Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari sering dijumpai orang yang mengalami keterbatasan gerak

yang sangat beragam, keterbatasan gerak mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap

aktivitas gerak dan fungsi dasar tubuh dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Keterbatasan gerak

tersebut disebabkan oleh banyak hal antara lain trauma, inflamasi, kesalahan posisi, proses

degeneratif dan sebagainya. (Susilowati, I., Tirtayasa, K., Lesmana , S.I ., 2015). Osetoarthritis

(OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi,

dimana terjadi proses degradasi interaktif sendi yang kompleks, terdiri dari proses perbaikan

pada kartilago, tulang dan sinovium diikuti komponen sekunder proses inflamasi. Osetoarthritis

merupakan kasus terbanyak yang terdapat dirumah sakit dari semua kasus penyakit rematik.

Kelainan pada lutut merupakan kelainan terbanyak dari Osetoarthritis diikuti sendi panggul dan

tulang belakang. Di Indonesia prevalensi OA lutut yang tampat secara radiologik mencapai

15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita berumur antara 40-60 tahun, Error: Reference source

not found.

B. Penyebab

Osteoarthritis lutut penyebab pastinya belum diketahui, berikut ini adalah factor pen-

cetus atau predisposising dari osteoarthritis adalah (1) usia, (2) obesitas, kelebihan berat badan

(kegemukan) akan menyebabkan pem-bebanan yang berlebihan pada sendi yang banyak

menumpu berat badan, (3) jenis kela-min, pada usia 55 tahun keatas wanita lebih berisiko karena

berhubungan dengan meno-phose, (4) aktifitas fisik dan pekerjaan, adanya stress yang

berkepanjangan pada lutut seperti pada olahragawan dan pekerjaan yang telalu banyak menumpu

pada lutut seperti membawa beban atau berdiri yang terus menerus, mempunyai resiko lebih
besar terkena Osteoarthritis lutut riwayat trauma langsung maupun tidak langsung dan

immobilisasi yang lama, (5) Penyakit sendi lain Error: Reference source not found.

C. Tanda dan Gejala Klinis

1. Subklinis, tidak ditemukan gejala tanda klinis. Hanya secara patologis dapat di-temukan

peningkatan jumlah air, pemben-tukan bulla / blister dan fibrilasi serabut – serabut jaringan

ikat collagen pada tulang rawan sendi.

2. Manifestasi Klinis, timbul adanya nyeri pada saat bergerak (pain of motion) dan rasa

kaku pada permukaan gerak, telah terjadi kerusakan sendi yang lebih luas, pada foto

Rontgen tampak penyempitan ruang sendi (joint space) dan sclerosis tulang sub-kondral.

3. Decompesasi, stadium ini disebut juga surgical state. Ditandai dengan timbul rasa nyeri

pada saat istirahat (pain of rest) dan pembatasan lingkup gerak sendi lutut (ROM = Range of

Motion).

D. Komplikasi

Penderita OA lutut, apabila tidak dibe-rikan pertolongan yang cepat maka pada sendi

tersebut dapat terjadi gangguan antara lain :

1. Gangguan pada waktu berjalan karena adanya pembengkakan akibat peradangan.

2. Terjadi kekakuan pada sendi lutut karena peradangan yang berlangsung lama sehingga

struktur sendi akan mengalami perlengketan.

3. Terjadi atrofi otot karena adanya nyeri.

4. Menurunnya fungsi otot akan mengurangi stabilitas sendi terutama sendi penumpu berat

badan, sehingga dapat memperburuk keadaan penyakit dan menimbulkan deformitas.


E. Patofisiologi Osteoarthritis

Perubahan yang terjadi pada Oste-oarthritis adalah ketidakrataan rawan sendi disusul

ulserasi dan hialngnya rawan sendi sehingga terjadi kotak tulang dengan tulang dalam sendi

disusul dengan terbentuknya kista subkodral,osteopit pada tepi tulang dan reaksi radang pada

membrane sinovial. Pembekakan sendi, penebalan membran sinovial dan kapsul sendi, serta

teregangnya ligament menyebab-kan ketidakstabilan dan deformitas. Otot di-sekitar sendi

menjadi lemah karena efusi sino-vial dan disuse atropy pada satu sisi dan spsme otot pada sisi

lain. Perubahan biomekanik ini disertai dengan biokimia dimana terjadi gang-guan metabolisme

kondrosit,gangguan biokimia matrik akibat erbentuknya enzem metallopro-teinase yang

memecah proteoglikan dan kolo-gen. Meningkatkan aktivitas subtami p singga meningkatkan

nocereseptor dan menimbulkan nyeri Error: Reference source not found.

F. Gangguan Gerak dan Fungsi pada Osteoartritis Sendi Lutut

1. Nyeri, nyeri pada osteoartritis sendi lutut disebabkan oleh penekanan permukaan sendi

yang telah mengelupas rawan sendinya, sisa inflamasi berupa zat algogen yang merupakan

zat iritan nyeri, regangan jaringan lunak yang kontraktur, iritasi jaringan lunak oleh osteofit.

2. Kekakuan, kekakuan pada osteoartrisis disebabkan oleh fragmentasi dan terbelah-nya

kartilago persendian, lesi permulaan disusul oleh proses pemusnahan kartilago secara

progresif.

3. Krepitasi, krepitasi atau bunyi “krek” pada sendi lutut disebabkan oleh permukaan sendi

yang kasar karena degradasi rawan sendi

4. Instabilitas, instabilitas sendi lutut dise-babkan oleh penyempitan sela sendi, jarak

permukaan sendi menurun, ligamen lebih panjang dari sebelumnya (terulur).


5. Kelemahan otot, adanya inaktivitas akibat imobilisasi dan keterbatasan gerakan,

penurunan jumlah motor unit dan aktivitas neurotransmitter, gangguan sirkulasi pada otot

serta berkurangnya kualitas otot akibat proses degenerasi dan penuaan akan menyebabkan

kelemahan otot.

6. Deformitas, akibat kendornya kapsul ligamen atau penurunan elastisitas jaringan lunak

sekitar persendian.

7. Gangguan jalan,jongkok dan duduk, akibat dari Osteoartheritis juga bisa menye-babkan

aktivitas seperti gangguan jalan, jongkok dan duduk.


BAB II
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Insial Pasien : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 41 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Cikalan gawanan, Colomadu, Karanganyar
Diagnosis Medis : Osteoarthritis Genu Bilateral
Diagnosis Kausatif : Autoimuno Desease
Diagnosis Topis : sendi lutut sinistra

B. Data Subjektif
1. Data Hasil Observasi
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan pada tanggal 22 Februari 2017,

penampilan Ny. S terlihat cukup bersih dan rapi. Kedua ekstremitas atas dan bawah

lengkap dan masih berfungsi, namun untuk ekstremitas bawah sebelah kiri ada

pembengkakan pada area lutut dan pada area tersebut telihat berwarna kemerahan. Ny. S

sangat aktif dalam berkomunikasi, ramah, dan terbuka. Ny. S juga mampu

mengekspresikan perasaannya secara tepat sesuai dengan apa yang diceritakan. Dalam

mobilitas, pasien terlihat tidak seimbang dan telapak kaki kiri saat berjalan jinjit, pasien

lebih menitik beratkan tubuhnya pada sisi kanan dibandingkan sisi kiri sehingga saat

berjalan menjadi timpang. Pasien mengaku cepat merasakan lelah jika beraktivitas

terlalu banyak.
Kondisi lingkungan fisik di sekitar rumah Ny. S menghambat Ny. S dalam

melakukan kinerjan okupasinya, terutama dalam hal membersikan rumah. Rumah

bagian dalam cukup mudah di akses karena lantainya datar dan tidak banyak undakan,

namun jika ingin ke kamar mandi agak beresiko untuk jatuh karena cukup licin (kondisi

kamar mandi masih menggunakan desain jaman dulu dimana terdapat sumur di depan
bilik kamar mandi) dan jarak antara pintu belakang rumah dan pintu kamar mandi ± 4

m. Sementara untuk teras, lantainya masih sejajar dengan lantai rumah bagian dalam

namun apabila ingin turun ke halaman, terdapat 2 undakan yang masing-masing

undakan tingginya ± 15 cm. Hal ini menghambat mobilisasi Ny. S apabila ingin

membersihkan ataupun hanya berjalan-jalan di halaman/ pekarangannya ditambah Ny. S

terkadang harus menggunakan kruk saat berjalan.

2. Data Hasil Interview


Berdasarkan hasil Interview tanggal 22 Februari 2017 diperoleh informasi bahwa

pada tahun 2007 Ny. S melakukan rontgen dan didiagnosis mengalami rematik oleh

dokter di Rumah Sakit Orthopedi Dr. Soeharso Surakarta, lalu pada tahun 2009 oleh

dokter yang ada di perusahaan tempatnya bekerja, Ny. S didiagnosis osteoathritis lalu

dirujuk ke Rumah Sakit Moewardi dan mendapatkan perawatan. Pasien juga

mengkonsumsi obat-obatan penghilang rasa sakit dari dokter Rumah Sakit Karima

Utama hingga tahun 2015. Ny. S juga melakukan rontgen di Rumah Sakit Orthopedi Dr.

Soeharso Surakarta dan hasilnya adalah tulang femur bagian distal telah menyatu

dengan bagian proksimal dari tulang tibia dan fibula. Kemudian pasien dirujuk ke

Rumah Sakit Orthopedi untuk melakukan operasi ganti sendi (Total Knee Replacement),

tepatnya tanggal 25 November 2015 pada sendi lutut bagian kanan, dan 14 maret 2016

untuk operasi pada sendi lutut sebelah kiri. Dalam mobilitas, Ny. S pernah

menggunakan kursi roda, walker, dan kruk. Saat ini dalam mobilitas, Ny. S terkadang

menggunakan kruk jika merasa sudah lelah. Pekerjaan Ny. S adalah wiraswasta yaitu

dengan membuka kios dan berjualan sembako dirumahnya (pekerjaan pasien

sebelumnya adalah seorang kasir).


Perilaku sosial masyarakat yang ada di sekitar lingkungan pasien cukup baik.

Masyarakat/ tetangga di sekitar rumahnya juga tidak ada yang mengucilkan ataupun

mendiskriminasi Ny. S karena penyakit yang dideritanya, sebaliknya tetangga di sekitar

rumahnya membantu Ny. S jika membutuhkan pertolongan disaat Ny. S sendirian di

rumah, seperti mengantarkan/ memasakkan makanan.

3. Data Screening
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari rekam medis Ny. S terdapat

pemeriksaan darah dan rontgen. Hasil pemeriksaan darah Ny. S normal. Sedangkan

hasil rontgen menunjukkan ada penyatuan tulang pada sendi lutut (arthrodesis),

permukaan sendi kasar, serta terdapat spur yang menguatkan diagnosis osteoathritis

genu bilateral. Maka dari itu dilakukan operasi Total Knee Replacement pada kedua

sendi lutut.

4. Initial Assessment
Screening test dan Screening tassk yang dilakukan pada tanggal 03 Maret 2017

diporoleh hasil :
Screening Test Saat ini keluhan utama Ny. S adalah rasa nyeri pada lutut sebelah

kiri yang secara terus-menerus dirasakan dan bengkak yang tidak kunjung mengempis

sejak operasi dilakukan sehingga mengganggu dalam aktivitas sehari-hari seperti

mobilitas berjalan, naik dan turun tangga, berjalan kekamar mandi dan dapur harus

mengunakan kruk, mandi, memasak, mencuci baju, mencuci piring, aktivitas toileting

kususnya saat buang air besar, bahkan tidur pun juga terganggu. Ketika dalam posisi

duduk, pasien diminta untuk menaikkan kaki kirinya secara mandiri, namun Ny. S

hanya mampu melakukannya hingga kaki kirinya berada ± 6 cm dari permukaan lantai
rumah, lalu setelah itu dengan bantuan sanggahan dari kaki kanan Ny. S mampu

menaikkan kaki kirinya hingga ± 31 cm dari permukaan lantai rumah.


Screening task ketika terapis meminta Ny. S melakukan orientasi rumahnya, Ny. S

meminta tolong terapis untuk megambilkan satu kruk untuk membantu agar beliau tidak

merasa cepat lelah. Sekitar 5 menit setelah orientasi, Ny. S mulai terlihat kelelahan

ditandai dengan nafasnya yang tidak beraturan dan terapis meminta pasien untuk duduk

lagi.
5. Kerangka Acuan

Kerangka acuan yang digunakan adalah kerangka acuan rehabilitatif.

Kerangka acuan rehabilitatif bertujuan melatih pasien untuk mengkompensasi

keterbatasan yang tidak dapat diperbaiki (remediasi) dengan menggunakan metode

adaptasi alat, adaptasi prosedur, modifikasi lingkungan dan edukasi. Joint Protection

Technic (JPT) juga diterapkan dalam menyusun intervensi untuk pasien. JPT merupakan

proses mempengaruhi arthritis dengan cara modifikasi perilaku dan adaptasi lingkungan yang

bertujuan untuk mengurangi tekanan (stress) & nyeri, mengurangi inflamasi, dan

mempertahankan struktur sendi. Prinsip JPT itu sendiri antara lain: respect for pain, rest and

work balance, reduction of effort (energy conservation & work simplification), avoidance of

positions of deformity, use of stronger/ larger joints, change positions that do not tend to be

stressful to involved joint, and avoidance of staying in one position.

C. Data Objektif
Pada pemeriksaan tanggal 03 Maret 2017, Menggunakan blangko pemeriksaaan Tanda

Vital, Screening Dewasa, Functional Independence Measurement (FIM), NPI Interest

Checklist, Job Analisis (Analisis Kerja), dan Instrumen Penilaian Nyeri Visual AID Scale

(VAS).
 Hasil pemeriksaan Tanda vital Ny. s diperoleh hasil untuk tekanan darah Ny. S 120/70

mmHg, denyut nadi 88 x/ menit, pernapasan 25 x/ menit.


 Hasil pemeriksaan blangko screening dewasa Ny. S berusia 41 tahun sudah menikah

dan memiliki 1 anak laki-laki berusia 17 tahun. Pendidikan terakhir Ny. S adalah SMEA

dan tinggal bersama dengan suaminya di Cikalan gawanan RT 2 RW 4 Kecamatan

Colomadu, Karanganyar. Pasien mengatakan mempunyai penyakit Osteoarthritis sudah

sejak tahun 2007 semejak itu sering merasa nyeri pada kedua lututnya dan mengatakan

pada tahun 2015 sempat tidak bisa melakukan aktivitas hanya berbaring ditempat tidur saja

sehingga aktivitas sehari-hari selalu dibantu keluarga dan tetangga dekatnya. Pasien

pertama kali berobat di Rumah Sakit Orthopedi Dr. Soeharso Surakarta dan di rontgen

pada tahun 2007. Berdasarkan hasil rontgen, dokter memberikan diagnosis sementara yaitu

rematik karena belum diketahui secara pasti jenis rematiknya. Kemudian pada tahun 2009,

Ny. S didiagnosis osteoarthritis oleh dokter yang berada di tempatnya bekerja dan di rujuk

langsung ke Rumah Sakit Moewardi. Pasien juga melanjutkan pengobatan di Rumah Sakit

Karima sampai tahun 2015 dan diberikan obat oleh dokter untuk menghilangkan rasa nyeri.

Ny. S kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Orthopedi Dr. Soeharso Surakarta untuk

melakukan operasi pengantian sendi (Total Knee Replacement). Pasien melakukan operasi

yang pertama tanggal 25 November 2015 pada lutut sebelah kanan dan dirawat selama 9

hari, setelah 1 bulan sudah merasa enakan dan 2 bulan sudah tidak merasakan nyeri tinggal

penguatan saja, karena sebelah kiri juga merasa sakit dan tidak bisa ditahan lagi pada

tanggal 14 Maret juga dioperasi tetapi sampai sekarang masih bengkak dan terasa nyeri.

Pekerjaan Ny. S adalah sebagai wiraswasta yaitu dengan membuka kios dan berjualan

sembako dirumahnya (pekerjaan pasien sebelumnya adalah seorang kasir) yang didapatkan

dari bantuan Dinas Kesahatan pada tahun 2015 dan masih dijalankan sampai sekarang
untuk membeli dagangan pasien meminta bantuan suami, tetapi dagangannya saat ini

sudah berkurang karena tidak ada yang menjaga semejak pasien dirawat dirumah sakit.

Penyakit. Pasien memiliki riwayat penyakit low back pain setelah melakukan operasi

pergantian sendi (Total Knee Replacement) yang kedua dan tidak mengkonsumsi alkohol,

merokok, juga kolesterol dan gula darah normal. Pasien terkadang masih menggunakan

bantuan kruk untuk berjalan dan mengerjakan aktivitas sehari-hari. Kognitif Ny. S baik

terlihat dari mampu menyebutkan nama, umur, kapan dan bagaimana penyakit bermula,

afek tepat, mampu mengkomprehensikan instruksi verbal ketika diminta untuk

menggerakkan bagian lutut sebelah kiri dan kanan, namun pada bagian kiri harus dibantu

dengan kaki kanan agar dapat bergerak. Komunikasi Ny. S tidak ada defisit bicara dan

paham dengan apa yang ditanyakan. Untuk toleransi duduk baik yaitu dapat memulai dan

menjaga posisi tanpa bantuan, dapat tanpa bantuan, dapat memindahkan berat tubuh, untuk

toleransi berdiri dan berjalan, S- yang berarti dapat memulai dan menjaga posisi dengan

bantuan sedang.
 Hasil pemeriksaan blangko FIM diperoleh skor 116, dimana untuk item self-care, sub

item makan, merias diri, dan berpakaian untuk tubuh bagian atas bernilai 7 sedangkan

mandi, berpakaian untuk tubuh bagian bawah, dan toiletting bernilai 6. Item kontrol

spincter bernilai 7. Item mobility bernilai 6. Item locomotion, sub item berjalan/ lengan

kursi roda bernilai 6 dan naik turun tangga bernilai 4. Untuk item komunikasi dan kognitif

sosial semuanya bernilai 7 (terlampir).


 Hasil pemeriksaan blangko Interest Checklist Kesenangan Ny. S dahulu yaitu

membaca, olahraga, melihat tv, mendengar radio, berkebun, memasak, jalan-jalan, surat-

menyurat, beternak dan mendengarkan musik dan kesenangan sekarang maupun yang akan

datang yaitu melihat tv, medengarkan radio, berenang, memasak, dan mendengarkan
musik. yang menjadi kesenangan Ny. S saat ini adalah memasak, karena masih belum bisa

berbelanja sayuran sendiri sehingga pasien lebih sering membeli sayuran yang sudah

matang (terlampir).
 Hasil pemeriksaan blangko Job Analisis (Analisis Kerja). Pekerjaan Ny. S adalah

wiraswasta yaitu dengan membuka kios dan berjualan sembako dirumahnya (pekerjaan

pasien sebelumnya adalah seorang kasir) dibuka mulai jam 06.00-18.00 WIB setiap

harinya, biasanya pasien bekerja sambil menyelesaikan pekerjaan rumah jika ada pembeli

baru dilayaninya. Pada saat bekerja posisinya sering berubah-ubah tidak selalu duduk,

berdiri, didalam maupun luar rumah. Jika sedang berobat tidak berjualan dan terkadang

hanya buka setengah hari saja. Aktivitas bekerja yang dilakukan pasien terkadang

membungkuk, berlutut, meraih, memanipulasi jari-jari dan mengegam tetapi pasien lebih

sering meminta pelanggannya untuk mengambil barang yang dibeli pelanggannya tersebut

karena kebanyakan yang membeli hanya tetangga disekitar rumahnya saja. Kondis

lingkungan tempat kerja Ny. S lembab terutama pada saat musim hujan, panas karena

kiosnya berada didalam rumah, dan banyak debu (terlampir).


 Hasil pemeriksaan blangko Instrumen Penilaian Nyeri Visual AID Scale (VAS),

diperoleh nilai 9 yang berarti nyeri tidak tertahankan dengan frekuensi nyeri lebih dari 2

jam yang dirasakan pada kedua lututnya, nyeri ini biasanya muncul pada saat Ny. S

mengerjakan aktivitas sehari-hari dirumah seperti mulai dari membersihkan rumah, dapur,

belanja, memasak, mencuci baju dan sebagainya tetapi yang paling sering menyebabkab

nyeri pada saat melakukan aktivitas mencuci baju dan biasanya nyeri akan hilang setelah

kaki di luruskan sambil duduk maupun berbaring ditempat tidur (terlampir).


D. Identifikasi Problem
1. Aset
Aset yang dimiliki Ny. S adalah Penampilan terlihat cukup bersih dan rapi, kedua

ekstremitas atas dan bawah lengkap dan masih berfungsi, sangat aktif dalam
berkomunikasi, ramah, dan terbuka, juga mampu mengekspresikan perasaannya secara

tepat sesuai dengan apa yang diceritakan, kognitif baik terlihat dari mampu

menyebutkan nama, umur, kapan dan bagaimana penyakit bermula, afek tepat, dan

mampu mengkomprehensikan instruksi verbal.


2. Limitasi
Limitasi yang dimiliki Ny. S adalah mobilitas untuk berjalan kurang seimbang

sehingga saat berjalan menjadi timpang dan harus menggunakan kruk, kaki sebelah kiri

saat berjalan juga jinjit, naik turun tangga, berjalan kekamar mandi dan dapur harus

mengunakan kruk, cepat merasakan lelah jika beraktivitas terlalu banyak, masih sering

merasakan nyeri yang tak tertahankan pada lutut sebelah kiri yang secara terus-menerus

dirasakan dan masih ada bengkak, hanya mampu mengangkat lututnya kearah fleksi

hingga kaki kirinya berada ± 6 cm dari permukaan lantai rumah, aktivitas sehari-hari

juga masih banyak yang terganggu seperti memasak, mencuci baju, mencuci piring,

aktivitas toileting kususnya saat buang air besar, bahkan tidur pun juga terganggu dan

sering meminta bantuan pelanggan untuk mengambilkan barang yang akan dibeli

pelanggannya tersebut.

E. Identifikasi Masalah
1. Masalah pada tiga area okupasi terapi :
 Activity Daily Living (ADL): pasien mengalami kesulitan dan perlu bantuan

minimal dalam mobilitas duduk ke berdiri serta berjalan dan aktivitas mandi, naik

turun tangga, mencuci baju, mencuci piring, dan toileting.


 Produktivitas: pasien kesulitan dalam mengambil barang dagangan di kios.
 Leisure: pasien mengalami kesulitan dalam aktivitas memasak yang geraknya

melibatkan sendi lutut karena bengkak, kaku, dan nyeri.


2. Prioritas masalah pasien adalah area Activity Daily Living (ADL) terutama pada

aktivitas mencuci baju.


3. Diagnosis Okupasi Terapi pasien mengalami kesulitan pada aktivitas mencuci

baju karena nyeri dan bengkak pada sendi lutut kiri akibat osteoartritis genu bilateral.

F. Prognosis
1. Prognosis Klinis
Dubia et malam (meragukan, cenderung buruk, sulit berakhir dengan baik). Secara

umum progosis osteoarthritis. Namun, pada osteoarthritis lutut gejala yang berat

memiliki prognosis yang kurang baik. Penyakit ini juga berlangsung secara perlahan-

lahan ditandai nyeri sendi, kekakuan, dan keterbatasan gerakan yang berkembang secara

progresif (Forman, M.D., Malamet, R., Kaplan , D., 1983). Terapi bedah dilakukan jika

terapi farmakologi sudah diberikan dan tidak memberikan perbaikan yang signifikan

secara klinis. Tindakan bedah yang diindifikasikan untuk osteoarthritis akut adalah total

joint arthroplasty (Dokter post, 2016)


2. Prognosis Fungsional
Mandiri dengan bantuan minimal dan pemakaian alat bantu
G. Clinical Reasoning
Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang progresif, artinya penyakitnya ini

semakin lama akan semakin membu ruk (tidak dapat disembuhkan) (Pratiwi, A. I., 2015)

sehingga performance pasien yang dimiliki saat ini dalam melakukan aktivitas fungsional

secara mandiri dengan mengunakan alat bantu maupun modifikasi lingkungan.


H. Program Terapi
Tujuan Jangka Panjang : Pasien dapat mengurangi nyeri dan bengkak dengan penerapan

prinsip JPT sehingga dapat mencuci baju secara mandiri dengan mengunakan alat bantu

selama 6 kali sesi terapi.

Tujuan Jangka Pendek:


1. Pasien mengetahui prinsip-prinsip JPT dalam 2 kali sesi terapi.
2. Pasien mampu menerapkan prinsip-prinsip JPT untuk mengurangi nyeri dan

bengkak pada lutut kiri dalam 2 kali sesi terapi.


3. Pasien mampu menerapkan prinsip-prinsip JPT ketika mencuci baju dengan

bantuan alat dalam 2 kali sesi terapi.


I. Pelaksanaan Terapi
a. Pertemuan Pertama
 Teapis melakuan wawancara dan observasi pada pasien
b. Pertemuan Kedua
 Terapis melakukan screening test dan screening task
 Terapis melakukan pemeriksaan Tanda Vital, blangko pemeriksaan Screening

Dewasa, Functional Independence Measurement (FIM), Interest Checklist, Job

Analisis (Analisis Kerja), dan Instrumen Penilaian Nyeri Visual AID Scale (VAS).
c. Pertemuan Ketiga
 Terapis melakukan pemeriksaan tanda vital
 Terapis dan pasien melakukan stretching aktif dan pasif pada sendi lutut kiri
 Terapis mengenalkan modalitas suhu yaitu kompres air hangat dan air dingin pada

sendi lutut kiri. Kompres air hangat dilakukan rutin setiap pagi jam 06:00-07:00

WIB dan sore hari jam 17:00-18:00 WIB (Rahayu. 2009 dalam Pratintya, A. D.,

Harmilah, Subroto, 2014), juga jika hendak beraktivitas sebaiknya dikompres air

hangat terlebih dahulu untuk melancarkan peredaran darah dan membuat otot rileks

(Rifham, 2010 dalam Pratintya, A. D., Harmilah, Subroto, 2014). Sementara

kompres air dingin diterapkan ketika pasien merasakan nyeri karena kompres air

dingin berfungsi untuk mengurangi nyeri yang dirasakan (Prasetyo, S. N., 2010).
 Terapis mengedukasikan kepada pasien mengenai JPT, yaitu ketika hendak

bangun dari posisi tidur, lalu bagaimana posisi yang nyaman untuk penempatan

tungkai yang sakit ketika tidur (terlampir), serta bagaimana posisi dan tumpuan yang

benar ketika hendak bangun dari posisi duduk ke berdiri, dan bagaimana posisi yang

baik dalam beraktivitas agar menhindari posisi deformitas.


d. Pertemuan Keempat
 Terapis mendiskusikan serta meminta persetujuan mengenai alat bantu mencuci

baju yang akan dibuat untuk membantu pasien mengkonpensasi keterbatasan yang

tidak dapat diperbaiki.


e. Pertemuan kelima
 Terapis melakukan re-evaluasi pemeriksaan Tanda Vital, blangko Functional

Independence Measurement (FIM), Job Analisis (Analisis Kerja), dan Instrumen

Penilaian Nyeri Visual AID Scale (VAS), serta prinsip-prinsip JPT yang telah

diedukasikan pada pertemuan sebelumnya.


 Terapis mengukur tempat yang nantinya akan diletakkan alat bantu mencuci baju.
f. Pertemuan keenam
 Terapis memberikan alat bantu yang telah dibuat dan mengajarkan bagaimana

cara menggunakan dan merawat alat tersebut.

J. Strategi Pelaksanaan Terapi


 Untuk mencapai tujuan jangka pendek 1
Terapis menerapkan strategi kerangka acuan rehabilitatif yaitu edukasi mengenai

prinsip-prinsip JPT seperti (Vanderbit Orthopaedic Institute):


1. Respect for pain and rest and work balance: tidak memaksakan diri jika merasa lelah

saat melakukan aktivitas serta menyegerakan untuk istirahat agar relax dan nyeri

berkurang;
2. Reduction of effort (energy conservation & work simplification): hindari tergesa-gesa;

merencanakan dan mengorganisasi aktivitas dengan baik, seperti mencuci baju anak

dan suami dilakukan setiap 5 hari sekali sementara untuk bajunya sendiri dicuci

terpisah untuk meringankan beban kerja; menggunakan postur dan body mechanic

yang benar yaitu saat hendak bangun dari posisi tidur, lalu bagaimana posisi yang

nyaman untuk penempatan tungkai yang sakit ketika tidur, serta bagaimana posisi dan

tumpuan yang benar ketika hendak bangun dari posisi duduk ke berdiri, menempatkan

material agar mudah terjangkau dan aman;


3. Avoidance of positions of deformity, khususnya pada sendi lutut yaitu hindari posisi

fleksi lutut;
4. Use of stronger/ larger joints, change positions that do not tend to be stressful to involved

joint, gunakan sendi yang lebih kuat dan stabil sebagai tumpuan saat melakukan

aktivitas. Menjaga punggung tetap lurus sesuai anatomi tubuh, menggunakan alat

bantu seperti krek, kursi yang memiliki sandaran saat melakukan aktivitas masak,

mandi, toileting, dan mencuci. Ini bertujuan untuk menghindari posisi berdiri sehingga

tidak bertumpu pada lutut dan beban pada lutut berkurang;


5. Avoidance of staying in one position, hindari posisi yang sama dalam waktu yang

lama, pasien disarankan untuk mengubah posisi setiap 20 menit sekali untuk mengulur

otot yang tegang akibat kontraksi secara terus menerus untuk mempertahankan posisi.
Terapis juga mengenalkan modalitas suhu yaitu kompres air hangat dan air dingin

pada sendi lutut kiri. Kompres air hangat dilakukan rutin setiap pagi jam 06:00-07:00

WIB dan sore hari jam 17:00-18:00 WIB (Rahayu. 2009 dalam Pratintya, A. D.,

Harmilah, Subroto, 2014), juga jika hendak beraktivitas sebaiknya dikompres air hangat

terlebih dahulu untuk melancarkan peredaran darah dan membuat otot rileks (Rifham,

2010 dalam Pratintya, A. D., Harmilah, Subroto, 2014). Sementara kompres air dingin

diterapkan ketika pasien merasakan nyeri karena kompres air dingin berfungsi untuk

mengurangi nyeri yang dirasakan (Prasetyo, S. N., 2010).


 Untuk mencapai tujuan jangka pendek 2
Terapis menggunakan strategi kerangka acuan rehabilitatif yaitu edukasi, modifikasi

lingkungan, dan adaptasi prosedur. Edukasi yang dilakukan mengenai prinsip JPT seperti

strategi yang pertama, namun kali ini dibantu dengan gambar (terlampir). Terapis juga

memonitor tentang kompres air panas dan air dingin dan mengedukasikan kepada

keluarga pasien untuk memodifikasi lingkungan yang ada di sekitar kamar mandi agar

tidak licin dan menaikan tinggi keran air sehingga pasien tidak perlu membungkuk.
 Untuk mencapai tujuan jangka pendek 3
Terapis menggunakan strategi kerangka acuan rehabilitatif yaitu untuk adaptasi alat bantu

berupa meja untuk mencuci baju (desain alat terlampir). Alat ini untuk membantu pasien

dalam melakukan aktivitas mencuci sehingga dapat mengurangi posisi membungkuk.


K. Re-evaluasi
1. Data subjektif
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan pada tanggal 13 Maret 2017,

penampilan Ny. S terlihat cukup bersih dan rapi. Kedua ekstremitas atas dan bawah

lengkap dan masih berfungsi, untuk area lutut sebelah kiri bengkaknya sudah

berkurang dan masih telihat berwarna kemerahan. Ny. S sangat aktif dalam

berkomunikasi, ramah, dan terbuka. Ny. S juga mampu mengekspresikan

perasaannya secara tepat sesuai dengan apa yang diceritakan. Dalam mobilitas,

pasien terlihat tidak seimbang, saat berjalan sudah bisa menapakan kakinya. Pasien

sudah tidak menitik beratkan tubuhnya pada sisi kanan dibandingkan sisi kiri. Pasien

mengaku dapat mengangkat keatas kakinya sisi kiri pada saat tidur.
Berdasarkan hasil Interview tanggal 13 Maret 2017 diperoleh informasi bahwa

pasien merasa senang karena sudah bisa menangkat kaki kirinya ke atas pada saat

posisi tidur tetapi masih belum bisa mengangkat kakinya saat duduk, setelah

melakukan kompres air hangat secara rutin setiap pagi dan sore hari, pasien

merasakan efek terapi tersebut setelah 5 hari dilakukannya. Ny. S masih meraskan

nyeri pada saat melakukan aktivitas, nyeri yang di rasakan masih sama seperti

pertama kali bertemu dengan pasien.


2. Data Objektif
Pada pemeriksaan tanggal 13 Maret 2017, Menggunakan blangko pemeriksaaan

Tanda Vital, Functional Independence Measurement (FIM), Job Analisis (Analisis

Kerja), dan Instrumen Penilaian Nyeri Visual AID Scale (VAS).


 Hasil pemeriksaan Tanda vital Ny. s diperoleh hasil untuk tekanan darah Ny. S

120/70 mmHg, denyut nadi 84 x/ menit, pernapasan 26 x/ menit.


 Hasil pemeriksaan blangko FIM diperoleh skor 117, dimana untuk item self-

care, sub item makan, merias diri, dan berpakaian untuk tubuh bagian atas bernilai 7

sedangkan mandi, berpakaian untuk tubuh bagian bawah, dan toiletting bernilai 6.

Item kontrol spincter bernilai 7. Item mobility bernilai 6. Item locomotion, sub item

berjalan/ lengan kursi roda bernilai 6, naik turun tangga sebelumnya bernilai 4 dan

setelah dilakukan re-evaluasi bernilai 5. Untuk item komunikasi dan kognitif sosial

semuanya bernilai 7 (terlampir).


 Hasil pemeriksaan blangko Job Analisis (Analisis Kerja) dan blangko

Instrumen Penilaian Nyeri Visual AID Scale (VAS) hasilnya masih sama seperti

pada saat pertama kali dilakukan pemeriksaan.


DAFTAR PUSTAKA

Dokter post. (2016). Panduan praktik klinis osteoarthritis: diagnosis dan terapi pilihan.

Forman, M.D., Malamet, R., Kaplan , D., (1983). A survey of osteoarthritis of the knee in the
elderly. J. rheumatol vol. 10(2): 282-7.

Error: Reference source not foundPrasetyo, S. N. (2010). Konsep dan proses keperawatan nyeri.
Yogakarta: Graha Ilmu.

Pratintya, A. D., Harmilah, Subroto. (2014). Kompres hangat menurunkan nyeri presendian
osteoartritis pada lanjut usia. Jurnal kebidanan dan keperawatan, Vol. 10, No. 1.
Yogyakarta: Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.

Pratiwi, A. I. (2015). Diagnosis and treatment osteoarthritis. J majority vol 4 no. 4. Lampung:
Univesitas Lampung.

Vanderbit Orthopaedic Institute. Joint protection for osteoarthritis. Medical Center: Vanderbilt
University.
LAMPIRAN

1. Foto Rontgen sebelum dan sesudah TKR


2. Foto nyata lutut kiri pada pertemuan pertama dan pertemuan kelima
3. Blangko Pemeriksaan (Screening Dewasa, Functional Independence
Measurement (FIM), NPI Interest Checklist, Job Analisis (Analisis Kerja), dan Instrumen
Penilaian Nyeri Visual AID Scale (VAS).
4. Desain alat bantu meja untuk mencuci baju
1. Foto Rontgen sebelum dan sesudah TKR

Sebelum operasi TKR setelah operasi TKR

2. Foto nyata lutut kiri pada pertemuan pertama dan pertemuan kelima

Pertemuan Pertama pertemuan kelima


DEPARTEMEN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA

JURUSAN OKUPASI TERAPI

FUNCTIONAL INDEPENDENCE MEASUREMENT*

(FIM)
Nama pasien : Ny. S
Diagnosis : Osteoarthritis Genu Bilateral
Mandiri
Tanpa 7 = Mandiri tanpa modifikasi/alat bantu Tanpa bantuan
bantuan 6 = Mandiri dengan modifikasi/alat bantu
Ketergantungan dengan modifikasi/alat
bantu
dengan 5 = perlu supervisi Dengan bantuan
bantuan 4 = Bantuan minimal (subyek = 75%)
3 = Bantuan sedang (subyek = 50%)
2 = Bantuan maksimal (subyek = 25%)
1 = Bantuan penuh (subyek = 0%)
FOLLOW UP
Tanggal 3/3/17 13/3/17
Evaluasi awal Re-evaluasi
SELF-CARE
A. Makan 7 7
7 7
B. Merias diri
6 6
C. Mandi
7 7
D. Berpakaian untuk tubuh bagian atas 6 6
E. Berpakaian untuk tubuh bagian bawah 6 6
F. Toiletting

KONTROL SPINCTER 7 7
A. Manajemen bladder 7 7
B. Manajemen bowel

6 6
MOBILITY
6 6
Transfer : 6 6
A. Tempat tidur, kursi, kursi roda
B. Toilet
C. Tempat duduk mandi, bak mandi, shower
6 6
4 5
LOCOMOTION
A. Berjalan/lengan kursi roda
B. Tangga 7 7
7 7
KOMUNIKASI
7 7
A. Komprehensif
7 7
B. Ekspresi 7 7

KOGNITIF SOSIAL 116 117


A. Sosial interaksi
B. Memecahkan persoalan
C. Daya ingat

SKOR TOTAL
Terapis,

TIM
Kesimpulan :
18-35 bantuan penuh/total assistance
36-53 bantuan maksimal/maximal assistance
54-71 bantuan sedang/moderate assistance
72-89 bantuan minimal/minimal assistance
90-107 membutuhkan “set up” setiap kegiatan
108-126 mandiri penuh/complete independence

Catatan :
Beri nilai 1 bila tidak dapat diteskan (tidak boleh ditinggalkan kosong)1

1 Sumber : FIM Scoring scale from University of New York (1991). (yang sudah diadaptasi).
4. Desain Alat Bantu Meja untuk Mencuci Baju

Anda mungkin juga menyukai