Anda di halaman 1dari 76

PEDOMAN PRAKTIKUM

ANALISA BESAR BUTIR


A laboratory manual
for the grain-size analysis of sediments

Oleh:
Prof. Dr. Ir. Edy Sunardi, M.Sc.

Laboratorium Sedimentologi dan Geologi Kuarter


Lab. of Sedimentology & Quaternary Geology
Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran

Cetakan pertama (first published): 1988


Cetakan kedua (second impression): 2017
DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR ISI……………………………………………………………. i
DAFTAR TABEL………………………………………………………. iii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………… iv
BAB I PENDAHULUAN………………………………………….. 1
BAB II TEKNIS ANALISA BESAR BUTIR…..…………………... 2
2.1. Tinjauan Umum………………………………….. 2
2.2. Faktor Sesatan Analisis………………………….. 4
2.3. Teknis Pengambilan Sampel Batuan di Lapangan. 6
2.4. Jumlah Conto Batuan……………………………. 6
2.5. Teknis Penelitian di Laboratrium………………... 7
2.5.1. Penyiapan Conto Batuan………………………… 7
2.5.1.1. Cara Penguraian Fisik…………………………… 7
2.5.1.2. Cara Penguraian Kimia………………………….. 7
2.5.2. Prosedur Analisa Besar Butir……………………. 8
2.5.2.1. Analisa Mekanis…………………………………. 9
2.5.2.2. Analisa Pipet…………………………………….. 10
BAB III TEKNIS PENGOLAHAN DATA………………………….. 14
3.1. Metode Grafis……………………………………. 14
3.1.1. Histogram………………………………………... 14
3.1.2. Kurva Frekuensi…………………………………. 16
3.1.3. Kurva Kumulatif………………………………… 16
3.1.3.1. Kurva Kumulatif Semi-Log……………………... 17
3.1.3.2. Kurva Kumulatif Log-Probabilitas………………. 18
3.2. Metode Statistik………………………………….. 20
3.2.1. Metode Grafis……………………………………. 20
3.2.2. Metode Momen………………………………….. 20
BAB IV EVALUASI DATA HASIL LAPANGAN SERTA
INTERPRETASI LINGKUNGAN PENGENDAPAN…….. 24

i
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………... 70

ii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Skala besar butir berdasarkan bukaan ayakan ASTM dan W. S. 5


Tyler Co.
2 Rumus parameter statistik Metode Inman (1952) serta Folk &
Ward (1957) 21
3 Batasan harga standar deviasi, skewness, dan kurtosis dari Folk
& Ward 22
4 Perhitungan parameter statistik dengan menggunakan Metode
Momen terhadap Mean 23

iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman

1 Metode analisa mekanik terpakai untuk ukuran besar butir pada


interval yang berbeda (Krumbein and Sloss, 1950) 2
2 Macam dan metode analisa besar butir (Pettijohn, 1975) 3
3 Bentuk-bentuk histogram 15–16
4 Hubungan histogram dan kurva frekuensi 16
5 Kurva kumulatif dari endapan ‘loess’ pada kertas semi-log,
memperlihatkan metode dari pembacaan ‘median’ dan ‘quartile’
(Krumbein & Sloss, 1965) 17
6 Kurva kumulatif besar butir dengan skala probabilitas (kertas
normal) 19
7 Bentuk histogram trimodal, rata-rata dari 12 undak pasir dan
gravel, daerah Pledmont 26
8 Bentuk histogram dari bermacam-macam batuan sedimen
(Krumbein and Sloss, 1959) 27
9 Bentuk histogram dari bermacam-macam batuan sedimen 28
10 Bentuk histogram dari bermacam-macam batuan sedimen 29
11 Kombinasi plot antara mean diameter terhadap skewness dengan
1 phi, 0.5 phi, dan 0.25 phi 30–31
12 Kombinasi plot antara mean diameter terhadap standar deviasi
(Moiola dan Weiser, 1968) 32–33
13 Kombinasi plot antara mean terhadap standar deviasi 34–35
14 Kombinasi plot antara mean terhadap standar deviasi 36–37
15 Kombinasi plot antara mean terhadap skewness dengan 1 phi, 0.5
phi, dan 0.25 phi 38–39
16 Hasil kombinasi plot antara harga mean terhadap skewness 40
17 Kombinasi plot antara mean terhadap standar deviasi 41
18 Hasil kombinasi plot antara harga skewness terhadap standar
deviasi 42

iv
19 Berbagai variasi dari bentuk kurva kumulatif 43–44
20 Berbagai variasi dari bentuk kurva kumulatif 45–46
21 Berbagai variasi dari bentuk kurva kumulatif 47–48
22 Berbagai variasi dari bentuk kurva kumulatif 49–50
23 Berbagai variasi dari bentuk kurva kumulatif 51–52
24 Berbagai variasi dari bentuk kurva kumulatif 53–54
25 Berbagai variasi dari bentuk kurva kumulatif 55–56
26 Berbagai variasi dari bentuk kurva kumulatif 57–58
27 Kombinasi plot antara standar deviasi terhadap skewness
(Friedman, 1979) 59–60
28 Kombinasi plot antara persentil pertama terhadap mean dan
standar deviasi (Friedman, 1979) 61
29 Kombinasi plot antara standar deviasi terhadap mean cube
deviation (Friedman, 1979) 62–63
30 Kombinasi plot antara cubed standar deviation terhadap mean
cube deviation (Friedman, 1979) 64–65
31 Kombinasi plot antara simple sorting measure terhadap simple
skewness measure (Friedman, 1979) 66–67
32 Kombinasi plot antara fraksi yang lebih kecil dari 62 micron
terhadap skewness dan mean cubed deviation (Friedman, 1979) 68–69

v
BAB I
PENDAHULUAN

Analisa besar butir merupakan salah satu metode dalam menafsirkan


lingkungan pengendapan batuan sedimen. Prinsip utama dari analisa tersebut
adalah didasarkan pada kenyataan bahwa terdapat proses penyebaran ukuran besar
butir sedimen klastik ke dalam beberapa kelompok ukuran besar butir, sedimen
klastik yang didapatkan mempunyai ukuran butir yang bervariasi antara ukuran
mikron hingga belasan meter.
Banyak metode dalam analisa lingkungan pengendapan seperti halnya
identifikasi fosil, analisa litologi model fasies, dan struktur sedimen. Data yang
diperlukan dalam metode tersebut, untuk suatu tujuan analisa lingkungan
pengendapan kadang sulit didapatkan, sebagai contoh fosil tidak ditemukan,
struktur sedimen yang dijumpai pada beberapa singkapan batuan sulit untuk
diamati dalam tiga dimensi.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, analisa besar butir dapat
dilakukan, dimana mekanika transport sedimen dapat ditafsirkan, selanjutnya
lingkungan pengendapan sedimen dapat ditafsirkan.
Data yang didapat dari analisa besar butir disebandingkan dengan struktur
sedimen yang terdapat dalam batuan sedimen, sehingga struktur sedimen yang
sulit untuk diamati dalam tiga dimensi diharapkan dapat ditafsirkan dengan
bantuan analisa besar butir.
Dalam diktat ini selanjutnya dibahas mengenai teori, evaluasi data serta
interpretasi hasil analisa.

1
BAB II
TEKNIS ANALISA BESAR BUTIR

2.1 Tinjauan Umum


Proses pemisahan penyebaran ukuran besar butir dari sedimen klastik
dapat dilakukan dengan berbagai metode analisa mekanik terpakai.
Krumbein dan Sloss (1950) serta Pettijohn (1975), mengusulkan suatu
metode analisa mekanik terpakai untuk ukuran besar butir pada interval yang
berbeda (lihat gambar 1 dan gambar 2).

Gambar 1. Metode analisa mekanik terpakai untuk ukuran besar butir pada interval yang
berbeda. (Krumbein and Sloss, 1950)

2
3

Gambar 2. Macam dan metode analisa besar butir (Pettijohn, 1975)

Keterangan Gambar:
 Pengukuran individu (individual measurement), dipakai untuk partikel-
partikel yang lebih besar dari 4 mm (ukuran pebble hingga boulder).
 Metode pengayakan (sieving) digunakan untuk partikel-partikel yang lebih
kecil dari 4 mm hingga 0.05 mm (pasir hingga pebble).
 Metode kecepatan penenggelaman (setling velocity), digunakan untuk
partikel-partikel berukuran lanau hingga lempung.
 Metode mikroskopis sangat efektif untuk penyebaran ukuran besar butir pasir
berukuran sedang sampai lempung.

Bermacam-macam skala besar butir yang diusulkan oleh beberapa penulis,


berikut ini hanya akan disajikan skala besar butir sistem Mesh yang dikeluarkan
oleh American Society for Testing Materials (ASTM), mengingat skala ini banyak
digunakan baik dalam bidang teknik maupun perdagangan, disamping itupun pada
analisa besar butir ini bukaan ayakan ASTM digunakan dalam analisa. Skala besar
butir berdasarkan bukaan ayakan ASTM dan Tyler dapat dilihat pada tabel 1.
4

2.2 Faktor Sesatan Analisa


Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam analisa besar butir
adalah terdapatnya faktor sesatan.
Krumbein (1934) mengemukakan beberapa faktor sesatan analisis
tersebut, yaitu:
1. Kesalahan lapangan atau kesalahan pengambilan conto batuan
2. Kesalahan di laboratorium (Swineford, 1949)
a. Kesalahan pemisahan batuan
b. Kesalahan pada waktu pengayakan
c. Kesalahan waktu analisis
d. Kesalahan waktu melakukan percobaan
5

Tabel 1. Bukaan ayakan A.S.T.M. & W.S. Tyler Co.

a. ASTM., 1966, pp. 447–448


b. W.S. Tyler Co., 1967, p. 10

Sumber: Carver, 1971


6

2.3 Teknis Pengambilan Sampel Batuan di Lapangan


Hal yang harus diperhatikan dalam pengambilan conto batuan untuk
suatu tujuan analisa besar butir, dititikberatkan dalam pembuatan penampang
stratigrafi terukur terhadap singkapan batuan sedimen yang akan dianalisa,
selanjutnya pengambilan conto batuan diambil dari satu set struktur sedimen
dalam setiap lapisan batuan yang dibuatkan penampang tegaknya.
Hal tersebut di atas dilakukan untuk menghindari sampel yang kurang
jelas posisi stratigrafinya, sudah mengalami transportasi atau terlalu sedikit
jumlahnya, kurang berguna bahkan menimbulkan keraguan dalam
pengambilan keputusan.
Beberapa kondisi yang perlu diperhatikan:
1. Apakah ada sedimentasi sekunder, sebagai contoh adanya karbonat atau
silikat yang biasanya menghambat dalam analisa.
2. Apakah butiran sudah lapuk atau mengalami alterasi.
3. Apakah ada pengendapan sekunder disekeliling butiran umpamanya oleh
zat organik atau oksida besi.
4. Adanya aktivitas hidrotermal dapat menambah atau mengubah komposisi
maupun ukuran butir.
5. Adakah perubahan dalam pelapisan oleh aktivitas biologis, baik bioturbasi
maupun lubang galian.
6. Konkresi yang biasa terbentuk pada zona fluktuasi air tanah bisa
mengakibatkan kelainan pada butiran.
7. Pelarutan bisa mengurangi ukuran butir maupun menambahnya, bahkan
muncul kristal-kristal baru.

2.4 Jumlah Conto Batuan


Jumlah sampel yang harus diambil di lapangan merupakan fungsi dari
ukuran butir, makin kasar ukuran butir semakin banyak conto batuan
representatif yang harus diambil.
7

Daftar dibawah merupakan berat minimal conto batuan yang harus


diambil:
Ukuran Butir Berat Yang Dianjurkan Isi
128 – 64 mm 32 kg
64 – 4 mm 3 – 26 kg
4 – 2 mm 1 kg 1 liter
2 – 1/16 mm 125 – 500 gr 500 cc
1/16 – 1/256 mm 125 gr 250 cc
dibawah 1/256 mm 125 gr 250 cc

2.5 Teknis Penelitian di Laboratorium


2.5.1 Penyiapan Conto Batuan
Conto batuan yang dibawa ke laboratorium biasanya belum siap
untuk langsung dianalisa dan memerlukan penguraian (desintegrasi).
Terdapat dua macam cara penguraian batuan sedimen, yaitu:
1. Cara penguraian fisik
2. Cara penguraian kimiawi

2.5.1.1 Cara Penguraian Fisik


Beberapa cara/ langkah dalam penguraian fisik:
1. Penghancuran fisik dilakukan dengan lumpang kayu atau diremas
dengan tangan bila memungkinkan.
2. Memanaskan kemudian merendam dalam air secara bergantian,
kadang-kadang mempermudah lepasnya butiran.
3. Mengaduk conto batuan sedimen dengan shacking machine.
4. Untuk butiran yang agak halus, bantuan vibrator ultrasonik kadang-
kadang mempercepat lepasnya butiran.

2.5.1.2 Cara Penguraian Kimiawi


Cara penguraian kimiawi diambil bila cara penguraian fisik tidak
berhasil.
8

Bahan kimia yang dapat dipakai setelah dipertimbangkan dengan


hati-hati adalah Hidrogen Peroksida (H2O2), minyak tanah, asam dan basa.
Larutan kimia tersebut memegang peranan penting dalam penguraian ini,
namun demikian penggunaannya harus dilakukan secara selektif. Beberapa
ahli berpendapat bahwa bahan itu sudah ada di dalam sedimen, sehingga
perlu ikut dianalisa.
Terlepas dari kedua pendapat di atas, sebelum dilakukan
penguraian secara kimiawi, conto batuan terlebih dulu harus diteliti di
bawah mikroskop binokuler jenis batuan. Hal ini dilakukan untuk menjaga
supaya butiran yang diperlukan tidak ikut bereaksi dengan larutan
pengurai.
Urutan penguraian cara kimiawi adalah:
 Batuan yang cukup kompak dipecah-pecah hingga berukuran kira-
kira 2-5 cm.
 Pecahan batuan tersebut direndam dalam Hidrogen Peroksida
(15%).
 Bila masih ada butiran sedimen yang belum lepas, dipanaskan
dengan kompor pemanas, diaduk dengan batang gelas hingga
butiran lepas semua.
 Butiran yang telah lepas semua tersebut, dikeringkan dengan
menggunakan oven (suhu di bawah 95˚C).
 Sampel dibagi dengan menggunakan sample splitter.
 Butiran siap untuk dianalisa.

2.5.2 Prosedur Analisa Besar Butir


Terdapat dua cara dalam prosedur analisa besar butir yang banyak
dilakukan, mengingat medium transportasi sedimen yang paling umum
adalah air dan udara, kedua cara tersebut, yaitu:
1. Analisa besar butir cara anlisa mekanis, yaitu dengan menggunakan
ayakan (sieving).
2. Analis besar butir dengan kecepatan penenggelaman atau analisa pipet.
9

2.5.2.1 Analisa Mekanis


Cara penguraian kimiawi diambil bila cara penguraian fisik tidak
berhasil.
Analisa ini digunakan bagi contoh batuan dengan ukuran butir
pasir atau lebih kasar, metode yang digunakan adalah dengan ayakan
(sieving).
Peralatan yang digunakan dalam analisa mekanis:
1. Satu set ayakan (sieving) 15 buah
2. Oven
3. Shaker (alat penggoyang)
4. Timbangan elektronik dan mekanis
5. Sample splitter
6. Mortar
7. Beaker glass
8. Kuas pembersih ayakan
9. Kantong plastik
10. Penggaris karet (untuk gambar grafik)
11. Kertas untuk pencatatan data (contoh terlampir)

Bahan-bahan kimia:
1. Hidrogen peroksida H2O2 (15%)
2. HCl 2N

Teknis pelaksanaan analisa mekanis:


1. Conto batuan yang telah siap dianalisa ditimbang seberat 150
gram.
2. Ayakan disusun berurutan dari yang paling atas hingga paling
bawah yaitu Mesh no: 5, 7, 10, 14, 18, 25, 35, 45, 60, 80, 120, 170,
230, 325.
3. Conto batuan dimasukkan pada ayakan paling atas.
10

4. Mesin pengayak dijalankan, hingga butiran benar-benar sudah


terdistribusikan dengan baik.
5. Conto batuan yang tertinggal pada masing-masing ayakan
dikumpulkan, kemudian ditimbang.
6. Hasil penimbangan dicatat dalam formulir data, dihitung % berat,
% kumulatif.
7. Digambar histogram, kurva kumulatif.
8. Evaluasi data.
9. Sisa sampel batuan yang terkumpul pada pan bagian paling bawah
dikumpulkan, selanjutnya digunakan untuk analisa pipet.

2.5.2.2 Analisa Pipet (Setling Velocity)


Dasar dari penggunaan analisa pipet adalah kenyataan bahwa
butiran yang lebih besar mempunyai kecepatan penenggelaman yang juga
jauh lebih besar dibandingkan dengan butiran yang lebih halus.
Peralatan yang digunakan dalam analisa pipet:
1. Beaker glass 1000 ml 1 buah
2. Gelas ukur 1000 ml 1 buah
3. Gelas ukur 100 ml 1 buah
4. Erlenmeyer 250 ml 6 buah
5. Beaker glass 25 ml 63 buah
6. Pipet gondok 25 ml 1 buah
7. Pipet filler 25 ml 1 buah
8. Batang pengaduk 1 buah
9. Eksikator
10. Oven
11. Penjepit (tong)
12. Botol semprot plastik
13. Jam dinding dengan skala detik
14. Mesin pengocok larutan
15. Daftar waktu pemifetan
11

Bahan kimia:
1. Na-oxalat pro-analysie
2. Aquadest

Teknis pelaksanaan analisa pipet:


A. Mendispersi conto batuan:
1. Sisa conto batuan yang telah dianalisa (analisa mekanis)
disiapkan.
2. Timbang 3 gram Na-oxalat, masukkan ke dalam gelas kimia
1000 ml tambahkan aquadest hingga mencapai volume 1000
ml, larutan diaduk.
3. Timbang 3 buah gelas kimia 50 ml (Na.1, Na.2, Na.3), catat
dalam formulir data.
 Masukkan larutan no.2 sebanyak 25 ml ke dalam 3 buah
gelas kimia tersebut diatas.
4. Timbang 5 gram sampel batuan (No.1), masukkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml, tambahkan larutan No. 2 sebanyak 40 ml,
tambahkan aquadest hingga volumenya mencapai 150 ml.
 Lakukan langkah No. 4 ini terhadap 6 buah erlenmeyer,
tutup dengan penutup karet.
 Dikocok selama beberapa jam (2,5 jam), untuk
mendapatkan larutan yang homogen.

B. Analisa pipet
5. Selesai dikocok, masukkan ke dalam 6 buah gelas ukur 1000
ml (Gelas ukur No. I, II, III, IV, V, VI), tambahkan aquadest
hingga volumenya mencapai 1000 ml.
6. Timbang masing-masing gelas kimia (50 ml) sebanyak 60
buah. Berikan etiket/ nomor analisa, sebagai berikut:
12

GELAS KIMIA No: I 101, 102, 103, 104, 105, 106, 107, 108,
109, 110

II 201, 202, 203, 204, 205, 206, 207, 208,


209, 210

III 301, 302, 303, 304, 305, 306, 307, 308,


309, 310

IV 401, 402, 403, 404, 405, 406, 407, 408,


409, 410

V 501, 502, 503, 504, 505, 506, 507, 508,


509, 510

VI 601, 602, 603, 604, 605, 606, 607, 608,


609, 610

(disiapkan sebelum analisa)

7. Lakukan pemipetan terhadap langkah No. 5 dengan


menggunakan pipet gondok dan pipet filler, berdasarkan tabel
waktu pemipetan.
8. Tampung hasil pemipetan tersebut di atas pada masing-masing
gelas kimia (50 ml) yang telah disisipkan (6).
9. Sisa larutan pada tiap gelas ukur (No. I–VI), saring dengan
menggunakan ayakan mesh no. 230. Hasil penyaringan tersebut
ditampung pada gelas kimia masing-masing no. 110, 210, 310,
410, 510, 610.
10. Semua hasil pemipetan masukkan ke dalam oven (60 buah)
juga gelas kimia pada langkah No. 3. Suhu oven 105 C,
hingga larutan tampak menjadi kering.
11. Masukkan ke dalam eksikator 45 menit.
Ambil semua sampel dengan penjepit (tong).
12. Timbang masing-masing gelas kimia tersebut dengan
timbangan analitis.
13. Catat hasil penimbangan pada formulir data.
13

14. Hitung hasil analisa.


15. Gambar kurva.
BAB III
TEKNIS PENGOLAHAN DATA

Hasil analisa besar butir diolah melalui dua cara, yaitu:


Metode Grafis : metode ini memuat berbagai macam grafik yang
mencerminkan penyebaran besar butir, hubungan dinamika
aliran dan cara transportasi sedimen klastik.
Metode Statistik : dari metode ini dihasilkan mean deviasi standard,
skewness, kurtosis, dan plot bivariant parameter statistik.

Dua cara dalam perhitungan parameter statistik:


 Secara grafis
 Metode momen

3.1 Metode Grafis


Prinsip dari metode ini adalah berdasarkan analisa geometris yang
merupakan persamaan matematis dengan menggunakan dua variabel, yaitu:
 Variabel bebas ialah harga diameter butiran
 Variabel tidak bebas ialah frekuensi daripada berat butiran tersebut
Terdapat tiga macam grafik yang sering digunakan dalam analisa besar
butir, yaitu:
 Histogram
 Kurva frekuensi
 Kurva kumulatif

3.1.1 Histogram
Histogram merupakan gambar grafik yang sederhana dan praktis
dalam pengolahan hasil data analisa besar butir, dimana dari histogram
tersebut dapat dibaca penyebaran besar butir batuan.

14
15

Pada histogram terdapat dua buah sumbu, yaitu sumbu X dan sumbu
Y, dimana sumbu X adalah besaran diameter (phi), sedangkan sumbu Y
menunjukkan frekuensi dari prosentase berat butiran.
Berdasarkan hasil plotting data, dikenal 4 macam histogram, yaitu:
(lihat gambar 3)
 Unimodal/ monomodal : mempunyai satu buah harga max
 Bimodal : mempunyai dua buah harga max
 Trimodal : mempunyai tiga buah harga max
 Polymodal : mempunyai lebih dari 3 harga max

b
16

Gambar 3. Bentuk-bentuk histogram; a). Bentuk histogram yang monomade, b). Bentuk
histogram yang bimode, c). Bentuk histogram yang polimode

3.1.2 Kurva Frekuensi


Kurva ini di dapat dengan cara menghubungkan titik-titik tengah
interval masing-masing frekuensi dari histogram (lihat gambar 4).

Gambar 4. Hubungan histogram dan kurva frekuensi

3.1.3 Kurva Kumulatif


Kurva ini dibuat berdasarkan histogram, bedanya dengan histogram
adalah pada sumbu Y. Sumbu Y pada kurva kumulatif mempunyai skala
antara 0–100%.
17

Selang kelas yang pertama pada kurva kumulatif akan selalu


mempunyai koordinat yang sama dengan harga persen berat dari kelas itu
sendiri, sedangkan untuk selang kelas diameter yang kedua koordinatnya
sama dengan jumlah persen berat dari yang pertama dan yang kedua, begitu
pula untuk kelas selanjutnya.
Penggambaran kurva kumulatif dapat dilakukan pada kertas
milimeter dan kertas log probabilitas normal, sehingga selanjutnya dikenal
dua macam kurva kumulatif, yaitu:
1. Kurva kumulatif semi-log
2. Kurva kumulatif log-probabilitas

3.1.3.1 Kurva Kumulatif Semi-Log


Data yang diperoleh dari kurva kumulatif tersebut adalah data
statistik sedimen dengan dasar kuartil. Penentuan kuartil ditentukan oleh
garis persen 25%, 50%, dan 75% (gambar 5).

Gambar 5. Kurva kumulatif dari endapan „loess‟ pada kertas semi-log, memperlihatkan
metode dari pembacaan „median‟ dan „quartile‟ (Krumbein & Sloss, 1956)
18

Dengan menarik garis persen tersebut hingga memotong kurva


kumulatif dan selanjutnya dibuat garis vertikal maka akan didapatkan
harga skala ukuran butir, yaitu:
 Kuartil 1 (Q1) = persen 25
 Kuartil 2 (Q2) = persen 50
 Kuartil 3 (Q3) = persen 75
Trask (1932) mengemukakan bahwa koefisien pemilahan (So)
dapat ditulis sebagai akar dari perbandingan kuartil yang lebih besar (Q1)
terhadap kuartil yang lebih kecil (Q3), dirumuskan sebagai berikut:
So = Q1 / Q3
Kuartil kedua (Q2) berasosiasi dengan garis persen yang disebut
diameter median, dimana diameter median menggambarkan butiran paling
tengah atau harga rata-rata diameter butiran (the average grain diameter)
dari sedimen.

3.1.3.2 Kurva Kumulatif Log-probabilitas


Kurva ini dibuat berdasarkan kertas probabilitas normal yang
dibuat sedemikian rupa sehingga kurva kumulatif suatu penyebaran
frekuensi normal merupakan garis lurus (lihat gambar 6).
Gambar 6. Kurva kumulatif besar butir dengan skala probabilitas (kertas normal); a. penyebaran normal; b. yang menyimpang dari normal
dengan memperlihatkan konsep persentil

19
20

3.2 Metode Statistik


Dalam perhitungan parameter statistik dikenal dua metode, yaitu:
1. Secara grafis, berdasarkan bentuk kurva kumulatif
2. Metode momen, dalam perhitungannya tidak memerlukan kurva

3.2.1 Metode Grafis


Rumus yang digunakan adalah berdasarkan metode Inman (1952)
serta Folk & Ward (1957), perhitungannya dinyatakan dalam persentil (P),
dimana dihitung persentil ke 5, 16, 25, 50, 75, 84, 95, yang di dapat dari
kurva kumulatif semi-log.
Parameter statistik yang ditentukan adalah:
 Mean (harga besar butir rata-rata)
 Standar deviasi (nilai ukuran keseragaman butiran/ sorting)
 Skewness (ukuran kesimetria)
 Kurtosis (ukuran kemiringan)
Rumus parameter statistik Metode Inman (1952) serta Folk & Ward
(1957) dapat dilihat pada tabel 2.

3.2.2 Metode Momen


Perhitungan parameter statistik dengan metode momen terhadap
mean tidak memerlukan suatu kurva distribusi frekuensi sehingga kesalahan
dalam penggambaran dapat dihilangkan, disamping itu akan memberikan
hasil yang sangat teliti. Untuk mempercepat proses perhitungan,
penggunaan komputer mutlak diperlukan, garis besar perhitungan serta
harga parameter statistik yang dicari dapat dilihat pada tabel 4 (perhitungan
parameter statistik dengan mempergunakan metode momen terhadap mean).
Tabel 2. Rumus-rumus Statistik Aneka Metode

Trask:
Median: P50
So (Koefisien Pemilahan): So = Q3 = Kuartil ketiga = P75
Q1 = Kuartil pertama = P25

P10, P50 dan sebagainya: Persentil ke 10, 50, 75, dan sebagainya, didapatkan pada kurva kumulatif yang di plot di kertas semi-log atau
probabilitas normal: Persentil ini merupakan ukuran butir dinyatakan dalam satuan (phi).

Metode Statistik

21
22

Tabel 3. Batasan harga standar deviasi, skewness, dan kurtosis dari Folk dan Ward

A. Penilaian Standar Deviasi dan Sorting (Pemilahan)


Nilai Pemilahan

Dibawah 0.35 Terpilah sangat baik


0.50 – 1.00 Terpilah cukupan
1.00 – 2.00 Terpilah buruk
2.00 – 4.00 Terpilah sangat buruk
Diatas 4.00 Terpilah sangat buruk sekali

B. Penilaian Harga “Skewness”


– 1.00 sampai – 0.30 Very negative skewed
– 0.30 sampai – 0.10 Negative skewed
– 0.10 sampai + 0.10 Nearly symetrical
+ 0.10 sampai + 0.30 Positive skewed
+ 0.30 sampai + 1.00 Very positive skewed

C. Penilaian Harga Kurtosis


Lebih kecil dari 0.67 Very platy kurtic
0.67 – – – 0.90 Platy kurtic
0.90 – – – 1.11 Mesokurtic
1.11 – – – 1.50 Leptokurtic
1.50 – – – 3.00 Very leptokurtic
Lebih besar dari 3.00 Extremely leptokurtic
Tabel 4. Perhitungan parameter statistik dengan mempergunakan metode momen terhadap mean

23
BAB IV
EVALUASI DATA HASIL ANALISIS
SERTA INTERPRETASI LINGKUNGAN PENGENDAPAN

Dalam melakukan evaluasi data hasil analisa besar butir dan interpretasi
lingkungan pengendapan, dikenal berbagai macam cara metode pendekatan.
Berbagai faktor yang dihubungkan dengan distribusi besar butir diantaranya
bentuk kurva kumulatif, kurva frekuensi, histogram serta perhitungan parameter
statistik, dicoba dibuat sebagai indikator lingkungan pengendapan.
Metode pendekatan tersebut adalah berdasarkan beberapa ahli diantaranya:
Krumbein & Sloss (1965), Moiola dan Weiser (1968), Visher (1969) dan
Friedman (1979).
1. Krumbein & Slosss (1965)
Dalam mengevaluasi hasil analisa besar butir menekankan penafsirannya
terhadap bentuk histogram serta kurva kumulatif. Berbagai macam histogram
dari batuan sedimen dapat dilihat pada gambar 7, 8, 9, 10.
2. Moiola & Weiser (1968)
Penafsirannya berdasarkan perhitungan parameter statistik dari Folk & Ward
(1957), dimana dari hasil penelitian tersebut didapat kesimpulan bahwa
kombinasi dari beberapa parameter statistik sensitif terhadap lingkungan.
Kombinai plot bivariant yang dilakukan adalah:
 Mean terhadap skewness
 Mean terhadap standar deviasi
 Skewness terhadap kurtosis
 Skewness terhadap standar deviasi
Dari kombinasi plot tersebut didapatkan diagram yang dapat memisahkan
lingkungan pengendapan. Berbagai contoh diagram hasil dari plotting
(kombinasi plot bivariant) dapat dilihat pada gambar 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17,
18.

24
25

3. Visher (1969)
Dalam interpretasinya, Visher (1969) membuat plotting pada kertas
probabilitas normal, hal tersebut dilakukan untuk menguraikan populasi yang
tidak normal menjadi populasi yang normal, ini menunjukkan suatu kenyataan
bahwa suatu lingkungan pengendapan terbentuk oleh lebih dari satu proses
sedimentasi, sehingga terjadi pencampuran dari berbagai populasi yang
menyebabkan penyebaran dari kurva frekuensi menjadi tidak normal.
Berbagai variasi dari bentuk kurva kumulatif yang di plot dalam kertas
probabilitas normal dari berbagai lingkungan pengendapan dapat dilihat pada
gambar 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26.
4. Friedman (1979)
Penelitian Friedman (1979) berdasarkan atas kombinasi dari berbagai plot hasil
perhitungan statistik dengan mempergunakan metode momen terhadap mean.
Dalam penelitian tersebut hanya skewness dan standar deviasi sangat berguna
dalam membedakan mean-mean lingkungan pengendapan. Sebagai contoh
untuk endapan pasir sungai akan memperlihatkan skewness yang positif, serta
harga standar deviasi yang tinggi karena pemilahan jelek. Untuk endapan pasir
pantai memperlihatkan skewness yang negatif atau nol, serta harga standar
deviasi yang rendah karena adanya pengaruh arus gelombang yang tidak
memungkinkan bercampurnya butir halus dan pemilahan yang baik.
Friedman (1979) juga mengadakan plot parameter statistik, yaitu:
 Mean cubed deviation terhadap standar deviasi
 Mean cubed deviation terhadap cubed standar deviasi
Mean cubed deviation sama dengan skewness kali standar deviasi pangkat 3.
Beberapa plot dari Friedman (1979) dapat dilihat pada gambar 27, 28, 29. 30,
31, 32.
26

Bentuk histogram unimodal dan bimodal. F adalah bentuk bimodal dan semua bentuk
yang lainnya adalah unimodal. A, B, dan C mempunyai ukuran median yang sama; A dan
B berbeda pemilahannya; B dan C median dan pemilahannya sama dan berbeda dalam
kurtosisnya; D dan E membentuk kemiringan yang berbeda (Pettijohn, 1956, p. 35, fig.
19)

Gambar 7. Bentuk histogram trimodal, rata-rata dari 12 undak pasir dan gravel, daerah
Pledmont (Venworth Nos. 509-520, 1931, dalam Pettijohn, 1956. p. 44 fig. 23)

Krumbein dan Sloss (1959) membuat histogram dari bermacam-macam


batuan sedimen.
27

Bentuk-bentuk histogram tersebut didapatkan dari dune sand, loess, river gravel,
river sand, lake deposit, lagoon deposit, beach gravel, globigerina ooze, dan
terrigenous mud.

Bentuk histogram polymodal (Krumbein dan Sloss, 1959, p. 197, fig. 7–4)

Gambar 8. Bentuk histogram dari bermacam-macam batuan sedimen (bersambung ke


sebelah), Krumbein dan Sloss, 1959)
28

Gambar 9. Berbagai macam histogram dari batuan sedimen


29

Gambar 10. Berbagai macam histogram dari batuan sedimen


30
Gambar 11 (A–E). Kombinasi plot antara mean diameter terhadap skewness dengan 1 phi, 0.5 phi, dan 0.25 phi, sangat efektif dalam memisahkan
antara BEACH dan INLAND DUNE SANDS. Sedangkan kombinasi plot antara skewness terhadap kurtosis dengan 0.25 phi lebih efektif dibanding 0.5
phi.

31
32
Gambar 12 (A–D). Kombinasi plot antara mean diameter terhadap standar deviasi sangat efektif untuk memisahkan RIVER dan COASTAL DUNE.
Sedangkan kombinasi plot antara skewness terhadap kurtosis adalah tidak efektif (Moiola dan Weiser, 1968).

33
34
Gambar 13 (A–D). Kombinasi plot antara mean terhadap standar deviasi adalah sangat efektif dalam memisahkan antara RIVER dan BEACH begitu
juga antara skewness terhadap standar deviasi (Moiola dan Weiser, 1968).

35
36
Gambar 14 (A–C). Kombinasi plot antara mean terhadap standar deviasi dengan 0.25 phi sangat efektif untuk memisahkan RIVER dan BEACH
SANDS. Demikian pula antara deviasi terhadap skewness (Friedman, 1961) sedang antara skewness terhadap kurtosis dengan 0.25 phi lebih efektif
(Moiola dan Weiser, 1968).

37
38
Gambar 15 (A–E). Kombinasi plot antara mean terhadap skewness dengan 1 phi, 0.5 phi, dan 0.25 phi, sangat efektif untuk memisahkan INLAND
DUNE SANDS dan COASTAL DUNE SANDS sedangkan kombinasi plot antara skewness terhadap kurtosis dengan 0.25 phi adalah lebih efektif
dibandingkan dengan 0.5 phi (Moiola dan Weiser, 1968).

39
40

Gambar 16. Hasil kombinasi plot antara harga mean terhadap skewness dari contoh
batuan yang dianalisa berdasarkan hasil perhitungan parameter statistik dari Folk dan
Ward (1957).
41

Gambar 17. Hasil kombinasi plot antara harga mean terhadap standar deviasi dari contoh
batuan yang dianalisa berdasarkan hasil perhitungan parameter statistik dari Folk dan
Ward (1957).
42

Gambar 18. Hasil kombinasi plot antara harga skewness terhadap standar deviasi dari
contoh batuan yang dianalisa berdasarkan hasil perhitungan parameter statistik dari Folk
dan Ward (1957).
43
Gambar 19 (A–D). Berbagai variasi dari bentuk kurva kumulatif

44
A

45
C D

Gambar 20 (A–D). Berbagai variasi dari bentuk kurva kumulatif

46
47
Gambar 21 (A–D). Berbagai bentuk kurva kumulatif

48
49
C

Gambar 22 (A–D). Berbagai variasi dari bentuk kurva kumulatif

50
51
Gambar 23 (A–D). Berbagai variasi dari bentuk kurva kumulatif

52
53
Gambar 24 (A–D). Berbagai variasi dari bentuk kurva kumulatif

54
55
Gambar 25 (A–D). Berbagai variasi dari bentuk kurva kumulatif

56
57
Gambar 26 (A–D). Berbagai variasi dari bentuk kurva kumulatif

58
B

59
C

Gambar 27 (A–C).
Kombinasi plot antara standar deviasi terhadap skewness untuk
memisahkan NEARSHORE DUNE SAND dan RIVER SAND,
BEACH SAND, dan RIVER SAND. Sedangkan kombinasi plot
antara standar deviasi terhadap mean untuk memisahkan RIVER
SAND dan INLAND DUNE SAND (Friedman, 1979).

60
B

Gambar 28 (A–B). Kombinasi plot antara persentil pertama terhadap mean dan standar deviasi untuk memisahkan antara RIVER SAND dan INLAND
DUNE SAND (Friedman, 1979).

61
A
B

62
C

Gambar 29 (A–C).
Kombinasi plot antara standar deviasi terhadap mean cube
deviation untuk memisahkan RIVER SAND dengan BEACH
SAND dan NEARSHORE DUNE SAND serta INLAND DUNE
SAND (Friedman, 1979).

63
64

B
Mean cubed deviation

Cubed standard deviation


C

Gambar 30 (A–C). Kombinasi plot antara cubed standar deviation terhadap mean cube deviation untuk memisahkan BEACH SAND dengan RIVER
SAND (Friedman, 1979).

65
A B
Simple Skewness measure (as)

Simple Sorting measure (Sos)

66
67

Gambar 31 (A–D).
Kombinasi plot antara simple
sorting measure terhadap
simple skewness measure
untuk memisahkan RIVER
SAND dengan NEARSHORE
DUNE SAND dan BEACH
SAND serta INLAND DUNE
SAND dengan BEACH SAND
dan NEARSHORE DUNE
SAND (Friedman, 1979).
B
A

68
C
D

Gambar 32 (A–D). Kombinasi plot antara fraksi yang lebih kecil dari 62 micron terhadap skewness dan mean cubed deviation untuk memisahkan
INLAND DUNE SAND dan PEACH SAND serta RIVER SAND dan NEARSHORE DUNE SAND (Friedman, 1979).

69
DAFTAR PUSTAKA

Carver, R.E., 1971, Procedure in Sedimentary, Petrology, Willey-Interscience, A


Division of John Willey and Sons, Inc., New York, p. 41–66.
Folk, R. L. and Ward, W. C., 1957, Brazor River Bar, A Study in The Significant
of Size Parameter, Jour. of Sed. Petrol., Vol 27, p. 3–25.
Friedman, G. M., 1961, Distinction between Dune, Beach and River Sand, from
Their Textural Characteristic, Jour. Sed. Petrol., Vol. 31, No. 4, p. 514–
529.
Friedman, G. M., 1967, Dynamic Process and Statistical Parameter Compared for
Size Frequency Distribution of Beach and River Sands, Jour. Sed. Petrol.,
Vol. 37, No. 42, p. 327–354.
Griffiths, C. J., 1967, Scientific Method in Analysis of Sedimentology,
International Series in The Earth Science and Planetary Science, Mc. Graw
Hill Book Comp.
Koesoemadinata, R. P., Prinsip-prinsip Sedimentologi, Departemen Teknik
Geologi-ITB, 1980.
Krumbein, W. C., 1932, A History of The Principles and Methods of Mechanical
Analysis, Jour. Sed. Petrol. Vol. 2, p. 89–124.
Krumbein, W. C., and Pettijohn, F. J., 1938. Manual of Sedimentary Petrography,
Appleton-Century Crofts Inc., New York, p. 43–328.
Krumbein, W. C., and Sloss, R. L., 1965, Properties in Sedimentary Rocks,
Stratigraphy and Sedimentation, W. H. Freeman & Co., San Francisco, p.
93–131.
Moiola, R. J. and Weisser, D., 1968. Textural Parameter An Evolution, Jour. Sed.
Petrol., Vol. 41, No. 9, p. 1954–1984.
Pettijohn, F. J., 1956, Sedimentary Rocks, Harper and Brother, New York.
Visher, G. S., 1965, Use of Vertical Profile in Environtmental Reconstruction,
Amer. Ass. Petroleum. Bull., Vol. 49, No. 1, p. 41–46.
Visher, G. S., 1969, Grainsize Distribution and Depositional Processes, Jour. Sed.
Petrol., Vol. 39, No. 3, p. 1074–1106.

70

Anda mungkin juga menyukai