Anda di halaman 1dari 22

Hemorrhagic Post Partum

Mata Kuliah : Kegawatdaruratan dalam Kebidanan dan Neonatal

Dosen :
Dr. dr. Vaulinne Basyir, Sp OG (K)

PROGRAM MATRIKULASI S2 KEBIDANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat
fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan
makalah yang berjudul “Hemorrhagic Post Partum / Perdarahan Post Partum” tepat
waktu.
Makalah ini adalah salah satu tugas pada mata kuliah Kegawataruratan dalam
Kebidanan dan Neonatal. Pada Kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada
Dr. dr. Vaulinne Basyir, Sp OG (K) selaku dosen pengampu dalam mata kuliah ini.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Padang, Mei 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii

DAFTAR TABEL..................................................................................................................iii

BAB I.......................................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................................2

C. Tujuan...........................................................................................................................2

BAB II......................................................................................................................................3

TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................................3

A. Pengertian Perdarahan Post Partum..............................................................................3

B. Jenis Perdarahan Post Partum.......................................................................................3

C. Etiologi Perdarahan Post Partum..................................................................................3

D. Diagnosa Perdarahan Post Partum..............................................................................12

E. Komplikasi Perdarahan Post Partum..........................................................................13

F. Penatalaksanaan Perdarahan Post Partum...................................................................13

G. Peran Bidan dalam Kasus Perdarahan Post Partum....................................................15

BAB III..................................................................................................................................17

KESIMPULAN......................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................iii

ii
DAFTAR TABEL

tabel 1 Etiologi perdarahan Postpartum..............................................................................................4


tabel 2 Derajat syok berdasarkan jumlah perdarahan........................................................................12
tabel 3 Penanganan perdarahan post partum.....................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perdarahan merupakan masalah terbesar dalam obstetric dan ginekologi yang
menyebabkan kematian ibu. Perdarahan bisa terjadi pada saat hamil, bersalin dan masa
nifas atau post partum. Perdarahan terjadi paling banyak pada saat postpartum.
Diperkirakan sebanyak 60% kematian ibu terjadi setelah persalinan (post partum) dan
kematian pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam pertama sebesar 50%.
Kematian ibu bisa disebabkan oleh kematian langsung dan kematian tidak
langsung. Kematian ibu yang langsung adalah sebagai komplikasi kehamilan,
persalinan atau masa nifas dan segala penanganan atau intervensi yang kurang tepat
dari komplikasi tersebut. Sedangkan kematian ibu tidak langsung biasanya akibat dari
penyakit atau komplikasi yang sudah ada atau penyakit yang timbul sewaktu kehamilan
yang berpengaruh terhadap kehamilan, contohnya malaria, anemia, HIV/AIDS, dan
penyakit jantung.
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih tinggi, jauh di bawah target
yaitu sebanyak 305/100.000 Kelahiran hidup (KH), padahal target dari Sustainable
Development Goals (SDGs) yaitu kurang dari 70/100.000 Kelahiran Hidup (KH).
Menurut Profil Kesehatan tahun 2019 oleh Kemenkes, jumlah kematian ibu menurut
provinsi tahun 2018-2019 terdapat penurunan dari 4.226 menjadi 4.221 kematian ibu di
Indonesia berdasarkan laporan. Pada tahun 2019 penyebab kematian ibu terbanyak
adalah perdarahan (1.280 kasus), hipertensi dalam kehamilan (1.066 kasus), infeksi
(207 kasus).
Penyebab paling besar 150.000 kematian pada ibu di dunia adalah perdarahan
postpartum selain itu 4 dari 5 ibu yang meninggal disebabkan karena perdarahan post
partum (Hemorrhagic Post Partum/HPP). Perdarahan postpartum merupakan penyebab
tersering dari keseluruhan kematian akibat perdarahan obstetrik. Perdarahan postpartum
adalah perdarahan yang melebihi 500 ml setelah bayi lahir pada persalinan per vaginam
dan melebihi 1000 ml pada seksio sesarea , atau perdarahan yang lebih dari normal
yang telah menyebabkan perubahan tanda vital, seperti kesadaran menurun, pucat,
limbung, berkeringat dingin, sesak napas, serta tensi < 90 mmHg dan nadi > 100/menit.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian perdarahan postpartum ?
2. Apa jenis perdarahan postpartum?
3. Apa faktor etiologi perdarahan postpartum?
4. Bagaimana menegakkan diagnosa perdarahan postpartum?
5. Apa komplikasi perdarahan postpartum?
6. Bagaimana penatalaksanaan dari perdarahan postpartum?
7. Bagaimana peran bidan dalam kasus perdarahan postpartum?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian perdarahan postpartum
2. Untuk mengetahui jenis perdarahan postpartum
3. Untuk mengetahui Etiologi perdarahan postpartum
4. Untuk mengetahui diagnosa perdarahan postpartum
5. Untuk mengetahui Komplikasi perdarahan postpartum
6. Untuk mengetahui Penatalaksanaan dari perdarahan postpartum
7. Untuk mengetahui Peran bidan dalam kasus perdarahan postpartum

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Perdarahan Post Partum


Hemorrhagic Post Partum/HPP atau yang disebut Perdarahan Post Partum
didefinisikan oleh WHO sebagai keadaan kehilangan darah >500 ml pada 24 jam setelah
melahirkan. Pendarahan post-partum merupakan keadaan yang mengancam nyawa dalam
persalinan, yang ditandai dengan hilangnya darah >500 ml melalui persalinan normal dan
>1000 ml melalui seksiocaesarean.(Sanjaya, 2015)
Perdarahan post partum adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam setelah
persalinan berlangsung. Perdarahan post partum dibagi menjadi dua yaitu perdarahan
post partum primer dan pedarahan post partum sekunder. (Risa Pitriani, 2017)

B. Jenis Perdarahan Post Partum


Perdarahan post partum dibagi menjadi dua yaitu :
a. Perdarahan post partum primer
yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah ank lahir, penyebab
utama perdarahan post partum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa
plasenta dan robekan jalan lahir. (Risa Pitriani, 2017)
Perdarahan postpartum primer (PPH) didefinisikan sebagai kehilangan darah dari
jalan lahir sebanyak 500 mL atau lebih pada persalinan normal pervaginam atau
1.000 mL atau lebih pada operasi caesar dalam waktu 24 jam setelah lahir.
(Ngwenya, 2016)
b. Perdarahan post partum sekunder
yaitu terjadi setelah 24 jam pertama sampai 6 minggu post partum (masa nifas),
penyebab utama perdarahan post partum sekunder adalah robekan jalan lahir dan sisa
plasenta.(Risa Pitriani, 2017)

C. Etiologi Perdarahan Post Partum


Banyak faktor potensial yang dapat menyebabkan perdarahan postpartum, faktor-
faktor yang menyebabkan perdarahan postpartum adalah 4T (Tonus. Tissue, Trauma, dan
Trombin) dimana tonus paling banyak disebabkan oleh atonia uteri, sedangkan tissue
disebabkan oleh retensio plasenta, serta sisa plasenta; trauma disebabkan salah satunya

3
oleh perlukaan jalan lahir, serta trombin biasanya akibat kelainan pembekuan darah.
Berikut tabel dan masing-masing pembahasannya:
Faktor Penyebab Proses Etiologi Faktor Risiko Klinik
Tonus (Kontraksi Uterus over distended Polihidramnion, gemeli, makrosomia
uterus abnormal) Otot uterus kelelahan Persalinan cepat, lama, paritas tinggi
Infeksi intra amnion Demam, KPD
Kelainan bentuk uterus Fibroid, PP, Anomali Uteri
Tisue (Retensi produk Retensi produk Plasenta tidak lengkap
konsepsi) kehamilan Operasi uterus sebelumnya
Plasenta abnormal Paritas tinggi
Retensi kotiledon/ Plasenta abnormal
suksenturiata Antonia uteri
Retensi jendalan darah
Trauma (Trauma Laserasi serviks, Persalinan presipitatus, operatif
saluran genital vagina, perineum Malposisi, kepala masuk panggul
Pelebaran robekan pada Operasi uterus sebelumnya
SC Paritas tinggi, plasenta di fundus
Ruptur uteri
Inversi uteri
Trombin (Koagulasi Penyakit hemofilia, von Riwayat koagulopati dan penyakit
abnormal) Willebrandt hati Lebam, Tekanan darah naik,
Penyakit selama hamil : fetal death, demam, kolaps tiba-tiba
ITP, trombositopenia
dengan preeklampsia,
DIC, infeksi berat,
sulosio plasenta dan
emboli cairan amnion) riwayat penjendalan darah
Terapi antikoagulan
tabel 1 Etiologi perdarahan Postpartum
a. Tonus
Salah satu etiologi perdarahan post partum adalah tonus, dimana yang menjadi
penyebab terbanyak dari tonus adalah ketidakmampuan dari tonus otot uterus untuk
berkontraksi atau lebih dikenal dengan atonia uteri. Atonia uteri adalah suatu keadaan
dimana uterus gagal untuk berkontraksi dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim.
Perdarahan postpartum secara fisiologis di kontrol oleh kontraksi serat-serat
miometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah
pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika miometrium tidak dapat
berkontraksi.
Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada
palpasi. Atonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan,
dengan memijat uterus dan mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan plasenta,
sedang sebenarnya belum terlepas dari uterus.

4
Atonia uteri merupakan penyebab utama perdarahan postpartum. Disamping
menyebabkan kematian, perdarahan postpartum memperbesar kemungkinan infeksi
puerperal karena daya tahan penderita berkurang.
Faktor predisposisinya adalah :
a) Regangan rahim berlebih karena kehamilan gemelli, polihidramnion, atau anak
terlalu besar.
b) Kelelahan karena persalinan lama atau persalinan kasep.
c) Kehamilan grade-multipara.
d) Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis, atau menderita penyakit
menahun.
e) Mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim.
f) Infeksi intrauterine (korioamnionitis).
g) Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya.

b. Tissue
a) Retensio plasenta
b) Sisa plasenta
c) Plasenta akreta dan variasinya.
Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, hal ini dinamakan
retensio plasenta. Hal ini bisa disebabkan karena plasenta belum lepas dari dinding
uterus atau plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan.
Jika plasenta belum lepas sama sekali maka tidak terjadi perdarahan, tapi apabila
terlepas sebagian maka akan terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk
mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena:
a) Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva).
b) Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vilis korialis menembus
desidua sampai miometrium sampai dibawah peritoneum. Menurut tingkat
perlekatannya dibagi menjadi :
 Plasenta Adhesiva : Plasenta yang menempel pada desidua endometrium.
 Plasenta Inkreta : Plasenta yang vili-vilinya menembus sampai ke miometrium
uterus.
 Plasenta Akreta : Plasenta yang vili-vilinya menembus desidua basalis sampai
ke miometrium sedikit dibawah desidua.

5
 Plasenta Parkreta : Plasenta yang mencapai lapisan serosa dinding uterus atau
peritoneum.
 Plasenta Inkarserata : Tertahannya plasenta dalam cavum uteri karena atonia
uteri.
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar
disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah
penanganan kala III sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah
uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta). Sisa plasenta
yang tertinggal merupakan penyebab 20-25 % dari kasus perdarahan postpartum.
c. Trauma
Sekitar 20% kasus perdarahan postpartum disebabkan oleh trauma jalan lahir:
a) Robekan Perineum
b) Ruptur uterus
c) Inversi uterus
d) Perlukaan jalan lahir
e) Vaginal hematom
Robekan perineum dibagi atas 4 tingkat, yaitu
Tingkat I : Robekan hanya pada selaput lender vagina atau tanpa mengenai kulit
perineum.
Tingkat II : Robekan mengenai selaput lender vagina dan otot perinei transversalis
tetapi tidak mengenai sfingter ani.
Tingkat III : Robekan mengenai seluruh perineum dan otot sfingter ani.
IV : Robekan sampai mukosa rectum.
Ruptur spontan uterus jarang terjadi,faktor resiko yang bisa menyebabkan
antara lain grande multipara, malpresentasi, riwayat operasi uterus sebelumnya, dan
persalinan dengan induksi oxytosin. Rupture uterus sering terjadi akibat jaringan parut
sectio secarea sebelumnya.
Laserasi dapat mengenai uterus, cervix, vagina, atau vulva, dan biasanya
terjadi karena persalinan secara operasi ataupun persalinan pervaginam dengan bayi
besar, terminasi kehamilan dengan vakum atau ekstraksi forcep, walau begitu laserasi
bisa teijadi pada sembarang persalinan. (Laserasi pembuluh darah dibawah mukosa
vagina dan vulva akan menyebabkan hematom, perdarahan akan tidak terdeteksi dan

6
dapat menjadi berbahaya karena tidak akan terdeteksi selama beberapa jam dan bisa
menyebabkan terjadinya syok.
Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika mengenai
arteri atau vena yang besar, jika episitomi luas, jika ada penundaan antara episitomi
dan persalinan, atau jika ada penundaan antara persalinan dan perbaikan episiotomi.
Perdarahan yang terus terjadi dan kontraksi uterus baik akan mengarah pada
perdarahan dari laserasi ataupun episiotomi. Ketika laserasi serviks atau vagina
diketahui sebagai penyebab perdarahan maka repair adalah solusi terbaik
Pada inversio uteri bagian alas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus
uteri sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri. Peristiwa ini terjadi tiba-tiba
dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar. Inversio uteri dapat dibagi :
a) Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri tetapi belum keluar dari ruang
tersebut.
b) Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina.
c) Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak
diluar vagina.
d. Thrombin / Kelainan Pembekuan Darah
Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan ataupun
didapat, kelainan pembekuan darah bisa berupa:
a) Hipofibrinogenemia, kelainan pembuluh darah yang disebabkan karena defisiensi
fibrinogen dapat dijumpai pada: solusio plasenta, kematian hasil konsepsi yang
tertahan lama dalam uterus, embolismus air ketuban, sepsis, dan eklampsia
b) Trombositopeni, kurangnya jumlah trombosit pada darah atau trombositopenia
merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya PPH, 3% dari kasus PPH karena
trombositopenia disebabkan oleh ITP. ITP merupakan suatu keadaan perdarahan
berupa petekie atau ekimosis di kulit/selaput lendir dan berbagai jaringan dengan
penurunan jumlah trombosit karena sebab yang tidak diketahui, lebih sering terjadi
pada wanita. ITP merupakan penyulit yang jarang dijumpai dalam kehamilan.
c) Sindrom HELLP Merupakan kumpulan tanda dan gejala : H untuk Hemolysis, EL
untuk Elevated Liver Enzymes, dan LP untuk Low Platelets. Patogenesis sindrom
HELLP belum jelas. Sampai sekarang tidak ditemukan faktor pencetusnya,
Kriteria diagnosis sindrom HELLP terdiri : Hemolisis, kelainan apus darah tepi,
total bilirubin >1,2mg/dl, laktat dehidrogenase (LDH) > 600U/L. Peningkatan

7
fungsi hati, serum aspartat aminotransferase (AST) > 70U/L, laktat dehidrogenase
(LDH) > 600 U/L. Jumlah trombosit < 100.000/mm3
d) Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) Adalah suatu keadaan dimana
bekuan-bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan
penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan
yang diperlukan untuk mengendalikan perdarahan.
 Wanita yang telah menjalani pembedahan kandungan atau persalinan
disertai komplikasi, dimana jaringan rahim masuk ke dalam aliran darah.
 Penderita infeksi berat, dimana bakteri melepaskan endotoksin (suatu zat
yang menyebabkan terjadinya aktivasi pembekuan).
 Penderita leukemia tertentu atau penderita kanker lambung pankreas
maupun prostat.
DIC biasanya muncul tiba-tiba dan bisa bersifat sangat berat. Jika keadaan ini
terjadi setelah pembedahan atau persalinan, maka permukaan sayatan atau jaringan
yang robek bisa mengalami perdarahan hebat dan tidak terkendali. Perdarahan bisa
menetap di daerah tempat penyuntikan atau tusukan.
e) Dilutional coagulopathy bisa terjadi pada transfusi darah lebih dari 8 unit karena
darah donor biasanya tidak fresh sehingga komponen fibrin dan trombosit sudah
rusak

Faktor predisposisi yang mempengaruhi perdarahan post partum adalah:


a. Usia
Wanita yang melahirkan anak pada usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35
tahun merupakan faktor predisposisi terjadinya perdarahan post partum yang dapat
mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan wanita di usia muda < 20
tahun dari segi biologis perkembangan alat-alat reproduksinya belum sepenuhnya
matang secara optimal, dari segi psikis belum matang dalam menghadapi tuntutan
beban moril dan emosional, dari segi medis mendapat gangguan. Salah satu penyulit
persalinan yang erat kaitannya dengan fase pertumbuhan usia muda yang tidak
optimal adalah kesempitan panggul yang menyebabkan timbulnya disproporsi
selfalo-pelvik. Angka kejadian kesempitan panggul pada kehamilan usia muda
disebabkan karena perkembangan panggul belum mencapai yang maksimal pada

8
saat bayi dilahiran. Sedangkan diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita
sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal.
b. Paritas
Paritas berpengaruh terhadap kejadian perdarahan postpartum karena disetiap
kehamilan dan persalinan akan terjadi perubahan serabut otot pada uterus yang bisa
melemahkan kemampuan uterus dalam melakukan kontraksi sehingga sulit untuk
melakukan penekanan pembuluh-pembuluh darah yang membuka setelah lepasnya
plasenta.
Seorang multipara adalah seorang wanita yang telah menyelesaikan dua atau lebih
kehamilan hingga viabilitas. Hal yang menentukan paritas adalah jumlah kehamilan
yang mencapai viabilitas, bukan jumlah janin yang dilahirkan. Uterus yang telah
melahirkan banyak anak, cenderung bekerja tidak efisien dalam semua kala
persalinan.
c. Jarak persalinan
Jarak persalinan yang aman (tidak beresiko) adalah 2-5 tahun. Jarak persalinan yang
beresiko untuk terjadinya perdarahan postpartum adalah yang terlalu dekat ( kurang
dari 2 tahun) karena rahim masih belum pulih seutuhnya akibat persalinan
sebelumna sehingga belum bisa memaksimalkan pembentukan cadangan makanan
bagi janin dan tenaga ibu sendiri. Sehingga, rahim belum siap untuk menghadapi
proses kehamilan dan persalinan lagi karena his melemah.
d. Anemia dalam kehamilan
Anemia pada ibu hamil meningkatkan resiko perdaraahan post partum. Anemia
selama kehamilan dapat berpengaruh terhadap otot-otot uterus tidak berkontraksi
dengan baik sehingga terjadi perdarahan pasca persalinan. Wanita yang mengalami
anemia dalam persalinan dengan kadar hemoglobin <11gr/dl akan dengan cepat
terganggu kondisinya bila terjadi kehilangan darah meskipun hanya sedikit. Anemia
di sangkutkan dengan melemahnya fisik dan kekurangan darah yang dapat dianggap
sebagai pencetus langsung perdarahan postpartum.Kekurangan hemoglobin dalam
darah dapat menyebabkan komplikasi lebih serius bagi ibu baik dalam kehamilan,
persalinan, dannifas. Oksigen yang kurang pada uterus akan menyebabkan otot-otot
uterus tidak berkontraksi dengan adekuat sehingga dapat timbul atonia uteri yang
mengakibatkan perdarahan post partum. (Yunadi et al., 2019)
e. Riwayat persalinan

9
Riwayat persalinan dimasa lampau sangat berhubungan dengan hasil kehamilan dan
persalinan berikutnya. Bila riwayat persalinan yang lalu buruk petugas harus
waspada terhadap terjadinya komplikasi dalam persalinan yang akan berlangsung.
Riwayat persalinan buruk ini dapat berupa abortus, kematian janin, eklampsi dan
preeklampsi, sectio caesarea, persalinan sulit atau lama, janin besar, infeksi dan
pernah mengalami perdarahan antepartum dan postpartum.
f. Partus lama
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primi, dan
lebih dari 18 jam pada multi. Persalinan (partus) lama ditandai dengan fase laten
lebih dari 8 jam, persalinan tlah berlangsung 12 jam atau lebih tanpa kelahiran bayi,
dan dilatasi serviks dikanan garis waspada pada partograf. Pada prinsipnya
persalinan lama dapat disebabkan oleh his yang tidak efisien. Partus yang lama,
apabila tidak segera diakhiri, akan menimbulkan kelelahan ibu. Kelalahan karena
persalinan lama atau kasep merupakan faktor predisposisi dari atonia uteri.Atonia
uteri adalah melemahnya kontraksi otot miometrium dan gagalnya uterus
berkontraksi dengan setelah persalinan. Atonia uteri dapat menyebabkan pembuluh
darah pada bekas implantasi plasenta terbuka sehingga menimbulkan perdarahan
hebat dan dapat mengakibatkan syok hipovolemik dan akhirnya kematian.
(Anggraini et al., 2020)
g. Makrosomia
Bayi besar adalah bayi lahir yang beratnya lebih dari 4000 gram. Bayi yang besar
baru dapat menimbulkan distosia kalau beratnya melebihi 4500 gram. Kesukaran
yang ditimbulkan dalam persalinan adalah karena besarnya kepala atau besarnya
bahu. Karena regangan dinding rahim oleh anak yang sangat besar dapat
menimbulkan inertia dan kemungkinan perdarahan postpartum lebih besar(Rosmaria
& Susanti, 2019)
h. Kehamilan ganda
Kehamilan ganda dapat menyebabkan uterus terlalu meregang, dengan overdistensi
tersebut dapat menyebabkan uterus atonik atau perdarahan yang berasal dari letak
plasenta akibat ketidak mampuan uterus berkontraksi dengan baik.
i. Faktor resiko intrapartum
a) Induksi Persalinan
Metaanalisis menunjukkan bahwa induksi persalinan yang berkaitan dengan
perdarahan post-partum. Resiko terjadinya perdarahan adalah 1,5 hingga 1,7 kali
10
dibandingkan tanpa induksi. Induksi yang telah diteliti meningkatkan perdarahan
post-partum adalah induksi yang menggunakan medikamentosa. Sejauh ini data
yang akurat tentang resiko berbagai jenis metode induksi belum lengkap
sehingga tidak dapat disimpulkan secara definitif.
b) Durasi Persalinan
Lama kala I lebih dari 20 jam pada nulipara atau 14 jam pada multipara memiliki
1-1,6 kali resiko perdarahan disbanding lama persalinan yang lebih singkat. Kala
II memiliki resiko 2,5 kali lebih besar bila berlangsung lebih dari 3 jam. Dengan
demikian persalinan dengan kala II lama perlu mengantisipasi lebih awal akan
terjadinya PPH. Pada umur kehamilan berapapun, perdarahan semakin
meningkat bila durasi kala III meningkat dengan puncaknya 40 menit. Resiko
relatifnya berkisar antara 2,1 hingga 6,2 dan semakin tinggi bila kala III
berlangsung semakin lama. Titik potong PPH terjadi pada lama kala tiga lebih
daari 18 menit.
c) Analgesia
Studi retrospektif menunjukkan bahwa penggunaan anestesi epidural berkaitan
dengan perdarahan intrapartum, sedangkan perdarahan post partum meningkat
resikonya menjadi 1,6 kali. Namun demikian bila 15 diperlukan operasi sesar
maka analgesia regional menimbulkan perdarahan lebih kecil dibandingkan
anesthesia umum.
d) Metode Persalinan
Penelitian menunjukkan ada perbedaan resiko perdarahan pada persalinan
pervaginam operatif dan juga persalinan sesar. Kesimpulan tentang ini belum
definitif mengingat berbagai factor perlu diperhitungkan untuk menilai hubungan
ini.
e) Episiotomi
Episiotomi jelas menimbulkan perdarahan lebih banyak dibanding ruptur
spontan. Namun selain itu ternyata episiotomi juga meningkatkan resiko PPH 2-
4,6 kali. Pada uji klinik terkendali terakhir ditunjukkan juga bahwa episiotomy
yang dilakukan pada saat kepala sudah crowning tidak memberikan perbedaan
signifikan terhadap terjadinya PPH.
f) Korioamnionitis
Meningkatkan resiko PPH 1,3 kali bila persalinan pervaginam dan hingga 2,7
kali bila persalinan sesar.

11
D. Diagnosa Perdarahan Post Partum
Beberapa gejala yang bisa menunjukkan perdarahan postpartum
a. Perdarahan yang tidak dapat dikontrol
b. Penurunan tekanan darah
c. Peningkatan detak jantung
d. Penurunan hitung sel darah merah ( hematokrit)
e. Pembengkakan dan nyeri pada jaringan daerah vagina dan sekitar perineum
Perdarahan hanyalah gejala, penyebabnya haruslah diketahui dan ditatalaksana
sesuai penyebabnya. Perdarahan postpartum dapat berupa perdarahan yang hebat dan
menakutkan sehingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan syok.
Atau dapat berupa perdarahan yang merembes perlahan-lahan tapi teijadi terus
menerus sehingga akhirnya menjadi banyak dan menyebabkan ibu lemas ataupun
jatuh kedalam syok.
Pada perdarahan melebihi 20% volume total, timbul gejala penurunan tekanan
darah, nadi dan napas cepat, pucat, extremitas dingin, sampai terjadi syok.
Volume Kehilangan Tekanan Darah Gejala dan Tanda Derajat syok
Darah Sistolik
500-1.000 mL (10-15%) Normal Palpitasi, Takikardi, Terkompensasi
Pusing
1000-1500 mL (15-25%) Penurunan ringan Lemah, Takikardi, Ringan
(80-100 mm Hg) Berkeringat
1500-2000 mL (25-35%) Penurunan scdang Gelisah, Pucat, Oligouria Sedang
(70-80 mm Hg)
2000-3000 mL (35-50%) Penurunan tajam Pingsan, Hipoksia, Anuria Berat
(50-70 mm Hg)
tabel 2 Derajat syok berdasarkan jumlah perdarahan
Pada perdarahan sebelum plasenta lahir biasanya disebabkan retensio plasenta
atau laserasi jalan lahir, bila karena retensio plasenta maka perdarahan akan berhenti
setelah plasenta lahir. Pada perdarahan yang terjadi setelah plasenta lahir perlu
dibedakan sebabnya antara atonia uteri, sisa plasenta, atau trauma jalan lahir. Pada
pemeriksaan obstretik kontraksi uterus akan letnbek dan membesar jika ada atonia
uteri. Bila kontraksi uterus baik dilakukan eksplorasi untuk mengetahui adanya sisa
plasenta atau laserasi jalan lahir.
Berikut langkah-langkah sistematik untuk mendiagnosa perdarahan
postpartum:

12
a. Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri
b. Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau tidak
c. Lakukan ekplorasi kavum uteri untuk mencari:
a) Sisa plasenta dan ketuban
b) Robekan Rahim
c) Plasenta seksenturiata adalah plasenta yang mempunyai satu kotiledon
tambahan yang timbul jauh dari struktur plasenta utama.
d. Inspekulo : Untuk melihat robekan pada serviks, vagina, dan varises yang pecah.
e. Pemeriksaan laboratorium : Peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk
split fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen : masa tromboplastin partial
diaktivasi, masa tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin memanjang.
f. Ultrasonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan

E. Komplikasi Perdarahan Post Partum


Syok hipovolemik karena perdarahan yang hebat dan sepsis akibat infeksi adalah
dua komplikasi yang fatal pada peristiwa ruptur uteri. Syok hipovolemik terjadi bila
pasien tidak segera mendapat infus cairan kristaloid yang banyak untuk selanjutnya
dalam waktu yang cepat digantikan dengan transfusi darah segar. Infeksi berat umumnya
terjadi pada pasien kiriman dimana ruptur uteri telah terjadi sebelum tiba di rumah sakit
dan telah mengalami berbagai manipulasi termasuk periksa dalam yang berulang. Jika
dalam keadaan demikian pasien tidak segera memperoleh terapi antibiotik yang sesuai,
hampir pasti pasien akan menderita peritonitis yang luas dan menjadi sepsis pasca bedah.
Syok hipovolemik dan infeksi merupakan sebab-sebab utama yang meninggikan angka
kematian maternal dalam obstetrik. Meskipun pasien dapat diselamatkan, morbiditas dan
kecacatan tetap tinggi.(Budiman. Mayasari, 2017)

F. Penatalaksanaan Perdarahan Post Partum

Penanatalaksanaan Perdarahan post partum dilakukan berdasarkan :

Tanda dan Gejala Penyulit Diagnosis Keja Penatalaksanaan


Uterus tidak Syok Atonia Uteri -massase fundus,
berkontraksi dan berikan oksititosin
Bekuan darah pada
lembek dan ergometrin
serviks atau posisi
secara IV, bila ada
Perdarahan segera telentang akan
perbaikan lanjut per
setelah anak lahir menghambat aliran

13
darah keluar infus.
- bila tidak ada
perbaikan lakukan
kompresi bimanual
(KBI KBE)
-bila tidak ada
perbaikan lakukan
rujukan
Robekan Jalan Lahir
Darah segar mengalir Pucat, Lemah, -lakukan eksplorasi
segera setelah bayi Menggigil untuk mengetahui
lahir lokasi, sumber dan
derajat perdarahan
Uterus berkontraksi
dan keras - lakukan penjahitan
luka pada robekan
Plasenta lengkap
perineum derajat 1
dan 2
Retensio Plasenta
Plasenta belum lahir Tali pusat putus Manual Plasenta
setelah 30 menit akibat traksi
Perdarahan segera berlebihan Inversio
Uterus berkontraksi uteri akibat tarikan
dan keras Perdarahan lanjutan
Plasenta atau Uterus berkontraksi Retensi Sisa Plasenta Dikeluarkan secara
sebagian selaput tetapi tinggi fundus manual
tidak lengkap tidak berkurang
Pada umumnya
Perdarahan Segera
dilakukan kuretase
Uterus tidak teraba Neurogenik syok Inversio Uteri Dilakukan reposisi
Lumen vagina terisi uterus
Pucat dan limbung
massa Tampak tali
pusat (bila plasenta
belum lahir)
Endometritis atau
Sub involusi uterus Anemia Demam Biasanya dilakukan
sisa fragmen plasenta
Nyeri tekan perut kuretase oleh dokter
(terinfeksi atau tidak)
bawah dan pada untuk mengeluarkan
uterus Perdarahan sisa plasenta
sekunder
tabel 3 Penanganan perdarahan post partum

Penanganan dari pendararahan post-partum dimulai dengan pemberian uterotonik,


pemijatan uteri, kompresi bimanual, transfusi darah/cairan kristaloid, pemberian faktor
pembekuan darah, dan/atau mengambil sisa plasenta secara manual serta menejemen
trauma. Penanganan invasif berupa ballon tamponade, jahitan kompresi uteri, angiographic
arterial embolization, ligasi arteri, dan histerektomi. Beberapa teknik modifikasi juga

14
sangat disarankan agar dapat dilakukan di daerah dengan fasilitas terbatas. Pencegahan
dari pendarahan post-partum adalah dengan melakukan menejemen aktif kala 3,
mengetahui faktor resiko, dan selalu berkonsultasi dengan tenaga medis yang berkompeten
demi persiapan persalian yang tepat dan aman. (Sirait, 2017)
Tindakan yang dapat dilakukan bidan dalam menangani perdarahan post partum di
tingkat layanan primer adalah sebagai berikut:
a. Minta tolong (ask for help).
b. Pasang infus 2 jalur dengan venocatheter no 18 atau 16.
c. Pasang oksigen 5-10 liter / menit.
d. Pasang kateter tinggal, monitor urine output paling tidak sampai mencapai 0,5 sd 1
mL/menit
e. Guyur 1000-1500 ml larutan RL dalam 15 menit.
f. Berikan cairan 3x dari jumlah darah yang hilang, sampai tekanan darah kembali
normal (1 – 2 jam). Dosis pemeliharaan 40 tetes per menit sampai kondisi stabil.
g. Berikan uterotonika: oksitosin 1 ampul per botol (maksimal 6 ampul), metergin 1
ampul / botol (maksimal 5 ampul).
h. Jika kondisi perdarahan belum teratasi, berikan misoprostol 3 tablet secara rektal,
maksimal 6 tablet (kontraindikasi asma bronkial).
i. Bila atoni uterus masih berlangsung, lakukan kompresi bimanual.
j. Selama melakukan kompresi bimanual siapkan pemasangan tampon kondom.
k. Pasang tampon kondom sebagai tindakan sementara, dan segera pasien dirujuk ke
fasilitas kesehatan yang lebih tinggi sambil berusaha mendapatkan darah

G. Peran Bidan dalam Kasus Perdarahan Post Partum


Sebagai bidan, kita harus memberikan edukasi pada WUS mulai dari
merencanakan kehamilan, hamil, persalinan nifas dan agar mengatur jarak kelahirannya.
Dan pada ibu hamil dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kehamilan (ANC) rutin
sesuai standar dan selalu memantau status anemia ibu hamil.
Pencegahan dari pendarahan post-partum adalah dengan melakukan menejemen
aktif kala 3, mengetahui faktor resiko, dan selalu berkonsultasi dengan tenaga medis yang
berkompeten demi persiapan persalian yang tepat dan aman.

15
Penanganan aktif pada persalinan kala III dapat menurunkan insidensi dan tingkat
keparahan perdarahan post partum. Penanganan aktif merupakan kombinasi dari hal-hal
berikut:
a. Pemberian uterotonik (dianjurkan oksitosin) segera setelah bayi dilahirkan.
b. Penjepitan dan pemotongan tali pusat dengan cepat dan tepat.
c. Penarikan tali pusat yang lembut dengan traksi balik uterus ketika uterus
berkontraksi dengan baik.

16
BAB III
KESIMPULAN

Perdarahan adalah salah satu penyebab utama langsung kematian maternal, terutama
di negara yang kurang berkembang perdarahan merupakan penyebab terbesar kematian
maternal. Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan 500 cc atau lebih yang terjadi
setelah anak lahir. Perdarahan dapat terjadi secar masif dan cepat, atau secara perlahan - lahan
tapi secara terus menerus.
Adapun penyebab perdarahan post partum atonia uteri (50 - 60 %), sisa plasenta (23
- 24 %), retensio plasenta (16 - 17 %), laserasi jalan lahir (4 - 5 %), kelainan darah (0,5 - 0,8
%). Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu: Early Postpartum (terjadi 24
jam pertama setelah bayi lahir) dan Late Postpartum (terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah
bayi lahir).
Perdarahan hanyalah gejala, harus dicari tahu penyebabnya untuk memberikan
pertolongan sesuai penyebabnya. Pasien dengan perdarahan post partum harus ditangani
dalam 2 komponen, yaitu: (1) resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta
kemungkinan syok hipovolemik dan (2) identifikasi dan penanganan penyebab teijadinya
perdarahan post partum.

17
DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo,S. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010

Anggraini, N. D., Fuziah, N. A., Kristianingsih, A., & Sanjaya, R. (2020). Faktor yang
berhubungan dengan kejadian perdarahan post partum pada ibu bersalin. Wellness And
Healthy Magazine, 2(2), 259–268. https://doi.org/10.30604/well.022.82000110
Budiman. Mayasari, D. (2017). Perdarahan Post Partum Dini e.c Retensio Plasenta. J Medula
Unila, 7(3), 6–9.
Ngwenya, S. (2016). Postpartum hemorrhage: Incidence, risk factors, and outcomes in a low-
resource setting. International Journal of Women’s Health, 8.
https://doi.org/10.2147/IJWH.S119232
Risa Pitriani. (2017). FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
PERDARAHAN POST PARTUM DI RUANGAN CAMAR II RSUD ARIFIN
ACHMAD PROVINSI RIAU TAHUN 2016. MENARA Ilmu, XI(1), 243–255.
Rosmaria, R., & Susanti, Y. (2019). FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN
DENGAN KEJADIAN PERDARAHAN POSTPARTUM PRIMER DI RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI TAHUN 2019.
Jurnal Bahana Kesehatan Masyarakat (Bahana of Journal Public Health), 3(2).
https://doi.org/10.35910/jbkm.v3i2.219
Sanjaya, W. (2015). TANDA BAHAYA SERTA PENATALAKSANAAN PERDARAHAN
POST-PARTUM. Intisari Sains Medis, 3(1), 9. https://doi.org/10.15562/ism.v3i1.59
Sirait, B. I. (2017). Penanganan Perdarahan Post Partum. PROSIDING SEMINAR NASIONAL
PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN BERBAGAI DISIPLIN ILMU
KEDOKTERAN, 53(9), 1689–1699.
Yunadi, F. D., Andhika, R., & Septiyaningsing, R. (2019). Identifikasi Faktor Ibu Dengan
Perdarahan Post Partum. Oksitosin : Jurnal Ilmiah Kebidanan, 6(2), 119–126.
https://doi.org/10.35316/oksitosin.v6i2.489

iii

Anda mungkin juga menyukai