Anda di halaman 1dari 2

Robohnya Surau Kami Ingin tahuku dengan cerita Ajo Sidi yang memurungkan Kakek

jadi memuncak. Aku tanya lagi Kakek, "Bagaimana katanya, Kek?"


Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku Tapi Kakek diam saja. Berat hatinya bercerita barangkali. Karena
dengan menumpang bis, Tuan akan berhenti di dekat pasar. Maka kira- aku telah berulang-ulang bertanya, lalu ia yang bertanya padaku, "Kau
kira sekilometer dari pasar akan sampailah Tuan di jalan kampungku. kenal padaku, bukan? Sedari kau kecil aku sudah disini. Sedari
Pada simpang kecil ke kanan, simpang yang kelima, membeloklah ke mudaku, bukan? Kau tahu apa yang kulakukan semua, bukan?
jalan sempit itu. Dan di ujung jalan nanti akan Tuan temui sebuah Terkutukkah perbuatanku? Dikutuki Tuhankah semua pekerjaanku?"
surau tua. Di depannya ada kolam ikan, yang airnya mengalir melalui Tapi aku tak perlu menjawabnya lagi. Sebab aku tahu, kalau Kakek
empat buah pancuran mandi.Dan di pelataran kiri surau itu akan Tuan sudah membuka mulutnya, dia takkan diam lagi. Aku biarkan Kakek
temui seorang tua yang biasanya duduk di sana dengan segala tingkah dengan pertanyaannya sendiri.
ketuaannya dan ketaatannya beribadat. Sudah bertahun-tahun ia "Sedari muda aku di sini, bukan? Tak kuingat punya isteri, punya
sebagai garin, penjaga surau itu. Orang-orang memanggilnya Kakek. anak, punya keluarga seperti orang lain, tahu? Tak kupikirkan hidupku
Sebagai penjaga surau, Kakek tidak mendapat apa-apa. Ia hidup sendiri. Aku tak ingin cari kaya, bikin rumah. Segala kehidupanku,
dari sedekah yang dipungutnya sekali se-Jumat. Sekali enam bulan ia lahir batin, kuserahkan kepada Allah Subhanahu wataala. Tak pernah
mendapat seperempat dari hasil pemungutan ikan mas dari kolam itu. aku menyusahkan orang lain. Lalat seekor enggan aku membunuhnya.
Dan sekali setahun orang-orang mengantarkan fitrah Id kepadanya. Tapi kini aku dikatakan manusia terkutuk. Umpan neraka. Marahkah
Tapi sebagai garin ia tak begitu dikenal. Ia lebih di kenal sebagai Tuhan kalau itu yang kulakukan, sangkamu? Akan dikutukinya aku
pengasah pisau. Karena ia begitu mahir dengan pekerjaannya itu. kalau selama hidupku aku mengabdi kepada-Nya? Tak kupikirkan hari
Orang-orang suka minta tolong kepadanya, sedang ia tak pernah minta esokku, karena aku yakin Tuhan itu ada dan pengasih dan penyayang
imbalan apa-apa. Orang-orang perempuan yang minta tolong kepada umatnya yang tawakal. Aku bangun pagi-pagi. Aku bersuci.
mengasahkan pisau atau gunting, memberinya sambal sebagai Aku pukul beduk membangunkan manusia dari tidurnya,
imbalan. Orang laki-laki yang minta tolong, memberinya imbalan supayabersujud kepada-Nya. Aku sembahyang setiap waktu. Aku puji-
rokok, kadang-kadang uang. Tapi yang paling sering diterimanya ialah puji Dia. Aku baca Kitab-Nya. Alhamdulillah kataku bila aku
ucapan terima kasih dan sedikit senyum. menerima karunia-Nya. Astagfirullah kataku bila aku terkejut. Masya
Tapi kakek ini sudah tidak ada lagi sekarang. Ia sudah meninggal. Allah kataku bila aku kagum. Apa salahnya pekerjaanku itu? Tapi kini
Dan tinggallah surau itu tanpa penjaganya. Hingga anak-anak aku dikatakan manusia terkutuk."
menggunakannya sebagai tempat bermain, memainkan segala apa Ketika Kakek terdiam agak lama, aku menyelakan tanyaku, "Ia
yang disukai mereka. Perempuan yang kehabisan kayu bakar, sering katakan Kakek begitu, Kek?"
suka mencopoti papan dinding atau lantai di malam hari. "Ia tak mengatakan aku terkutuk. Tapi begitulah kira-kiranya."
Jika Tuan datang sekarang, hanya akan menjumpai gambaran yang Dan aku melihat mata Kakek berlinang. Aku jadi belas kepadanya.
mengesankan suatu kesucian yang bakal roboh. Dan kerobohan itu Dalam hatiku aku mengumpati Ajo Sidi yang begitu memukuli hati
kian hari kian cepat berlangsungnya. Secepat anak-anak berlari di Kakek. Dan ingin tahuku menjadikan aku nyinyir bertanya. Dan
dalamnya, secepat perempuan mencopoti pekayuannya. Dan yang akhirnya Kakek bercerita lagi.
terutama ialah sifat masa bodoh manusia sekarang, yang tak hendak
memelihara apa yang tidak di jaga lagi. Dan biang keladi dari “Pada suatu waktu,” kata Ajo Sidi memulai, “di akhirat Tuhan
kerobohan ini ialah sebuah dongengan yang tak dapat disangkal Allah memeriksa orang-orang yang sudah berpulang. Para malaikat
kebenarannya. Beginilah kisahnya. bertugas di samping-Nya. Di tangan mereka tergenggam daftar
dosa dan pahala manusia. Begitu banyak orang yang diperiksa.
Sekali hari aku datang pula mengupah Kakek. Biasanya Kakek Maklumlah dimana-mana ada perang. Dan di antara orang-orang
gembira menerimaku, karena aku suka memberinya uang. Tapi sekali yang diperiksa itu ada seirang yang di dunia di namai Haji Saleh.
ini Kakek begitu muram. Di sudut benar ia duduk dengan lututnya Haji Saleh itu tersenyum-senyum saja, karena ia sudah begitu
menegak menopang tangan dan dagunya. Pandangannya sayu ke yakin akan di masukkan ke dalam surga. Kedua tangannya
depan, seolah-olah ada sesuatu yang yang mengamuk pikirannya. ditopangkan di pinggang sambil membusungkan dada dan
Sebuah belek susu yang berisi minyak kelapa, sebuah asahan halus, menekurkan kepala ke kuduk. Ketika dilihatnya orang-orang yang
kulit sol panjang, dan pisau cukur tua berserakan di sekitar kaki Kakek. masuk neraka, bibirnya menyunggingkan senyum ejekan. Dan
Tidak pernah aku melihat Kakek begitu durja dan belum pernah ketika ia melihat orang yang masuk ke surga, ia melambaikan
salamku tak disahutinya sepertisaat itu. Kemudian aku duduk tangannya, seolah hendak mengatakan ‘selamat ketemu nanti’.
disampingnya dan aku jamah pisau itu. Dan aku tanya Kakek, Bagai tak habis-habisnya orang yang berantri begitu panjangnya.
“Pisau siapa, Kek?” Susut di muka, bertambah yang di belakang. Dan Tuhan memeriksa
“Ajo Sidi.” dengan segala sifat-Nya.
“Ajo Sidi?” Akhirnya sampailah giliran Haji Saleh. Sambil tersenyum
Kakek tak menyahut. Maka aku ingat Ajo Sidi, si pembual itu. bangga ia menyembah Tuhan. Lalu Tuhan mengajukan pertanyaan
Sudah lama aku tak ketemu dia. Dan aku ingin ketemu dia lagi. Aku pertama.
senang mendengar bualannya. Ajo Sidi bisa mengikat orang-orang “Engkau?”
dengan bualannya yang aneh-aneh sepanjang hari. Tapi ini jarang “Aku Saleh. Tapi karena aku sudah ke Mekah, Haji Saleh
terjadi karena ia begitu sibuk dengan pekerjaannya. Sebagai pembual, namaku.”
sukses terbesar baginya ialah karena semua pelaku-pelaku yang “Aku tidak tanya nama. Nama bagiku, tak perlu. Nama hanya
diceritakannya menjadi model orang untuk diejek dan ceritanya buat engkau di dunia.”
menjadi pameo akhirnya. Ada-ada saja orang-orang di sekitar “Ya, Tuhanku.”
kampungku yang cocok dengan watak pelaku-pelaku ceritanya. Ketika “Apa kerjamu di dunia?”
sekali ia menceritakan bagaimana sifat seekor katak, dan kebetulan ada “Aku menyembah Engkau selalu, Tuhanku.”
pula seorang yang ketagihan menjadi pemimpin berkelakuan seperti “Lain?”
katak itu, maka untuk selanjutnya pimpinan tersebut kami sebut “Setiap hari, setiap malam. Bahkan setiap masa aku menyebut-
pimpinan katak. nyebut nama-Mu.”
Tiba-tiba aku ingat lagi pada Kakek dan kedatang Ajo Sidi “Lain?”
kepadanya. Apakah Ajo Sidi telah membuat bualan tentang Kakek? “Ya, Tuhanku, tak ada pekerjaanku selain daripada beribadat
Dan bualan itukah yang mendurjakan Kakek? Aku ingin tahu. Lalu aku menyembah-Mu, menyebut-nyebut nama-Mu. Bahkan dalam kasih-
tanya Kakek lagi. "Apa ceritanya, Kek?" Mu, ketika aku sakit, nama-Mu menjadi buah bibirku juga. Dan aku
"Siapa?" selalu berdoa, mendoakan kemurahan hati-Mu untuk menginsafkan
"Ajo Sidi." umat-Mu.”
"Kurang ajar dia," Kakek menjawab. “Lain?”
"Kenapa?" Haji Saleh tak dapat menjawab lagi. Ia telah menceritakan
"Mudah-mudahan pisau cukur ini, yang kuasah tajam-tajam ini, segala yang ia kerjakan. Tapi ia insaf, pertanyaan Tuhan bukan
menggoroh tenggorokannya." asal bertanya saja, tentu ada lagi yang belum di katakannya.
"Kakek marah?" Tapi menurut pendapatnya, ia telah menceritakan segalanya. Ia
"Marah? Ya, kalau aku masih muda, tapi aku sudah tua. Orang tua tak tahu lagi apa yang harus dikatakannya. Ia termenung dan
menahan ragam. Sudah lama aku tak marah-marah lagi. Takut aku menekurkan kepalanya. Api neraka tiba-tiba menghawakan
kalau imanku rusak karenanya, ibadatku rusak karenanya. Sudah kehangatannya ke tubuh Haji Saleh. Dan ia menangis. Tapi setiap
begitu lama aku berbuat baik, beribadat, bertawakal kepada Tuhan. air matanya mengalir, diisap kering oleh hawa panas neraka itu.
Sudah begitu lama aku menyerahkan diri kepada-Nya. Dan Tuhan “Lain lagi?” tanya Tuhan.
akan mengasihi orang yang sabar dan tawakal." “Sudah hamba-Mu ceritakan semuanya, o, Tuhan yang
Mahabesar, lagi Pengasih dan Penyayang, Adil dan Mahatahu.” Haji "Di negeri, di mana penduduknya sendiri melarat itu?"
Saleh yang sudah kuyu mencobakan siasat merendahkan diri dan "Ya. Ya. Ya. Itulah dia negeri kami."
memuji Tuhan dengan pengharapan semoga Tuhan bisa berbuat "Negeri yang lama diperbudak orang lain itu?" "Ya, Tuhanku.
lembut terhadapnya dan tidak salah tanya kepadanya. Sungguh laknat penjajah penjajah itu, Tuhanku."
Tapi Tuhan bertanya lagi: “Tak ada lagi?” "Dan hasil tanahmu, mereka yang mengeruknya dan diangkutnya
“O, o, ooo, anu Tuhanku. Aku selalu membaca Kitab-Mu.” ke negerinya, bukan?"
“Lain?” "Benar Tuhanku, hingga kami tidak mendapat apa-apa lagi.
“Sudah kuceritakan semuanya, o, Tuhanku. Tapi kalau ada Sungguh laknat mereka itu."
yang lupa aku katakan, aku pun bersyukur karena Engkaulah "Di negeri yang selalu kacau itu, hingga kamu dengan kamu selalu
Mahatahu.” berkelahi, sedang hasil tanahmu orang lain juga yang mengambilnya,
“Sungguh tidak ada lagi yang kaukerjakan di dunia selain yang bukan?"
kauceritakan tadi?” "Benar, Tuhanku. Tapi bagi kami soal harta benda itu, kami tak
“Ya, itulah semuanya, Tuhanku.” mau tahu. Yang penting bagi kami ialah menyembah dan memuji
“Masuk kamu.” Engkau."
Dan malaikat dengan sigapnya menjewer Haji Saleh ke neraka. "Engkau rela tetap melarat, bukan?"
Haji Saleh tidak mengerti kenapa ia di bawa ke neraka. Ia tak "Benar. Kami rela sekali, Tuhanku."
mengerti apa yang di kehendaki Tuhan daripadanya dan ia percaya "Karena kerelaanmu itu, anak cucumu tetap juga melarat, bukan?"
Tuhan tidak silap. "Sungguhpun anak cucu kami melarat, tapi mereka semua pintar
Alangkah tercengangnya Haji Saleh, karena di neraka itu banyak mengaji. Kitab-Mu mereka hafal di luar kepala belaka."
temannya di dunia terpanggang panas, merintih kesakitan. Dan ia "Tapi seperti kamu juga, apa yang disebutnya tidak dimasukkan ke
tambah tak mengerti lagi dengan keadaan dirinya, karena semua orang hatinya, bukan?"
yang dilihatnya di neraka tak kurang ibadatnya dari dia sendiri. "Ada, Tuhanku."
Bahkan, ada salah seorang yang telah sampai empat belas kali ke "Kalau ada, mengapa biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu
Mekah dan bergelar Syeh pula. Lalu Haji Saleh mendekati mereka, teraniaya semua? Sedang harta bendamu kau biarkan orang lain
lalu bertanya kenapa mereka di neraka semuanya. Tetapi sebagaimana mengambilnya untuk anak cucu mereka. Dan engkau lebih suka
Haji Saleh, orang-orang itu pun tak mengerti juga. berkelahi antara kamu sendiri, saling menipu, saling memeras. Aku
"Bagaimana Tuhan kita ini?" kata Haji Saleh kemudian. beri engkau negeri yang kaya raya, tapi kau malas. Kau lebih suka
"Bukankah kita disuruh-Nya taat beribadah, teguh beriman? Dan itu beribadat saja, karena beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak
semua sudah kita kerjakan selama hidup kita. Tapi kini kita membanting tulang. Sedang aku menyuruh engkau semuanya beramal
dimasukkan ke neraka." di samping beribadat. Bagaimana engkau bisa beramal kalau engkau
"Ya. Kami juga berpendapat demikian. Tengoklah itu, orang-orang miskin? Engkau kira aku ini suka pujian, mabuk disembah saja, hingga
senegeri kita semua, dan tak kurang ketaatannya beribadat." kerjamu lain tidak memuji-muji dan menyembah-Ku saja. Tidak.
"Ini sungguh tidak adil." Kamu semua mesti masuk neraka! Hai malaikat, halaulah mereka ini
"Memang tidak adil," kata orang-orang itu mengulangi ucapan kembali ke neraka. Letakkan di keraknya."
Haji Saleh. Semuanya jadi pucat pasi tak berani berkata apa-apa lagi. Tahulah
"Kalau begitu, kita harus minta kesaksian kesalahan kita. Kita mereka sekarang apa jalan yang diridai Allah di dunia.
harus mengingatkan Tuhan, kalau-kalau ia silap memasukkan kita ke Tetapi Haji Saleh ingin juga kepastian, apakah yang dikerjakannya
neraka ini." di dunia ini salah atau benar. Tetapi ia tak berani bertanya kepada
"Benar. Benar. Benar," sorakan yang lain membenarkan Haji Tuhan, ia bertanya saja pada malaikat yang menggiring mereka itu.
Saleh. "Salahkah menurut pendapatmu, kalau kami menyembah Tuhan di
"Kalau Tuhan tak mau mengakui kesilapan-Nya, bagaimana?" dunia?" tanya Haji Saleh.
suatu suara melengking di dalam kelompok orang banyak itu. "Tidak. Kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan
"Kita protes. Kita resolusikan," kata Haji Saleh. dirimu sendiri. Kau takut masuk neraka, karena itu kau taat
"Apa kita revolusikan juga?" tanya suara yang lain, yang rupanya bersembahyang. Tapi engkau melupakan kehidupan kaummu sendiri,
di dunia menjadi pemimpin gerakan revolusioner. melupakan kehidupan anak istrimu sendiri, hingga mereka itu kucar-
"Itu tergantung pada keadaan," kata Haji Saleh. "Yang penting kacir selamanya.. Itulah kesalahanmu yang terbesar, terlalu egoistis.
sekarang, mari kita berdemonstrasi menghadap Tuhan." Padahal engkau di dunia berkaum, bersaudara semuanya, tapi engkau
"Cocok sekali. Di dunia dulu dengan demonstrasi saja, banyak tak mempedulikan mereka sedikit pun."
yang kita peroleh," sebuah suara menyela.
"Setuju! Setuju! Setuju!" mereka bersorak beramai-ramai. Demikian cerita Ajo Sidi yang kudengar dari Kakek. Cerita yang
memurungkan Kakek.
Lalu, mereka berangkatlah bersama-sama menghadap Tuhan. Dan
Tuhan bertanya, " Kalian mau apa?" Dan besoknya, ketika aku mau turun rumah pagi-pagi, istriku
Haji Saleh yang menjadi pemimpin dan juru bicara tampil ke berkata apa aku tak pergi menjenguk.
depan. Dan dengan suara yang menggeletar dan berirama indah, ia "Siapa yang meninggal?" tanyaku kaget.
memulai pidatonya. "Kakek."
"Oh, Tuhan kami yang Mahabesar. Kami yang menghadap-Mu ini "Kakek?"
adalah umat-Mu yang paling taat beribadat, yang paling taat "Ya. Tadi subuh Kakek kedapatan mati di suraunya dalam keadaan
menyembah-Mu. Kamilah orang-orang yang selalu menyebut nama- yang ngeri sekali. Ia menggorok lehernya dengan pisau cukur."
Mu, memuji-muji kebesaran-Mu, mempropagandakan keadilan-Mu, "Astaga. Ajo Sidi punya gara-gara," kataku seraya melangkah
dan lain-lainnya. Kitab- Mu kami hafal di luar kepala kami. Tak sesat secepatnya meninggalkan istriku yang tercengang-cengang.
sedikit pun membacanya. Akan tetapi, Tuhanku yang Mahakuasa, Aku mencari Ajo Sidi ke rumahnya. Tetapi aku berjumpa sama
setelah kami Engkau panggil kemari, Engkau masukkan kami ke istrinya saja. Lalu aku tanya dia.
neraka. Maka sebelum terjadi hal- hal yang tidak diingini, maka di sini, "Ia sudah pergi," jawab istri Ajo Sidi.
atas nama orang-orang yang cinta pada-Mu, kami menuntut agar "Tidak ia tahu Kakek meninggal?"
hukuman yang Kau jatuhkan kepada kami ditinjau kembali dan "Sudah. Dan ia meninggalkan pesan agar dibelikan kafan buat
memasukkan kami ke surga sebagaimana yang Engkau janjikan dalam Kakek tujuh lapis."
kitab-Mu" "Dan sekarang," tanyaku kehilangan akal sungguh mendengar
"Kalian di dunia tinggal di mana?" tanya Tuhan. segala peristiwa oleh perbuatan Ajo Sidi yang tidak sedikit pun
"Kami ini adalah umat-Mu yang tinggal di Indonesia, Tuhanku." bertanggung jawab, "dan sekarang ke mana dia?"
"Oh, di negeri yang tanahnya subur itu?" "Kerja."
"Ya. Benarlah itu, Tuhanku." "Kerja?" tanyaku mengulangi hampa.
"Tanahnya yang mahakaya raya, penuh oleh logam, minyak, dan "Ya. Dia pergi kerja."***
berbagai bahan tambang lainnya, bukan?"
"Benar. Benar. Benar. Tuhan kami. Itulah negeri kami," mereka
mulai menjawab serentak. Karena fajar kegembiraan telah
membayang di wajahnya kembali. Dan yakinlah mereka sekarang,
bahwa Tuhan telah silap menjatuhkan hukuman kepada mereka itu.
"Di negeri, di mana tanahnya begitu subur, hingga tanaman
tumbuh tanpa ditanam?"
"Benar. Benar. Benar. Itulah negeri kami."

Anda mungkin juga menyukai