Rumusan Masalah
Adapun yang akan di jelaskan dalam makalah ini rumusan masalahnya sebagai berikut :
1.Bagaimana kedudukan wanita dalam islam?
2.Apa saja keistimewaan wanita dalam islam?
3.Bagaimana kedudukan wanita pada masa jahiliyah dan masa sekarang?
4.Bagaimana kodrat kedudukan wanita dalam islam?
5.Apa saja peran wanita dalam islam dan dalam masyarakat?
Tujuan Pembahasan
Tujuan dari pembahasan materi ini adalah untuk memberikan pengetahuan kepada para
pembaca tentang kedudukan dan kodrat wanita dalam islam, keistimewaan wanita dalam
islam, kedudukan wanita pada masa jahiliyah dan masa sekarang, serta peran wanita baik
dalam Islam maupun dalam masyarakat
BAB II
Pembahasan
2.1 Kedudukan Perempuan dalam Islam
Wanita adalah separuh masyarakat, dan belahan laki-laki, sebagaimana yang disabdakan
oleh Rasulullah saw. Sebuah masyarakat akan menjadi baik jika kaum laki-laki dan kaum
wanitanya sama-sama baik. Selama beberapa abad wanita telah diperlakukan bak benda
yang bisa diperjual-belikan, diperdagangkan, dan di gadaikan. Namun, ketika Islam hadir
dimuka bumi, harkat wanita diangkatnya. Sesungguhnya wanita muslimah memiliki
kedudukan yang tinggi dalam islam dan pengaruhnya sangat besar dalam kehidupan setiap
muslim. Perempuan akan menjadi madrasah pertama dalam membangun masyarakat yang
shalih, tatkala dia berjalan di atas petunjuk Al-Qur’an dan Sunnah Nabi(Al-Rawi, 2015).
Islam memandang perempuan memiliki banyak keistimewaan dan lebih unggul
dibandingkan laki-laki. Di dalam Al-Qur’an telah banyak memberitahukan kepada kita semua
tentang kedudukan wanita dan esistensinya dengan kaum laki-laki. Bahkan satu surat di
dalam Al-Qur’an mengandung nama perempuan yakni surah “An-Nisa” (Sakura,2016).
Bahkan Islam juga mengakui wanita sebagaimana ia berbicara kepada laki-laki dalam
pelaksanaan hukum-hukum (tasyri’), ibadah, dan muamalat ( Al-Rawi, 2015). Dalam
kapasitasnya sebagai manusia, seorang wanita memiliki hak yang sama seperti laki-laki,
Allah Ta’ala berfirman :
ت َي َت َربَّصْ َن ِبأَنفُسِ ِهنَّ َث ٰلَ َث َة قُر ُٓو ٍء ۚ َواَل َي ِح ُّل لَهُنَّ أَن َي ْك ُتم َْن َما َخلَ َق ٱهَّلل ُ ف ِٓى أَرْ َحام ِِهنَّ إِن ُكنَّ ي ُْؤمِنَّ ِبٱهَّلل ِ َو ْٱل َي ْو ِم ٱ ْل َءاخ ِِر
ُ َو ْٱل ُم َطلَّ ٰ َق
ال َعلَي ِْهنَّ َد َر َج ٌة ۗ َوٱهَّلل ُ َع ِزي ٌز ٰ
ِ ك إِنْ أَ َرا ُد ٓو ۟ا إِصْ لَحً ا ۚ َولَهُنَّ م ِْث ُل ٱلَّذِى َعلَي ِْهنَّ ِب ْٱل َمعْ رُوفِ ۚ َولِلرِّ َجَ ِۚ َو ُبعُولَ ُتهُنَّ أَ َح ُّق ِب َر ِّدهِنَّ فِى ٰ َذل
َحكِي ٌم
Artinya :
Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'.
Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya,
jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak
merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah.
Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut
cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan
daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Peran wanita dikatakan penting karena banyak beban-beban berat yang harus dihadapinya, bahkan beban-
beban yang semestinya dipikul oleh pria. Oleh karena itu, menjadi kewajiban bagi kita untuk
berterima kasih kepada ibu, berbakti kepadanya, dan santun dalam bersikap kepadanya. Kedudukan ibu
terhadap anak-anaknya lebih didahulukan daripada kedudukan ayah. Ini disebutkan dalam firman Allah :
artinya :
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya;
ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu
bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”
Kemudian Islam juga memberikan kepada seorang wanita sebuah tanggung jawab selaku
pemimpin. Disebutkan dalam Shahih Al-Bukhari sebuah hadist bersumber dari Rasulullah
saw., sesungguhnya beliau bersabda :
“Seorang wanita adalah pemimpin rumah suaminya, dan ia bertanggung jawab”.
2. Seorang wanita shalihah lebih baik dari seribu laki-laki yang tidak shaleh.
Subhanallah, begitu mulianya Islam memandang seorang wanita yang keutamaan
dan keistimewaannya itu lebih baik dari 1000 laki-laki yang tidak shalih (Sakura,
2016)
4. Seorang wanita shalihah lebih baik dari 70 orang shalih (Sakura, 2016)
5. Doanya seorang wanita shalihah lebih maqbul atau terkabul.
Hal tersebut terjadi karena ketaatan, kesabaran, kedekatannya pada Allah serta sifat
penyayangnya yang melebihi sifat penyayang seorang laki-laki. Oleh karena itu, doa
orang yang penyayang tidak akan sia-sia (Sakura, 2016).
6. Haidnya seorang wanita merupakan tebusan (kifarah) atau dosa-dosanya yang telah
lalu.
Oleh karenanya, saat haid seorang wanita Muslimah yang shalihah akan selalu
beristighfar untuk memohon ampunan kepada Allah dan Allah akan
membebaskannya dari siksa neraka dan memudahkannya ketika melewati jembatan
shiratal mustaqim serta Allah akan mengangkat derajatnya seperti derajatnya 40
syuhada (Sakura, 2016).
7. Surga terletak dibawah kaki ibu.
8. Seorang anak wajib taat dan patuh pada ibunya, karea ridhonya seorang ibu adalah
ridhonya Allah. Balasan terhadap apa yang telah ibu lakukan demi anak-anaknya,
dari mulai mengandung, melahirkan, menyusui, membimbing, melindungi,
menyayangi, dan lain sebagainya. Oleh karena itu atas pengobanan seorang ibu,
Allah berikan surga dibawah kakinya (Sakura, 2016).
Kehadiran bayi-bayi wanita pada masa jahiliyah juga dianggap sebuah aib. Al-Hâfizh
Ibnu Katsîr rahimahullâhu menyatakan bahwa anak perempuan itu dikubur hidup-
hidup oleh orang-orang jahiliyyah karena mereka tidak suka dengan anak
perempuan. Apabila anak perempuan itu selamat dari tindakan tersebut dan tetap
hidup maka ia hidup dalam keadaan dihinakan, ditindas dan didzalimi, tidak
diberikan hak waris walaupun si perempuan sangat butuh karena fakirnya. Bahkan
justru ia menjadi salah satu benda warisan bagi anak laki-laki suaminya apabila
suaminya meninggal dunia. Dan seorang pria dalam adat jahiliyyah berhak menikahi
berapa pun perempuan yang diinginkannya tanpa ada batasan dan tanpa
memerhatikan hak-hak para istrinya.
Kondisi wanita jauh sebelum datangnya islam memang sangat menyedihkan. Pada
masa peradaban Yunani kuno, kedudukan wanita direndahkan dan dilecehkan.
Mereka dianggap najis dan merupakan hasil perbuatan setan. Mereka tidak berhak
mendapatkan warisan, bahkan tidak berhak pula untuk memanfaatkan hartanya
sendiri (Djamil, 2016).
Tidak jauh berbeda dengan peradaban Yunani kuno, pada masa Romawi pun kaum
wanita juga kehilangan haknya. Mereka diadikan objek pemuas syahwat. Mereka
pun sering mendapatkan penyiksaan, bahkan seorang suami juga berkuasa untuk
menghabisi nyawa istrinya (Djamil, 2016).
Dalam peradaban Babilonia, kaum wanita telah dicabut haknya. Mereka tidak berhak
memiliki sesuatu dan tidak pula berhak membelanjakan hartanya. Dalam pandangan
peradaban Mesir kuno, wanita juga dinilai makhlu yang jahat dan merupakan anak
asuh dari roh-roh jahat. Sedangkan menurut peradaban Persia, para wanita yang
sedang haid akan di asingkan di suatu tempat yang jauh. Demikian pula dalam
peradaban Cina kuno, wanita dianggap seperti barang. Seorang suami berhak
menjual istrinya (Noormondhawati, 2013).
Dari paparan fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa kehidupan kaum wanita pada
masa pra-islam sangatlah menyedihkan. Kaum wanita kehilangan hak-haknya,
bahkan mereka acap kali mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Martabat
mereka sangat dihinakan dan hanya dianggap sebgai komoditi yang bisa di wariskan
atau diperjualbelikan.
ث ِم ْن ُه َما ِر َجااًل َكثِيرً ا َون َِسا ًء َوا َّتقُوا ٍ َيا أَ ُّي َها ال َّناسُ ا َّتقُوا َر َّب ُك ُم الَّذِي َخلَ َق ُك ْم مِنْ َن ْف
َّ س َوا ِح َد ٍة َو َخلَ َق ِم ْن َها َز ْو َج َها َو َب
١:ان َعلَ ْي ُك ْم َرقِيبًا ﴿النساء َ ون ِب ِه َواأْل َرْ َحا َم إِنَّ هَّللا َ َك َ ُ﴾هَّللا َ الَّذِي َت َسا َءل
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu
dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada
keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling
meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.
Sebagaimana wanita berserikat dengan lelaki dalam memperoleh pahala dan
hukuman atas amalan yang dilakukan. Allâh berfirman:
صالِحً ـا م ِّۡن َذ َك ٍر اَ ۡو ا ُۡن ٰثى َوه َُو م ُۡؤ ِمنٌ َفلَـ ُن ۡح ِي َي َّن ٗه َح ٰيو ًة َط ِّي َب ًة ۚ َولَـ َن ۡج ِز َيـ َّنهُمۡ اَ ۡج َرهُمۡ ِبا َ ۡح َس ِن َما َكا ُن ۡوا َي ۡع َمل ۡو َن
ُ َ َم ۡن َع ِم َل
16:97﴿ ﴾
“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. an-Nahl:
97)
Allâh mengharamkan wanita dijadikan barang warisan sepeninggal suaminya.
“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya,
dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan
kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.
Allâh Subhânahu wa Ta’âlâ menetapkan adanya mahar dalam pernikahan sebagai
hak perempuan yang harus diberikan secara sempurna kecuali bila si perempuan
merelakan dengan kelapangan hatinya. Dia Yang Maha Tinggi Sebutan-Nya
berfirman:
Sungguh, tidak ada yang mempunyai pengaruh terbesar bagi seorang suami
melainkan sang istri yang dicintainya. Kemudian, kedudukan isteri dan pengaruhnya
terhadap ketenangan jiwa seseorang (suami) telah dijelaskan dalam Al-Qur’an.
Allah berfirman :
ت لِ َق ْو ٍم َي َت َف َّكرُو َ َِومِنْ آ َيا ِت ِه أَنْ َخلَ َق لَ ُك ْم مِنْ أَ ْنفُسِ ُك ْم أَ ْز َواجً ا لِ َتسْ ُك ُنوا إِلَ ْي َها َو َج َع َل َب ْي َن ُك ْم َم َو َّد ًة َو َرحْ َم ًة ۚإِنَّ فِي ٰ َذل
ٍ ك آَل َيا
Artinya :
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-
isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir.
Al-Hafizh Ibnu Katsir -semoga Alah merahmatinya- menjelaskan pengertian firman
Allah:
“mawaddah wa rahmah”
bahwa mawaddah adalah rasa cinta, dan rahmah adalah rasa kasih sayang. Seorang
pria menjadikan seorang wanita sebagai istrinya bisa karena cintanya kepada wanita
tersebut atau karena kasih sayangnya kepada wanita itu, yang selanjutnya dari cinta
dan kasih sayang tersebut keduanya mendapatkan anak.
Mengenai hal ini, contohlah apa yang dilakukan oleh teladan kaum Muslimah,
Khadijah Radiyallahu anha dalam mendampingi Rasulullah di masa awal
kenabiannya. Ketika Rasulullah merasa ketakutan terhadap wahyu yang diberikan
kepadanya, dan merasa kesulitan, lantas apa yang dikatakan Khadijah kepadanya?
“Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu selama-lamanya. Karena sungguh
engkau suka menyambung silaturahmi, menanggung kebutuhan orang yang lemah,
menutup kebutuhan orang yang tidak punya, menjamu dan memuliakan tamu dan
engkau menolong setiap upaya menegakkan kebenaran.”
(HR. Muttafaqun ‘alaih) Sebagai istri, wanita adalah sahabat bagi suaminya.
Kepadanya melekat sejumlah kewajiban yang harus dilaksanakan kepada suaminya.
Antara lain, seorang istri harus bisa menjaga rahasia suami dan semua yang ada di
rumah suaminya. Karena semuanya itu adalah amanah, dan kelak akan dimintai
pertanggungjawaban di hadapan Allah. Sabda Rasulullah Saw “
seorang wanita adalah pemimpin di rumah tangga suaminya dan akan dimintai
pertanggungjawaban tentang apa yang dipimpinnya itu
”. Sebagai rabbat al-bayt (pengurus rumah tangga), seorang istri juga dituntut
memiliki keahlian dan keterampilan yang dibutuhkan. Bukan hanya keahlian dan
keterampilan memasak, menata rumah, menata penampilan, tetapi juga
pengetahuan dan keterampilan dalam masalah kesehatan dan keuangan. Inilah
peran yang seharusnya dilakukan bagi seorang wanita. Menjadi seorang pemimpin
bukanlah hal yang perlu dilakukan wanita, akan tetapi menjadi pendamping seorang
pemimpin (pemimpin rumah tangga atau lainnya) yang dapat membantu,
mengarahkan dan menenangkan adalah hal yang sangat mulia jika di dalamnya berisi
ketaatan kepada Allah Ta’ala.
12
Perempuan pun dijadikan sebagai penanggung jawab dalam rumah tangga
suaminya, sebagai pemimpin atas anak-anaknya. Nabi SAW
kabarkan hal ini dalam sabdanya yang artinya “Perempuan adalah pemimpin atas
rumah tangga suaminya dan anak suaminya, dan ia akan ditanya tentang mereka.”
(HR Bukhari dan Muslim).
Diatas telah dijelaskan bahwa Al-Qur’ân menempatkan perempuan pada posisi yang
setara dengan pria dalam derajat kemanusiaan. Namun, berdasar pada kesadaran
akan adanya perbedaan- perbedaan keduanya baik yang menyangkut masalah fisik
maupun psikis, Islam kemudian membedakan keduanya dalam berapa persoalan,
terutama yang menyangkut fungsi dan peran masing-masing. Pembedaan ini dapat
dikategorikan ke dalam dua hal, yaitu dalam kehidupan keluarga dan kehidupan
publik. Ayat yang sering kali dijadikan dasar untuk memandang kedudukan masing-
masing laki-laki dan perempuan adalah Firman Allâh pada surat An-Nisâ’ [4]: 34
تٌ ت ٰ َحف ٰ َِظ ٌ ت ٰ َق ِن ٰ َت َّ ٰ وا مِنْ أَمْ ٰ َول ِِه ْم َفٱل
ُ صل ٰ َِح ۟ ُض َو ِب َمٓا أَن َفق َ ْض َل ٱهَّلل ُ َبع
ٍ ْض ُه ْم َعلَ ٰى َبع َّ ُون َعلَى ٱل ِّن َسٓا ِء ِب َما َف َ ٱلرِّ َجا ُل َق ٰ َّوم
ضا ِج ِع َوٱضْ ِربُوهُنَّ َفإِنْ أَ َطعْ َن ُك ْم َفاَل ُ وزهُنَّ َفع ٰ
َ ِظوهُنَّ َوٱهْ ُجرُوهُنَّ فِى ْٱل َم َ ش ُ ون ُنَ ُب ِب َما َحف َِظ ٱهَّلل ُ َوٱلَّتِى َت َخاف ِ لِّ ْل َغ ْي
َ وا َعلَي ِْهنَّ َس ِبياًل إِنَّ ٱهَّلل َ َك
ان َعلِ ًّيا َك ِبيرً ا ۟ َت ْب ُغ
Artinya :
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan
karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu
maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita
yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah
mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka
mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar (An-Nisa’ : 34)
Wanita sebagai seorang Ibu
, Tidak ada kemulian terbesar yang diberikan Allah bagi seorang wanita, melainkan
perannya menjadi seorang Ibu. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa pernah ada
seorang laki-laki datang kepada Rasulullah dan berkata,
“Wahai Rasulullah, siapa orang yang paling berhak bagi aku untuk berlaku bajik
kepadanya?” Nabi menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Kemudian setelah
dia siapa?” Nabi menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Kemudian setelah dia
siapa?” Nabi menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Kemudian setelah dia
siapa?” Nabi menjawab, “Ayahmu.”
(HR. Bukhari, Kitab
al-Adab
no. 5971 juga Muslim, Kitab
al-Birr wa ash-Shilah
no. 2548)
.
Dari hadits di atas, hendaknya besarnya bakti kita kepada ibu tiga kali lipat bakti kita
kepada ayah.
Anak adalah amanah, Karena itu mendidik anak merupakan sebuah kewajiban,
bukan pilihan. Rasulullah Saw bersabda “
didiklah anakmu dan baguskanlah akhlaknya, dengan mengajarkan kepada mereka
olah jiwa, dan memperbaiki akhlak
” (HR ad-Dailami). Ibu adalah authority pertama bagi anak-anaknya. Darinya, anak
pertama kali belajar. Karena itu, ini menuntut seorang Ibu agar ekstra hati-hati,
sebab dia mempunyai pengaruh yang besar pada anak-anaknya. Ibu yang baik tentu
akan melahirkan generasi yang baik. Maka, pantas jika wanita dinobatkan sebagai
tiang Negara. Demikian ungkapan bijak itu, sering kita dengar. Sejumlah penemuan
baru tentang perkembangan intelektual dan perilaku anak meniscayakan adanya
tanggung jawab yang besar kepada kedua orang tuanya, khususnya ibu. Karena
dialah yang sering berinteraksi dengan anak-anaknya.
14
menghafalkan quran dan selalu berusaha agar keinginannya dan keinginan ibunya
tercapai untuk menjadi Imam Masjidil Haram. Demikianlah peran mulia seorang ibu,
dan tidak ada peran yang lebih mendatangkan pahala yang banyak melainkan peran
mendidik anak-anaknya menjadi anak yang diridhoi Allah dan rasulnya. Karena anak-
anaknya lah sumber pahala dirinya dan sumber kebaikan untuknya.
B.