Anda di halaman 1dari 4

Manfaat dan Dampak Penggunaan CRISPR

Clustered Regulary Interspaced Short Palindromic Repeats atau CRISPR merupakan


teknologi canggih untuk mengedit genom dan regulasi gen. CRISPR ialah suatu teknologi
yang digunakan untuk memanipulasi genom, dimana memanfaatkan perubahan fungsi enzim
Cas yang semula sebagai pemotong DNA berubah menjadi pengikat DNA. Beberapa tahun
terakhir, teknologi CRISPR Cas9 sudah digunakan sebagai teknik modifikasi gen dengan
beberapa model, diantaranya zigot pada hewan dan sel manusia [CITATION Cah21 \p 25 \l
1033 ].

Menurut Angeline, (2020, p. 219) Usaha mengembangkan teknologi CRISPR ini


membantu kemajuan terapi gen untuk penyakit genetik. Pengubahan DNA manusia dengan
CRISPR dalam penelitian telah dilakukan untuk menemukan pengobatan baru pada kondisi
medis berat seperti membuang gen yang bertanggung jawab pada timbulnya suatu penyakit,
menghancurkan sekuens yang mengakibatkan resistensi obat, serta menjadi sebuah alat
perekam molekular. Saat ini berbagai macam penyakit sedang dicoba untuk dieksplorasi,
yaitu termasuk kelainan gen tunggal seperti cystic fibrosis, hemofilia, kebutaan, malaria,
penyakit sel sabit, hingga usaha mendesain calon bayi. CRISPR juga menjanjikan pengobatan
dan pencegahan penyakit yang lebih kompleks, seperti kanker, penyakit jantung, penyakit
mental, dan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). CRISPR dapat digunakan untuk
mengubah gen embrio manusia di stadium awal dan berpotensi untuk diteruskan kepada
anak-anaknya.

CRISPR-Cas9 ternyata telah banyak digunakan, namun penerapannya masih terbatas


pada hewan dan tumbuhan. Salah satu penelitian terhadap hewan pernah dilakukan oleh
Group of Epigenetic Reprogramming dari Shanghai Institutes for Biological Sciences pada
tikus yang mewarisi gen penyebab penyakit katarak. CRISPR-Cas9 digunakan untuk
mengedit gen tertentu pada zigot tikus sebelum diinjeksi ke dalam tubuh induk. Sejumlah
tikus yang lahir teridentifikasi bebas dari penyakit katarak. Setelah tikus bebas katarak
tersebut dikawinkan, diperoleh keturunan baru yang membawa gen hasil edit [ CITATION
WuY13 \l 1033 ]. Penelitian terhadap tumbuhan pernah dilakukan di Afrika. Valentine Otang
Ntui beserta timnya dari International Institute of Tropical Agriculture, Nairobi, Kenya
melakukan pengeditan pada gen pisang (Musa spp.) dengan menarget gen The Phytoene
Desaturase (PDS) penyebab pisang albino dan kerdil. Hasilnya adalah gen PDS berhasil
terganggu sehingga tanaman tumbuh normal tanpa memicu mutasi lain[ CITATION Ntu19 \l
1033 ].

Penggunaan CRISPR-Cas9 pada manusia sendiri baru diinisiasi pada 2016. Aplikasi
pertama dilakukan tim yang dipimpin ahli onkologi dari Sichuan University, Lu You. Ia dan
timnya melakukan uji klinis teknologi ini dengan menyuntikkan sel yang sudah diedit kepada
seorang pasien kanker paru-paru di West China Hospital. Para peneliti mengambil sel imun
dari darah pasien, kemudian melakukan modifikasi terhadap sel tersebut dengan CRISPR-
Cas9. Gen tertentu dalam sel tersebut dinonaktifkan sebab protein PD-1 yang dikandungnya
sering dimanfaatkan kanker untuk berkembang. Sel ini diperbanyak, kemudian dikembalikan
ke dalam tubuh pasien. Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan etik dari badan
peninjauan rumah sakit [ CITATION Feb20 \l 1033 ].

Meski begitu sempat terjadi beberapa tragedi dalam upaya awal memperbaiki mutasi
genetik penyebab penyakit pada manusia, di Inggris, pernah terjadi anak-anak menderita
penyakit terkait gen-X kombinasi dengan imunodefisiensi berat akibat pengubahan gen
dengan CRISPR. Di Cina pada tahun 2018, seorang peneliti secara kontroversial mengaku
telah menciptakan kelahiran bayi perempuan kembar yang telah diubah secara genetik
dengan teknologi CRISPR dengan tujuan untuk membuat bayi lebih resisten terhadap virus
HIV, mencetuskan inovasi ‘designer babies’. Upaya ini di Cina telah dikutuk sebagai
tindakan yang tidak etis, namun beberapa kalangan berpendapat hal tersebut dapat
bermanfaat di masa depan [CITATION Ang20 \p 220 \l 1033 ].

Doudna memprediksikan bahwa teknologi ini baru akan dapat digunakan pada
manusia pada 2025, dengan penekanan hanya pada orang dewasa. Dalam percobaan
mengoreksi penyakit metabolik tyrosinaemia pada tikus, Daniel Anderson dari Massachusets
Institute of Technology menemukan bahwa ia dan timnya harus memompa darah dalam
jumlah yang sangat banyak untuk mengirim protein Cas9 dan RNA lewat pembuluh darah
menuju organ target, yaitu hati. Hal ini sulit dan cenderung tidak mungkin dilakukan pada
manusia [ CITATION Feb20 \l 1033 ].

Di samping efektivitasnya yang diragukan, proses penyuntingan juga memiliki


kemungkinan meleset. RNA bisa jadi gagal dalam mengantarkan protein Cas9 ke DNA target
dan malah menyasar DNA lain yang susunannya mirip RNA pengantarnya. DNA yang salah
sasaran malah dapat terpotong, teraktivasi, atau terdeaktivasi. Alih-alih resistensi penyakit,
proses penyuntingan yang tidak akurat dapat meningkatkan kesempatan sel kanker
berkembang akibat penyusunan ulang kromosom [ CITATION Dan19 \l 1033 ].

Teknologi ini pun tidak memenuhi etika medis yang ada saat ini. Perubahan gen
manusia pada fase embrio akan diwariskan kepada generasi berikutnya. Sebelumnya, para
ilmuwan belum pernah melakukan suatu penelitian untuk memodifikasi bagian manusia yang
dapat diwariskan turun-temurun. Nantinya, bila ada kesalahan mutasi gen pada bayi tersebut,
kesalahan ini akan diwariskan kepada keturunannya. Terlebih lagi, belum ada etika medis
yang membahas penggunaan penyuntingan genom, utamanya dengan teknologi CRISPR.

Teknologi edit genom CRISPR-Cas9 perlu penelitian lebih dalam hingga siap
digunakan pada manusia. Tujuh tahun pengembangannya belum dapat memetakan berbagai
kemungkinan dan dampak yang akan ditimbulkannya. Kemungkinan tidak akurat,
pelanggaran etika medis, efektivitasnya yang dipertanyakan, serta implikasi lainnya menjadi
pertimbangan atas ketidaksiapannya untuk saat ini. Diperlukan paling tidak setengah dekade
penuh riset lagi untuk mencapai tingkat kelayakan sebelum diaplikasikan ke manusia. Meski
menjanjikan, manusia tidak perlu tergesa-gesa mengadopsi pengetahuan ini untuk dirinya
sendiri. Manfaat yang telah diperhitungkan, baik berupa kekebalan terhadap penyakit maupun
kesempurnaan kualitas fisik dan mental, nantinya akan dituai bila tiba waktunya ketika
teknologi ini terjamin kelayakannya.
Bibliography
Angeline, W. K. (2020). CRISPR - Inovasi Biologi Molekuler dan Medis yang Kontroversial. Resident
Medical Doctor Murni Teguh Memorial Hospital. 47, pp. 218-221. Medan: Resident Medical
Doctor Murni Teguh Memorial Hospital Press.

Cahyo, L. D., Vita, H. D., Prasetia, I., & Habibulloh, M. A. (2021). Pemanfaatan Teknologi CRISPR-CAS9
dalam Mengembangkan Ikan Lele (Clarias sp.) Transgenik. NECTAR: JURNAL PENDIDIKAN
BIOLOGI, 2(1), 24-32.

Dance, E. (2019). Core Concept : CRISPR Gene Editing. Proceedings of the National Academy of
Sciences of the United States America 112 (pp. 6245-6246). Washington: AP Press.

Febriana, M., & Massie, M. A. (2020, Februari 22). Implementasi CRISPR-Cas9 Pada Manusia: Risiko
dan Perdebatannya. Retrieved Oktober 13, 2021, from Balairung:
http://www.balairungpress.com

Ntui, V. O., & Tripathi, J. N. (2019, November 28). CRISPR-Cas9 mediated genome editing tool for
banana and Plantain (Musa spp). Nairobi, Nairobi, Kenya.

Wu, Y., Liang, Y. W., Meizhu, B., Wei, T., & Bao, S. (2013, November 13). Correction of Genetic
Disease in Mouse via Use of CRISP-Cas9. Cell Stem Cell, pp. 659-662.

Anda mungkin juga menyukai