Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KEPERAWATAN BENCANA 3

“ Penanganan Kesehatan Jiwa ”

Dosen Pengampun : 1. Ns. Anastasia Hardyati, S.Kep., M.Kep, Sp.KMB


2. Ns. Seven Sitorus, M.Kep.,Sp.Kep.MB

Disusun oleh:

Kelompok 6

1. Ade Kaeliana Tantri (1032181045)


2. Irna Fitri (1032181046)
3. Tressa Lisdayanti (1032181047)
4. Amalia Safitri (1032181048)
5. Khusnul Khotimah (1032181050)
6. Meriyantika Selvi Adelasaju (1032201070)
7. Raka Nuralif Verdianto (1033201006)

PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN


UNIVERSITAS MOHAMMAD HUSNI THAMRIN JAKARTA
T.A 2021 - 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
kehendak-Nya lah makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini berisi tentang “Penanganan Kesehatan Jiwa”. Penulisan makalah ini
didasarkan pada materi-materi yang kami dapat dari berbagai sumber. Penulisan materi kami
buat dengan langkah-langkah dan metode yang sistematis sehingga dapat dengan mudah
dipahami.
Dalam penyelesaian makalah, kami banyak mengalami kesulitan, terutama disebabkan
oleh kurangnya ilmu pengetahua. Namun, berkat bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya
makalah ini dapat dielesaikan, walaupun masih banyak kekurangannya.
Kami menyadari, sebagai seseorang mahasiswa/i yang pengetahuannya belum seberapa
dan masih perlu banyak belajar dalam penulisan makalah, dan makalah ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang positif
agar makalah ini akan menjadi lebih baik dan berguna di masa yang akan datang.

Jakarta. 11 November 2021

Kelompok 6
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….I
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………II
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………………………..........1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………………….1
C. Tujuan……………………………………………………………………………………1
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Tahapan Penyusunan Perencanaan Operasi Darurat Bencana
B. Tingkatan Rencana Operasi Darurat Bencana
C. Masalah Kesehatan Mental Pasca Bencana
D. Pelayanan Konseling Pasca Bencana
E. Pedoman Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa dan Psikososial Pada Masyarakat
Akibat Bencana dan Konflik

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan………………………………………………………………………………
Daftar Pustaka…………………………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang uraian di atas, maka masalah-masalah yang dapat dirumuskan antara
lain:
1. Apa yang dimaksud konsep dasar tahapan penyusunan perencanaan operasi darurat
bencana ?
2. Apa saja tingkatan rencana operasi darurat bencana ?
3. Apa saja masalah kesehatan mental pasca bencana ?
4. Bagaimana pelayanan konseling pasca bencana ?
5. Bagaimana pedoman penanggulangan masalah kesehatan jiwa dan psikososial pada
akibat bencana dan konflik ?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui tentang konsep dasar tahapan penyusunan perencanaan operasi
darurat bencana
2. Untuk mengetahui tingkatan rencana operasi darurat bencana
3. Untuk mengetahui masalah kesehatan mental pasca bencana
4. Untuk mengetahui pelayanan konseling pasca bencana
5. Untuk mengetahui pedoman penanggulangan masalah kesehatan jiwa dan psikososial
pada akibat bencana dan konflik
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Tahapan Penyusunan Perencanaan Operasi Darurat Bencana


Rencana Operasi Darurat Bencana adalah suatu proses perencanaan Tindakan operasi
darurat bencana dengan menyepakati tujuan operasi dan ketetapan Tindakan teknis dan
manejerial untuk penanganan darurat bencana dan disusun berdasarkan berbagai masukan
penanganan bencana temasuk rencana kontinjensi dan informasi bencana untuk mencapai
tujuan penanganan darurat bencana secara aman, efektif dan akuntabel.
Proses penyusunan rencana operasi terdiri dari tahapan tahapan, yang merupakan
suatu siklus perencanaan operasi dan merupakan prosedur tetap dalam penyusunan
rencana operasi, yaitu:
1. Tindakan Awal
1. Mengaktifkan rencana kontinjensi yang terkait yang disesuaikan dengan kondisi
bencana yang terjadi
2. Pada status siaga darurat, rencana Tindakan operasi darurat bencana didasarkan
atas asumsi kejadian dan pembuatan scenario sesuai dengan jenis bencana yang
akan dihadapi
3. Tindakan operasi setelah bencana terjadi, yaitu pada status tanggap darurat
bencana dan status transisi darurat ke pemulihan, diawali dengan analisis
keadaan darurat bencana termasuk mengkaji kejadian dan perkembangan
kejadian bencana atas dasar masukan dari:
a) Informasi umum kejadian awal, yang dapat bersumber dari pemerintah
daerah, instansi/Lembaga, masyarakat dan sumber sumber lainnya.
b) Informasi resmi yang berasal dari sumber sumber yang dapat dipertanggung
jawabkan sesuai dengan kewenangannya, seperti Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Badan Geologi Departemen Energi
Sumber Daya Mineral (ESDM), Departemen Pekerjaan Umum (PU),
Departemen Kehutanan, dan Departemen Pertanian.
c) Informasi dari TRC yang ditugaskan baik oleh BNPB maupun oleh BPBD
yang meliputi:
1) Cakupan lokasi bencana
2) Jumlah korban bencana
3) Kerusakan prasarana dan sarana
4) Gangguan tehadap fungsi pelayanan umum serta pemerintahan
5) Kemampuan sumber daya alam maupun sumber daya buatan
6) Upaya upaya yang telah dilakukan
7) Kebutuhan mendesak yang harus segera dipenuhi
4. Kepala Bidang Perencanaan menuangkan semua informasi kejadian awal ke
dalam Formulis Informasi Bencana yang memuat informasi mengenai:
a. Sketsa/peta darurat bencana, peta sumber daya dan peta evakuasi
b. Permintaan bantuan sumber daya yang dibutuhkan
c. Sumber bantuan sumber daya (BPNB/BPBD, instansi/Lembaga, dunia usaha
dan masyarakat)
d. Lokasi tujuan bantuan
e. Ringkasan tindakan operasi
f. Ringkasan bantuan sumber daya
5. Formulir Informasi Bencana ditujukan untuk memberikan informasi dasar
kepada komandan dan seluruh Staf Komando dan Staf Umum Komando Darurat
Bencana mengenai situasi bencana dan kebutuhan bantuan sumber daya yang
diperlukan dalam penanganan darurat bencana
6. Informasi Bencana didistribusikan kepada Staf Komando dan Staf Umum
Komando

2. Penetapan Tujuan dan Sasaran


1. Dengan adanya analisis kejadian awal dan informasi mengenai kebutuhan
bantuan, tahapan proses perencanaan selanjutnya adalah menetapkan Tujuan dan
Sasaran yang akan dicapai dalam operasi.
2. Komandan Komando Darurat Bencana memberikan arahan mengenai tujuan dan
sasaran umum operasi; menetapkan strategi umum, kebijakan, Batasan anggaran
dan hukum dalam mencapai tujuan dan sasaran operasi.
3. Tujuan dan Sasaran Operasi dalam garis besar meliputi Tindakan Tindakan
untuk:
a. Penyelamatan dan evakuasi korban bencana
b. Pemenuhan kebutuhan dasar korban bencana
c. Penyediaan dan distribusi personil, logistic dan peralatan
d. Perlindungan kelompok rentan
e. Pemulihan dengan segera fungsi sarana dan prasarana vital
4. Tujuan dan Sasaran operasi dapat diurai dalam bentuk yang lebih khusus dan
spesifik, antara lain:
a. Pertolongan darurat untuk mengantisipasi meluasnya dampak bencana
b. Evakuasi korban
c. Penyediaan air bersih dan sanitasi
d. Penyediaan sandang dan pangan
e. Pelayanan Kesehatan
f. Penyediaan hunian sementara korban
g. Tindakan aksi untuk mengatasi sumber bencana, seperti:
1) Pemadam kebakaran hutan dan lahan serta bencana asap temasuk
Tindakan mengisolasi sumber api/asap dan tindakan pengeboman air
dari udara.
2) Penanggulangan bencana kekeringan dengan penyediaan system air
bersih dan air minum serta kecukupan pangan.
3) Pencairan dan penyisiran lokasi akibat bom
4) Pemasangan bronjong dan karung pasir untuk penahan tanah
longsor/tanggul (bencana banjir).
h. Pemulihan darurat sarana dan prasarana supaya dapat berfungsi kembali,
antara lain:
1) Jalan dan jembatan yang terputus
2) Menyingkirkan tanah longsor yang menutup jalan dan jembatan
3) Tanggul yang jebol
4) Sarana komunikasi
5) Penyelamatan lingkungan
5. Setelah pembahasan, tujuan dan sasaran operasi dituliskan ke dalam formulir
Tujuan Operasi dan kemudian didistribusikan kepada Kepala Bidang Perencanaan,
Kepala Bidang Operasi, Kepala Humas dan Perwakilan Instansi/Lembaga agar
semua pihak terkait mengetahui strategi yang digunakan untuk Rencana Operasi
periode akan datang.
6. Kepala Bidang Operasi harus menyatakan bahwa Tujuan Operasi dipahami dan
dapat dilaksanakan.
7. Tujuan dan Sasaran Operasi harus dibuat jelas dan terukur agar pada siklus
operasi selanjutnya jajaran Komando dapat mengetahui tindakan operasi yang
sudah berhasil dicapai dalam satu shif operasi.
8. Tujuan dan Sasaran Operasi harus dapat dicapai dengan mempertimbangkan
ketersediaan personil, logistik dan peralatan pada shif operasi tersebut.
9. Tujuan dan Sasaran Operasi harus cukup fleksibel dan memberikan ruang bagi
Kepala Bidang Operasi untuk mencapai solusi operasi yang optimal.

3. Rapat Rencana Taktis


1. Rapat Rencana Taktis (Teknis) Operasi bertujuan untuk:
a. Menentukan strategi cara pencapaian tujuan dan sasaran operasi darurat
bencana yang telah ditetapkan.
b. Mengalokasikan bantuan sumberdaya, baik personil, logistik dan peralatan
sebagai tindakan taktis operasi darurat bencana.
c. Menyiapkan sistem monitoring operasi sebagai alat untuk mengoreksi atau
menyesuaikan rencana taktis yang telah ditetapkan apabila perkembangan
lapangan membutuhkan.
2. Komandan darurat bencana dapat menunjuk Kepala Bidang Perencanaan
menyiapkan dan memimpin Rapat Taktis Operasi.
3. Informasi Awal bencana dibahas dalam Rapat Rencana Taktis oleh Komandan
bersama − sama dengan Kepala Bidang Perencanaan, Kepala Bidang Operasi
dan pejabat terkait.
4. Kepala Bidang Operasi memberikan usulan mengenai rencana pengerahan
sumberdaya dalam rangka menunjang tujuan dan sasaran operasi yag telah
ditetapkan oleh Komandan.
5. Kepala Bidang Operasi menentukan garis pengendalian lokasi bencana sesuai
dengan kewenangannya dengan memperhatikan batasan geografis tertentu untuk
operasi darurat pada hari berikutnya.
6. Setelah Rapat Rencana Taktis, Kepala Bidang Operasi melengkapi formulir
Rencana Kebutuhan bantuan sumber daya.
7. Rencana Kebutuhan digunakan untuk mengkomunikasikan kebutuhan
sumberdaya (a.l. personil, logistik dan peralatan) kepada seluruh jajaran
organisasi terkait.
8. Rencana Kebutuhan digunakan oleh Bidang Logistik dan Peralatan Komando
Darurat Bencana sebagai dasar permintaan dan pengadaan bantuan logistik dan
peralatan
4. Persiapan Rapat Rencana Operasi
Persiapan Rapat Rencana Operasi dilakukan oleh Bidang Perencanaan dan bertujuan
untuk:
1. Menentukan periode operasi
2. Menyiapkan peta-peta ukuran besar
3. Menyiapkan formulir-formulir
4. Memaparkan matriks rencana kebutuhan
5. Menyiapkan informasi mengenai status situasi bencana dan perkembangannya

5. Rapat Rencana Operasi


Rapat Rencana Operasi dipimpin oleh Kepala Bidang Perencanaan, yang meliputi
aktifitas:
1) Pembahasan secara singkat status dan perkembangan bencana berdasarkan
informasi dari:
a. TRC
b. Formulir Informasi Bencana
c. Pemantauan dari lapangan
d. Laporan lainnya
2) Kepala Bidang Operasi menetapkan alokasi bantuan sumberdaya kepada masing-
masing BPBD/Satkorlak PB/Satlak PB atau tim/kelompok untuk menjalankan
tugas sesuai dengan kebutuhannya.
3) Kepala Bidang Perencanaan mengidentifikasi sumberdaya yang dibutuhkan
berdasarkan rencana kebutuhan yang dibuat oleh Kepala Bidang Operasi
4) Kepala Bidang Perencanaan memastikan, bahwa Rencana Operasi Udara telah
disiapkan oleh Kepala Bidang Operasi. Rencana Operasi Udara memuat
penugasan bantuan sumberdaya melalui udara dengan menyebutkan jenis dan
jumlah pesawat yang dialokasikan serta tujuan/lokasi bantuan dan penerima
bantuan.
5) Kepala Bidang Operasi bersama-sama dengan Kepala Kepala Bidang
Perencanaan dan Bidang Logistik menetapkan fasilitas − fasilitas di lokasi
bencana yang diperlukan untuk melaksanakan penanganan bantuan, seperti di
staging area dan shelter.
6) Mentukan dukungan-dukungan lainnya, seperti: Jaring Komunikasi yang
diperlukan untuk mengkoordinasikan operasi, dukungan Rencana Medis dan
dukungan Keselamatan serta Transportasi petugas operasi penanganan bencana.
7) Melengkapi Rencana Operasi yang memuat penetapan rencana tindakan operasi,
yang terdiri dari:
a. Penetapan tujuan dan sasaran operasi
b. Penetapan struktur dan susunan pejabat organisasi Komando
c. Penugasan
d. Peta Lokasi Bencana
e. Penetapan alokasi jaring komunikasi
f. Rencana dukungan medis
g. Rencana Transportasi/Operasi Udara
8) Kepala Bidang Perencanaan menentukan kebutuhan jenis formulir pendukung
untuk setiap Rencana Operasi/Tindakan Operasi.

6. Penetapan Rencana Operasi


1) Kepala Bidang Perencanaan bertanggung jawab untuk memeriksa, bahwa
Rencana Operasi sudah lengkap dan akurat :
a. Melengkapi lampiran rencana operasi (formulir-formulir pendukung) dan
memastikan bahwa setiap formulir sudah disetujui oleh pejabat terkait.
b. Memastikan bahwa Rencana Operasi telah disetujui oleh Komandan.
c. Rencana Operasi dituangkan dalam bentuk Form beserta semua dokumen
pendukung sebagai lampiran.
2) Mengenai Rencana Operasi Tanggap Darurat

7. Rapat Penjelasan Rencana Operasi


Rapat penjelasan rencana operasi terdiri dari aktifitas sebagai berikut:
1) Dokumen Rencana Operasi dibagikan kepada seluruh personil terkait.
2) Penjelasan operasi darurat bencana dilakukan oleh Kepala Bidang Perencanaan.
3) Penjelasan status darurat bencana dilakukan dengan berorientasi pada peta
bencana.
4) Menyampaikan laporan terakhir dari ramalan cuaca.
5) Melengkapi data-data yang kurang.
6) Tanya Jawab
8. Pelaksanaan dan Pengakhiran
1) Dokumen Rencana Operasi yang telah ditetapkan, yang berlaku untuk periode
operasi tertentu, didistribusikan kepada seluruh Kepala Seksi di jajaran Bidang
Operasi Komando Darurat Bencana untuk dilaksanakan di lapangan.
2) Pelaksanaan Rencana Operasi dipimpin oleh Kepala Bidang Operasi.
3) Pelaksanaan Rencana Operasi harus dimonitor dan dievaluasi pada setiap
tahapan pengembangan dan implementasinya.
4) Kepala Bidang Operasi dapat melakukan koreksi dan penyesuaian terhadap
pelaksanaan Rencana Operasi sesuai dengan perkembangan yang terjadi di
lapangan.
5) Seluruh Kepala Bidang Komando Darurat Bencana harus memantau
perkembangan operasi darurat bencana di lapangan.
6) Sebagai masukan untuk penetapan Tujuan dan Sasaran Operasi untuk periode
operasi selanjutnya, semua Kepala Bidang memberikan rekomendasi kepada
Komandan Darurat Bencana berdasarkan informasi dan umpan balik dari
lapangan

B. Tingkatan Rencana Operasi Darurat Bencana


a. Tingkat Pusat
1. Apabila dampak dan eskalasi bencana bersifat nasional, maka rencana operasi
darurat bencana disusun oleh Komandan Darurat Bencana Tingkat Nasional
yang ditunjuk oleh Presiden sesuai dengan tingkat dan kewenangannya.
2. Perencanaan Operasi bantuan BNPB kepada BPBD, baik yang diminta atau atas
inisiatif BNPB pada saat siaga darurat, tanggap darurat dan transisi darurat ke
pemulihan menggunakan Pedoman ini.
3. Rencana Operasi bantuan dari Luar Negeri pada saat siaga darurat, tanggap
darurat dan transisi darurat ke pemulihan mengacu kepada Pedoman ini.
4. Rencana Operasi bantuan ke Luar Negeri mengacu kepada peraturan
internasional dan regional yang berlaku.

b. Tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota
Berdasarkan dampak bencana dan tingkatan bencana maka:
1. Pada saat keadaan darurat bencana, sesuai dengan tingkatan bencana, BPBD
Provinsi/Kabupaten/Kota berdasarkan peraturan yang berlaku, membentuk
Komando Darurat Bencana yang bertugas untuk melaksanakan penanganan
darurat bencana, yaitu pada status siaga darurat, tanggap darurat dan transisi
darurat ke pemulihan dan menyusun Rencana Operasi sesuai dengan Pedoman
ini.
2. Bagi pemerintah daerah yang tidak memiliki BPBD maka Rencana Operasi
disusun oleh perangkat daerah yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi
penanggulangan bencana.
3. Agar penanganan darurat bencana dapat dilaksanakan sesuai dengan sasaran
yang ditetapkan secara efektif, Komando Darurat Bencana menyusun Rencana
Operasi berdasarkan Pedoman ini.

C. Masalah Kesehatan Mental Pasca Bencana


Setelah terjadinya bercana, banyak masalah-masalah kesehatan mental yang muncul.
Tingkat permasalahannya sangat beragam, tergantung bentuk dan jenis bencana yang
terjadi saat itu. Beberapa permasalahan kesehatan mental berdasarkan penelitian meliputi
Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). PTSD disebut juga Gangguan Stress Pasca-
trauma merupakan masalah khusus terkait gangguan kecemasan yang dapat terjadi setelah
mengalami atau menyaksikan suatu kejadian yang traumatic (Nutt, 2009).
Dalam Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana Vol. 5 (1) Tahun 2014 disebutkan
beberapa peneliti melaporkan data tentang kumpulan terjadinya PTSD yang mencakup
gangguan mental seperti depresi, gangguan kecemasan atau panic attack, anxietas, merasa
tidak berdaya, berpikir negative, mengasingkan diri, emosional, dan merasa tidak
memiliki harapan untuk kedepannya.

D. Pelayanan Konseling Pasca Bencana


Keterlibatan konselor pasca bencana di Indonesia dapat dikategorikan masih rendah
(Ifdil, 2012). Dengan besarnya jumlah bencana dan luasnya daerah serta kurangnya
konselor di Indonesia, menjadikan dasar minimnya keterlibatan konselor, namun
demikian berdasarkan laporan penyelenggaraan konseling trauma tiap tahun semakin
meningkat. Keterlibatan konselor dan organisasi konseling dalam melakukan pelayanan
membantu korban pasca bencana.
Penanganan konseling pasca bencana dilakukan dalam menangani masalah kesehatan
mental. Masalah kesehatan mental pasca bencana merujuk kepada kemampuan berfikir
yang baik yaitu pemikiran yang rasional serta kemampuan untuk mengentaskan masalah.
WHO menyebutkan bahwa mental yang sehat meliputi keupayaan individu berfikir dan
bertindak positif, bergaul secara sehat dan mampu mengendali masalah dan tekanan
kehidupan sehari-hari secara sadar.

E. Pedoman Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa dan Psikososial Pada


Masyarakat Akibat Bencana dan Konflik
Langkah−langkah penanggulangan masalah kesehatan jiwa dan psikososial
tergantung dari fase kedaruratan, yaitu fase kedaruratan akut dan fase konsolidasi
1. Fase Kedaruratan Akut merupakan periode dimana kurang tertanganinya penanganan
kegawatdaruratan medik dan kurangnya akses tehadap pelayanan kesehatan dasar.
Selama fase ini umumnya dianjurkan untuk memberikan intervensi sosial.
a. intervensi sosial yang diperlukan pada fase ini meliputi:
 Menyebarluaskan informasi tentang kedaruratan, penyelamatan fisik terhadap
populasi, informasi tentang pertolongan, temasuk apa yang dikerjakan oleh
setiap organisasi dan dimana mereka berlokasi, dan lokasi kerabat untuk
meningkatkan reuni keluarga. Informasi harus disebarluaskan menurut prinsip
dari risiko komunikasi: misalnya informasi harus sederhana dan dapat
dimengerti serta bersifat empatik (menunjukkan pengertian tentang situasi
dari mereka yang selamat dari bencana)
 Mencari jejak keluarga dari mereka yang tepisah, usia lanjut dan kelompok
rawan lainnya
 Menyediakan petugas lapangan yang sigap untuk menangani kesehatan,
distribusi makanan, kesejahteraan sosial dan mencatat mereka yang
mengalami perkabungan, disorientasi dan yang membutuhkan pertolongan
segera
 Membimbing masyarakat untuk mengambil keputusan dimana meletakkan
tempat beribadah, sekolah dan pasokan air di tempat mengungsi
 Membantu yatim piatu, janda, duda, atau mereka yang tidak mempunyai
keluarga melalui jaringan sosial
 Mendorong dimulainya kegiatan sekolah bagi anak anak walaupun tidak
sepenuhnya
 Melibatkan orang dewasa dan remaja dalam kegiatan nyata dan kegiatan yang
menarik (misalnya membangun perkemahan, mengatur pencarian keluarga,
membagikan makanan, mengatur vaksinasi, mengajari anak−anak, dll)
 Menyebarluaskan informasi yang sederhana, empatik dan meneguhkan
tentang reaksi stress yang normal kepada masyarakat luas, menyiarkan berita
singkat yang tidak sensasional dalam radio, membuat poster, leaflet yang
mungkin berguna untuk menenangkan masyarakat
b. intevensi psikologis pada fase akut meliputi :
 Mengadakan hubungan dengan Puskesmas/RSU/RSJ atau pelayanan darurat di
daerah lokasi
 Menangani keluhan psikiatrik yang mendesak (misalnya membahayakan bagi
dirinya atau orang lain, gangguanpsikotik, depresi berat, maniacal, dan
epilepsi) di Puskesmas/RSU/RSJ.
 Menjamin tersedianya obat psikotropika esensial di tingkat
Puskesmas/RSU/RSJ. Banyak orang yang mempunyai keluhan psikiatrik akut
merupakan gejala awal dari gangguan jiwa dan penghentian obat secara
mendadak harus dihindari.
 Dengan memperhitungkan tersedianya pekerja masyarakat (sukarela dan non
sukarela) segera setelah terpapar dengan stressor yang ekstrim, perlu
memberikan peneguhan yang mengikuti prinsip pertolongan psikologis
(misalnya mendengarkan, menunjukkan rasa turut berempati, menilai
kebutuhan, menjain tersedianya kebutuhan fisik yang mendasar, tidak memaksa
berbicara atau memaksa memindahkan mereka dari keluarga atau orang yang
bermakna lainnya, memberikan support sosial dan tidak memaksa, melindungi
dari bahaya berikutnya, dll)
 Bila fase akut telah berlalu, mulai malatih dan mensupervisi pekerja
Puskesmas/RSU/RSJ dan pekerja masyarakat.

2. Fase Rekonsiliasi merupakan periode darurat akut diikuti oleh fase konsolidasi
dimana kebutuhan dasar sudah kembali pada tingkatan sebelum darurat atau pada
kasus pengungsian.
a. Intervensi sosial selama fase konsolidasi meliputi :
 Tetap meneruskan intevensi sosial yang membutuhkan seperti yang telah
dibicarakan diatas
 Menyusun psikoedukasi dan rencana selanjutnya. Untuk mendidik masyarakat
tentang pemilihan pelayanan kesehatan jiwa yang tersedia dimulai setelah
minggu keempat dari fase akut, mendidik masyarakat secara hati hati tentang
perbedaan diantara distress dan psikopatologi, hindari saran tentang
psikopatologi yang lebih rumit (misalnya halusinasi,waham) serta hindari
olok−olok dan bahasa yang menimbulkan stigma.
 Dorong penerapan cara pertahanan diri yang positif yang sudah mereka
miliki.
 Apabila tejadi kemiskinan, dorong inisiatif pengembangan ekonomi. Contoh
inisiatif tersebut adalah :
a) Memberikan kredit investasi kecil
b) Kegiatan yang menambah penghasilan

b. Intevensi psikologis selama fase rekonsilidasi


 Mendidik pemuka masyarakat (misalnya kepala desa, guru,dll) dan pekerja
kemanusiaan lainnya tentang keteampilan pelayanan psikologis yang dasar.
(misalnya cara memberi support emosional, memberi informasi, peneguhan
yang simpatik dan pengenalan masalah kesehatan jiwa yang mendasar) untuk
menimbulkan kesadaran dan support masyarakat serta untuk merujuk individu
ke Puskesmas /RSU bila diperlukan.
 Melatih dan mensupervisi tenaga Puskesmas/RSU/RSJ dalam hal
pengetahuan dan keterampilan kesehatan jiwa yang mendasar (misalnya
pemberian psikotropika yang sesuai, konseling suportif, kerja sama dengan
keluarga, pencegahan bunuh diri, mengatasi keluhan somatic yang tak dapat
dijelaskan secara medis, mengatasi penyalahgunaan zat dan cara merujuk
pasien)
 Menyediakan obat obatan bagi pasien psikiatrik yang tak memungkinkan
dibawa ke Puskesmas/RSU/RSJ selama fase darurat akut
 Melatih dan mensupervisi pekerja masyarakat (misalnya pekerja yang
memberi dukungan dan konseling) untuk membantu petugas
Puskesmas/RSU/RSJ bila pasien telalu banyak. Pekerja masyarakat mungkin
sukarela, para profesional. Pekerja masyarakat perlu dilatih dan disupervisi
dalam sejumlah keterampilan dasar : menilai persepsi individu, keluarga dan
kelompok terhadap masalah, cara memberikan support emosional, konseling
menghadapi duka cita, manajemen stress, konseling mengatasi masalah,
memobilisasi sumber daya keluarga dan masyarakat serta cara merujuk
 Bila memungkinkan bekerjasama dengan ahli pengobatan tradisional. Dalam
hal ini tentu berlaku pada kerja sama yang dapat dilakukan
 Memfasilitasi terbentuknya kelompok support tolong diri yang
bersumberdaya masyarakat. Fokus dari kelompok tolong diri tersebut
khususnya dalam berbagi masalah, tukar pendapat untuk menemukan cara
yang lebih efektif dalam pertahanan diri dan mencari penyelesaian (termasuk
cara tradisional) yang menghasilkan saling support emosional dan kadang
kadang menghasilkan inisiatif tingkat masyarakat
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Ifdil. 2014. Pelayanan Konseling Kesehatan Mental Pasca Bencana di Indonesia. Jurnal
Dialog Penanggulangan Bencana, Vol 5(1), 41 – 46

Palupi, Ira. 2017. Penerapan Strategi Penanggulangan Penanganan PTSD (Post Traumatic
Stress Disorder) pada Anak-anak dan Remaja. International Conference: 1st ASEAN
School Counselor Conference on Inovation and Creativity in Counseling (47-56).
Yogyakarta: IBKS Publishing

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 048/Menkes/SK/1/2006 Tentang


Pedoman Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa dan Psikososial Pada Masyarakat
Akibat Bencana dan Konflik

Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 24 Tahun 2010 Tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Operasi Darurat Bencana

Anda mungkin juga menyukai