Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH AGAMA ISLAM

Peran dan Kedudukan Wanita dalam Pandangan Islam

DOSEN PENGAMPU

Deprizon, S.Pd.I.,M.Pd.I

DISUSUN OLEH:
FEMI JUANA PUTRI GINTING
1807111461

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
sehingga makalah ini bisa diselesaikan tepat pada waktunya. Shalawat serta salam semoga tetap
tercurahkan kepada nabi kita, nabi Muhammad SAW yang telah membimbing kita dari zaman
kegelapan menuju zaman yang diridhoi oleh Allah SWT.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yaitu bapak Deprizon,
M.Pd.I., orangtua, teman-teman, dan seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan dan
penyelesaian makalah ini. Dalam makalah ini saya membahas dan menjelaskan tentang
kedudukan dan kodrat wanita dalam islam, keistimewaan wanita dalam islam serta peran wanita
dalam islam baik dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat, yang bertujuan untuk
memberikan pengetahuan kepada para pembaca tentang peran dan kedudukan wanita dalam
islam.

Selaku manusia biasa, saya menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan
dan kekeliruan yang tidak disengaja. Oleh karena itu saya membutuhkan kritik dan saran. saya
berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya di bidang pendidikan agama.

Pekanbaru, 10 Desember 2018

Penulis

i
i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................1
1.3 Tujuan....................................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................2
2.1 Wanita dimasa Jahiliyah........................................................................................................2
2.2 Wanita di zaman sekarang.....................................................................................................3
2.3 Kedudukan Wanita dalam Islam............................................................................................5
2.4 Keistimewaan Wanita dalam Islam........................................................................................7
2.5 Peran Wanita dalam Islam...................................................................................................10
2.5.1. Peranan wanita dalam keluarga islami.........................................................................10
2.5.2. Peranan wanita dalam masyarakat dan Negara............................................................14
BAB III PENUTUP.......................................................................................................................15
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................15
3.2 Saran.....................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Peran dan kedudukan perempuan menjadi pembahasan disetiap zaman. Peran dan
kedudukan perempuan sangat dipengaruhi oleh pandangan masyarakat terhadap perempuan.
Dalam islam posisi dan porsi perempuan sangatlah jelas, baik dalam Al-Qur’an maupun hadist
yang merupakan acuan baku bagi umat islam. Banyak hadist-hadist secara jelas menjelaskan
bahwa perempuan bertengger pada posisi yang sangat mulia dan terhormat. Seperti pada hadist
Nabi yang sangat populer menyatakan bahwa surga itu berada dibawah telapak kaki ibu, itu
adalah ungkapan betapa mulianya seorang ibu di mata Allah.
Perempuan memiliki esensi dan identitas yang sama dengan laki-laki. Bahkan satu surat
dalam Al-Qur’an mengandung nama perempuan yakni surat “An-Nisa”. Rasulullah SAW ketika
ditanya siapa orang yang paling berhak untuk dihormati dan didahulukan, beliau menjawab
“ibumu! ibumu! ibumu! kemudian ayahmu”. Dalam kenyataan perempuan berbeda dengan laki-
laki terutama dalam struktur anatominya. Dengan perbedaan ini tentunya perempuan dan laki-laki memilki
kedudukan dan tugas atau peran yang saling melengkapi. Oleh karena itulah saya mencoba mengupas peran dan
kedudukan perempuan dalam pandangan Islam. Karena yang berhak menentukan peran dan kedudukan
perempuan adalah sang pencipta perempuan itu sendiri, yang telah mengutus Nabi Muhammad
SAW dan menurunkan kitab Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia agar berserah diri.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun yang akan dijelaskan dalam makalah ini rumusan masalahnya sebagai berikut :
1. Bagaimana kedudukan wanita pada masa jahiliyah dan masa sekarang?
2. Bagaimana kedudukan wanita dalam islam?
3. Bagaimana kodrat kedudukan wanita dalam islam?
4. Apa saja keistimewaan wanita dalam islam?
5. Apa saja peran wanita dalam islam dan dalam masyarakat?

1.3 Tujuan

Tujuan dari pembahasan materi ini adalah untuk memberikan pengetahuan kepada para
pembaca tentang kedudukan dan kodrat wanita dalam islam, keistimewaan wanita dalam islam,

1
kedudukan wanita pada masa jahiliyah dan masa sekarang, serta peran wanita baik dalam Islam
maupun dalam masyarakat.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Wanita dimasa Jahiliyah

Jahiliah berasal dari kata jahala. Menurut Sayyid Qutub, jahala mengandung makna al-
jahalah (kebodohan), ‘adam al-ma’rifah (ketidaktahuan), atau ‘adam al-‘alim
(ketidakmengertian). Dari pengertian ini, Sayyid Qutub mendefinisikan jahiliah sebagai setiap
bentuk penyimpangan terhadap hukum-hukum Allah (Noormondhawati, 2013).

Peradaban jahiliyah masyarakat Arab pra-Islam benar-benar mencerminkan sebuah


peradaban yang rendah lagi hina. Rusaknya tata kehidupan masyarakat Arab pra-Islam juga
berimbas pada kaum wanitanya. Wanita pada masa itu dianggap seperti budak. Kehormatan
wanita pada masa jahiliyah juga tidak terjaga. Mereka berada dalam kehidupan serba bebas.
Sehingga syahwat tidak lagi terjaga dan perzinahan pun terjadi dimana-mana. Kesewenang-
wenangan dan penindasan mewarnai hari-hari kaum perempuan dalam kegelapan alam
jahiliyyah, baik di kalangan bangsa Arab maupun di kalangan ‘ajam (non Arab). Perlakuan jahat
dan ketidaksukaan orang-orang jahiliyyah terhadap perempuan ini diabadikan dalam Al-Qur’an :

‫) يَتَ ٰ َو َر ٰى ِمنَ ْٱلقَوْ ِم ِمن س ُٓو ِء َما بُ ِّش َر بِ ِٓهۦ‬٥٨( ‫َوإِ َذا بُ ِّش َر أَ َح ُدهُم بِٱأْل ُنثَ ٰى ظَ َّل َوجْ هُ ۥهُ ُمس َْو ًّدا َوهُ َو َك ِظي ٌم‬
)٥٩( َ‫ب ۗ أَاَل َسٓا َء َما يَحْ ُك ُمون‬ ِ ‫ۚ أَيُ ْم ِس ُك ۥهُ َعلَ ٰى هُو ٍن أَ ْم يَ ُد ُّسهۥُ فِى ٱلتُّ َرا‬
Artinya :
“Apabila salah seorang dari mereka diberi kabar gembira dengan kelahiran anak perempuan,
menjadi merah padamlah wajahnya dalam keadaan ia menahan amarah. Ia menyembunyikan
dirinya dari orang banyak karena buruknya berita yang disampaikan kepadanya. (Ia berpikir)
apakah ia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya
hidup-hidup di dalam tanah? Ketahuilah alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.”
(QS al-Nahl [16]: 58-59)

Kehadiran bayi-bayi wanita pada masa jahiliyah juga dianggap sebuah aib. Al-Hâfizh Ibnu
Katsîr rahimahullâhu menyatakan bahwa anak perempuan itu dikubur hidup-hidup oleh orang-
orang jahiliyyah karena mereka tidak suka dengan anak perempuan. Apabila anak perempuan itu
selamat dari tindakan tersebut dan tetap hidup maka ia hidup dalam keadaan dihinakan, ditindas
dan didzalimi, tidak diberikan hak waris walaupun si perempuan sangat butuh karena fakirnya.
Bahkan justru ia menjadi salah satu benda warisan bagi anak laki-laki suaminya apabila
suaminya meninggal dunia. Dan seorang pria dalam adat jahiliyyah berhak menikahi berapa pun
perempuan yang diinginkannya tanpa ada batasan dan tanpa memerhatikan hak-hak para istrinya
(Noormondhawati, 2013).

3
4
Kondisi wanita jauh sebelum datangnya islam memang sangat menyedihkan. Pada masa
peradaban Yunani kuno, kedudukan wanita direndahkan dan dilecehkan. Mereka dianggap najis
dan merupakan hasil perbuatan setan. Mereka tidak berhak mendapatkan warisan, bahkan tidak
berhak pula untuk memanfaatkan hartanya sendiri. Tidak jauh berbeda dengan peradaban Yunani
kuno, pada masa Romawi pun kaum wanita juga kehilangan haknya. Mereka diadikan objek
pemuas syahwat. Mereka pun sering mendapatkan penyiksaan, bahkan seorang suami juga
berkuasa untuk menghabisi nyawa istrinya (Djamil, 2016).

Dalam peradaban Babilonia, kaum wanita telah dicabut haknya. Mereka tidak berhak
memiliki sesuatu dan tidak pula berhak membelanjakan hartanya. Dalam pandangan peradaban
Mesir kuno, wanita juga dinilai makhlu yang jahat dan merupakan anak asuh dari roh-roh jahat.
Sedangkan menurut peradaban Persia, para wanita yang sedang haid akan di asingkan di suatu
tempat yang jauh. Demikian pula dalam peradaban Cina kuno, wanita dianggap seperti barang.
Seorang suami berhak menjual istrinya (Noormondhawati, 2013).

Dari paparan fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa kehidupan kaum wanita pada masa
pra-islam sangatlah menyedihkan. Kaum wanita kehilangan hak-haknya, bahkan mereka acap
kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Martabat mereka sangat dihinakan dan hanya
dianggap sebagai komoditi yang bisa di wariskan atau diperjualbelikan.

2.2 Wanita di zaman sekarang

Fakta-fakta sejarah mengungkapkan, beribu tahun sebelum islam datang, khususnya di


zaman jahiliah, perempuan dipandang tidak memiliki kemanusiaan yang utuh dan oleh
karenanya perempuan tidak berhak bersuara, tidak berhak berkarya, dan tidak berhak memiliki
harta. Karena itu merendahkan perempuan adalah budaya jahiliyah yang harus ditinggalkan
(Mulia, 2014).

Pada saat sekarang ini wanita sudah dapat bernapas lega. Segala sentiment negatif yang dulu
disematkan pada kaum hawa sekarang telah terkikis. Wanita kini tidak lagi dianggap rendah.
Mereka pun telah mendapatkan hak-haknya. Sekarang wanita telah dihargai sebagai makhluk
yang sejajar dengan kaum pria. Jika sebelumnya kiprah wanita hanya dibatasi pada 3M, yakni
masak (memasak), manak (melahirkan), macak (berhias), maka kiprah wanita masa kini lebih
dari itu. Islam datang dengan cahayanya yang menerangi dunia. Islam datang demi membela
kelompok tertindas (al-mustadh’afin) baik secara struktural maupun kultural. Kedzaliman
terhadap wanita pun terangkat (Mulia,2014).

Islam menetapkan insaniyyah (kemanusiaan) seorang wanita layaknya seorang lelaki, di


mana Allah berfirman :

َّ َ‫ق ِم ْنهَا َزوْ َجهَا َوب‬


‫ث ِم ْنهُ َما ِر َجااًل َكثِيرًا‬ َ َ‫اح َد ٍة َو َخل‬ ٍ ‫يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا َربَّ ُك ُم الَّ ِذي خَ لَقَ ُك ْم ِم ْن نَ ْف‬
ِ ‫س َو‬
١:‫﴾ َونِ َسا ًء َواتَّقُوا هَّللا َ الَّ ِذي تَ َسا َءلُونَ بِ ِه َواأْل َرْ َحا َم إِ َّن هَّللا َ َكانَ َعلَ ْي ُك ْم َرقِيبًا ﴿النساء‬
5
Artinya :
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari
seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah
yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi
kamu”. (QS. An-Nisa’)

Sebagaimana wanita berserikat dengan lelaki dalam memperoleh pahala dan hukuman atas
amalan yang dilakukan. Allâh berfirman:

‫صالِحًـا ِّم ۡن َذ َك ٍر اَ ۡو اُ ۡن ٰثى َوهُ َو ُم ۡؤ ِم ٌن فَلَـنُ ۡحيِيَنَّهٗ َح ٰيوةً طَيِّبَةً ۚ َولَـن َۡج ِزيَـنَّهُمۡ اَ ۡج َرهُمۡ بِا َ ۡح َس ِن‬
َ ‫َم ۡن َع ِم َل‬
16:97﴿ َ‫﴾ َما َكانُ ۡوا يَ ۡع َملُ ۡون‬

Artinya :

“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari
apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. an-Nahl: 97)

Allâh mengharamkan wanita dijadikan barang warisan sepeninggal suaminya.

ِ ‫ضلُوهُ َّن لِت َْذهَبُوا بِبَع‬


‫ْض َما آَتَ ْيتُ ُموهُ َّن‬ ُ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آَ َمنُوا اَل يَ ِحلُّ لَ ُك ْم أَ ْن ت َِرثُوا النِّ َسا َء َكرْ هًا َواَل تَ ْع‬
ِ ‫ُوف َوعَا ِشرُوهُ َّن بِ ْال َم ْعر‬
‫ُوف فَإ ِ ْن َك ِر ْهتُ ُموهُ َّن فَ َع َسى‬ ِ ‫َاشرُوهُ َّن بِ ْال َم ْعر‬ ِ ‫اح َش ٍة ُمبَيِّنَ ٍة َوع‬ ِ َ‫إِاَّل أَ ْن يَأْتِينَ بِف‬
‫أَ ْن تَ ْك َرهُوا َش ْيئًا َويَجْ َع َل هَّللا ُ فِي ِه خَ ْيرًا َكثِيرًا‬
Artinya:
“Wahai orang-orang beriman, tidak halal bagi kalian mewariskan perempuan-perempuan
dengan jalan paksa dan janganlah kalian menyulitkan mereka karena ingin mengambil sebagian
dari apa yang telah kalian berikan kepada mereka kecuali apabila mereka melakukan perbuatan
keji yang nyata. Dan pergaulilah mereka dengan cara yang baik. Jika kalian tidak menyukai
mereka maka bisa jadi kalian membenci sesuatu padahal Allah menjadikan kebaikan yang
banyak padanya” (QS. An-Nisa’ : 19)

Bahkan wanita dijadikan sebagai salah satu ahli waris dari harta kerabatnya yang meninggal.
Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

6
‫ك ْال َوالِدَا ِن َواأْل َ ْق َربُونَ ِم َّما قَ َّل‬ ِ ‫َان َواأْل َ ْق َربُونَ َولِلنِّ َسا ِء ن‬
َ ‫َصيبٌ ِم َّما تَ َر‬ ِ ‫ك ْال َوالِد‬
َ ‫َصيبٌ ِم َّما ت ََر‬
ِ ‫لِلرِّ َجا ِل ن‬
٧:‫ضا ﴿النساء‬ ً ‫صيبًا َم ْفرُو‬ ِ َ‫﴾ ِم ْنهُ أَوْ َكثُ َر ن‬
Artinya:
“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan
bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya,
baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan” (QS. An-Nisa’ : 7)

Allâh Subhânahu wa Ta’âlâ menetapkan adanya mahar dalam pernikahan sebagai hak
perempuan yang harus diberikan secara sempurna kecuali bila si perempuan merelakan dengan
kelapangan hatinya. Dia Yang Maha Tinggi Sebutan-Nya berfirman:

‫ص ُدقَاتِ ِه َّن نِحْ لَةً فَإ ِ ْن ِط ْبنَ لَ ُك ْم ع َْن َش ْي ٍء ِم ْنهُ نَ ْفسًا فَ ُكلُوهُ هَنِيئًا َم ِريئًا‬
َ ‫َوآَتُوا النِّ َسا َء‬
Artinya:
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan
penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu
dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) dengan penuh
kelahapan lagi baik akibatnya” (Q.S. An-Nisa : 4)

2.3 Kedudukan Wanita dalam Islam

Wanita adalah separuh masyarakat, dan belahan laki-laki, sebagaimana yang disabdakan
oleh Rasulullah saw. Sebuah masyarakat akan menjadi baik jika kaum laki-laki dan kaum
wanitanya sama-sama baik. Selama beberapa abad wanita telah diperlakukan bak benda yang
bisa diperjual-belikan, diperdagangkan, dan di gadaikan. Namun, ketika Islam hadir dimuka
bumi, harkat wanita diangkatnya. Sesungguhnya wanita muslimah memiliki kedudukan yang
tinggi dalam islam dan pengaruhnya sangat besar dalam kehidupan setiap muslim. Perempuan
akan menjadi madrasah pertama dalam membangun masyarakat yang shalih, tatkala dia berjalan
di atas petunjuk Al-Qur’an dan Sunnah Nabi(Al-Rawi, 2015).

Islam memandang perempuan memiliki banyak keistimewaan dan lebih unggul


dibandingkan laki-laki. Di dalam Al-Qur’an telah banyak memberitahukan kepada kita semua
tentang kedudukan wanita dan esistensinya dengan kaum laki-laki. Bahkan satu surat di dalam
Al-Qur’an mengandung nama perempuan yakni surah “An-Nisa” (Sakura,2016). Bahkan Islam
juga mengakui wanita sebagaimana ia berbicara kepada laki-laki dalam pelaksanaan hukum-
hukum (tasyri’), ibadah, dan muamalat (Al-Rawi, 2015).

Dalam kapasitasnya sebagai manusia, seorang wanita memiliki hak yang sama seperti laki-
laki, Allah Ta’ala berfirman :

7
‫ق ٱهَّلل ُ فِ ٓى أَرْ َحا ِم ِه َّن إِن ُك َّن‬َ َ‫ت يَتَ َربَّصْ نَ بِأَنفُ ِس ِه َّن ثَ ٰلَثَةَ قُر ُٓو ٍء ۚ َواَل يَ ِحلُّ لَه َُّن أَن يَ ْكتُ ْمنَ َما َخل‬ ُ َ‫َو ْٱل ُمطَلَّ ٰق‬
‫ك إِ ْن أَ َرا ُد ٓو ۟ا إِصْ ٰلَحًا ۚ َولَه َُّن ِم ْث ُل ٱلَّ ِذى‬ َ ِ‫ق بِ َر ِّد ِه َّن فِى ٰ َذل‬
ُّ ‫اخ ِر ۚ َوبُعُولَتُه َُّن أَ َح‬
ِ ‫ي ُْؤ ِم َّن بِٱهَّلل ِ َو ْٱليَوْ ِم ٱلْ َء‬
‫َزي ٌز َح ِكي ٌم‬ِ ‫ال َعلَ ْي ِه َّن د ََر َجةٌ ۗ َوٱهَّلل ُ ع‬ ِ ‫َعلَ ْي ِه َّن بِ ْٱل َم ْعر‬
ِ ‫ُوف ۚ َولِل ِّر َج‬
Artinya :
“Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'. Tidak boleh
mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman
kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti
itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang
seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai
satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
(QS. Al-Baqarah : 228).

Peran wanita dikatakan penting karena banyak beban-beban berat yang harus dihadapinya, bahkan beban-
beban yang semestinya dipikul oleh pria. Oleh karena itu, menjadi kewajiban bagi kita untuk
berterima kasih kepada ibu, berbakti kepadanya, dan santun dalam bersikap kepadanya. Kedudukan ibu
terhadap anak-anaknya lebih didahulukan daripada kedudukan ayah. Ini disebutkan dalam firman Allah :

َّ َ‫ك إِل‬
‫ى‬ َ ٰ ِ‫ص ْينَا ٱإْل ِ ن ٰ َسنَ بِ ٰ َولِ َد ْي ِه َح َملَ ْتهُ أُ ُّمهۥُ َو ْهنًا َعلَ ٰى َو ْه ٍن َوف‬
َ ‫صلُهۥُ فِى عَا َمي ِْن أَ ِن ٱ ْش ُكرْ لِى َولِ ٰ َولِ َد ْي‬ َّ ‫َو َو‬
‫صي ُر‬ ِ ‫ْٱل َم‬
Artinya :
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya;
ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya
dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-
Kulah kembalimu” (QS. Luqman : 14).”

Kemudian Islam juga memberikan kepada seorang wanita sebuah tanggung jawab selaku
pemimpin. Disebutkan dalam Shahih Al-Bukhari sebuah hadist bersumber dari Rasulullah saw.,
sesungguhnya beliau bersabda :

“Seorang wanita adalah pemimpin rumah suaminya, dan ia bertanggung jawab”.

8
2.4 Keistimewaan Wanita dalam Islam

Sebagai wanita Allah menciptakan dan memberi segala keistimewaannya, cobalah kita
(kaum wanita) mempelajari dari pandangan Islam ini dan jadikan suatu keistimewaan itu sebagai
cermin hidup kita. Bagian dari keistimewaan wanita, yang dipandang Islam adalah :

1. Wanita Shalihah adalah tiangnya negara (Sakura, 2016)


Sehingga jika wanitanya rusak, maka rusaklah negara tersebut, namun jika wanitanya
baik, maka baik pulalah negaranya. Wanita shalihah merupakan perhiasan dunia. Wanita
memiliki inner beauty yang luar biasa, dan wanita identik dengan keindahan

2. Wanita yang solehah (baik) itu lebih baik daripada 70 orang lelaki yang soleh (Sakura,
2016)
Barang siapa yang menggembirakan anak perempuannya, derajatnya seumpama orang
yang senantiasa menangis karena takutkan Allah SWT. dan orang yang takutkan Allah
SWT. akan diharamkan api neraka keatas tubuhnya. Barang siapa yang membawa hadiah
(barang makanan dari pasar ke rumah) lalu diberikan kepada keluarganya, maka
pahalanya seperti bersedekah. Hendaklah mendahulukan anak perempuan dari pada anak
lelaki. Maka barang siapa yang menyukakan anak perempuan seolah-olah dia
memerdekakan keturunan Nabi Ismail A.S.

3. Wanita shalihah itu lebih baik dari 70 wali (Sakura, 2016)


Seorang wanita yang jahat adalah lebih buruk dari pada 1,000 lelaki yang jahat. 2 rakaat
solat dari wanita yang hamil adalah lebih baikdaripada 80 rakaat solat wanita yang tidak
hamil.

4. Seorang wanita shalihah lebih baik dari 70 orang shalih (Sakura, 2016)

5. Doanya seorang wanita shalihah lebih maqbul atau terkabul (Sakura, 2016).

Hal tersebut terjadi karena ketaatan, kesabaran, kedekatannya pada Allah serta sifat
penyayangnya yang melebihi sifat penyayang seorang laki-laki. Oleh karena itu, doa
orang yang penyayang tidak akan sia-sia, ketika ditanya kepada Rasulullah SAW. akan
hal tersebut, jawab baginda "Ibu lebih penyayang daripada bapak dan doa orang yang
penyayang tidak akan sia-sia."

6. Haidnya seorang wanita merupakan tebusan (kifarah) atau dosa-dosanya yang telah lalu.
Oleh karenanya, saat haid seorang wanita Muslimah yang shalihah akan selalu
beristighfar untuk memohon ampunan kepada Allah dan Allah akan membebaskannya

9
dari siksa neraka dan memudahkannya ketika melewati jembatan shiratal mustaqim serta
Allah akan mengangkat derajatnya seperti derajatnya 40 syuhada (Sakura, 2016).

7. Surga terletak dibawah kaki ibu.

Seorang anak wajib taat dan patuh pada ibunya, karea ridhonya seorang ibu adalah
ridhonya Allah. Balasan terhadap apa yang telah ibu lakukan demi anak-anaknya, dari
mulai mengandung, melahirkan, menyusui, membimbing, melindungi, menyayangi, dan
lain sebagainya. Oleh karena itu atas pengobanan seorang ibu, Allah berikan surga
dibawah kakinya (Sakura, 2016).

8. Ibu lebih didahulukan dan diutamakan (Sakura, 2016)

Dan apabila memanggil akan engkau dua orang ibu bapakmu, maka jawablah panggilan
ibumu dahulu.

9. Wanita shalihah akan dijamin masuk surga dari pintu mana saja yang ia mau
Seorang wanita yang mengerjakan shalat fadhu, puasa wajib dan memelihara
kehormatannya serta taat dan patuh pada suaminya, maka niscaya ia akan masuk surge
dari pintu mana saja yang ia kehendaki (Sakura, 2016).

10. Allah akan mendatanginya ketika di akhirat


Semua orang kelah (diakhirat) akan dipanggil untuk melihat wajah Allah, akan tetapi
Allah akan dating sendiri kepada wanita memberati auratnya terlihat yakni memakai
purdah di dunia ini dengan istiqomah (Sakura, 2016).

11. Wanita yang tinggal bersama anak-anaknya akan tinggal bersama Rasulullah S.A.W. di
dalam syurga (Shihab, 2005).
Barang siapa mempunyai tiga anak perempuan atau tiga saudara perempuan atau dua
anak perempuan atau dua saudara perempuan, lalu dia bersikap ihsan dalam pergaulan
dengan mereka dan mendidik mereka dengan penuh rasa takwa serta bertanggungjawab,
maka baginya adalah syurga. Daripada Aisyah r.a. "Barang siapa yang diuji dengan
sesuatu daripada anak-anak perempuannya, lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka
mereka akan menjadi penghalang baginya daripada api neraka”.

10
12. Wanita yang taat berkhidmat kepada suaminya akan tertutup pintu-pintu neraka dan
terbuka pintu- pintu syurga (Shihab, 2005).
Masuklah dari mana-mana pintu yang dia kehendaki dengan tidak dihisab. Wanita yang
taat akan suaminya, semua ikan-ikan di laut, burung di udara, malaikat di langit, matahari
dan bulan, semuanya beristighfar baginya selama dia taat kepada suaminya dan
direkannya (serta menjaga sembahyang dan puasanya) Tiap perempuan yang menolong
suaminya dalam urusan agama, maka Allah S.W.T. memasukkan dia ke dalam syurga
lebih dahulu daripada suaminya (10,000 tahun).

13. Apabila seseorang perempuan mengandung janin dalam rahimnya, maka beristighfarlah
para malaikat untuknya. Allah S.W.T. mencatatkan baginya setiap hari dengan 1,000
kebaikan dan menghapuskan darinya 1,000 kejahatan (Shihab, 2005).
Apabila seseorang perempuan mulai sakit hendak bersalin, maka Allah S.W.T.
mencatatkan baginya pahala orang yang berjihad pada jalan-Nya. Apabila seseorang
perempuan melahirkan anak, keluarlah dia daripada dosa-dosa seperti keadaan ibunya
melahirkannya. Apabila telah lahir (anak) lalu disusui, maka bagi ibu itu setiap satu
tegukan daripada susunya diberi satu kebajikan. Apabila semalaman (ibu) tidak tidur dan
memelihara anaknya yang sakit, maka Allah S.W.T. memberinya pahala seperti
memerdekakan 70 orang hamba dengan ikhlas untuk membela agama Allah S.W.T.

14. Wanita yang memberi minum susu kepada anaknya daripada badannya (ASI) akan dapat
satu pahala dari pada tiap-tiap tetes susu yang diberikannya (Sakura, 2016).

15. Wanita yang melayani dengan baik suami yang pulang ke rumah didalam keadaan letih
akan mendapat pahala jihad (Sakura, 2016). Dan wanita yang melihat suaminya dengan
kasih sayang dan suami yang melihat isterinya dengan kasih sayang akan dipandang
Allah dengan penuh rahmat.

Itulah beberapa keistimewaan dari seorang wanita. Dan masih banyak


keistimewaan-keistimewaan lainnya. Begitu mulianya wanita dalam pandangan islam dan
bagitu luar biasanya Allah SWT memberikan kedudukan yang mulia bagi muslimah yang
shalihah. Islam memberikan hak sebesar kewajiban yang dibebankan kepada kaum
wanita. Pendapatnya dihargai serta kelemahannya dilindungi. Untuk meneguhkan
kedudukan itu, tercantumlah surat An-Nisaa (Wanita) dalam Alquran. Surat ini khusus
membahas segala hal serta aspek terkait dengan kaum perempuan.
Begitu juga dengan berperilaku di muka umum. Dalam surat An-Nur (24) ayat 31
disebutkan,

‫ظنَ فُرُو َجه َُّن َواَل يُ ْب ِدينَ ِزينَتَه َُّن إِاَّل َما ظَهَ َر‬ ْ َ‫ار ِه َّن َويَحْ ف‬
ِ ‫ْص‬ َ ‫ت يَ ْغضُضْ َـن ِم ْن أَب‬ ِ ‫َوقُلْ لِ ْل ُم ْؤ ِمنَا‬
‫ِم ْنهَا ۖ َو ْليَضْ ِر ْبنَ بِ ُخ ُم ِر ِه َّن َعلَ ٰى ُجيُوبِ ِه َّن ۖ َواَل يُ ْب ِدينَ ِزينَتَه َُّن إِاَّل لِبُعُولَتِ ِه َّن أَوْ آبَائِ ِه َّن أَوْ آبَا ِء‬
ْ‫بُعُولَتِ ِه َّن أَوْ أَ ْبنَائِ ِه َّن أَوْ أَ ْبنَا ِء بُعُولَتِ ِه َّن أَوْ إِ ْخ َوانِ ِه َّن أَوْ بَنِي إِ ْخ َوانِ ِه َّن أَوْ بَنِي أَخ ََواتِ ِه َّن أَو‬
‫ت أَ ْي َمانُه َُّن أَ ِو التَّابِ ِعينَ َغي ِْر أُولِي اإْل ِ رْ بَ ِة ِمنَ الرِّ َجا ِل أَ ِو الطِّ ْف ِل الَّ ِذينَ لَ ْم‬ ْ ‫نِ َسائِ ِه َّن أَوْ َما َملَ َك‬
11
‫ت النِّ َسا ِء ۖ َواَل يَضْ ِر ْبنَ بِأَرْ ُجلِ ِه َّن لِيُ ْعلَ َم َما ي ُْخفِينَ ِم ْن ِزينَتِ ِه َّن ۚ َوتُوبُوا‬ ِ ‫ظهَرُوا َعلَ ٰى عَوْ َرا‬ ْ َ‫ي‬
َ‫إِلَى هَّللا ِ َج ِميعًا أَيُّهَ ْال ُم ْؤ ِمنُونَ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُون‬
Artinya :
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya,
kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain
kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami
mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau
putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera
saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita
islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang
aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan
yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-
orang yang beriman supaya kamu beruntung”.

Misalnya, bila seorang perempuan bersama-sama dengan seorang lelaki yang bukan
muhrimnya di tempat sepi. Hal tersebut tentu tidak dibenarkan dan hukumnya haram.
Nabi SAW sangat tidak menyukai perbuatan ini. Dalam salah satu hadis, beliau
menyebutkan bahwa berduaan dengan lelaki asing merupakan perbuatan maksiat.
''Tidaklah seorang laki-laki berduaan dengan seorang perempuan kecuali setan menjadi
pihak ketiga di antara mereka.'' (HR Ahmad dan at-Tarmizi)

Selain itu wanita diharapkan dapat menahan pandangannya, menutup seluruh tubuh
kecuali wajah dan kedua telapak tangan, tenang dan terhormat dalam gerak gerik, serta
serius dan sopan dalam berbicara. Dalam berhias diri pun ada batasan-batasannya.
Menurut Ibnu Abidin, selain harus menutup aurat, maka syarat dibolehkannya seorang
perempuan jika keluar rumah yakni tidak mengenakan perhiasan secara berlebihan dan
bersolek, karena keadaan seperti itu bisa menyebabkan kaum laki-laki tertarik. Allah
SWT berfirman,

َّ ‫َوقَرْ نَ فِي بُيُوتِ ُك َّن َواَل تَبَرَّجْ نَ تَبَرُّ َج ْال َجا ِهلِيَّ ِة اأْل ُولَى َوأَقِ ْمنَ ال‬
َ‫صاَل ةَ َوآتِينَ ال َّز َكاة‬
ْ ‫ت َويُطَهِّ َر ُك ْم ت‬
‫َط ِهيرًا‬ ِ ‫س أَ ْه َل ْالبَ ْي‬
َ ْ‫ب عَن ُك ُم ال ِّرج‬ َ ‫َوأَ ِط ْعنَ هَّللا َ َو َرسُولَهُ إِنَّ َما ي ُِري ُد هَّللا ُ لِي ُْذ ِه‬
Artinya :
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan
bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat,
tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud
hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-
bersihnya” (QS. Al-Azhab : 33).

12
2.5 Peran Wanita dalam Islam

2.5.1. Peranan wanita dalam keluarga islami

Keluarga merupakan pondasi dasar penyebaran islam. Dari keluarga lah, muncul
pemimpin-pemimpin yang berjihad di jalan Allah, dan akan datang bibit-bibit yang akan
berjuang meninggikan kalimat-kalimat Allah. Dan peran terbesar dalam hal tersebut adalah
kaum wanita.

Wanita sebagai seorang istri, ketika seorang laki-laki merasa kesulitan, maka sang
istri lah yang bisa membantunya. Ketika seorang laki-laki mengalami kegundahan, sang istri
lah yang dapat menenangkannya. Dan ketika sang laki-laki mengalami keterpurukan, sang
istri lah yang dapat menyemangatinya. Sungguh, tidak ada yang mempunyai pengaruh
terbesar bagi seorang suami melainkan sang istri yang dicintainya (Al-Mahfani, 2012).

Kemudian, kedudukan isteri dan pengaruhnya terhadap ketenangan jiwa seseorang


(suami) telah dijelaskan dalam Al-Qur’an.
Allah berfirman:

‫ق لَ ُك ْم ِم ْن أَ ْنفُ ِس ُك ْم أَ ْز َواجًا لِتَ ْس ُكنُوا إِلَ ْيهَا َو َج َع َل بَ ْينَ ُك ْم َم َو َّدةً َو َرحْ َمةً ۚإِ َّن فِي‬
َ َ‫َو ِم ْن آيَاتِ ِه أَ ْن خَ ل‬
ٍ ‫ٰ َذلِكَ آَل يَا‬
‫ت لِقَوْ ٍم يَتَفَ َّكرُون‬
Artinya:

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri


dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir (QS. Ar-Rum: 21)

Al-Hafizh Ibnu Katsir -semoga Alah merahmatinya- menjelaskan pengertian firman Allah:
“mawaddah wa rahmah” bahwa mawaddah adalah rasa cinta, dan rahmah adalah rasa kasih
sayang. Seorang pria menjadikan seorang wanita sebagai istrinya bisa karena cintanya
kepada wanita tersebut atau karena kasih sayangnya kepada wanita itu, yang selanjutnya dari
cinta dan kasih sayang tersebut keduanya mendapatkan anak.

Mengenai hal ini, contohlah apa yang dilakukan oleh teladan kaum Muslimah,
Khadijah Radiyallahu anha dalam mendampingi Rasulullah di masa awal kenabiannya.
Ketika Rasulullah merasa ketakutan terhadap wahyu yang diberikan kepadanya, dan merasa
kesulitan, lantas apa yang dikatakan Khadijah kepadanya?

“Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu selama-lamanya. Karena sungguh


engkau suka menyambung silaturahmi, menanggung kebutuhan orang yang lemah, menutup

13
kebutuhan orang yang tidak punya, menjamu dan memuliakan tamu dan engkau menolong
setiap upaya menegakkan kebenaran.” (HR. Muttafaqun ‘alaih)

Sebagai istri, wanita adalah sahabat bagi suaminya. Kepadanya melekat sejumlah
kewajiban yang harus dilaksanakan kepada suaminya. Antara lain, seorang istri harus bisa
menjaga rahasia suami dan semua yang ada di rumah suaminya. Karena semuanya itu adalah
amanah, dan kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah. Sabda Rasulullah
Saw “seorang wanita adalah pemimpin di rumah tangga suaminya dan akan dimintai
pertanggungjawaban tentang apa yang dipimpinnya itu”.

Sebagai rabbat al-bayt (pengurus rumah tangga), seorang istri juga dituntut memiliki
keahlian dan keterampilan yang dibutuhkan. Bukan hanya keahlian dan keterampilan
memasak, menata rumah, menata penampilan, tetapi juga pengetahuan dan keterampilan
dalam masalah kesehatan dan keuangan.

Inilah peran yang seharusnya dilakukan bagi seorang wanita. Menjadi seorang
pemimpin bukanlah hal yang perlu dilakukan wanita, akan tetapi menjadi pendamping
seorang pemimpin (pemimpin rumah tangga atau lainnya) yang dapat membantu,
mengarahkan dan menenangkan adalah hal yang sangat mulia jika di dalamnya berisi
ketaatan kepada Allah Ta’ala.
Perempuan pun dijadikan sebagai penanggung jawab dalam rumah tangga suaminya,
sebagai pemimpin atas anak-anaknya. Nabi SAW kabarkan hal ini dalam sabdanya yang
artinya “Perempuan adalah pemimpin atas rumah tangga suaminya dan anak suaminya,
dan ia akan ditanya tentang mereka.” (HR Bukhari dan Muslim).

Diatas telah dijelaskan bahwa Al-Qur’ân menempatkan perempuan pada posisi yang
setara dengan pria dalam derajat kemanusiaan. Namun, berdasar pada kesadaran akan
adanya perbedaan- perbedaan keduanya baik yang menyangkut masalah fisik maupun psikis,
Islam kemudian membedakan keduanya dalam berapa persoalan, terutama yang menyangkut
fungsi dan peran masing-masing. Pembedaan ini dapat dikategorikan ke dalam dua hal, yaitu
dalam kehidupan keluarga dan kehidupan publik. Ayat yang sering kali dijadikan dasar
untuk memandang kedudukan masing-masing laki-laki dan perempuan adalah Firman Allâh
pada surat An-Nisâ’ [4]: 34

۟ ُ‫ضهُ ْم َعلَ ٰى بَعْض َوبمٓا أَنفَق‬


‫وا ِم ْن أَ ْم ٰ َولِ ِه ْم‬ َ ‫ٱلرِّ َجا ُل قَ ٰ َّو ُمونَ َعلَى ٱلنِّ َسٓا ِء بِ َما فَض ََّل ٱهَّلل ُ بَ ْع‬
َِ ٍ
ٰ ٌ َ‫ت ٰ َحفِ ٰظ‬
ٌ َ‫ت ٰقَنِ ٰت‬
‫ب بِ َما َحفِظَ ٱهَّلل ُ َوٱلَّتِى تَ َخافُونَ نُ ُشو َزهُ َّن فَ ِعظُوهُ َّن َوٱ ْه ُجرُوهُ َّن‬ ِ ‫ت لِّ ْل َغ ْي‬ َّ ٰ ‫فَٱل‬
ُ ‫صلِ ٰ َح‬
۟ ‫اجع َوٱضْ ربُوهُ َّن فَإ ْن أَطَ ْعنَ ُك ْم فَاَل تَ ْب ُغ‬
‫وا َعلَ ْي ِه َّن َسبِياًل إِ َّن ٱهَّلل َ َكانَ َعلِيًّا َكبِيرًا‬ َ ‫فِى ْٱل َم‬
ِ ِ ِ ِ ‫ض‬
Artinya :
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan
sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-
laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah
yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah

14
telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka
nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka.
Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar (An-Nisa’ : 34)

Wanita sebagai seorang Ibu, tidak ada kemulian terbesar yang diberikan Allah bagi
seorang wanita, melainkan perannya menjadi seorang Ibu. Dalam sebuah hadits disebutkan
bahwa pernah ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah dan berkata, “Wahai
Rasulullah, siapa orang yang paling berhak bagi aku untuk berlaku bajik kepadanya?”
Nabi menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Kemudian setelah dia siapa?” Nabi
menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Kemudian setelah dia siapa?” Nabi
menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Kemudian setelah dia siapa?” Nabi
menjawab, “Ayahmu.” (HR. Bukhari, Kitab al-Adab no. 5971 juga Muslim, Kitab al-Birr
wa ash-Shilah no. 2548). Dari hadits di atas, hendaknya besarnya bakti kita kepada ibu tiga
kali lipat bakti kita kepada ayah.

Anak adalah amanah, Karena itu mendidik anak merupakan sebuah kewajiban, bukan
pilihan. Rasulullah Saw bersabda “didiklah anakmu dan baguskanlah akhlaknya, dengan
mengajarkan kepada mereka olah jiwa, dan memperbaiki akhlak ” (HR ad-Dailami).

Ibu adalah authority pertama bagi anak-anaknya. Darinya, anak pertama kali belajar.
Karena itu, ini menuntut seorang Ibu agar ekstra hati-hati, sebab dia mempunyai pengaruh
yang besar pada anak-anaknya. Ibu yang baik tentu akan melahirkan generasi yang baik.
Maka, pantas jika wanita dinobatkan sebagai tiang Negara. Demikian ungkapan bijak itu,
sering kita dengar. Sejumlah penemuan baru tentang perkembangan intelektual dan perilaku
anak meniscayakan adanya tanggung jawab yang besar kepada kedua orang tuanya,
khususnya ibu. Karena dialah yang sering berinteraksi dengan anak-anaknya. Seorang ibu
merupakan seseorang yang senantiasa diharapkan kehadirannya bagi anak-anaknya. Seorang
ibu dapat menjadikan anak-anaknya menjadi orang yang baik sebagaimana seorang ibu bisa
menjadikan anaknya menjadi orang yang jahat. Baik buruknya seorang anak, dapat
dipengaruhi oleh baik atau tidaknya seorang ibu yang menjadi panutan anak-anaknya (Al-
Mahfani, 2012).

Tugas seorang ibu salah satunya adalah mendidik anak dengan pendidikan yang baik.
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah
(Islam). Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya yahudi, nasrani dan majusi.” (HR.
Bukhari). “ Barang siapa yang merawat tiga anak perempuan, mendidik, menikahkan,
dan berlaku baik terhadap mereka, maka surga adalah pahala baginya.” (HR. Abu Daud)

Ketahuilah, banyak dikalangan orang-orang besar, bahkan sebagian para imam dan
ahli ilmu merupakan orang-orang yatim, yang hanya dibesarkan oleh seorang ibu. Dan
lihatlah hasil yang di dapatkannya. Mereka berkembang menjadi seorang ahli ilmu dan para
imam kaum muslimin. Sebut saja, Imam Syafi’I, Imam Ahmad, Al-Bukhori dll adalah para

15
ulama yang dibesarkan hanya dari seorang ibu. Karena kasih sayang, pendidikan yang baik
dan doa dari seorang ibu merupakan kekuatan yang dapat menyemangati anak-anak mereka
dalam kebaikan. Contohnya seperti pada kisah Imam Shalat Masjidil Haram, Asy-Syaikh
Sudais? Apa yang melatarbelakangi beliau menjadi Imam shalat Masjidil Haram? Tidak lain
adalah karena harapan dan doa dari ibu beliau. Seorang ibu yang terus menerus memotivasi
anaknya untuk menjadi imam masjidil haram, telah membuat tekad Syaikh Sudais kecil
menjadi besar dan membuatnya bersemangat untuk menghafalkan quran dan selalu berusaha
agar keinginannya dan keinginan ibunya tercapai untuk menjadi Imam Masjidil Haram.
Demikianlah peran mulia seorang ibu, dan tidak ada peran yang lebih mendatangkan pahala
yang banyak melainkan peran mendidik anak-anaknya menjadi anak yang diridhoi Allah
dan rasulnya. Karena anak-anaknya lah sumber pahala dirinya dan sumber kebaikan
untuknya (Al-Rawi, 2015).
2.5.2. Peranan wanita dalam masyarakat dan Negara
Seorang wanita juga menjadi bagian dari sebuah masyarakat. Dengan begitu, dia juga
memiliki tanggung jawab terhadap lingkungan dan kondisi sosialnya. Posisi ini menuntut
peranan seorang wanita, tidak hanya dalam kehidupan privat, tetapi juga kehidupan politik.
Peranan ini menuntut seorang wanita untuk mampu dan cakap dalam mengambil langkah-
langkah praktis yang dibutuhkan dalam melakukan perubahan di tengah-tengah
masyarakatnya (Mulia, 2014).

Karena itu, kaum wanita juga dituntut dalam kiprah dakwah di tengah masyarakat.
Kewajiban ini pada akhirnya juga menuntut agar kaum wanita tadi memiliki tsaqafah
(pengetahuan) Islam yang memadai, sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakatnya.
Pendek kata, selain konsep yang jelas dan memadai, dia juga harus memahami metode
dakwah yang benar sesuai dengan tuntutan Rasulullah Saw.

Wanita disamping perannya dalam keluarga, ia juga bisa mempunyai peran lainnya di
dalam masyarakat dan Negara. Jika ia adalah seorang yang ahli dalam ilmu agama, maka
wajib baginya untuk mendakwahkan apa yang ia ketahui kepada kaum wanita lainnya.
Begitu pula jika ia merupakan seorang yang ahli dalam bidang tertentu, maka ia bisa
mempunyai andil dalam urusan tersebut namun dengan batasan-batasan yang telah
disyariatkan dan tentunya setelah kewajibannya sebagai ibu rumah tangga telah terpenuhi.

Banyak hal yang bisa dilakukan kaum wanita dalam masyarakat dan Negara, dan ia
punya perannya masing-masing yang tentunya berbeda dengan kaum laki-laki. Hal ini
sebagaimana yang dilakukan para shahabiyah nabi. Pada jaman nabi, para shahabiyah biasa
menjadi perawat ketika terjadi peperangan, atau sekedar menjadi penyemangat kaum
muslimin, walaupun tidak sedikit pula dari mereka yang juga ikut berjuang berperang
menggunakan senjata untuk mendapatkan syahadah fii sabilillah, seperti Shahabiyah Ummu
Imarah yang berjuang melindungi Rasulullah dalam peperangan.

16
Sehingga dalam hal ini, peran wanita adalah sebagai penopang dan sandaran kaum
laki-laki dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Selain itu sebagai anggota masyarakat wanita
juga mempunyai peran memberikan teladan yang baik, seperti dalam keselarasan antara
perkataan dan perbuatan serta menjadi pelopor perubahan yang islami, saling membantu
dalam kebaikan dan ikut serta dalam memperbaiki masyarakat (Shihab, 2005).

17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Sesungguhnya wanita muslimah memiliki kedudukan yang tinggi dalam Islam dan pengaruh
yang besar dalam kehidupan setiap muslim. Peran wanita dikatakan penting karena banyak
beban-beban berat yang harus dihadapinya, bahkan beban-beban yang semestinya dipikul oleh
pria. Oleh karena itu, menjadi kewajiban bagi kita untuk berterima kasih kepada ibu, berbakti
kepadanya, dan santun dalam bersikap kepadanya. Sebagai wanita Allah menciptakan dan
memberi segala keistimewaannya. Islam memberikan hak sebesar kewajiban yang dibebankan
kepada kaum wanita. Pendapatnya dihargai serta kelemahannya dilindungi. Untuk meneguhkan
kedudukan itu, tercantumlah surat an Nisaa (Wanita) dalam Alquran. Surat ini khusus membahas
segala hal serta aspek terkait dengan kaum perempuan. Pada intinya, kaum perempuan
dipandang sebagai bagian penting demi tegaknya agama.
Pada zaman jahiliyyah, kesewenang-wenangan dan penindasan terjadi pada kaum
perempuan. Tapi kedzaliman terhadap wanita pun terangkat. Islam menetapkan insaniyyah
(kemanusiaan) seorang wanita layaknya seorang lelaki, wanita berserikat dengan lelaki dalam
memperoleh pahala dan hukuman atas amalan yang dilakukan, sebagaimana firman Allah dalam
QS An-Nahl [16]: 97. Peran kaum wanita sangat dibutuhkan dalam keluarga baik sebagai
seorang istri yg mendampingi, membantu, menyemangati dan menjadi pendamping seorang
pemimpin (pemimpin rumah tangga atau lainnya) yang dapat membantu, mengarahkan dan
menenangkan dalam keadaan sulit, maupun sebagai seorang ibu yg mendidik, mengajarkan
akhlak yg baik, menjadi panutan yg baik kepada anak-anaknya. Peran wanita juga dibutuhkan
dalam masyarakat dan Negara. Seorang wanita juga menjadi bagian dari sebuah masyarakat.
Dengan begitu, wanita juga memiliki tanggung jawab terhadap lingkungan dan kondisi
sosialnya. Peranan ini menuntut seorang wanita untuk mampu dalam mengambil langkah-
langkah yang dibutuhkan dalam melakukan perubahan di tengah-tengah masyarakat. Kaum
wanita juga dituntut dalam kemampuan dakwah di tengah masyarakat. Jika ia adalah seorang
yang ahli dalam ilmu agama atau dalam bidang tertentu, maka wajib baginya untuk
mendakwahkan apa yang ia ketahui. Selain itu wanita juga mempunyai peran memberikan
teladan yang baik, seperti dalam keselarasan antara perkataan dan perbuatan serta menjadi
pelopor perubahan yang islami, saling membantu dalam kebaikan dan ikut serta dalam
memperbaiki masyarakat.

3.2 Saran

Betapa pentingnya peran wanita, baik sebagai ibu, istri, saudara perempuan, mapun sebagai
anak. Peran wanita dikatakan penting karena banyak beban-beban berat yang harus dihadapinya,
bahkan beban- beban yang semestinya dipikul oleh pria. Oleh karena itu, dengan adanya

18
makalah ini saya berharap kita dapat menjadi pribadi yang bisa menghormati dan menghargai
wanita terutama ibu kita.

Selain itu kita sebagai wanita yg merupakan generasi muda dan juga sebagai anggota
masyarakat mempunyai peran memberikan teladan yang baik, seperti dalam keselarasan antara
perkataan dan perbuatan serta menjadi pelopor perubahan yang islami, saling membantu dalam
kebaikan dan ikut serta dalam memperbaiki masyarakat. Kepada kaum perempuan khususnya
ambilah, pahamilah dan gunakanlah nilai-nilai dan ajaran Islam sebagai dasar untuk menentukan
hak, kewajiban, kedudukan dan tata cara kehidupan yang mengyangkut kemuslimahan. Mulailah
berpikir dan merenungkan untuk menyaring budaya-budaya yang tidak sesuai dengan
kepribadian Islam dan kepribadian bangsa ini. Hormatilah hak-hak dan kewajiban manusia.
Mulailah dari sekarang untuk merealisasikan nilai-nilai yang baik menurut pandangan budaya,
bangsa dan yang lainnya tetap dalam koridor bingkai syariat Islam.

Dalam penulisan makalah ini pun, san penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca.

19
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mahfani, M.Khalilurrahman. 2012. Wanita Idaman Surga. Jakarta Selatan : PT.WahyuMedia

Al-Rawi, Umar Ahmad. 2015. Wanita-wanita Kebanggan Islam. Jakarta Timur :


AKBARMEDIA

Djamil, Abdul Hamid M. 2016. Seperti Inilah Islam Memuliakan Wanita. Jakarta : PT.Elex
Media Komputindo

Mulia, Musdah. 2014. Kemuliaan Perempuan Dalam Islam. Jakarta : PT.Elex Media
Komputibdo

Noormondhawati, Lely. 2013. Islam Memuliakanmu, Saudariku. Jakarta : PT.Gramedia

Sakura, Muhammad. 2016. Keistimewaan Kaum Wanita Dalam Pandangan Islam. Jakarta :
PublishDrive Inc

Shahib, M.Quraish. 2005. Perempuan. Tangerang : Lentera Hati

20

Anda mungkin juga menyukai