TEKNIK EKSPLORASI
TRIONO, S.T.,M.T.
PROGRAM KEAHLIAN TEKNIK GEOLOGI PERTAMBANGAN
SMK NEGERI 6 SAMARINDA
Reviewer
PT. MAHAKAM SUMBER JAYA
CETAKAN REVISI
2023
KATA PENGANTAR
Triono, S.T.,M.T.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR………………………………………………….. i
DAFTAR ISI……………………………………………………………. ii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………… v
DAFTAR TABEL………………………………………………………. viii
BAB I EKSPLORASI………………………………………………….. 1
1.1 Pengertian Eksplorasi…………………………………………… 1
1.2 Konsep Eksplorasi……………………………………………….. 1
1.3 Sifat Kegiatan Ekplorasi……………………………………….…. 2
1.4 Metoda Ekplorasi…………………………………………………. 3
1.4.1 Metoda Langsung………………………………………………. 4
1.4.1.4.1.1 Metoda Langsung Permukaan …………………………….. 4
1.4.1.4.1.2 Metoda Langsung Bawah Permukaan…………………….. 9
1.4.2 Metoda Tidak Langsung ……………………………………… 12
1.4.2.1 Metoda tidak langsung cara geofisika……………………. 12
1.4.2.2 Metoda tidak langsung cara geokimia …………………… 18
1.5 Tahapan Umum Eksplorasi……………………………………... 19
BAB II PEMETAAN GEOLOGI………………………………………. 22
2.1 Pendahuluan……………………………………………………… 22
2.2 Persiapan Peralatan Pemetaan Geologi…………………….… 23
2.2.1 Persiapan……………………………………………………….. 23
2.2.2 Peralatan……………………………………………………….. 28
2.3 Metoda Pemetaan Geologi…………………………………….. 29
2.3.1 Metoda lintasan………………………………………………… 29
2.3.2 Penelusuran kontak formasi batuan…………………………. 30
2.4 Peta Geologi……………………………………………………… 33
BAB III PEMBORAN EKSPLORASI……………………………….. 35
3.1 Pendahuan………………………………………………………… 35
3.2 Peralatan Pemboran……………………………………………. 38
3.2.1 Mesin Bor………………………………………………………… 39
3.2.2 Pompa atau kompresor……………………………………….. 40
3.2.3 Stang Bor……………………………………………………….. 41
3.2.4 Pipa Casing (Casing Tubes)………………………………….. 41
3.2.5 Core Barrel…………………………………………………….. 42
3.2.6 Mata Bor (Bit)…………………………………………………… 43
3.3 Lumpur Bor………………………………………………………... 43
3.4 Pelaksanaan Pemboran…………………………………………. 45
3.4.1 Klasifikasi Pemboran…………………………………………… 45
3.4.2 Tahapan Pemboran…………………………………………… 47
3.5 Metode sampling dalam pemboran batubara………………... 48
51
3.5.1. Perlakuan Sampel Cutting……………………………………
3.5.2 Perlakuan Sampel Pengintian (Coring)……………………… 52
3.6 RQD (Rock Quality Designation)………………………………. 55
3.7 Kendala Pemboran……………………………………………….. 56
57
BAB IV GEOFISIKA WELL LOGGING……………………………..
4.1 Pendahuluan ……………………………………………………… 57
4.2 Klasifikasi Log dan Bagian-Bagiannya…………………………. 58
4.3 Pengukuran Geofisika Log……………………………………... 60
4.3.1 Spontaneous Potensial (SP)…………………………………. 60
4.3.2 Log Sinar Gamma…………………………………………….. 61
4.3.3 Log Tahanan Jenis (Resistivity Log)……………………….. 62
4.3.4 Log Gamma-gamma (Density Log)…………………………. 63
4.3.5 Log Kaliper (Caliper Log)…………………………………….. 64
4.4 Peralatan dan Prosedur Umum Operasional Geofisika Well
Logging…………………………………………………………….. 65
4.5 Penenuan Ketebalan Batubara…………………………………. 69
BAB V KUALITAS BATUBARA……………………………………… 70
5.1 Sampling…………………………………………………………… 71
5.1.1 Penggolongan sampling………………………………………. 71
5.2 Preparasi………………………………………………………….. 73
5.3 Analisa Laboratorium……………………………………………. 73
5.4 Preparasi Sample………………………………………………… 73
5.5 Coal Analysis…………………………………………………….. 76
5.5.1. Analisa Proksimat …………………………………………….. 79
5.5.2. Analisa Ultimat ………………………………………………… 86
5.5.3 Analisa Unsur…………………………………………………. 88
5.5.4 Calorific Value………………………………………………….. 88
5.5.5 Hardgrove Grindability Index (HGI)………………………….. 89
5.6 Teknologi Batubara Bersih ……………………………………… 91
BAB VI ESTIMASI SUMBERDAYA BATUBARA…………………. 93
6.1 Pemodelan geologi ………………………………………………. 94
6.2 Tipe Endapan Batubara …………………………………………. 96
6.3 Dasar Klasifikasi Sumberdaya Batubara………………………. 98
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Tahapan Eksplorasi………………………………………… 21
Tabel 2.1 Koreksi Kemiringan Pada Penampang Geologi………… 34
Tabel 3.1 Nilai RQD……………………………………………………. 55
Tabel 4.1 Skala Log……………………………………………………. 59
Tabel 4.2 Nilai API……………………………………………………… 61
Tabel 5.1 Diagram Alur Proses Preparasi ASTM D 2013………… 75
Tabel 5.2 Diagram Alur Proses Preparasi ISO 1988……………… 75
Tabel 5.3 Perbedaan Proses Pekerjaan Pada Metoda Standard. 76
Tabel 5.4 Basis Analisa……………………………………………… 78
Tabel 5.5 Conoh Hasil Analisa Batubara…………………………… 90
Tabel 5.6 Klasifikasi Batubara Menurut Standar ASTM…………… 90
Tabel 6.1. Tipe endapan batubara berkaitan dengan sedimentasi,
tektonik, dan variasi kualitas………………………………. 98
Tabel 6.2. Jarak titik pengamatan menurut kondisi geologi………. 100
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Peta area-area ideal terakumulasinya minyak bumi
baik di daratan maupun samudra yang ada di
dunia. Hanya sebagian kecil dari area yang
ditunjukkan sebagai tempat terakumulasinya minyak
bumi yang produktif. (After V.E. Mckelvey and
others,”world Subsea Mineral Resources,” U.S. Geol.
Invest Map I-632, sheet 3,1069)……………… 1
Gambar 1.1 Peta area-area ideal terakumulasinya minyak bumi baik di daratan
maupun samudra yang ada di dunia. Hanya sebagian kecil dari area yang
ditunjukkan sebagai tempat terakumulasinya minyak bumi yang produktif.
(After V.E. Mckelvey and others,”world Subsea Mineral Resources,” U.S. Geol.
Invest Map I-632, sheet 3,1069).
Suatu kegiatan eksplorasi membutuhkan biaya yang tinggi, setiap kemajuan tahapan
eksplorasi, maka biaya yang dibutuhkan semakin meningkat.
Bahwa pada setiap kegiatan eksplorasi mengandung resiko yang telah diketahui.
Kegiatan eksplorasi bukanlah suatu permainan yang bersifat untung-untungan
( mining is gambling ). Resiko eksplorasi antara lain, resiko biaya, resiko politik,
resiko manusia.
Kegiatan eksplorasi membutuhkan waktu yang lama dan tidak dapat dilakukan
secara mendadak.
Metoda dalam eksplorasi dapat digolongkan dalam dua kelompok besar yaitu :
1.4.1 Metoda Langsung
1.4.1.1 Metoda Langsung Permukaan
Metoda ini dapat dilakukan dengan beberapa langkah, yaitu :
1) Penyelidikan singkapan (out crop)
Singkapan segar umumnya dijumpai pada :
a. Aliran dan lembah-lembah sungai, hal ini dapat terjadi karena pada lembah sungai
terjadi pengikisan oleh air sungai sehingga lapisan yang menutupi tubuh batuan
tertransportasi yang menyebabkan tubuh batuan nampak sebagai singkapan segar
Gambar 1.3. Singkapan (out crop) pada aliran sungai
b. Bentuk-bentuk menonjol pada permukaan bumi, hal ini terjadi secara alami
yang umumnya disebabkan oleh pengaruh gaya yang berasal dari dalam bumi yang
disebut gaya endogen misalnya adanya letusan gunung berapi yang memuntahkan
material ke permukaan bumi dan dapat juga dilihat dari adanya gempa bumi akibat
adanya gesekan antara kerak bumi yang dapat mengakibatkan terjadinya patahan
atau timbulnya singkapan ke permukaan bumi yang dapat dijadikan petunjuk letak
tubuh batuan.
Gambar 1.4. Penyelidikan singkapan (out crop) yang dilakukan para geologist
umumnya pada lembah-lembah sungai (EKSPLORASI PT.MSJ DOC, 2005).
Cara-cara tracing, baik tracing float maupun tracing dengan panning akan dilanjutkan
dengan cara trenching atau test pitting.
1) Trenching (pembuatan parit)
Pembuatan parit memiliki keterbatasan yaitu hanya bisa dilakukan pada overburden
yang tipis, karena pada pembuatan parit kedalaman yang efektif dan ekonomis yang
dapat dibuat hanya sedalam 2 – 2,5 meter, selebih dari itu pembuatan parit dinilai
tidak efektif dan ekonomis. Pembuatan parit ini dilakukan dengan arah tegak lurus
ore body dan jika pembuatan parit ini dilakukan di tepi sungai maka pembuatan parit
harus tegak lurus dengan arah arus sungai. Paritan dibangun dengan tujuan untuk
mengetahui tebal lapisan permukaan, kemiringan perlapisan, struktur tanah dan lain-
lain.
2) Test Pitting (pembuatan sumur uji)
Jika dengan trenching tidak dapat memberikan data yang akurat maka sebaiknya
dilakukan test pitting untuk menyelidiki tubuh batuan yang letaknya relatif dalam. Kita
harus ingat bahwa pada test pitting kita harus memilih daerah yang terbebas dari
bongkahan-bongkahan maka hal ini akan menyulitkan kita pada waktu pembuatan
sumur uji. Daerah yang hendak kita buat sumur uji juga harus bebas dari air, karena
dengan adanya air dapat menyulitkan kita pada waktu melakukan penyelidikan
struktur batuan yang terdapat pada sumur uji yang kita buat. Pada pembuatan sumur
uji ini kita juga harus mempertimbangkan faktor keamanan, kita harus dapat
membuat sumur dengan penyangga sesedikit mungkin tetapi tidak mudah runtuh.
Hal ini juga akan mempengaruhi kenyamanan pada waktu melakukan penelitian.
Kedalaman sumur uji yang kita buat bisa mencapai kedalaman sampai 30 meter.Hal-
hal yang perlu diperhatikan dari penggalian sumur adalah gejala longsoran,
keluarnya gas beracun, bahaya akan banjir dan lain-lain.
Eksplorasi bawah tanah juga dapat dilakukan dengan pemboran inti. Pemboran
sumur minyak yang pertama dilakukan oleh Kol. Drake pada tahun 1959 dengan
menggunakan bor (RIG) permanen (tidak dapat dipindah-pindah) dan pada
pemborannya menggunakan sistem perkusif (tumbuk), pada pemboran ini
kedalaman maksimum yang dapat dicapai adalah 60 ft (+ 20 m) dengan bor lurus
(vertical drilling).
Saat ini pemboran dilakukan dengan teknik bor putar (rotary drilling) dengan menara
bor yang dapat dipindah-pindah (portablering) dan dilakukan dengan beberapa cara
pemboran yaitu dengan cara perkusif, rotasi atau dengan perkusif-rotasi. Pemboran
dapat dilakukan di darat maupun di laut (on shore atau off shore). Pemboran tidak
terbatas pada pemboran secara vertikal saja tetapi dapat dilakukan secara miring
(kemiringan dapat mencapai 90o), apabila saat pemboran kita menemukan batuan
yang keras dan susah ditembus oleh mata bor, maka dengan teknologi sekarang,
pipa yang berada jauh di dalam tanah dapat dirubah arahnya (dibelokkan) untuk
menghidari batuan yang keras tersebut.
Pemboran yang dilakukan pada eksplorasi bertujuan untuk mengambil contoh
(sampling) untuk diamati, pemboran juga bisa bertujuan untuk produksi atau
konstruksi (misalnya air tanah, minyak bumi). Pemboran juga memudahkan proses
peledakan (pada kegiatan penambangan material keras).
Dari data pemboran dan sampling kita dapat membuat peta stratigrafi daerah
pemboran. Dari peta ini kita dapat mengetahui susunan batuan dan ketebalan dan
akhirnya kita dapat memperkirakan sumberdaya secara keseluruhan..
2) Metoda Magnetik
Bumi adalah suatu planet yang bersifat magnetik, dimana seolah-olah ada suatu
barang magnet raksasa yang membujur sejajar dengan poros bumi. Teori modern
saat ini mengatakan bahwa medan magnet tadi disebabkan oleh arus listrik yang
mengalir pada inti bumi.
Arah dari medan magnet dinyatakan dalam cara-cara yang sudah lazim, sedang
intensitas dinyatakan dalam apa yang disebut gamma. Medan magnet bumi secara
normal memiliki intensitas 35.000 sampai 70.000 gamma jika diukur pada permukaan
bumi. Bijih yang mengandung mineral magnetik akan menimbulkan efek langsung
pada peralatan, sehingga dengan segera dapat diketahui.
Eksplorasi dengan metoda magnetik sangat berguna dalam pencarian sasaran
eksplorasi sebagai berikut :
a. Mencari endapan placer magnetik pada endapan sungai.
b. Mencari deposit bijih besi magnetik di bawah permukaan.
c. Mencari bijih sulfida yang kebetulan mengandung mineral magnetit sebagai
mineral ikutan.
d. Intrusi batuan basa dapat diketahui kalau kebetulan mengandung magnetit
dalam jumlah cukup.
e. Untuk dapat mengetahui ketebalan lapisan penutup pada suatu batuan beku
yang mengandung mineral magnetit.
Gambar 1.10 Pengukuran geomagnet
3) Metoda Seismik
Metoda ini jarang dipergunakan dalam penyelidikan pertambangan bijih tetapi
banyak dipergunakan dalam penyelidikan minyak bumi. Suatu gempa atau getaran
buatan dibuat dengan cara meledakan dinamit pada kedalaman sekitar 3 meter dari
permukaan bumi dan kecepatan merambatnya getaran yang terjadi diukur. Untuk
mengetahui kecepatan rambatan getaran tersebut pada perlapisan-perlapisan
batuan, disekitar titik ledakan dipasang alat penerima getaran yang disebut geofon
(seismometer). Geofon-geofon yang dipasang secara teratur di sekitar lobang
ledakan tadi akan terbias atau refraksi. Dengan mengetahui waktu ledakan dan
waktu kedatangan gelombang-gelombang tadi, maka dapat diketahui kecepatan
rambatan waktu getaran melalui perlapisan-perlapisan batuan. Dengan demikian
konfigurasi struktur bahwa permukaan dapat diketahui. Gelombang akan merambat
dengan kecepatan yang berbeda pada batuan yang berbeda-beda. Geophone
merupakan alat penerima gelombang yang dipantulkan kepermukaan, hidrophone
untuk gelombang di dasar laut.
Cepat rambat gelombang seismik pada batuan tergantung pada:
a. Jenis batuan.
b. Derajat pelapukan.
c. Derajat pergerakan.
d. Tekanan .
e. Porositas (kadar air) .
f. Umur (diagenesa, konsolidasi, dll)
H. Mooney (1977) mengatakan bahwa harga cepat rambat gelombang akan lebih
besar (dibandingkan) :
a. Batuan beku basa : batuan beku asam
b. Batuan beku : batuan sedimen
c. Sedimen terkonsolidasi : sedimen un-konsolidasi
d. Sedimen unkonsolidasi : sedimen un-konsolidasi tidak jenus air
e. Soil basah : soil kering
f. Batuan sedimen karbonat : batupasir
g. Batuan utuh : batuan terkekarkan
h. Batuan segar : batuan lapuk
i. Batuan berat : batuan ringan
j. Batuan berumur tua : batuan berumur muda
4) Metoda Geolistrik
Dalam metoda ini yang diukur adalah tahanan jenis (resistivity) dari batuan. Yang
dimaksud dengan tahanan jenis batuan adalah tahanan yang diberikan oleh masa
batuan sepanjang satu meter dengan luas penampang satu meter persegi kalau
dialiri listrik dari ujung ke ujung, satuannya adalah Ohm-m2/m atau disingkat Ohm-
meter.
Dalam cara pengukuran tahanan jenis batuan di dalam bumi biasanya dipakai sistem
empat elektrode yang dikontakkan dengan baik pada bumi. Dua elektrode dipakai
untuk memasukan arus listrik ke dalam bumi, disebut elektrode arus (current
electrode) disingkat C, dan dua elektrode lainnya dipakai untuk mengukur voltage
yang timbul karena arus tadi, elektrode ini disebut elektrode potensial atau potential
electrode disingkat P. ada beberapa cara dalam penyusun ke empat elektode
tersebut, dua diantaranya banyak yang dipakai adalah cara Wenner dan cara
Shlumberger.
Gambar 1.12 Konfigurasi Schumberger
5) Logging
Geofisika Logging merupakan metode pengukuran besaran-besaran fisik batuan
reservoir terhadap kedalaman lubang bor. Loging sumur (well logging) juga dikenal
dengan borehole logging adalah cara untuk mendapatkan rekaman log yang detail
mengenai formasi geologi yang terpenetrasi dalam lubang bor. Log dapat berupa
pengamatan visual sampel yang diambil dari lubang bor (geological log), atau dalam
pengukuran fisika yang dieroleh dari respon piranti instrumen yang di pasang
didalam sumur (geohysical log). Well loging dapat digunakan dalam bidang
eksplorasi minyak dan gas, batubara, air bawah tanah dan geoteknik.
Logging adalah salah satu metode geofisika yang relatif akurat dalam penentuan
kedalaman dan ketebalan suatu lapisan dibandingkan dengan metode lainnya.
Gambar 1.14 Gambaran proses kegiatan eksplorasi geofisika logging yang
dilakukan di wilayah PT.Mahakam Sumber Jaya.
(EKSPLORASI PT. MSJ. Doc, 2005 ).
2. Prospeksi (Prospecting)
Tahap eksplorasi ini dimaksudkan untuk membatasi daerah sebaran endapan yang
akan menjadi sasaran eksplorasi selanjutnya. Kegiatan yang dilakukan pada tahap
ini, di antaranya, pemetaan geologi dengan skala minimal 1:50.000, pengukuran
penampang stratigrafi, pembuatan paritan, pembuatan sumuran, pemboran uji (scout
drilling), pencontohan dan analisis. Metode tidak langsung, seperti penyelidikan
geofisika, dapat dilaksanakan apabila dianggap perlu.
Logging geofisik berkembang dalam ekplorasi minyak bumi untuk analisa kondisi
geologi dan reservior minyak. Logging geofisik untuk eksplorasi batubara dirancang
tidak hanya untuk mendapatkan informasi geologi, tetapi untuk memperoleh berbagai
data lain, seperti kedalaman, ketebalan dan kualitas lapisan batubara, dan sifat
geomekanik batuan yang menyrtai penambahan batubara.
Dan juga mengkompensasi berbagai maslah yang tidak terhindar apabila hanya
dilakukan pengeboran, yaitu pengecekan kedalaman sesungguhnya dari lapisan
penting, terutama lapisan batubara atau sequence rinci dari lapisan batubara
termasuk parting dan lain lain.
2.1 Pendahuluan
Pemetaan geologi adalah suatu kegiatan penyelidikan di suatu daerah yang
dilakukan oleh para geologist (ahli geologi) dengan tujuan untuk mengetahui
berbagai macam jenis anomali geologi yang fungsinya untuk kepentingan
perencanaan eksploitasi sumber daya alam maupun untuk ilmu pengetahuan.
Dalam eksplorasi sumber daya alam kegiatan pemetaan geologi dilakukan untuk
menentukan daerah-daerah yang dianggap prospek. Tahapan untuk pemetaan
geologi adalah sebagai berikut :
4) Pembuatan sumuran (tes pit) atau paritan (trenching), tetapi kegiatan tersebut
dilakukan jika di daerah tersebut miskin singkapan atau untuk mendapatkan
data yang lebih lengkap, baik struktur maupun ketebalan batuan.
Sebelum seorang geologist memulai kegiatan tersebut setidaknya mereka harus
memiliki pengetahuan luas, baik menyangkut jenis bahan galian yang dicari,
pengetahuan dasar pemetaan geologi, dan pengetahuan penunjang yang
menyangkut kepada perencanaan penambangannya kelak.
3) Perekaman data
Untuk merekam data-data lapangan dipergunakan sistem kartu dengan
pertimbangan berikut :
a. Keseragaman bentuk fisik
b. Kelengkapan pengisian data oleh ahli geologi
c. Merupakan sistem database yang terdiri dari berkas yang bernomor.
Hal ini memungkinkan pengambilan informasi pada suatu titik dapat dilakukan
dengan mudah.
C la y s t o n e , w a rn a a b u -a b u ,
s t ru k t u r m a s if , le m p u n g ,
lu n a k , te b a l 2 ,5 m
Coal 1,8 m
C o a l, w a rn a h it a m , k ila p
lilin , k e k e ra s a n > 2 , 5 ,
Claystone
G o re s h it a m , P e c a h a n
b rit le , t e b a l 1 , 8 m
C la y s t o n e , w a rn a a b u -a b u ,
No Foto : 3562 s t ru k t u r m a s if , le m p u n g ,
lu n a k , te b a l > 1 m
Apabila tempat yang dipetakan cukup jauh untuk pulang pergi dalam satu hari maka
didirikan tenda (flying camp) didaerah pemetaan.
Gambar 2.2 Sarana Akomudasi Pemetaan Geologi
2.2.2 Peralatan
1). Peralatan K3
Peralatan K3 kegiatan pemetaan geologi adalah helm, kaca mata, sarung tangan,
rompi dan sepatu safety.
BEKU
PENGUKURAN STRUKTUR SEDIMEN
1. LAPISAN METAMORF
2. FOLIASI
PENGAMATAN
3. KEKAR
4. SESAR
NAMA
BIDANG
KLASIFIKASI RICKARD
Menurut sejarah, peta geologi tertua yang masih lagi dipelihara adalah Peta Papirus
Turin yang dihasilkan sekitar 1150 SM bagi memaparkan deposit emas di Mesir
Pada tahun 1815, ahli geologi berketurunan Inggeris, William Smith pula telah
menghasilkan peta geologi Great Britain yang pertama.
Gambar 2.10 Peta Geologi
3.1 Pendahuan
Di dalam industri pertambangan ada salah satu kegiatan penting yang dilakukan
yaitu pemboran. Kegiatan pemboran bertujuan untuk:
Eksplorasi mineral dan batubara
Kontrol pertambangan
Memperoleh data geologi
Keperluan perhitungan cadangan
Penirisan tambang
Ventilasi tambang
Geoteknik
Eksplorasi dan produksi minyak
Eksplorasi dan produksi air tanah
Eksplorasi dan produksi gas
Peledakan
Dan lain-lain seperti untuk lubang pembuatan pipa air, kabel listrik, kabel
telepon, dan sebagainya.
Tujuan utama dari pemboran eksplorasi adalah mengambil dan merekam data
geologi yang ditembus lubang bor. Data ini berupa rekaman catatan hasil
pengamatan pada lapisan batuan, khususnya litologi serta gejala geologi
lainnya. Dari pemboran didapatkan conto batuan atau sample yang terdiri dari :
1) Serbuk bor (Cutting)
Sample ini adalah hasil kerukan dari mata bor yang kemudian dibawa oleh
air pembilas ke permukaan. Setap kemajuan selang kedalaman tertentu
suatu sample yang diambil mewakili kedalaman tertentu dan dicatat. Sample
ini dibersihkan dan dideskripsikan. Hasil deskripsi sample ini tidak akurat
mengingat :
a. Sample tersebut harus menempuh jarak dari kedalaman sampai ke
permukaan, sedang dalam waktu yang sama mata bor sudah maju lebih
dalam lagi. Kedalaman yang diwakili sample itu harus dikoreksi atau
disetel terhadap data lain, seperti laju kecepatan pemboran atau logging.
b. Sample tersebut sering tercampur dengan serbuk dari selang kedalaman
yang ada di atasnya, sehingga kadangkala ditemukan lebih dari 2 jenis
litologi yang berasal kedalaman yang berbeda. Untuk ini persen berbagai
jenis litologi ini harus dicatat untuk mengetahui litologi mana merupakan
guguran dan mana yang dari kedalaman asli. Untuk ini dapat pula
dilakukan pembandingan dengan hasil tafsiran litologi dari logging
maupun data lain seperti laju kecepatan pemboran.
c. Sample ini merupakan serbuk, keratan atau hancuran dari batuan,
sehingga hanya deskripsi tekstur dan susunan mineral yang dapat
diamati, sedangkan gejala-gejala geologi seperti struktur, kekompakan
dan lain-lain tidak dapat teramati.
d. Pengamatan litologi dari serbuk pemboran adalah bersifat baku dalam
eksplorasi minyak dan gasbumi, dan juga dilakukan pada eksplorasi
batubara terutama pada selang kedalaman yang tidak dilakukan
pengintian. Adakalanya dalam eksplorasi batubara tidak dilakukan
pengintian yang disebut open hole, sehingga data geologi didapatkan
dari penafsiran logging dan dibantu dari pengamatan sample ini. Namun
pada pemboran eksplorasi cebakan mineral tidak lazim dilakukan karena
lebih mengandalkan pada pengamatan sample yang dilakukan secara
penuh dari permukaan sampai kedalaman akhir.
2) Inti bor (drill core)
Pada eksplorasi cebakan mineral termasuk batubara, data geologi biasanya
didasarkan atas pengamatan dan pendeskripsian sample inti bor.
Sample-sample ini diambil dari bawah permukaan dengan menggunakan
pipa, dan dikenal dengan teknik coring. Berikut adalah istilah-istilah dalam
melakukan teknik coring :
a. Full Coring
Full coring dilakukan secara penuh dari permukaan sampai kedalaman
akhir pemboran. Ini adalah cara yang biasa dilakukan dalam eksplorasi
untuk cebakan mineral.
b. Touch Coring
Touch Coring dimulai segera setelah mata bor mencapai beberapa meter
di atas target coring. Dilakukan apabila hasil dari pengcoringan setempat
meragukan.
c. Oriented Core Sample
Dengan menggunakan alat tertentu, dimungkinkan dimana orientasi
kedudukan asli dari sample didalam tanah dapat ditentukan. Hal ini
sering dilakukan untuk mempelajari kedudukan struktur geologi dari
lapisan maupun dari rekahan atau jalur-jalur mineralisasi.
d. Core Recovery
Dalam operasi pengambilan inti pemboran atau Core Recovery tidak
selalu seluruh selang kedalaman dapat diwakili oleh panjang coring yang
diperoleh. Hal ini disebabkan kemungkinan gugurnya bagian bawah dari
inti coring sewaktu diangkat dalam core barrel. Besarnya perolehan core
recovery dinyatakan dalam persen (% core recovery), dengan mengukur
panjang sample coring yang diperoleh dan membandingkannya dengan
panjang pipa. Perolehan coring yang buruk dapat disebabkan karena
adanya jalur-jalur retak atau keadaan batuan yang rapuh dan dapat
dipakai sebagai indikator untuk keadaan struktur dari batuan, dan
menggunakan pipa coring yang diperbaiki seperti triple tube core-barrel.
Gambar 3.1 Contoh Inti bor (drill core) hasil proses coring pada Limonite
dalam pemboran Nikel (PT. INCO.Doc, 2000).
b. Spindle
Pada jenis ini, unit pemutarnya bersifat statis. Kemajuan pemboran sangat
dipengaruhi oleh panjang spindle (umumnya antara 60cm–100cm), dan tekanan
hidrolik yang dibutuhkan.
Gambar 3.3 Contoh mesin bor Spindle (TONE-1) dari jenis mesin
Hydraulic Rotary (eksplorasi PT. MSJ. doc, 2005).
3.2.2 Pompa atau kompresor
Beberapa hal penting yang harus diperhatikan pada pompa diantaranya adalah :
a. Tipe acting piston
b. Diameter piston
c. Discharge capacity
d. Working pressure
e. Power
f. Dimensi panjang x lebar x tinggi
g. Berat
Gambar 3.4 Salah satu jenis pompa yang digunakan dalam proses pemboran
yang berfungsi untuk mensirkulasikan fluida bor (Eksplorasi PT.MSJ doc, 2005).
Pada tahap pemboran, pompa dan kompresor berfungsi sebagai sumber tenaga
untuk mensirkulasikan fluida (udara atau lumpur) bor. Jika fluida bor yang digunakan
adalah lumpur, maka sebagai sumber tenaga adalah pompa Lumpur. Dan jika fluida
bor yang digunakan adalah udara maka sumber tenaganya adalah kompresor.
3.2.3 Stang Bor
Stang bor merupakan pipa yang terbuat dari baja, dimana bagian pada ujung-
ujungnya terdapat ulir. Sebagai penghubung antara dua buah stang bor digunakan
double neppel.
Dalam kegiatan pemboran stang bor berfungsi sebagai :
a. mentransmisikan putaran tekanan, dan tumbukan yang dihasilkan oleh mesin
bor menuju mata bor
b. jalan keluar-masuknya fluida (udara atau lumpur) bor
A B
Gambar 3.6 Salah satu contoh jenis bit yang digunakan dalam proses
pemboran batubara. A.Drag Bit (digunakan pada proses open hole)
dan Diamond Bit (digunakan dalam proses drill core/coring,
B.Rolling Cutter Bit (bisa juga digunakan pada proses drill core).
Eksplorasi, PT.MSJ doc, 2005
.
Jika lubang bor yang kedalaman (panjang penetrasi bor) adalah 25 m, dengan
perolehan panjang core 24 m, maka Core Recovery adalah :
= 24/25 x 100 %
= 96 %
3. Lakukan pemotretan lengkap dengan data initial yang diperlukan sebelum ditaruh
/diletakan pada core box.
4. Core sampel yang sudah dikeluarkan kemudian diletakkan pada core box (kotak
core). Core box dibuat sesuai dengan ukuran core sampel, panjang 1 meter
lebar disuaikan. Satu core box dibuat untuk total kedalaman 5 meter.
5. Penyusunan core sampel dimulai dari ujung pojok kiri (top/roof) dan seterusnya
menyambung dari top/roof sampai bottom/floor.
6. Core box diberi tanda atau kode nomor lokasi bor, interval kedalaman bor dan
nomor box.
7. Lakukan pemotretan lengkap dengan data initial yang diperlukan
8. Kondisi core sampel maupun core box harus dalam keadaan aman.
Dalam pekerjaan eksplorasi batubara evaluasi formasi secara kualitatif dan kuantitatif
berdasarkan data geofisika well logging merupakan salah satu tahapan yang penting
dilakukan. Data Logging dapat digunakan untuk menentukan karakteristik fisik
batuan seperti litologi, porositas, dan permeabilitas, mengidentifikasi kedalaman dan
menentukan ketebalan batubara.
4.1 Pendahuluan
Geofisika Well logging adalah suatu kegiatan yang penting sekali untuk
mengumpulkan sebanyak mungkin informasi secara berkesinambungan di sumur-
sumur eksplorasi agar diperoleh suatu gambaran yang lebih baik dari stratigrafi
geologi yang kemudian dapat dikorelasikan dengan sumur-sumur lainnya untuk
pengembangan eksplorasi yang diinginkan.
Well Logging memberikan data yang diperlukan untuk evaluasi secara kuantitas dari
lapisan pada situasi dan kondisi yang sesungguhnya. Kurva log memberikan
informasi yang cukup tentang sifat-sifat batuan dan cairan. Dari sudut pandang
pengambilan keputusan, logging adalah suatu bagian yang penting dari proses
pemboran dan penyelesaian sumur. Sehingga adalah mutlak untuk mendapatkan
data log yang lengkap dan akurat.
Dewasa ini pelaksanaan metoda geofisika well logging dilengkapi dengan komputer
data semua data direkam dalam disket (disk). Dari disket ini data tersebut dapat
dipindahkan kedalam komputer lainnya yang selanjutnya akan dianalisa lebih lanjut
dan dicetak sesuai dengan skala yang dikehendaki. Manfaat lain selain disampimg
keleluasaan skala adalah adanya kemungkinan menafsir data-data tersebut dengan
computer ke dalam berbagai bentuk penafsiran, misalnya jenis litologi, porositas,
kelulusan air, peringkat (rank) batubara, dll.
Lapisan batubara umumnya mudah dikenal berdasarkan data respon geofisika well
logging karena batubara memiliki sifat fisik yang khas yaitu berat isi rendah,
mengandung radioaktif alam yang rendah, dan mempunyai sifat menahan listrik.
Kadang-kadang batugamping memperlihatkan sifat yang menyerupai batubara pada
kebanyakan respon penahan listrik, terutama pada respon tahanan jenis (resistifity),
kecuali pada respon berat isi.
3) Skala Kedalaman
Log standar memiliki dua skala kedalaman, yang satu digunakan untuk korelasi dan
yang satu lagi digunakan untuk interpretasi yang rinci. Skala 1:1000 atau 1:500 dan
skala rinci 1:200.
4) Kecepatan Logging
Salah satu proses kendali mutu log (LQC) adalah pemeriksaan kecepatan logging,
terutama pada log nuklir. Kecepatan logging terekam pada sisi kiri dan kanan dari log
lapangan berupa garis patah-patah. Satu garis patah-patah terjadi tiap satu menit,
panjang garis patah dalam feet atau meter menunjukkan kecepatan loging pada
kedalaman itu setiap menit. Jika dikalikan dengan 60 maka akan memberikan
kecepatan dalam meter per jam. Jika kecepatan logging terlalu tinggi, kurva-kurva
alat nuklir yang berdasarkan atas perhitungan statistik akan mempunyai angka
statistik data yang rendah, mengakibatkan resolusi kurva menjadi rendah. Sebaliknya
bila kecepatan logging terlalu rendah walaupun memberikan banyak data, akan
tetapi secara keseluruhan tidak efisien dan tidak diperlukan.
5) Skala Log
Ada tiga macam skala yang umum dipakai pada log (tabel 4.1) :
Skala kurva ditunjukkan pada kepala log dalam satuan fisika. Beberapa pengukuran
berupa rasio atau angka-angka desimal, sehingga dalam hal ini tidak ada satuan
yang ditampilkan. Dengan cara yang sama log-log resistivitas direkam bersamaan
pada skala logaritma, sehingga memungkinkan penentuan rasio dari dua
pengukuran dengan lebih mudah dan memberikan sensitivitas yang sama pada
semua nilai log.
6) Corak Kurva
Setiap kurva ditunjukkan dengan corak unik, ada yang berbentuk garis patah pendek,
garis patah panjang, garis lurus, garis titik, untuk memudahkan pembacaan.
Gambar 4.7 Sheave : Katrol dengan kabel probe untuk membaca kedalaman
Gambar 4.8 Winch : untuk menghubungkan kabel probe dengan komputer
Setelah proses pengukuran berbagai jenis parameter geofisika well logging selesai,
lakukan analisa awal lewat log lapangan yang langsung bisa dicetak dari alat
perekam lalu berikan komentar atau perintah selanjutnya kepada driller atau logger
tindakan yang harus dilakukan selanjutnya (apakah perlu diadakan pemboran ulang
atau pengukuran logging ulang). Demikian garis besar dari pemanfaatan geofisika
logging semoga dapat bermanfaat.
Batubara adalah batuan yang diturunkan dari jasad tumbuh-tumbuhan yang telah
mengalami perubahan fisik dan kimiawi dalam kurun waktu yang panjang oleh
Winans & Crelling
Batubara adalah batuan yang tersusun dari dominasi senyawa organik dan senyawa
pengotor anorganik/mineral oleh Hendricks, Grimes & Meyer. “Batuan yang
mengandung senyawa anorganik > 50 % dinamakan Hendricks sebagai
carbonaceous shale”
Batubara adalah batuan sedimen yang tersusun dari maceral dan mineral oleh
Davidson. Maceral tersebut meliputi : vitrinite, exinite dan innernite.
Secara kuantitative kandungan batubara dibagi menjadi 4 bagian yaitu yang disebut
sebagai Proximate. Jadi batubara terdiri dari
1. Moisture,
2. Ash (mineral matter)
3. Volatile Matter,
4. Fixed carbon.
Sehingga dalam penentuan proximate ini jumlah persentasinya harus 100 %. Kalau
digambarkan sebagai batang maka kira-kira pembagiannya adalah sebagai berikut:
Moisture
Volatile Matter
Fixed Carbon
5.1 Sampling
Apabila terjadi kesalahan pada proses Sampling, maka seteliti apapun di lab dan
preparasi, hasil yang didapat tidak mewakili batubara yang ditentukan
karakteristiknya. Penentuan salah dan benarnya dalam sampling hanya ditentukan
oleh ketepatan pengerjaan prosedurenya sesuai dengan standard yang digunakan.
Jadi tidak ada standarisasi yang dapat digunakan sebagai acuan untuk
mengeceknya. Jadi yang perlu diketahui dan di fahami adalah ; “JANGAN SEKALI-
KALI MELAKUKAN SAMPLING DENGAN TUJUAN MENENTUKAN
KARAKTERISTIK DARI BATUBARA APABILA TIDAK MEMAHAMI BETUL
PROSEDURE SAMPLING YANG HARUS DILAKUKAN SESUAI DENGAN
STANDARD YANG DIINGINKAN KECUALI SIAP MENDAPATKAN HASIL YANG
TIDAK RELEVAN DENGAN STANDARD YANG DIINGINKAN TERSEBUT ATAU
BAHKAN MENDAPATKAN HASIL YANG TIDAK MEWAKILI BATUBARA YANG
DITENTUKAN KARAKTERISTIKNYA TERSEBUT.”
1) Core Sampling
Exploration sampling
- Deep drilling
- Shalow drilling
Pit sample
- Pit drilling
Channel sampling
- Explorasi sampling
- Outcrop sampling
- Pit sampling
- Seam face sampling
Bulk sampling
- Stasionary sampling
- Stockpile sampling
- Wagon sampling
- Coal truck sampling
- Dll.
Moving sampling
- Cross belt sampling
- Stop belt sampling
- Falling stream sampling
- Moving bucket sampling
- DLL.
5.2 Preparasi
Apabila terjadi kesalahan di proses preparasi maka masih ada cadangan file original
sample yang dapat di re-preparasi. Pengulangan ini bahkan sering dilakukan apabila
ada keraguan dari hasil analisa yang didapat di laboratorium. Sedangkan parameter
yang digunakan dalam menentukan benar atau salahnya preparasi adalah prosedure
pengerjaan sesuai dengan Standard yang digunakan. Selain itu dalam tahap
preparasi ada standarisasi penentuan ketelitian proses preparasi tersebut dengan
cara menentukan overall variance dan standard deviasi dari proses preparasi dan
analisa, dari sini kita dapat melihat atau menentukan apakah preparasi tersebut
terjadi bias diatas presisi yang diinginkan atau penyimpangannya masih dalam range
presisi yang diinginkan atau ditetapkan.
Basis-basis di atas merupakan basis-basis yang umum atau biasanya dipakai dalam
menyatakan nilai dari suatu parameter kualitas dari suatu batubara. Selain basis-
basis tersebut di atas masih ada beberapa basis lainnya yang hanya untuk keperluan
tertentu saja digunakan seperti misalnya ; Sulfat free, SO3 free, Ash free, dan lain-
lain.
Dari interpretasi–interpretasi basis di atas, maka dibuatlah suatu persamaan
matematis untuk menyatakannya ke dalam bentuk angka, sebagaimana terlihat pada
Tabel 5.4
Desire result As analysed As received Dry basis Dry, ash, free Dry mineral matter
free
(air dry) (as sampled) (DB) (DAF)
(Dmmf)
Given results ad AR
As analysed 100- Mar 100 100 100
(air dry) -
(as sampled) -
(DB) -
(DAF) -
KETERANGAN :
Mad = Moisture in the analysis sample / air dried moisture / Inherent moisture
(AS standard)
Mar = Total Moisture
Aad = Ash air dried basis
Mmad = Mineral matter air dried basis
Aar = Ash as received basis
Mmar = Mineral matter as received basis
Adb = ash dry basis
Mmdb = Mineral matter dry basis
Mineral matter diperoleh dari PARR formula dengan persamaan sebagai berikut :
MMad = 1.08Aad + 0.55 Sad
MMar = 1.08Aar + 0.55 Sar
MMdb = 1.08Adb + 0.55 Sdb
Dimana ;
MMad = Mineral matter air dried basis
MMar = Mineral matter as received basis
MMdb = Mineral matter dry basis
Aad = Ash air dried basis
Aar = Ash as received basis
Adb = Ash dry basis
Sad = Sulfur air dried basis
Sar = Sulfur as received basis
Sdb = Sulfur dry basis
5.5.1 .1 Moisture
Moisture di dalam batubara dapat dibagi menjadai dua bagian yaitu inherent
moisture dan extraneous moisture. Dua istilah tersebut di atas merupakan istilah
pengertian bukan istilah parameter. Inherent moisture adalah moisture yang
terkandung dalam batubara dan tidak dapat menguap atau hilang dengan
pengeringan udara atau air drying pada ambien temperature walaupun batubara
tersebut telah dimilling ke ukuran 200 mikron. Inherent moisture ini hampir menyatu
dengan struktur molekul batubara karena berada pada kapiler yang sangat kecil
dalam partikel batubara. Nilai Inherent moisture ini tidak fluktuatif dengan berubah-
ubahnya humiditas ruangan. Dan moisture ini baru bisa dhilangkan dari batubara
pada pemanasan lebih dari 100 derajat Celsius. Extaraneous moisture adalah
moisture yang berasal dari luar dan menempel atau teradsorpsi di permukaan
batubara atau masuk dan tergabung dalam retakan-retakan atau lubang-lubang kecil
batubara. Sumber extraneous moisture ini misalnya ; air dari genangan, air hujan,
dan lain-lain. Moisture ini dapat dihilangkan atau diuapkan dengan cara air drying
atau pemanasan di oven pada ambien temperature. Ada yang mengistilahkan untuk
moisture ini adalah Surface moisture atau Free moisture.
despatched moisture :
Pada coal in bulk, nilai TM ini dipengaruhi oleh luas permukaan batubara (size
distribusi ), juga oleh cuaca, sehingga nilai TM pada coal in bulk relatif fluktuatif
seiring dengan keadaan cuaca atau musim dan size distribusi dari batubara tersebut
terutama setelah di crushing.
5.5.1.4 Air dried moisture
Sesuai dengan namanya, air dried moisture adalah nilai moisture batubara pada saat
setelah batubara tersebut diair drying. Nilai moisture ini sangat penting karena pada
dasarnya semua parameter ditentukan pada sample setelah air drying sehingga
basisnya adalah air dried basis. Nilai parameter dalam basis ini merupakan actual
hasil analisa dari Lab. Sedangkan basis-basis lainya dalam coal analysis merupakan
kalkulasi saja dari nilai-nilai air dried basis ini. Jadi jelaslah bahwa tanpa nilai air
dried moisture, parameter-parameter yang lain tidak dapat diubah ke dalam basis
lainnya. Selain itu nilai ADM ini berpengaruh pada nilai parameter lainnya pada basis
airdried, seperti CV, VM, Sulfur dan lain-lain. Sehingga nilai ADM menjadi lebih
penting lagi apabila spesifikasi dinyatakan dalam basis air dried.
5.5.1.5 Transportable moisture limit
Batubara in bulk yang diangkut dengan menggunakan palka tertutup seperti kapal-
kapal besar, dalam kondisi tertentu yang diakibatkan oleh angin dan ombak,
memungkinkan terjadinya segregasi moisture dan finer coal dari bulk dan
membentuk semacam “liquefaction” dan pada kondisi tertentu dapat membahayakan
kapal tersebut terutama pada stability kapal selama dalam pelayarannya. Oleh
karena itu IMO ( International Marine Organisation) mensyaratkan untuk setiap kapal
yang mengangkut batubara terutama low rank coal, harus meminta statement dari
Shipper mengenai nilai transportable moisture limit dari batubara yang akan dimuat.
Ada satu metoda yang dikembangkan di National Coal Board (UK) untuk
menentukan nilai TML ini yaitu dengan cara ; Sebanyak 10 kg batubara dimasukan
ke dalam suatu silinder dimana di bawah silinder tersebut diletakan dua bola tenis
meja. Kemudian silinder tersebut diletakan di atas “Vibrating table”. Penentuan ini
dilakukan pada nilai moisture batubara yang bervariasi. Flow Moisture ditentukan
sebagai nilai moisture pada saat bola tenis meja tersebut masuk naik ke atas
batubara dalam silinder tersebut. Sedangkan TML adalah 90 % dari nilai Flow
moisture tersebut.
Mineral matter adalah unsur-unsur yang terikat secara organik dalam rantai carbon
sebagai kation pengganti hidrogen. Unsur ini biasanya ada dalam batubara pada
saat pembentukan batubara yang berasal dari tumbuhan atau pohon pembentuk
batubara tersebut. Unsur yang biasanya ditemukan sebagai mineral matter ini adalah
Kalsium, Sodium, dan juga ditemukan besi dan alumina pada low rank coal. Inherent
ash adalah superfine discrete mineral yang masih dapat tertinggal dalam partikel
batubara setelah dipulverize. Dan yang ketiga adalah extraneous ash, yang
termasuk kedalam kategori ini adalah tanah atau pasir yang terbawa pada saat
penambangan batubara dan mineral yang keluar dari partikel batubara pada saat
dipulverize. Ketiga jenis ash tersebut sangat tergantung pada lingkungan pada saat
pembentukan batubara serta bahan pembentuk batubara sehingga memiliki sifat-
sifat thermal masing-masing, akibatnya juga setiap type ash tersebut memiliki
kontribusi yang berbeda terhadap slagging dan fouling. Penentuan di laboratorium
yaitu dengan membakar batubara pada temperature 750 atau 800 derajat celsius
sampai dianggap pembakaran telah sempurna. Dalam prosedure standard
temperature dan waktu pembakaran ditentukan yang nilainya tergantung kepada
standard masing-masing. Penentuan secara prosedure di atas untuk batubara
tertentu yang mengandung banyak pyrite dan carbonat, menjadi tidak begitu teliti
karena selama pembakaran terjadi beberapa reaksi akan terjadi. Reaksi reaksi yang
mungkin terjadi selama pembakaran adalah ;
Decomposisi Pyrite :
Dekomposisi Carbonat
Fixation of sulfur
Dalam basis dry mineral matter free basis untuk penentuan rank batubara di ASTM,
Ash yang digunakan adalah hasil kalkulasi dimana ash dinyatakan sebagai ash
bebas sulfat.
5.5.2.2 Sulfur
Sulfur didalam batubara sama seperti halnya material yang lain terdiri dari dua jenis
yaitu sulfur organik dan sulfur anorganik. Sulfur organik biasanya ada dalam
batubara seiring dengan pembentukan batubara dan berasal dari tumbuhan
pembentuk batubara tersebut. Dan tidak menutup kemungkinan juga berasal dari
luar tumbuhan yang dikarenakan suatu reaksi kimia yang terjadi pada saat peatifikasi
dan coalifikasi pada saat perubahan diagenetik dan perubahan kimia. Sedangkan
anorganik sulfur berasal dari lingkungan dimana batubara tersebut terbentuk.atau
dari mineral yang berada disekeliling batubara atau bahkan yang berada dalam
seam batubara yang membentuk parting, spliting, band dan lain-lain. Sulfur
anorganik ini biasanya dibagi lagi menjadi dua jenis yaitu Pyritic sulfur dan sulfat
sulfur. Dalam analysis di laboratorium sulfur-sulfur ini ditentukan dengan parameter
yang disebut form of sulfur. Dimana laporannya terdiri dari pyritic sulfur, sulfate sulfur
dan organik sulfur. Yang ditentukan di laboratorium dengan test adalah hanya piritic
sulfur dan sulfate sulfur sedangkan organik sulfur merupakan hasil kalkulasi selisih
antara Total sulfur dan jumlah dari piritic dan sulfate sulfur. Form of sulfur biasa
digunakan untuk memprediksi secara awal apakah sulfur dari batubara tersebut
dapat dikurangi dengan cara separasi media atau washibility density. Organik sulfur
secara teeoritis tidak dapat dipisahkan dari batubara dengan metoda separasi yang
menggunakan dens medium plan atau washing karena sulfur tersebut terikat secara
organik dalam molekul batubara. Sedangkan anorganik sulfur secara teoritis dapat
dihilangkan atau dikurangi dengan cara separasi media karena termasuk ke dalam
mineral matter yang memiliki density lebih tinggi dibanding batubara. Selain itu pyrtic
sulfur juga digunakan sebagai
bahan acuan dalam memprediksi kecenderungan batubara tersebut untuk terbakar
secara spontan pada waktu penyimpanannya di stockpile. Karena pyritic sulfur dapat
mengkatalisasi terjadinya self heating pada batubara yaitu dengan reaksi oksidasi
yang menghasilkan panas. Selain itu dari reaksi tersebut dapat menyebabkan
disintegrasi partikel batubara sehingga menambah luas permukaan batubara yang
juga dapat menambah kecenderungan batubara tersebut untuk teroksidasi yang
pada akhirnya menyebabkan terjadinya pembakaran spontan. Hidrogen disulfida
atau FeS2 di dalam batubara terdiri dari dua type yaitu cubic yellow pyrite dan rombik
marcasite. Dan marcasite inilah yang disinyalir lebih reaktif terhadap oksigen
dibanding pyrite.
Dalam utilisasi di industri, sulfur yang tinggi sangat tidak diharapkan karena dapat
menimbulkan emisi SO2 yang konsentrasinya tidak boleh tinggi karena dapat
menyebabkan hujan asam. Batasan konsentrasi SO2 yang diijinkan tergantung dari
negara dimana industri tersebut berada, karena peraturan masing-masing negara
berbeda. Selain itu SO2 juga termasuk corrosive constituent bersama chlorine yang
dapat merusak metal dalam boiler.
Analisa reguler yang ditentukan baik untuk explorasi, produksi, dan shipment adalah
total sulfur yang biasanya ditentukan dengan metoda high temperature method
b. Net Calorific Value, adalah konversi secara matematis dari Gross Calorific
Value dengan menerapkan faktor koreksi yang didasarkan pada
kandungan hydrogen, oksigen dan moisture. Biasa disebut sebagai panas
pembakaran pada tekanan konstan dimana air berujud gas.
Penentuan nilai kalori batubara yang digunakan di sini adalah dengan alat
Calorimeter dengan sistem Isoperibol. Alat ini menggunakan siklus Isotermik,
dimana secara komputerize, panas yang dihasilkan dari pembakaran batubara
dalam calorimeter tersebut dikonversikan ke dalam satuan Megajoule per
kilogram (MJ/kg) atau Calori per gram (Cal/g). Jadi secara otomatis nilai kalori
dari batubara yang ditentukan diprint out oleh alat kalorimeter tersebut.
Sumber daya batubara (coal resources) adalah bagian dari batubara dalam bentuk
dan kuantitas tertentu serta mempunyai prospek beralasan yang memungkinkan
untuk ditambang secara ekonomis. Lokasi, kualitas, kuantitas karakteristik geologi
dan kemenerusan dari lapisan batubara yang telah diketahui, diperkirakan atau
diinterpretasikan dari bukti geologi tertentu. Sumber daya batubara dibagi sesuai
dengan tingkat kepercayaan geologi ke dalam kategori tereka, tertunjuk, dan terukur.
Sumber daya batubara tereka (inferred coal resource) adalah bagian dari
estimasi sumber daya batubara total yang kualitas dan kuantitasnya hanya dapat
diperkirakan dengan tingkat kepercayaan yang rendah. Titik pengamatan yang
mungkin didukung oleh data pendukung tidak cukup untuk membuktikan
kemenerusan lapisan batubara dan/atau kualitasnya. Estimasi dari kategori
kepercayaan ini dapat berubah secara berarti dengan eksplorasi lanjut
Sumber daya batubara tertunjuk (indicated coal resource) adalah bagian dari
estimasi sumber daya batubara total yang kualitas dan kuantitasnya dapat
diperkirakan dengan tingkat kepercayaan yang beralasan, didasarkan pada informasi
yang didapatkan dari titik pengamatan yang mungkin didukung oleh data pendukung.
Titik pengamatan yang ada cukup untuk menginterpretasikan kemenerusan lapisan
batubara, tetapi tidak cukup untuk membuktikan kemenerusan lapisan batubara
dan/atau kualitasnya
Sumber daya batubara terukur (measured coal resource) adalah bagian dari
estimasi sumber daya batubara total yang kualitas dan kuantitasnya dapat
diperkirakan dengan tingkat kepercayaan tinggi, didasarkan pada informasi yang
didapat dari titik pengamatan yang diperkuat dengan data pendukung. Titik
pengamatan jaraknya cukup berdekatan untuk membuktikan kemenerusan lapisan
batubara dan/atau kualitasnya
Tabel 6.1.
Tipe endapan batubara berkaitan dengan sedimentasi, tektonik, dan variasi
kualitas
Kondisi geologi
Parameter
Sederhana Moderat Kompleks
I.A. Sedimentasi
1. Variasi ketebalan sedikit bervariasi bervariasi sangat bervariasi
2. Kesinambungan ribuan meter ratusan meter puluhan meter
3. Percabangan hampir tidak ada beberapa banyak
I.B. Tektonik
1. Sesar idak ada jarang rapat
2. Lipatan ada, landai terlipat sedang terlipat kuat
3. lntrusi tidak ada berpengaruh sangat
4. Kemiringan landai sedang berpengaruh
terjal
Tabel 6.2.
Jarak titik pengamatan menurut kondisi geologi
Sumber daya
Kondisi
geologi Kriteria Tereka Tertunjuk Terukur
Sederhana Jarak titik pengamatan (m) 1.000 < x ≤ 1.500 500 < x ≤ 1.000 x ≤ 500
Moderat Jarak titik pengamatan (m) 500 < x ≤ 1.000 250 < x ≤ 500 x ≤ 250
Kompleks Jarak titik pengamatan (m) 250 < x ≤ 500 100 < x ≤ 250 x ≤ 100
2. Aspek kelayakan
Aspek kelayakan merupakan faktor pengubah yang meliputi teknis penambangan,
pengolahan, ekonomi, pemasaran, legalitas, lingkungan, sarana dan prasarana,
sosial, serta peraturan perundang-undangan.
Sumber: Modifikasi Australian Coal Guidelines 2014
Gambar 6.1
Hubungan Antara Inventori, Sumberdaya dan Cadangan Batubara
Preston-Sanders :
ID = RD ad x ( 100 – IM ad ) / ( 100 + RD ad x ( TM ins – IM ad ) – TM ins )
Keterangan :
ID : Insitu Relative Density
RD ad : Relative Density (adb)
IM ad : Inherent Moisture (adb)
TM ins: Total Moisture (ar)
Gambar 6.2
Estimasi Sumberdaya Batubara Menggunakan Metode Circular USGS
DAFTAR PUSTAKA
.
RIWAYAT PENULIS