b. Mortal illnesses. Pada kategori ini secara jelas kehidupan individu terancam
dan individu yang menderita penyakit ini hanya bisa merasakan gejala-
gejala penyakit dan ancaman kematian. Penyakit dalam kategori ini adalah
kanker dan penyakit kardiovaskuler.
c. At risk illnesses. Kategori penyakit ini sangat berbeda dari dua kategori
sebelumnya. Pada kategori ini tidak ditekankan pada penyakitnya, tetapi
pada risiko penyakitnya. Penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah
hipertensi dan penyakit yang berhubungan dengan hereditas.
2.7.5 Tanda dan Gejala
Karakteristik penyakit kronis adalah penyebabnya yang tidak pasti,
memiliki faktor risiko yang multiple, membutuhkan durasi yang lama,
menyebabkan kerusakan fungsi atau ketidakmampuan, dan tidak dapat
disembuhkan secara sempurna (Smeltzer & Bare, 2010). Tanda-tanda lain
penyakit kronis adalah batuk dan demam yang berlangsung lama, sakit pada
bagian tubuh yang berbeda, diare berkepanjangan, kesulitan dalam buang air
kecil, dan warna kulit abnormal (Heru, 2007).
2.1.6 Pencegahan
Sekarang ini pencegahan penyakit diartikan secara luas. Dalam pencegahan
penyakit dikenal pencegahan primer, sekunder, dan tersier (Djauzi, 2009).
Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat
agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Secara garis besar,
upaya pencegahan ini dapat berupa pencegahan umum (melalui pendidikan
kesehatan dan kebersihan lingkungan) dan pencegahan khusus (ditujukan kepada
orang-orang yang mempunyai risiko dengan melakukan imunisasi). Pencegahan
sekunder merupakan upaya untuk menghambat progresivitas penyakit,
menghindari komplikasi, dan mengurangi ketidakmampuan yang dapat dilakukan
melalui deteksi dini dan pengobatan secara cepat dan tepat. Pencegahan tersier
dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi.
Upaya pencegahan tingkat ketiga ini dapat dilakukan dengan memaksimalkan
fungsi organ yang mengalami kecacatan (Budiarto & Anggreni, 2007).
2.7.7 Penatalaksanaan
Kondisi kronis mempunyai ciri khas dan masalah penatalaksanaan yang
berbeda. Sebagai contoh, banyak penyakit kronis berhubungan dengan gejala
seperti nyeri dan keletihan. Penyakit kronis yang parah dan lanjut dapat
menyebabkan kecacatan sampai tingkat tertentu, yang selanjutnya membatasi
partisipasi individu dalam beraktivitas. Banyak penyakit kronis yang harus
mendapatkan penatalaksanaan teratur untuk menjaganya tetap terkontrol, seperti
penyakit gagal ginjal kronis (Smeltzer & Bare, 2008).
2.8 Patofisiologi Penyakit Terminal
2.8.1 Pengertian Penyakit Terminal
Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian
tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. Penyakit pada stadium lanjut,
penyakit utama tidak dapat diobati, bersifat progresif, pengobatan hanya bersifat
paliatif (mengurangi gejala dan keluhan, memperbaiki kualitas hidup).
2.8.2 Kriteria Penyakit Terminal
Beberapa kriteria dalam penyakit terminal adalah sebagai berikut.
1. Penyakit tidak dapat disembuhkan
2. Mengarah pada kematian
3. Diagnosa medis sudah jelas
4. Tidak ada obat untuk menyembuhkan
5. Prognosis jelek
6. Bersifat progresif
2.8.4 Perbedaan Anak Dengan Dewasa Dalam Mengartikan Kematian
1. Jangan berfikir kognitif dewasa dengan anak tentang arti kematian
2. Anak tidak memiliki kematangan emosional dalam mempersepsikan tentang
arti kematian
3. Mekanisme koping pada anak belum terbentuk
4. Anak di ajak berdiskusi mengenai / tentang tuhan,surga, dan benda-benda
yang tidak terlihat
2.8.5 Kebutuhan Anak Yang Terminal
1. Komunikasi,
Dalam hal ini anak sangat perlu di ajak unuk berkomunikasi atau berbicara
dengan yang lain terutama oleh kedua orang tua
2. Memberitahu kepada anak bahwa ia tidak sendiri dalam menghadapi
penyakit tersebut
3. Berdiskusi dengan siblings (saudara kandung) agar saudara kandung mau
ikut berpartisipasi dalam perawatan atau untuk merawat
4. Social support meningkatkan koping
2.8.9 Menjelaskan Kematian Pada Anak
1. Kebanyakan seorang psikolog percaya bahwa dengan berkata jujur
merupakan strategi yang terbaik dalam mendiskusikan kematian dengan
anak
2. Respon anak terhadap pertanyaan mengenai kematian merupakan dasar
tingkat kematangan anak dalam mengartikan kematian
3. Pada anak pra sekolah, anak mengartikan kematian sebagai : kematian
adalah sudah tidak ada nafas, dada dan perut datar, tidak bergerak lagi,dan
tidak bisa berjalan seperti layaknya orang yang dapat berjalan seperti orang
sebelum mati / meninggal
4. Kebanyakan anak-anak (anak yang menderita penyakit terminal)
membutuhkan keberanaian, bahwa ia di cintai dan tidak akan merasa di
tinggalkan
5. Tanpa memandang umur, sebagai orang tua seharusnya sensitife dan
simpati, mendukunng apa yang anak rasakan
2.8.10 Masalah – Masalah Pada Pasien Penyakit Terminal
1. Masalah fisik
− Nyeri
− Perubahan kulit
− Distensi
− Konstipasi
− Alopesia
− Kelemahan otot
2. Masalah psikologi
− Ketergantungan tinggi
− Kehilangan kontrol
− Kehilangan produktifitas
− Hambatan dalam berkomunikasi
3. Masalah sosial
− Menarik Diri
− Isolasi sosial
4. Masalah spiritual
− Kehilangan harapan
− Perencanaan saat ajal tiba
2.9 Pengkajian Fisik dan Fisiologis Dalam Perawatan Paliatif
2.9.1 Pengkajian Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan mulai dari kepala sampai kaki dengan melihat
segala kelainan dan ketidaknormalan yang ada pada tubuh pasien adapun
tehnik yang digunakan dalam melakukan pemeriksaan adalah sebagai
berikut ini :
− Pengkajian Identitas Klien : Nama, Umur, No Reg, Ruang, Agama,
Pekerjaan, Alamat, Suku Bangsa, Pendidikan, MRS, DX Medis
− Keluhan Utama : Saat MRS keluhan yang dirasakan oleh klien,
sehingga menjadi alasan klien dibawa kerumah sakit
− Saat pengkajian : Klien mengatakan keluhan yang dirasakan oleh klien
− Riwayat Penyakit Sekarang :
Kronologis dari penyakit yang diderita saat ini hingga dibawa
kerumah sakit secara kelngkap dengan menggunakan rumus PQRST
− Riwayat Penyakit Dahulu :
Penyakit apa saja yang pernah dialami oleh klien, baik yang ada
hubungannya dengan penyakit yang diderita sekarang atau yang tidak
ada hubungannya dengan penyakit yang diderita saat ini, riwayat
operasi atau riwayat alergi.
− Riwayat Kesehatan Keluarga : Apakah ada kluarga yang menderita
penyakit yang sama?.
− Riwayat Psikososial
− Persepsi Klien Terhadap Masalah
Apakah pasien mengatakan bahwa penyakitnya ini merupakan
masalah yang mengkhawatirkan, ekspresi wajah terlihat lemah dan
badannya terlihat lemas.
− Pola Kesehatan Sehari-hari Selama Di Rumah dan RS
a. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Di Rumah : apakah klien makan dan minum sesuai dengan
kebutuhan tubuh?
Di Rumah Sakit : bagaimana pola nutrisi makan dan minum
klien saat sakit
b. Kebiasaan Devekasi Sehari-hari
Di Rumah : jumlah, warna, bau, disertai darah ataupun
nanah
Di Rumah Sakit : klien dibantu untuk toileting atau tidak
c. Kebiasaan Miksi
Di Rumah : warna, bau, adakah kesulitan BAK
Di Rumah Sakit : klien BAK dengan alat bantu atau tidak.
d. Pola Tidur dan Istirahat
Dirumah Klien : jumlah jam tidur, apakah mengalami
gangguan tidur
Di Rumah Sakit : jumlah jam tidur, apakah mengalami
gangguan tidur
e. Pola Aktivitas
Di rumah : klien beraktifitas secara mandiri tanpa bantuan
orang lain apakah memiliki kebiasaan olah raga
Di rumah sakit : apakah klien mendapatkan bantuan dari
orang lein ketika akan melakukan aktivitas
f. Pola Reproduksi dan Seksual
a) Usia, anak, riwayat penggunaan kontrasepsi
2.9.2 Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : apakah klien lemah, terpasang infus atau tidak
: klien sering mengeluh lemas, sakit, tidak nyaman,
Keadaan sakit
dll.
Tekanan darah : mengalami penurunan
Suhu : 37,5-38,5˚C
Tinggi badan :-
Berat badan : naik atau menurun
b. Review of System (ROS)
a) Kepala : Posisi kepala, bentuk kepala, warna rambut, distribusi
rambut, apakah terlihat bayangan pembuluh darah, apakah terdapat
luka, tumor, edema, ketombe, dan bau.
Mata : apakah terdapat vesikel, tidak ada masa, nyeri tekan, dan
penurunan penglihatan, konjungtiva anemis.
Hidung : apakah terdapat sekret, dan lesi
b) Integumen : bagaimana warna, tekstur kering, turgor kulit, apakah
terdapat tanda sianosis, akral dingin atau hangat, ada atau tidak tanda
inflamasi pada kuku
c) Status Neurologis
− Tingkat kesadaran
− Tanda – tanda perangsangan otak
− Uji saraf kranial
− Funsi Motorik
− Fungsi Sensorik
− Refleks Pantologis
2.9.3 Pengkajian Psikologis
Respon Psikologis (penerimaan diri) terhadap Penyakit ada lima tahap
reaksi emosi seseorang terhadap penyakit, yaitu :
a. Pengingkaran (denial ) Pada tahap pertama pasien menunjukkan
karakteristik perilaku pengingkaran, mereka gagal memahami dan
mengalami makna rasional dan dampak emosional dari diagnosa.
Pengingkaran ini dapat disebabkan karena ketidaktahuan pasien
terhadap sakitnya atau sudah mengetahuinya dan mengancam dirinya.
Pengingkaran dapat dinilai dari ucapan pasien “saya di sini istirahat.”
Pengingkaran dapat berlalu sesuai dengan kemungkinan
memproyeksikan pada apa yang diterima sebagai alat yang berfungsi
sakit, kesalahan laporan laboratorium, atau lebih mungkin perkiraan
dokter dan perawat yang tidak kompeten. Pengingkaran diri yang
mencolok tampak menimbulkan kecemasan, pengingkaran ini
merupakan buffer untuk menerima kenyataan yang sebenarnya.
Pengingkaran biasanya bersifat sementara dan segera berubah menjadi
fase lain dalam menghadapi kenyataan (Achir Yani).
b. Kemarahan (anger ) Apabila pengingkaran tidak dapat dipertahankan
lagi, maka fase pertama berubah menjadi kemarahan. Perilaku pasien
secara karakteristik dihubungkan dengan marah dan rasa bersalah.
Pasien akan mengalihkan kemarahan pada segala sesuatu yang ada
disekitarnya. Biasanya kemarahan diarahkan pada dirinya sendiri dan
timbul penyesalan. Yang menjadi sasaran utama atas kemarahan adalah
perawat, semua tindakan perawat serba salah, pasien banyak menuntut,
cerewet, cemberut, tidak bersahabat, kasar, menantang, tidak mau
bekerja sama, sangat marah, mudah tersinggung, minta banyak
perhatian dan iri hati. Jika keluarga mengunjungi maka menunjukkan
sikap menolak, yang mengakibatkan keluarga segan untuk datang, hal
ini akan menyebabkan bentuk keagresipan (Hudak & Gallo).
c. Sikap tawar menawar (bargaining ) Setelah marah-marah berlalu,
pasien akan berfikir dan merasakan bahwa protesnya tidak ada artinya.
Mulai timbul rasa bersalahnya dan mulai membina hubungan dengan
Tuhan, meminta dan berjanji merupakan ciri yang jelas yaitu pasien
menyanggupi akan menjadi lebih baik bila terjadi sesuatu yang
menimpanya atau berjanji lain jika dia dapat sembuh (Achir Yani).
d. Depresi Selama fase ini pasien sedih/ berkabung mengesampingkan
marah dan pertahanannya serta mulai mengatasi kehilangan secara
konstruktif. Pasien mencoba perilaku baru yang konsisten dengan
keterbatasan baru. Tingkat emosional adalah kesedihan, tidak berdaya,
tidak ada harapan, bersalah, penyesalan yang dalam, kesepian dan
waktu untuk menangis berguna pada saat ini. Perilaku fase ini termasuk
mengatakan ketakutan akan masa depan, bertanya peran baru dalam
keluarga intensitas depresi tergantung pada makna dan beratnya
penyakit (Netty).
e. Penerimaan dan partisipasi Sesuai dengan berlalunya waktu dan pasien
beradapatasi, kepedihan dari kesabatan yang menyakitkan berkurang
dan bergerak menuju identifikasi sebagai seseorang yang keterbatasan
karena penyakitnya dan sebagai seorang cacat. Pasien mampu
bergantung pada orang lain jika perlu dan tidak membutuhkan dorongan
melebihi daya tahannya atau terlalu memaksakan keterbatasan atau
ketidakadekuatan (Hudak & Gallo). Proses ingatan jangka panjang yang
terjadi pada keadaan stres yang kronis akan menimbulkan perubahan
adaptasi dari jaringan atau sel. Adaptasi dari jaringan atau sel imun
yang memiliki hormon kortisol dapat terbentuk bila dalam waktu lain
menderita stres, dalam teori adaptasi dari Roy dikenal dengan
mekanisme regulator.
2.10 Tinjauan Agama Tentang Perawatan Paliatif
Agama merupakan sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan
peribadatan kepada Tuhan Yang Maha kuasa serta tata kaidah yang berhubungan
dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. (Kamus Besar
Bahasa Indonesia).
2.10.1 Peran agama dalam pealiative care
1. Sebagai spiritual nourishment dan pencegahan penyakit. (Hawari)
2. Sebagai mekanisme koping dan factor yg berkontribusi dalm pemulihan
pasien. (Narayasamy)
3. Sbg sumber penyembuhan (healing) bagi pasien terminal. (Mok, Wong dan
Wong)
2.10.2 Perspektif masing-masing agama mengenai ajal dan musibah
1. Islam
Tiga manfaat musibah (sakit) merupakan sebagai penghapus dosa, sebagai
ujian kesabaran, tangga untuk mencapai derajat yang lebih tinggi di sisi Allah
SWT.
2. Kristen
Makna penderitaan merupakan sebagai karunia, merupakan bagian dari orang
Kristen, suatu yang bahagia, memiliki maksud tujuan tertentu, bersifat sementara
& diakhiri dengan berkat.
3. Budha
Makna kematian untuk menyadarkan setiap manusia akan akhir
kehidupannya, bahwa betapa tinggi pun tempatnya, apapun bantuan teknologi atau
ilmu kedokteran yang dimilikinya, pada akhirnya tetap harus mengalami hal yang
sama yaitu di dalam kubur atau menjadi segenggam debu.
4. Hindu
Kematian adalah hal yang sangat penting yang menentukan arti kehidupan
seseorang, jadi harus selalu mengingat Tuhan menjelang ajal sehingga mampu
menghantarkan ke tempat yang indah dalam spiritual.