Anda di halaman 1dari 24

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Transmisi Dan Fungsinya


Transmisi yaitu salah satu bagian dari sistem pemindah tenaga yang berfungsi untuk
mendapatkan variasi momen dan kecepatan sesuai dengan kondisi jalan dan kondisi pembebanan,
yang umumnya menggunakan perbandingan roda gigi. Prinsip dasar transmisi adalah bagaimana
mengubah kecepatan putaran suatu poros menjadi kecepatan putaran yang diinginkan. Gigi
transmisi berfungsi untuk mengatur tingkat kecepatan dan momen mesin sesuai dengan kondisi
yang dialami sepeda motor.
Sistem pemindah tenaga secara garis besar terdiri dari unit kopling, transmisi, penggerak akhir
(final drive). Fungsi transmisi adalah untuk mengatur perbedaan putaran antara mesin dengan
putaran poros yang keluar dari transmisi. Pengaturan putaran ini dimaksudkan agar kendaraan
dapat bergerak sesuai beban dan kecepatan kendaraan.
Rangkaian pemindah pada transmisi manual tenaga berawal dari sumber tenaga (engine) ke
sistem pemindah tenaga yaitu masuk ke unit kopling (clutch), diteruskan ke transmisi (gear box),
kemudian menuju final drive. Final drive adalah bagian terakhir dari sistem pemindah tenaga yang
memindahkan tenaga mesin ke roda belakang.

2.1.1. Transmisi Manual


Transmisi manual adalah transmisi kendaraan yang pengoperasiannya dilakukan secara
langsung oleh pengemudi. Transmisi manual dan komponen-komponenya merupakan bagian dari
sistem pemindah tenaga dari sebuah kendaraan, yaitu sistem yang berfungsi mengatur tingkat
kecepatan dalam proses pemindahan tenaga dari sumber tenaga (engine) ke roda kendaraan.
Komponen utama dari gigi transmisi pada sepeda motor terdiri dari susunan gigi-gigi yang
berpasangan yang berbentuk dan menghasilkan perbandingan gigi-gigi tersebut terpasang. Salah
satu pasangan gigi tersebut berada pada poros utama (main shaft/ counter shaft). Jumlah gigi
kecepatan yang terpasang pada transmisi tergantung kepada model dan kegunaan sepeda motor
yang bersangkutan. Untuk memasukkan gigi pedal pemindah harus diinjak. Cara kerja transmisi
manual adalah sebagai berikut:
Pada saat pedal/tuas pemindah gigi ditekan poros pemindah gigi berputar. Bersamaan
dengan itu lengan pemutar shift drum akan mengait dan mendorong shift drum hingga dapat
3
Fakultas Teknik Unjani
berputar. Pada shift drum dipasang garpu pemilih gigi yang diberi pin (pasak). Pasak ini akan
mengunci garpu pemilih pada bagian ulir cacing. Agar shift drum dapat berhenti berputar pada titik
yang dikehendaki, maka pada bagian lainnya (dekat dengan pemutar shift drum), dipasang sebuah
roda yang dilengkapi dengan pegas dan bintang penghenti putaran shift drum. Penghentian
putaran shift drum ini berbeda untuk setiap jenis sepeda motor, tetapi prinsipnya sama.
Garpu pemilih gigi dihubungkan dengan gigi geser (sliding gear). Gigi geser ini akan
bergerak ke kanan atau ke kiri mengikuti gerak garpu pemillih gigi. Setiap pergerakannya berarti
mengunci gigi kecepatan yang dikehendaki dengan bagian poros tempat gigi itu berada.
Gigi geser, baik yang berada pada poros utama (main shaft) maupun yang berada pada poros
pembalik (counter shaft/output shaft), tidak dapat berputar bebas pada porosnya. Selain itu gigi
kecepatan (1, 2, 3, 4, dan seterusnya), gigi-gigi ini dapat bebas berputar pada masing-masing
porosnya. Jadi yang dimaksud gigi masuk adalah mengunci gigi kecepatan dengan poros tempat
gigi itu berada, dan sebagai alat penguncinya adalah gigi geser.

Gambar 2.1.Transmisi Manual

2.1.2. Transmisi Otomatis


Transmisi otomatis adalah transmisi kendaraan yang pengoperasiannya dilakukan secara
otomatis dengan memanfaatkan gaya sentrifugal. Transmisi yang digunakan yaitu transmisi
otomatis “V” belt atau yang dikenal dengan CVT (Continuous Variable Transmission). CVT
adalah sistem transmisi daya dari mesin menuju ban belakang menggunakan sabuk yang
menghubungkan antara drive pulley dengan driven pulley menggunakan prinsip gaya gesek.

4
Fakultas Teknik Unjani
Gambar 2.2.Transmisi Otomatis

2.1.3. Bagian Transmisi Otomatis Dan Fungsinya


Pada sepeda motor matic transmisi yang di gunakan adalah sistem CVT (Continuous
Variable Transmission). Pada sistem ini tidak lagi menggunakan roda gigi untuk melakukan
pengaturan rasio transmisi melainkan menggunakan sabuk (V-Belt) dan pully variable untuk
memperoleh perbandingan gigi yang bervariasi.

Gambar 2.3.Komponen Sistem CVT

Kontruksi dasar sistem CVT yang berbbasis pully pariable yang bekerja secara mekanis
terdiri dari beberapa komponen yaitu:
a. Pulley Primer (Primery Sheave)
b. Sabuk (V-Belt)
c. Pulley Sekunder (Secondary Sheave)
d. Gear Reduksi
5
Fakultas Teknik Unjani
Tenaga dari kerja mesin diteruskan oleh Pulley Primer > Sabuk > Pulley Sekunder > Unit
Kopling Sentrifugal > Gear Reduksi > Roda Belakang

1. Pulley Primer (Primery Sheave)


Pada pulley primer terdapat beberapa komponen pendukung yaitu:

Gambar 2.4. Komponen Pulley Primer

a. Fixed Sheave
Berfungsi sebagai penahan V-Belt. Komponen ini tidak bergerak, berbentuk
piringan biasanya pada bagian sisinya menyerupai kipas berfungsi sebagai
pendingin.
b. Collar
Berfungsi sebagai dudukan Fixed Sheave, Sliding Sheave, dan Cam.
c. Sliding Sheave
Berfungsi menekan V-Belt dalam putaran tinggi.
d. Cam
Berfungsi sebagai dudukan slider
e. Roller
Berfungsi sebagai penekan sliding sheave, cara kerjanya sesuai putaran mesin.
Apabila mesin pada putaran tinggi, roller ini menekan sliding sheave dan begitu
pula sebaliknya.
f. Slider
Berfungsi sebagai pendorong roller, yang roller sendiri mendorong Slider
Sheave. Slider ini bergerak saat mesin pada putaran tinggi

6
Fakultas Teknik Unjani
2. Sabuk (V-Belt)

Gambar 2.5. V-Belt

V-Belt berfungsi sebagai penghubung antara sliding sheave dan secondary sheave. Yaitu
meneruskan putaran mesin dari sliding sheave, biasanya V-Belt ini memiliki gerigi yang
dirancang agar V-Belt tidak terlalu panas akibat gesekan terus menerus.

3. Pulley Sekunder (Secondary Sheave)

Gambar 2.6. Komponen Pulley Sekunder

Di dalam Secondary Sheave ini terdapat beberapa komponen yaitu:


a. Sliding Shave
Berfungsi menekan v-belt. Perbedaan sliding sheave di secondary sheave
dengan sliding sheave pada primary sheave adalah tidak memiliki sirip atau kipas.
b. Fixed Sheave
Berfungsi sebagai penahan v-belt atau bagian statis.
c. Per/pegas
Berfungsi sebagai pendorong Sliding Sheave.

7
Fakultas Teknik Unjani
d. Torque Cam
Berfungsi membantu menekan otomatis Sliding Sheave pada saat motor
memerlukan akselerasi.
e. Rumah Kopling (Clutch Housing)
Berfungsi meneruskan putaran V-Belt ke poros roda.
f. Sepatu Kopling
Berfungsi sebagai penghubung putaran ke poros roda belakang, sistem kerjanya
tipe sentrifugal yaitu bekerja sesuai dengan tinggi rendahnya putaran mesin.

4. Gear Reduksi

Gambar 2.7 Gear Reduksi

Fungsinya sendiri sebagai penyeimbang putaran mesin dengan roda. Selain itu juga sebagai
pendongkrak tenaga, biasanya ada oli khusus untuk melumasi gear untuk mengurangi panas,
dan merusak gear akibat gesekan terus menerus.

2.2. Roda Gigi


Roda gigi digunakan untuk mentransmisikan daya besar dan putaran yang tepat. Roda gigi
memiliki gigi di sekelilingnya, sehingga penerusan daya dilakukan oleh gigi-gigi kedua roda yang
saling berkait. Roda gigi sering digunakan karena dapat meneruskan putaran dan daya yang lebih
bervariasi dan lebih kompak daripada menggunakan alat transmisi yang lainnya, selain itu roda
gigi juga memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan alat transmisi lainnya, yaitu :
• Sistem transmisinya lebih ringkas, putaran lebih tinggi dan daya yang besar.
• Sistem yang kompak sehingga konstruksinya sederhana.
• Kemampuan menerima beban lebih tinggi.
• Efisiensi pemindahan dayanya tinggi karena faktor terjadinya slip sangat kecil.
8
Fakultas Teknik Unjani
• Kecepatan transmisi rodagigi dapat ditentukan sehingga dapat digunakan dengan
pengukuran yang kecil dan daya yang besar.

Roda gigi harus mempunyai perbandingan kecepatan sudut tetap antara dua poros. Di
samping itu terdapat pula roda gigi yang perbandingan kecepatan sudutnya dapat bervariasi. Ada
pula roda gigi dengan putaran yang terputus-putus.Dalam teori, roda gigi pada umumnya
dianggap sebagai benda kaku yang hampir tidak mengalami perubahan bentuk dalam jangka
waktu lama.

2.2.1. Klasifikasi Roda Gigi


Menurut letak poros, arah putaran dan bentuk jalur gigi, roda gigi diklasifikasikan
menjadi tiga yaitu :
1. Roda Gigi Dengan Poros Sejajar
Adalah roda gigi di mana giginya berjajar pada dua bidang silinder (jarak bagi
lingkaran), kedua bidang tersebut bersinggungan dan yang satu menggelinding pada yang
lain dengan sumbu yang tetap sejajar.
a. Roda Gigi Lurus
Roda gigi lurus merupakan roda gigi paling dasar dengan jalur gigi yang sejajar poros.
Pembuatannya paling mudah, tetapi menghasilkan gaya aksial sehingga cocok dipilih untuk
gaya keliling besar. Roda gigi lurus memiliki sifat bising pada putaran tinggi. Dapat di lihat
pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8.Roda Gigi Lurus


b. Roda Gigi Miring
Roda gigi miring mempunyai jalur gigi yang membentuk ulir pada jarak bagi
lingkar. Pada roda gigi miring, jumlah pasangan gigi saling membuat perbandingan
kontak yang lebih besar dari pada roda gigi lurus, sehingga pemindahan putaran
9
Fakultas Teknik Unjani
dapat berlangsung dengan halus, sangat cocok untuk mentransmisikan putaran
tinggi dan beban besar.
Roda gigi miring memerlukan kotak roda gigi yang lebih kokoh, karena jalur
gigi yang berbentuk ulir tersebut menimbulkan gaya reaksi yang sejajar dengan
poros, seperti yang terlihat pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9.Roda Gigi Miring

c. Roda Gigi Miring Ganda


Roda gigi miring ganda mempunyai jalur gigi yang membentuk ulir pada jarak bagi
lingkar yang lebih luas dari pada gigi lurus. Roda gigi ini dapat memindahkan perbandingan
reduksi, kecepatan keliling dan daya yang besar, tetapi pembuatannya agak sukar, seperti
terlihat pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10.Roda Gigi Miring Ganda

d. Roda Gigi Dalam


Roda gigi dalam dipakai jika diinginkan alat transmisi dengan ukuran kecil,
dengan perbandingan reduksi besar karena pinyon terletak di dalam roda gigi. Baik
untuk mentransmisikan putaran dengan ruduksi yang besar, seperti pada Gambar 2

10
Fakultas Teknik Unjani
Gambar 2.11.Roda Gigi Dalam

e. Pinion Dan Batang Bergigi


Pasangan antara batang bergigi dan pinion di gunakan untuk merubah gerakan
putaran menjadi gerak lurus atau sebaliknya gerak lurus menjadi gerak putar,

Gambar 2.12.Pinion Dan Batang Bergigi

2. Roda Gigi Dengan Sumbu Berpotongan.


Bentuk dasarnya adalah dua buah kerucut dengan puncak gabungan yang saling
menyinggung menuru sebuah garis lurus.
a. Roda Gigi Kerucut Lurus.
Roda gigi kerucut lurus dengan gigi lurus adalah yang paling banyak di buat dan paling
sering digunakan tetapi sangat berisik karena perbandingan kontaknya yang kecil.
Konstruksi tidak memungkinkan pemasangan bantalan pada kedua ujung poros –
porosnya, seperti pada Gambar 2.13.

Gambar 2.13.Roda Gigi Kerucut Lurus


11
Fakultas Teknik Unjani
b. Roda Gigi Kerucut Spiral
Roda gigi kerucut spiral mempunyai perbandingan kontak yang lebih besar dari
pada roda gigi kerucut lurus, sehingga dapat meneruskan putaran tinggi dan beban
besar. Sudut poros roda gigi kerucut spiral biasanya di buat 90 Derajat.

Gambar 2.14.Roda Gigi Kerucut Spiral

c. Roda Gigi Permukaan


Roda gigi permukaan cocok untuk memindahkan daya besar, namun berisik
pada putaran tinggi karena perbandingan kontaknya yang kecil.

Gambar 2.15.Roda Gigi Permukaan

3. Roda Gigi Poros Bersilang


Bentuk dasarnya ialah dua buah silinder atau kerucut yang letak porosnya saling
bersilangan satu sama lain.
a. Roda Gigi Miring Silang
Roda gigi miring silang mempunyai perbandingan bidang kontak yang besar
sehingga cocok mentransmisikan putaran tinggi.

Gambar 2.16.Roda Gigi Poros Bersilang

12
Fakultas Teknik Unjani
b. Roda Gigi Cacing Silindris
Roda gigi cacing silindris dapat meneruskan putaran dengan perbandingan reduksi
yang besar namun berisik pada putaran tinggi.

Gambar 2.17.Roda Gigi Cacing Silindris

c. Roda Gigi Cacing Globoid


Roda gigi cacing globoid dapat meneruskan putaran dengan perbandingan reduksi
yang besar dan mampu mentransmisikan daya yang lebih besar bila di bandingkan dengan
roda gigi cacing silindris karena roda gigi cacing globoid mempunyai perbandingan kontak
yang lebih besar.

Gambar 2.18.Roda Gigi Cancing Globoid


d. Roda Gigi Hipoid
Roda gigi hipoid mempunyai jalur gigi yang berbentuk spiral pada bidang kerucut
yang sumbunya bersilang dan pemindahan daya pada permukaan gigi berlangsung secara
meluncur dan menggelinding.

Gambar 2.19.Roda Gigi Hipoid

13
Fakultas Teknik Unjani
2.2.2. Bagian-Bagian Roda Gigi

Gambar 2.20.Bagian-bagian Roda Gigi

Keterangan gambar :

1. Lingkaran jarak bagi (Pitch circle) yaitu lingkaran imajiner yang dapat memberikan
gerakan yang sama seperti roda gigi sebenarnya.
2. Tinggi Kepala (Addendum) yaitu jarak radial gigi dari lingkaran jarak bagi ke
puncak kepala.
3. Tinggi kaki (Dedendum) yaitu jarak radial gigi dari lingkaran jarak bagi ke dasar
kaki.
4. Lingkaran kepala (Addendum circle) yaitu gambaran lingkaran yang melalui
puncak kepala dan sepusat dengan lingkaran jarak bagi.
5. Lingkaran kaki (Dedendum circle) yaitu gambaran lingkaran yang melalui dasar
kaki dan sepusat dengan lingkaran jarak bagi.
6. Lebar gigi (Tooth space) yaitu sela antara dua gigi yang saling berdekatan.
7. Tebal gigi (Tooth thickness) yaitu lebar gigi antara dua sisi gigi yang berdekatan.
8. Sisi kepala (Face of the tooth) yaitu permukaan gigi di atas lingkaran jarak bagi.
9. Sisi kaki (Flank of the tooth) yaitu permukaan gigi di bawah lingkaran jarak bagi.
10. Lebar gigi (Face width) yaitu lebar gigi pada roda gigi secara paralel pada
sumbunya.
14
Fakultas Teknik Unjani
Ukuran gigi dinyatakan dengan “ Jarak Bagi Lingkar “, jarak sepanjang lingkaran jarak bagi antara
profil dua gigi yang berdekatan.Jika jarak lingkaran bagi dinyatakan dengan d (mm), dan jumlah gigi
z, maka jarak bagi lingkar t (mm) dapat ditulis sebagai berikut :
𝜋𝜋. 𝑑𝑑
𝑡𝑡 =
𝑧𝑧
Jadi, jarak bagi lingkar adalah keliling lingkaran jarak bagi dibagi dengan jumlah gigi.
Dengan demikian ukuran gigi dapat ditentukan dari besarnya jarak bagi lingkar tersebut. Namun, karena
jarak bagi lingkar selalu mengandung faktor Π, pemakaianya sebagai ukuran gigi kurang praktis. Untuk
mengatasi hal ini, diambil ukuran yang di sebut “modul“ dengan lambang m, di mana :
𝑑𝑑
𝑚𝑚 =
𝑧𝑧

2.2.3. Rumus Yang Digunakan Untuk Perhitungan Roda Gigi lurus


a. Perbadingan putaran transmisi (speedRatio), dinyatakan dalam notasi : i .

Speed Ratio : i = n1 / n2 = d2 / d1 = z2 / z1 .................................................. (2.1)


Apabila : i < 1 = Transmisi Roda Gigi Inkrisi
i > 1 = Transmisi Rida Gigi Reduksi

b. Jumlah Roda Gigi


𝐷𝐷
𝑍𝑍 = ................................................................................ (2.2)
𝑚𝑚

Dimana :
Z = Jumlah gigi pada roda gigi (buah)
D = Diameter bagi jarak (mm)
m = Modul Gigi (mm)
Harga modul diambil dari tabel harga modul standar JIS B1701-1973 (Buku
Sularso,1983,hal 216)

15
Fakultas Teknik Unjani
c. Diameter Lingkaran Kepala
𝐷𝐷𝐷𝐷 = 𝑍𝑍 × 2 × 𝑚𝑚 ............................................................... (2.3)
Dimana :
Dk = Diameter Lingkaran Kepala (mm)
Z = Jumlah Gigi (buah)
m = Modul Gigi (mm)

d. Kecepatan Keliling
𝜋𝜋×𝑑𝑑×𝑛𝑛
𝑉𝑉 = ......................................................................... (2.4)
60×100

Dimana :
V = Kecepatan Keliling (m/s)
d = Diameter jarak bagi tiap roda gigi (mm)
n = Putaran Poros (rpm)

e. Gaya Tangensial
102×𝑃𝑃𝑃𝑃
𝐹𝐹𝐹𝐹 = ...................................................................... (2.5)
𝑉𝑉

Dimana :
Ft = Gaya tangensial (Kg)
102 = Faktor Koreksi
Pd = Daya Rencana (kW)
V = Kecepata Keliling (m/s)

Setelah itu kita dapat melakukan perhitungan beban lentur, dalam perhitungan beban lentur ini
perlu diketahui faktor bentuk gigi (Y) yang diperoleh dari tabel faktor bentuk gigi ( Sularso,

1983 ) yang merupakan harga untuk profil gigi standar dengan sudut 20o.

16
Fakultas Teknik Unjani
Tabel 2.1.Bahan Kontruksi Roda Gigi
Tegangan

Kekerasan lentur yang


Kekuatan tarik
Bahan Lambang (Brinell) di izinkan
2
σB (kg/ mm )
HB σA (kg/
mm2)

Besi cor FC 15 15 140 – 160 7

FC 20 20 160 – 180 9

FC 25 25 180 – 240 11

FC 30 30 190 – 240 13

Baja cor SC 42 42 140 12

SC 46 46 160 19

SC 49 49 190 20

Baja karbon S 25 C 45 123 – 183 21

utk konstruksi S 35 C 52 149 – 207 26

Mesin
S 45 C 58 167 – 229 30

S 15 K 50 400 30

(di celup dingin

Baja paduan dlm

dgn minyak)

pengerasan
600
SNC 21 80 34 – 40

kulit (di celup dingin


SNC 22 100 40 - 55
dlm

17
Fakultas Teknik Unjani
f. Beban Lentur

𝐹𝐹𝐹𝐹 = 𝜎𝜎𝑎𝑎 × 𝑚𝑚 × 𝑌𝑌 × 𝐹𝐹𝐹𝐹 ................................................... (2.6)


Dimana :
Fb = Beban Lentur (kg/mm)
σa = Tegangan Lentur Yang Diizinkan (kg/mm2)
m = Modul Gigi (mm)
Y = Faktor Bentuk Gigi
Fv = Faktor Dinamis

Sedangkan harga faktor dinamis diambil dari tabel faktor dinamis ( Sularso, 1983 ), di mana harganya
ditentukan berdasarkan tingkat kecepatan pada tiap roda gigi, di mana untuk kecepatan rendah dapat
menggunakan rumus
( Pers. 2 . 18 ) di bawah ini :

Tabel 2.2.Faktor Dinamis (Fv)

g. Lebar Gigi

𝐹𝐹𝐹𝐹
𝑏𝑏 = .................................................................... (2.7)
𝐹𝐹𝐹𝐹

Dimana :
b = Lebar Gigi (mm)
Ft = Gaya Tangensial (kg)
Fb = Beban Lentur (kg/mm)

18
Fakultas Teknik Unjani
2.3. Pengertian Poros Dan Jenisnya
Poros merupakan salah satu bagian yang terpenting dari setiap mesin. Hampir semua
mesin meneruskan tenaga bersama-sama dengan putaran. Peranan utama dalam transmisi seperti
itu dipegang oleh poros.
Poros meneruskan daya diklasifikasikan menurut pembebananya sebagai berikut :
1. Poros Transmisi
Poros macam ini mendapat bebean punter murni atau puntir dan lentur. Daya di
transmisikan kepada poros ini melalui kopling, roda gigi, puli sabuk, atau sprocket rantai,
dll.
2. Spindel
Poros transmisi yang relative pendek, seperti poros utama mesin perkakas, dimana
beban utamanya berupa puntiran, disebut spindle. Syarat yang harus dipenuhi poros jenis
ini adalah deformasinya harus kecil dan bentuk serta ukuranya harus teliti.
3. Gandar
Poros seperti yang dipasang pada roda-roda kereta barang, dimana tidak mendapat
beban puntir, bahkan kadang-kadang tidak boleh berputar, disebut gandar.

2.3.1. Hal Penting Dalam Perencanaan Poros


Untuk merancang sebuah poros, hal-hal berikut ini perlu diperhatikan :
1. Kekuatan Poros
Sebuah poros transmissi dapat mengalami beban puntir atau lentur atau gabungan
antara puntir dan lentur. Juga beban tarik atau tekan. Kelelahan, tumbukan atau pengaruh
konsentrasi tegangan bila diameter poros diperkecil atau poros mempunyai alur pasak,
harus diperhatikan.
2. Kekakuan Poros
Jika lenturan atau atau defleksi terlalu besar akan mengakibatkan ketidaktelitian ( pada
mesin perkakas ), atau getaran dan suara ( misalnya pada turbin dan roda gigi ).
3. Putaran Kritis
Bila putaran mesin dinaikan maka pada suatu harga putaran tertentu dapat terjadi
getaran yang luar biasa besarnya. Putaran ini disebut putaran kritis.

19
Fakultas Teknik Unjani
4. Korosi
Bahan-bahan tahan korosi harus dipilih untuk poros propelar dan pompa bila terjadi
kontak dengan fluida korosif. Demikian juga dengan poros-poros yang terancam kavitasi,
dan poros-poros pada mesin yang berhenti lama.
5. Bahan Poros
Poros untuk mesin umum biasanya dibuat dari baja batang ditarik dingin dan difinis,
baja karbon konstruksi mesin (disebut bahan S-C) yang dihasilkan dari ingot yang di-“kill”
(baja yang dioksidasi dengan ferrosilicon dan dicor:kadar karbon terjamin)

Tabel 2.3. Batang baja karbon yang difinis dingin (Standar JIS)
Lambang Perlakuan Diameter Kekuatan Kekerasan
Panas (mm) Tarik
HRC (HRB) HB
(kg/mm2)
S35C-D Dilunakkan 20 atau 58 – 79 (84) – 23 -
kurang 53 – 69 (73) – 17 144 – 216
21 – 80
Tanpa 20 atau 63 – 82 (87) – 25 -
Dilunakkan kurang 58 – 72 (84) – 19 160 – 225
21 – 80

S45C-D Dilunakka 20 atau 65 – 86 (89) – 27 -


n kurang 60 – 76 (85) – 22 166 – 238
21 – 80
Tanpa 20 atau 71 – 91 12 – 30 -
Dilunakkan kurang 66 – 81 (90) – 24 183 – 253
21 – 80
S55C-D Dilunakkan 20 atau 72 – 93 14 – 31 -
kurang 67 – 83 10 – 26 188 – 260
21 – 80
Tidak 20 atau 80 – 101 19 – 34 -
Dilunakkan kurang 75 – 91 16 – 30 213 – 285
21- 80

20
Fakultas Teknik Unjani
2.3.2. Perancangan Poros Dengan Baban Puntir
Berikut akan dibahas rencana sebuah poros yang mendapatkan pembebanan utama berupa
torsi. Pertama kali ambilah suatu kasus dimana daya P (kW) harus ditransmisikan dan putaran
poros n1 (rpm) diberikan. Dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaan terhadap daya tersebut. Jika
P adalah daya rata-rata yang dibutuhkan maka dibagi dengan efisiensi mekanis dari system
transmisi untuk mendapatkan daya penggerak mula yang dibutuhkan. Daya yang besar mungkin
diperlukan pada saat start, dengan demikian seringkali diperlukan koreksi pada daya rata-rata yang
diperlukan dengan menggunakan factor koreksi pada perencanaan (fc).

𝑃𝑃𝑃𝑃 = 𝑓𝑓𝑓𝑓 × 𝑃𝑃 .......................................................................... (2.8)


Dimana :
Pd = Daya rencana (kW)
P = Daya rata-rata (kW)
Fc = Faktor koreksi

Tabel 2.4 faktor-faktor daya yang akan ditransmisikan


Daya yang ditransmisikan fc
Daya rata-rata yang diperlukan 1,2-2,0
Daya maksimum yang diperlukan 0,8-1,2
Daya nominal 1,0-1,5

Jika daya diberikan dalam daya kuda (PS), maka harus dikalikan dengan 0,735 untuk
mendapatkan daya dalam kW. Jika momen puntir (disebut juga momen rencana) adalah T (kg.mm)
maka
(𝑇𝑇/1000)(2.𝜋𝜋.𝑛𝑛/60)
𝑃𝑃𝑃𝑃 = ............................................................ (2.9)
102

Sehingga
𝑇𝑇 = 9,74 × 105 .................................................................... (2.10)
Dimana :
T = Momen rencana (kg.mm)
n1 = Putaran poros (rpm)

21
Fakultas Teknik Unjani
Dalam pemilihan bahan perlu diketahui tegangan izinnya, yang dapat dihitung dengan
rumus:
𝜎𝜎𝑏𝑏
𝜏𝜏𝑎𝑎 = 𝑆𝑆 ......................................................................... (2.11)
𝑓𝑓1 ×𝑆𝑆𝑓𝑓2

Dimana :
τa = tegangan geser izin (kg/mm2)
σb = kekuatan tarik bahan (kg/mm2)
Sf1 = faktor keamanan yang tergantung pada jenis bahan, dimana untuk bahan S
besarnya : 6,0.
Sf2 = faktor keamanan yang bergantung dari bentuk poros, dimana harganya berkisar
antara 1,3 – 3,0.
Perencanaan untuk diameter poros dapat diperoleh dari rumus :
1
5,1 3
𝑑𝑑𝑝𝑝 = � . 𝐾𝐾𝑡𝑡 . 𝐶𝐶𝑏𝑏 . 𝑇𝑇� ............................................................ (1.12)
𝜏𝜏𝑎𝑎

Dimana :
dp = diameter poros (mm)
τa = tegangan geser izin (kg/mm2)
Kt = faktor koreksi tumbukan, harganya berkisar 1,5 – 3,0
Cb = faktor koreksi untuk terjadinya kemungkinan terjadinya beban lentur, harganya
berkisar 1,2 - 1,3
T = momen puntir yang ditransmisikan (kg.mm)

Hasil diameter poros yang dirancang harus diuji kekuatannya. Pemeriksaan dapat dilakukan
dengan memeriksa tegangan geser yang terjadi akibat tegangan puntir yang dialami poros. Jika
tegangan geser lebih besar dari tegangan geser izin dari bahan tersebut, maka perancangan akan
dikatakan gagal.
Besar tegangan geser yang timbul pada poros adalah :
16.𝑇𝑇
𝜏𝜏𝑝𝑝 = . ............................................................................. (2.13)
𝜋𝜋.𝑑𝑑3

Dimana :
τp = tegangan geser akibat momen puntir (kg/mm2)
T = momen puntir yang ditransmisikan (kg.mm)
dp = diameter poros (mm)

22
Fakultas Teknik Unjani
Gaya tangensial poros dapat dihitung dari)
𝑀𝑀𝑝𝑝
𝐹𝐹 = �𝑑𝑑 � ........................................................................ (2.14)
𝑝𝑝 /𝑆𝑆𝑓𝑓2

Dimana :
F = Gaya tangensial (kg)
T = Mp = Momen puntir (kg.mm)
dp = Diameter poros (mm)
Sf2 = Faktor keamanan yang tergantung pada bentuk poros dimana berkisa antara 1,3-
3,0.
2.3.3. Perancangan Poros Dengan Baban Puntir Dan Lentur
Poros pada umumnya meneruskan daya melalui sabuk, roda gigi dan rantai. Dengan
demikian poros tersebut mendapat puntir dan lentur sehingga pada permukaan poros akan terjadi
tegangan geser τ ( = T/Zp ), karena momen puntir T atau Mp dan tegangan σ (M/Z) karena momen
lentur.

τ,max = √(σ²) + (τ²) / 2


Pada poros yang pejal dengan penampang bulat, σ = 32 M/𝜋𝜋 ds³, dan , τ= 16T/𝜋𝜋 ds³

sehingga

τ,max =(5,1/ ds³) √(M² + T²)


Beban yang bekerja pada poros umumnya merupakan beban berulang. Jika poros tersebut
mempunyai roda gigi untuk meneruskan dayta besar maka kejutan berat akan terjadi pada saat
mulai atau sedang berputar. Dengan mengingat macam beban, sifat beban, dll. ASME
menganjurkan suatu rumus untuk menghitung diameter poros secara sederhana dimana sudah
dimasukan pengaruh kelelahan karena beban berulang. Disini faktor koreksi Kt akan terpakai lagi.
Faktor lenturan Cb dalam perhitungan ini tidak akan dipakai. Pada poros yang berputar dengan
pembebanan momen lentur yang tetap, besarnya faktor Km adalah 1,5 untuk beban dengan
tumbukan ringan Km terletak antara 1,5 dan 2,0 tumbukan berat Km terletak antara 2 dan 3.
Besarnya defleksi puntiran :
𝜃𝜃 = 548. 𝑇𝑇. 𝑙𝑙/𝐺𝐺. 𝑑𝑑𝑠𝑠 4 ............................................................. (2.15)
Dimana :
θ = defleksi puntiran (º) dibatasi sampai 0,25 º atau 0,30 º
G = Modulus geser 8,3 x 10^3 (kg/mm²)
l = Panjang poros (mm)
23
Fakultas Teknik Unjani
ds = diameter poros (mm)
Kekakuan poros terhadap lenturan :
𝑦𝑦 = 3,23 × 10−4 (𝐹𝐹. 𝑙𝑙12 . 𝑙𝑙22 /𝑑𝑑𝑠𝑠 . 𝑙𝑙) ....................................... (2.16)
Dimana :
F = beban (kg)( beban termasuk gaya roda gigi, tegangan dari sabuk, berat poros, dll.
l1&l2 = jarak antara bantalan yang bersangkutan ke titik pembebanan (mm).
ds = diameter poros (mm)
l = jarak antara bantalan penumpu (mm).
Putaran kritis poros dapat ditentukan dengan persamaan berikut:
𝑁𝑁𝑁𝑁 = 53700�𝑑𝑑𝑠𝑠 1 . 𝑙𝑙1 . 𝑙𝑙2 �√𝑙𝑙/𝑤𝑤 ............................................. (2.17)

2.4. Pengertian Pasak Dan Jenisnya


Pasak adalah suatu elemen mesin yang dipakai untuk menetapkan bagian-bagian mesin
seperti roda gigi, sprocket, puli, koplinh, dll. Momen diteruskan dari poros ke naf atau dari naf ke
poros. Bahan pasak yang digunakan lebih lemah dari bahan poros, sehingga pasak akan lebih
dulu rusak dari pada poros atau nafnya. Lebar pasak sebaiknya antara 25%-30% dari diameter
poros, dan panjang pasak jangan terlalu panjang dibandingkan dengan diameter poros antara
0,75-1,5 diameter poros.Pasak menurut letak pada porosnya dapat dibedakan antara pasak pelana,
pasak rata, pasak benam, dan pasak singgung, yang umumnya berpenampang segiempat.
Disamping beberapa macam pasak diatas ada pula pasak tembereng dan pasak jarum

Gambar 2.21 Macam-Macam Pasak

24
Fakultas Teknik Unjani
2.4.1. Perencanaan Pasak
Pasak benam mempunyai bentuk penampang segi empat dimana terdapat bentuk
prismatic dan tirus yang kadang-kadang diberi kepala. Pada pasak umumnya dipilih bahan
dengan kekuatan tarik yang lebih kecil disbanding kekuatan tarik bahan poros akan pasak
menjadi lebih lemah disbanding poros.
Gaya tangensial pada permukaan poros
𝐹𝐹 = 𝑇𝑇/(𝑑𝑑𝑠𝑠 /2) ...................................................................... (2.18)
Dimana :
F = Gaya tangensial (kg)
ds = Diameter poros (mm)
T = momen puntir (kg.mm)

Tegangan geser yang ditimbulkan dapat dinyatakan dengan


𝜏𝜏𝜏𝜏 = 𝐹𝐹/𝑏𝑏. 𝑙𝑙........................................................................... (2.19)
Dimana :
b = lebar pasak
l = panjang pasak

Tegangan geser yang diizinkan


𝜏𝜏𝜏𝜏𝜏𝜏 ≥ 𝐹𝐹/𝑏𝑏. 𝑙𝑙 ........................................................................ (2.20)
Dimana :
b = lebar pasak
l1 = panjang pasak

Harga tegangan geser izin τka diperoleh dari

𝜎𝜎𝑏𝑏 /(𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆1 × 𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆2 ) ............................................................... (2.21)


Dimana :
Sfk1 =6
Sfk2 = sesuai tumbukan yang terjadi

Tekanan permukaan dapat dinyatakan dengan:

25
Fakultas Teknik Unjani
𝑃𝑃 = 𝑓𝑓/𝑙𝑙 × (𝑡𝑡1 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑡𝑡2) ...................................................... (2.22)
Dimana:
t1 = kedalaman alur pasak pada poros
t2 = kedalaman alur pasak pada naf

Harga tekanan izin Pa dapat dinyatakan


𝑃𝑃𝑃𝑃 ≥ 𝑓𝑓/𝑙𝑙 × (𝑡𝑡1 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑡𝑡2) .................................................... (2.23)

26
Fakultas Teknik Unjani

Anda mungkin juga menyukai

  • Present As I
    Present As I
    Dokumen12 halaman
    Present As I
    xoone
    Belum ada peringkat
  • 9.bab 3
    9.bab 3
    Dokumen4 halaman
    9.bab 3
    xoone
    Belum ada peringkat
  • Komentar Jurnal 1.1
    Komentar Jurnal 1.1
    Dokumen3 halaman
    Komentar Jurnal 1.1
    xoone
    Belum ada peringkat
  • Rangkuman Kewirus
    Rangkuman Kewirus
    Dokumen10 halaman
    Rangkuman Kewirus
    xoone
    Belum ada peringkat
  • 10.bab 4
    10.bab 4
    Dokumen17 halaman
    10.bab 4
    xoone
    Belum ada peringkat
  • 11.bab 5
    11.bab 5
    Dokumen4 halaman
    11.bab 5
    xoone
    Belum ada peringkat
  • Laporan Akhir
    Laporan Akhir
    Dokumen75 halaman
    Laporan Akhir
    xoone
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    xoone
    Belum ada peringkat
  • Cover 1
    Cover 1
    Dokumen2 halaman
    Cover 1
    xoone
    Belum ada peringkat
  • 8 Kata Pengantar
    8 Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    8 Kata Pengantar
    xoone
    Belum ada peringkat
  • SEJARAH PINDAD
    SEJARAH PINDAD
    Dokumen12 halaman
    SEJARAH PINDAD
    xoone
    Belum ada peringkat
  • 9 Daftar Isi
    9 Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    9 Daftar Isi
    xoone
    Belum ada peringkat
  • 13 Hasil
    13 Hasil
    Dokumen20 halaman
    13 Hasil
    xoone
    Belum ada peringkat
  • 10daftar Gambar Daftar Lampiran
    10daftar Gambar Daftar Lampiran
    Dokumen2 halaman
    10daftar Gambar Daftar Lampiran
    xoone
    Belum ada peringkat
  • 11 Pendahuluan
    11 Pendahuluan
    Dokumen3 halaman
    11 Pendahuluan
    xoone
    Belum ada peringkat
  • 14 Kesimpulan Dan Saran
    14 Kesimpulan Dan Saran
    Dokumen2 halaman
    14 Kesimpulan Dan Saran
    xoone
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen2 halaman
    Bab 1
    xoone
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen2 halaman
    Bab 1
    xoone
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen8 halaman
    Bab 2
    xoone
    Belum ada peringkat
  • Bab 3 KP
    Bab 3 KP
    Dokumen11 halaman
    Bab 3 KP
    xoone
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen8 halaman
    Bab 2
    xoone
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen8 halaman
    Bab 2
    xoone
    Belum ada peringkat
  • Bab 3 KP
    Bab 3 KP
    Dokumen11 halaman
    Bab 3 KP
    xoone
    Belum ada peringkat
  • Bab 3 KP
    Bab 3 KP
    Dokumen11 halaman
    Bab 3 KP
    xoone
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen2 halaman
    Bab 1
    xoone
    Belum ada peringkat