Anda di halaman 1dari 18

Perawatan Kaki pada Lansia

Disusun dan diajukan untuk memenuhi sebagian tugas


Pada mata kuliah Keperawatan Gerontik
Dosen Pengampu :
Ns. Fatimah, S.Kp,, M.Kep.,Sp.Kep.Kom

DISUSUN OLEH
Melinda Hapsari 1033201001
Novelia Simatupang 1033201002
Aisyah Putri Wahda 1033201004
Raka Nur Alif 1013201006

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS


MOHAMMAD HUSNI THAMRIN

Oktober 2021
Kata Pengantar

Puji syukur saya ucapkan kepada TUHAN. Karena atas berkat rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya. Tak lupa pula kami mengucapkan terima kasih
kepada dosen Mata Kuliah Keperawatan Gerontik yang telah memberikan tugas ini kepada kami
sebagai upaya untuk menjadikan kami manusia yang berilmu dan berpengetahuan.

Keberhasilan kami dalam menyelesaikan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Untuk itu, kami menyampaikan terima kasih pada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan
masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki, untuk itu, kami mengharapkan saran yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya.

Jakarta, Oktober 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2004, lanjut
usia (lansia) adalah sesorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun (Kemenkes RI,
2017). Di Asia, jumlah populasi lansia tahun 2017 diperkirakan mencapai 549,2 juta jiwa
(Department of Economics and Social Affairs and Population Division United Nations,
2017). Di Indonesia pada tahun 2017 diperkirakan terdapat 23,66 juta jiwa lansia atau
9.03% dari total populasi dan angka ini diperkirakan akan terus meningkat (Kemenkes
RI, 2017). Tahun 2025, diprediksikan jumlah lansia mencapai 33,69 juta atau 11.1% dan
mencapai 48,19 juta atau 12.9% (Kemenkes RI, 2017).
Tingginya jumlah lansia berdampak pada status kesehatan masyarakat di suatu
wilayah. Semakin bertambahnya usia lansia akan mengalami perubahan kesehatan baik
secara alamiah maupun yang disebabkan oleh penyakit penyerta. Bertambahnya usia
menyebabkan perubahan proses fisiologis di dalam tubuh. Dengan bertambahnya umur,
fungsi fisiologis mengalami penurunan akibat proses penuaan sehingga penyakit tidak
menular banyak muncul pada lanjut usia. Selain itu masalah degeneratif menurunkan
daya tahan tubuh sehingga rentan terkena infeksi penyakit menular. Perubahan fisiologis
yang sering tampak pada lansia adalah penurunan fungsi fisik, sosial, dan psikologis
(Kemenkes RI, 2017).
Salah satu masalah fisik yang paling sering dialami oleh lansia adalah masalah
kaki. Masalah kaki menimpa 71% hingga 87% lansia (Rodríguez-Sanz et al., 2018) yang
terdiri dari masalah ketidaknyamanan di kaki, gangguan sirkulasi, perubahan bentuk kaki,
masalah kulit kaki, dan persyarafan di kaki.
Keluhan pada kaki meningkat dengan bertambahnya usia dan terjadi pada 20%
lanjut usia (lansia). Hal ini menghambat mobilitas dan menyebabkan risiko jatuh dan
fraktur 2 kali lebih besar pada lansia. Pada tahun 1987, sebanyak 38.000 operasi
amputasi di Amerika Serikat dilakukan pada penderita diabetes lansia berumur 65
tahun ke atas. Hal ini membuat Kongres Amerika Serikat mengharuskan Medicare
untuk menanggung therapeutic shoes pada penderita diabetes. Kelainan kaki
biasanya terjadi pada lansia dan menyebabkan kesulitan dalam mobilitas, rasa
nyeri dan ketidakseimbangan gaya berjalan (gait). Perubahan berupa neuropati
dihubungkan dengan penyakit sistemik, seperti diabetes melitus, yang potensial
untuk perkembangan ulkus yang dapat mengakibatkan amputasi pada kaki atau
tungkai bawah.
Perubahan fisik dan psikologis pada lansia dapat ditangani dengan cara senam
kaki dengan musik lenggam Jawa. Senam kaki adalah gerakan ritmis menggerak-
gerakkan kaki dengan gerakan peregangan dan kontraksi otot-otot kaki serta pergerakan
di persendian berupa gerakan fleki, extensi, rotasi, dan sebagainya dengan hitungan
tertentu yang berfungsi untuk meningkatkan sirkulasi darah, meningkatkan sensitifitas
dan kekuatan otot kaki. Senam kaki dapat meningkatkan rentang gerak sendi, tonus otot,
dan mencegah kekakuan sendi, selain itu dapat memperlancar peredaran darah,
memperbaiki sirkulasi darah, dan memperkuat otot kaki (Fitriyansyah, Susanto, & Rasni).
B. Tujuan Penulisan
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia terutama Perawatan
Pada Kaki.
C. Manfaat penulisan
1. Mahasiswa/i Keperawatan mengetahui konsep teori penyakit masalah Psikososial
pada lansia.
2. Mahasiswa/i Keperawatan mengetahui asuhan keperawatan pada klien Lansia
terutama perawatan kaki
3. Mampu memberikan contoh atau demontrasi cara melakukan perawatan kaki pada
lansia
BAB II
TIJAUAN TEORI

A. PERUBAHAN KAKI AKIBAT PROSES MENUA


Proses menua pada kaki lansia biasanya membuktikan adanya perubahan
makroskopis yang nyata dan perubahan sensitifitas, gangguan gerakan sendi dan
tenaga otot, yang dapat mengalami penurunan fungsi.
1. Perubahan Makroskopis
Pemeriksaan kaki lansia secara lokal dimulai dengan inspeksi kaki. Kulit yang
menua, cenderung untuk menjadi kering, tidak elastis, dan dingin yang
dapat menunjukkan hiperkeratosis. Serat kolagen dan elastin dalam matriks
seluler menjadi berkurang kelarutan dan elastisitasnya. Kulit kering disebabkan
karena kelembaban dan lubrikasi yang berkurang, yang dapat menghilangkan
elastisitas sehingga dapat mengakibatkan kulit semakin rapuh. Kekeringan dapat
memicu terbentuknya fisura yang memudahkan terjadinya infeksi bakteri. Kulit
yang lebih tua dapat memperbaiki diri, tapi dengan kecepatan yang lebih
lambat dibandingkan dengan orang yang lebih muda. Jaringan subkutan di dorsum
pedis dan pinggir kaki menjadi lebih tipis, yang dapat mengurangi kemampuan
untuk menahan tekanan misalnya dari sepatu yang sempit. Konstriksi pembuluh
darah menyebabkan kehilangan rambut di sepanjang sisi luar tungkai dan dorsum
pedis dan kulit menjadi lebih dingin. Rasa hangat yang abnormal merupakan tanda
adanya bagian kaki yang terinfeksi.
Pada telapak kaki, bagian hiperkeratosis membuat kegiatan berjalan menjadi
tidak nyaman. Penebalan kulit adalah suatu respons terhadap disfungsi keratin
dan tekanan yang persisten. Lapisan lemak pada plantar pedis menjadi atrofi,
menyebabkan terbentuknya callus yang terasa nyeri di bawah kaput metatarsal dan
tumit.
Kuku kaki menebal dan membuat pedicure menjadi lebih sulit dan
berisiko. Perubahan kuku kaki dapat dipercepat oleh trauma yang persisten,
seperti yang dipengaruhi oleh abrasi bagian depan sepatu yang terlalu pendek.
Kemampuan sensori berkurang menurut umur. Jika pasien kehilangan
proprioseptif, gait juga terganggu. Pergerakan sendi juga berkurang seiring
waktu. Gaya otot juga berkurang pada lansia karena hilangnya jumlah dan
ukuran serat otot. Transmisi impuls saraf juga melambat. Kelemahan muncul
karena meningkatnya otot rangka yang digantikan dengan jaringan fibrous
2. Perubahan Sirkulasi
Resistensi pembuluh darah perifer bertambah sebagai respons terhadap
menyempitnya lumen pembuluh darah vaskuler dan arteriosklerosis. Akibatnya,
sedikit saja luka pada kaki dapat menyebabkan komplikasi yang serius. Akibat
sedikitnya oksigen yang dibawa oleh darah karena sedikit udara yang
diinspirasi, maka metabolisme basal menjadi lebih rendah. Respons terhadap
stres menghilangkan efisiensi, karena cadangan jantung yang berkurang dan
sistem endokrin yang tertekan. Osteoporosis menurunkan kalsium darah, yang
dapat menyebabkan fraktur pada kaki.

B. PERUBAHAN PADA TUBUH YANG MEMPENGARUHI KAKI


1. Perubahan Fisik
Kemampuan visual yang menurun menyebabkan berkurangnya
kemampuan memeriksa sendiri kaki, kaos kaki, sepatu dan kemampuan
menggunting kuku kaki. Penurunan fleksibilitas sendi pada punggung, panggul
dan lutut juga mempengaruhi kegiatan memakai sepatu serta kebersihan kaki. Gait
juga mengalami perubahan
2. Perubahan Psikososial dan Ekonomi
Kesendirian menyebabkan lansia tidak membutuhkan untuk memakai sepatu dan kaos
kaki yang sesuai. Masalah emosional juga dapat dipicu oleh kehilangan
penghasilan yang dapat menghambat lansia untuk membeli sepatu yang sesuai dan
memperbaiki sepatu
C. KELAINAN KAKI PADA LANSIA
1. Kelainan Muskuloskeletal
Kelainan muskuloskeletal kaki pada lansia biasanya merupakan hasil dari
degenerasi otot, tendon, ligamen dan sendi yang berhubungan dengan umur.
a. Corns (Clavi)
Terdapat pada lebih dari 50% populasi lansia dan dapat muncul pada atau
antara jari-jari kaki. Corns kemungkinan hasil sekunder terhadap pembentukan
hallux valgus, yang mendorong jari kaki ke atas menghasilkan
ketidakseimbangan melakukan fleksi dan ekstensi. Corns disebabkan oleh
pembentukan jaringan hiperkeratosis di atas jaringan tulang. Ada 2
tipe: 1) tipe yang muncul pada hammertoe, di atas sendi interfalang
proksimal, 2) tipe yang muncul di atas mallet toe, di mana ada deviasi plantar
pada distal falang yang menghasilkan pembentukan jaringan hiperkeratosis
pada ujung distal jari kaki
b. Neuroma
Mempengaruhi 8-10% populasi lansia di atas 65 tahun dan sering dilihat
sebagai kombinasi dengan bursitis interdigital kronis atau inflamasi. Biasanya
muncul di antara jari ketiga dan keempat, tetapi dapat juga antara jari kedua dan
ketiga. Nyeri dapat timbul sewaktu-waktu tapi lebih nyeri bila lansia memakai
sepatu. Daerah yang nyeri dapat dipalpasi di antara metatarsal.
c. Calluses
Callus (keratosis plantaris) pada lansia disebabkan oleh atrofi lapisan lemak
yang berhubungan dengan proses menua. Dapat dijumpai di bawah kaput
metatarsal, yang paling sering terdapat di antara metatarsal kedua dan ketiga.
Callus pada plantar mempengaruhi 50% populasi lansia, kemungkinan
disebabkan oleh hilangnya fungsi jari kaki yang progresif.
d. Hallux Valgus (Bunions)
Kelainan ini dapat muncul pada semua usia, tapi lebih sering pada usia di atas 50
tahun. Lebih banyak terjadi pada wanita dengan rasio 4:1. Hallux valgus progresif
sering menyebabkan subluksasi atau dislokasi sendi metatarsofalangeal
kedua, yang mengakibatkan hammertoe dan pembentukan callus yang lebih
berat. Keparahan dari deviasi bukan merupakan indikator nyeri sebenarnya.
Malah, pemasangan sepatu lebih menjadi masalah dibandingkan dengan rasa
nyerinya.
e. Heel Spurs
Heel spurs biasanya terdapat pada bagian inferior dan posterior tumit. Masalah ini
dapat menjadi sumber nyeri yang hebat pada lansia. Penyebabnya pada
lansia kemungkinan atrofi lapisan tumit, pembentukan spur inferior atau
plantar fasciitis. Nyeri muncul pada pagi hari sewaktu bangun tidur atau
setelah pasien duduk lama, api hilang secara bertahap setelah berjalan 15
atau 20 menit. Nyeri tumit posterior biasanya dihubungkan dengan kalsifikasi
dari insersi tendon Achilles.
2. Kelainan Artritik
a. Osteoartritis
Biasanya terdapat pada sendi metatarsofalangeal pertama yang mengalami
hipertrofi tulang.
b. Artritis Gout
Sebanyak 80% pasien artritis gout memiliki sendi metatarsofalangeal pertama
yang mengalami inflamasi.
c. Artritis Reumatoid
Diperkirakan 85% pasien dengan artritis reumatoid mengalami penyakit kaki.
Sendi yang terlibat adalah metatarsofalangeal dari telapak kaki. Pasien
dengan vaskulitis reumatoid dapat bermanifestasi dalam bentuk ulserasi kulit dan
iskemia jari kaki dengan meningkatnya risiko infeksi, terutama mereka yang
mendapat terapi kortikosteroid jangka Panjang.
3. Kelainan Metabolik (Diabetik)
Diabetes melitus adalah penyakit yang paling sering menyebabkan kelainan
pada kaki. Penyakit arteri dan neuropati merupakan penyebab utama dari komplikasi
kaki diabetik. Polineuropati diabetik mengakibatkan hipestesia. Proses ini
berlangsung antara 2-7 tahun tergantung pada tes sensitifitas yang digunakan.
Tekanan yang berulang-ulang pada kaki menimbulkan inflamasi yang jika
berlama-lama akanmenyebabkan nekrosis dan ulserasi.
4. Kelainan Kulit
Kebanyakan individu mengalami kekeringan dan penipisan kulit sesuai dengan
pertambahan usia. Hal ini mengakibatkan cracking, fisura, inflamasi dan infeksi.
Insidens penyakit kanker kulit juga menunjukkan peningkatan
5. Kelainan Kuku
Kira-kira sepertiga pasien geriatri mengeluhkan masalah kuku kaki. Kelainan
kuku lansia yang paling sering adalah batas kuku incurvated, onychauxis (hipertrofi),
onikogrifosis (ram’s horn) dan onikomikosis. Kuku hipertropik dapat menyebabkan
ulserasi nail bed pada lansia. Batas kuku incurvated dapat menyebabkan iritasi,
inflamasi dan infeksi.
D. PENILAIAN KAKI KOMPREHENSIF
Penilaian kaki meliputi evaluasi 6 komponen: gait, struktur tulang, integritas kulit,
status pembuluh darah, adanya defisit neurologik dan kondisi kuku kaki.
1. Gait
Gait yang tidak seimbang atau tidak terkoordinasi, berjalan dengan kaki
menyeret (shuffling), langkah pendek menunjukkan gaya berjalan abnormal
yang dapat menyebabkan callus atau pembentukan ulkus.
2. Struktur Tulang
Periksa apakah terdapat hammertoe atau overlapping, atau kaku. Periksa juga apakah
terdapat bunion yang terdapat area kemerahan atau tekanan yang
menyebabkan jari kaki miring ke lateral. Pes planus (kaki rata) dapat
menyebabkan rasa nyeri dan kaku pada lansia.
3. Integritas Kulit
Periksa apakah terdapat kekeringan kulit yang berlebihan, crack atau fisura.
Periksa juga kulit di sela jari kaki. Rasa gatal dan panas di sela jari kaki, merupakan
gejala adanya infeksi jamur tinea pedis (athlete’s foot)
4. Status Pembuluh Darah
Palpasi arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior merupakan bagian yang
penting dalam menilai pembuluh darah. Jika tidak dapat dipalpasi, alat Doppler
digunakan untuk menilai status pembuluh darah. Warna dan suhu kedua kaki
harus sama dengan tubuh. Penilaian suhu dengan menggunakan punggung
tangan dapat memberikan perkiraan yang lebih akurat. Capillary refill diperiksa
dengan menekan kuku jari atau kulit di ujung jari sampai berwarna putih.
Normal jika kembali dalam waktu 3 detik. Rambut yang berkurang atau
tidak adanya bulu pada kaki menunjukkan adanya penurunan perfusi arteri.
5. Defisit Neurologik
Sensori atau persepsi tekanan diukur dengan menggunakan alat monofilamen
Semmes-Weinstein 5.07. Jika pasien tidak bisa merasakan pada satu tempat
pun, dikatakan ia menderita neuropati.
6. Kondisi Kuku Jari Kaki
Kuku jari kaki dinilai berdasarkan panjang, ketebalan, adanya jamur dan
kebersihannya
E. PERAWATAN KAKI PADA LANSIA NON-DIABETES
Lansia harus berhati-hati pada saat mandi karena persepsi suhu dapat salah.
Demikian juga pada lansia yang takut kehilangan keseimbangan di bak mandi atau
pancuran yang licin. Perawatan yang seksama harus diarahkan pada saat mencuci sela-
sela kaki, terutama jika ada overlap pada jari-jari kaki. Kaki harus dikeringkan dengan
lembut namun teliti. Pedicure adalah masalah bagi lansia yang penglihatannya
menurun dan keterampilannya berkurang. Lansia dengan artritis dan obesitas
dapat terhalang dalam menjangkau jari kaki mereka.
Sirkulasi superfisial dapat ditingkatkan dengan pemijatan, idealnya dengan
losion kulit. Ahli terapi dapat mengajarkan pasien untuk memeriksa kaki, terutama
pada sela-sela kaki selama pemijatan dan berhati-hati pada kulit lepuh dan lecet
yang dapat menimbulkan komplikasi yang serius Para dokter harus mengingatkan
lansia agar selalu memakai kaos kaki bila menggunakan sepatu untuk
mencegah iritasi kaki dan selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih.
Kaos kaki harus pas, sesuai dengan konstruksi kaki dan tidak kusut. Bahan kaos
kaki yang stretch dapat membuat kaki overlap atau flex. Sepatu merupakan bagian
yang sangat penting pada lansia. Kesalahan dalam pemilihan sepatu dapat
mengganggu mobilitas lansia. Sepatu harus nyaman, tidak menyebabkan tanda
kemerahan pada kulit atau tanda-tanda iritasi lainnya. Sandal atau sepatu slip-on dilarang
karena menyebabkan tumit pemakai keluar dari sepatu. Hak sepatu harus dari karet untuk
mencegah pemakai dari terpeleset

F. PERAWATAN KAKI PADA LANSIA DIABETES


Perawatan kaki pada lansia diabetes dan non-diabetes sebenarnya hampir
sama. Dianjurkan juga untuk memperhatikan kaki setiap hari untuk melihat apakah
ada perubahan warna kulit, peningkatan pada suhu kulit, pembengkakan kulit, luka
atau perubahan pada kuku kaki. Menghindari kaos kaki dari bahan katun juga
dianjurkan, karena dapat menimbulkan kelembaban yang menyebabkan masalah dalam
penyembuhan dan timbulnya infeksi jamur.
Bahan dari poliester dan serat akrilik adalah yang terbaik karena tidak membuat
lembab dan terasa lebih lembut. Yang terpenting adalah agar selalu menjaga kadar gula
darah selalu terkontrol. Tidak merokok serta berolahraga. Jalan kaki adalah adalah salah
satu olahraga yang terbaik.

G. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
b. Keluhan utama
c. Riwayat kesehatan sekarang
d. Riwayat kesehatan dahulu
e. Riwayat kesehatan keluarga
f. Pemeriksaan Umum
1) Aktivitas atau Istirahat Gejala; insomnia, sensitivitas meningkat, otot lemah,
gangguan koordinasi, kelelahan berat. tanda; Atrofi otot.
2) Sirkulasi Gejala; palpitasi, nyeri dada (angina). Tanda; distritmia (vibrilasi
atrium), irama gallop, murmur, peningkatan tekanan darah dengan tekanan nada
yang berat.Takikardia saat istirahat, sirkulasi kolaps, syok (krisis tirotoksikosis).
3) Eliminasi Gejala; perubahan pola berkemih (polyuria, nocturia), rasa nyeri atau
terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), infeksi saluran kemih berulang, nyeri tekan
abdomen, diare, urine encer, pucat, kuning, polyuria (dapat berkembang menjadi
oliguria atau anuria jika terjadi. hipovolemia berat), urine berkabut, bau busuk
(infeksi), bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare).
4) Integritas atau ego Gejala; stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial
yang berhubungan dengan kondisi. Tanda; ansietas peka rangsang.
5) Makanan atau cairan Gejala; hilang nafsu makan, mual atau muntah, tidak
mengikuti diet, peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan berat
badan lebuh dari periode beberapa hari atau minggu, haus, penggunaan diuretic
(tiazid). Tanda; kulit kering atau bersisik, muntah, pembesaran tiroid (peningkatan
kebutuhan metabolisme dengan peningkatan gula darah), bau halitosis ataumanis,
bau buah (napas aseton).
6) Neurosensory Gejala; pusing atau pening, sakit kepala kesemutan, kelemahan
pada otot parasetia, gangguan penglihatan. Tanda; disorientasi, mengantuk,
lethargi, stupor atau koma (tahap lanjut), gangguan memori baru masa lalu, kacau
mental. Reflek tendon dalam (RTD menurun;koma), aktivitas kejang (tahap lanjut
dari DKA).
7) Nyeri atau kenyamanan Gejala; abdomen yang tegang atau nyeri (sedang atau
berat), wajah meringis dengan palpitasi,tampak sangat berhati-hati. h. Pernapasan
Gejala; merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa spuntum purulun
(tergantung adanya infeksi atau tidak). Tanda; sesak napas, batuk dengan atau
tanpa puntum purulent (infeksi), frekuensi pernapasan meningkat
8) Keamanan Gejala; kulit kering, gatal, ulkus kulit Tanda; demam, diafhoresis, kulit
rusak, lesi atau ulserasi, menurunnya kekuatan umum atau rentang gerak,
paratesia atau paralysis otot termasuk otot pernapasan (jika kadar kalium menurun
dengan cukup tajam).
9) Seksualitas Gejala; Rabas wanita (cenderung infeksi), masalah impotent pada
pria. Tanda; glukosa darah meningkat 100-200 mg/dl atau lebih, aseton plasma
positif secara mencolok asam lemak bebas kadar lipid dengan kolestrol meningkat
H. DIAGNOSA
D.0109 Defisit Perawatan Diri.
1. Definisi :
Tidak mampu melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri
2. Penyebab
a. Gangguan muskuloskeletal
b. Gangguan neuromuskuler
c. Kelemahan
d. Gamgguan psikologis dan/atau psikotik
e. Penurunan motivasi/minat
3. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
a. Menolak melakukan perawatan diri
Objektif
a. Tidak mampu mandi/mengenakan pakaian/makan/ke toilet/berhias secara mandiri
b. Minat melakukan perawatan diri kurang
4. Kondisi Klinis Terkait
a. Stroke
b. Cedera medula spinalis
c. Depresi
d. Arthritis reumatoid
e. Retardasi mental
f. Delirium
g. Demensia
h. Gangguan amnestik
i. Skizofrenia dan gangguan psikotik lain
j. Fungsi penilaian terganggu
I. INTERVENSI
SLKI : Perawatan Diri (L. 11103)
Definisi: Kemampuan melakukn atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri
Ekspetasi : Meningkat Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam masalah defisit perawatan
diri teratasi dengan krirteria hasil :
1) Minat melakukan perawatan diri meningkat dari skala 2 (cukup menurun) menjadi
skala 4 (cukup meningkat)

SIKI: Dukungan Perawatan Diri (I. 11348)


Definisi : Memfasilitasi pemenuhan kebutuhan perawatan diri
Tindakan :
Observasi
1) identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai usia
2) identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri, berpakaian, berhias dan makan
Terapeutik
1) sediakan lingkungan yang terapeutik (mis. Suasana hangat, rileks, privasi)
2) siapkan keperluan pribadi (mis. Parfum, sikat gigi, dan sabun mandi)
3) dampingi dalam melakukan perawatan diri sampai mandiri
Edukasi
1) anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan

J. SENAM KAKI
Senam kaki dapat membantu peredaran darah, memperkuat otot dan saraf kaki serta
tungkai bawah.
1. Manfaat Senam Kaki Bagi Penderita Diabetes
Studi membuktikan, senam kaki efektif mencegah komplikasi kaki diabetes, seperti
gangguan pembuluh darah, luka terbuka yang sulit sembuh, mencegah kelainan
bentuk kaki (deformitas) dan masalah kaki lainnya. Senam kaki pada penderita
diabetes juga dapat memperbaiki sirkulasi darah dan memperkuat otot serta saraf kaki
dan tungkai bawah.
Berikut ini beberapa manfaat senam kaki pada penderita diabetes:
a. Memperbaiki sirkulasi darah yang terganggu.
b. Memperbaiki kekuatan otot tungkai dan kaki.
c. Melatih sendi agar tetap lentur dan tidak kaku.
d. Mencegah komplikasi diabetes pada organ mata, otak, jantung dan ginjal.

Selain bermanfaat, senam kaki ini juga sangat mudah dan praktis. Dapat dilakukan di
mana saja, seperti di rumah atau tempat kerja. Untuk melakukan senam kaki diabetes,
dibutuhkan sebuah kursi dan selembar kertas berukuran cukup besar, misalnya koran
bekas.

2. Langkah-Langkah Senam Kaki


Selain mudah, senam kaki ini tak memakan waktu lama. Umumnya hanya sekitar 15
menit. Berikut Langkah-langkahnya:
a. Lepaskan sepatu, kaos kaki, atau alas kaki lainnya.
b. Letakkan telapak kaki di lantai. Pertahankan tumit di lantai, gerakkan jari-jari
kaki ke atas dan ke bawah secara berulang minimal 20 kali.
c. Angkat telapak kaki kiri dengan bertumpu pada tumit (tumit tetap menyentuh
lantai). Lakukan gerakan memutar dengan telapak kaki ke arah luar minimal 20
kali. Lakukan hal yang sama pada kaki kanan.
d. Angkat kedua kaki sejajar, sehingga tungkai atas dan bawah membentuk garis
horizontal lurus, lalu turunkan kaki. Ulangi gerakan ini minimal 20 kali.
e. Angkat kedua kaki sejajar, sehingga tungkai atas dan bawah membentuk garis
horizontal lurus. Gerakkan kedua telapak kaki ke depan seperti menginjak rem
mobil. Ulangi gerakan ini minimal 20 kali.
f. Angkat satu kaki sehingga tungkai kaki lurus. Lalu gerakkan kaki dan
pergelangan kaki seperti sedang menulis angka nol hingga 10 bergantian.
Lakukan hal yang sama pada kaki satunya.
g. Letakkan kertas di lantai. Bentuk kertas tersebut menjadi bola menggunakan
kedua kaki. Setelah terbentuk bola, rapikan kembali kertas tersebut seperti semula
dengan kedua kakinya juga.
h. Lalu, dengan tetap menggunakan kedua kaki, robeklah kertas tersebut menjadi
dua. Setelah itu, masih menggunakan kedua kaki, sobek-sobek kertas tersebut
menjadi serpihan kecil.

Senam kaki dengan gerakan di atas, akan menstimulasi peredaran darah, saraf dan
otot-otot yang ada di daerah kaki dan tungkai bawah. Meski begitu, penderita diabetes
disarankan tetap harus berolahraga. Agar olahraga memberikan manfaat optimal,
dianjurkan melakukannya secara rutin minimal 5 kali dalam sepekan dengan durasi
minimal 30 menit tiap kali olahraga. Jenis olahraga yang dianjurkan adalah olahraga
yang bersifat ritmis dan aerobik, seperti jalan cepat, joging, yoga, bersepeda atau
berenang. Jika dilakukan teratur, olahraga rutin dan senam kaki sangat efektif dalam
mengontrol dan mempertahankan berat badan ideal, memperkuat tulang dan otot,
menurunkan kadar gula darah, mengurangi risiko komplikasi diabetes seperti
penyakit jantung, stroke, gangguan ginjal dan gangguan pembuluh darah.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Lansia mempunyai masalah pada kaki yang disebabkan oleh proses menua
atau penyakit sistemik yang dapat menyebabkan kelainan-kelainan kaki. Perubahan
pada kaki akibat proses menua dapat dilihat dari kulit yang menjadi lebih kering,
jaringan subkutan dorsum pedis yang menjadi lebih tipis, penebalan kulit plantar pedis
dan kuku jari kaki, dan bentuk kaki yang menjadi lebih lebar. Kemampuan sensorik
kaki dan pergerakan sendi juga berkurang pada lansia. Konstriksi pembuluh
darah juga menyebabkan perubahan sirkulasi pada kaki lansia sehingga rambut berkurang
dan kulit kaki menjadi lebih dingin. Perubahan fisik serta perubahan sosial ekonomi juga
dapat mempengaruhi kaki.
Kelainan kaki lansia terdiri dari kelainan muskuloskeletal, artritis, metabolik,
kelainan kulit dan kuku kaki. Penilaian kaki secara komprehensif sangat diperlukan,
meliputi evaluasi 6 komponen: gait, struktur tulang, integritas kulit, status pembuluh
darah, adanya defisit neurologik dan kondisi kuku kaki. Perawatan kaki sangat
diperlukan untuk mengurangi kesulitan dalam mobilitas, mengurangi rasa nyeri dan
ketidakseimbangan gaya berjalan. Pada lansia dengan penyakit sistemik, seperti
diabetes melitus, perawatan kaki diperlukan untuk mencegah komplikasi kaki akibat
diabetes.
Perawatan kaki sangat penting bagi lansia untuk mencegah masalah kaki yang
lebih serius. Perawatan kaki pada lansia mencakup perilaku mencuci kaki dan
mengeringkan jari-jari kaki setiap selesai mencuci kaki terutama di sela-sela jari kaki,
memberikan bedak atau pelembab setiap hari dan menghindari penggunaan
pelembab/losion di sela-sela jari kaki, memakai dan mengganti kaos kaki maupun stoking
setiap hari, mengenakan alas kaki yang nyaman dan stabil serta menghindari mengenakan
alas kaki yang sempit, tajam, dan menjepit (Soliman & Brogan, 2014). Kegiatan senam
kaki ditunjukkan dengan menurunnya masalah kaki, meningkatnya perilaku perawatan
kaki.
DAFTAR PUSTAKA

https://snars.web.id/sdki/d-0109-defisit-perawatan-diri/

https://text-id.123dok.com/document/7q05j09y-perawatan-kaki-pada-lansia.html

http://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/penyakit-diabetes-melitus/page/17/senam-kaki-
diabetes

https://pdfs.semanticscholar.org/336e/acc017652c4e52a5d3ce0f3835bfba4ddb15.pdf?
_ga=2.25007289.2036450898.1634802480-1067195039.1634802480

Anda mungkin juga menyukai