kegiatan
eksplorasi sebaran mineral di daerah yang bervegetasi dengan menggunakan metode penginderaan
jauh.Tahapan metode ini dimulai dengan menentukan fitur-fitur yang menarik, dengan melakukan
analisis spektral mineral daerah penelitian. Tabel 1 memperlihatkan input perbandingan band yang
digunakan sebagai komponen vegetasi dan mineral untuk melakukan proses DPCA (band i/band j).

7
PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

Mineral-mineral penciri alterasi yang digunakan yaitu albit, epidot, kaolinit, smektik, dan kuarsa.
Proses selanjutnya adalah pengaplikasian teknik fuzzy logic yang bertujuan untuk menghasilkan
kumpulan keanggotaan yang menjadi kriteria masukan, dimana kaolinit, kuarsa dan smektit
dikategorikan kedalam anggota zona tipe alterasi argilik lanjut. Sedangkan albit, kuarsa dan epidot
dikategorikan kedalam anggota zona tipe alterasi propilitik.

Tabel1. Band ratio vegetasi dan mineral di permukaan daerah penelitian. Keterangan: band sesuai
band citra ASTER.
Mineral band vegetasi band mineral
Albit b3/b2 b5/b8
Epidot b3/b2 b5/b2
Kaolinit b3/b2 b3/b5
Kuarsa b3/b2 b7/b2
Smektit b3/b2 b4/b6

Gambar 6. Perbandingan peta sebaran zona alterasi argilik lanjut, propilitik, pelapukan, dan peta
indeks vegetasi.

8
PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

Hasil pemetaan zona alterasi dengan metode DPCA memberikan hasil yang lebih baik dibanding
kedua metode sebelumnya, dimana hal ini dibuktikan dengan hasil yang terkonfirmasi lebih banyak
(Gambar 6). Hal ini sesuai dengan hasil analisis XRD dan spektral spektroskopi beberapa conto
lapangan yang mengindikasikan sebaran tipe alterasi maupun produk pelapukan. Zona sebaran tipe
alterasi argilik lanjut dan propilitik dengan menggunakan metode DPCA terhadap daerah penelitian
ini menyebar di semua formasi (Qmt, Qwb, Qopu dan Qyw) dan terpetakan terhadap daerah yang
memiliki indeks vegetasi berdasar normalized difference vegetation index (NDVI) sebesar 0,15–
0,45 (lower dense–dense) (lihat Gambar 6).

D.1. Spektroskopi Reflektansi Mineral Ikutan Timah

Identifikasi mineral dengan reflektansi spektroskopi memberikan alternatif identikasi mineral dan
melengkapi informasi yang ada. Sebagaimana material lainnya, mineral ikutan timah termasuk
mineral pembawa REE memiliki karakteristik khusus yang menyebabkannya dapat dilacak melalui
spektroskopi reflektansi. Khusus untuk mineral pembawa REE, kebanyakan hadir dalam bentuk
butiran halus dan sangat sulit diidentifikasi pada sampel tanpa bantuan alat (telanjang mata). Hal
ini menyebabkan reflektansi spektroskopi sangat sering digunakan untuk mengidentifikasi mineral
pembawa REE. Mineral pembawa REE secara umum memiliki pola absorpsi yang rumit namun
dapat terdiagnosa pada rentang spektral VNIR sampai dengan SWIR.

Secara umum, hasil analisis spektroskopi reflektansi untuk sampel yang berasal dari Bangka
Selatan memberikan pola umum kehadiran mineral terkait batuan granit antara lain kasiterit, besi
termasuk besi oksida, kelompok mineral lempung, dan mineral pembawa REE (Gambar 7).
Berdasar hasil interpretasi reflektansi, kehadiran mineral pembawa REE kebanyakan hadir dalam
fraksi ukuran yang lebih halus. Hal ini juga terkonfirmasi dari hasil analisis kadar menggunakan
analisis inductively coupled plasma mass spectrometry.

Gambar 7. Hasil pengukuran reflektansi dan interpretasi komposisi mineral untuk sampel yang
berasal dari Bangka Selatan pada berbagai variasi ukuran butir.

9
PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

Mineral pembawa REE antara lain monasit, xenotime, dan zirkon memiliki pola reflektansi
spektroskopi seluruh sampel menunjukan kemiripan. Mineral-mineral ini memiliki fitur spektral
yang khas dimana terdapat adanya fitur absorpsi (penyerapan) pada panjang gelombang
VNIR(Hede et al., 2019; Turner, 2015). Dari hasil analisis beberapa panjang gelombang yang dapat
menjadi kunci identifikasi kehadiran mineral ikutan timah antara lain 480, 525, 580, 650, 670, 740,
800, 815, 915, 980, 1,000, 1,120, and 1,140 nm. Hal ini dapat diindikasikan sebagai adanya
kehadiran mineral yang sama dan dominan dari seluruh jenis sampel. Dari hasil interpretasi,
mineral kuarsa yang memiliki fitur absorpsi pada panjang gelombang sekitar 525–740 nm, 1400
nm dan 2200 nm tergambar hampir pada seluruh pola spektral sampel yang diperoleh. Selain itu,
fitur absorpsi pada panjang gelombang tersebut berkorelasi dengan keterdapat mineral lempung
yang memiliki fitur absorpsi pada panjang gelombang yang sama khususnya pada rentang SWIR.
Mineral lempung yang umum muncul pada sampel adalah kaolinite dan monmorilonite mengingat
sampel yang diperoleh merupakan sampel hasil pelapukan dari batuan beku asam yang kaya akan
mineral feldspar dan silika. Selain itu fitur absorpsi pada panjang gelombang VNIR (490–1000 nm)
dapat mengindikasikan keberadaan mineral besi contohnya hematit, ilmenite serta ghoetit.

Jika dilihat lebih detail lagi khusus untuk sampel yang mengandung mineral pembawa REE
terdapat fitur absorpsi (absorption centre) yaitu pada panjang gelombang 748 nm, 803 nm dan 872
nm (Gambar 8a). Ketiga fitur ini dapat berkaitan dengan kehadiran Nd yang dimana Nd merupakan
pathfinder dari REE (Purwadi et al., 2019; Turner, 2015). Untuk mengetahui lebih lanjut, fitur
absorpsi yang diantaranya absorption depth dan absorption area dikorelasikan dengan konsentrasi
Nd. Berdasarkan hasil korelasi absorption feature dan konsentrasi Nd menunjukan korelasi positif
sempurna dengan nilai korelasi diatas >0,61. Lebih lanjut fakta ini menunjukan fitur absorpsi pada
rentang panjang gelombang ini sesuai dengan band panjang gelombang untuk citra satelit sensor
optis Sentinel-2 khususnya pada band 8a (~864 nm)Reflektansi spektroskopi di resampling ke
resolusi spektral citra, spektral tersebut dinormalisasi continuum removal sehingga terlihat fitur
absorpsi pada resolusi spektral citra yang menjadi ciri kehadiran Nd pada sampel. Fitur absorpsi Nd
yang berada pada panjang gelombang ~872 nm berhubungan dengan Band 8a (~864 nm) pada
Sentinel-2 (Gambar 8b). Hal ini memberi peluang bagi penggunaan citra Sentinel-2 didalam
memetakan sebaran mineral pembawa REE.

Gambar 8. a. Fitur absorpsi pada panjang gelombang 748 nm, 803 nm dan 872 nm yang
kemungkinan disebabkan adanya kehadiran Nd.b. Reflektansi spektroskopi sampel TL-2 yang
diresamping ke resolusi spektral sentinel-2.

E.KESIMPULAN

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini antara lain:

10
PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

1. Kajian ini memperlihatkan potensi penggunaan spektroskopi reflektansi dalam pemetaan


menggunakan indraja.
2. Hasil penelitian menujukkan bahwa data spekra reflektansi dapat digunakan dalam
interpretasi mineral yang dapat menjadi kunci kehadiran mineral alterasi hidrotermal dan
mineral ikutan timah termasuk mineral pembawa REE.
3. Database hasil pengukuran reflektansi sampel dapat digunakan lebih luas dalam analisis
pemetaan mineral menggunakan citra satelit yang mengaplikasikan metode pemetaan yang
tepat dan sesuai target mineral dan keadaan lapangan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada Muhammad Sholeh dan Muhammad Anugrah Firdaus yang telah membantu
dalam pengambilan data laboratorium. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada PT
Timah Tbk. dan program Science and Technology Research Partnership for Sustainable
Development kerjasama Institut Teknologi Bandung dan Kyoto University, Jepang yang telah
membantu pengambilan sampel dan analisis laboratorium. Juga terima kasih sebesar-besarnya
kepada PERHAPI karena telah menyelenggarakan TPT XXIX PERHAPI 2020. Penelitian ini
sebagian didanai oleh Kementrian Riset dan Teknologi melalui skema Penelitian Dasar Unggulan
Perguruan Tinggi 2020 dan Program Riset Institut Teknologi Bandung 2020.

DAFTAR PUSTAKA

Bogie, I., Kusumah, Y. I., & Wisnandary, M. C. (2008): Overview of the Wayang Windu
geothermal field, West Java, Indonesia, Geothermics, 37(3), 347–365.
Carranza, E. J. M. dan Hale, M. (2002): Mineral imaging with Landsat Thermatic Mapper data for
hydrothermal alteration mapping in heavily vegetated terrane, International Journal of
Remote Sensing.
Fraser, S. J. dan Green, A. A. (1987): A software defoliant for geological analysis of band ratios,
International Journal of Remote Sensing, 8(3), 525–532.
Hauff, P. (2008): An overview of VIS-NIR-SWIR field spectroscopy as applied to precious metals
exploration, Arvada, Colorado: Spectral International Inc, 80001, 303–403.
Hede, A. N. H., Firdaus, M. A., Prianata, Y. L. O., Heriawan, M. N., Syafrizal, S., Syaeful, H., &
Lubis, I. A. (2019). Spektroskopi Reflektansi Sampel Tanah dan Batuan yang Mengandung
Mineral Pembawa Unsur Tanah Jarang dan Radioaktif, Eksplorium.
Hede, A. N. H., Koike, K., Kashiwaya, K., Sakurai, S., Yamada, R., dan Singer, D. A. (2017): How
can satellite imagery be used for mineral exploration in thick vegetation areas?
Geochemistry, Geophysics, Geosystems.
Pour, A. B., Hashim, M., dan van Genderen, J. (2013): Detection of hydrothermal alteration zones
in a tropical region using satellite remote sensing data: Bau goldfield, Sarawak, Malaysia,
Ore Geology Reviews, 54, 181–196.
Purwadi, I., van der Werff, H., dan Lievens, C. (2019): Reflectance spectroscopy and geochemical
analysis of rare earth element-bearing tailings: A case study of two abandoned tin mine sites
in Bangka Island, Indonesia. International Journal of Applied Earth Observation and
Geoinformation.
Sabins, F. F. (1999): Remote sensing for mineral exploration, Ore Geology Reviews, 14(3–4), 157–
183.
Salamba, K. E., Hede, A. N. H., dan Heriawan, M. N. (2019): Identification of alteration zones
using a Landsat 8 image of densely vegetated areas of the Wayang Windu Geothermal field,
West Java, Indonesia, IOP Conference Series: Earth and Environmental Science.
Turner, D. J. (2015): Reflectance spectroscopy and imaging spectroscopy of rare earth element-
bearing mineral and rock samples, The University of Columbia.

11
PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

van der Meer, F. D., van der Werff, H. M., van Ruitenbeek, F. J., Hecker, C. A., Bakker, W. H.,
Noomen, M. F., dan Woldai, T. (2012): Multi- and hyperspectral geologic remote sensing: A
review, International Journal of Applied Earth Observation and Geoinformation, 14(1), 112–
128.
Werner, T. T., Mudd, G. M., Schipper, A. M., Huijbregts, M. A. J., Taneja, L., dan Northey, S. A.
(2020): Global-scale remote sensing of mine areas and analysis of factors explaining their
extent. Global Environmental Change, 60, 102007.

12

Anda mungkin juga menyukai