HIV (human immunodeficiency virus) adalah virus yang merusak sistem kekebalan
tubuh, dengan menginfeksi dan menghancurkan sel CD4. Semakin banyak sel CD4 yang
dihancurkan, kekebalan tubuh akan semakin lemah, sehingga rentan diserang berbagai penyakit.
Infeksi HIV yang tidak segera ditangani akan berkembang menjadi kondisi serius yang
disebut AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). AIDS adalah stadium akhir dari infeksi
virus HIV. Pada tahap ini, kemampuan tubuh untuk melawan infeksi sudah hilang sepenuhnya.
Sampai saat ini belum ada obat untuk menangani HIV dan AIDS. Akan tetapi, ada obat
untuk memperlambat perkembangan penyakit tersebut, dan dapat meningkatkan harapan hidup
penderita HIV (ODHA).
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, selama tahun 2016 terdapat lebih dari 40
ribu kasus infeksi HIV di Indonesia. Dari jumlah tersebut, HIV paling sering terjadi pada pria
dan wanita, diikuti lelaki seks lelaki (LSL), dan pengguna NAPZA suntik (penasun). Di tahun
yang sama, lebih dari 7000 orang menderita AIDS, dengan jumlah kematian lebih dari 800
orang.
Data terakhir Kemenkes RI menunjukkan, pada rentang Januari hingga Maret 2017 saja
sudah tercatat lebih dari 10.000 laporan infeksi HIV, dan tidak kurang dari 650 kasus AIDS di
Indonesia.
PENYEBAB
Penyebab penyakit HIV adalah infeksi human immunodeficiency virus. Virus ini
menghancurkan sel CD4 (sel T), jenis sel darah putih dalam bagian sistem imun yang khusus
bertugas melawan infeksi.
Manusia menghasilkan jutaan sel T setiap hari untuk menjaga kekebalan tubuh. Namun di saat
yang bersamaan, virus HIV juga terus menggandakan diri untuk menginfeksi sel T yang sehat.
Semakin banyak sel T yang dihancurkan virus HIV, kekebalan tubuh seseorang akan
semakin lemah dan rentan terhadap berbagai penyakit. Ketika jumlah sel T sangat jauh di bawah
normalnya, infeksi HIV dapat berkembang menjadi penyakit AIDS (Acquired Immune
Deficiency Syndrome).
Virus HIV itu sendiri rentan menular lewat aktivitas tertentu yang memungkinkan
pertukaran atau perpindahan cairan tubuh dari satu orang ke lainnya. Namun, cairan tubuh yang
menjadi perantara penyebaran virus tidak sembarangan.
HIV umumnya terbawa dalam darah, air mani (cairan ejakulasi pria), cairan pra-ejakulasi,
cairan anus (rektum), dan cairan vagina. Itu sebabnya HIV cenderung lebih mudah menular
lewat hubungan seks yang tidak aman, misalnya tidak memakai kondom.
Lantas, apa yang menjadi penyebab penularan HIV pada anak kecil? Penularan
HIV/AIDS pada anak dapat terjadi melalui beberapa cara berikut ini:
1. Penularan dari ibu ke anak
Jalur penularan HIV yang paling banyak terjadi pada anak kecil dan bayi adalah
lewat ibunya (mother-to-child transmission). Menurut yayasan nonprofit Pediatric AIDS
Foundation, lebih dari 90% kasus penularan HIV pada anak kecil dan bayi terjadi saat
masa kehamilan.
Seorang perempuan yang terinfeksi HIV sebelum maupun saat hamil dapat
menularkan virusnya pada calon anak mereka sejak dalam kandungan. Badan Kesehatan
Dunia (WHO) memperkirakan, seorang ibu hamil yang positif HIV berisiko sekitar 15-
45% untuk menularkan virus pada anak dalam rahimnya lewat tali plasenta.
Risiko penularan HIV dari ibu ke anak juga dapat terjadi apabila bayi terpapar
darah, cairan ketuban yang pecah, cairan vagina, atau cairan tubuh ibu lainnya yang
mengandung virus HIV selama proses melahirkan.
Sebagian kasus lainnya dapat pula terjadi dari proses menyusui eksklusif karena
virus HIV dapat terkandung dalam ASI. Maka itu, dokter biasanya akan mencegah
penderita HIV memberikan ASI eksklusif pada bayinya.
2. Tertular dari jarum yang terkontaminasi
Selain penularan pada masa kehamilan, penggunaan jarum suntik bekas
bergantian juga merupakan cara penularan HIV yang mungkin terjadi pada anak. Risiko
ini terutama tinggi di kalangan anak pengguna narkoba suntik.
Virus HIV dapat bertahan hidup di dalam jarum suntik selama kurang lebih 42
hari setelah kontak pertama kali dengan pemakai pertamanya (yang positif HIV). Maka,
ada peluang bagi satu jarum bekas untuk menjadi perantara penularan HIV kepada
banyak anak yang berbeda.
Darah mengandung virus yang tertinggal pada jarum dapat berpindah ke tubuh pemakai
2. Anak
Bagi anak yang berusia lebih dari dua tahun, gejala HIV mereka dapat dibagi menjadi
tiga kategori, dari ringan hingga parah.
Gejala HIV ringan pada anak usia sekolah:
Pembengkakan kelenjar getah bening.
Kelenjar parotis (kelenjar ludah yang terletak di dekat telinga) membengkak.
Sering mengalami infeksi sinus dan telinga.
Mengalami gatal dan terdapat ruam pada kulit.
Pembengkakan perut akibat membengkaknya hati dan limpa anak.
Gejala HIV taraf sedang pada anak usia sekolah
Sariawan yang berlangsung lebih dari dua bulan.
Pneumonitis, yaitu pembengkakan dan peradangan jaringan paru-paru.
Diare.
Demam tinggi yang tidak kunjung sembuh lebih dari satu bulan.
Hepatitis atau peradangan organ hati.
Cacar air dengan komplikasi.
Gangguan atau penyakit ginjal.