KEPERAWATAN
APENDIKSITIS
Fungsi :
Apendiks sering disebut dengan tonsil abdomen, karena Lamina propiriannya
penuh dengan jaringan limfoid. Diperkirakan apendiks memiliki peranan dalam
mekanisme imunologik.
Lokasi :
Apendik pada daerah illiaka kanan, di bawah katup iliacecal, tepatnya pada
dinding abdomen di bawah titik Mc Burney. Apendiks terletak pada bagian
posteriomedial sekum, kira-kira 3 cm inferior dari valvula ileosekalis. Posisi
apendiks dapat retrosekal, retroileal, subileal, atau bahkan di pelvis. Letak-letak
tersebut berdampak memberikan gambaran yang klinis yang berbeda saat terjadi
apendisitis. Saat neonatus, tonjolan apendiks berbentuk kerucut yang menonjol
dari apeks sekum sepanjang 4,5 cm. Pada masa kanak-kanak, batas apendiks dan
sekum semakin jelas dan bergeser ke arah dorsal kiri. Sedangkan pada orang
dewasa, panjang apendiks 9-10 cm.
2
TINJAUAN TEORI APENDISITIS
Pengertian
Apendisitis merupakan peradangan pada apendik periformis. Inflamasi
menyebabkan apendiks membengkak dan nyeri yang dapat menimbulkan
gangren karena suplai darah terganggu. Apendiks juga dapat pecah, biasanya
terjadi antara 36 dan 48 jam setelah awitan.
Etiologi
Inflamasi pada apendiks dapat terjadi karena:
1. Tanpa penyebab yang jelas
2. Ulserasi pada mukosa
3. Obstruksi pada colon oleh fecalit (faeses yang keras), merupakan penyebab
utama/terbanyak.
4. Pemberian barium
5. Berbagai macam penyakit cacing
6. Tumor
7. Striktur karena fibrosis pada dinding usus
8. Terpuntirnya apendiks atau pembuluh darahnya (Elizabeth, 2009)
Insiden
Apendiksitis sering terjadi pada usia tertentu dengan range 20-30 tahun. Pada
wanita dan laki-laki insidennya sama kecuali pada usia pubertas dan usia 25
tahun, wanita lebih banyak dari laki-laki dengan perbandingan 3 : 2. Usia puncak
insiden apendisitis pada anak-anak diantara usia 10 dan 12 tahun. Pada anak
anak, terutama bayi dan todler, sering salah diagnosa, disertai insiden perforasi
yang lebih dari 90% pada anak-anak usia kurang dari 3 tahun.
Gambaran klinis
Gambaran klinis pada kasus apendisitis sangatlah berfariasi, diantaranya adalah :
3
1. Awitan mendadak atau secara bertahap nyeri difus di daerah epigastrium atau
peri umbilikus sering terjadi
2. Dalam beberapa jam, nyeri menjadi lebih terlokalisasi dan dapat dijelaskan
sebagai nyeri tekan di daerah kuadran kanan bawah abdomen 3. Nyeri lepas
(nyeri yang timbul sewaktu tekanan dihilangkan dari bagian yang sakit)
merupakan gejala klasik peritonitis dan umum ditemukan di apendisitis. Terjadi
defans muskular atau pengencangan perut. 4. Demam
5. Mual dan muntah
Keluhan apendisitis biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau
periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2 - 12 jam nyeri akan
beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan
atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak
terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi
diare, mual, muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan
abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan
bawah akan semakin progresif, dan dengan pemeriksaan seksama akan dapat
ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran kanan
bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme
biasanya juga muncul.
Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis yaitu :
1. Apendisitis akut
Merupakan infeksi baketria. Berbagai hal berperan sebagai faktor
pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan
sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor
apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab
lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks
karena parasit seperti E.histolytica.
4
2. Apendisitis rekurens
Diagnosis apendisitis rekurens baru dapat dipikirkan jika ada riwayat
serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong
dilakukannya apendiktomi, dan hasil patologi menunjukkan peradangan
akut. Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh
spontan. Namun, apendiks tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena
terjadi fibrosis dan jaringan parut. Risiko untuk terjadinya serangan lagi
sekitar 50%. Insidens apendisitis rekurens adalah 10% dari spesimen
apendiktomi yang diperiksa secara patologik. Pada apendisitis rekurens
biasanya dilakukan apendiktomi karena sering penderita datang dalam
serangan akut.
3. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua
syarat : nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik
apendiks secara makroskopik dan mikroskopik, dan keluhan menghilang
setelah appendiktomi. Kriteria mikroskopik apendisitis kroni adalah fibrosis
menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks,
adnya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi sel innflamasi
kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.
4. Mukokel apendisitis
Adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat adanya obstruksi
kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi
lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang, mukokel
dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa berubah
menjadi ganas. Penderita sering datang dengan keluhan ringan berupa rasa
tidak enak perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio
iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis
akut. Pengobatannya adalah apendiktomi.
5. Tumor apendiks
Tumor apendik dibagi menjadi dua :
5
a. Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu
apendiktomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke
limfonodi regionsl, dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan memberi
harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya apendiktomi.
b. Karsinoid apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang
didiagnosis prabedah, tetapi ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah
apendisitis akut. Sindrom karsinoma berupa rangsangan kemerahan
(flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus, dan diare yang
hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor
memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut diatas.
Patofisiologi
Patofisiologi dari apendisitis dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Etiologi
Obstruksi lumen (fekalit, tumor, dan lain-lain)
6
Nyeri epigastrium
Peradangan peritonium
Gangren
Apendisitis gangrenosa
Apendisitis perforasi
7
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan, makin
lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks memiliki
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan
yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan
edema, diapedesis bakteri dan ulserasi mukosa, pada saat inilah terjadi
apendisitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan mengakibatkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan
menembus dinding apendiks, peradangan yang timbul akan meluas dan
mengenai peritonium setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan
bawah, keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut, bila kemudian
aliran darah arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
dengan gangren, stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa, bila dinding
tersebut telah rapuh dan pecah disebut apendisitis perforasi.
Perangkat Diagnostik
Pada pemeriksaan laboratorium terjadi peningkatan leukosit 10.000 – 20.000/ml
dengan peningkatan jumlah notrofil. Pemeriksaan urine juga perlu dilakukan
untuk membedakannya dengan kelainan pada ginjal dan saluran kemih, pada
kasus akut tidak dibolehkan melakukan barium enema, sedangkan pada
apendisitis kronis tindakan ini dibenarkan, pemeriksaan USG dilakukan bila terjadi
infiltrat apendikularis.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan apendisitis diantaranya yaitu:
1. Sebelum operasi
a) Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis
seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu
dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan.
8
Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis atau
peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan
darah (leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodik. Foto abdomen
dan toraks tegak dilaukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit
lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditagakkan dengan lokalisasi nyeri
di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
b) Intubasi bila perlu
c) Antibiotik
2. Operasi apendiktomi
3. Pascaoperasi
Perlu dilaukan observasi tanda- tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan di dalam, syok, hipertermia, atau ganguan pernapasan. Angkat
sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung
dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi Fowler. Pasien dikatakan baik
bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila
tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum,
puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal. Kemudian berikan
minum mulai 15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30ml/jam.
Keesokan harinya diberikan makanan saring, dan hari berikutnya diberikan
makanan lunak.Satu hari pascaoperasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak
di tempat tidur selama 2x30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan
duduk di luar kamar. Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien
diperbolehkan pulang.
4. Penatalaksanaan gawat darurat non-operasi
Bila tidak ada fasilitas bedah, berikan penatalaksanaan seperti dalam
peritonitis akut. Dengan demikian, gejala apendisitis akut akan mereda, dan
kemungkinan terjadinya komplikasi akan berkurang. Penatalaksanaan pada
kasus apendisitis adalah
5. Pengangkatan apendiks secara bedah
9
6. Apabila apendiks pecah sebelum tindakan pembedahan, maka diperlukan
pemberian antibiotik untuk mengurangi resiko peritonitis dan sepsis.
Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat berkembang
menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi 10% sampai 32%, insiden lebih
tinggi pada anak kecil dan lansia, perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah
o
awitan nyeri, gejala mencakup demam dengan suhu 37,7 C atau lebih tinggi,
penampilan toksik, nyeri atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu. Tanda-tanda
perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut kuadran kanan
bawah dengan tanda peritonitis umum atau terjadi abses yang terlokalisasi, ileus,
demam, malaise dan leukositosis semakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitis
umum atau pembentukan abses sejak pasien pertama kali datang, diagnosis
dapat ditegakkan dengan pasti. Bila terjadi abses apendiks akan teraba massa di
kuadran kanan bawah yang cenderung menggelembung ke arah rektum atau
vagina. Resiko terbesar dari komplikasi apendisitis yang pecah adalah terjadinya
peritonitis, yang tentunya akan meningkatkan resiko komplikasi pasca
pembedahan.
Pencegahan
Pencegahan pada apendisitis yaitu dengan menurunkan resiko obstruksi atau
peradangan pada lumen apendik. Pola eliminasi klien harus dikaji, sebab
obstruksi oleh fecalit dapat terjadi karena tidak adekuatnya diit serat, diit tinggi
serat. Perawatan dan pengobatan penyakit cacing juga meminimalkan resiko.
Pengenalan yang cepat terhadap gejala dan tanda apendiksitis meminimalkan
resiko terjadinya gangren, perforasi, dan peritonitis.
10
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN APENDIKSITIS
Pengkajian
Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, nomor register.
Identitas penanggung riwayat kesehatan sekarang
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat.
Keluhan Utama
Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan
bawah. Timbul keluhan nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam
kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam/ beberapa
waktu lalu. Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul
nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh
rasa mual dan muntah, panas.
Riwayat kesehatan masa lalu
Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang.
Pemeriksaan fisik
1. Sirkulasi: klien mungkin takikardia.
2. Respirasi: takipnea, pernapasan dangkal.
3. Aktivitas/istirahat: malaise.
4. Eliminasi:
Gejala : konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau
tidak ada bising usus.
5. Nyeri/kenyamanan:
Gejala : nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat
berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney (setengah jarak antara
umbilikus san tulang ileum kanan), meningkat karena berjalan, bersin, batuk,
11
atau napas dalam (nyeri berhenti tiba-tiba diduga perforasi atau infark pada
apendiks). Keluhan berbagai rasa nyeri/gejala tak jelas (sehubungan dengan
lokasi apendiks, contoh retrosekal atau sebelah ureter). Tanda : perilaku
berhati-hati ; berbaring ke samping atau telentang dengan lutut ditekuk ;
meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki
kanan/posisi duduk tegak. Nyeri lepas pada sisi kiri diduga inflamasi
peritoneal.
6. Keamanan
Demam, biasanya rendah.
Data subyektif sebelum operasi
∙ Nyeri daerah pusar menjalar ke daerah perut kanan bawah ∙
mual, muntah, kembung
APENDISEKTOMI
Definisi Apendisektomi
Apendektomi adalah pembedahan untuk mengangkat apendiks yang terinflamasi
dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan risiko perforasi. Apendektomi
dapat dilakukan di bawah anestesi umum atau spinal dengan insisi abdomen
bawah atau dengan laparoskopi.
Tekhnik Apendisektomi
Teknik apendisektomi dapat dilakukan melalui :
1. Insisi menurut Mc Burney (grid incision atau muscle splittig incision).
13
Sayatan dilakukan pada garis tegak lurus pada garis yang menghubungkan
spina iliaka anterior superior (SIAS) dengan umbilikus pada batas sepertiga
lateral (titik Mc. Burney). Sayatan ini mengenai kutis, subkutis, dan fasia.
Otot- otot dinding perut dibelah secara tumpul menurut arah serabutnya.
Selain itu akan tampak peritonium parietal (mengkilat dan berwarna biru
keabu-abuan) yang disayat secukupnya untuk melukai sekum. Sekum dikenali
dari ukurannya yang besar, mengkilat, lebih kelabu/putih, mempunyai
haustrae dan taenia koli, sedangkan ileum lebih kecil, lebih merah dan tidak
mempunyai haustrae atau taenia koli. Basis apendiks dicari pada pertemuan
ketiga taenia koli, tekhnik inilah yang paling sering dikerjakan karena
keuntungannya tidak terjadi benjolan dan tidak mungkin terjadi herniasi,
trauma operasi minimum pada alat-alat tubuh, dan masa istirahat pasca
bedah yang lebih pendek karena penyembuhan lebih cepat. Kerugiannya
adalah lapang operasi terbatas, sulit diperluas dan waktu operasi lebih lama,
lapang operasi dapat diperluas dengan memotong otot secara tajam.
2. Insisi menurut Roux (Muscle Cutting Incision)
Lokasi arah sayatan sama dengan Mc. Burney hanya sayatannya langsung
menembus otot dinding perut tanpa melihat arah serabut sampai tampak
peritonium. Keuntungannya adalah : lapangan operasi lebih luas, mudah
diperluas, sederhana dan mudah, sedangkan kerugiannya adalah diagnosis
yang harus tepat sehingga lokasi dapat dipastikan, lebih banyak memotong
saraf dan pembuluh darah sehingga perdarahan lebih banyak, masa istirahat
pasca bedah lebih lama karena adanya benjolan yang mengganggu pasien,
nyeri pasca operasi lebih sering terjadi, kadang-kadang ada hematoma yang
terinfeksi dan massa penyembuhan lebih lama.
3. Insisi pararektal
Dilakukan sayatan pada garis batas lateral M. Rektus abdominalis dekstra
secara vertikal dari kranial ke kaudal sepanjang 10 cm. Keuntungannya
adalah tekhnik ini dapat dipakai pada kasus-kasus apendiks yang belum pasti
14
dan kalau perlu sayatan dapat diperpanjang dengan mudah, sedangkan
kerugiannya : sayatan ini tidak langsung mengarah ke apendiks atau sekum,
kemungkinan memotong saraf dan pembuluh darah lebih besar dan untuk
menutup luka operasi dibutuhkan jahitan penunjang.
Teknik Apendiktomi
Teknik-teknik apendiktomi adalah sebagai berikut:
1. Pasien berbaring terlentang dalam anestesi umum atau regional. Kemudian
dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada daerah perut kanan bawah. 2.
Dibuat sayatan menurut Mc Burney sepanjang kurang lebih 10 cm dan otot otot
dinding perut dibelah secara tumpul menurut arah serabutnya, berturut turut
mboilikus abdominis eksternus, m. abdominis internus, m. transversus
abdominis, sampai akhirnya tampak peritoneum.
15
7. Disiapkan tabac sac mengelilingi basis apendiks dengan sutra, basis apendiks
kemudian dijahit dengan catgut.
8. Dilakukan pemotongan apendiks apikal dari jahitan tersebut.
16
14. Dinding perut ditutup/dijahit lapis demi lapis, fasia dengan sutera, subkutis
dengan catgut dan akhirnya kulit dengan sutera.
15. Luka operasi dibersihkan dan ditutup dengan kassa steril.
Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat berkembang
menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi 10% sampai 32%, insiden lebih
tinggi pada anak kecil dan lansia, perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah
awitan nyeri, gejala mencakup demam dengan suhu 37,7oC atau lebih tinggi,
penampilan toksik, nyeri atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu. Tanda-tanda
perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut kuadran kanan
bawah dengan tanda peritonitis umum atau terjadi abses yang terlokalisasi, ileus,
demam, malaise dan leukositosis semakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitis
umum atau pembentukan abses telah terjadi sejak pasien pertama kali datang,
diagnosis dapat ditegakkan dengan pasti. Bila terjadi abses apendiks akan teraba
massa di kuadran kanan bawah yang cenderung menggelembung ke arah rektum
atau vagina.
17
18
Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
19
2. Tampak tegang
3. Sulit tidur
4. Takipnea
5. Takikardia
6. Tekanan darah meningkat
7. Diaphoresis
8. Tremor
9. Muka tampak pucat
10. Suara bergetar
11. Kontak mata buruk
12. Sering berkemih
13. Berorientasi pada masa lalu
Pasca Operasi
5 Data Subyektif: Agen Nyeri akut
Pasien mengeluh nyeri pencedera
Data Obyektif: fisik (prosedur
1. Tampak meringis operasi)
2. Bersikap protektif
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
Pasca Operasi
20
2. Nyeri pasien verbal
berkurang 4. Identifikasi factor yang
menjadi skala ..... memperberat dan
3. Pasien mengatakan memperingan nyeri
pola tidur tidak 5. Identifikasi pengetahuan dan
terganggu keyakinan tentang nyeri
4. Pasien mampu 6. Identifikasi pengaruh budaya
memperlihatkan terhadap respon nyeri
tehnik relaksasi 7. Identifikasi pengaruh nyeri
yang efektif pada kualitas hidup
5. Penggunaan 8. Monitor keberhasilan terapi
pereda nyeri komplementer yang sudah
dengan analgesik diberikan
dan non 9. Monitor efek sampig
analgesik dengan penggunaan analgesic.
tepat (sesuai Terapeutik:
jadwal dan SOP) 1. Berikan teknik nonfarmakologis
6. TTV normal (Nadi untuk mengurangi nyeri (mis:
60 – 80 x/menit, TENS, hypnosis, akupresur,
TD: terapi music, terapi pijat,
100-130/60-90 aromaterapi, kompres
mmHg, RR: 12- hangat/dingin)
20x/menit) 2. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(suhu, pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur 4.
Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri)
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri.
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgesic secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian analgesic,
jika perlu
21
2 Hipertermia Setelah dilakukan Observasi:
b/d proses perawatan 1 x 8 jam, 1. Identifikasi penyebab
penyakit tanda-tanda vital hipertermia
(infeksi) pasien dalam rentang 2. Monitor suhu tubuh
normal, yang ditandai 3. Monitor kadar elektrolit
dengan: 4. Monitor haluaran urine
1. Suhu tubuh 35,5 – 5. Monitor komplikasi akibat
36,5o C hipertermi
2. Nadi : 60 – 80 Terapeutik:
x/menit 1. Sediakan lingkungan yang
3. RR : 12 – 20 dingin
x/menit 2. Longgarkan atau lepas pakaian
4. TD : 100-130/60-90 3. Basahi atau kipasi permukaan
mmHg tubuh
4. Berikan cairan oral
5. Ganti linen jika klien mengalami
hyperhidrosis
6. Lakukan pendinginan eksternal
(kompres dingin)
7. Hindari pemberian antipiretik
atau aspirin
8. Berikan oksigen jika
perlu Edukasi
Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu
22
terganggu kalori
Terapeutik
1. Kendalikan factor lingkungan
penyebab mual (bau tidak
sedap, suara, kebersihan)
2. Kurangi atau hilangkan keadaan
penyebab mual
3. Berikan makanan dalam jumlah
kecil dan menarik
4. Berikan makanan dingin, cairan
bening, tidak berbau-tidak
berwarna, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan istirahat dan tidur
yang cukup
2. Anjurkan sering membersihkan
mulut, kecuali jika
merangsang mual
3. Anjurkan makanan tinggi
karbohidrat dan rendah lemak 4.
Ajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologis untuk
mengatasi mual (hypnosis,
relaksasi, terapi music,
akupresur)
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian antiemetic,
jika perlu
23
ansietas
4. Dengarkan dengan penuh
perhatian
5. Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
6. Tempatkan barang pribadi yang
memberikan kenyamanan
7. Motivasi untuk
mengidentifikasi situasi yang
memicu kecemasan
8. Diskusikan perencanaan
realistis tentang peristiwa
yang akan datang
Edukasi
1. Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin dialami 2.
Informasikan secara factual
mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
3. Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama klien, jika
memungkinkan
4. Anjurkan melakukan kegiatan
yang tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan
5. Anjurkan untuk
mengungkapkan perasaan
dan persepsi
6. Latih kegiatan pengalihan untuk
mengurangi ketegangan
7. Latih penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat
8. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat
antiansietas, jika perlu
Pasca Operasi
24
area luka
3. Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan klien
dan lingkungan klien
4. Pertahankan teknik aseptic
pada klien beresiko tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
3. Ajarkan etika batuk
4. Ajarkan cara memeriksa kondisi
luka operasi
5. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
6. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian antibiotik
DAFTAR PUSTAKA
1. Brunner & Suddarth’s. (2010). Texbook of Medical Surgical Nursing.12th Eds. USA:
Lippincott Williams & Wikins
2. Carpenito, Lynda Juall. (2010). Diagnosa Keperawatan. Aplikasi Pada Praktek Klinik.
Ed. 9. Jakarta: EGC
3. Doengoes. (2013). Nursing Care Plan. Philadelphia: F. A. Davis co. 4. Silvestri, Linda
Anne. (2011). Comprehensive Review For The NCLEX-RN Examination. USA: Elsevier
Saunders. (2006). Textbook of Medical Physiology.
25